• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Pengelolaan Sampah dan Partisipasi Pedagang untuk Menciptakan Lingkungan Bersih di Pasar Dwikora Kota Pematangsiantar Tahun 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sistem Pengelolaan Sampah dan Partisipasi Pedagang untuk Menciptakan Lingkungan Bersih di Pasar Dwikora Kota Pematangsiantar Tahun 2017"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Sampah

Menurut definisi World Health Organization (WHO), sampah adalah

sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang

dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya.

Menurut Ketentuan Umum Pasal 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008

tentang Pengelolaan Sampah, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia

dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sedangkan menurut Peraturan

Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010, sampah adalah sisa kegiatan

sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat yang terdiri atas

sampah rumah tangga maupun sampah sejenis sampah rumah tangga.

Menurut Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

(FKM-UI), sampah diartikan sebagai sesuatu bahan padat yang terjadi karena

berhubungan dengan aktifitas manusia yang tidak dipakai lagi, tidak disenangi,

dan dibuang secara saniter, kecuali buangan yang berasal dari tubuh manusia.

Menurut Slamet(2009), sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia

dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sementara menurut

Notoatmodjo(2003), sampah adalah suatu bahan atau benda padat yang sudah

tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah digunakan lagi

dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang. Para ahli kesehatan masyarakat

(2)

tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan

manusia, dan tidak terjadi dengan sendirinya.

Sampah dalam ilmu kesehatan lingkungan sebenarnya hanya sebagian dari

benda atau hal-hal yang dipandang tidak dapat digunakan lagi, tidak dipakai, tidak

disenangi atau harus dibuang sedemikian rupa sehingga tidak sampai mengganggu

kelangsungan hidup(Aswar, 2002).

Dari beberapa pengertian sampah diatas, maka dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan sampah adalah suatu benda yang umumnya berbentuk padat yang

berhubungan dengan aktifitas atau kegiatan manusia, yang tidak digunakan lagi, tidak

disenangi dan dibuang secara saniter, kecuali buangan yang berasal dari tubuh

manusia sehingga tidak sampai mengganggu kelangsungan hidup.

2.2. Penggolongan Sampah Menurut Sumbernya

Berdasarkan sumbernya, sampah dapat dibagi menjadi beberapa bagian,

antara lain:

1. Sampah yang Berasal dari Daerah Pemukiman (Domestic Wastes)

Sampah ini terdiri dari sampah-sampah hasil kegiatan rumah tangga dirumah

seperti sampah-sampah hasil pengolahan makanan, dari halaman dan dari dalam

rumah sendiri, sisa-sisa minyak, kardus bekas, pakaian bekas, bahan bacaan, bekas

(3)

sampah-sampah dari alat-alat rumah tangga, kulkas, mesin cuci, alat pemanas air cenderung

meningkatjumlahnya.

2. Sampah yang Berasal dari Daerah Perdagangan

Sampah dari pusat perdagangan atau pasar biasanya terdiri dari: kardus-kardus

yang besar, kotak-kotak pembungkus, kertas-kertas, karbon, pita mesin tik, pita-pita

lainnya. Dalam hal ini termasuk sampah makanan dari kantin dan restauran.

3. Sampah yang Berasal dari Jalan Raya

Sampah yang berasal dari pembersihan jalan-jalan biasanya terdiri dari

kertas-kertas, kardus-kardus kecil bercampur dengan bebatuan, debu, pasir, benda-benda

yang jatuh dari truk/kendaraan, sobekan-sobekan ban atau onderdil-onderdil yang

jatuh, juga daun-daunan, sampah-sampah yang dibuang dari mobil, kantong-kantong

plastik dan lain-lain.

4. Sampah-Sampah Industri (Industrial Wastes)

Sampah-sampah yang berasal dari daerah industri termasuk sampah yang

berasal dari pembangunan industri tersebut dan segala sampah dari prosesproses

produksi yang terjadi dalam industri tersebut misalnya: sampah-sampah pengepakan

barang, sampah bahan makanan, logam, plastik, kayu, potongan tekstil dan lain-lain.

Termasuk juga disini sampah-sampah dari rumah jagal serta industri daging kaleng.

Beberapa sampah industri dapat bersifat toksis dan berbahaya terhadap kesehatan

(4)

5. Sampah dari Daerah Pertanian dan Perkebunan (Agriculture Wastes)

Sampah-sampah dari daerah inidapat berupa sampah dari hasil perkebunan

atau pertanian misalnya jerami, sisa sayur mayur, batang jagung, pohon

kacang-kacangan dan lain-lain yang umumnya jumlahnya cukup besar sewaktu musim panen.

Umumnya sanpah-sampah ini dibakar dan dikembalikan pada tanah pertanian

ataupun dijadikan pupuk untuk pertanian.

6. Sampah yang Berasal dari Daerah Pertambangan

Pertambangan dapat menghasilkan sejumlah sampah yang tergantung pada

jenis usaha tambangnya. Pengumpulan sejumlah mineral yang diproses maupun yang

tidak diproses, mengandung zat-zat kontaminan yang apabila ada hujan dapat

merembes dan membawa zat-zat yang toksik dan berbahaya kesuatu sumber air serta

mencemari sumber air tersebut. Sampah-sampahnya berupa bahan-bahan tambang

disamping sampah-sampah dari aktivitas manusia pengelolanya.

7. Sampah dari Gedung-Gedung atau Perkantoran (Institutional Wastes)

Terdiri dari kertas-kertas, karbon-karbon, pita-pita mesin tik, klip dan

lain-lain, umumnya bersifat rubbish, kering dan mudah terbakar.

8. Sampah dari daerah penghancuran gedung-gedung dan pembangunan/pemugaran

Terdiri dari puing-puing, pipa plastik/besi, paku, kayu-kayu, kaca,

(5)

9. Sampah yang Berasal dari Tempat-Tempat Umum

Contohnya sampah dari tempat-tempat hiburan, tempat-tempat olahraga,

tempat-tempat ibadah dan lain-lain yang dapat berupa kertas, sisa buah-buahan,

plastik dan lain-lain.

10. Sampah yang Berasal dari Daerah Kehutanan

Misalnya sampah hasil dari penebangan kayu ataupun kegiatan reboisasi

hutan sebagian besar terdiri dari sampah daun dan ranting.

11. Sampah yang Berasal dari Pusat-Pusat Pengolahan Air Buangan

Dengan adanya sampah yang terangkut oleh air maka

sampah-sampah ini dapat diangkat dari air kotor pada sistem penyaluran atau pengolahan air

kotor, misalnya pada saringan besi. Sampah-sampah dapat berupa plastik, kertas,

kayu dan lain-lain. Disamping itu dihasilkan juga lumpur dari proses pengolahan air

buangan ini.

12. Sampah dari Daerah Peternakan dan Perikanan

Sampah-sampah dari sini dapat berupa kotoran ternak atau sisa-sisa

makanannya ataupun bangkai binatang. Dari perikanan misalnya:

bangkai-bangkai ikan, sisa-sisa makanan ikan atau lumpur.

2.3 Jenis-Jenis Sampah

2.3.1. Berdasarkan Asal Sampah

Menurut Gilbert dkk. dalam Artiningsih (2008), berdasarkan asalnya sampah

(6)

1. Sampah Organik

Sampah organik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan hayati yang

dapat didegradasi oleh mikroba atau bersifat biodegradable. Sampah ini dengan

mudah dapat diuraikan melalui proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar

merupakan bahan organik. Termasuk sampah organik, misalnya sampah dari dapur,

sisa-sisa makanan, pembungkus (selain kertas, karet dan plastik), tepung,

sayuran,kulit buah, daun dan ranting.

2. Sampah Anorganik

Sampah anorganik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan

nonhayati, baik berupa produk sintetik maupun hasil proses teknologi pengolahan

bahan tambang. Sampah anorganik dibedakan menjadi: sampah logam dan

produk-produk olahannya, sampah plastik, sampah kertas, sampah kaca dan keramik, sampah

detergen. Sebagian besar anorganik tidak dapat diurai oleh alam/mikroorganisme

secara keseluruhan (unbiodegradable). Sementara, sebagian lainnya hanya dapat

diuraikan dalam waktu yang lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga

misalnya botol plastik, botol gelas, tas plastik, dan kaleng.

2.3.2. Berdasarkan Sifat Fisik

Menurut Gilbert dkk. dalam Artiningsih (2008), berdasarkan keadaan fisiknya

sampah dikelompokkan atas :

1. Sampah basah (garbage)

Sampah golongan ini merupakan sisa-sisa pengolahan atau sisa sisa makanan

(7)

yang mempunyai sifat mudah membusuk, sifat umumnya adalah mengandung air dan

cepat membusuk sehingga mudah menimbulkan bau.

2. Sampah kering (rubbish)

Sampah golongan ini memang dikelompokkan menjadi 2 (dua) jenis:

a) Golongan sampah tak lapuk. Sampah jenis ini benar-benar tidak akan bisa lapuk

secara alami, sekalipun telah memakan waktu bertahun-tahun, contohnya kaca

dan mika.

b) Golongan sampah tak mudah lapuk. Sekalipun sulit lapuk, sampah jenis ini akan

bisa lapuk perlahan-lahan secara alami. Sampah jenis ini masih bisa dipisahkan

lagi atas sampah yang mudah terbakar, contohnya seperti kertas dan kayu, dan

sampah tak mudah lapuk yang tidak bisa terbakar, seperti kaleng dan kawat.

2.3.3. Berdasarkan Dapat dan Tidaknya Dibakar

1. Sampah yang mudah terbakar

Sampah yang mudah terbakar, misalnya: kertas, karet, kayu, plastik, kain bekas,

dan sebagainya.

2. Sampah yang tidak dapat terbakar

Sampah yang tidak dapat terbakar misalnya: kaleng-kaleng bekas, besi/logam

bekas, pecahan gelas, kaca, dan sebagainya. (Notoatmodjo, 2003)

2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Sampah

Menurut Budiman Candra (2007), faktor-faktor yang memengaruhi jumlah

sampah adalah sebagai berikut :

(8)

Jumlah penduduk bergantung pada aktivitas dan kepadatan penduduk. Semakin

padat penduduk, sampah semakin menumpuk karena tempat atau ruang untuk

menampung sampah kurang. Semakin meningkat aktivitas penduduk, sampah yang

dihasilkan semakin banyak, misalnya pada aktivitas pembangunan, perdagangan,

industri, dan sebagainya.

2. Sistem pengumpulan atau pembuangan sampah yang dipakai

Pengumpulan sampah dengan menggunakan gerobak lebih lambat jika

dibandingkan dengan truk.

3. Pengambilan bahan-bahan yang ada pada sampah untuk dipakai kembali

Metode itu dilakukan karena bahan tersebut masih memiliki nilai ekonomi bagi

golongan tertentu. Frekuensi pengambilan dipengaruhi oleh keadaan, jika harganya

tinggi, sampah yang tertinggal sedikit.

4. Faktor geografis

Lokasi tempat pembuangan apakah di daerah pegunungan, pantai, atau dataran

rendah.

5. Faktor waktu

Bergantung pada faktor harian, mingguan, bulanan, atau tahunan. Jumlah sampah

per hari bervariasi menurut waktu. Contoh, jumlah sampah pada siang hari lebih

banyak dari pada jumlah di pagi hari, sedangkan sampah di daerah perdesaan tidak

begitu bergantung pada faktor waktu.

6. Faktor sosial ekonomi dan budaya

(9)

7. Faktor musim

Pada musim hujan sampah mungkin akan tersangkut pada selokan pintu air, atau

penyaringan air limbah.

8. Kebiasaan masyarakat

Contoh jika seseorang suka mengkonsumsi satu jenis makanan atau tanaman

sampah makanan itu akan meningkat.

9. Kemajuan teknologi

Akibat kemajuan teknologi, jumlah sampah dapat meningkat. Contoh plastik,

kardus, rongsokan AC, TV, kulkas, dan sebagainya.

10.Jenis sampah

Makin maju tingkat kebudayaan suatu masyarakat, semakin kompleks pula

macam dan jenis sampahnya.

2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komposisi Sampah

Komposisi sampah akan dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:

1. Sumber dari mana sampah tersebut berasal

Komposisi sampah yang berasal dari industrijelas akan berbeda dengan komposisi

sampah dari daerah pemukiman ataupun dari pasar.

2. Aktivitas penduduk

Penduduk yang sebagian besar aktifitasnya adalah pertanian, komposisi sampah

pertanian “garbage” akan lebih besar dari jenis-jenis sampah lainnya. Demikian

juga halnya dengan penduduk yang mempunyai aktifitas perdagangan atau

(10)

3. Sistem pengumpulan dan pembuangan yang dipakai

Sistem yang dipakai akan mempengaruhi komposisi sampah suatu daerah.

Sebagai contoh bila daerah tersebut akan memakai sistem pembuangan dengan

pembakaran (incenerator) maka komposisi yang penting yang perlu diketahui dan

dilakukan yaitu pemisahan antara sampah yang mudah terbakar dan yang sukar

terbakar.Sedangkan bila pemusnahan sampah dengan: ”composting” maka

komposisi sampah yang mudah membusuk dan yang sukar membusuklah yang

perlu diketahui. Juga harus diperhatikan pula sistem pengangkutan yang

digunakan bila diangkut dengan truk pemadat maka sampah-sampah yang

volumenya besar-besar seperti kulkas, mobil bekas dan lain-lain tidak bisa

dimasukkan sehingga harus dipidahkan.

4. Adanya sampah-sampah yang dibuang sendiri atau dibakar.

Contoh “garbage” dahulu kala diberikan pada binatang ternak sehingga jenis ini

akan berkurang pada pengumpulan. Juga pada musim dingin, banyak “rubbish

dibakar sehingga jumlahnya berkurang. Adanya jenis-jenis bahan tertentu dalam

sampah diambil kembali untuk dijual, misalnya : besi, kertas, beling, plastik,

maka jenis sampah ini akan berkurang jumlahnya.

5. Geografi

Didaerah pegunungan jenis kayu-kayuan akan banyak, sedang didaerah pertanian

jenis “garbage”/sampah pertanian yang banyak. Beda dengan di daerah pantai

(11)

6. Waktu

Faktor waktu dapat mempengaruhi komposisi jenis sampah. Misalnya jenis

sampah rumah tangga, pada waktu-waktu pengolahan makanan, serta

penghidangannya maka jenis “garbage” akan banyak jumlahnya, sedangkan jenis

rubbish” menurun jumlahnya.

7. Sosial ekonomi

Keadaan sosial ekonomi masyarakat mempunyai pengaruhnya terhadap jenis

sampah yang dihasilkan, misalnya masyarakat yang sosial ekonominya baik maka

jenis kaleng, plastik dan kardus-kardus meningkat dibandingkan dengan

masyarakat golongan rendah dimana jenis sampahnya didominasi oleh jenis

daun-daunan, kertas dan lain-lain. Juga kadang-kadang kita temukan sampah jenis

kulkas, AC, dan lain-lain yang sulit ditemukan pada masyarakat golongan rendah.

8. Musim/iklim

Pada waktu-waktu musim dingin, musim buah-buahan, musim kemarau, musim

liburan, musim Hari Raya/Adat/Perayaan-perayaan, maka terjadi

perubahan-perubahan komposisi sampah yang sesuai dengan iklim/musim saat itu.

9. Kebiasaan masyarakatnya

Kembali disini sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa pada suku Bali jenis

janur dan sesajen akan meningkat serta pada suku minang, sampah makanan

meningkat. Sedangkan kebiasaan masyarakat yang senang bersantai ria, maka

(12)

10.Teknologi

Teknologi berpengaruh terhadap komponen sampah misalnya peningkatan jenis

sampah plastik, kardus-kardus, karton-karton dalam perkembangan terakhir.

Demikian pula sampah alat-alat elektronik seperti mesin-mesin fotokopi, AC,

kulkas dan lain-lainnya. Juga dengan diciptakannya barang yang bersifat sekali

pakai (disposible), jelas jenis ini akan meningkat berkat kemajuan teknologi.

Sudah barang tentu perubahan komposisi ini tidak hanya pengaruh oleh satu

faktor saja tetapi merupakan gabungan dari faktor-faktor tersebut diatas. Jadi

dengan melihat komposisi sampah ini kita mengetahui kira-kira bahan-bahan apa

yang pat ddidaur ulang (Recycling) kembali. Selanjutnya dapat diketahui

jenis-jenis sampah lainnya yang harus dikelola, serta dapat dipikirkan kira-kira cara

pembuangan dan pemusnahan sampah yang tepat untuk penanggulangan sampah

pada suatu daerah.

2.6. Pengaruh Pengelolaan Sampah Terhadap Kesehatan, Masyarakat Dan Lingkungan

2.6.1. Pengaruh Pengelolaan Sampah Terhadap Kesehatan

Menurut Slamet (2009), pengaruh pengelolaan sampah terhadap kesehatan

dikelompokkan menjadi:

1. Efek langsung

Yang dimaksud dengan efek langsung adalah efek yang disebabkan karena

kontak langsung dengan sampah tersebut. misalnya, sampah beracun, sampah yang

(13)

pula sampah yang mengandung kuman patogen, sehingga dapat menimbulkan

penyakit. Sampah ini dapat berasal dari sampah rumah tangga selain sampah industri.

2. Efek tidak langsung

Pengaruh tidak langsung dapat dirasakan masyarakat akibat proses

pembusukan, pembakaran, dan pembuangan sampah. Pengaruh terhadap kesehatan

dapat terjadi karena tercemarnya air, tanah, dan udara. Efek tidak langsung lainnya

berupa penyakit bawaan vektor yang berkembangbiak di dalam sampah. Sampah bila

ditimbun sembarangan dapat dipakai sarang lalat dan tikus. Lalat adalah vektor

berbagai penyakit perut. Demikian juga halnya dengan tikus, selain merusak harta

benda masyarakat, tikus juga sering membawa pinjal yang dapat menyebarkan

penyakit Pest.

2.6.2 Pengaruh Pengelolaan Sampah Terhadap Masyarakat

Menurut Budiman Candra (2007) pengelolaan sampah disuatu daerah akan

membawa pengaruh bagi masyarakat yaitu :

1. Sampah dapat dijadikan pupuk

2. Sampah dapat dijadikan sebagai makanan ternak.

3. Dapat menurunkan minat wisatawan untuk berkunjung kedaerah tersebut

karena kondisi lingkungan yang buruk

4. Pengelolaaan sampah yang kurang baik mencerminkan keadaan sosial

(14)

2.6.3 Pengaruh Pengelolaan Sampah Terhadap Lingkungan

Menurut Budiman Candra (2007), pengelolaan sampah juga berpengaruh

terhadap lingkungan yaitu :

1. Sampah dapat digunakan untuk menimbun lahan semacam rawa-rawa dan

dataran rendah.

2. Mengurangi tempat untuk berkembangbiak serangga atau binatang pengerat.

3. Keadaan estetika lingkungan yang bersih menimbulkan kegairahan hidup

masyarakat.

4. Pengelolaan sampah yang kurang baik apabila musim hujan sampah akan

menumpuk dan mengakibatkan banjir dan pemcemaran lingkungan.

2.7. Aspek Kelembagaan

Menurut Rahardyan dan Widagdo dalam Artiningsih (2008), Organisasi dan

manajemen merupakan suatu kegiatan yang multi disiplin yang bertumpu pada

prinsip teknik dan manajemen yang menyangkut aspek-aspek ekonomi, sosial budaya

dan kondisi fisik wilayah kota dan memperhatikan pihak yang dilayani yaitu

masyarakat kota. Perancangan dan pemilihan organisasi disesuaikan dengan peraturan

pemerintah yang membinanya, pola sistem operasional yang ditetapkan, kapasitas

kerja sistem dan lingkup tugas pokok dan fungsi yang harus ditangani.

Menurut Syafrudin dan Priyambada dalam Artiningsih (2008), bentuk

kelembagaan pengelola sampah disesuaikan dengan kategori kota. Adapun bentuk

(15)

1. Kota raya dan kota besar (jumlah penduduk > 500.000 jiwa) bentuk lembaga

pengelola sampah yang dianjurkan berupa dinas sendiri.

2. Kota sedang 1 (jumlah penduduk 250.000 – 500.000 jiwa) atau ibu kota propinsi

bentuk lembaga pengelola sampah yang dianjurkan berupa dinas sendiri.

3. Kota sedang 2 (jumlah penduduk 100.000 – 250.000 jiwa) atau kota/kotif bentuk

lembaga yang dianjurkan berupa dinas / suku dinas /UPTD dinas pekerjaaan

umum atau seksi pada dinas pekerjaan umum.

4. Kota kecil (jumlah penduduk 20.000 – 100.000 jiwa) atau kota kotif bentuk

lembaga pengelolaan sampah yang dianjurkan berupa dinas / suku dinas / UPTD,

dinas pekerjaan umum atau seksi pada dinas pekerjaan umum.

Menurut SNI 3242:2008 tentang pengelolaan sampah di pemukiman, aspek

kelembagaan terdiri dari:

a. Penanggung jawab pengelolaan persampahan dilaksanakan oleh :

1. Swasta/developer dan atau.

2. Organisasi kemasyarakatan.

3. Sampah B3-rumah tangga ditangani khusus oleh lembaga tertentu.

b. Tanggung jawab lembaga pengelola sampah permukiman adalah :

1. Pengelolaan sampah di lingkungan permukiman dari mulai sumber sampah

sampai dengan TPS dilaksanakan oleh lembaga yang dibentuk/ditunjuk oleh

organisasi masyarakat permukiman setempat.

2. Pengelolaan sampah dari TPS sampai dengan TPA dikelola oleh lembaga

(16)

3. Mengevaluasi kinerja pengelolaan sampah atau mencari bantuan teknis

evaluasi kinerja pengelolaan sampah.

4. Mencari bantuan teknik perkuatan struktur organisasi.

5. Menyusun mekanisme kerjasama pengelolaan sampah dengan pemerintah

daerah atau dengan swasta.

6. Menggiatkan forum koordinasi asosiasi pengelola persampahan.

7. Meningkatkan kualitas SDM berupa mencari bantuan pelatihan teknis dan

manajemen persampahan ke tingkat daerah.

8. Untuk sampah B3-rumah tangga diatur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2.8. Aspek Pembiayaan

Menurut SNI 3242:2008 tentang pengelolaan sampah di pemukiman, aspek

pembiayaan terdiri dari:

1. Program dan Pengembangan Pembiayaan:

a. Peningkatan kapasitas pembiayaan.

b. Pengelolaan keuangan.

c. Tarif iuran sampah.

d. Melaksanakan kesepakatan masyarakat dan pengelola serta konsultasi

masalah prioritas pendanaan persampahan untuk mendapatkan dukungan

komitmen Bupati/Walikota.

2. Sumber Biaya

(17)

a. Pembiayaan pengelolaan sampah dari sumber sampah di pemukiman sampai

dengan TPS bersumber dari iuran warga.

b. Pembiayaan pengelolaan dari TPS ke TPA bersumber dari retribusi/jasa

pelayanan berdasarkan peraturan daerah/keputusan kepala daerah.

3. Jenis Pembiayaan

Jenis pembiayaan meliputi:

1. Biaya investasi dan depresiasi.

2. Total biaya operasional dan pemeliharaan sampah berasal dari: depresiasi +

biaya operasional dan pemeliharaan.

A. Biaya Investasi

1. Biaya investasi terdiri dari :

• Alat pengomposan rumah tangga komunal, wadah sampah komunal.

• Alat Pengumpulan (gerobak/beca/motor/mobil bak terbuka bersekat).

• Instalasi pengolahan (bangunan, peralatan daur ulang, dan lainnya).

2. Sumber biaya, sumber biaya tergantung dari jenis peralatan yaitu:

• Untuk wadah sampah, alat pengomposan, gerobak/beca/motor/ mobil bak

terbuka alat angkut tidak langsung lainnya, dari masyarakat atau swasta.

• Untuk pengadaan kendaraan pengumpul secara langsung, TPS, alat

(18)

B. Iuran

1. Iuran dihitung dengan prinsip subsidi silang dari daerah komersil ke daerah non

komersil dan dari pemukiman golongan berpendapatan tinggi ke pemukiman

golongan berpendapatan rendah.

2. Besarnya iuran diatur berdasarkan kesepakatan musyawarah warga.

3. Iuran untuk membiayai reinvestasi, operasi dan pemeliharaan.

C. Retribusi

Retribusi diatur berdasarkan peraturan daerah yang berlaku.

D. Biaya Satuan Pengelolaan Sampah

Biaya satuan pengelolaan sampah sebagai berikut :

a. Biaya per penduduk /tahun.

b. Biaya per m3 atau per ton sampah.

c. Biaya rata-rata per rumah tangga/bulan.

2.9. Aspek Pengelolaan Sampah

Sistem pengelolaan sampah adalah proses pengelolaan sampah yang meliputi

limaaspek/komponen yang saling mendukung dimana antara satu dengan lainnya

saling berinteraksi untuk mencapai tujuan . (SNI 19-2454-2002)

Skema teknik operasional pengelolaan persampahan dapat dilihat pada

(19)

Gambar 2.1. Diagram Teknik Operasional Pengelolaan Persampahan (SNI 19-2454(2002)

2.9.1. Aspek Teknis Operasional

Aspek teknis operasional pengelolaan sampah perkotaan meliputi dasar-dasar

perencanaan untuk kegiatan-kegiatan pewadahan sampah, pengumpulan sampah,

pengangkutan sampah, pengelolaan sampah ditempat pembuangan akhir. Teknik

operasional pengelolaan sampah perkotaan yang terdiri dari kegiatan perwadahan

sampai dengan pembuangan akhir sampah harus bersifat terpadu dengan melakukan

(20)

Tata cara pengelolaan sampah bersifat integral dan terpadu secara berantai

dengan urutan yang berkesinambungan, yaitu: penampungan/pewadahan,

pengumpulan, pengangkutan, pembuangan/pengolahan.

1. Penampungan sampah/pewadahan

Proses awal dalam penampungan sampah terkait langsung dengan sumber

sampah adalah penampungan. Penampungan sampah adalah suatu cara penampungan

sebelum dikumpulkan, dipindahkan, diangkut dan dibuang ke TPA. Tujuannya adalah

untuk menghindari agar sampah tidak berserakan sehingga tidak mengganggu

lingkungan (SNI 19-2454-2002). Bahan wadah yang dipersyaratkan sesuai Standard

Nasional Indonesia adalah tidak mudah rusak, ekonomis, mudah diperoleh dan dibuat

oleh masyarakat dan mudah dikosongkan. Sedangkan menurut Syafrudin dan

Priyambada dalam Artiningsih (2008), persyaratan bahan wadah adalah awet dan

tahan air, mudah diperbaiki, ringan dan mudah diangkat serta ekonomis, mudah

diperoleh atau dibuat oleh masyarakat. Macam tempat sampah yang dipakai untuk

penyimpanan sampah ini

banyak ragamnya. Di negara yang telah maju dipergunakan kertas plastik ataupun

kertas tebal. Sedangkan di Indonesia yang lazim ditemui adalah keranjang plastik,

rotan dan lain sebagainya (Aswar, 1990).

Menurut SNI 19- 2454-2002 pola pewadahan sampah dibagi menjadi:

1. Sampah organik seperti daun sisa, sayuran, kulit buah lunak, sisa makanan

(21)

2. Sampah anorganik seperti gelas, plastik, logam dan lainnya, dengan wadah warna

terang.

3. Sampah bahan berbahaya beracun rumah tangga (jenis sampah B3), dengan warna

merah yang diberi lambang khusus atau semua ketentuan yang berlaku.

Adapun syarat-syarat tempat sampah yang dianjurkan adalah:

1. Konstruksinya kuat, jadi tidak mudah bocor, penting untuk mencegah

berseraknya sampah.

2. Tempat sampah mempunyai tutup, tetapi tutup ini dibuat sedemikian rupa

sehingga mudah dibuka, dikosongkan isinya serta dibersihkan. Amat dianjurkan

agar tutup sampah ini dapat dibuka atau ditutup tanpa mengotorkan tangan.

3. Ukuran tempat sampah sedemikian rupa sehingga mudah diangkat oleh satu

orang. Macam tempat sampah yang dipakai untuk penyimpanan sampah ini

banyak ragamnya. Di negara yang telah maju dipergunakan kertas plastik, atau

kertas tebal. Sedangkan di Indonesia yang lazim ditemui adalah keranjang,

plastik, rotan, dan lain sebagainya (Aswar, 1990).

2. Pengumpulan sampah

Pengumpulan sampah yaitu cara atau proses pengambilan sampah mulai dari

tempat penampungan/pewadahan ke gerobak/becak sampah sampai ketempat

pembuangan sementara. Sampah yang disimpan sementara dirumah, kantor atau

restoran, tentu saja selanjutnya perlu dikumpulkan, untuk kemudian diangkut,

dibuang ataupun dimusnahkan. Tempat pengumpulan sampah ini tentunya harus pula

(22)

a. Dibangun diatas permukaan setinggi kendaraan pengangkut sampah.

b. Mempunyai dua buah pintu, satu untuk tempat masuk sampah dan yang lain

untuk tempat mengeluarkan sampah.

c. Perlu ada lubang ventilasi, bertutup kawat kasa untuk mencegah masuknya

lalat.

d. Didalam rumah sampah harus ada keran air untuk membersihkan lantai.

e. Tidak menjadi tempat tinggal lalat dan tikus.

f. Tempat tersebut mudah dicapai, baik oleh masyarakat yang akan

mempergunakannya ataupun oleh kendaraan pengangkut sampah.

Dalam pengumpulan sampah sebaiknya dilakukan juga pemisahan yang

dikenal dengan dua macam, yaitu:

a. Sistem duet, artinya disediakan dua tempat sampah yang satu untuk sampah

basah dan lain untuk sampah kering

b. Sistem trio, yakni disediakan tiga bak sampah yang pertama untuk sampah

basah, kedua untuk sampah kering yang mudah dibakar serta yang ketiga

untuk sampah kering yang tidak mudah terbakar (kaleng, kaca dan

sebagainya)(Aswar,1990).

Menurut SNI-19-2454-2002, pola pengumpulan sampah pada dasarnya

dikelompokkan dalam dua yaitu :

a. Pola individual

Proses pengumpulan sampah dimulai dari sumber sampah kemudian diangkut

(23)

Gambar 2.2. Pola Pengumpulan Sampah Individual Tak Langsung

Sumber : SNI 19-2454-2002

1. Pola Individual Langsung

Pola individual langsung adalah cara pengumpulan sampah dari rumahrumah/

sumber sampah dan diangkut langsung ke tempat pembuangan akhir tanpa melalui

proses pemindahan. Pola individual langsung dengan persyaratan sebagai berikut:

a. Kondisi topografi bergelombang (rata-rata > 5%) sehingga alat pengumpul

non mesin sulit beroperasi.

b. Kondisi jalan cukup lebar dan operasi tidak mengganggu pemakai jalan

lainnya.

c. Kondisi dan jumlah alat memadai.

d. Jumlah timbulan sampah > 0,3 m3/hari

2. Pola Individual Tak Langsung

Pola Individual Tak Langsung adalah cara pengumpulan sampah dari

masing-masing sumber sampah dibawa ke lokasi pemindahan (menggunakan gerobak) untuk

kemudian diangkut ke tempat pembuangan akhir. Dengan persyaratan sebagai

berikut:

a. Bagi daerah yang partisipasi masyarakatnya rendah.

b. Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia.

c. Alat pengumpul masih dapat menjangkau secara langsung.

(24)

d. Kondisi topografi relatif datar (rata-rata < 5%).

e. Kondisi lebar jalan dapat dilalui alat pengumpul.

f. Organisasi pengelola harus siap dengan sistem pengendalian.

b. Pola komunal

Pengumpulan sampah dilakukan oleh penghasil sampah ketempat

penampungan sampah komunal yang telah disediakan ke truk sampah yang

menangani titik pengumpulan kemudian diangkut ke TPA tanpa proses pemindahan.

Gambar 2.3. Pola Pengumpulan Sampah Komunal

Sumber : SNI 19-2454-2002

1. Pola Komunal Langsung

Pola Komunal Langsung adalah cara pengumpulan sampah dari

masing-masing titik wadah komunal dan diangkut langsung ke tempat pembuangan akhir

dengan persyaratan sebagai berikut:

a. Bila alat angkut terbatas.

b. Bila kemampuan pengendalian personil dan peralatan relatif rendah.

c. Alat pengumpul sulit menjangkau sumber-sumber sampah.

d. Peran serta masyarakat tinggi.

e. Wadah komunal mudah dijangkau alat pengangkut.

f. Untuk permukiman tidak teratur.

Sumber Wadah Pengangkut Tempat

(25)

2. Pola Komunal Tak Langsung

Pola komunal tak Langsung adalah cara pengumpulan sampah dari

masing-masing titik wadah komunal dibawa ke lokasi pemindahan (menggunakan gerobak)

untuk kemudian diangkut ke tempat pembuangan akhir. Dengan persyaratan sebagai

berikut:

a. Peran serta masyarakat tinggi.

b. Penempatan wadah komunal mudah dicapai alat pengumpul.

c. Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia.

d. Kondisi topografi relatif datar (< 5%).

e. Lebar jalan/gang dapat dilalui alat pengumpul.

f. Organisasi pengelola harus ada.

Menurut SNI 19-2454-2002, perencanaan operasional pengumpulan sebagai

berikut:

1) Rotasi antara 1- 4 /hari

2) Periodisasi: 1 hari, 2 hari atau maksimal 3 hari sekali, tergantung dari kondisi

komposisi sampah, yaitu:

a) Semakin besar presentasi sampah organik, periodisasi pelayanan

maksimal sehari 1 hari.

b) Untuk sampah kering, periode pengumpulannya disesuaikan dengan

jadwal yang telah ditentukan, dapat dilakukan lebih dari 3 hari 1 kali.

c) Untuk sampah B3 disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.

(26)

e) Mempunyai petugas pelaksana yang tetap dan dipindahkan secara

periodik.

f) Pembebanan pekerjaan diusahakan merata dengan kriteria jumlah sampah

terangkut, jarak tempuh dan kondisi daerah.

Adapun pelaksana pengumpulan sampah:

1. Pelaksana

Pengumpulan sampah dapat dilaksanakan oleh:

1. Institusi kebersihan kota

2. Lembaga swadaya masyarakat

3. Swasta

4. Masyarakat

2. Pelaksanaan pengumpulan

Jenis sampah yang terpilah dan bernilai ekonomi dapat dikumpulkan oleh

pihak yang berwenang pada waktu yang telah disepakati bersama petugas pengumpul

dan masyarakat penghasil sampah. (SNI 19-2454-2002)

3. Pengangkutan sampah

Pengangkutan adalah kegiatan pengangkutan sampah yang telah dikumpulkan

ditempat penampungan sementara dari tempat sumber sampah ketempat pembuangan

akhir. Berhasil tidaknya penanganan sampah juga tergantung pada sistem

pengangkutan yang diterapkan . pengangkutan sampah yang ideal adalah dengan truk

container tertentu yang dilengkapi pengepres (SNI 19-2454-2002).

(27)

1. Alat pengangkut sampah harus dilengkapi dengan penutup sampah, minimal

dengan jaring.

2. Tinggi bak maksimum 1,6 m.

3. Sebaiknya ada alat ungkit.

4. Kapasitas disesuaikan dengan kelas jalan yang akan dilalui.

5. Bak truk/dasar kontainer sebaiknya dilengkapi dengan pengaman air sampah.

Jenis peralatan dapat berupa:

1. Truk (ukuran besar dan kecil).

2. Dump truk/tripper truk.

3. Armroll truk.

4. Truk pemadat.

5. Truk dengan crane.

6. Mobil penyapu jalan.

7. Truk gandengan.

Pola pengangkutan sampah terdiri dari:

1. Pengangkutan sampah dengan sistem pengumpulan individual langsung (door to

door)

a. Truk pengangkut sampah dari pool menuju titik sumber sampah pertama

untuk mengambil sampah;

b. Selanjutnya mengambil sampah pada titik-titik sumber sampah berikutnya

c. sampai truk penuh sesuai dengan kapasitasnya;

(28)

e. Setelah pengosongan di TPA, truk menuju ke lokasi sumber sampah

berikutnya, sampai terpenuhi ritasi yang telah ditetapkan.

2. Pengumpulan sampah melalui system pemindahan di transfer depo di tipe I dan II

a. Kendaraan pengangkut sampah keluar dari pool langsung menuju lokasi

pemindahan di transfer depo untuk mengangkut sampah ke TPA.

b. Dari TPA kendaraan tersebut kembali ke transfer depo untuk pengambilan

pada rit berikutnya

3. Untuk pengumpulan sampah dengan sistem container (transfer tipe III), pola

pengangkutannya adalah sebagai berikut:

a. Pola pengangkutan dengan system pengosongan container cara 1 adalah

sebagai berikut:

a) Kendaraan dari pool menuju container isi pertama untuk mengangkut

sampah ke TPA

b) Container kosong dikembalikan ke tempat semula

c) Menuju kekontainer isi berikutnya untuk diangkut ke TPA

d) Container kosong dikembalikan ke tempat semula

e) Demikian seterusnya sampai rit terakhir.

b. Pola pengangkutan dengan system pengosongan container cara 2 adalah

sebagai berikut:

a) Kendaraan dari pool menuju container isi pertama untuk mengangkat

(29)

b) Dari TPA kendaraan tersebut dengan container kosong menuju lokasi ke

dua untuk menurunkan container kosong dan membawa container isi

untuk diangkut ke TPA

c) Demikian seterusnya sampai pada rit terakhir

d) Pada rit terakhir dengan container kosong, dari TPA menuju ke lokasi

container pertama, kemudian truk kembali ke pool tanpa container

e) System ini diberlakukan pada kondisi tertentu (missal: pengambilan pada

jam tertentu atau mengurangi kemacetan lalu lintas).

c. Pola pengangkutan sampah dengan sistem pengosongan container cara 3

adalah sebagai berikut:

a) Kendaraan dari pool dengan membawa container kosong dengan menuju

ke lokasi container isi untuk mengganti atau mengambil dan langsung

membawanya ke TPA

b) Kendaraan dengan membawa container kosong dari TPA menuju ke

container isi berikutnya

c) Demikian seterusnya sampai dengan rit terakhir.

4. Pola pengangkutan sampah dengan sistem container tetap biasanya untuk

container kecil serta alat angkut berupa truk pemadat atau dump truk atau trek

biasa.

a. Kendaraan dari pool menuju container pertama, sampah dituangkan ke dalam truk

(30)

b. Kendaraan menuju ke container berikutnya sehingga truk penuh, untuk kemudian

langsung ke TPA.

c. Demikian selanjutnya sampai dengan rit terakhir.

4. Pembuangan Akhir Sampah

Tempat pembuangan sampah akhir (TPA) adalah sarana fisik untuk

berlangsungnya kegiatan pembuangan akhir sampah. Tempat menyingkirkan sampah

kota sehingga aman (SK SNI T-11-1991-03). Pembuangan akhir merupakan tempat

yang disediakan untuk membuang sampah dari semua hasil pengangkutan sampah

untuk diolah lebih lanjut. Prinsip pembuangan akhir adalah memusnahkan sampah

domestik disuatu lokasi pembuangan akhir. Jadi tempat pembuangan akhir

merupakan tempat pengolahan sampah.

Pembuangan sampah biasanya dilakukan didaerah yang tertentu sedemikian

rupa sehingga tidak mengganggu kesehatan manusia. Pertimbangan penentuan lokasi

TPA, mengacu kepada Standard Nasional Indonesia dengan penekanan pada

beberapa hal sebagai berikut:

a. Keberadaan dan letak fasilitas publik, perumahan.

b. Ketersediaan dan kesesuaian lahan.

c. Kondisi hidrogeologi.

d. Kondisi klimatologi.

e. Jalur jalan.

f. Kecepatan pengangkutan.

(31)

h. Pola lalu lintas dan kemacetan.

i. Waktu pengangkutan.

j. Ketersediaan lahan untuk penutup (jika memakai sistem sanitary landfill).

k. Jarak dari sungai.

l. Jarak dari rumah dan sumur penduduk.

Lazimnya syarat yang harus dipenuhi dalam membangun tempat pembuangan

sampah adalah sebagai berikut:

1. Tempat tersebut dibangun tidak dekat dengan sumber air minum atau sumber air

lainnya yang dipergunakan oleh manusia (mencuci, mandi dan lain sebagainya).

2. Tidak pada tempat yang sering terkena banjir.

3. Ditempat-tempat yang jauh dari tempat tinggal manusia.

Adapun jarak yang sering dipakai sebagai pedoman ialah sekitar 2 Km dari

perumahan penduduk, dan sekitar 15 Km dari laut serta sekitar 200 m dari sumber

air.

Faktor-faktor yang mempengaruhi umur teknis tempat pembuangan akhir

sampah (TPA) adalah

a. Volume riil yang masuk kedalam TPA.

b. Pemadatan sampah oleh alat berat.

c. Volume sampah yang diangkut oleh pemulung.

d. Batas ketinggian penumpukan sampah.

e. Ketinggian tanah urugan.

(32)

Menurut SNI 19-2454-2002 tentang teknik operasional pengelolaan sampah

perkotaan, secara umum teknologi pengolahan sampah dibedakan menjadi tiga

metode yaitu : Open Dumping, Sanitary Landfill, ControlledLandfill.

a. Metode Open Dumping

Metode open dumping merupakan sistem pengolahan sampah dengan hanya

membuang/menimbun sampah disuatu tempat tanpa ada perlakuan khusus atau sistem

pengolahan yang benar, sehingga sistem open dumping menimbulkan gangguan

pencemaran lingkungan.

b. Metode Sanitary Landfill

Metode pembuangan akhir sampah yang dillakukan dengan cara sampah

ditimbun dan dipadatkan, kemudian ditutup dengan tanah sebagai lapisan penutup.

Pekerjaan palapisan tanah penutup dilakukan setiap hari pada akhir jam operasi.

c. Metode Controlled Landfill

Metode controlled landfill adalah sistem open dumping yang diperbaiki yang

merupakan sistem pengalihan open dumping dan sanitary landfill yaitu dengan

penutupan sampah dengan lapisan tanah dilakukan setelah TPA penuh yang

dipadatkan atau setelah mencapai periode tertentu.

2.10. Pasar

2.10.1. Pengertian Pasar

Menurut Peraturan Menteri Perdagangan (2013), pasar adalah area tempat jual

(33)

perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun

sebutan lainnya.

2.10.2. Klasifikasi Pasar

Klasifikasi pasar dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam. Pasar

menurut sifat atau jenis barang yang diperjualbelikan disebut juga pasar konkrit.

Pasar konkrit (pasar nyata) adalah tempat pertemuan antara penjual dan pembeli yang

dilakukan secara langsung. Penjual dan pembeli bertemu untuk melakukan transaksi

jual beli (tawar menawar). Barang-barang yang diperjualbelikan di pasar konkrit

terdiri atas berbagai jenis barang yang ada di tempat tersebut. Contoh pasar konkrit

yaitu pasar tradisional, supermarket, dan swalayan. Namun ada juga pasar konkrit

yang menjual satu jenis barang. Misalnya pasar buah hanya menjual buah-buahan,

pasar hewan hanya melayani jual beli hewan, pasar sayur hanya menjual sayur-mayur

(Adhyzal, 2003). Pasar konkrit pada kenyataannya dapat dikelompokkan menjadi

berbagai bentuk yaitu pasar konkrit berdasarkan manajemen pengelolaan, manajemen

pelayanan, jumlah barang yang dijual, banyak sedikit barang yang dijual, dan ragam

barang yang dijual (Adhyzal, 2003).

1. Berdasarkan manajemen pengelolaan

a. Pasar Tradisional

Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun oleh pihak pemerintah, swasta,

koperasi, dan swadaya masyarakat. Tempat usahanya dapat berbentuk toko, kios, los,

(34)

tradisional biasanya dikelola oleh pedagang kecil, menengah, dan koperasi. Proses

penjualan dan pembelian dilakukan dengan tawar-menawar.

b. Pasar Modern

Pasar modern adalah pasar yang dibangun oleh pihak pemerintah, swasta, dan

koperasi yang dikelola secara modern. Pada umumnya pasar modern menjual barang

kebutuhan sehari-hari dan barang lain yang sifatnya tahan lama. Modal usaha yang

dikelola oleh pedagang jumlahnya besar. Kenyamanan berbelanja bagi pembeli

sangat diutamakan. Biasanya penjual memasang label harga pada setiap barang.

Contoh pasar modern yaitu plaza, supermarket, hipermart, dan shopping centre.

2. Berdasarkan manajemen pelayanan

a. Pasar Swalayan (Supermarket)

Pasar swalayan adalah pasar yang menyediakan barang-barang kebutuhan

masyarakat, pembeli bisa memilih barang secara langsung dan melayani diri sendiri

barang yang diinginkan. Biasanya barang-barang yang dijual barang kebutuhan

sehari-hari sampai elektronik. Seperti sayuran, beras, daging, perlengkapan mandi

sampai radio dan televisi.

b. Pertokoan (Shopping centre)

Pertokoan (Shopping centre) adalah bangunan pertokoan yang berderet-deret

di tepi jalan. Biasanya atas peran pemerintah ditetapkan sebagai wilayah khusus

pertokoan. Shopping centre berbentuk ruko yaitu perumahan dan pertokoan, sehingga

(35)

c. Mall/Plaza/Supermall

Mall/plaza/supermall adalah tempat atau bangunan untuk usaha yang lebih

besar yang dimiliki/disewakan baik pada perorangan, kelompok tertentu masyarakat,

atau koperasi. Pasar ini biasanya dilengkapi sarana hiburan, rekreasi, ruang pameran,

gedung bioskop, dan seterusnya.

3. Berdasarkan jumlah barang yang dijual

a. Pasar Eceran

Pasar eceran adalah tempat kegiatan atau usaha perdagangan yang menjual

barang dalam partai kecil. Contoh toko-toko kelontong, pedagang kaki lima,

pedagang asongan, dan sebagainya.

b. Pasar Grosir

Pasar grosir adalah tempat kegiatan/usaha perdagangan yang menjual barang

dalam partai besar, misalnya lusinan, kodian, satu dos, satu karton, dan lain-lain.

Pasar grosir dimiliki oleh pedagang besar dan pembelinya pedagang eceran. Contoh:

pusat-pusat grosir, makro, dan sebagainya (Adhyzal, 2003).

2.10.3.Pasar Sehat

Pasar Sehat adalah kondisi pasar yang bersih, nyaman, aman, dan sehat

melalui stakeholder terkait dalam menyediakan pangan yang aman dan bergizi bagi

masyarakat. Pengembangan pasar sehat adlah strategi sebagai upaya memperkuat

biosekuriti pada rantai pangan yang akan meningkatkan keamanan pangan sejak

produksi hingga konsumsi, mendidik produsen, pemasok, pedagang, konsumen dan

(36)

keamanan pangan seperti kontaminasi silang, penularan flu burung dan penyakit lain

yang dihantarkan pangan, dan perilaku yang beresiko tinggi.

Dertemen Kesehatan (Depkes) sudah memiliki standarisasi mengenai pasar

yang bersih dan sehat, yakni Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

519/MENKES/SK/VI/2008 tentang pedoman penyelenggaraan pasar sehat.

Standarisasi itu dapat digunakan untuk melakukan penilaian awal, fasilitas apa yang

sebaiknya dibenahi terlebih dahulu.

Dalam persyaratan kesehatan lingkungan pasar, ada beberapa hal yang harus

dilakukan dalam pengelolaan sampah, antara lain:

1. Setiap kios/lo/lorong tersedia tempat sampah basah dan kering.

2. Terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah berkarat, kuat, tertutup, dan mudah

dibersihkan.

3. Tersedia alat angkut sampah yang kuat, mudah dibersihkan, dan mudah

dipindahkan.

4. Tersedia TPS yang kedap air, kuat, mudah dibersihkan dan mudah dijangkau

petugas pengangkut sampah.

5. TPS tidak menjadi tempat perindukan binatang(vector) penular penyakit.

6. Lokasi TPS tidak berada di jalur utama pasar dan berjarak minimal 10 meter dari

bangunan pasar.

(37)

2.11. Pengertian Partisipasi

Menurut Mubyarto yang dikutip oleh Abu Huraerah (2008) partisipasi adalah

tindakan mengambil bagian dalam kegiatan, sedangkan partisipasi masyarakat adalah

keterlibatan masyarakat dalam suatu proses pembangunan di mana masyarakat ikut

terlibat mulai dari tahap penyusunan program, perencanaan dan pembangunan,

perumusan kebijakan, dan pengambilan keputusan. Menurut Sulaiman yang dikutip

oleh Abu Huraerah (2008) partisipasi sosial sebagai keterlibatan aktif warga

masyarakat secara perorangan, kelompok, atau dalam kesatuan masyarakat dalam

proses pembuatan keputusan bersama, perencanaan dan pelaksanaan program serta

usaha pelayanan dan pembangunan kesejahteraan sosial di dalam dan atau di luar

lingkungan masyarakat atas dasar rasa kesadaran tanggung jawab sosialnya.

Menurut Isbandi yang dikutip oleh Abu Huraerah (2008) partisipasi

masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah

dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang

alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah,

dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.

Menurut Mikkelsen yang dikutip oleh Abu Huraerah (2008) dalam

mendefenisikan partisipasi, Mikkelsen membaginya ke dalam 6 bagian yaitu :

1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut

(38)

2. Partisipasi adalah “pemekaan” (membuat peka) pihak masyarakat untuk

meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi

proyek-proyek pembangunan;

3. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang

ditentukannya sendiri;

4. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang

atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya

untuk melakukan hal itu;

5. Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf

yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek, agar supaya

memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan dampak-dampak sosial;

6. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan,

dan lingkungan mereka.

Dari beberapa defenisi partisipasi masyarakat yang dikemukakan oleh

beberapa ahli, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan partisipasi

masyarakat adalah sesuatu melibatkan masyarakat bukan hanya kepada proses

pelaksanaan kegiatan saja, tetapi juga melibatkan masyarakat dalam hal perencanaan

dan pengembangan dari pelaksanaan program tersebut, termasuk menikmati hasil dari

pelaksanaan program tersebut. Lebih lanjut secara sederhana partisipasi masyarakat

adalah keterlibatan seseorang (individu) atau sekelompok masyarakat secara sukarela,

dalam suatu kegiatan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan kegiatan, sampai

(39)

2.12. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Pedagang

Dikutip dalam Zulkarnaini (2009), Faktor-faktor yang mempengaruhi

partisipasi pedagang dalam pengelolaan sampah di pasar adalah sebagai berikut:

1. Faktor Internal

Faktor Internal yang mempengaruhi tingkat partisipasi pedagang dalam

pengelolaan sampah di pasar, meliputi pendidikan, pendapatan, kepedulian terhadap

sampah, dan pengetahuan tentang sampah.

a) Pendidikan

Salah satu tingkat kesadaran masyarakat terhadap lingkungan dalam

berpartisipasinya ditentukan oleh tingkat pendidikan.

b) Penghasilan

Penghasilan pedagang dibagi menjadi dua kelompok yaitu pendapatan bersih dari

usaha dan pendapatan sampingan.

c) Kepedulian terhadap Sampah

Kepedulian terhadap sampah meliputi pemisahan bentuk sampah (antara kering

dan basah), sistem pembuangan sampah, dimana sampah terlebih dahulu

dikumpulkan pada wadah kantong plastik atau keranjang bambu, kemudian

diangkut dengan truk.

d) Pengetahuan tentang Sampah

Pengetahuan tentang sampah meliputi jenis sampah, cara pengolahan dan

pemanfaatan sampah, dampak dari sampah terhadap kesehatan, dan dampak dari

(40)

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang mempengaruhi tingkat partisipasi pedagang dalam

pengelolaan sampah di pasar, meliputi :

a. Peraturan,

b. Bimbingan penyuluhan,

c. Kondisi lingkungan,

d. Fasilitas.

3. Partisipasi Pedagang Dalam Pengelolaan Sampah

Partisipasi pedagang dalam pengelolaan sampah meliputi :

a. Kebiasaan mengumpulkan sampah dagangan,

b. Menegur orang membuang sampah sembarangan,

c. Memberikan gagasan untuk kegiatan kebersihan,

d. Menghadiri rapat/pertemuan untuk membicaran masalah kebersihan,

e. Membayar retribusi sampah pasar,

f. Membuang sampah pada tempatnya,

g. Menjaga kondisi kebersihan sampah di tempat berusaha,

h. Menyediakan tempat sampah sementara sendiri,

i. Kerjasama antar pedagang dalam menjaga kebersihan,

(41)

Sistem Pengelolaan Sampah Pasar Dwikora

2.13. Kerangka Konsep

1. Jenis Sampah

2. Aspek Kelembagaan 3. Aspek Pembiayaan 4. Operasional Pengelolaan

Sampah Pasar :

a. Perwadahan Sampah b. Pengumpulan Sampah c. Pengangkutan Sampah d. Pembuangan Sampah 5. Karakteristik Responden

Partisipasi Pedagang : 1. Penyediaan Tempat sampah 2. Pembuangan Sampah 3. Pembayaran Retribusi 4. Peraturan Kebersihan

Gambar

Gambar 2.1. Diagram Teknik Operasional Pengelolaan Persampahan (SNI 19-
Gambar 2.2. Pola Pengumpulan Sampah Individual Tak Langsung
Gambar 2.3. Pola Pengumpulan Sampah Komunal
Gambar 2.5. Skema Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Kelompok pengguna yang paling tidak loyal menggunakan ojek sepeda motor dalam jangka waktu lama dan sangat rentan untuk beralih ke moda alternatif lain adalah kelompok pengguna

hydrophila baik dengan penambahan vitamin C dan adjuvant maupun yang tidak, dapat meningkatkan respons imun lele dumbo berupa titer antibodi, sintasan, dan pertumbuhan

Berdasarkan hasil dapatan kajian telah menyokong teori perkembangan moral Korlbergh, yang telah dikembangkan oleh Lickhona (1991), beliau menjelaskan bahawa

Selama Penulis menjadi mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, penulis pernah menjadi Bendahara Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan pada tahun 2013,

Dalam penelitian ini akan dibuat suatu sistem informasi penjualan arloji berbasis web pada CV.Sinar Terang – Semarang dengan menggunakan sofware pendukung Macromedia

Keikutsertaan anak dalam kegiatan di PAUD diharapkan mendapatkan stimulasi yang tepat, serta kemampuan aktual dan keterampilan yang dituntut ada pada diri anak sewaktu masuk

Keadilan restoratif merupakan suatu proses diversi dimana semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu bersama-sama memecahkan masalah, menciptakan

Pengembangan dan pemanfaatan media pembelajaran interaktif, menjadi tantangan tersendiri bagi penulis untuk mengembangkan media pembelajaran yang mampu menyajikan