• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pengetahuan, Sikap Siswa SMA Negeri 3 Rantau Utara Tentang Perilaku Seksual Tahun 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Pengetahuan, Sikap Siswa SMA Negeri 3 Rantau Utara Tentang Perilaku Seksual Tahun 2017"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku

2.1.1 Pengertian Perilaku

Perilaku manusia merupakan hasil segala macam pengalaman serta interaksi manusia yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku merupakan suatu tindakan yang mempunyai frekuensi, lama, dan tujuan khusus, baik yang dilakukan secara sadar maupun tidak sadar (Green. L, 2000).

Menurut Skinner (2001) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku manusia dari segi biologis adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas seperti berjalan, berbicara, menangis, bekerja dan sebagainya. Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus Skinner membedakan perilaku menjadi dua:

a. Perilaku tertutup (Covert Behavior)

(2)

b. Perilaku terbuka (Overt Behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang lain.

Proses pembentukan atau perubahan perilaku dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari dalam maupun dari luar individu. Aspek-aspek dalam diri individu yang sangat berperan/berpengaruh dalam perubahan perilaku adalah persepsi, motivasi dan emosi. Persepsi adalah pengamatan yang merupakan kombinasi dari penglihatan, pendengaran, penciuman serta pengalaman masa lalu. Motivasi adalah dorongan bertindak untuk memuaskan sesuatu kebutuhan. Dorongan dalam motivasi diwujudkan dalam bentuk tindakan (Sarwono, 2003).

(3)

1. Tahu (know): Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

2. Memahami (comprehension): Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahuinya tersebut. 3. Aplikasi (application): Aplikasi diartikan apabila orang yang telah

memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.

4. Analisis (analysis): Analisis adalah kemampuan seseorang menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen - komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.

5. Sintesis (synthesis): Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan adalam suatu hubungan yang logis dari komponen- komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi - formulasi yang telah ada.

(4)

dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Pengetahuan merupakan hasil stimulasi informasi yang diperhatikan dan diingat. Informasi dapat berasal dari berbagai bentuk termasuk pendidikan formal/non formal, percakapan harian, membaca, mendengar radio, menonton televisi dan dari pengalaman hidup lainnya. Pengetahuan merupakan fungsi dari sikap. Menurut fungsi ini manusia mempunyai dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencari penalaran dan untuk mengorganisir pengalamannya (Simon-Morton, 1995).

Teori Sikap (attitude)

Notoatmodjo (2005) berpendapat bahwa sikap merupakan reaksi yang masih tertutup, tidak dapat dilihat langsung. Sikap hanya dapat ditafsirkan pada perilaku yang nampak. Sikap dapat diterjemahkan dengan sikap terhadap objek tertentu diikuti dengan kecenderungan untuk melakukan tindakan sesuai dengan objek. Menurut Notoatmodjo (2005), sikap itu terdiri dari tiga komponen pokok yaitu :

1. Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek, artinya bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.

(5)

3. Kecenderungan untuk bertindak, artinya sikap merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka.

4. Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini pengetahuan, pikiran, keyakinan

dan emosi memegang perananpenting. Sikap sosial terbentuk oleh adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Dalam interaksi sosial terjadi hubungan yang saling mempengaruhi antara individu yang satu dengan individu yang lain. Dalam interaksi ini individu membentuk pola sikap tertentu terhadap objek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama serta faktor emosi dari diri individu. Faktor-faktor tersebut dapat dibedakan menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan dan pengalaman. Faktor eksternal meliputi media massa,institusi pendidikan,institusi agama danmasyarakat (Azwar, 2005)

Tindakan atau praktek (practice)

(6)

Reasond Action), menyatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu

proses pengambilan keputusan yang diteliti dan beralasan dan dampaknya terbatas pada tiga hal, yaitu: pertama, perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum tetapi oleh sikap spesifik terhadap sesuatu; kedua, perilaku tidak hanya dipengaruhi oleh sikap spesifik tetapi juga oleh norma-norma subjektif yaitu keyakinan seseorang terhadap yang inginkan orang lain agar ia berprilaku; ketiga, sikap terhadap suatu perilaku bersama norma-norma subjektif membentuk suatu intensi atau niat untuk berperilakutertentu.

Menurut Green et al (1980) faktor perilaku dibentuk oleh tiga faktor utama yaitu :

1. Faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai dan tradisi.

2. Faktor pemungkin (enabling factors), yaitu faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan antara lain umur, status sosial ekonomi, pendidikan, prasarana dan sarana serta sumber daya.

(7)

2.2 Remaja

2.2.1 Defenisi Remaja

Remaja dan ilmu Psikologis diperkenalkan dengan istilah lain, seperti pubertied, adolescence dan youth. Remaja atau adolescence (Inggris), berasal dari

bahasa Latin “ adolescere” yang berarti tumbuh kearah kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah bukan kematangan fisik saja tetapi juga kematangan sosial dan psikologis. (Kumalasari, 2013).

Menurut WHO, masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana pada masa itu terjadi pertumbuhan yang pesat termasuk fungsi reproduksi. Sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan-perubahan perkembangan, baik fisik, mental, maupun peran sosial (Kumalasari,2013).

Pieget (1991) menyatakan bahwa secara psikologis remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi kedalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama atau paling tidak sejajar (Kumalasari, 2013)

2.2.2 Batasan Usia Remaja

(8)

yang digunakan oleh Departemen Kesehatan adalah 10 – 19 tahun dan belum kawin. Sementara itu menurut BkkbN (Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak Reproduksi) batasan usia remaja adalah 10 – 21 tahun (BkkbN, 2006). Sedangkan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menetapkan usia 15 – 24 tahun sebagai usia remaja (youth).

2.2.3 Tahapan Remaja

Depkes RI (2007) mengelompokkan tahapan remaja menjadi 3 (tiga) dengan ciri-ciri sebagai berikut :

1) Remaja Awal (10-13 tahun)

a. Cemas terhadap penampilan badannya yang berdampak pada meningkatnya kesadaran diri (self consciousness).

b. Perubahan hormonal berdampak sebagai individu yang mudah berubah-ubah emosinya seperti mudah marah, mudah tersinggung atau agresif.

c. Menyatakan kebebasan berdampak bereksperimen dalam berpakaian, berdandan trendi dan lain- lain.

d. Perilaku memberontak membuat remaja sering konflik dengan lingkungannya.

e. Kawan lebih penting sehingga remaja berusaha menyesuaikan dengan mode sebayanya.

(9)

g. Sangat menuntut keadilan dari sisi pandangannya sendiri dengan membandingkann segala sesuatunya sebagai buruk/ hitam atau baik/ putih berdampak sulit bertoleransi dan sulit berkompromi.

2) Remaja Pertengahan (14 – 16 tahun)

a. Lebih mampu untuk berkompromi, berdampak tenang, sabar dan lebih toleran untuk menerima pendapat orang lain.

b. Belajar berpikir independen dan memutuskan sendiri berdampak menolak mencampur tangan orang lain termasuk orang tua.

c. Bereksperimen untuk mendapatkan citra diri yang dirasa nyaman berdampak pada gaya baju, gaya rambut, sikap dan pendapat berubah- ubah.

d.Merasa perlu mengumpulkan pengalaman baru walaupun beresiko yang berdampak mulai bereksperimen dengan merokok, alkohol, seks bebas dan mungkin NAPZA. e. Tidak lagi terfokus pada diri sendiri yang berdampak pada lebih bersosialisasi dan

tidak pemalu.

f. Membangun nilai, norma dam moralitas yang berdampak pada mempertanyakan kebenaran ide, norma yang dianut keluarga.

g. Mulai membutuhkan lebih banyak teman dan solidaritas yang berdampak pada ingin banyak memghabiskan waktu untuk berkumpul dengan teman- teman.

h. Mulai membina hubungan dengan lawan jenis yang berdampak pada berpacaran tetapi tidak menjurus serius.

(10)

3) Remaja Akhir (17- 19 tahun)

a. Ideal berdampak cenderung menggeluti masalah sosial politik termasuk agama. b. Terlibat dalam kehidupan, pekerjaan dan hubungan diluar stress keluarga yang

berdampak pada mulai belajar mengatasi, dihadapi dan sulit berkumpul dengan keluarga.

c. Belajar mencapai kemandirian secara finansial maupun emosional yang berdampak pada kecemasan dan ketidak pastian masa depan yang dapat merusak keyakinan diri sendiri.

d. Lebih mampu membuat hubungan yang stabil dengan lawan jenis berdampak mempunyai pasangan yang lebih serius dan banyak menyita waktu.

e. Merasa sebagai orang dewasa berdampak cenderung mengemukakan pengalaman yang berbeda dengan orang tuanya.

f. Hampir siap menjadi orang dewasa yang berdampak mulai ingin meninggalkan rumah atau hidup sendiri.

2.2.4 Perkembangan Fisik Remaja

(11)

a. Ciri-ciri seks primer

Dalam modul kesehatan reproduksi remaja (Depkes RI, 2002) disebutkan bahwa ciri-ciri seks primer pada remaja adalah:

1. Remaja laki-laki

Remaja laki-laki sudah bisa melakukan fungsi reproduksi bila telah mengalami mimpi basah. Mimpi basah biasanya terjadi pada remaja laki-laki usia antara 10-15 tahun.

2. Remaja perempuan

Jika remaja perempuan sudah mengalami menarche (menstruasi), menstruasi adalah peristiwa keluarnya cairan darah dari alat kelamin perempuan berupa luruhnya lapisan dinding dalam rahim yang banyak mengandung darah.

b. Ciri-ciri seks sekunder

Menurut Sarwono (2011), Ciri-ciri seks sekunder pada masa remaja adalah sebagai berikut :

1. Remaja laki-laki

a) Bahu melebar, pinggul menyempit.

b) Petumbuhan rambut disekitar alat kelamin, ketiak, dada, tangan, dan kaki . c) Kulit menjadi lebih kasar dan tebal.

d) Produksi keringat menjadi lebih banyak. 2. Remaja perempuan

(12)

b) Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat, lubang pori-pori bertambah besar, kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih aktif.

c) Otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada pertengahan dan menjelang akhir masa puber, sehingga memberikan bentuk pada bahu, lengan, dan tungkai.

d) Suara menjadi lebih penuh dan semakin merdu. 2.2.5 Perubahan Kejiwaan Pada Masa Remaja

Perubahan-perubahan yang berkaitan dengan kejiwaan pada remaja adalah sebagai berikut:

1. Perubahan emosi

a. Sensitif: Perubahan kebutuhan, konflik nilai antara keluarga dengan lingkungan dan perubahan fisik menyebabkan remaja sangat sensitif, misalnya mudah menangis, cemas, frustasi dan

sebaliknya bisa tertawa tanpa alasan yang jelas. Utamanya sering terjadi pada remaja putri terlebih sebelum menstruasi.

b. Mudah bereaksi bahkan agresif terhadap gangguan atau rangsangan dari luar yang memengaruhinya, sering bersikap rasional, mudah tersinggung sehingga mudah terjadi perkelahian/ tawuran pada laki-laki, suka mencari perhatian dan bertindak tanpa berpikir dahulu.

c. Ada kecenderungan tidak patuh kepada orang tua dan lebih senang pergi bersama temannya daripada tinggal dirumah.

2. Perkembangan Intelegensi

(13)

b. Cenderung ingin mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul perilaku ingin mencoba-coba.

Perilaku ingin coba- coba merupakan hal penting bagi kesehatan reproduksi remaja. Beberapa permasalahan prioritas terkait perilaku remaja yaitu mencoba hal baru

a. Kehamilan yang tidak dikehendaki akan menjurus pada aborsi tidak aman dan komplikasinya.

b. Kehamilan dan persalinan usia muda akan menambahkan risiko kesakitan dan kematian ibu dan bayi (2-4 kali lebih tinggi dari masa usia subur).

c. Penularan penyakit kelamin, termasuk HIV/AIDS. d. Ketergantungan Narkotik,Psikotropika dan Zat Adiktif.

e. Tindak kekerasan seksual, seperti pemerkosaan, pelecehan seksual dan transaksi seks komersil. (Hurlock,2004:196-199).

2.2.5 Perilaku Seksual Pra Nikah Remaja

(14)

Perilaku seks pranikah adalah hubungan seks yang dilakukan oleh remaja sebelum menikah, yang dapat berakibat kehilangan keperawanan/keperjakaan, tertular dan menularkan penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS), Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD), aborsi atau terpaksa dikawinkan (Depkes, 2007).

2.2.6 Tahapan Perilaku Seksual

Menurut Masland (2004), bentuk tingkah laku seks bermacam-macam mulai dari perasaan tertarik, pacaran, kissing, kemudian sampai intercourse.

Tahap perilaku seks ini meliputi : a. Kissing

Ciuman yang dilakukan untuk menimbulkan rangsangan seksual, seperti dibibir disertai dengan rabaan pada bagian-bagian sensitif yang dapat menimbulkan rangsangan seksual. Berciuman dengan bibir tertutup merupakan ciuman yang umum dilakukan. Berciuman dengan mulut dan bibir terbuka.

b. Necking

Berciuman di sekitar leher bawah. Necking merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan ciuman disekitar leher dan pelukan yang lebih mendalam.

c. Petting

(15)

merasakan dan mengusap-usap tubuh pasangan, dada, buah dada, kaki, dan kadang-kadang daerah kemaluan, baik dari dalam atau di luar pakaian.

d. Intercourse

Bersatunya dua orang secara seksual yang dilakukan oleh pasangan pria dan wanita dengan alat kelamin pria masuk ke dalam alat kelamin wanita untuk mendapatkan kepuasan seksual.

2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja

Menurut Kusmiran (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja adalah :

1. Perubahan biologis yang terjadi pada masa pubertas dan pengaktifan hormonal dapat menimbulkkan perilaku seksual.

2. Kurangnya pengaruh orang tua melalui komunikasi antara orang tua dan remaja seputar masalah seksual yang dapat memperkuat munculnya penyimpangan perilaku seksual.

3. Pengaruh teman sebaya yang kuat sehingga munculnya penyimpangan perilaku seksual dikaitkan dengan norma kelompok sebaya.

4. Remaja dengan prestasi rendah lebih sering memunculkan aktivitas seksual dibandingkan remaja dengan prestasi yang baik disekolah.

(16)

a. Perubahan hormonal

Yaitu terjadinya perubahan seperti peningkatan hormon testosterone pada laki-laki dan estrogen pada perempuan, dapat menimbulkan hasrat (libido seksualitas) remaja. Peningkatan hasrat seksual ini membutuhkan penyaluran dalam tingkah laku seksual tertentu.

b. Penundaan usia perkawinan

Merupakan penyaluran hasrat seksual yang tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya undang-undang perkawinan yang menetapkan batas usia minimal (paling sedikit 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk laki-laki).

c. Norma-norma di masyarakat

Yaitu norma-norma agama yang berlaku dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seks sebelum menikah. Bahkan larangannya berkembang lebih jauh kepada tingkah laku yang lain seperti berciuman, dan masturbasi. Remaja yang tidak dapat menahan diri akan terdapat kecenderungan untuk melanggar saja larangan-larangan tersebut. Norma budaya dalam perilaku seksual pranikah adalah tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah.

d. Penyebaran informasi melalui media massa

(17)

adanya teknologi canggih (video, cassette, foto copy, satelit palapa, dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa yang dilihat atau didengarnya dari media massa. Khususnya karena mereka pada umumnya belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orang tuanya.

e. Tabu larangan

Yaitu orang tua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun sikapnya yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak tidak terbuka terhadap anak, malah cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah seksual.

f. Pergaulan dan akses yang semakin mudah

(18)

diterima oleh keluarga dan lingkungan komunitas, maka potensi remaja tersebut untuk melakukan seksual pranikah akan semakin kecil (Jawiah dalam Loveria 2012).

Berikut adalah penjabaran penjelasan mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah yaitu :

1. Pengetahuan terhadap perilaku seksual pranikah

Kebanyakan remaja tidak memiliki pengetahuan yang akurat tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas. Selain itu remaja juga tidak memiliki akses terhadap pelayanan dan informasi biasanya hanya dari teman atau media, yang biasanya sering tidak akurat. Hal inilah yang menyebabkan remaja perempuan rentan terhadap kematian maternal. Kematian anak dan bayi, aborsi tidak aman, IMS, kekerasan atau pelecehan seksual dan lain-lain. Kurangnya pemahaman tentang perilaku seksual pada masa remaja amat merugikan bagi remaja itu sendiri termasuk keluarganya, sebab pada masa ini remaja mengalami perkembangan yang penting yaitu kognitif, emosi, sosial dan seksual. Kurangnya pemahaman ini disebabkan berbagai faktor antara lain adat istiadat, budaya, agama, dan kurangnya informasi dari sumber yang benar (Soetjiningsih, 2008). Menurut Astuti dalam Susilawaty (2012), pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi sangat mempengaruhi perilaku remaja untuk hidup sehat, khusunya yang terkait dengan kesehatan reproduksi.

2. Sikap terhadap perilaku seksual pranikah

(19)

orientasi atau kecenderungan dalam bertindak. Sikap yang dimaksud adalah sikap remaja terhadap perilaku seksual pranikah.

Pengetahuan seksual pranikah dapat mempengaruhi sikap individu tersebut terhadap seksual pranikah. Remaja yang mendapat informasi yang benar tentang seksual pranikah maka mereka akan cenderung mempunyai sikap negatif. Sebaliknya remaja yang kurang pengetahuannya tentang seksual pranikah cenderung mempunyai sikap positif/ sikap menerima adanya perilaku seksual pranikah sebagai kenyataan sosiologis.

3. Pelaksanaan keagamaan

(20)

akan mudah melanggar ajaran agamanya misal dengan melakukan perilaku seks bebas sebelum menikah.

4. Paparan media pornografi

(21)

ditangani. Makin meningkatnya jumlah remaja yang terpapar pornografi merupakan suatu masalah besar yang dapat berkontribusi terhadap meningkatnya jumlah remaja yang berperilaku seksual aktif. Semakin meningkatnya prevalensi penyakit yang diakibatkan oleh perilaku seksual aktif pada remaja juga berpengaruh terhadap meningkatnya permasalahan pada kesehatan reproduksi remaja.

5. Peran Orang Tua

(22)

diantara mereka dapat dibicarakan dan diselesaikan bersama-sama (Marheni dalam Soetjiningsih, 2010).

Kebanyakan orang tua yakin bahwa menjauhkan pengetahuan seks dari remaja akan menyelamatkan mereka dari seks bebas yang sudah menjadi trend hidup modern saat ini. ini merupakan cara pandang yang kurang benar. Bagaimanapun juga perkembangan biologis, fisiologis, dan psikologis remaja memang mendorong mereka untuk mencari informasi tentang seks dengan sendirinya. Tanpa pengetahuan yang benar mereka akan mencari informasi dengan cara mereka sendiri, dan cara tersebut sebagian besar tidak informatif serta menjerumuskan. Pengetahuan yang benar tentang seks akan mendorong remaja untuk berpikir tentang risiko-risiko yang akan mereka hadapi ketika mereka melakukan seks bebas. Sayangnya, kini sebagian besar orang tua kehilangan skill untuk berkomunikasi dengan anak mengenai pengetahuan seks (Riandini, 2011). Menurut Irmayani (2008), perilaku yang tidak sesuai dengan tugas perkembangan remaja pada umumnya dapat dipengaruhi oleh orang tua. Bilamana orang tua mampu memberikan pemahaman mengenai perilaku seks kepada anak-anaknya, maka anak-anaknya cenderung mengontrol perilaku seksnya itu sesuai dengan pemahaman yang diberikan orang tuanya.

6. Peran teman sebaya

(23)

teman sebaya menjadi salah satu motivasi dalam pembentukan identitas diri seorang remaja dalam melakukan sosialisasi, terutama ketika ia mulai menjalin asmara dengan lawan jenis. Selanjutnya kadang kala teman sebaya menjadi salah satu sumber informasi yang cukup berpengaruh dalam pembentukan pengetahuan seksual dikalangan remaja, akan tetapi informasi teman sebaya bisa menimbulkan dampak negatif karena informasi yang mereka peroleh hanya melalui tayangan media atau berdasarkan pengalaman sendiri.

Kuatnya pengaruh teman sebaya karena remaja lebih banyak berada diluar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga.

2.4. Alasan Remaja Melakukan Perilaku Seksual Pranikah

Menurut Dianawati (2006), bahwa alasan seorang remaja melakukan hubungan seks di luar pernikahan terbagi dalam beberapa faktor yaitu :

1. Tekanan yang datang dari teman pergaulannya. Pada umumnya remaja tersebut melakukan seks pranikah hanya sebatas ingin membuktikan bahwa dirinya sama dengan teman-temannya, sehingga remaja tersebut dapat diterima menjadi bagian dari anggota kelompoknya seperti yang diinginkan.

(24)

3. Adanya kebutuhan badaniah. Seks menurut beberapa ahli merupakan kebutuhan dasar yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang .

4. Rasa penasaran. Pada masa remaja keingintahuannya begitu besar terhadap seks. Apalagi teman-temannya mengatakan bahwa seks terasa nikmat. Ditambah lagi adanya segala informasi yang tidak terbatas masuknya. Maka, rasa penasaran tersebut semakin mendorong mereka untuk lebih jauh lagi melakukan berbagai macam percobaan sesuai dengan yang diharapkannya.

5. Pelampiasan diri. Faktor ini tidak hanya datang dari diri sendiri. Misalnya, karena terlanjur berbuat, seorang remaja perempuan biasanya berpendapat bahwa sudah tidak ada lagi yang dapat dibanggakan dalam dirinya. Maka, dengan pikirannya tersebut ia akan putus asa dan mencari pelampiasan yang akan semakin menjerumuskannya kedalam pergaulan bebas.

Menurut Pangkahila yang dikutip dari Soetjiningsih (2010), hubungan seksual yang pertama kali dialami oleh remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu :

1. Waktu atau saat mengalami pubertas. Saat itu remaja tidak pernah memahami tentang apa yang dialaminya

2. Kontrol sosial yang kurang tepat yaitu terlalu ketat atau terlalu longgar. 3. Frekuensi pertemuan dengan pacarnya.

4. Hubungan antar pasangan remaja makin romantis

(25)

6. Kurangnya kontrol dari orang tua. Orang tua terlalu sibuk sehingga perhatian terhadap anak kurang baik

7. Status ekonomi. Remaja yang hidup dengan fasilitas yang berkecukupan akan lebih mudah melakukan pesiar ketempat-tempat rawan yang memungkinkan adanya kesempatan melakukan hubungan seksual. Sebaliknya kelompok ekonomi lemah tapi banyak tuntutan/kebutuhan, mereka mencari kesempatan untuk memanfaatkan dorongan seksnya demi mendapatkan sesuatu

8. Korban pelecehan seksual yang berhubungan dengan fasilitas antara lain sering mempergunakan kesempatan yang rawan misalnya pergi ketempat-tempat sepi

9. Tekanan dari teman sebaya. Kelompok sebaya kadang-kadang saling ingin menunjukkan penampilan diri yang salah untuk menunjukkan kematangannya, misalnya remaja ingin menunjukkan bahwa mereka sudah mampu membujuk seorang perempuan untuk melayani kepuasan seksualnya

10. Penggunaan obat-obat terlarang dan alcohol

11. Adanya keinginan untuk menunjukkan cinta pada pacarnya 12. Penerimaan aktivitas seksual pacarnya.

2.5. Risiko Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja

(26)

Sebagai remaja mereka sedang mencari identitas. Mungkin sekali mereka sedang gelisah, cemas dan bingung dalam pencarian identitas tersebut. Pada saat pergumulan keremajaan mereka belum tuntas, kehamilan akan menambah persoalan baru dan menambah kebingungan mereka

2. Menjadi orang tua pada masa remaja

Dapat dibayangkan betapa sulitnya seorang remaja harus berperan menjadi orang tua bagi bayinya, sementara sebagai remaja, mereka sendiri masih labil dan sangat membutuhkan bimbingan dari orang tuanya perihal keremajaannya. Melahirkan usia remaja memiliki risiko bagi dirinya dan bayi yang dilahirkannya, karena ia akan sulit untuk merawat bayinya, bahkan kemungkian besar bayinya akan terlantar dan sulit mengharapkan ia mampu memberikan pola asuh yang baik terhadap bayinya.

3. Terpaksa menikah dini

Hamil muda menyebabkan remaja perempuan harus meninggalkan bangku sekolah. Kalau ia menikah dengan remaja laki-laki yang menghamilinya, pasangannya juga harus berhenti sekolah. Bagaimana mereka harus membiayai rumah tangga mereka sedangkan mereka tidak bekerja. Situasi ini akan membuat mereka stress sehingga memicu persoalan berikutnya.

(27)

1. Dampak psikologis diantaranya perasaan marah, takut, cemas, depresi, rendah diri, bersalah dan berdosa.

2. Dampak fisiologis diantaranya dapat menimbulkan kehamilan yang tidak di inginkan dan aborsi.

3. Dampak sosial antar lain dikucilkan, putus sekolah pada remaja perempuan yang hamil, dan perubahan peran menjadi ibu. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut.

4. Dampak fisik adalah berkembangnya penyakit menular seksual di kalangan remaja, dengan frekuensi penderita penyakit menular seksual (PMS) yang tertinggi antara usia 15-24 tahun. Infeksi penyakit menular seksual dapat menyebabkan kemandulan dan rasa sakit kronis serta meningkatkan risiko terkena PMS dan HIV/AIDS.

2.6. Cara Menghindari Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja

Menurut Martharina (2013) Cara menghindari perilaku seksual pranikah terutama di kalangan remaja antara lain sebagai berikut :

1. Beribadah mendekatkan diri kepada Tuhan dan mengikuti kegiatan keagamaan di sekolah maupun di luar sekolah.

2. Melakukan kegiatan yang bermanfaat seperti berolahraga, mengikuti kegiatan organisasi di lingkungan masyarakat atau sekolah.

3. Mencari teman yang baik dan bergaul dengan lingkungan (masyarakat) yang baik. 4. Menyibukkan diri dengan hal-hal yang berguna seperti membantu pekerjaan orang

(28)

2.7. Model Teori

Berdasarkan teori L. Green dalam Notoatmodjo (2003) bahwa pengetahuan, kepercayaan, nilai atau keyakinan dan sikap dapat mempengaruhi perilaku. Dalam pengetahuan, pengetahuan yang cukup belum tentu dapat menyebabkan perubahan perilaku, begitu juga dengan kepercayaan dan nilai/ keyakinan atau nilai persepsi seseorang belum tentu mengubah perilaku. Sedangkan sikap itu sendiri dapat menggambarkan suatu kumpulan keyakinan atau persepsi yang dapat diukur dalam bentuk baik atau buruk, berikut model teori dari Green :

(29)

Berdasarkan tujuan peneliti dan tinjauan pustaka, kemudian beberapa faktor yang memengaruhi pengetahuan dan sikap siswa SMA N 3 Rantau Utara tentang perilaku seksual , maka kerangka konsep dalam penelitian terdiri dari beberapa komponen yang digambarkan dalam skema berikut :

Karakteristik

- Umur

- Jenis Kelamin

- Tempat Tinggal Pengetahuan

tentang perilaku seksual Sumber Informasi

- Media

Informasi

- Keluarga

- Teman Sebaya

Sikap tentang perilaku

Referensi

Dokumen terkait

Atribut merupakan entitas pasti yang memiliki elemen yang berfungsi untuk dapat. mendeskripsikan karakteristik dari suatu entitas tersebut seperti contoh di atas. Isi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuji pada Tabel 1 dapat dijelaskan bahwa sistem dapat berfungsi dengan baik, dapat mendeteksi nyala api pada lilin sejauh

di kepolisian itu karnah waktu itu kita deng tamang-tamang ada 6 orang tong ba minum disamping PLN yang arah mo ka semarang itu, disitu tong ada ba minum

diketahui bahwa berdasarkan hasil analisis uji regresi logistik biner tidak ada perbedaan yang signifikan antara nilai PAS > 6 maupun leukositosis; neutrofilia; nyeri

Definition of Missing User-defined missing values are treated as missing.

Diagnosing appendicitis at different time points in children with right lower quadrant pain: comparison between pediatric appendicitis score and the the alvarado score. Zadeh

The value is negative due to a negative average covariance among

Skor jawaban peternak baik yang tergabung di kelompok maupun petenak masyarakat yang tidak tergabung di kelompok pada SPR Kecamatan Puring dan Kecamatan