• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang Menggunakan Metode Sondir, SPT, Metode Elemen Hingga pada Proyek Pembangunan Hotel Medan-Siantar, Sinaksak, Pematang Siantar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang Menggunakan Metode Sondir, SPT, Metode Elemen Hingga pada Proyek Pembangunan Hotel Medan-Siantar, Sinaksak, Pematang Siantar"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Pendahuluan

Dalam perencanaan pondasi untuk suatu konstruksi dapat digunakan beberapa

macam tipe pondasi. Pemilihan tipe pondasi ini didasarkan atas :

- fungsi bangunan atas (upper structure) yang akan dipikul oleh pondasi

tersebut.

- besarnya beban dan berat bangunan atas.

- keadaan tanah dimana bangunan tersebut akan didirikan.

- biaya pondasi dibandingkan dengan bangunan atas.

Dari beberapa macam tipe pondasi yang umum digunakan salah satu

diantaranya adalah pondasi tiang pancang. Pemakaian pondasi tiang pancang

dipergunakan pada suatu bangunan apabila tanah dasar di bawah bangunan

tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk

memikul berat bangunan beserta beban di atasnya, atau apabila tanah keras yang

mempunyai daya dukung cukup untuk memikul berat bangunan dan bebannya

terletak sangat dalam di bawah tanah.

Pondasi tiang pancang ini berfungsi untuk memindahkan atau

mentransferkan beban - beban dari konstruksi di atasnya (upper structure) ke

(2)

mengebor untuk penyelidikan tanah. Pada umumnya, tiang pancang dipancangkan

tegak lurus ke dalam tanah, tapi apabila diperlukan untuk dapat menahan gaya

horizontal maka tiang pancang akan dipancangkan miring (batter pile).

Tiang pancang saat ini banyak digunakan di Indonesia sebagai pondasi

bangunan, seperti jembatan, gedung bertingkat, pabrik atau gedung-gedung

industri, menara, dermaga, bangunan mesin-mesin berat, dan lain-lain. Bangunan

- bangunan tersebut merupakan konstruksi yang memiliki dan menerima beban

yang relatif berat. Penggunaan tiang pancang untuk konstruksi biasanya bertitik

tolak pada beberapa hal mendasar seperti anggapan adanya beban yang besar

sehingga pondasi dangkal jelas tidak dapat digunakan, kemudian jenis tanah pada

lokasi yang bersangkutan relatif lunak (lembek) sehingga pondasi dangkal tidak

ekonomis lagi untuk dipergunakan. Mengingat pembuatan pondasi tiang pancang

dibandingkan dengan pembuatan pondasi lain, pondasi ini mempunyai beberapa

keuntungan sebagai berikut :

1) Waktu pelaksanaannya relatif cepat.

2)Prosedur pelaksanaan tidak dipengaruhi oleh air tanah.

3)Kekuatan tiang yang dihasilkan dapat diandalkan karena tiang dibuat di

pabrik dengan pemeriksaan kualitas yang ketat.

4)Pelaksanaannya lebih mudah.

Pondasi tiang juga mempunyai kelemahan sebagai berikut :

1)Pemancangan sulit dilakukan apabila diameter tiang terlalu besar.

2)Harga pondasi tiang mahal.

3) Pada pelaksanaan pemancangan tiang menimbulkan getaran dan kebisingan

(3)

4) Bila panjang tiang pancang kurang, maka dilakukan penyambungan.

Penyambungan ini sulit dan memerlukan alat penyambung khusus.

II.2. Macam – Macam Tiang Pancang

A. Menurut cara pemindahan beban, tiang pancang dibagi 2 yakni :

1. Point bearing pile (End bearing pile)

Disebut juga tiang pancang dengan tahanan ujung dimana tiang ini

meneruskan beban melalui tahanan ujung ke lapisan tanah keras.

2. Friction pile

- Friction pile pada tanah dengan butir-butir tanah kasar (coarse grained)

dan sangat mudah dilalui oleh air (very permeable soil). Tiang ini

meneruskan beban ke tanah melalui gesekan kulit (skin friction). Pada

proses pemancangan tiang-tiang ini dalam suatu grup (kelompok) tiang

yang mana satu sama lainnya saling berdekatan akan menyebabkan

berkurangnya pori-pori tanah dan memadatkan (compact) tanah di antara

tiang-tiang tersebut dan tanah di sekeliling kelompok tiang tersebut. Oleh

karena itu tiang yang termasuk kategori ini disebut “Compaction Pile”.

- Friction pile pada tanah dengan butir-butir yang sangat halus (very fine

grained) dan sukar dilalui air. Tiang ini juga meneruskan beban ke tanah

melalui kulit (skin friction), akan tetapi pada proses pemancangan

kelompok tiang tidak menyebabkan tanah di antara tiang–tiang ini menjadi

(4)

B. Menurut bahan yang digunakan, tiang pancang dibagi 4 yakni :

1. Tiang pancang kayu

2. Tiang pancang beton

a. Precast reinforced concrete pile

b. Precast prestressed concrete pile

c. Cast in place

Pemakaian tiang pancang kayu ini adalah cara tertua dalam penggunaan tiang

pancang sebagai pondasi. Tiang kayu akan tahan lama dan tidak mudah busuk

apabila tiang kayu tersebut dalam keadaan terendam penuh di bawah muka air

tanah. Sesudah reruntuhan daripada menara, penggalian - penggalian

memperlihatkan bahwa tiang pancang dari kayu yang telah dipancangkan ratusan

tahun masih dalam keadaan yang baik. Tiang pancang dari kayu lebih cepat rusak

(5)

Sedangkan pengawetan serta pemakaian obat-obatan pengawet untuk kayu

hanya akan menunda atau memperlambat kerusakan daripada kayu, akan tetapi

tetap tidak akan dapat melindungi untuk seterusnya. Oleh karena alasan tersebut

maka pemakaian pondasi untuk bangunan-bangunan permanen (tetap) yang

didukung oleh tiang pancang kayu, maka puncak daripada tiang pancang tersebut

di atas harus selalu lebih rendah daripada ketinggian muka air tanah terendah.

Pada pemakaian tiang pancang dari kayu biasanya tidak diizinkan untuk menahan

beban lebih tinggi dari 25 - 30 ton untuk setiap tiang. Tiang pancang kayu ini

sangat cocok untuk daerah rawa dan daerah-daerah dimana sangat banyak terdapat

hutan kayu seperti di Kalimantan, sehingga mudah memperoleh balok/tiang kayu

yang panjang dan lurus dengan diameter yang cukup besar untuk digunakan

sebagai tiang pancang.

Keuntungan pemakaian tiang pancang kayu :

1. Tiang pancang dari kayu relatif ringan sehingga mudah dalam

pengangkutan.

2. Kekuatan tarik besar sehingga pada waktu pengangkatan untuk

pemancangan tidak menimbulkan kesulitan seperti misalnya pada tiang

pancang beton precast.

3. Mudah untuk pemotongan apabila tiang kayu ini sudah tidak dapat masuk

lagi ke dalam tanah.

4. Tiang pancang kayu ini lebih sesuai/baik untuk friction pile daripada untuk

(6)

Kerugian pemakaian tiang pancang kayu :

1. Karena tiang pancang jenis ini harus selalu terletak di bawah muka air

tanah yang terendah agar dapat tahan lama, maka kalau air tanah yang

terendah tersebut letaknya sangat dalam, hal ini akan menambah biaya

untuk penggalian.

2. Tiang pancang yang dibuat dari kayu mempunyai umur yang relatif kecil

dibandingkan tiang pancang yang dibuat dari baja ataupun beton, terutama

pada daerah yang tinggi air tanahnya sering naik dan turun.

3. Apabila pada waktu pemancangan pada tanah berbatu (gravel) ujung tiang

pancang kayu ini kurang lurus, maka pada waktu dipancangkan akan

menyebabkan penyimpangan terhadap arah yang telah ditentukan.

4. Tiang pancang kayu tidak tahan terhadap hal-hal yang menyebabkan

pembusukan, seperti jamur dan lain-lain.

(7)

Gambar 2.2 Tiang Pancang Kayu

2. Tiang Pancang Beton

A. Precast Reinforced Concrete Pile

Precast reinforced concrete pile adalah tiang pancang dari beton bertulang yang

dicetak dan dicor dalam acuan beton (bekisting), kemudian setelah cukup kuat

lalu diangkat dan dipancangkan seperti pada tiang pancang kayu. Karena tegangan

tarik beton sangatlah kecil dan praktis dianggap nol, sedangkan berat sendiri

daripada beton cukup besar, maka tiang pancang beton haruslah diberi

penulangan-penulangan yang cukup kuat untuk menahan momen lentur yang akan

timbul pada waktu pengangkatan dan pemancangan.

(8)

dengan dimensinya. Dalam perencanannya, panjang dari tiang pancang beton

precast ini harus dihitung dengan teliti, sebab kalau ternyata panjang tiang

pancang tidak sesuai dengan perencanaan, maka akan menjadi sulit karena harus

dilakukan penyambungan dan cukup memakan waktu.

Keuntungan pemakaian Precast reinfroced concrete pile :

1. Mempunyai tegangan tekan yang besar, tergantung dari mutu beton yang

direncanakan.

2. Dapat diperhitungkan baik sebagai “End Bearing Pile” maupun sebagai

Friction Pile”.

3. Tiang pancang beton precast memiliki umur yang cukup lama, serta tahan

terhadap pengaruh air maupun bahan-bahan yang corrosive asalkan beton

dekking cukup tebal untuk melindungi tulangannya.

Kerugian pemakaian Precast reinforced concrete pile :

1. Diperlukan waktu yang cukup lama untuk menunggu sampai tiang beton

precast ini dapat digunakan.

2. Bila dilakukan pemotongan terhadap tiang, maka dalam pelaksanaannya

(9)

Gambar 2.3 Precast Reinforced Concrete Pile

Tabel 2.1 Nilai – nilai tipikal beban ijin tiang beton pracetak

Diameter Tiang (cm) Beban tiang maksimum (kN)

30 300– 700

35 350 – 850

40 450 – 1200

45 500 – 1400

50 700 – 1750

60 800 - 2500

Sumber : ( Hardiyatmo, 2002 )

B . Precast Prestressed Concrete Pile

Precast prestressed concrete pile adalah tiang pancang dari beton prategang

yang menggunakan baja penguat dan kabel kawat sebagai gaya prategangnya

Keuntungan pemakaian precast prestressed concrete pile:

1. Kapasitas beban pondasi yang dipikulnya tinggi.

2. Tiang pancang tahan terhadap karat.

3. Kemungkinan terjadinya pemancangan keras dapat terjadi

Kerugian pemakaian precast prestressed concrete pile:

(10)

C. Cast In Place

Tiang pancang tipe ini dilakukan pengecoran di lokasi pemancangan dengan

cara dibuatkan lubang terlebih dahulu dalam tanah dengan cara mengebor tanah

seperti pengeboran pada waktu penyelidikan tanah.

Metode ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :

1. Dengan menggunakan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah,

kemudian diisi dengan beton dan ditumbuk sambil pipa baja tersebut

ditarik ke atas.

2. Menggunakan pipa baja yang dipancang ke dalam tanah, lalu diisi dengan

beton. Sedangkan pipa baja tersebut tetap tinggal di dalam tanah.

a. Franki – Pile

Tiang Franki merupakan salah satu tipe dari tiang beton bertulang yang

dicor setempat (cast in place). Adapun prinsip pelaksanaannya adalah sebagai

berikut :

1. Pipa baja yang pada ujung bawahnya disumbat dengan beton yang

dicor di dalam ujung pipa dan telah mengeras .

2. Dengan penumbuk yang jatuh bebas (drop hammer) sumbat beton

tersebut ditumbuk.

3. Beton terus ditumbuk sampai mencapai kedalaman yang

(11)

4. Masukkan tulangan ke dalam pipa baja, bila perlu dilakukan

penyambungan maka harus dilakukan pengelasan.

5. Lakukan pengecoran pada pondasi Franki, sambil perlahan-lahan pipa

baja di tarik ke atas.

Gambar 2.4 Proses pembuatan Franki Pile

b. Solid Point Pipe Piles (Closed-end Pile)

Tiang pancang tipe ini hampir sama dengan pondasi Franki, tapi memiliki

perbedaan antara lain :

1. Bahan yang digunakan sebagai tahanan ujungnya bukan beton,

melainkan besi tuang (cast iron)

2. Setelah pengecoran selesai dilakukan, pipa tidak ditarik keluar dan

tetap berada di dalam tanah.

(12)

a. Ujung tiang dari besi tuang (cast iron) dimasukkan ke dalam tanah,

kemudian pipa diletakkan di atasnya. Pada ujung atas pipa dipasang

topi kemudian pipa dipancang.

b. Pipa dipancang ke dalam tanah.

c. Setelah pipa mencapai kedalaman yang direncanakan pemancangan

dihentikan. Kemudian di dalam pipa tersebut diisi dengan beton. Jika

ingin melakukan penyambungan maka dilakukan dengan cast-steel

drive sleeve. Penyambungan dapat juga dilakukan dengan sambungan

las. Tiang tipe ini dapat diperhitungkan sebagai end bearing pile

maupun friction pile.

Keuntungannya antara lain adalah ringan dalam pengangkutan (transport)

dan pengangkatan, mudah dalam proses pemancangan, dan kekuatan tekan yang

cukup besar.

c. Raymond Concrete Pile

Tiang Raymond termasuk salah satu tipe dari tiang pancang beton yang dicor

setempat (cast in place) dengan ujung bawah diameternya makin kecil (runcing).

Karena itu untuk panjang tiang yang relatif pendek akan menghasilkan tekanan

yang lebih besar dibandingkan dengan tiang yang prismatis (diameter konstan

sepanjang tiang). Tiang Raymond ini terdiri dari pipa shell yang tipis tebuat dari

baja dengan diberi alur berspiral sepanjang pipa.

d. Simplex Concrete Pile

Tiang ini dapat dipancang melalui tanah yang lembek (kurang compact)

(13)

beton langsung menekan tanah di sekitarnya karena itu tanah harus cukup kuat.

Adapun prinsip pelaksanaan tiang Simplex Concrete ini adalah :

1. Pipa dipancang dengan ujung bawah diberi sepatu baja sampai mencapai

kedalaman yang direncanakan.

2. Setelah cukup kemudian pipa dicor beton sambil pipa ditarik ke atas.

Kalau tanah di sekeliling tiang kurang kuat, maka dalam pipa dimasukkan

shell pipa tipis sebelum kita cor ke dalam pipa. Baru setelah shell tipis

dimasukkan beton dicor ke dalam shell tersebut.

3. Setelah pipa ditarik ke atas dan tiang simplex selesai dipancang. Tiang ini

dapat digunakan baik sebagai “End Bearing Pile” maupun sebagai

Friction Pile”.

Gambar 2.5 Proses pembuatan Simplex Concrete Pile

(14)

Termasuk ke dalam jenis tiang yang dicor setempat (cast in place)

dengan pipa baja (casing) yang tetap tinggal dalam tanah. Casing atau pipa baja

yang terbuat dari plat yang dilas berbentuk pipa. Diameter dari pipa ini biasanya

10 inch sampai 28 inch (25cm- 70 cm). Panjang tiang dapat ditambah dengan

cara dilas. Pada ujung pipa diberi sepatu dan sumbat beton yang dicor terlebih

dahulu seperti halnya pada tiang Franki.

Gambar 2.6 Proses pembuatan Base Driven Pile

B.3. Tiang Pancang Baja

Jenis-jenis tiang bajaini biasanya berbentuk H yang digiling atau

merupakan tiang pipa. Tiang H adalah tiang pancang yang memiliki perpindahan

volume yang kecil karena daerah penampangnya tidak terlalu besar. Pondasi tiang

H mempunyai suatu keuntungan kekakuan yang memadai yang mana tiang H ini

(15)

Sambungan-sambungan dalam tiang baja dibuat dengan cara yang sama

seperti dalam kolom-kolom baja, yaitu dengan mengelas atau dengan pemakaian

baut. Kecuali untuk proyek-proyek kecil yang hanya membutuhkan sedikit

pondasi tiang, saat ini kebanyakan sambungan (splices) dibuat dengan

penyambung-penyambung sambungan yang telah dibuat terlebih dahulu.

Tingkat karat pada tiang baja berbeda-beda terhadap tekstur tanah, panjang

tiang yang berada dalam tanah dan kelembaban tanah. Pada umumnya tiang baja

akan berkarat di bagian atas yang dekat dengan permukaan tanah. Hal ini akan

disebabkan aerated condition (keadaan udara pada pori-pori tanah) pada lapisan

tanah tersebut dan adanya bahan-bahan organik dari air tanah. Hal ini dapat

ditanggulangi dengan memoles tiang baja dengan ter (coaltar) atau dengan sarung

beton sekurang-kurangnya 20” ( ± 50 cm ) dari muka air terendah. Selain itu,

karat pada bagian tiang yang terletak di atas tanah akibat udara (atmosphere

corrosion) dapat dicegah dengan pengecatan seperti pada konstruksi baja biasa.

(16)

4. Tiang Pancang Komposit

Tiang komposit adalah pondasi tiang yang terdiri dari dua bahan yang

berbeda yang bekerja bersama-sama sehingga menjadi satu kesatuan. Terkadang

pondasi tiang terbentuk dengan menghubungkan bagian atas dan bagian bawah

tiang dengan bahan yang berbeda, misalnya bahan beton di atas muka air tanah

dan bahan kayu tanpa perlakuan apapun di sebelah bawahnya. Berikut adalah

beberapa jenis tiang pancang komposit :

A). Water Proofed Steel and Wood Pile.

Tiang ini terdiri dari tiang pancang kayu untuk bagian yang di bawah

permukaan airtanah sedangkan bagian atas adalah beton. Kita telah mengetahui

bahwa kayu akan tahan lama/awet bila terendam air, karena itu bahan kayu disini

diletakan di bagian bawah yang mana selalu terletak dibawah air tanah.

Kelemahan tiang ini adalah pada tempat sambungan apabila tiang pancang ini

menerima gaya horizontal yang permanen. Adapun cara pelaksanaanya secara

singkat sebagai berikut:

a. Casing dan core ( inti ) dipancang bersama-sama dalam tanah hingga

mencapaikedalaman yang telah ditentukan untuk meletakkan tiang

pancang kayu tersebut dan ini harus terletak dibawah muka air tanah

yang terendah.

b. Kemudian core ditarik keatas dan tiang pancang kayu dimasukan dalam

(17)

c.Secara mencapai lapisan tanah keras pemancangan dihentikan dan core

ditarik keluar dari casing. Kemudian beton dicor kedalam casing sampai

penuh terus dipadatkan dengan menumbukkan core ke dalam casing.

B). Composite Dropped in – Shell and Wood Pile

Tipe tiang ini hampir sama dengan tipe diatas hanya bedanya di sini

memakai shell yang terbuat dari bahan logam tipis permukaannya diberi alur

spiral. Secara singkat pelaksanaanya sebagai berikut:

a) Casing dan core dipancang bersama-sama sampai mencapai kedalaman

yang telah ditentukan di bawah muka air tanah.

b) Setelah mencapai kedalaman yang dimaksud core ditarik keluar dari

casing dan tiang pancang kayu dimasukkan dalam casing terus dipancang

sampai mencapai lapisan tanah keras. Pada pemancangan tiang pancang

kayu ini harus diperhatikan benar-benar agar kepala tiang tidak rusak atau

pecah.

c) Setelah mencapai lapisan tanah keras core ditarik keluar lagi dari casing.

d) Kemudian shell berbentuk pipa yang diberi alur spiral dimasukkan ke

dalam casing. Pada ujung bagian bawah shell dipasang tulangan berbentuk

sangkar yang mana tulangan ini dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat

masuk pada ujung atas tiang pancang kayu tersebut.

e) Beton kemudian dicor kedalam shell. Setelah shell cukup penuh dan padat

casing ditarik keluar sambil shell yang telah terisi beton tadi

(18)

Dasar pemilihan tiang composite tipe ini adalah:

1. Lapisan tanah keras dalam sekali letaknya sehingga tidak memungkinkan

untuk menggunakan cast in place concrete pile, sedangkan kalau

menggunakan precast concrete pile terlalu panjang, akibatnya akan susah

dalam transport dan mahal.

2. Muka air tanah terendah sangat dalam sehingga bila menggunakan tiang

pancang kayu akan memerlukan galian yang cukup dalam agar tiang

pancang kayu tersebut selalu berada dibawah permukaan air tanah

terendah.

Adapun prinsip pelaksanaan tiang composite ini adalah sebagai berikut:

a.Casing baja dan core dipancang bersama-sama dalam tanah sehinggasampai

padakedalaman tertentu ( di bawah muka air tanah ).

b. Core ditarik keluar dari casing dan tiang pancang kayu dimasukkan casing

terus dipancang sampai kelapisan tanah keras.

c. Setelah sampai pada lapisan tanah keras core dikeluarkan lagi dari casing

dan beton sebagian dicor dalam casing. Kemudian core dimasukkan lagi

dalam casing.

d. Beton ditumbuk dengan core sambil casing ditarik ke atas sampai jarak

tertentu sehingga terjadi bentuk beton yang menggelembung seperti bola

diatas tiang pancang kayu tersebut.

e. Core ditarik lagi keluar dari casing dan casing diisi dengan beton lagi

(19)

Kemudian beton ditekan dengan core kembali sedangkan casing ditarik

keatas sampai keluar dari tanah.

f. Tiang pancang composite telah selesai

Tiang pancang composit seperti ini sering dibuat oleh The Mac Arthur

Concrete Pile Corp.

D). Composite Dropped – Shell and Pipe Pile

Dasar pemilihan tipe tiang seperti ini adalah:

1. Lapisan tanah keras letaknya terlalu dalam bila digunakan cast in place

concrete.

2. Muka air tanah terendah terlalu dalam kalau digunakan tiang composit

yang bagian bawahnya terbuat dari kayu.

Cara pelaksanaan tiang tipe ini adalah sebagai berikut:

a. Casing dan core dipasang bersama-sama sehingga casing seluruhnya

masuk dalam tanah. Kemudian core ditarik.

b. Tiang pipa baja dengan dilengkapi sepatu pada ujung bawah dimasukkan

dalam casing terus dipancang dengan pertolongan core sampai ke tanah

keras.

(20)

d.Kemudian shell yang beralur pada dindingnya dimasukkan dalam casing

hingga bertumpu pada penumpu yang terletak diujung atas tiang pipa baja,

bila diperlukan pembesian maka besi tulangan dimasukkan dalam shell

dan kemudian beton dicor sampai padat.

e. Shell yang telah terisi dengan beton ditahan dengancore sedangkan casing

ditarik keluar dari tanah. Lubang disekeliling shell diisi dengan tanah atau

pasir. Variasi lain pada tipe tiang ini dapat pula dipakai tiang pemancang

baja H sebagai ganti dari tiang pipa.

E). Franki Composite Pile

Prinsip tiang ini hampir sama dengan tiang Franki biasa hanya bedanya disini

pada bagian atas dipergunakan tiang beton precast biasa atau tiang profil H dari

baja.

Adapun cara pelaksanaan tiang komposit ini adalah sebagai berikut:

a. Pipa dengan sumbat beton dicor terlebih dahulu pada ujung bawah pipa

baja dipancang dalam tanah dengan drop hammersampai pada tanah

keras. Cara pemasangan ini sama seperti pada tiang Franki biasa.

b. Setelah pemancangan sampai pada kedalaman yang telah direncanakan,

pipa diisi lagi dengan beton dan terus ditumbuk dengan drop hammer

sambil pipa ditarik lagi ke atas sedikit sehingga terjadi bentuk beton

seperti bola.

c. Setelah tiang beton precast atau tiang baja H masuk dalam pipa sampai

(21)

d. Rongga disekitar tiang beton precast atau tiang baja H diisi dengan kerikil

ataupasir.

II.3. Penyelidikan Tanah (Soil Investigation)

Penyelidikan tanah merupakan fase awal dalam desain konstruksi sipil, seperti

contohnya dalam perencanaan pondasi, pemadatan timbunan, bendungan maupun

kestabilan lereng. Secara umum maksud dari pekerjaan penyelidikan tanah adalah

untuk mendapatkan data teknis atau parameter tanah yang dapat mewakili kondisi

tanah setempat untuk digunakan sebagai parameter desain.

Penyelidikan tanah (soil investigation) adalah proses pengambilan contoh

(sample) tanah yang bertujuan untuk menyelidiki karakteristik tanah tersebut.

Dalam mendesain pondasi, penting bagi para engineer untuk mengetahui sifat

setiap lapisan tanah, (seperti berat isi tanah, daya dukung, ataupun daya rembes),

dan juga ketinggian muka air tanah. Oleh sebab itu, soil investigation adalah

pekerjaan awal yang harus dilakukan sebelum memutuskan akan menggunakan

jenis pondasi dangkal atau pondasi dalam.

Aspek-aspek yang ingin diketahui dan didapatkan dari penyelidikan tanah. antara

lain :

1. Jenis dan profil lapisan tanah atau batuan secara visual dan terperinci.

2. Kedalaman tanah keras (hard/dense soil) dan daya dukungnya.

3. Level muka air tanah (ground water level).

(22)

5. Analisa teknis yang menghasilkan rekomendasi desain untuk jenis pondasi

yang akan digunakan, termasuk daya dukung pondasi dangkal, daya

dukung pondasi dalam dan penurunan.

6. Menentukan besarnya tekanan tanah terhadap dinding penahan tanah atau

pangkal jembatan (abutment).

7. Analisis teknis yang menghasilkan rekomendasi desain

pemadatan/penimbunan.

8. Menyelidiki keamanan suatu struktur bila penyelidikan dilakukan pada

bangunan yang telah ada sebelumnya.

9. Pada konstruksi jalan raya dan irigasi, penyelidikan tanah berguna untuk

menentukan letak-letak saluran, gorong-gorong, pennetuan lokasi dan

macam bahan timbunan.

Ada dua jenis penyelidikan tanah yang biasa dilakukan, yaitu penyelidikan

di lapangan(in situ) dan penyelidikan di laboratorium (laboratory test). Adapun

jenis penyelidikan di lapangan, seperti pengeboran (hand boring ataupun machine

boring), Standard Penetration Test (SPT), dan Cone Penetrometer Test (sondir).

Sedangkanjenis penyelidikan di laboratorium terdiri dari uji index properties

tanah (Atterberg Limit, Water Content, Spesific Gravity, Sieve Analysis) dan

engineering properties tanah (Direct Shear Test, Triaxial Test, Consolidation Test,

dan lain-lain ).

Contoh tanah ( soil sampling ) yang didapatkan sebagai hasil penyelidikan

tanah ini, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

(23)

Suatu contoh tanah dikatakan tidak terganggu apabila contoh tanah itu

dianggap masih menunjukkan sifat-sifat asli tanah tersebut. Sifat asli yang

dimaksud adalah contoh tanah tersebut tidak mengalami perubahan pada

strukturnya, kadar air, atau susunan kimianya. Contoh tanah seperti ini

tidaklah mungkin bisa didapatkan, akan tetapi dengan menggunakan

teknik – teknik pelaksanaan yang baik, maka kerusakan – kerusakan pada

contoh tanah tersebut dapat diminimalisir. Undisturbed soil digunakan

untuk percobaan engineering properties.

b. Contoh tanah terganggu ( Disturbed Soil )

Contoh tanah terganggu adalah contoh tanah yang diambil tanpa adanya

usaha – usaha tertentu untuk melindungi struktur asli tanah tersebut.

Disturbed soil digunakan untuk percobaan uji index properties tanah.

II.3.1. Cone Penetrometer Test ( Sondering Test )

Pengujian CPT atau sering disebut dengan sondir adalah proses memasukkan

suatu batang tusuk dengan ujung berbentuk kerucut bersudut 60° dan luasan ujung

1,54 inch2 ke dalam tanah dengan kecepatan tetap 2 cm/detik. Dengan pembacaan

manometer yang terdapat pada alat sondir tersebut, kita dapat mengukur besarnya

kekuatan tanah pada kedalaman tertentu.Penyelidikan sondir dilakukan

berdasarkan standar ASTM D 3441.

(24)

a. Sondir ringan, dengan kapasitas 2 ton. Sondir ringan digunakan untuk

mengukur tekanan konus sampai 150 kg/cm2 atau penetrasi konus telah

mencapi kedalaman 30 m.

b. Sondir berat, dengan kapasitas 10 ton. Sondir berat digunakan untuk

mengukur tekanan konus sampai 500 kg/cm2 atau penetrasi konus telah

mencapai kedalaman 50 m.

Ada dua tipe ujung konus pada sondir mekanis :

1 Konus biasa, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan biasanya

digunakan pada tanah yang berbutir kasar dimana besar perlawanan

lekatnya kecil ;

2 Bikonus, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan hambatan

lekatnya dan biasanya digunakan untuk tanah berbutir halus.Tahanan

ujung konus dan hambatan lekat dibaca setiap kedalaman 20 cm.

(25)

(Sosrodarsono & Nakazawa, 2005)

Cara pembacaan sondir dilakukan secara manual dan bertahap, yaitu dengan

mengurangihasil pengukuran (pembacaan manometer) kedua terhadap

pengukuran (pembacaan manometer) pertama. Pembacaan sondir akan dihentikan

apabila pembacaan manometer mencapai > 150 kg/cm2 (untuk sondir ringan)

sebanyak tiga kali berturut-turut.

Dari hasil test sondir ini didapatkan nilai jumlah perlawanan ( JP ) dan nilai

perlawanan konus (PK), sehingga hambatan lekat (HL) didapatkan dengan

menggunakan rumus

1. Hambatan Lekat ( HL )

��= (�� − ��) ×�

2. Jumlah Hambatan Lekat ( JHL )

���� = ∑0���

Dimana :

PK = Perlawanan penetrasi konus ( qc ) (kg/cm2)

JP = Jumlah perlawanan ( perlawanan ujung konus + selimut )

A = Interval pembacaan ( setiap pembacaan 20 cm )

B = Faktor alat = luas konus / luas torak = 10 cm

i = Kedalaman lapisan tanah yang ditinjau ( m )

(26)

perlawanan penetrasi konus atau perlawanan tanah terhadap konus yang

dinyatakan dalam gaya per satuan luas. Hambatan lekat adalah perlawanan geser

tanah terhadap selubung bikonus yang dinyatakan dalam gaya per satuan panjang.

.

Gambar 2.9 Cara Pelaporan Hasil Uji Sondir (Sardjono, 1988)

Tabel 2.2 Harga – harga Empiris ϕ dan Dr Pasir dan Lumpur Kasar Berdasarkan Sondir

Sumber : ( Djatmiko & Edy, 1997)

II.3.2. Standard Penetration Test (SPT)

Tujuan percobaan SPT yaitu untuk menentukan kepadatan relatif lapisan

tanah tersebut dari pengambilan contoh tanah dengan tabung, dapat diketahui

jenis tanah dan ketebalan dari setiap lapisan tanah tersebut. Selain itu, tujuan

(27)

penetrasi tanahdan menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi yang

biasanya sulitdiambil sampelnya.Pelaksanaan pekerjaan SPT berdasarkan standar

ASTM D 1586.

Pengujian Standard Penetration Test dilakukan setiap interval kedalaman

pemboran 2 meter. Tabung SPT harus mempunyai ukuran OD 2 inch, ID 1 3/8

inch dan panjang 24 inch dengan tipe split spoon sample.Hammer yang dipakai

mempunyai berat 140 lbs (63,5 kg) dan tinggi jatuh bebas hammer adalah 30 inch

(75 cm). Tabung SPT ditekan kedalaman dasar lobang sedalam 15 cm, kemudian

untuk setiap interval 15 cm dilakukan pemukulan dan perhitungan jumlah

pemukulan untuk memasukkan split spoon sample ke dalam tanah sedalam (3x15)

cm.

Jumlah pukulan tersebut merupakan angka N dari pelaksanaan SPT

dimana nilai N yang diperhitungkan adalah jumlah pukulan pada 15 cm kedua dan

(28)

Gambar 2.10 Alat Percobaan Penetrasi Standard Sumber :Sosrodarsono& Nakazawa,2005

Angka penetrasi sangat berguna sebagai pedoman dalam eksplorasi tanah

dan untuk memperkirakan kondisi lapisan tanah. Hubungan antara angka penetrasi

standar dengan sudut geser tanah dan kepadatan relatif untuk tanah berpasir,

secara perkiraan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.3 Hubungan antara angka penetrasi standar dengan sudut geser dalam dan kepadatan relatif pada tanah pasir

Angka penetrasi

Hubunganantara harga N

denganberatisiyangsebenarnyahampirtidakmempunyaiarti

karenahanyamempunyaipartikelkasar

(Tabel2.3).Hargaberatisiyangdimaksudsangat tergantungpadakadarair.

Tabel2.4 Hubunganantara N denganBeratIsiTanah

(29)

Kohesif Beratisi

γkN/m³

14-18 16-18 16-18 >20

Sumber:MekanikaTanah&TeknikPondasi,SosrodarsonoSuyonoIr.1983

Pada tanah tidak kohesif daya dukung sebanding dengan berat isi tanah,

hal ini berarti bahwa tinggi muka air tanah banyak mempengaruhi daya dukung

pasir. Tanah di bawah air mempunyai berat isi efektif yang kira-kira setengah

berat isi tanah di atas muka air. Tanah dapat dikatakan mempunyai daya dukung

yang baik, dapat dinilai dari ketentuan berikut ini:

1. Lapisan kohesif mempunyai nilai SPT, N > 35

2. Lapisan kohesif mempunyai harga kuat tekan (qu) 3 – 4 kg/cm² atau

harga SPT N > 15

II.3.3. Penyelidikan Tanah di Laboratorium

Penyelidikan di laboratorium merupakan tindak lanjut dari apa yang sudah

dilakukan di lapangan, dimana di laboratorium ini akan diolah dan diselidiki lebih

lanjut sampel tanah yang sudah diambil dari lokasi penyelidikan

lapangan. Parameter yang ingin diperoleh dari pengujian laboratorium adalah :

a. Index properties (undisturbed sample)

1. Unit weight (berat isi) ...mengacu pada ASTM D 2937.

2. Specific gravity (berat jenis)... mengacu pada ASTM D 854.

3. Atterberg limit ...mengacupada ASTM D 4318.

4. Grain size analysis (analisa saringan) ...mengacu pada ASTM D 442.

(30)

7. Direct shear test ...mengacu pada ASTM D 3080.

Data tersebut di atas berupa gambaran item pekerjaan apa saja yang

termasuk dalam lingkup pekerjaan penyelidikan tanah. Detail dan jumlah item

bisa bervariasi kembali lagi bergantung pada parameter desain dan data hasil

peyelidikan tanah yang diinginkan.

II.4. Analisis Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang

II.4.1 Analisis Daya Dukung Tiang Pancang dari Hasil Sondir

Di antara perbedaaan tes di lapangan, sondir atau cone penetration test

(CPT) seringkali sangat dipertimbangkan berperan dalam perencanaan geoteknik.

CPT atau sondir ini tes yang sangat cepat, sederhana, ekonomis dan tes tersebut

dapat dipercaya di lapangan dengan pengukuran terus-menerus dari permukaan

tanah-tanah dasar. CPT atau sondir ini dapat juga mengklasifikasi lapisan tanah

dan dapat memperkirakan kekuatan dan karakteristik dari tanah. Di dalam

perencanaan pondasi tiang pancang (pile), data tanah sangat diperlukan dalam

merencanakan kapasitas daya dukung (bearing capacity) dari tiang pancang

sebelum pembangunan dimulai, guna menentukan kapasitas daya dukung ultimit

dari tiang pancang. Kapasitas daya dukung ultimit ditentukan dengan persamaan

sebagai berikut :

Qu= Qb+ Qs= qbAb+ f.As (2.1)

dimana :

Qu= Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang pancang. (ton)

(31)

Qs= Kapasitas tahanan kulit. (ton)

qb= Kapasitas daya dukung di ujung tiang persatuan luas. (ton/m2)

Ab= Luas di ujung tiang. (m2)

f = Satuan tahanan kulit persatuan luas. (ton/m2)

As= Luas kulit tiang pancang. (m2)

Perencanaan pondasi tiang pancang dengan sondir diklasifikasikan atas

beberapa metode diantaranya :

II.4.1.1. Metode Aoki dan De Alencar

Aoki dan Alencar mengusulkan untuk memperkirakan kapasitas dukung

ultimit dari data sondir. Kapasitas dukung ujung persatuan luas (qb) diperoleh

sebagai berikut :

qb = qca (base)

Fb

(2.2)

dimana :

qca (base) = Perlawanan konus rata-rata 1,5D diatas ujung tiang, 1,5D dibawah

ujung tiang dan Fbadalah faktor empirik tahanan ujung tiang

tergantung pada tipe tiang. (kg/cm2)

Tahanan kulit per satuan luas (f) diprediksi sebagai berikut :

f = qc (side)

α

s

Fs

(2.3)

dimana :

(32)

Fs = Faktor empirik tahanan kulit yang tergantung pada tipe tiang.

Fb = Faktor empirik tahan ujung tiang yang tergantung pada tipe tiang.

Faktor Fb dan Fs diberikan pada Tabel 2.5 dan nilai-nilai faktor empirik

α

sdiberikan pada Tabel 2.6.

Tabel 2.5 Faktor empirik Fb dan Fs

Tipe Tiang Pancang Fb Fs

Tiang Bor 3,5 7,0

Baja 1,75 3,5

Beton Pratekan 1,75 3,5

Sumber : Titi & Farsakh, 1999

Tabel 2.6 Nilai faktor empirik untuk tipe tanah

Tipe Tanah αs (%) Tipe Tanah αs (%) Tipe Tanah αs (%) Pasir 1,4 Pasir berlanau 2,2 Lempung berpasir 2,4

Pasir kelanauan 2,0 Pasir berlanau

dengan lempung 2,8

Lempung berpasir

dengan pasir 3,0 Lempung berlanau 4,0 Pasir berlempung 3,0 Lanau berlempung 3,4 Lempung 6,0 Sumber : Titi & Farsakh, 1999

Pada umumnya , nilai

α

s untuk pasir = 1,4 %, nilai

α

s untuk lanau = 3,0 %, dan

nilai

α

s untuk lempung = 1,4 %.

II.4.1.2. Metode Langsung

Metode langsung ini dikemukakan oleh beberapa ahli diantaranya

Meyerhoff, Tomlinson, dan Begemann. Daya dukung pondasi tiang dinyatakan

dalam rumus sebagai berikut :

Qu = qc x Ap + JHL x K (2.4)

dimana :

(33)

qc = Tahanan ujung sondir (Perlawanan penetrasi konus pada kedalaman yang

ditinjau). (ton/m2)

Dapat digunakan faktor koreksi Meyerhoff.

qc 1 = Rata-rata PPK (qc) 8D di atas ujung tiang

qc 2 = Rata-rata PPK (qc) 4D di atas ujung tiang

JHL = Jumlah hambatan lekat (ton/m)

K = Keliling tiang pancang (m)

Ap = Luas penampang tiang pancang (m2)

Adapun daya dukung ijin pondasi tiang pancang adalah :

Qu ijin = qc x Ap+ JHL x K

3 5

(2.5)

dimana :

Qu ijin = Kapasitas daya dukung ijin tiang pancang (ton)

qc = Tahanan ujung sondir (ton/m2)

JHL = Jumlah hambatan lekat (ton/m)

K = Keliling tiang pancang (m)

Ap = Luas penampang tiang pancang (m2)

3 dan 5 merupakan faktor keamanan untuk daya dukung dan gesekan selimut pada

tiang pancang.

Dari hasil uji sondir ditunjukkan bahwa tahanan ujung sondir ( harga tekan

konus ) bervariasi terhadap kedalaman. Oleh sebab itu pengambilan harga qcuntuk

daya dukung di ujung tiang kurang tepat. Suatu rentang di sekitar ujung tiang

(34)

qp = (2/3 – 3/2) qc (2.6)

dimana :

qp = Tahanan ujung ultimate (ton/m2)

qc = Harga rata – rata tahanan ujung konus 2D dibawah ujung tiang (ton/m2)

II.4.2. Analisis Daya Dukung Tiang Pancang dari Hasil SPT

II.4.2.1. Daya Dukung Tiang Pancang pada Tanah Non-Kohesif

a. Daya dukung ujung tiang pancang pada tanah non-kohesif

Qp = 40 x N-SPT x Lb/D x Ap< 400 x N-SPT x Ap (2.7)

dimana :

Qp = Tahanan ujung ultimate (ton)

Ap = Luas penampang tiang pancang (m2)

Lb = Kedalaman penyelidikan tanah di lapangan (m)

D = Diameter tiang pancang (m)

b. Tahanan geser selimut pada tanah non-kohesif

Qs = 2 x N-SPT x p x Li (2.8)

dimana :

Li = Panjang lapisan tanah (m)

(35)

II.4.2.2. Daya Dukung Tiang Pancang pada Tanah Kohesif

a. Daya dukung ujung tiang pancang pada tanah kohesif

Qp = 9 x cu x Ap (2.9)

dimana :

Ap = Luas penampang tiang (m2)

cu = Kohesi undrained (kN/m2)

= N-SPT x 2/3 x 10

b. Tahanan geser selimut pada tanah kohesif

Qs =

α

x cu xp x Li (2.10)

dimana :

α

= Koefisien adhesi antara tiang dan tanah

cu = Kohesi undrained (kN/m2)

= N-SPT x 2/3 x 10

p = Keliling tiang (m)

Li = Panjang lapisan tanah (m)

II.4.3. Analisis Daya Dukung Tiang Pancang dari Data Penyelidikan Laboratorium

(36)

Berdasarkan hasil pemeriksaan tanah melalui beberapa percobaan akan

didapatkan nilai berat isi tanah (γ), nilai kohesif tanah (c) serta nilai sudut geser

tanah (ϕ).Perkiraan kapasitas daya dukung pondasi tiang pancang pada tanah pasir

dan lempung didasarkan pada data parameter kuat geser tanah, ditentukan dengan

perumusan sebagai berikut :

1. Daya dukung ujung pondasi tiang pancang (end bearing)

a. Pada tanah kohesif

Qp = Ap x cu x Nc* (2.11)

(Whitaker and Cooke, 1966).

Untuk mencari nilai cu dapat digunakan persamaan di bawah ini :

α

*

b. Pada tanah non-kohesif

Qp = Ap . q’ (Nq – 1) (2.13)

dimana :

(37)

Ap = Luas penampang tiang pancang (m2)

q' = Tekanan vertikal efektif (ton/m2)

Nq* = Faktor daya dukung tanah

Vesic (1967) mengusulkan korelasi antara ϕ dan Nq* seperti terlihat pada

gambar di bawah ini :

Gambar 2.11 Hubungan antara ϕ dan Nq* (Vesic,1967)

2. Daya dukung selimut pondasi tiang pancang (skin friction)

Qs = fi . Li. p (2.14)

dimana :

fi = Tahanan satuan skin friction (ton/m2)

Li = Panjang lapisan tanah (m)

p = Keliling tiang pancang (m)

Qs = Daya dukung selimut tiang pancang (ton)

a. Pada tanah kohesif

(38)

α

i* = Faktor adhesi = 0,55 (Reese & Wright,1977)

cu = Undrained cohesion (ton/m2)

b. Pada tanah non-kohesif

f = K0 . σv’. tan δ (2.16)

dimana :

K0 = Koefisien tekanan tanah

= 1 – sinϕ

σv’ = Tegangan vertikal efektif tanah (ton/m2)

= γ . L’

L’ = 15 D

D = diameter tiang pancang (m)

δ = 0,8ϕ

II.4.3.2. Tahanan Ujung Ultimate

Kapasitas maksimum tahanan ujung dari sebuah tiang pancang dapat

dihitung dengan menggunakan data pengujian laboratorium maupun data

pengujian penetrasi. Jika menggunakan data laboratorium maka perhitungan

kapasitas ultimate tahanan ujung berdasarkan Meyerhoff sebagai berikut :

Ppu = Ap (c.Nc+ η.q’.Nq) (2.17)

dimana :

Ppu = Kapasitas tahanan ujung ultimate tiang pancang (kg/cm2)

Ap = Luas penampang tiang pancang (cm2)

(39)

Nc,Nq = Faktor kapasitas daya dukung, bergantung pada sudut geser tanah (ϕ)

q' = Tegangan vertikal efektif pada tiang pancang (kg/cm2)

η = 1 untuk semua kecuali menurut Vesic (1975) dimana :

η =

3 1 + 2K0

K0 = Koefisien tekanan tanah keadaan diam = 1 – sinϕ

Faktor-faktor daya dukung Nc dan Nq dapat dilihat pada grafik berikut :

Gambar 2.12 Grafik daya dukung tanah menurut Meyerhof

(40)

II.4.3.3. Tahanan Kulit (Skin Resistance)

Perhitungan kapasitas ultimate tahanan kulit (skin resistance) dengan

menggunakan kombinasi tegangan total dan tegangan efektif. Ada tiga metode

yang digunakan untuk menghitung tahanan kulit pada tiang pancang dalam tanah

kohesif. Metode – metode ini disebut metode

α

, metode λ dan metode ß. Metode –

metode ini digunakan juga untuk tiang pancang di dalam tanah tak berkohesif,

semua kasus secara umum, kapasitas tahanan kulit dihitung sebagai :

Pps= Σ As. fs. (ΔL) (2.18)

dimana :

Pps = Kapasitas ultimate tahanan kulit (kg)

As = Luas permukaan efektif pada fs bekerja dan biasanya dihitung sebagai

keliling x pertambahan penanaman ΔL (cm2

)

(41)

fs = Tahanan kulit yang akan dihitung dengan menggunakan salah satu metode

di atas (kg/cm2)

1. Metode

α

Metode

α

diusulkan oleh Tomlinson (1977) tahan kulit dibagi menjadi dua

jenis yaitu lempung dan pasir dihitung sebagai berikut :

a. untuk tanah lempung

fs =

α

.c

u (2.19)

b. untuk tanah pasir

fs = 0,5.q’.K.tanδ (2.20)

dimana :

fs = Tahanan kulit (kg/cm2)

α

=

Koefisien yang nilainya dapat dilihat pada gambar 2.13

cu = Kohesi rata-rata setiap lapisan tanah yang ditinjau (kg/cm2)

q’ = Tegangan vertikal efektif pada elemen ∆L (kg/cm2)

Ks = Koefisien rata-rata tekanan tanah pada seluruh panjang yang tertanam

dipengaruhi oleh jenis tiang dan kondisi tanah dapat dilihat pada Tabel 2.8

δ = Sudut geser efektif diantara tanah dengan tiang pancang atau nilai pada Tabel

(42)

Gambar 2.13 Variasi harga α berdasarkan kohesi tanah

Tabel 2.8 Nilai Ks untuk tiang pada pasir

Pile Type δ

Vijayvergia dan Focht (1972) menyajikan sebuah metode alternatif untuk

mendapatkan tahanan kulit fs untuk sebuah tiang pancang didalam lempung

sebagai berikut:

fs = λ ( q’+ 2cu ) (2.21)

dimana :

fs = Tahanan kulit (kg/cm2)

(43)

cu = Kohesi rata-rata setiap lapisan tanah yang ditinjau (kg/cm2)

λ = Koefisien yang didapat dari Gambar 2.14

Gambar 2.14 Grafik hubungan harga λ dengan kedalaman

3. Metode β

Sejumlah organisasi telah menganalisa kembali data – data yang ada dan

dilengkapi dengan pengujian – pengujian paling akhir, mengusulkan bahwa

korelasi pengujian beban dan kapasitas tiang pancang, hasil perhitungan lebih

baik dapat ditentukan dengan menggunakan parameter – parameter tegangan

efektif. Persamaan berikut dapat ditetapkan untuk semua tanah normal konsolidasi

adalah :

fs = K.q’.tan δ (2.22)

atau dapat juga dirumuskan

fs = β.q’ (2.23)

dimana :

(44)

β = K.tanδ ; dimana tanδ adalah koefisen gesekan efektif di antara tiang pancang

dengan tanah, K adalah koefisien tanah lateral yang biasanya digunakan harga

K0.

Harus diperhatikan bahwa didalam jangkauan nilai praktis daripada Ko dan

tan φ. Maka hasil perkalian (yakni ß) mempunyai nilai rata–rata sebesar 0,25

sampai ke 0,40 dengan nilai rata – rata sebesar 0,32.

II.4.4. Analisis Daya Dukung Tiang Pancang dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga (Menggunakan Program Plaxis)

II.4.4.1. Pendahuluan

Plaxis adalah program yang berbasis metode elemen hingga (finite

element method) untuk aplikasi geoteknik, berguna untuk mensimulasikan

perilaku tanah. Dasar – dasar teori yang dipakai yang antara lain : teori deformasi,

teori aliran air tanah, teori konsolidasi, teori elemen hingga yang sesuai dengan

geoteknik. Sedangkan metode numerik yang menjadi dasar pemograman Plaxis

ini, adalah integrasi numerik elemen – elemen garis dan integrasi numerik elemen

- elemen berbentuk segitiga. Akurasi hasil ( output ) yang didapatkan dari

pemakaian program Plaxis ini, apabila ingin dibandingkan dengan hasil yang

sebenarnya di lapangan, bergantung pada keahlian pengguna dalam memodelkan

permasalahan, pemahaman terhadap model – model, penentuan parameter yang

digunakan, dan kemampuan menginterpretasi hasil analisis menggunakan

program Plaxis tersebut. Di dalam program Plaxis ada beberapa jenis pemodelan

tanah, diantaranya model tanah Mohr – Coulomb dan model tanah lunak (Soft

(45)

atau 15 nodal. Dengan menggunakan elemen ini akurasi hasil analisis sudah

cukup teliti dan dapat diandalkan.

Plaxis terdiri dari 4 program :

1. Input program

2. Calculation program

3. Output program

4. Curve program

Adapun tahapan – tahapan analisa dengan menggunakan metode elemen

hingga adalah sebagai berikut :

a) Pemilihan Tipe Elemen

Ada tiga pembagian elemen secara garis besar dalam metode elemen

hingga, yaitu

- 1D (line elements) ; sering dipakai dalam pemodelan beam element. Beam

elementmenerima momen tahanan (bending moment),

tegangan normal dan juga tegangan geser.

- 2D (plane elements) : bentuk elemen 2D yang umum dipakai dalah triangular

element (segitiga) dan quadrilateral element

(segiempat).

- 3D : secara umum elemen – elemen 3D bisa dibedakan

menjadi solid elements, shell elements, dan solid – shell

(46)

-- Gambar 2.15 Jenis-Jenis Elemen

Di dalam elemen terdapat dua jenis titik, yaitu titik nodal dan juga titik

integrasi. Titik nodal adalah titik yang berguna sebagai penghubung antar elemen.

Perpindahan ataupun deformasi terjadi pada titik nodal. Titik integrasi (stress

point) dapat digunakan untuk menghitung tegangan dan regangan yang terjadi

pada elemen.

Gambar 2.16 Titik Nodal dan Integrasi

(47)

Fungsi perpindahan atau shape function (N) adalah fungsi yang

menginterpolasikanperpindahan di titik nodal ke perpindahan di elemen dengan

menggunakan segitiga Pascal.

Dalam pemilihan fungsi perpindahan, hal mendasar yang perlu diketahui

adalah fungsi perpindahan di titik yang ditinjau selalu bernilai satu dan bernilai

nol (0) di titik lainnya.

Gambar 2.17 Jenis Fungsi Perpindahan

II.4.4.3. Matriks Kekakuan

(48)

dimana

[D] : matriks konstitutif yang nilainya bergantung pada jenis

permodelan .

[k] : matriks kekakuan (stiffness matrix)

[B] : matriks interpolasi regangan

� = �

II.4.4.4. Pemodelan pada Program Plaxis

Dalam menggunakan program Plaxis, pengguna harus mengetahui

terlebih dahulu konsep pemodelan yang akan dipilih. Sebelum melakukan

perhitungan secara numerik, maka terlebih dahulu dibuat model dari pondasi tiang

(49)

Gambar 2.18 Pemodelan Pondasi Tiang Pancang pada Program Plaxis

Material yang dipergunakan dalam pemodelan tersebut adalah material

tanah dan material pondasi, dimana masing-masing material mempunyai sifat

teknis yang mempengaruhi perilakunya. Dalam program Plaxis, sifat – sifat

tersebut diwakili oleh parameter dan pemodelan yang spesifik.Pemodelan pada

Plaxis mengasumsikan perilaku tanah bersifat isotropis elastic linier berdasarkan

Hukum Hooke. Akan tetapi, model ini memiliki keterbatasan dalam memodelkan

perilaku tanah, sehingga umumnya digunakan untuk struktur yang padat dan kaku

di dalam tanah. Input parameter berupa Modulus Young E dan rasio Poisson υ

dari material yang bersangkutan.

=

� (2.26)

(50)

Di dalam program Plaxis ada beberapa jenis permodelan tanah antara lain

model tanah Mohr – Coulomb dan model Soft Soil.

1. Model Mohr – Coulomb

Pemodelan Mohr – Coulomb mengasumsikan bahwa perilaku tanah

bersifat plastis sempurna (linear elastic perfect plastic model), dengan

menetapkan suatu nilai tegangan batas dimana pada titik tersebut tegangan tidak

lagi dipengaruhi oleh regangan. Input parameter meliputi lima buah parameter

yaitu :

- modulus Young ( E ) dan rasio Poisson ( υ ) yang memodelkan

keelastisitasan tanah

- kohesi ( c ), sudut geser ( ϕ ) memodelkan perilaku plastis dari tanah

- dan sudut dilatasi ( ψ ) memodelkan perilaku dilantansi tanah

Pada pemodelan Mohr – Coulumb umumnya dianggap bahwa nilai E

konstan untuk suatu kedalaman pada suatu jenis tanah, namun jika diinginkan

adanya peningkatan nilai E per kedalaman tertentu disediakan input tambahan

dalam program Plaxis. Untuk setiap lapisan yang memperkirakan rata – rata

kekakuan yang konstan sehingga perhitungan relatif lebih cepat dan dapat

diperoleh besar deformasi yang terjadi. Selain lima parameter di atas, kondisi

tanah awal memiliki peran penting dalam masalah deformasi tanah.

Nilai rasio Poisson υ dalam pemodelan Mohr – Coulombdidapat dari

hubungannya dengan koefisien tekanan

=

�ℎ

(51)

dimana : υ

1−υ

=

�ℎ

�� (2.29)

Secara umum nilai υ bervariasi dari 0,3 sampai 0,4 namun untuk kasus –

kasus penggalian (unloading) nilai υ yang lebih kecil masih realistis.Nilai kohesi c

dan sudut geser ϕ diperoleh dari uji geser triaxial, atau diperoleh dari hubungan

empiris berdasarkan data uji lapangan. Sementara sudut dilatasi ψ digunakan

untuk memodelkan regangan volumetrik plastik yang bernilai positif. Pada tanah

lempung NC, pada umumnya tidak terjadi dilantasi (ψ = 0), sementara pada tanah

pasir dilantasi tergantung dari kerapatan dan sudut geser ϕ dimana ψ = ϕ – 30°.

Jika ϕ < 30° maka ψ = 0. Sudut dilatasi ψ bernilai negatif hanya bersifat realistis

jika diaplikasikan pada pasir lepas.

2. Model Tanah Lunak (Soft Soil)

Seperti pada pemodelan Mohr – Coulomb, batas kekuatan tanah

dimodelkan dengan parameter kohesi (c), sudut geser dalam tanah (ϕ), dan sudut

dilantasi (ψ). Sedangkan untuk kekakuan tanah dimodelkan menggunakan

parameter λ*

dan k*, yang merupakan parameter kekakuan yang didapatkan dari

uji triaksial maupun oedometer.

λ∗ = ��

2.3(1+� ) (2.30)

=

2�

(52)

Model Soft Soil ini dapat memodelkan hal – hal sebagai berikut :

- Kekakuan yang berubah bersama dengan tegangan (Stress Dependent

Stiffness)

- Membedakan pembebanan primer (primary loading) terhadap unloading –

preloading

- Menghitung tegangan pra – konsolidasi.

II.4.4.5. Parameter-Parameter yang Digunakan pada Program Plaxis

Model tanah yang dipilih adalah model Mohr – Coulomb, dimana perilaku

tanah dianggap elastic dengan parameter yang dibutuhkan yaitu :

1. Modulus Young ( E )

Modulus elastisitas, E (stiffness modulus) digunakan pendekatan terlebih

dahulu dengan memperoleh Modulus Geser Tanah (G), sehingga nilai E dapat

diperoleh melalui persamaan :

E = 2 G (1 + υ ) (2.32)

Terdapat beberapa usulan nilai E yang diberikan oleh peneliti, diantaranya

pengujian sondir yang dilakukan oleh DeBeer (1965) dan Webb (1970)

memberikan korelasi antara tahanan kerucut qc dan E sebagai berikut :

E = 2 qc ( dalam satuan kg/cm2 ) (2.33)

Bowles memberikan persamaan yang dihasilkan dari pengumpulan data

sondir, sebagai berikut :

E = 3 qc (untuk pasir) (2.34)

E = 2 – 8 qc (untuk lempung) (2.35)

(53)

Nilai perkiraan modulus elastisitas dapat diperoleh dengan pengujian SPT

(Standard Penetration Test). Nilai modulus elastis yang dihubungkan dengan nilai

SPT, sebagai berikut

� = 6(�+ 5)� ��⁄ 2 (untuk pasir berlempung) (2.36)

� = 10(�+ 15)� ��⁄ 2 (untuk pasir) (2.37)

Tabel 2.9 Korelasi N-SPT dengan modulus elastisitas pada tanah pasir

Subsurface Sumber : (Schmertman, 1970)

Tabel 2.10 Korelasi N-SPT dengan modulus elastisitas pada tanah lempung

(54)

Tabel 2.11 Nilai Perkiraan Modulus Elastisitas Tanah

Poisson ratio sering dianggap sebesar 0,2 – 0,4 dalam pekerjaan –

pekerjaan mekanika tanah. Nilai sebesar 0,5 biasanya dipakai untuk tanah jenuh

dan nilai 0 sering dipakai untuk tanah kering dan tanah lainnya untuk kemudahan

perhitungan.

Tabel 2.12 Hubungan Jenis Tanah, konsistensi dan Poisson’s Ratio (μ)

Soil Type Description μ

(55)

3. Berat Jenis Tanah Kering (

γ

dry )

Berat jenis tanah kering adalah perbandingan antara berat tanah kering

dengan satuan volume tanah. Berat jenis tanah kering dapat diperoleh dari data

Soil Test dan Direct Shear.

4. Berat Jenis Tanah Jenuh (

γsat

)

Berat jenis tanah jenuh adalah perbandingan antara berat tanah jenuh dengan

volume tanah. Dimana ruang porinya terisi penuh dengan air.

���

=

��+ �

1+�

� �

� (2.38)

dimana :

Gs : Spesific Gravity

e :Angka Pori

γw

:

Berat Isi Air

5. Sudut Geser Dalam (ϕ)

Sudut geser dalam tanah dan kohesi merupakan faktor dari kuat geser

tanah yang menentukan ketahanan tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang

bekerja pada tanah. Deformasi dapat terjadi akibat adanya kombinasi keadaan

kritis dari tegangan normal dan tegangan geser. Nilai dari sudut geser dalam tanah

didapat dari engineering properties tanah, yaitu dengan triaxial test dan direct

(56)

6. Kohesi (c)

Kohesi merupakan gaya tarik menarik antar partikel tanah. Nilai dari kohesi

didapat dari engineering properties, yaitu dengan triaxial test dan direct shear

test.

7. Permeabilitas (k)

Berdasarkan persamaan Kozeny – Carman, nilai permeabilitas untuk setiap

lapisan tanah dapat dicari dengan menggunakan rumus :

� = �3

1+� (2.39)

Untuk tanah yang berlapis – lapis harus dicari nilai permeabilitas untuk

arah vertikal dan horizontal dapat dicari dengan rumus :

�� = �1 �

k : koefisien permeabilitas

kv : koefisien permeabilitas arah vertikal

(57)

Nilai koefisien permeabilitas tanah dapat ditentukan berdasarkan jenis

tanah tersebut seperti pada Tabel 2.13 berikut ini :

Tabel 2.13 Nilai Koefisien Permeabilitas Tanah

Jenis Tanah K

cm/dtk ft/mnt

Kerikil bersih 1,0 - 100 2,0 - 200

Pasir kasar 1,0 – 0,01 2,0 – 0,02

Pasir halus 0,01 – 0,001 0,02 – 0,002

Lanau 0,001 – 0,00001 0,002 – 0,00002

Lempung < 0,000001 < 0,000002

Sumber : ( Braja M. Das, 1995)

II.4.5. Kapasitas Daya Dukung Lateral Pondasi Tiang Pancang

Beban lateral yang bekerja pada tiang pancang tunggalmerupakan suatu

kasus dalam perencanaan pondasi dalam dimana interaksi antara elemen bangunan

agak kaku dengan tanah, yang mana dapat diasumsikan berdeformasi sebagai

elastis ataupun plastis.

Tiang yang dipancang secara vertikal akan menanggung beban

lateral/horizontal dengan memanfaatkan tahanan tanah pasif yang berada di

sekitarnya. Pendistribusian tegangan tanah pasif akibat beban lateral akan

mempengaruhi kekakuan tiang, kekakuan tanah dan kondisi ujung tiang. Secara

(58)

dapat berinteraksi dan berotasi akibat beban geser dan/atau momen maka tiang

tersebut dapat dikatakan berkepala bebas (free head). Sedangkan jika kepala tiang

hanya bertranslasi maka disebut dengan kepala jepit (fixed head). Menurut

McNulty (1956), tiang yang disebut berkepala jepit (fixed head) adalah tiang yang

ujung atasnya terjepit dalam pile cap paling sedikit sedalam 60 cm, sedangkan

tiang berkepala bebas (free head) adalah tiang yang ujung atasnya tidak terjepit ke

dalam pile cap atau setidaknya terjepit kurang dari 60 cm.

Beban lateral yang diijinkan pada pondasi tiang diperoleh berdasarkan salah

satu dari dua kriteria berikut :

• Beban lateral ijin ditentukan dengan membagi beban ultimit dengan

suatu faktr keamanan.

• Beban lateral ditentukan berdasarkan defleksi maksimum yang

diijinkan.

Metode analisis yang dapat digunakan adalah :

• Metode Broms (1964)

• Metode Brinch Hansen (1961)

(59)

Gambar 2.19 Tiang Panjang Dikenai Beban Lateral (Broms, 1964)

Tabel 2.14 Nilai-nilai nh untuk Tanah Granuler (c = 0)

Kerapatan relatif (Dr) Tak padat Sedang Padat

Interval nilai A 100-300 300 - 1000 1000 - 2000

Nilai A dipakai 200 600 1500

nh pasir terendam air (kN/m3)

Terzaghi 1386 4850 11779

Reese dan Matlock (1956) Davisson – Prakash (1963)

Lempung terkonsolidasi normal

organik

111 - 277 111 - 831

Peck dan Davidsson (1962) Davidsson (1970)

Gambut 55

27,7 - 111

Davidsson (1970) Wilson dan Hilts (1967)

Loess 8033 - 11080 Bowles (1968)

Dari nilai-nilai faktor kekakuan R dan T yang telah dihitung, Tomlinson

(1977) mengusulkan kriteria tiang kaku (tiang pendek) dan tiang elastis (tiang

panjang) yang dikaitkan dengan panjang tiang yang tertanam dalam tanah (L).

Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.16. Batasan ini terutamadigunakan untuk

(60)

Tabel 2.16 Kriteria Tiang Kaku dan Tiang Tidak Kaku (Porous, 1964)

Tipe Tiang

Modulus tanah (K) bertambah dengan

kedalaman

Modulus tanah (K) konstan

Kaku L ≤ 2T L ≤ 2R

Tidak Kaku L≤ 4T L≤ 3,5R

II.4.5.1.Hitungan Tahanan Daya Dukung Lateral Ultimit

Pondasi tiang pancang sering dirancang dengan memperhitungkan beban

lateral atau horizontal, misalnya beban angin. Gaya lateral yang harus didukung

pondasi tiang pancang tergantung pada struktur bangunan atas yang mengirim

gaya lateral tersebut ke kolom bagian bawah. Apabila tiang dipasang secara

vertikal dan dirancang untuk mendukung gaya horizontal yang cukup besar, maka

bagian atas dari tanah pendukung harus mampu menahan gaya tersebut sehingga

tiang-tiang tidak mengalami gerakan horizontal yang membahayakan bangunan.

Derajat reaksi tanah tergantung pada :

a. Kekuatan tiang

b. Kekakuan tanah

c. Kekakuan ujung tiang

Hal pertama yang harus kita lakukan dalam menghitung kapasitas lateral

(61)

atau tiang pendek. Hal tersebut dilakukan dengan menentukan faktor kekakuan

tiang R dan T.

Untuktanah lempung terkonsolidasi normal (normally consolidated) dan

tanah granuler, modulus tanah dapat dianggap bertambah secara linier dengan

kedalamannya (semakin ke bawah semakin besar). Faktor kekakuan untuk

modulus tanah yang tidak konstan (T) dinyatakan oleh persamaan :

T= ��� .��

�ℎ �

1 5

(2.41)

(sumber : Hardiaytmo, 2002)

dimana :

Ep = modulus elastik tiang (MPa)

Ip = momen inersia tiang (m4)

�ℎ = koefisien variasi modulus tanah berdasarkan Tabel 2.14 dan 2.15

II.4.5.2. Kapasitas Lateral Ultimit TiangPancang dengan MetodeBrooms

1. Tiang Dalam Tanah Kohesif

Broms mengusulkan cara pendekatan sederhana untuk mengestimasi

distribusi tekanan tanah yang menahan tiang dalam lempung, yaitu tahanan tanah

dianggap sama dengan nol di permukaan tanah sampai kedalaman 1,5d dan

(62)

a. Tiang Ujung Bebas

Untuk tiang panjang, tahanan tiang terhadap gaya lateral akan ditentukan

oleh momen maksimum yang dapat ditahan tiang itu sendiri (My). Untuk tiang

pendek, tahanan tiang terhadap gaya lateral lebih ditentukan oleh tahanan tanah di

sekitar tiang. Pada Gambar 2.14 dapat dijelaskan bahwa f mendefinisikan letak

momen maksimum, dimana pada titik ini gaya lintang pada tiang sama dengan

nol.

�= ��

9�� (2.42)

dan

����� = ��(�= 1,5�+ 0,5�) (2.43)

Gambar 2.20 Mekanisme Keruntuhan pada Tiang Ujung Bebas pada Tanah

Kohesif menurut Broms (a) Tiang Pendek (b) Tiang Panjang

(63)

b. Tiang Ujung Jepit

Pada tiang ujung jepit, Brooms menganggap bahwa momen yang terjadi

pada tubuh tiang yang tertanam di dalam tanah sama dengan momen yang terjadi

di ujung atas tiang yang terjepit oleh pile cap.

(a)

(b)

Gambar 2.21 Tiang Ujung Jepit pada Tanah Kohesif

(a) Tiang Pendek (b) Tiang Panjang (Broms, 1964)

Untuk tiang panjang, tahanan ultimit tiang terhadap beban lateral dapat

dihitung dengan persamaan :

�� = 1,52+0,5 (2.44)

Sedangkan untuk tiang pendek, Hu dapat dicari dengan persamaan :

�� = 9��� ( � −1,5�) (2.45)

(64)

(a)

(b)

Gambar 2.22 Grafik Tahanan Lateral Ultimit TiangPada Tanah Kohesif

(a) Tiang Pendek (b) Tiang Panjang (Broms, 1964)

2. Tiang Dalam Tanah Granuler

Untuk tiang dalam tanah granuler (c = 0), Brooms (1964) berasumsi

sebagai berikut :

1.) Tekanan tanah aktif yang bekerja di belakang tiang diabaikan

2.) Distribusikan tekanan tanah pasif di sepanjang tiang bagian depan

sama dengan tiga kali tekanan tanah pasif Rankine

3.) Bentuk penampang tiang tidak berpengaruh terhadap tekanan tanah

ultimit atau tahanan tanah lateral

4.) Tahanan lateral sepenuhnya termobilisasi pada gerakan tiang yang

(65)

Distribusi tekanan tanah dinyatakan oleh persamaan :

�� = 3���� (2.47)

dimana :

�� = tahanan tanah ultimit (ton)

�� = tekanan overburden efektif (ton)

�� = ���2(450+ �2)

� = sudut geser dalam efektif

1. Tiang Ujung Bebas

Untuk tiang pendek, tiang dianggap berotasi di dekat ujung bawah

tiang. Tekanan yang terjadi di tempat ini dianggap dapat digantikan oleh gaya

terpusat yang bekerja pada ujung bawah tiang.

�� =0.5 �� �

3

�+� (2.48)

Momen maksimum terjadi pada jarak f di bawah permukaan tanah,

dimana :

�� = 1,5 �����2 (2.49)

� = 0,82 �����

�� (2.50)

(66)

Gambar 2.23 Tiang Ujung Bebas pada Tanah Granuler menurut Broms (a) Tiang Pendek, (b) Tiang Panjang(Broms,1964)

2. Tiang Ujung Jepit

Untuk tiang ujung jepit yang kaku (tiang pendek), keruntuhan tiang akan

berupa translasi, beban lateral ultimit dinyatakan oleh :

(67)

Gambar 2.24 Tiang Ujung Jepit dalam Tanah Granuler menurut Broms (a) Tiang pendek (b) Tiang Panjang (Broms, 1964)

Sedangkan untuk tiang ujung jepit yang tidak kaku (tiang panjang),

dimana momen maksimum mencapai My di dua lokasi (Mu+ = Mu-) maka Hu

dapat diperoleh dari persamaan :

�� = 2�� �+0,54 ��

�� ��

(2.53)

(a)(b)

Gambar 2.25 Grafik Tahanan Lateral Ultimit Tiang pada Tanah Granuler (a) Tiang Pendek, (b) Tiang Panjang

(68)

II.4.6. Kapasitas Daya Dukung dan Efisiensi Tiang Pancang Kelompok

Pada umunya pemasangan pondasi tiang pancang di lapangan dibuat secara

berkelompok/grup. Biasanya tiang pancang akan dipasang secara relatif

berdekatan dan diikat menjadi satu di bagian atasnya dengan menggunakan pile

cap. Untuk menghitung nilai kapasitas dukung kelompok tiang, ada beberapa hal

yang harus diperhatikan terlebih dahulu, yaitu jumlah tiang dalam satu kelompok,

jarak tiang, dan susunan tiang . Kelompok tiang dapat dilihat pada Gambar 2.20

berikut ini :

Gambar 2.26 Tiang Pancang Kelompok

a. Jumlah Tiang (n)

Untuk menentukan jumlah tiang yang akan dipasang didasarkan beban yang

bekerja pada pondasi dan kapasitas dukung ijin tiang, maka rumus yang dipakai

adalah sebagai berikut ini.

n =

Qa (2.54)

P

Dimana :

P = beban yang bekerja (ton)

(69)

b. Jarak Antar Tiang (s)

Jarak antar tiang pancang di dalam kelompok tiang sangat mempengaruhi

perhitungan kapasitas dukung dari kelompok tiang tersebut. Untuk bekerja

sebagai kelompok tiang, jarak antar tiang yang dipakai adalah menurut peraturan

– peraturan bangunan pada daerah masing – masing. Pada prinsipnya jarak tiang

(S) makin rapat, ukuran pile cap makin kecil dan secara tidak langsung biaya

lebih murah. Tetapi bila pondasi dalam memikul beban momen maka jarak tiang

perlu diperbesar yang berarti menambah atau memperbesar tahanan momen.

Biasanya jarak antara 2 tiang dalam kelompok diisyaratkan minimum 0,60 m dan

maksimum 2,00 m. Ketentuan ini berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan

sebagai berikut :

Bila S < 2,5 D, kemungkinan tanah di sekitar kelompok tiang akan naik

terlalu berlebihan karena terdesak oleh tiang-tiang yang dipancang terlalu

berdekatan. Hal ini juga akan mengakibatkan terangkatnya tiang-tiang di

sekitarnya yang telah dipancang terlebih dahulu. Apabiila S > 3 D maka tidak

ekonomis, karena akan memperbesar ukuran/dimensi dari poer (footing) ataupun

pile cap.

Pada perencanaan pondasi tiang pancang biasanya setelah jumlah tiang

pancang dan jarak antara tiang-tiang pancang yang diperlukan kita tentukan, maka

kita dapat menentukan luas pile cap yang diperlukan untuk tiap-tiap kolom portal.

Bila ternyata luas poer total yang diperlukan lebih kecil dari pada setengah luas

bangunan, maka bisa menggunakan pondasi setempat dengan pile cap di atas

Gambar

Gambar 2.2 Tiang Pancang Kayu
Gambar 2.4 Proses pembuatan Franki Pile
Gambar 2.5 Proses pembuatan Simplex Concrete Pile
Gambar 2.6 Proses pembuatan Base Driven Pile
+7

Referensi

Dokumen terkait

HELMINTHES PARASITIC (PARAMPHISTOMUM SP) INFECTION ON THE SUMATRAN ELEPHANTS IN ELEPHANT TRAINING CENTER WAY KAMBAS NATIONAL PARK LAMPUNG ( Dedi Candra, Diah Esti, Elisabeth Devi,

(Studi Eksperimen Kuasi pada Siswa Kelas VIII SMP 2 Pangkalanbaru Kabupaten Bangka Tengah, Tahun Pelajaran

UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2014 DAN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN KERINCI.. Urusan Pemerintahan : 1

Dalam penulisan ini, penulis mencoba membuat aplikasi permainan komputer sederhana yaitu Permainan Konsentrasi Sederhana dengan menggunakan Turbo Pascal 7.1 yang diharapkan

Submitted to Language Education Faculty as a partial Fulfillment of the Requirement for the Degree

Penulisan ilmiah ini membahas tentang bagaimana membuat sebuah animasi walkthrough dimana memanfaatkan replika tiga dimensi sebuah gedung yang kemudian dianimasikan dengan

Types of Authentic Materials are Commonly Used by The Pre-service Teacher at EED of UMY during Their Teaching Practice. The Significances of Using Authentic Materials in The

Membagi peserta didik dalam kelompok (jika memungkinkan) untuk melakukan pengamatan gambar yang tersedia pada buku teks pelajaran atau sumber lain yang