BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Pendahuluan
Dalam perencanaan pondasi untuk suatu konstruksi dapat digunakan beberapa
macam tipe pondasi. Pemilihan tipe pondasi ini didasarkan atas :
- fungsi bangunan atas (upper structure) yang akan dipikul oleh pondasi
tersebut.
- besarnya beban dan berat bangunan atas.
- keadaan tanah dimana bangunan tersebut akan didirikan.
- biaya pondasi dibandingkan dengan bangunan atas.
Dari beberapa macam tipe pondasi yang umum digunakan salah satu
diantaranya adalah pondasi tiang pancang. Pemakaian pondasi tiang pancang
dipergunakan pada suatu bangunan apabila tanah dasar di bawah bangunan
tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk
memikul berat bangunan beserta beban di atasnya, atau apabila tanah keras yang
mempunyai daya dukung cukup untuk memikul berat bangunan dan bebannya
terletak sangat dalam di bawah tanah.
Pondasi tiang pancang ini berfungsi untuk memindahkan atau
mentransferkan beban - beban dari konstruksi di atasnya (upper structure) ke
mengebor untuk penyelidikan tanah. Pada umumnya, tiang pancang dipancangkan
tegak lurus ke dalam tanah, tapi apabila diperlukan untuk dapat menahan gaya
horizontal maka tiang pancang akan dipancangkan miring (batter pile).
Tiang pancang saat ini banyak digunakan di Indonesia sebagai pondasi
bangunan, seperti jembatan, gedung bertingkat, pabrik atau gedung-gedung
industri, menara, dermaga, bangunan mesin-mesin berat, dan lain-lain. Bangunan
- bangunan tersebut merupakan konstruksi yang memiliki dan menerima beban
yang relatif berat. Penggunaan tiang pancang untuk konstruksi biasanya bertitik
tolak pada beberapa hal mendasar seperti anggapan adanya beban yang besar
sehingga pondasi dangkal jelas tidak dapat digunakan, kemudian jenis tanah pada
lokasi yang bersangkutan relatif lunak (lembek) sehingga pondasi dangkal tidak
ekonomis lagi untuk dipergunakan. Mengingat pembuatan pondasi tiang pancang
dibandingkan dengan pembuatan pondasi lain, pondasi ini mempunyai beberapa
keuntungan sebagai berikut :
1) Waktu pelaksanaannya relatif cepat.
2)Prosedur pelaksanaan tidak dipengaruhi oleh air tanah.
3)Kekuatan tiang yang dihasilkan dapat diandalkan karena tiang dibuat di
pabrik dengan pemeriksaan kualitas yang ketat.
4)Pelaksanaannya lebih mudah.
Pondasi tiang juga mempunyai kelemahan sebagai berikut :
1)Pemancangan sulit dilakukan apabila diameter tiang terlalu besar.
2)Harga pondasi tiang mahal.
3) Pada pelaksanaan pemancangan tiang menimbulkan getaran dan kebisingan
4) Bila panjang tiang pancang kurang, maka dilakukan penyambungan.
Penyambungan ini sulit dan memerlukan alat penyambung khusus.
II.2. Macam – Macam Tiang Pancang
A. Menurut cara pemindahan beban, tiang pancang dibagi 2 yakni :
1. Point bearing pile (End bearing pile)
Disebut juga tiang pancang dengan tahanan ujung dimana tiang ini
meneruskan beban melalui tahanan ujung ke lapisan tanah keras.
2. Friction pile
- Friction pile pada tanah dengan butir-butir tanah kasar (coarse grained)
dan sangat mudah dilalui oleh air (very permeable soil). Tiang ini
meneruskan beban ke tanah melalui gesekan kulit (skin friction). Pada
proses pemancangan tiang-tiang ini dalam suatu grup (kelompok) tiang
yang mana satu sama lainnya saling berdekatan akan menyebabkan
berkurangnya pori-pori tanah dan memadatkan (compact) tanah di antara
tiang-tiang tersebut dan tanah di sekeliling kelompok tiang tersebut. Oleh
karena itu tiang yang termasuk kategori ini disebut “Compaction Pile”.
- Friction pile pada tanah dengan butir-butir yang sangat halus (very fine
grained) dan sukar dilalui air. Tiang ini juga meneruskan beban ke tanah
melalui kulit (skin friction), akan tetapi pada proses pemancangan
kelompok tiang tidak menyebabkan tanah di antara tiang–tiang ini menjadi
B. Menurut bahan yang digunakan, tiang pancang dibagi 4 yakni :
1. Tiang pancang kayu
2. Tiang pancang beton
a. Precast reinforced concrete pile
b. Precast prestressed concrete pile
c. Cast in place
Pemakaian tiang pancang kayu ini adalah cara tertua dalam penggunaan tiang
pancang sebagai pondasi. Tiang kayu akan tahan lama dan tidak mudah busuk
apabila tiang kayu tersebut dalam keadaan terendam penuh di bawah muka air
tanah. Sesudah reruntuhan daripada menara, penggalian - penggalian
memperlihatkan bahwa tiang pancang dari kayu yang telah dipancangkan ratusan
tahun masih dalam keadaan yang baik. Tiang pancang dari kayu lebih cepat rusak
Sedangkan pengawetan serta pemakaian obat-obatan pengawet untuk kayu
hanya akan menunda atau memperlambat kerusakan daripada kayu, akan tetapi
tetap tidak akan dapat melindungi untuk seterusnya. Oleh karena alasan tersebut
maka pemakaian pondasi untuk bangunan-bangunan permanen (tetap) yang
didukung oleh tiang pancang kayu, maka puncak daripada tiang pancang tersebut
di atas harus selalu lebih rendah daripada ketinggian muka air tanah terendah.
Pada pemakaian tiang pancang dari kayu biasanya tidak diizinkan untuk menahan
beban lebih tinggi dari 25 - 30 ton untuk setiap tiang. Tiang pancang kayu ini
sangat cocok untuk daerah rawa dan daerah-daerah dimana sangat banyak terdapat
hutan kayu seperti di Kalimantan, sehingga mudah memperoleh balok/tiang kayu
yang panjang dan lurus dengan diameter yang cukup besar untuk digunakan
sebagai tiang pancang.
Keuntungan pemakaian tiang pancang kayu :
1. Tiang pancang dari kayu relatif ringan sehingga mudah dalam
pengangkutan.
2. Kekuatan tarik besar sehingga pada waktu pengangkatan untuk
pemancangan tidak menimbulkan kesulitan seperti misalnya pada tiang
pancang beton precast.
3. Mudah untuk pemotongan apabila tiang kayu ini sudah tidak dapat masuk
lagi ke dalam tanah.
4. Tiang pancang kayu ini lebih sesuai/baik untuk friction pile daripada untuk
Kerugian pemakaian tiang pancang kayu :
1. Karena tiang pancang jenis ini harus selalu terletak di bawah muka air
tanah yang terendah agar dapat tahan lama, maka kalau air tanah yang
terendah tersebut letaknya sangat dalam, hal ini akan menambah biaya
untuk penggalian.
2. Tiang pancang yang dibuat dari kayu mempunyai umur yang relatif kecil
dibandingkan tiang pancang yang dibuat dari baja ataupun beton, terutama
pada daerah yang tinggi air tanahnya sering naik dan turun.
3. Apabila pada waktu pemancangan pada tanah berbatu (gravel) ujung tiang
pancang kayu ini kurang lurus, maka pada waktu dipancangkan akan
menyebabkan penyimpangan terhadap arah yang telah ditentukan.
4. Tiang pancang kayu tidak tahan terhadap hal-hal yang menyebabkan
pembusukan, seperti jamur dan lain-lain.
Gambar 2.2 Tiang Pancang Kayu
2. Tiang Pancang Beton
A. Precast Reinforced Concrete Pile
Precast reinforced concrete pile adalah tiang pancang dari beton bertulang yang
dicetak dan dicor dalam acuan beton (bekisting), kemudian setelah cukup kuat
lalu diangkat dan dipancangkan seperti pada tiang pancang kayu. Karena tegangan
tarik beton sangatlah kecil dan praktis dianggap nol, sedangkan berat sendiri
daripada beton cukup besar, maka tiang pancang beton haruslah diberi
penulangan-penulangan yang cukup kuat untuk menahan momen lentur yang akan
timbul pada waktu pengangkatan dan pemancangan.
dengan dimensinya. Dalam perencanannya, panjang dari tiang pancang beton
precast ini harus dihitung dengan teliti, sebab kalau ternyata panjang tiang
pancang tidak sesuai dengan perencanaan, maka akan menjadi sulit karena harus
dilakukan penyambungan dan cukup memakan waktu.
Keuntungan pemakaian Precast reinfroced concrete pile :
1. Mempunyai tegangan tekan yang besar, tergantung dari mutu beton yang
direncanakan.
2. Dapat diperhitungkan baik sebagai “End Bearing Pile” maupun sebagai
“Friction Pile”.
3. Tiang pancang beton precast memiliki umur yang cukup lama, serta tahan
terhadap pengaruh air maupun bahan-bahan yang corrosive asalkan beton
dekking cukup tebal untuk melindungi tulangannya.
Kerugian pemakaian Precast reinforced concrete pile :
1. Diperlukan waktu yang cukup lama untuk menunggu sampai tiang beton
precast ini dapat digunakan.
2. Bila dilakukan pemotongan terhadap tiang, maka dalam pelaksanaannya
Gambar 2.3 Precast Reinforced Concrete Pile
Tabel 2.1 Nilai – nilai tipikal beban ijin tiang beton pracetak
Diameter Tiang (cm) Beban tiang maksimum (kN)
30 300– 700
35 350 – 850
40 450 – 1200
45 500 – 1400
50 700 – 1750
60 800 - 2500
Sumber : ( Hardiyatmo, 2002 )
B . Precast Prestressed Concrete Pile
Precast prestressed concrete pile adalah tiang pancang dari beton prategang
yang menggunakan baja penguat dan kabel kawat sebagai gaya prategangnya
Keuntungan pemakaian precast prestressed concrete pile:
1. Kapasitas beban pondasi yang dipikulnya tinggi.
2. Tiang pancang tahan terhadap karat.
3. Kemungkinan terjadinya pemancangan keras dapat terjadi
Kerugian pemakaian precast prestressed concrete pile:
C. Cast In Place
Tiang pancang tipe ini dilakukan pengecoran di lokasi pemancangan dengan
cara dibuatkan lubang terlebih dahulu dalam tanah dengan cara mengebor tanah
seperti pengeboran pada waktu penyelidikan tanah.
Metode ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
1. Dengan menggunakan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah,
kemudian diisi dengan beton dan ditumbuk sambil pipa baja tersebut
ditarik ke atas.
2. Menggunakan pipa baja yang dipancang ke dalam tanah, lalu diisi dengan
beton. Sedangkan pipa baja tersebut tetap tinggal di dalam tanah.
a. Franki – Pile
Tiang Franki merupakan salah satu tipe dari tiang beton bertulang yang
dicor setempat (cast in place). Adapun prinsip pelaksanaannya adalah sebagai
berikut :
1. Pipa baja yang pada ujung bawahnya disumbat dengan beton yang
dicor di dalam ujung pipa dan telah mengeras .
2. Dengan penumbuk yang jatuh bebas (drop hammer) sumbat beton
tersebut ditumbuk.
3. Beton terus ditumbuk sampai mencapai kedalaman yang
4. Masukkan tulangan ke dalam pipa baja, bila perlu dilakukan
penyambungan maka harus dilakukan pengelasan.
5. Lakukan pengecoran pada pondasi Franki, sambil perlahan-lahan pipa
baja di tarik ke atas.
Gambar 2.4 Proses pembuatan Franki Pile
b. Solid Point Pipe Piles (Closed-end Pile)
Tiang pancang tipe ini hampir sama dengan pondasi Franki, tapi memiliki
perbedaan antara lain :
1. Bahan yang digunakan sebagai tahanan ujungnya bukan beton,
melainkan besi tuang (cast iron)
2. Setelah pengecoran selesai dilakukan, pipa tidak ditarik keluar dan
tetap berada di dalam tanah.
a. Ujung tiang dari besi tuang (cast iron) dimasukkan ke dalam tanah,
kemudian pipa diletakkan di atasnya. Pada ujung atas pipa dipasang
topi kemudian pipa dipancang.
b. Pipa dipancang ke dalam tanah.
c. Setelah pipa mencapai kedalaman yang direncanakan pemancangan
dihentikan. Kemudian di dalam pipa tersebut diisi dengan beton. Jika
ingin melakukan penyambungan maka dilakukan dengan cast-steel
drive sleeve. Penyambungan dapat juga dilakukan dengan sambungan
las. Tiang tipe ini dapat diperhitungkan sebagai end bearing pile
maupun friction pile.
Keuntungannya antara lain adalah ringan dalam pengangkutan (transport)
dan pengangkatan, mudah dalam proses pemancangan, dan kekuatan tekan yang
cukup besar.
c. Raymond Concrete Pile
Tiang Raymond termasuk salah satu tipe dari tiang pancang beton yang dicor
setempat (cast in place) dengan ujung bawah diameternya makin kecil (runcing).
Karena itu untuk panjang tiang yang relatif pendek akan menghasilkan tekanan
yang lebih besar dibandingkan dengan tiang yang prismatis (diameter konstan
sepanjang tiang). Tiang Raymond ini terdiri dari pipa shell yang tipis tebuat dari
baja dengan diberi alur berspiral sepanjang pipa.
d. Simplex Concrete Pile
Tiang ini dapat dipancang melalui tanah yang lembek (kurang compact)
beton langsung menekan tanah di sekitarnya karena itu tanah harus cukup kuat.
Adapun prinsip pelaksanaan tiang Simplex Concrete ini adalah :
1. Pipa dipancang dengan ujung bawah diberi sepatu baja sampai mencapai
kedalaman yang direncanakan.
2. Setelah cukup kemudian pipa dicor beton sambil pipa ditarik ke atas.
Kalau tanah di sekeliling tiang kurang kuat, maka dalam pipa dimasukkan
shell pipa tipis sebelum kita cor ke dalam pipa. Baru setelah shell tipis
dimasukkan beton dicor ke dalam shell tersebut.
3. Setelah pipa ditarik ke atas dan tiang simplex selesai dipancang. Tiang ini
dapat digunakan baik sebagai “End Bearing Pile” maupun sebagai
“Friction Pile”.
Gambar 2.5 Proses pembuatan Simplex Concrete Pile
Termasuk ke dalam jenis tiang yang dicor setempat (cast in place)
dengan pipa baja (casing) yang tetap tinggal dalam tanah. Casing atau pipa baja
yang terbuat dari plat yang dilas berbentuk pipa. Diameter dari pipa ini biasanya
10 inch sampai 28 inch (25cm- 70 cm). Panjang tiang dapat ditambah dengan
cara dilas. Pada ujung pipa diberi sepatu dan sumbat beton yang dicor terlebih
dahulu seperti halnya pada tiang Franki.
Gambar 2.6 Proses pembuatan Base Driven Pile
B.3. Tiang Pancang Baja
Jenis-jenis tiang bajaini biasanya berbentuk H yang digiling atau
merupakan tiang pipa. Tiang H adalah tiang pancang yang memiliki perpindahan
volume yang kecil karena daerah penampangnya tidak terlalu besar. Pondasi tiang
H mempunyai suatu keuntungan kekakuan yang memadai yang mana tiang H ini
Sambungan-sambungan dalam tiang baja dibuat dengan cara yang sama
seperti dalam kolom-kolom baja, yaitu dengan mengelas atau dengan pemakaian
baut. Kecuali untuk proyek-proyek kecil yang hanya membutuhkan sedikit
pondasi tiang, saat ini kebanyakan sambungan (splices) dibuat dengan
penyambung-penyambung sambungan yang telah dibuat terlebih dahulu.
Tingkat karat pada tiang baja berbeda-beda terhadap tekstur tanah, panjang
tiang yang berada dalam tanah dan kelembaban tanah. Pada umumnya tiang baja
akan berkarat di bagian atas yang dekat dengan permukaan tanah. Hal ini akan
disebabkan aerated condition (keadaan udara pada pori-pori tanah) pada lapisan
tanah tersebut dan adanya bahan-bahan organik dari air tanah. Hal ini dapat
ditanggulangi dengan memoles tiang baja dengan ter (coaltar) atau dengan sarung
beton sekurang-kurangnya 20” ( ± 50 cm ) dari muka air terendah. Selain itu,
karat pada bagian tiang yang terletak di atas tanah akibat udara (atmosphere
corrosion) dapat dicegah dengan pengecatan seperti pada konstruksi baja biasa.
4. Tiang Pancang Komposit
Tiang komposit adalah pondasi tiang yang terdiri dari dua bahan yang
berbeda yang bekerja bersama-sama sehingga menjadi satu kesatuan. Terkadang
pondasi tiang terbentuk dengan menghubungkan bagian atas dan bagian bawah
tiang dengan bahan yang berbeda, misalnya bahan beton di atas muka air tanah
dan bahan kayu tanpa perlakuan apapun di sebelah bawahnya. Berikut adalah
beberapa jenis tiang pancang komposit :
A). Water Proofed Steel and Wood Pile.
Tiang ini terdiri dari tiang pancang kayu untuk bagian yang di bawah
permukaan airtanah sedangkan bagian atas adalah beton. Kita telah mengetahui
bahwa kayu akan tahan lama/awet bila terendam air, karena itu bahan kayu disini
diletakan di bagian bawah yang mana selalu terletak dibawah air tanah.
Kelemahan tiang ini adalah pada tempat sambungan apabila tiang pancang ini
menerima gaya horizontal yang permanen. Adapun cara pelaksanaanya secara
singkat sebagai berikut:
a. Casing dan core ( inti ) dipancang bersama-sama dalam tanah hingga
mencapaikedalaman yang telah ditentukan untuk meletakkan tiang
pancang kayu tersebut dan ini harus terletak dibawah muka air tanah
yang terendah.
b. Kemudian core ditarik keatas dan tiang pancang kayu dimasukan dalam
c.Secara mencapai lapisan tanah keras pemancangan dihentikan dan core
ditarik keluar dari casing. Kemudian beton dicor kedalam casing sampai
penuh terus dipadatkan dengan menumbukkan core ke dalam casing.
B). Composite Dropped in – Shell and Wood Pile
Tipe tiang ini hampir sama dengan tipe diatas hanya bedanya di sini
memakai shell yang terbuat dari bahan logam tipis permukaannya diberi alur
spiral. Secara singkat pelaksanaanya sebagai berikut:
a) Casing dan core dipancang bersama-sama sampai mencapai kedalaman
yang telah ditentukan di bawah muka air tanah.
b) Setelah mencapai kedalaman yang dimaksud core ditarik keluar dari
casing dan tiang pancang kayu dimasukkan dalam casing terus dipancang
sampai mencapai lapisan tanah keras. Pada pemancangan tiang pancang
kayu ini harus diperhatikan benar-benar agar kepala tiang tidak rusak atau
pecah.
c) Setelah mencapai lapisan tanah keras core ditarik keluar lagi dari casing.
d) Kemudian shell berbentuk pipa yang diberi alur spiral dimasukkan ke
dalam casing. Pada ujung bagian bawah shell dipasang tulangan berbentuk
sangkar yang mana tulangan ini dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat
masuk pada ujung atas tiang pancang kayu tersebut.
e) Beton kemudian dicor kedalam shell. Setelah shell cukup penuh dan padat
casing ditarik keluar sambil shell yang telah terisi beton tadi
Dasar pemilihan tiang composite tipe ini adalah:
1. Lapisan tanah keras dalam sekali letaknya sehingga tidak memungkinkan
untuk menggunakan cast in place concrete pile, sedangkan kalau
menggunakan precast concrete pile terlalu panjang, akibatnya akan susah
dalam transport dan mahal.
2. Muka air tanah terendah sangat dalam sehingga bila menggunakan tiang
pancang kayu akan memerlukan galian yang cukup dalam agar tiang
pancang kayu tersebut selalu berada dibawah permukaan air tanah
terendah.
Adapun prinsip pelaksanaan tiang composite ini adalah sebagai berikut:
a.Casing baja dan core dipancang bersama-sama dalam tanah sehinggasampai
padakedalaman tertentu ( di bawah muka air tanah ).
b. Core ditarik keluar dari casing dan tiang pancang kayu dimasukkan casing
terus dipancang sampai kelapisan tanah keras.
c. Setelah sampai pada lapisan tanah keras core dikeluarkan lagi dari casing
dan beton sebagian dicor dalam casing. Kemudian core dimasukkan lagi
dalam casing.
d. Beton ditumbuk dengan core sambil casing ditarik ke atas sampai jarak
tertentu sehingga terjadi bentuk beton yang menggelembung seperti bola
diatas tiang pancang kayu tersebut.
e. Core ditarik lagi keluar dari casing dan casing diisi dengan beton lagi
Kemudian beton ditekan dengan core kembali sedangkan casing ditarik
keatas sampai keluar dari tanah.
f. Tiang pancang composite telah selesai
Tiang pancang composit seperti ini sering dibuat oleh The Mac Arthur
Concrete Pile Corp.
D). Composite Dropped – Shell and Pipe Pile
Dasar pemilihan tipe tiang seperti ini adalah:
1. Lapisan tanah keras letaknya terlalu dalam bila digunakan cast in place
concrete.
2. Muka air tanah terendah terlalu dalam kalau digunakan tiang composit
yang bagian bawahnya terbuat dari kayu.
Cara pelaksanaan tiang tipe ini adalah sebagai berikut:
a. Casing dan core dipasang bersama-sama sehingga casing seluruhnya
masuk dalam tanah. Kemudian core ditarik.
b. Tiang pipa baja dengan dilengkapi sepatu pada ujung bawah dimasukkan
dalam casing terus dipancang dengan pertolongan core sampai ke tanah
keras.
d.Kemudian shell yang beralur pada dindingnya dimasukkan dalam casing
hingga bertumpu pada penumpu yang terletak diujung atas tiang pipa baja,
bila diperlukan pembesian maka besi tulangan dimasukkan dalam shell
dan kemudian beton dicor sampai padat.
e. Shell yang telah terisi dengan beton ditahan dengancore sedangkan casing
ditarik keluar dari tanah. Lubang disekeliling shell diisi dengan tanah atau
pasir. Variasi lain pada tipe tiang ini dapat pula dipakai tiang pemancang
baja H sebagai ganti dari tiang pipa.
E). Franki Composite Pile
Prinsip tiang ini hampir sama dengan tiang Franki biasa hanya bedanya disini
pada bagian atas dipergunakan tiang beton precast biasa atau tiang profil H dari
baja.
Adapun cara pelaksanaan tiang komposit ini adalah sebagai berikut:
a. Pipa dengan sumbat beton dicor terlebih dahulu pada ujung bawah pipa
baja dipancang dalam tanah dengan drop hammersampai pada tanah
keras. Cara pemasangan ini sama seperti pada tiang Franki biasa.
b. Setelah pemancangan sampai pada kedalaman yang telah direncanakan,
pipa diisi lagi dengan beton dan terus ditumbuk dengan drop hammer
sambil pipa ditarik lagi ke atas sedikit sehingga terjadi bentuk beton
seperti bola.
c. Setelah tiang beton precast atau tiang baja H masuk dalam pipa sampai
d. Rongga disekitar tiang beton precast atau tiang baja H diisi dengan kerikil
ataupasir.
II.3. Penyelidikan Tanah (Soil Investigation)
Penyelidikan tanah merupakan fase awal dalam desain konstruksi sipil, seperti
contohnya dalam perencanaan pondasi, pemadatan timbunan, bendungan maupun
kestabilan lereng. Secara umum maksud dari pekerjaan penyelidikan tanah adalah
untuk mendapatkan data teknis atau parameter tanah yang dapat mewakili kondisi
tanah setempat untuk digunakan sebagai parameter desain.
Penyelidikan tanah (soil investigation) adalah proses pengambilan contoh
(sample) tanah yang bertujuan untuk menyelidiki karakteristik tanah tersebut.
Dalam mendesain pondasi, penting bagi para engineer untuk mengetahui sifat
setiap lapisan tanah, (seperti berat isi tanah, daya dukung, ataupun daya rembes),
dan juga ketinggian muka air tanah. Oleh sebab itu, soil investigation adalah
pekerjaan awal yang harus dilakukan sebelum memutuskan akan menggunakan
jenis pondasi dangkal atau pondasi dalam.
Aspek-aspek yang ingin diketahui dan didapatkan dari penyelidikan tanah. antara
lain :
1. Jenis dan profil lapisan tanah atau batuan secara visual dan terperinci.
2. Kedalaman tanah keras (hard/dense soil) dan daya dukungnya.
3. Level muka air tanah (ground water level).
5. Analisa teknis yang menghasilkan rekomendasi desain untuk jenis pondasi
yang akan digunakan, termasuk daya dukung pondasi dangkal, daya
dukung pondasi dalam dan penurunan.
6. Menentukan besarnya tekanan tanah terhadap dinding penahan tanah atau
pangkal jembatan (abutment).
7. Analisis teknis yang menghasilkan rekomendasi desain
pemadatan/penimbunan.
8. Menyelidiki keamanan suatu struktur bila penyelidikan dilakukan pada
bangunan yang telah ada sebelumnya.
9. Pada konstruksi jalan raya dan irigasi, penyelidikan tanah berguna untuk
menentukan letak-letak saluran, gorong-gorong, pennetuan lokasi dan
macam bahan timbunan.
Ada dua jenis penyelidikan tanah yang biasa dilakukan, yaitu penyelidikan
di lapangan(in situ) dan penyelidikan di laboratorium (laboratory test). Adapun
jenis penyelidikan di lapangan, seperti pengeboran (hand boring ataupun machine
boring), Standard Penetration Test (SPT), dan Cone Penetrometer Test (sondir).
Sedangkanjenis penyelidikan di laboratorium terdiri dari uji index properties
tanah (Atterberg Limit, Water Content, Spesific Gravity, Sieve Analysis) dan
engineering properties tanah (Direct Shear Test, Triaxial Test, Consolidation Test,
dan lain-lain ).
Contoh tanah ( soil sampling ) yang didapatkan sebagai hasil penyelidikan
tanah ini, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
Suatu contoh tanah dikatakan tidak terganggu apabila contoh tanah itu
dianggap masih menunjukkan sifat-sifat asli tanah tersebut. Sifat asli yang
dimaksud adalah contoh tanah tersebut tidak mengalami perubahan pada
strukturnya, kadar air, atau susunan kimianya. Contoh tanah seperti ini
tidaklah mungkin bisa didapatkan, akan tetapi dengan menggunakan
teknik – teknik pelaksanaan yang baik, maka kerusakan – kerusakan pada
contoh tanah tersebut dapat diminimalisir. Undisturbed soil digunakan
untuk percobaan engineering properties.
b. Contoh tanah terganggu ( Disturbed Soil )
Contoh tanah terganggu adalah contoh tanah yang diambil tanpa adanya
usaha – usaha tertentu untuk melindungi struktur asli tanah tersebut.
Disturbed soil digunakan untuk percobaan uji index properties tanah.
II.3.1. Cone Penetrometer Test ( Sondering Test )
Pengujian CPT atau sering disebut dengan sondir adalah proses memasukkan
suatu batang tusuk dengan ujung berbentuk kerucut bersudut 60° dan luasan ujung
1,54 inch2 ke dalam tanah dengan kecepatan tetap 2 cm/detik. Dengan pembacaan
manometer yang terdapat pada alat sondir tersebut, kita dapat mengukur besarnya
kekuatan tanah pada kedalaman tertentu.Penyelidikan sondir dilakukan
berdasarkan standar ASTM D 3441.
a. Sondir ringan, dengan kapasitas 2 ton. Sondir ringan digunakan untuk
mengukur tekanan konus sampai 150 kg/cm2 atau penetrasi konus telah
mencapi kedalaman 30 m.
b. Sondir berat, dengan kapasitas 10 ton. Sondir berat digunakan untuk
mengukur tekanan konus sampai 500 kg/cm2 atau penetrasi konus telah
mencapai kedalaman 50 m.
Ada dua tipe ujung konus pada sondir mekanis :
1 Konus biasa, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan biasanya
digunakan pada tanah yang berbutir kasar dimana besar perlawanan
lekatnya kecil ;
2 Bikonus, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan hambatan
lekatnya dan biasanya digunakan untuk tanah berbutir halus.Tahanan
ujung konus dan hambatan lekat dibaca setiap kedalaman 20 cm.
(Sosrodarsono & Nakazawa, 2005)
Cara pembacaan sondir dilakukan secara manual dan bertahap, yaitu dengan
mengurangihasil pengukuran (pembacaan manometer) kedua terhadap
pengukuran (pembacaan manometer) pertama. Pembacaan sondir akan dihentikan
apabila pembacaan manometer mencapai > 150 kg/cm2 (untuk sondir ringan)
sebanyak tiga kali berturut-turut.
Dari hasil test sondir ini didapatkan nilai jumlah perlawanan ( JP ) dan nilai
perlawanan konus (PK), sehingga hambatan lekat (HL) didapatkan dengan
menggunakan rumus
1. Hambatan Lekat ( HL )
��= (�� − ��) ×�
�
2. Jumlah Hambatan Lekat ( JHL )
���� = ∑0���
Dimana :
PK = Perlawanan penetrasi konus ( qc ) (kg/cm2)
JP = Jumlah perlawanan ( perlawanan ujung konus + selimut )
A = Interval pembacaan ( setiap pembacaan 20 cm )
B = Faktor alat = luas konus / luas torak = 10 cm
i = Kedalaman lapisan tanah yang ditinjau ( m )
perlawanan penetrasi konus atau perlawanan tanah terhadap konus yang
dinyatakan dalam gaya per satuan luas. Hambatan lekat adalah perlawanan geser
tanah terhadap selubung bikonus yang dinyatakan dalam gaya per satuan panjang.
.
Gambar 2.9 Cara Pelaporan Hasil Uji Sondir (Sardjono, 1988)
Tabel 2.2 Harga – harga Empiris ϕ dan Dr Pasir dan Lumpur Kasar Berdasarkan Sondir
Sumber : ( Djatmiko & Edy, 1997)
II.3.2. Standard Penetration Test (SPT)
Tujuan percobaan SPT yaitu untuk menentukan kepadatan relatif lapisan
tanah tersebut dari pengambilan contoh tanah dengan tabung, dapat diketahui
jenis tanah dan ketebalan dari setiap lapisan tanah tersebut. Selain itu, tujuan
penetrasi tanahdan menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi yang
biasanya sulitdiambil sampelnya.Pelaksanaan pekerjaan SPT berdasarkan standar
ASTM D 1586.
Pengujian Standard Penetration Test dilakukan setiap interval kedalaman
pemboran 2 meter. Tabung SPT harus mempunyai ukuran OD 2 inch, ID 1 3/8
inch dan panjang 24 inch dengan tipe split spoon sample.Hammer yang dipakai
mempunyai berat 140 lbs (63,5 kg) dan tinggi jatuh bebas hammer adalah 30 inch
(75 cm). Tabung SPT ditekan kedalaman dasar lobang sedalam 15 cm, kemudian
untuk setiap interval 15 cm dilakukan pemukulan dan perhitungan jumlah
pemukulan untuk memasukkan split spoon sample ke dalam tanah sedalam (3x15)
cm.
Jumlah pukulan tersebut merupakan angka N dari pelaksanaan SPT
dimana nilai N yang diperhitungkan adalah jumlah pukulan pada 15 cm kedua dan
Gambar 2.10 Alat Percobaan Penetrasi Standard Sumber :Sosrodarsono& Nakazawa,2005
Angka penetrasi sangat berguna sebagai pedoman dalam eksplorasi tanah
dan untuk memperkirakan kondisi lapisan tanah. Hubungan antara angka penetrasi
standar dengan sudut geser tanah dan kepadatan relatif untuk tanah berpasir,
secara perkiraan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.3 Hubungan antara angka penetrasi standar dengan sudut geser dalam dan kepadatan relatif pada tanah pasir
Angka penetrasi
Hubunganantara harga N
denganberatisiyangsebenarnyahampirtidakmempunyaiarti
karenahanyamempunyaipartikelkasar
(Tabel2.3).Hargaberatisiyangdimaksudsangat tergantungpadakadarair.
Tabel2.4 Hubunganantara N denganBeratIsiTanah
Kohesif Beratisi
γkN/m³
14-18 16-18 16-18 >20
Sumber:MekanikaTanah&TeknikPondasi,SosrodarsonoSuyonoIr.1983
Pada tanah tidak kohesif daya dukung sebanding dengan berat isi tanah,
hal ini berarti bahwa tinggi muka air tanah banyak mempengaruhi daya dukung
pasir. Tanah di bawah air mempunyai berat isi efektif yang kira-kira setengah
berat isi tanah di atas muka air. Tanah dapat dikatakan mempunyai daya dukung
yang baik, dapat dinilai dari ketentuan berikut ini:
1. Lapisan kohesif mempunyai nilai SPT, N > 35
2. Lapisan kohesif mempunyai harga kuat tekan (qu) 3 – 4 kg/cm² atau
harga SPT N > 15
II.3.3. Penyelidikan Tanah di Laboratorium
Penyelidikan di laboratorium merupakan tindak lanjut dari apa yang sudah
dilakukan di lapangan, dimana di laboratorium ini akan diolah dan diselidiki lebih
lanjut sampel tanah yang sudah diambil dari lokasi penyelidikan
lapangan. Parameter yang ingin diperoleh dari pengujian laboratorium adalah :
a. Index properties (undisturbed sample)
1. Unit weight (berat isi) ...mengacu pada ASTM D 2937.
2. Specific gravity (berat jenis)... mengacu pada ASTM D 854.
3. Atterberg limit ...mengacupada ASTM D 4318.
4. Grain size analysis (analisa saringan) ...mengacu pada ASTM D 442.
7. Direct shear test ...mengacu pada ASTM D 3080.
Data tersebut di atas berupa gambaran item pekerjaan apa saja yang
termasuk dalam lingkup pekerjaan penyelidikan tanah. Detail dan jumlah item
bisa bervariasi kembali lagi bergantung pada parameter desain dan data hasil
peyelidikan tanah yang diinginkan.
II.4. Analisis Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang
II.4.1 Analisis Daya Dukung Tiang Pancang dari Hasil Sondir
Di antara perbedaaan tes di lapangan, sondir atau cone penetration test
(CPT) seringkali sangat dipertimbangkan berperan dalam perencanaan geoteknik.
CPT atau sondir ini tes yang sangat cepat, sederhana, ekonomis dan tes tersebut
dapat dipercaya di lapangan dengan pengukuran terus-menerus dari permukaan
tanah-tanah dasar. CPT atau sondir ini dapat juga mengklasifikasi lapisan tanah
dan dapat memperkirakan kekuatan dan karakteristik dari tanah. Di dalam
perencanaan pondasi tiang pancang (pile), data tanah sangat diperlukan dalam
merencanakan kapasitas daya dukung (bearing capacity) dari tiang pancang
sebelum pembangunan dimulai, guna menentukan kapasitas daya dukung ultimit
dari tiang pancang. Kapasitas daya dukung ultimit ditentukan dengan persamaan
sebagai berikut :
Qu= Qb+ Qs= qbAb+ f.As (2.1)
dimana :
Qu= Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang pancang. (ton)
Qs= Kapasitas tahanan kulit. (ton)
qb= Kapasitas daya dukung di ujung tiang persatuan luas. (ton/m2)
Ab= Luas di ujung tiang. (m2)
f = Satuan tahanan kulit persatuan luas. (ton/m2)
As= Luas kulit tiang pancang. (m2)
Perencanaan pondasi tiang pancang dengan sondir diklasifikasikan atas
beberapa metode diantaranya :
II.4.1.1. Metode Aoki dan De Alencar
Aoki dan Alencar mengusulkan untuk memperkirakan kapasitas dukung
ultimit dari data sondir. Kapasitas dukung ujung persatuan luas (qb) diperoleh
sebagai berikut :
qb = qca (base)
Fb
(2.2)
dimana :
qca (base) = Perlawanan konus rata-rata 1,5D diatas ujung tiang, 1,5D dibawah
ujung tiang dan Fbadalah faktor empirik tahanan ujung tiang
tergantung pada tipe tiang. (kg/cm2)
Tahanan kulit per satuan luas (f) diprediksi sebagai berikut :
f = qc (side)
α
sFs
(2.3)
dimana :
Fs = Faktor empirik tahanan kulit yang tergantung pada tipe tiang.
Fb = Faktor empirik tahan ujung tiang yang tergantung pada tipe tiang.
Faktor Fb dan Fs diberikan pada Tabel 2.5 dan nilai-nilai faktor empirik
α
sdiberikan pada Tabel 2.6.Tabel 2.5 Faktor empirik Fb dan Fs
Tipe Tiang Pancang Fb Fs
Tiang Bor 3,5 7,0
Baja 1,75 3,5
Beton Pratekan 1,75 3,5
Sumber : Titi & Farsakh, 1999
Tabel 2.6 Nilai faktor empirik untuk tipe tanah
Tipe Tanah αs (%) Tipe Tanah αs (%) Tipe Tanah αs (%) Pasir 1,4 Pasir berlanau 2,2 Lempung berpasir 2,4
Pasir kelanauan 2,0 Pasir berlanau
dengan lempung 2,8
Lempung berpasir
dengan pasir 3,0 Lempung berlanau 4,0 Pasir berlempung 3,0 Lanau berlempung 3,4 Lempung 6,0 Sumber : Titi & Farsakh, 1999
Pada umumnya , nilai
α
s untuk pasir = 1,4 %, nilaiα
s untuk lanau = 3,0 %, dannilai
α
s untuk lempung = 1,4 %.II.4.1.2. Metode Langsung
Metode langsung ini dikemukakan oleh beberapa ahli diantaranya
Meyerhoff, Tomlinson, dan Begemann. Daya dukung pondasi tiang dinyatakan
dalam rumus sebagai berikut :
Qu = qc x Ap + JHL x K (2.4)
dimana :
qc = Tahanan ujung sondir (Perlawanan penetrasi konus pada kedalaman yang
ditinjau). (ton/m2)
Dapat digunakan faktor koreksi Meyerhoff.
qc 1 = Rata-rata PPK (qc) 8D di atas ujung tiang
qc 2 = Rata-rata PPK (qc) 4D di atas ujung tiang
JHL = Jumlah hambatan lekat (ton/m)
K = Keliling tiang pancang (m)
Ap = Luas penampang tiang pancang (m2)
Adapun daya dukung ijin pondasi tiang pancang adalah :
Qu ijin = qc x Ap+ JHL x K
3 5
(2.5)
dimana :
Qu ijin = Kapasitas daya dukung ijin tiang pancang (ton)
qc = Tahanan ujung sondir (ton/m2)
JHL = Jumlah hambatan lekat (ton/m)
K = Keliling tiang pancang (m)
Ap = Luas penampang tiang pancang (m2)
3 dan 5 merupakan faktor keamanan untuk daya dukung dan gesekan selimut pada
tiang pancang.
Dari hasil uji sondir ditunjukkan bahwa tahanan ujung sondir ( harga tekan
konus ) bervariasi terhadap kedalaman. Oleh sebab itu pengambilan harga qcuntuk
daya dukung di ujung tiang kurang tepat. Suatu rentang di sekitar ujung tiang
qp = (2/3 – 3/2) qc (2.6)
dimana :
qp = Tahanan ujung ultimate (ton/m2)
qc = Harga rata – rata tahanan ujung konus 2D dibawah ujung tiang (ton/m2)
II.4.2. Analisis Daya Dukung Tiang Pancang dari Hasil SPT
II.4.2.1. Daya Dukung Tiang Pancang pada Tanah Non-Kohesif
a. Daya dukung ujung tiang pancang pada tanah non-kohesif
Qp = 40 x N-SPT x Lb/D x Ap< 400 x N-SPT x Ap (2.7)
dimana :
Qp = Tahanan ujung ultimate (ton)
Ap = Luas penampang tiang pancang (m2)
Lb = Kedalaman penyelidikan tanah di lapangan (m)
D = Diameter tiang pancang (m)
b. Tahanan geser selimut pada tanah non-kohesif
Qs = 2 x N-SPT x p x Li (2.8)
dimana :
Li = Panjang lapisan tanah (m)
II.4.2.2. Daya Dukung Tiang Pancang pada Tanah Kohesif
a. Daya dukung ujung tiang pancang pada tanah kohesif
Qp = 9 x cu x Ap (2.9)
dimana :
Ap = Luas penampang tiang (m2)
cu = Kohesi undrained (kN/m2)
= N-SPT x 2/3 x 10
b. Tahanan geser selimut pada tanah kohesif
Qs =
α
x cu xp x Li (2.10)dimana :
α
= Koefisien adhesi antara tiang dan tanahcu = Kohesi undrained (kN/m2)
= N-SPT x 2/3 x 10
p = Keliling tiang (m)
Li = Panjang lapisan tanah (m)
II.4.3. Analisis Daya Dukung Tiang Pancang dari Data Penyelidikan Laboratorium
Berdasarkan hasil pemeriksaan tanah melalui beberapa percobaan akan
didapatkan nilai berat isi tanah (γ), nilai kohesif tanah (c) serta nilai sudut geser
tanah (ϕ).Perkiraan kapasitas daya dukung pondasi tiang pancang pada tanah pasir
dan lempung didasarkan pada data parameter kuat geser tanah, ditentukan dengan
perumusan sebagai berikut :
1. Daya dukung ujung pondasi tiang pancang (end bearing)
a. Pada tanah kohesif
Qp = Ap x cu x Nc* (2.11)
(Whitaker and Cooke, 1966).
Untuk mencari nilai cu dapat digunakan persamaan di bawah ini :
α
*b. Pada tanah non-kohesif
Qp = Ap . q’ (Nq – 1) (2.13)
dimana :
Ap = Luas penampang tiang pancang (m2)
q' = Tekanan vertikal efektif (ton/m2)
Nq* = Faktor daya dukung tanah
Vesic (1967) mengusulkan korelasi antara ϕ dan Nq* seperti terlihat pada
gambar di bawah ini :
Gambar 2.11 Hubungan antara ϕ dan Nq* (Vesic,1967)
2. Daya dukung selimut pondasi tiang pancang (skin friction)
Qs = fi . Li. p (2.14)
dimana :
fi = Tahanan satuan skin friction (ton/m2)
Li = Panjang lapisan tanah (m)
p = Keliling tiang pancang (m)
Qs = Daya dukung selimut tiang pancang (ton)
a. Pada tanah kohesif
α
i* = Faktor adhesi = 0,55 (Reese & Wright,1977)cu = Undrained cohesion (ton/m2)
b. Pada tanah non-kohesif
f = K0 . σv’. tan δ (2.16)
dimana :
K0 = Koefisien tekanan tanah
= 1 – sinϕ
σv’ = Tegangan vertikal efektif tanah (ton/m2)
= γ . L’
L’ = 15 D
D = diameter tiang pancang (m)
δ = 0,8ϕ
II.4.3.2. Tahanan Ujung Ultimate
Kapasitas maksimum tahanan ujung dari sebuah tiang pancang dapat
dihitung dengan menggunakan data pengujian laboratorium maupun data
pengujian penetrasi. Jika menggunakan data laboratorium maka perhitungan
kapasitas ultimate tahanan ujung berdasarkan Meyerhoff sebagai berikut :
Ppu = Ap (c.Nc+ η.q’.Nq) (2.17)
dimana :
Ppu = Kapasitas tahanan ujung ultimate tiang pancang (kg/cm2)
Ap = Luas penampang tiang pancang (cm2)
Nc,Nq = Faktor kapasitas daya dukung, bergantung pada sudut geser tanah (ϕ)
q' = Tegangan vertikal efektif pada tiang pancang (kg/cm2)
η = 1 untuk semua kecuali menurut Vesic (1975) dimana :
η =
3 1 + 2K0
K0 = Koefisien tekanan tanah keadaan diam = 1 – sinϕ
Faktor-faktor daya dukung Nc dan Nq dapat dilihat pada grafik berikut :
Gambar 2.12 Grafik daya dukung tanah menurut Meyerhof
II.4.3.3. Tahanan Kulit (Skin Resistance)
Perhitungan kapasitas ultimate tahanan kulit (skin resistance) dengan
menggunakan kombinasi tegangan total dan tegangan efektif. Ada tiga metode
yang digunakan untuk menghitung tahanan kulit pada tiang pancang dalam tanah
kohesif. Metode – metode ini disebut metode
α
, metode λ dan metode ß. Metode –metode ini digunakan juga untuk tiang pancang di dalam tanah tak berkohesif,
semua kasus secara umum, kapasitas tahanan kulit dihitung sebagai :
Pps= Σ As. fs. (ΔL) (2.18)
dimana :
Pps = Kapasitas ultimate tahanan kulit (kg)
As = Luas permukaan efektif pada fs bekerja dan biasanya dihitung sebagai
keliling x pertambahan penanaman ΔL (cm2
)
fs = Tahanan kulit yang akan dihitung dengan menggunakan salah satu metode
di atas (kg/cm2)
1. Metode
α
Metode
α
diusulkan oleh Tomlinson (1977) tahan kulit dibagi menjadi duajenis yaitu lempung dan pasir dihitung sebagai berikut :
a. untuk tanah lempung
fs =
α
.c
u (2.19)b. untuk tanah pasir
fs = 0,5.q’.K.tanδ (2.20)
dimana :
fs = Tahanan kulit (kg/cm2)
α
=
Koefisien yang nilainya dapat dilihat pada gambar 2.13cu = Kohesi rata-rata setiap lapisan tanah yang ditinjau (kg/cm2)
q’ = Tegangan vertikal efektif pada elemen ∆L (kg/cm2)
Ks = Koefisien rata-rata tekanan tanah pada seluruh panjang yang tertanam
dipengaruhi oleh jenis tiang dan kondisi tanah dapat dilihat pada Tabel 2.8
δ = Sudut geser efektif diantara tanah dengan tiang pancang atau nilai pada Tabel
Gambar 2.13 Variasi harga α berdasarkan kohesi tanah
Tabel 2.8 Nilai Ks untuk tiang pada pasir
Pile Type δ
Vijayvergia dan Focht (1972) menyajikan sebuah metode alternatif untuk
mendapatkan tahanan kulit fs untuk sebuah tiang pancang didalam lempung
sebagai berikut:
fs = λ ( q’+ 2cu ) (2.21)
dimana :
fs = Tahanan kulit (kg/cm2)
cu = Kohesi rata-rata setiap lapisan tanah yang ditinjau (kg/cm2)
λ = Koefisien yang didapat dari Gambar 2.14
Gambar 2.14 Grafik hubungan harga λ dengan kedalaman
3. Metode β
Sejumlah organisasi telah menganalisa kembali data – data yang ada dan
dilengkapi dengan pengujian – pengujian paling akhir, mengusulkan bahwa
korelasi pengujian beban dan kapasitas tiang pancang, hasil perhitungan lebih
baik dapat ditentukan dengan menggunakan parameter – parameter tegangan
efektif. Persamaan berikut dapat ditetapkan untuk semua tanah normal konsolidasi
adalah :
fs = K.q’.tan δ (2.22)
atau dapat juga dirumuskan
fs = β.q’ (2.23)
dimana :
β = K.tanδ ; dimana tanδ adalah koefisen gesekan efektif di antara tiang pancang
dengan tanah, K adalah koefisien tanah lateral yang biasanya digunakan harga
K0.
Harus diperhatikan bahwa didalam jangkauan nilai praktis daripada Ko dan
tan φ. Maka hasil perkalian (yakni ß) mempunyai nilai rata–rata sebesar 0,25
sampai ke 0,40 dengan nilai rata – rata sebesar 0,32.
II.4.4. Analisis Daya Dukung Tiang Pancang dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga (Menggunakan Program Plaxis)
II.4.4.1. Pendahuluan
Plaxis adalah program yang berbasis metode elemen hingga (finite
element method) untuk aplikasi geoteknik, berguna untuk mensimulasikan
perilaku tanah. Dasar – dasar teori yang dipakai yang antara lain : teori deformasi,
teori aliran air tanah, teori konsolidasi, teori elemen hingga yang sesuai dengan
geoteknik. Sedangkan metode numerik yang menjadi dasar pemograman Plaxis
ini, adalah integrasi numerik elemen – elemen garis dan integrasi numerik elemen
- elemen berbentuk segitiga. Akurasi hasil ( output ) yang didapatkan dari
pemakaian program Plaxis ini, apabila ingin dibandingkan dengan hasil yang
sebenarnya di lapangan, bergantung pada keahlian pengguna dalam memodelkan
permasalahan, pemahaman terhadap model – model, penentuan parameter yang
digunakan, dan kemampuan menginterpretasi hasil analisis menggunakan
program Plaxis tersebut. Di dalam program Plaxis ada beberapa jenis pemodelan
tanah, diantaranya model tanah Mohr – Coulomb dan model tanah lunak (Soft
atau 15 nodal. Dengan menggunakan elemen ini akurasi hasil analisis sudah
cukup teliti dan dapat diandalkan.
Plaxis terdiri dari 4 program :
1. Input program
2. Calculation program
3. Output program
4. Curve program
Adapun tahapan – tahapan analisa dengan menggunakan metode elemen
hingga adalah sebagai berikut :
a) Pemilihan Tipe Elemen
Ada tiga pembagian elemen secara garis besar dalam metode elemen
hingga, yaitu
- 1D (line elements) ; sering dipakai dalam pemodelan beam element. Beam
elementmenerima momen tahanan (bending moment),
tegangan normal dan juga tegangan geser.
- 2D (plane elements) : bentuk elemen 2D yang umum dipakai dalah triangular
element (segitiga) dan quadrilateral element
(segiempat).
- 3D : secara umum elemen – elemen 3D bisa dibedakan
menjadi solid elements, shell elements, dan solid – shell
-- Gambar 2.15 Jenis-Jenis Elemen
Di dalam elemen terdapat dua jenis titik, yaitu titik nodal dan juga titik
integrasi. Titik nodal adalah titik yang berguna sebagai penghubung antar elemen.
Perpindahan ataupun deformasi terjadi pada titik nodal. Titik integrasi (stress
point) dapat digunakan untuk menghitung tegangan dan regangan yang terjadi
pada elemen.
Gambar 2.16 Titik Nodal dan Integrasi
Fungsi perpindahan atau shape function (N) adalah fungsi yang
menginterpolasikanperpindahan di titik nodal ke perpindahan di elemen dengan
menggunakan segitiga Pascal.
Dalam pemilihan fungsi perpindahan, hal mendasar yang perlu diketahui
adalah fungsi perpindahan di titik yang ditinjau selalu bernilai satu dan bernilai
nol (0) di titik lainnya.
Gambar 2.17 Jenis Fungsi Perpindahan
II.4.4.3. Matriks Kekakuan
dimana
[D] : matriks konstitutif yang nilainya bergantung pada jenis
permodelan .
[k] : matriks kekakuan (stiffness matrix)
[B] : matriks interpolasi regangan
� = �
II.4.4.4. Pemodelan pada Program Plaxis
Dalam menggunakan program Plaxis, pengguna harus mengetahui
terlebih dahulu konsep pemodelan yang akan dipilih. Sebelum melakukan
perhitungan secara numerik, maka terlebih dahulu dibuat model dari pondasi tiang
Gambar 2.18 Pemodelan Pondasi Tiang Pancang pada Program Plaxis
Material yang dipergunakan dalam pemodelan tersebut adalah material
tanah dan material pondasi, dimana masing-masing material mempunyai sifat
teknis yang mempengaruhi perilakunya. Dalam program Plaxis, sifat – sifat
tersebut diwakili oleh parameter dan pemodelan yang spesifik.Pemodelan pada
Plaxis mengasumsikan perilaku tanah bersifat isotropis elastic linier berdasarkan
Hukum Hooke. Akan tetapi, model ini memiliki keterbatasan dalam memodelkan
perilaku tanah, sehingga umumnya digunakan untuk struktur yang padat dan kaku
di dalam tanah. Input parameter berupa Modulus Young E dan rasio Poisson υ
dari material yang bersangkutan.
�
=
�� (2.26)
Di dalam program Plaxis ada beberapa jenis permodelan tanah antara lain
model tanah Mohr – Coulomb dan model Soft Soil.
1. Model Mohr – Coulomb
Pemodelan Mohr – Coulomb mengasumsikan bahwa perilaku tanah
bersifat plastis sempurna (linear elastic perfect plastic model), dengan
menetapkan suatu nilai tegangan batas dimana pada titik tersebut tegangan tidak
lagi dipengaruhi oleh regangan. Input parameter meliputi lima buah parameter
yaitu :
- modulus Young ( E ) dan rasio Poisson ( υ ) yang memodelkan
keelastisitasan tanah
- kohesi ( c ), sudut geser ( ϕ ) memodelkan perilaku plastis dari tanah
- dan sudut dilatasi ( ψ ) memodelkan perilaku dilantansi tanah
Pada pemodelan Mohr – Coulumb umumnya dianggap bahwa nilai E
konstan untuk suatu kedalaman pada suatu jenis tanah, namun jika diinginkan
adanya peningkatan nilai E per kedalaman tertentu disediakan input tambahan
dalam program Plaxis. Untuk setiap lapisan yang memperkirakan rata – rata
kekakuan yang konstan sehingga perhitungan relatif lebih cepat dan dapat
diperoleh besar deformasi yang terjadi. Selain lima parameter di atas, kondisi
tanah awal memiliki peran penting dalam masalah deformasi tanah.
Nilai rasio Poisson υ dalam pemodelan Mohr – Coulombdidapat dari
hubungannya dengan koefisien tekanan
�
�=
�ℎdimana : υ
1−υ
=
�ℎ
�� (2.29)
Secara umum nilai υ bervariasi dari 0,3 sampai 0,4 namun untuk kasus –
kasus penggalian (unloading) nilai υ yang lebih kecil masih realistis.Nilai kohesi c
dan sudut geser ϕ diperoleh dari uji geser triaxial, atau diperoleh dari hubungan
empiris berdasarkan data uji lapangan. Sementara sudut dilatasi ψ digunakan
untuk memodelkan regangan volumetrik plastik yang bernilai positif. Pada tanah
lempung NC, pada umumnya tidak terjadi dilantasi (ψ = 0), sementara pada tanah
pasir dilantasi tergantung dari kerapatan dan sudut geser ϕ dimana ψ = ϕ – 30°.
Jika ϕ < 30° maka ψ = 0. Sudut dilatasi ψ bernilai negatif hanya bersifat realistis
jika diaplikasikan pada pasir lepas.
2. Model Tanah Lunak (Soft Soil)
Seperti pada pemodelan Mohr – Coulomb, batas kekuatan tanah
dimodelkan dengan parameter kohesi (c), sudut geser dalam tanah (ϕ), dan sudut
dilantasi (ψ). Sedangkan untuk kekakuan tanah dimodelkan menggunakan
parameter λ*
dan k*, yang merupakan parameter kekakuan yang didapatkan dari
uji triaksial maupun oedometer.
λ∗ = ��
2.3(1+� ) (2.30)
�
∗=
2��Model Soft Soil ini dapat memodelkan hal – hal sebagai berikut :
- Kekakuan yang berubah bersama dengan tegangan (Stress Dependent
Stiffness)
- Membedakan pembebanan primer (primary loading) terhadap unloading –
preloading
- Menghitung tegangan pra – konsolidasi.
II.4.4.5. Parameter-Parameter yang Digunakan pada Program Plaxis
Model tanah yang dipilih adalah model Mohr – Coulomb, dimana perilaku
tanah dianggap elastic dengan parameter yang dibutuhkan yaitu :
1. Modulus Young ( E )
Modulus elastisitas, E (stiffness modulus) digunakan pendekatan terlebih
dahulu dengan memperoleh Modulus Geser Tanah (G), sehingga nilai E dapat
diperoleh melalui persamaan :
E = 2 G (1 + υ ) (2.32)
Terdapat beberapa usulan nilai E yang diberikan oleh peneliti, diantaranya
pengujian sondir yang dilakukan oleh DeBeer (1965) dan Webb (1970)
memberikan korelasi antara tahanan kerucut qc dan E sebagai berikut :
E = 2 qc ( dalam satuan kg/cm2 ) (2.33)
Bowles memberikan persamaan yang dihasilkan dari pengumpulan data
sondir, sebagai berikut :
E = 3 qc (untuk pasir) (2.34)
E = 2 – 8 qc (untuk lempung) (2.35)
Nilai perkiraan modulus elastisitas dapat diperoleh dengan pengujian SPT
(Standard Penetration Test). Nilai modulus elastis yang dihubungkan dengan nilai
SPT, sebagai berikut
� = 6(�+ 5)� ��⁄ 2 (untuk pasir berlempung) (2.36)
� = 10(�+ 15)� ��⁄ 2 (untuk pasir) (2.37)
Tabel 2.9 Korelasi N-SPT dengan modulus elastisitas pada tanah pasir
Subsurface Sumber : (Schmertman, 1970)
Tabel 2.10 Korelasi N-SPT dengan modulus elastisitas pada tanah lempung
Tabel 2.11 Nilai Perkiraan Modulus Elastisitas Tanah
Poisson ratio sering dianggap sebesar 0,2 – 0,4 dalam pekerjaan –
pekerjaan mekanika tanah. Nilai sebesar 0,5 biasanya dipakai untuk tanah jenuh
dan nilai 0 sering dipakai untuk tanah kering dan tanah lainnya untuk kemudahan
perhitungan.
Tabel 2.12 Hubungan Jenis Tanah, konsistensi dan Poisson’s Ratio (μ)
Soil Type Description μ
3. Berat Jenis Tanah Kering (
γ
dry )Berat jenis tanah kering adalah perbandingan antara berat tanah kering
dengan satuan volume tanah. Berat jenis tanah kering dapat diperoleh dari data
Soil Test dan Direct Shear.
4. Berat Jenis Tanah Jenuh (
γsat
)
Berat jenis tanah jenuh adalah perbandingan antara berat tanah jenuh dengan
volume tanah. Dimana ruang porinya terisi penuh dengan air.
�
���=
�
��+ �1+�
� �
� (2.38)dimana :
Gs : Spesific Gravity
e :Angka Pori
γw
:
Berat Isi Air5. Sudut Geser Dalam (ϕ)
Sudut geser dalam tanah dan kohesi merupakan faktor dari kuat geser
tanah yang menentukan ketahanan tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang
bekerja pada tanah. Deformasi dapat terjadi akibat adanya kombinasi keadaan
kritis dari tegangan normal dan tegangan geser. Nilai dari sudut geser dalam tanah
didapat dari engineering properties tanah, yaitu dengan triaxial test dan direct
6. Kohesi (c)
Kohesi merupakan gaya tarik menarik antar partikel tanah. Nilai dari kohesi
didapat dari engineering properties, yaitu dengan triaxial test dan direct shear
test.
7. Permeabilitas (k)
Berdasarkan persamaan Kozeny – Carman, nilai permeabilitas untuk setiap
lapisan tanah dapat dicari dengan menggunakan rumus :
� = �3
1+� (2.39)
Untuk tanah yang berlapis – lapis harus dicari nilai permeabilitas untuk
arah vertikal dan horizontal dapat dicari dengan rumus :
�� = ��1 �
k : koefisien permeabilitas
kv : koefisien permeabilitas arah vertikal
Nilai koefisien permeabilitas tanah dapat ditentukan berdasarkan jenis
tanah tersebut seperti pada Tabel 2.13 berikut ini :
Tabel 2.13 Nilai Koefisien Permeabilitas Tanah
Jenis Tanah K
cm/dtk ft/mnt
Kerikil bersih 1,0 - 100 2,0 - 200
Pasir kasar 1,0 – 0,01 2,0 – 0,02
Pasir halus 0,01 – 0,001 0,02 – 0,002
Lanau 0,001 – 0,00001 0,002 – 0,00002
Lempung < 0,000001 < 0,000002
Sumber : ( Braja M. Das, 1995)
II.4.5. Kapasitas Daya Dukung Lateral Pondasi Tiang Pancang
Beban lateral yang bekerja pada tiang pancang tunggalmerupakan suatu
kasus dalam perencanaan pondasi dalam dimana interaksi antara elemen bangunan
agak kaku dengan tanah, yang mana dapat diasumsikan berdeformasi sebagai
elastis ataupun plastis.
Tiang yang dipancang secara vertikal akan menanggung beban
lateral/horizontal dengan memanfaatkan tahanan tanah pasif yang berada di
sekitarnya. Pendistribusian tegangan tanah pasif akibat beban lateral akan
mempengaruhi kekakuan tiang, kekakuan tanah dan kondisi ujung tiang. Secara
dapat berinteraksi dan berotasi akibat beban geser dan/atau momen maka tiang
tersebut dapat dikatakan berkepala bebas (free head). Sedangkan jika kepala tiang
hanya bertranslasi maka disebut dengan kepala jepit (fixed head). Menurut
McNulty (1956), tiang yang disebut berkepala jepit (fixed head) adalah tiang yang
ujung atasnya terjepit dalam pile cap paling sedikit sedalam 60 cm, sedangkan
tiang berkepala bebas (free head) adalah tiang yang ujung atasnya tidak terjepit ke
dalam pile cap atau setidaknya terjepit kurang dari 60 cm.
Beban lateral yang diijinkan pada pondasi tiang diperoleh berdasarkan salah
satu dari dua kriteria berikut :
• Beban lateral ijin ditentukan dengan membagi beban ultimit dengan
suatu faktr keamanan.
• Beban lateral ditentukan berdasarkan defleksi maksimum yang
diijinkan.
Metode analisis yang dapat digunakan adalah :
• Metode Broms (1964)
• Metode Brinch Hansen (1961)
Gambar 2.19 Tiang Panjang Dikenai Beban Lateral (Broms, 1964)
Tabel 2.14 Nilai-nilai nh untuk Tanah Granuler (c = 0)
Kerapatan relatif (Dr) Tak padat Sedang Padat
Interval nilai A 100-300 300 - 1000 1000 - 2000
Nilai A dipakai 200 600 1500
nh pasir terendam air (kN/m3)
Terzaghi 1386 4850 11779
Reese dan Matlock (1956) Davisson – Prakash (1963)
Lempung terkonsolidasi normal
organik
111 - 277 111 - 831
Peck dan Davidsson (1962) Davidsson (1970)
Gambut 55
27,7 - 111
Davidsson (1970) Wilson dan Hilts (1967)
Loess 8033 - 11080 Bowles (1968)
Dari nilai-nilai faktor kekakuan R dan T yang telah dihitung, Tomlinson
(1977) mengusulkan kriteria tiang kaku (tiang pendek) dan tiang elastis (tiang
panjang) yang dikaitkan dengan panjang tiang yang tertanam dalam tanah (L).
Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.16. Batasan ini terutamadigunakan untuk
Tabel 2.16 Kriteria Tiang Kaku dan Tiang Tidak Kaku (Porous, 1964)
Tipe Tiang
Modulus tanah (K) bertambah dengan
kedalaman
Modulus tanah (K) konstan
Kaku L ≤ 2T L ≤ 2R
Tidak Kaku L≤ 4T L≤ 3,5R
II.4.5.1.Hitungan Tahanan Daya Dukung Lateral Ultimit
Pondasi tiang pancang sering dirancang dengan memperhitungkan beban
lateral atau horizontal, misalnya beban angin. Gaya lateral yang harus didukung
pondasi tiang pancang tergantung pada struktur bangunan atas yang mengirim
gaya lateral tersebut ke kolom bagian bawah. Apabila tiang dipasang secara
vertikal dan dirancang untuk mendukung gaya horizontal yang cukup besar, maka
bagian atas dari tanah pendukung harus mampu menahan gaya tersebut sehingga
tiang-tiang tidak mengalami gerakan horizontal yang membahayakan bangunan.
Derajat reaksi tanah tergantung pada :
a. Kekuatan tiang
b. Kekakuan tanah
c. Kekakuan ujung tiang
Hal pertama yang harus kita lakukan dalam menghitung kapasitas lateral
atau tiang pendek. Hal tersebut dilakukan dengan menentukan faktor kekakuan
tiang R dan T.
Untuktanah lempung terkonsolidasi normal (normally consolidated) dan
tanah granuler, modulus tanah dapat dianggap bertambah secara linier dengan
kedalamannya (semakin ke bawah semakin besar). Faktor kekakuan untuk
modulus tanah yang tidak konstan (T) dinyatakan oleh persamaan :
T= ��� .��
�ℎ �
1 5
�
(2.41)
(sumber : Hardiaytmo, 2002)
dimana :
Ep = modulus elastik tiang (MPa)
Ip = momen inersia tiang (m4)
�ℎ = koefisien variasi modulus tanah berdasarkan Tabel 2.14 dan 2.15
II.4.5.2. Kapasitas Lateral Ultimit TiangPancang dengan MetodeBrooms
1. Tiang Dalam Tanah Kohesif
Broms mengusulkan cara pendekatan sederhana untuk mengestimasi
distribusi tekanan tanah yang menahan tiang dalam lempung, yaitu tahanan tanah
dianggap sama dengan nol di permukaan tanah sampai kedalaman 1,5d dan
a. Tiang Ujung Bebas
Untuk tiang panjang, tahanan tiang terhadap gaya lateral akan ditentukan
oleh momen maksimum yang dapat ditahan tiang itu sendiri (My). Untuk tiang
pendek, tahanan tiang terhadap gaya lateral lebih ditentukan oleh tahanan tanah di
sekitar tiang. Pada Gambar 2.14 dapat dijelaskan bahwa f mendefinisikan letak
momen maksimum, dimana pada titik ini gaya lintang pada tiang sama dengan
nol.
�= ��
9��� (2.42)
dan
����� = ��(�= 1,5�+ 0,5�) (2.43)
Gambar 2.20 Mekanisme Keruntuhan pada Tiang Ujung Bebas pada Tanah
Kohesif menurut Broms (a) Tiang Pendek (b) Tiang Panjang
b. Tiang Ujung Jepit
Pada tiang ujung jepit, Brooms menganggap bahwa momen yang terjadi
pada tubuh tiang yang tertanam di dalam tanah sama dengan momen yang terjadi
di ujung atas tiang yang terjepit oleh pile cap.
(a)
(b)
Gambar 2.21 Tiang Ujung Jepit pada Tanah Kohesif
(a) Tiang Pendek (b) Tiang Panjang (Broms, 1964)
Untuk tiang panjang, tahanan ultimit tiang terhadap beban lateral dapat
dihitung dengan persamaan :
�� = 1,52��+0,5� � (2.44)
Sedangkan untuk tiang pendek, Hu dapat dicari dengan persamaan :
�� = 9��� ( � −1,5�) (2.45)
(a)
(b)
Gambar 2.22 Grafik Tahanan Lateral Ultimit TiangPada Tanah Kohesif
(a) Tiang Pendek (b) Tiang Panjang (Broms, 1964)
2. Tiang Dalam Tanah Granuler
Untuk tiang dalam tanah granuler (c = 0), Brooms (1964) berasumsi
sebagai berikut :
1.) Tekanan tanah aktif yang bekerja di belakang tiang diabaikan
2.) Distribusikan tekanan tanah pasif di sepanjang tiang bagian depan
sama dengan tiga kali tekanan tanah pasif Rankine
3.) Bentuk penampang tiang tidak berpengaruh terhadap tekanan tanah
ultimit atau tahanan tanah lateral
4.) Tahanan lateral sepenuhnya termobilisasi pada gerakan tiang yang
Distribusi tekanan tanah dinyatakan oleh persamaan :
�� = 3���� (2.47)
dimana :
�� = tahanan tanah ultimit (ton)
�� = tekanan overburden efektif (ton)
�� = ���2(450+ �2)
� = sudut geser dalam efektif
1. Tiang Ujung Bebas
Untuk tiang pendek, tiang dianggap berotasi di dekat ujung bawah
tiang. Tekanan yang terjadi di tempat ini dianggap dapat digantikan oleh gaya
terpusat yang bekerja pada ujung bawah tiang.
�� =0.5 �� �
3�
�
�+� (2.48)
Momen maksimum terjadi pada jarak f di bawah permukaan tanah,
dimana :
�� = 1,5 �����2 (2.49)
� = 0,82 �����
�� (2.50)
Gambar 2.23 Tiang Ujung Bebas pada Tanah Granuler menurut Broms (a) Tiang Pendek, (b) Tiang Panjang(Broms,1964)
2. Tiang Ujung Jepit
Untuk tiang ujung jepit yang kaku (tiang pendek), keruntuhan tiang akan
berupa translasi, beban lateral ultimit dinyatakan oleh :
Gambar 2.24 Tiang Ujung Jepit dalam Tanah Granuler menurut Broms (a) Tiang pendek (b) Tiang Panjang (Broms, 1964)
Sedangkan untuk tiang ujung jepit yang tidak kaku (tiang panjang),
dimana momen maksimum mencapai My di dua lokasi (Mu+ = Mu-) maka Hu
dapat diperoleh dari persamaan :
�� = 2�� �+0,54 � ��
�� ��
(2.53)
(a)(b)
Gambar 2.25 Grafik Tahanan Lateral Ultimit Tiang pada Tanah Granuler (a) Tiang Pendek, (b) Tiang Panjang
II.4.6. Kapasitas Daya Dukung dan Efisiensi Tiang Pancang Kelompok
Pada umunya pemasangan pondasi tiang pancang di lapangan dibuat secara
berkelompok/grup. Biasanya tiang pancang akan dipasang secara relatif
berdekatan dan diikat menjadi satu di bagian atasnya dengan menggunakan pile
cap. Untuk menghitung nilai kapasitas dukung kelompok tiang, ada beberapa hal
yang harus diperhatikan terlebih dahulu, yaitu jumlah tiang dalam satu kelompok,
jarak tiang, dan susunan tiang . Kelompok tiang dapat dilihat pada Gambar 2.20
berikut ini :
Gambar 2.26 Tiang Pancang Kelompok
a. Jumlah Tiang (n)
Untuk menentukan jumlah tiang yang akan dipasang didasarkan beban yang
bekerja pada pondasi dan kapasitas dukung ijin tiang, maka rumus yang dipakai
adalah sebagai berikut ini.
n =
Qa (2.54)
P
Dimana :
P = beban yang bekerja (ton)
b. Jarak Antar Tiang (s)
Jarak antar tiang pancang di dalam kelompok tiang sangat mempengaruhi
perhitungan kapasitas dukung dari kelompok tiang tersebut. Untuk bekerja
sebagai kelompok tiang, jarak antar tiang yang dipakai adalah menurut peraturan
– peraturan bangunan pada daerah masing – masing. Pada prinsipnya jarak tiang
(S) makin rapat, ukuran pile cap makin kecil dan secara tidak langsung biaya
lebih murah. Tetapi bila pondasi dalam memikul beban momen maka jarak tiang
perlu diperbesar yang berarti menambah atau memperbesar tahanan momen.
Biasanya jarak antara 2 tiang dalam kelompok diisyaratkan minimum 0,60 m dan
maksimum 2,00 m. Ketentuan ini berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan
sebagai berikut :
Bila S < 2,5 D, kemungkinan tanah di sekitar kelompok tiang akan naik
terlalu berlebihan karena terdesak oleh tiang-tiang yang dipancang terlalu
berdekatan. Hal ini juga akan mengakibatkan terangkatnya tiang-tiang di
sekitarnya yang telah dipancang terlebih dahulu. Apabiila S > 3 D maka tidak
ekonomis, karena akan memperbesar ukuran/dimensi dari poer (footing) ataupun
pile cap.
Pada perencanaan pondasi tiang pancang biasanya setelah jumlah tiang
pancang dan jarak antara tiang-tiang pancang yang diperlukan kita tentukan, maka
kita dapat menentukan luas pile cap yang diperlukan untuk tiap-tiap kolom portal.
Bila ternyata luas poer total yang diperlukan lebih kecil dari pada setengah luas
bangunan, maka bisa menggunakan pondasi setempat dengan pile cap di atas