• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Semangat Kerja Karyawan pada PT. PLN (Persero) Area Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Semangat Kerja Karyawan pada PT. PLN (Persero) Area Medan"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Semangat kerja akan menunjukkan sejauh mana karyawan bersemangat

dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya di dalam perusahaan. Semangat

kerja karyawan dapat dilihat dari kehadiran, kedisiplinan, ketepatan waktu dalam

menyelesaikan pekerjaan dan tanggung jawab. Semangat kerja yang dimiliki oleh

setiap karyawan merupakan sikap mental yang mampu memberikan dorongan

bagi seseorang untuk dapat bekerja lebih giat, cepat, dan baik. Semangat kerja

karyawan yang tinggi sangat berpengaruh terhadap efisiensi dan efektivitas kerja

di perusahaan. Semangat kerja merupakan situasi yang ditumbuhkan oleh budaya

organisasi yang akan mempengaruhi sikap dan keinginan seseorang untuk bekerja

dengan giat dan mempengaruhi orang lain dilingkungan kerjanya.

Budaya Organisasi yang menumbuhkan Semangat kerja harus dikelola oleh

pemimpin atau manajer perusahaan karena penting artinya bagi keberhasilan suatu

usaha. Dikatakan penting bagi keberhasilan suatu usaha karena semangat kerja

dapat mempengaruhi produktivitas dan potensi kerja karyawan. Semangat kerja

yang optimal harus didukung dengan motivasi karyawan untuk bekerja secara

maksimal.

Hal ini sesuai dengan pendapat Kasali1yang menyatakan bahwa semangat

kerja terdiri dari sikap para individu dan kelompok terhadap hidup, lingkungan

dan pekerjaan. Karyawan yang memiliki semangat kerja yang tinggi akan bekerja

dengan energik, antusias dan penuh dengan kemauan untuk menyelesaikan

pekerjaannya. Karyawan ingin datang bekerja dan antusias untuk bekerja ketika

sampai dikantor (Carlaw, Deming, and Friedman, 2003). Sebaliknya, ketika

semangat kerja rendah dalam perusahaan, karyawan akan merasakan

kebosanandan malas dalam bekerja. Karyawan tidak bergairah dalam

1

(2)

menyelesaikan tugas – tugasnya dan hanya bermalas – malasan ketika sampai di

kantor.

Keadaan tersebut dapat mengakibatkan kinerja kerja karyawan menjadi

rendah, menciptakan masalah di tempat kerjanya, cenderung menarik diri dari

lingkungan kerja, sering terlambat datang ke tempat kerja dan pulang lebih awal

dari waktu yang ditetapkan dalam peraturan perusahaan, tidak mau berinteraksi

dengan karyawan lain dan akhirnya terjadi tingkat pindah kerja yang tinggi dalam

perusahaan (Carlaw, Deming and Friedman, 2003).Namun didalam sebuah

organisasi, memiliki budaya organisasi yang berbeda – beda. Budaya organisasi

yang tepat dapat menjadi faktor penting mencapai keberhasilan, namun perlu

diperhatikan juga bahwa yang menjadi masalah tidak semua budaya organisasi

dapat menjadi pendukung organisasi tersebut.

Dalam hal budaya organisasi dapat kita temukan pada PT. PLN Area

Medandimana budaya organisasi yang ada diharapkan dapat memberikan

pelayanan terbaik kepada masyarakat atas dorongan semangat kerja yang

diciptakan budaya organisasi tersebut. Menyadari betapa pentingnya budaya

organisasi dalam upaya menciptakan semangat kerja karyawan dalam

meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.

Oleh karena itu Pemimpin PT. PLN Area Medanharus mampu membentuk

budaya organisasi yang baik untuk meningkatkan semangat kerja karyawan

sehinggadapat mencapai visi yang diharapkan oleh pimpinan PT. PLN Area

Medan. Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk

meneliti“PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP SEMANGAT

KERJA KARYAWAN PADA PT. PLN (PERSERO) AREA MEDAN”.

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah

sebagai berikut:

“Bagaimanakah pengaruh budaya organisasi terhadap semangat kerja

(3)

1.3

Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mencari data dan informasi

yang kemudian diolah untuk :

1. Untuk mengetahui budaya organisasi pada PT. PLN (Persero) Area

Medan.

2. Untuk mengetahui semangat kerja karyawan pada PT. PLN (Persero) Area

Medan.

3. Untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap semangat kerja

karyawan pada PT. PLN (Persero) Area Medan.

1.4

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara subjektif, penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis untuk

meningkatkan dan mengembangkan kemampuan berfikir dalam menulis

karya ilmiah tentang budaya organisasi dan semangat kerja.

2. Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dan

refrensi serta strategis perbaikan khususnya mengenai budaya organisasi dan

semangat kerja karyawan bagi perusahaan di bidang jasa.

3. Secara akademis, penelitian ini dapat memberikan masukan atau refrensi

suatu karya ilmiah khususnya bagi mahasiswa Departemen Ilmu Administrasi

Negara yang ingin melakukan penelitian di bidang yang sama.

1.5

Kerangka Teori

Secara umum, teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang

mengindikasikan adanya hubungan diantara konsep-konsep tersebut yang

membantu kita memahami sebuah fenomena. Sehingga bisa dikatakan bahwa

suatu teori adalah suatu kerangka kerja konseptual untuk mengatur pengetahuan

dan menyediakan suatu cetak biru untuk melakukan beberapa tindakan

(4)

penelitian, tempat dimana peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang

berhubungan tentang variabel pokok, sub variabel, atau pokok masalah yang ada

dalam penelitian. Sebagai landasan berfikir dalam menyelesaikan atau

memecahkan masalah yang ada, perlu adanya pedoman teoritis yang dapat

membantu sebagai bahan refrensi dari penelitian. Kerangka teori ini dapat

memberikan pemahaman yang jelas dan tepat bagi peneliti dalam memahami

masalah yang diteliti. Adapun kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1.5.1

Budaya Organisasi

1.5.1Pengertian Budaya Organisasi

Budaya Organisasi adalah satu wujud anggapan yang dimiliki, diterima

secara implisit oleh kelompok dan menentukan bagaimana kelompok tersebut

rasakan, pikirkan, dan bereaksi terhadap lingkungannya yang beraneka ragam.

Budaya organisasi adalah norma-norma dan kebiasaan yang diterima

sebagai suatu kebenaran oleh semua orang dalam organisasi. Budaya organisasi

menjadi acuan bersama di antara manusia dalam berinteraksi dalam

organisasi.Jika orang-orang bergabung dalam sebuah organisasi, mereka

membawa nilai-nilai dan kepercayaan yang telah diajarkan kepada mereka.

Dalam beberapa literatur istilah budaya perusahaan / corporate culture

sering diganti dengan budaya organisasi / organization. Kedua istilah tersebut

dianggap memiliki pengertian yang sama. Menurut Peter F Drucker dalam

Tika2 budaya organisasi adalah pokok penyelesaian masalah-masalah eksternal

dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok

yang kemudian diwariskan kepada anggota-anggota baru berbagai cara sebagai

cara yang tepat untuk, memahami, memikirkan dan merasakan terhadap

masalah-masalah terkait diatas.

2

Tika, Moh. Pabundu.2006. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta :

(5)

Dalam budaya organisasi terjadi sosialisasi nilai – nilai dan

menginternalisasi di dalam diri para anggota menjiwai orang per orang di dalam

organisasi. Dengan demikian, maka budaya organisasi merupakan jiwa organisasi

dan jiwa para anggota organisasi (Prof. Dr. Edy Sutrisno, M.Si, 2007). Jadi, dari

pendapat ahli diatas dapat ditarik, kesimpulan bahwa pengertian budaya

organisasi adalah seperangkat asumsi atau keyakinan, nilai-nilai dan norma yang

dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi

anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi

internal.

1.5.2 Karakteristik Budaya Organisasi

Karakteristik budaya organisasi adalah :

1. Inisatif Individual

Yaitu tanggung jawab, kebebasan atau indepedensi yang dipunyai setiap

anggota organisasi dalam mengemukakan pendapat. Inisatif indiviudal

tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu organisasi

sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan organisasi

atau perusahaan.

2. Toleransi Terhadap Tindakan Beresiko

Suatu budaya organisasi dikatakan baik apabila dapat memberikan

toleransi kepada anggota atau para pegawai agar dapat bertindak agresif dan

inovatif untuk memajukan organisasi atau perusahaan serta berani mengambil

resiko terhadap apa yang dilakukannya.

3. Pengarahan

Pengarahan dimaksudkan sejauh mana organisasi atau perusahaan dapat

menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan yang diinginkan. Sasaran dan

harapan tersebut jelas tercantum dalam visi, misi, dan tujuan organisasi.

(6)

4. Integrasi

Integrasi dimaksudkan sejauh mana organisasi atau perusahaan dapat

mendorong unit – unit organisasi untuk bekerja dengan cara yang

terkoordinasi. Kekompakan unit – unit tersebut dapat mendorong kualitas dan

kuantitas pekerjaan yang dihasilkan.

5. Dukungan manajemen

Dukungan manajemen dimaksudkan sejauh mana para manajer dapat

memberikan komunikasi atau arahan, bantuan, serta dukungan yang jelas

terhadap bawahan.

6. Kontrol

Alat kontrol yang dapat dipakai adalah peraturan – peraturan atau norma –

norma yang berlaku di dalam suatu organisasi atau perusahaan.

7. Identitas

Dimaksudkan untuk sejauh mana para anggota suatu organisasi atau

perusahaan dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai suatu kesatuan dalam

perusahaan dan bukan sebagai kelompok kerja tertentu atau keahlian

profesional tertentu.

8. Sistem Imbalan

Sejauh mana alokasi imbalan (kenaikan gaji, promosi dan sebagainya)

didasarkan atas prestasi kerja karyawan, bukan didasarkan atas senioritas,

sikap pilih kasih, dan sebagainya.

9. Toleransi Terhadap Konflik

Sejauh mana para pegawai atau karyawan di dorong untuk mengemukakan

konflik dan kritik secara terbuka. Perbedaan pendapat merupakan fenomena

yang sering terjadi dalam suatu organisasi atau perusahaan. Namun, perbedaan

pendapat dan kritik tersebut bisa digunakan untuk melakukan perbaikan atau

(7)

10. Pola Komunikasi

Sejauh mana komunikasi dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal.

Kadang – kadang hierarki kewenangan dapat menghambat terjadinya pola

komunikasi antara atasan dan bawahan atau antar karyawan itu sendiri.

Untuk mendapatkan gambaran utuh mengenai budaya suatu organisasi, dapat

dilakukan dengan cara menilai suatu organisasi berdasarkan karakteristik –

karakteristik budaya organisasi tersebut. Masing - masing dari karakteristik

budaya organisasi tersebut berada dalam suatu kontinum mulai dari yang rendah

sampai yang tinggi.Sebagian besar organisasi memiliki budaya dominan /

dominant culture dan banyak sub budaya / sub culture. Budaya dominan

mengungkapkan nilai – nilai inti yang dimiliki bersama oleh mayoritas anggota

organisasi, sedangkan sub budaya cenderung berkembang di dalam

organisasibesar untuk merefleksi masalah, situasi, atau pengalaman sama yang

dihadapi oleh para anggotanya. Apabila suatu organisasi tidak memiliki budaya

dominan dan hanya tersusun atas sub budaya saja, maka budaya organisasi

sebagai sebuah variabel independen akan berkurang secara signifikan, karena

tidak ada keseragaman penafsiran mengenai perilaku yang semestinya dan

perilaku yang tidak semestinya. Sesuai dengan defenisi budaya, yaitu sistem

makna bersama, maka aspek makna bersama tersebut merupakan alat potensial

yang menuntun dan membentuk perilaku

.

1.5.3

Terbentuknya Budaya Organisasi

Menurut Falikhatun, 20033 dalam Danang Sunyoto, Budaya organisasi

merupakan kebiasaan, tradisi, dan tata cara umum dalam melakukan sesuatu dan

sebagian besar berasal dari pendiri organisasi. Secara tradisional pendiri

organisasi memiliki pengaruh yang besar terhadap budaya awal organisasi.

Mereka memiliki visi tentang akan menjadi apa organisasi itu nantinya. Mereka

juga tidak memiliki kendala karena kebiasaan atau ideologi sebelumnya. Ukuran

kecil organisasi yang merupakan ciri ketika organisasi baru pertama kali berdiri,

3

(8)

lebih memudahkan pendiri untuk memaksakan visi mereka kepada seluruh

anggota organisasi. Proses penciptaan budaya organisasi terjadi melalui 3 cara,

yaitu :

1. Pendiri hanya merekrut dan mempertahankan karyawan yang memiliki satu

pikiran dan satu perasaan dengan mereka.

2. Mereka melakukan indoktrinasi dan mensosialisasikan cara pikir serta

perilaku mereka kepada karyawan.

3. Perilaku pendiri sendiri bertindak sebagai modal peran yang mendorong

karyawan untuk mengidentifikasi diri dan menginternalisasi keyakinan, nilai,

serta asumsi tersebut.

Apabila organisasi dapat mencapai kesuksesan, maka visi pendiri tersebut

selanjutnya dianggap sebagai faktor penentu utama keberhasilan organisasi.

Pada titik ini seluruh kepribadian para diri jadi melekat dalam budaya organisasi.

1.5.4

Fungsi Budaya Organisasi

Menurut Yuki4, 2007 dalam Danang SunyotoSetiap organisasi harus

menyelesaikan permasalahan integrasi internal dan adaptasi eksternal.

Permasalahan internal dan eksternal saling berkaitan, sehingga harus dihadapi

secara jelas. Oleh sebab itu, fungsi utama budaya organisasi adalah

meresponsnya, sehingga dapat mengurangi kecemasan, ketidakpastian, dan

kebingungan. Budaya organisasi memiliki 2 fungsi utama, yaitu :

1. Sebagai proses integrasi internal, dimana para anggota organisasi dapat

bersatu, sehingga mereka akan mengerti bagaimana berinteraksi satu dengan

yang lain. Fungsi integrasi internal ini akan memberikan seseorang dan rekan

kerja lainnya identitas kolektif serta memberikan pedoman bagaimana

seseorang dapat bekerja sama secara efektif.

2. Sebagai proses adaptasi eksternal, dimana budaya organisasi akan

menentukan bagaimana organisasi memenuhi berbagai tujuannya dan

berhubungan dengan pihak luar. Fungsi ini akan memberikan tingkat adaptasi

(9)

organisasi dalam merespons perubahan zaman, persaingan, inovasi, dan

pelayanan terhadap konsumen, Safaria, 2004 dalam Danang Sunyoto5.

1.5.5

Tipe

Tipe Budaya Organisasi

Para peneliti berusaha untuk mengidentifikasi dan mengukur berbagai tipe

budaya organisasi dengan tujuan untuk mempelajari hubungan antara tipe

efektivitas budaya dan organisasi. Pencarian ini didorong oleh adanya

anggapan bahwa budaya tertentu lebih efektif daripada budaya yang lain.

Ada 3 tipe budaya organisasi, yaitu budaya konstruktif, budaya pasif

defensif, dan budaya agresif defensif, serta masing – masing tipe berhubungan

dengan seperangkat keyakinan normatif yang berbeda. Keyakinan normatif

menunjukkan pemikiran dan keyakinan individu mengenai bagaimana anggota

dari suatu kelompok atau organisasi diharapkan menjalankan tugasnya dan

berinteraksi dengan orang lain :

1. Budaya konstruktif, budaya konstruktif adalah budaya dimana para

karyawan didorong untuk berinteraksi dengan individu lain serta

mengerjakan tugas dan proyeknya dengan cara yang akan membantu

mereka memuaskan kebutuhannya untuk tumbuh dan berkembang. Tipe

budaya ini mendukung keyakinan normatif yang berhubungan dengan

pencapaian tujuan akan aktualisasi diri, penghargaan, dan persatuan.

2. Budaya pasif defensif. Budaya ini bercirikan keyakinan yang

memungkinkan karyawan berinteraksi dengan karyawan lain dengan cara

yang tidak mengancam keamanan kerjanya sendiri. Budaya ini mendorong

keyakinan normatif yang berhubungan dengan persetujuan, konvensional,

ketergantungan, dan penghindaran.

3. Budaya agresif defensif. Budaya ini mendorong karyawan mengerjakan

tugas – tugasnya dengan keras untuk melindungi keamanan kerja dan

status mereka. Tipe budaya ini bercirikan keyakinan normatif yang

5

(10)

mencerminkan posisi, kekuasaan, kompetitif, dan perfeksionis, Kreitner

dan Kinicki, 2005 dalam Danang Sunyoto.6

Sementara itu Wallach membagi tipe budaya organisasi menjadi 3, yaitu :

budaya birokratis, budaya inovatif, dan budaya suportif.

1. Budaya birokratis ditandai dengan adanya lingkungan kerja yang

terstruktur, tertib, teratur, berurutan, dan memiliki regulasi yang jelas.

Dalam budaya ini pengawasan dilakukan dengan ketat dalam bentuk

penetapan standar / aturan baku. Garis batas tanggung jawab serta otoritas

jelas dan tegas. Wewenang dan tanggung jawab diturunkan berdasarkan

level hierarki.

2. Budaya inovatif ditandai dengan adanya lingkungan kerja yang penuh

tantangan, memberikan tugas – tugas yang beresiko, dan membutuhkan

kreativitas untuk menyelesaikannya. Semua anggota organisasi diberi

tekanan dan stimulan untuk berkarya sekreatif mungkin, jalur komunikasi

terbuka lebar, serta tidak banyak aturan tentang pelaksanaan tugas.

Pengendalian dilakukan melalui supervisi dan konsultasi.

3. Budaya suportif menempatkan manusia sebagai titik sentral dalam

organisasi. Budaya ini ditandai dengan adanya lingkungan kerja yang lebih

bersahabat, peduli dengan sesama, saling percaya, dan adil. Budaya

suportif merupakan lingkungan yang penuh dengan kehangatan,

ramahtamah, dan saling memberikan kebebasan individual, sehingga oleh

Wallach disebut dengan fuzzy place to work(Falikhatun, 2003)7

1.5.6

Perubahan Budaya Organisasi

Sebuah organisasi menetapkan bahwa budaya organisasinya harus diubah.

Misalnya karena perubahan lingkungan luar yang drastis, organisasi yang

bersangkutan harus menyesuaikan dengan kondisi – kondisi ini atau tidak dapat

bertahan. Tetapi, mengubah budaya lama dapat mengalami banyak kesulitan

yang dapat diramalkan bisa berupa keterampilan, staf, hubungan – hubungan,

6

Danang Suyonto. Teori Perilaku Keorganisasian. Yogyakarta : CAPS, halaman 153.

7

(11)

peran – peran dan struktur yang sudah berakar serta pihak – pihak seperti sarikat

buruh, manajemen, atau bahkan para pelanggan yang masih mendukung dan

terbiasa dengan budaya lama. Meskipun ada halangan dan hambatan, budaya itu

dapat dikelola dan diubah. Usaha untuk mengubah budaya ini dapat mengambil

banyak bentuk yang berbeda. Seperti mengembangkan rasa kebersamaan

sejarah, menciptakan rasa kebersamaan, mempromosikan rasa kesamaan

anggota, dan meningkatkan pertukaran pengalaman diantara anggota. Organisasi

yang berusaha mengubah budaya mereka juga harus berhati – hati agar tidak

meninggalkan akar budaya seluruhnya yang sudah terbentuk.

1.5.7

Budaya Kuat Dan Budaya Lemah

Beberapa budaya organisasi dapat dikatakan kuat sedangkan yang lainnya

dapat dikatakan lemah. Budaya organisasi yang kuat adalah budaya organisasi

yang ideal dimana kekuatan budaya mempengaruhi intensitas pelaku. Disamping

faktor kepemimpinan, ada dua faktor besar yang juga ikut menentukan kekuatan

budaya organisasi, yaitu kebersamaan dan intensitas. Kebersamaan dapat

ditunjukkan dengan besarnya derajat kesamaan yang dimiliki oleh para anggota

organisasi tentang nilai – nilai inti. Sedangkan intensitas adalah komitmen para

anggota organisasi terhadap nilai – nilai inti budaya organisasi.

Pada organisasi yang memiliki budaya organisasi yang kuat anggota –

anggota loyal kepada organisasi, tahu dan jelas apa tujuan organisasi serta

mengerti perilaku mana yang dipandang baik dan tidak baik. Nilai – nilai yang

dianut organisasi tidak hanya berhenti slogan, tetapi dihayati dan dinyatakan

dalam tingkah laku sehari – hari secara konsisten oleh orang – orang yang bekerja

dalam perusahaan. Organisasi atau perusahaan memberikan tempat khusus kepada

pegawai teladan perusahaan. Dijumpai banyak ritual, mulai yang sederhana

sampai yang mewah. Memiliki jaringan yang kultural yang menampung certita –

cerita tentang kehebatan para karyawan teladan. Jadi, budaya organisasi yang kuat

membantu perusahaan memberi kepastian kepada seluruh individu yang ada

dalam organisasi untuk berkembang bersama perusahaan dalam bersama –sama

(12)

Budaya organisasi yang kuat menunjukkan bahwa nilai – nilai inti organisasi

dipegang teguh dan dijunjung bersama. Semakin banyak anggota organisasi yang

menerima nilai – nilai inti dan semakin besar komitmen mereka terhadap nilai –

nilai tersebut semakin kuat budaya organisasi.

Budaya yang kuat tetapi bertahan terhadap perubahan dapat menjadi sesuatu

yang buruk dari sudut pandang kompetitif dan kemampuan mendapatkan

keuntungan, dibandingkan budaya yang lemah tetapi inovatif, (Kreitner dan

Kinicki ,2005 dalam danang sunyoto.)8

Budaya organisasi yang lemah adalah budaya organisasi yang kurang

didukung secara luas oleh para anggotanya dan sangat dipaksakan, serta memberi

pengaruh negatif pada organisasi karena akan memberi arah yang salah kepada

para pegawainya. Selain itu, dalam organisasi memiliki budaya organisasi yang

lemah mudah terbentuk kepada kelompok – kelompok melebihi kesetiaan kepada

organisasi, dan anggota organisasi tidak segan – segan mengorbankan

kepentingan organisasi untuk kepentingan kelompok atau kepentingan kelompok

atau kepentingan sendiri.

Jika hal ini terjadi pada perusahaan, maka tugas – tugasnya tidak dapat

dilakukan dengan baik. Hal ini terlihat dari kurangnya motivasi atau semangat

kerja, timbul kecurigaan – kecurigaan, komunikasi kurang lancar, lunturnya

loyalitas atau kesetiaan pada tugas utamanya dan komitmen pegawai perusahaan.

Akibatnya, perusahaan menjadi tidak efektif dan kurang kompetitif.

Untuk memperkuat budaya organisasi, ada beberapa langkah kegiatan yang

dapat dilakukan olehn pemimpin organisasi yang disebut pendiri, pemimpin

puncak, dan para manajer, yaitu sebagai berikut :

1. Memantapkan nilai – nilai dasar budaya organisasi

Pemimpin organisasi perlu memantapkan nilai – nilai dasar tersebut agar

dapat dipakai sebagai pedoman berperilaku bagi karyawan. Dalam nilai – nilai

budaya perlu dijelaskan apa yang merupakan perintanh atau anjuran, mana yang

(13)

merupakan larangan, kegiatan apa yang bisa mendapatkan penghargaan dan

kegiatan yang bisa mendapatkan hukuman, dan sebagainya.

2. Melakukan pembinaan terhadap anggota organisasi

Arah pembinaan adalah agar nilai – nilai dasar yang menjadi budaya

organisasi dapat dipahami, dihayati,dan dilaksanakan oleh anggota – anggota

organisasi khususnya anggota baru. Pembinaan terhadap anggota organisasi dapat

dilakukan melalaui bimbingan dan pelatihan.

3. Memberikan contoh teladan

Dalam menanamkan dan memperkuat nilai – nilai budaya kepada anggota

organisasi, pimpinan organisasi perlu memberikan keteladanan dan kejujuran

dalam berperilaku dengan pedoman pada nilai – nilai budaya yang telah

ditetapkan. Hal ini sangat berpengaruh dan dapat mempercepat penanaman dan

perkuatan budaya organisasi kepada seluruh anggota organisasi.

4. Membuat acara – acara rutinitas

Acara – acara rutinitas seperti rekreasi bersama dapat memberikan motivasi

kepada anggota – anggota organisasi dengan keyakinan bahwa dia adalah bagian

dari keluarga besar organisasi. Selain itu, secara tidak langsung merupakan

perekat bagi anggota – anggota organisasi dalam menanamkan dan memperkuat

budaya organisasi.

5. Memberikan penilaian dan pengahargaan

Pemberian penghargaan kepada anggota - anggota organisasi dapat

merangsang anggota untuk berperilaku sesuai dengan nilai – nilai budaya yang

ditanamkan.

6. Tanggap terhadap masalah

Masalah – masalah eksternal seperti persaingan, pelanggan, penguasaan

(14)

pegawai atau karyawan, konflik dalam organisasi perlu diantisipasi dan ditanggapi

melalui budaya organisasi.

7. Koordinasi dan kontrol

Koordinasi dapat dilakukan melalui rapat – rapat resmi, atau koordinasi antar

pejabat secara berjenjang. Dan untuk mengetahui perilaku anggota –anggota

organisasi perlu dilakukan pengontrolan dan pengawasan secara berkala. Hasil

pengawasan dapat dijadikan sebagai umpan balik untuk memperkuat budaya

organisasi.

Makin kuat sebuah budaya organisasi, makin berkurang kebutuhan organisasi

untuk mengembangkan aturan - aturan dan regulasi formal untuk memberi

petunjuk tentang perilaku karyawan. Panduan tersebut akan diinternalkan dalam

diri para karyawan ketika mereka menerima budaya organisasi.

Budaya organisasi membantu mengarahkan sumber daya manusia pada

pencapaian visi, misi, dan tujuan organisasi. Selain itu, budaya organisasi akan

meningkatkan kekompakan tim antar departemen, divisi atau unit dalam

organisasi sehingga mampu menjadi perekat yang mengikat orang dalam

organisasi bersama – sama.

Dengan budaya organisasi dapat diperbaiki perilaku dan motivasi sumber

daya manusia, sehingga meningkatkan semangat organisasi untuk mencapai

tujuan organisasi.

1.5.2

Semangat Kerja Karyawan

1.5.2.1

Pengertian Semangat Kerja

Semangat kerja menggambarkan keseluruhan suasana yang dirasakan para

karyawan dalam kantor. Apabila karyawan merasa bergairah, bahagia, optimis

maka kondisi tersebut menggambarkan bahwa karyawan tersebut mempunyai

semangat kerja yang tinggi tetapi apabila karyawan suka membantah, menyakiti

hati, kelihatan tidak tenang maka karyawan tersebut mempunyai semangat kerja

yang rendah. Semangat kerja atau moral kerja merupakan sikap kesediaan

(15)

lebih banyak dan tanpa menambah keletihan, yang menyebabkan karyawan

dengan antusias ikut serta dalam kegiatan – kegiatan dan usaha – usaha

kelompok sekerjanya, dan membuat karyawan tidak mudah terkena pengaruh

dari luar, terutama dari orang – orang yang mendasarkan sasaran mereka itu atas

anggapan bahwa satu – satunya kepentingan pemimpin perusahaan itu terhadap

dirinya untuk memperoleh keuntungan yang sebesar – besarnya darinya dan

memberi sedikit mungkin.

Menurut Hasibuan (2003:160) semangat kerja merupakan suatu hasil kerja

yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugasnya atas kecakapan,

usaha dan kesempatan. Karyawan merupakan alat utama untuk menggerakkan

atau menjalankan organisasi. karyawan diberi tugas – tugas untuk dikerjakan

agar mencapai tujuan organisasi. Di dalam pelaksanaan tugasnya, karyawan

diharuskan memiliki semangat kerja agar segala sesuatu yang dikerjakannya

sesuai dengan aturan yang ada dan dapat menghasilkan sesuatu yang

memuaskan organisasi dan karyawan itu sendiri.

Semangat kerja adalah melakukan pekerjaan secara lebih giat, sehingga

dengan demikian pekerjaan akan dapat diharapkan lebih cepat dan lebih baik.

Dengan demikian semangat kerja sangat berpengaruh terhadap durasi pengerjaan

tugas. Semakin tinggi semangat kerja maka akan semakin cepat juga tugas

tersebut dikerjakan (Nitisemito, 1983)9. SedangkanPengertian yang lain tentang

semangat kerja adalah keinginan dan kesungguhan seseorang mengerjakan

pekerjaannya dengan baik serta disiplin untuk mencapai produktivitas yang

maksimal. Pengertian ini menunjukkan bahwa semangat kerja itu datang berasal

dari dalam diri itu sendiri yang membuatnya bergairah untuk menyelesaikan

tugas yang dibebankan kepadanya dan berkeinginan untuk menghasilkan tugas

yang dibebankan kepadanya dan berkeinginan untuk menghasilkan hasil yang

memuaskan untuk organisasi dan untuk dirinya(Malayu Sp. Hasibuan, 2004)10.

9

Alex S. Nitisemito. (1983). Manajemen Personalian : Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Ghalia Indonesia

10

(16)

Dari beberapa pengertian semangat kerja diatas dapat ditarik kesimpulan

bahwa semangat kerja adalah kemauan, keinginan, dan kesungguhan yang

datang dari dalam diri karyawan untuk bekerja lebih tekun dan giat

menyelesaikan tugas yang dibebankan pada dirinya untuk mencapai kinerja

yang maksimal.

1.5.2.2.

Tujuan Dan Manfaat Semangat Kerja

Menurut Alex S. Nitisemito mengatakan bahwa tujuan dan manfaat

semangat kerja adalah untuk meningkatkan produktivitas yang lebih baik.

Sehingga instansi atau organisasi perlu menimbulkan semangat kerja karyawan

yang tinggi, akan mempermudah untuk mencapai tujuan organisasi yang telah

ditetapkan sebelumnya, sementara apabila semangat kerja rendah maka

produktivitas juga rendah.

Indikasi turunnya semangat kerja antara lain :

1. Rendahnya produktivitas kerja

2. Tingkat absensi karyawan yang naik / tinggi

3. Tingkat perpindahan karyawan tinggi

4. Tingkat keresahan yang tinggi

5. Menimbulkan kegelisahan

6. Tuntunan sering kali terjadi

Sebab – sebab rendahnya semangat kerja anatara lain adalah :

1. Upah atau gaji yang rendah

2. Insentif yang tidak terarah

3. Kondisi lingkungan kerja yang buruk

4. Ketidakpuasan para karyawan, dan lain – lain

(17)

1.5.2.2

Faktor Yang Mempengaruhi Semangat Kerja

Menurut Malayu S.P Hasibuan (2001)11 menyebutkan faktor yang mempengaruhi semangat kerja karyawan, antara lain :

1. Gaji yang diterima

Gaji yang diberikan pada karyawan harus sesuai dengan apa yang telah

diberikan karyawan pada organisasi.

2. Perhatian pada kebutuhan rohani dan harga diri

Karyawan akan merasa tenang apabila mereka senantiasa diperhatikan dan

diakui keberadaannya.

3. Situasi dan lingkungan kerja

Situasi dan lingkungan kerja yang semberut dan tidak mengenakkan akan

menyebabkan karyawan menjadi gerah dan tidak nyaman dalam bekerja.

4. Adanya kesempatan untuk maju

Adanya kesempatan untuk meniti karir kejenjang yang lebih tinggi dapat

memberikan dorongan bagi karyawan untuk lebih bersemangat dalam bekerja.

5. Keamanan kerja yang baik

Karyawan yang bekerja pada bagian yang memiliki resiko yang lebih

banyak akan diawasi oleh rasa was-was, sehingga dalam bekerja mereka

kurang optimal.

6. Keadaan lingkungan sosial

Dalam tempat kerja teman kerja yang tidak egois, pengertian akan

membuat karyawan yang bersangkutan merasa betah dan bersemangat dalam

bekerja.

11

(18)

1.5.2.3

FaktorUntuk Mengukur Semangat Kerja

Menurut Hasibuan dalam (Lesmani : 2015) faktoruntuk mengukur

semangat kerja adalah :

1. Keinginan

Motivasi dan dorongan bekerja akan terbentuk bila seseorang memiliki

keinginan atau minat dalam mengerjakan pekerjaannya. Yang lebih

dipentingkan oleh karyawan adalah seharusnya bekerja untuk organisasi bukan

lebih mementingkan pada apa yang mereka dapat. Seseorang akan dikatakan

lebih mementingkan gaji dari pada bekerja. Oleh karena itu tidak

mengherankan bahwa seseorang dengan gaji yang tinggi masih juga

berkeinginan untuk pindah bekerja di tempat lain. Seseorang yang benar-benar

ingin bekerja, akan bekerja dengan baik meskipun tanpa pengawasan dari

atasannya dan juga mereka akan bekerja bukan karena perasaan takut tetapi

lebih pada dorongan dari dalam dirinya untuk kerja yang tinggi akan

menganggap bekerja sebagai sesuatu hal yang menyenangkan bukan hal yang

menyengsarakan.

2. Kesungguhan

Aspek ini menunjukkan adanya kesungguhan seseorang untuk selalu

konstruktif walaupun sedang mengalami kegagalan yang ditemuinya dalam

bekerja. Seseorang yang memiliki semangat kerja yang tinggi tentunya tidak

akan memilih sikap yang pesimis apabila menemui kesulitan dalam

pekerjaannya.

3. Kesenangan

Kesenangan dalam bekerja yaitu kepuasan hati, kenyamanan, dan

kebahagiaan (hidup) seseorang dalam melaksanakan atau melakukan

pekerjaan. Karena manusia membutuhkan kesenangan sesuai dengan

(19)

4. Kepuasan

Kepuasan kerja merupakan keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak

menyenangkan dimana para karyawan memandang pekerjaan mereka.

1.5.2.4

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Semangat Kerja

Budaya organisasi adalah norma-norma dan kebiasaan yang diterima

sebagai suatu kebenaran oleh semua orang dalam organisasi. Semangat kerja

adalah kemauan, keinginan, dan kesungguhan yang datang dari dalam diri

karyawan untuk bekerja lebih tekun dan giat dalam menyelesaikan tugas yang

dibebankan pada dirinya untuk mencapai kinerja yang maksimal. Budaya

organisasi sangat berpengaruh kepada semangat kerja untuk memantapkan nilai –

nilai dasar budaya organisasi, melakukan pembinaan terhadap anggota organisasi,

memberikan contoh teladan, membuat acara- acara rutinitas, memberikan

penilaian dan penghargaan, tanggap terhadap masalah, koordinasi dan kontrol.

Dengan demikian dapatlah terjalin kerjasama, kepuasan, dan kedisplinan dapat

terbentuk dengan baik.

1.6 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara suatu penelitian yang mana

kebenarannya perlu di uji serta dibuktikan melalui penelitian. Dikatakan

sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang

relevan, belum didasarkan pada fakta – fakta empiris yang diperoleh melalui

pengumpulan data(Sugiyono, 2005 : 70).12

Adapun hipotesis yang dikemukakan penulis sebagai berikut:

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

Bahwa ada pengaruh budaya organisasi terhadap semangat kerja pada PT. PLN

(Persero) Area Medan.

2. Hipotesis Nol (Ho)

12Sugiyono. 2005.

(20)

Bahwa tidak ada pengaruh antara budaya organisasi terhadap semangat kerja

pada PT. PLN (Persero) Area Medan.

1.7.

Defenisi Konsep

Defenisi konsep merupakan abstraksi suatu fenomena yang dirumuskan

atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok,

atau individu tertentu (Singarimbun, 1989 : 33).13

Sehingga dengan konsep maka penelitian bisa memahami unsur – unsur

yang ada dalam penelitian, baik variabel, indikator, parameter maupun skala

pengukuran yang dikehendaki dalam penelitian. Untuk dapat menemukan batasan

yang lebih jelas dapat menyederhanakan pemikiran atas masalah yang sedang

penulis teliti, maka penulis mengemukakan defenisi konsep sebagai berikut :

1. Budaya organisasi adalah norma-norma dan kebiasaan yang diterima sebagai

suatu kebenaran oleh semua orang dalam organisasi.

2. Semangat kerja adalah kemauan, keinginan, dan kesungguhan yang datang

dari dalam diri pegawai untuk bekerja lebih tekun dan giat menyelesaikan

tugas yang dibebankan pada dirinya untuk mencapai produktivitas yang

maksimal.

1.8

Defenisi Operasional

Defeinisi operasional adalah unsur – unsur penelitian yang

memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel dengan pengukuran ini

dapat diketahui indikator – indikator apa saja sebagai pendukung untuk analisa

dari variabel – variabel tersebut(Singarimbun, 1989 : 46).14

Dalam hal ini sehubungan dengan judul di atas terdapat dua variabel, yaitu

variabel bebas (X) dan v ariabel terikat (Y).

13

Singarimbun, Masri. 1989. Metode Penelitian Survey. Jakarta : LP3ES

14

(21)

1. Variabel budaya organisasi adalah variabel bebas (X). Budaya organisasi

adalah pokok penyelesaian masalah-masalah eksternal dan internal yang

pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang

kemudian diwariskan kepada anggota-anggota baru berbagai cara sebagai

cara yang tepat untuk, memahami, memikirkan dan merasakan terhadap

masalah-masalah terkait diatas (Peter F Drucker15). Indikator budaya

organisasi (X) dapat diukur sebagai berikut :

a. Inisatif Individual

Yaitu tanggung jawab, kebebasan atau indepedensi yang dipunyai setiap

anggota organisasi dalam mengemukakan pendapat. Inisatif indiviudal

tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu organisasi

sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan organisasi

atau perusahaan.

b. Toleransi Terhadap Tindakan Beresiko

Suatu budaya organisasi dikatakan baik apabila dapat memberikan

toleransi kepada anggota atau para pegawai agar dapat bertindak agresif dan

inovatif untuk memajukan organisasi atau perusahaan serta berani mengambil

resiko terhadap apa yang dilakukannya.

c. Pengarahan

Pengarahan dimaksudkan sejauh mana organisasi atau perusahaan dapat

menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan yang diinginkan. Sasaran dan

harapan tersebut jelas tercantum dalam visi, misi, dan tujuan organisasi.

Kondisi ini dapat berpengaruh terhadap kinerja organisasi atau perusahaaan.

d. Integrasi

Integrasi dimaksudkan sejauh mana organisasi atau perusahaan dapat

mendorong unit – unit organisasi untuk bekerja dengan cara yang

15

Tika, Moh. Pabundu.2006. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta :

(22)

terkoordinasi. Kekompakan unit – unit tersebut dapat mendorong kualitas dan

kuantitas pekerjaan yang dihasilkan.

e. Dukungan manajemen

Dukungan manajemen dimaksudkan sejauh mana para manajer dapat

memberikan komunikasi atau arahan, bantuan, serta dukungan yang jelas

terhadap bawahan.

f. Kontrol

Alat kontrol yang dapat dipakai adalah peraturan – peraturan atau norma –

norma yang berlaku di dalam suatu organisasi atau perusahaan.

g. Identitas

Dimaksudkan untuk sejauh mana para anggota suatu organisasi atau

oerusahaan dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai suatu kesatuan dalam

perusahaan dan bukan sebagai kelompok kerja tertentu atau keahlian

profesional tertentu.

h. Sistem imbalan

Sejauh mana alokasi imbalan (kenaikan gaji, promosi dan sebaginya)

didasarkan atas prestasi kerja pegawai, bukan didasarkan atas senioritas, sikap

pilih kasih, dan sebagainya.

i. Toleransi terhadap konflik

Sejauh mana alokasi imbalan (kenaikan gaji, promosi dan sebaginya)

didasarkan atas prestasi kerja pegawai, bukan didasarkan atas senioritas, sikap

pilih kasih, dan sebagainya.

j. Pola komunikasi

Sejauh mana komunikasi dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal.

Kadang – kadang hierarki kewenangan dapat menghambat terjadinya pola

(23)

2. Variabel semangat kerja adalah variabel terikat (Y). Semangat kerja

merupakan suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan

tugas-tugasnya atas kecakapan, usaha dan kesempatan (Hasibuan 2003:160).

Indikator semangat kerja karyawan (Y) dapat diukur sebagai berikut :

1. Keinginan

Motivasi dan dorongan bekerja akan terbentuk bila seseorang memiliki

keinginan atau minat dalam mengerjakan pekerjaannya. Yang lebih

dipentingkanoleh karyawan adalah seharusnya bekerja untuk organisasi bukan

lebih mementingkan pada apa yang mereka dapat.

2. Kesungguhan

Aspek ini menunjukkan adanya kesungguhan seseorang untuk selalu

konstruktif walaupun sedang mengalami kegagalan yang ditemuinya dalam

bekerja. Seseorang yang memiliki semangat kerja yang tinggi tentunya tidak akan

memilih sikap yang pesimis apabila menemui kesulitan dalam pekerjaannya.

3. Kesenangan

Kesenangan dalam bekerja yaitu kepuasan hati, kenyamanan, dan

kebahagiaan (hidup) seseorang dalam melaksanakan atau melakukan pekerjaan.

Karena manusia membutuhkan kesenangan sesuai dengan keperluannya.

4. Kepuasan

Kepuasan kerja merupakan keadaan emosional yang menyenangkan atau

(24)

1.9

Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, kerangka teori, hipotesis, defenisi konsep,

defenisi operasional, dan sistematika penulisan

BAB II METODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi

penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang gambaran umum mengenai objek atau

lokasi penelitian berupa sejarah singkat, visi dan misi, dan struktur

organisasi

BAB IV PENYAJIAN DATA

Bab ini memuat penyajian data yang dilakukan dengan

menguraikan hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan

menganalisisnya berdasarkan metode yang digunakan

BAB V ANALISIS DATA

Bab ini berisikan tentang kajian dan analisa data yang diperoleh

pada saat penelitian dan memberikan interpretasi terhadap masalah

yang diajukan.

BAB VI PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang dianggap penting

Referensi

Dokumen terkait

• Set iap t ransaksi keluar dari kas harus dit ulis: Tanggal t ransaksi, jenis t ransaksi di Kas, kode bukt i, uraian t ransaksi, sumber dana, nama kegiat an sekolah, komponen

Perancangan sistem pada bagian penggajian ini akan menghasilkan output yang sangat berguna baik bagi karyawan, perusahaan maupun bagi pengolah data itu sendiri. Sistem ini

Dengan pendekatan tersebut, dibuatlah program yang berbasiskan pengetahuan medis, untuk mendiagnosa penyakit yang terjadi di saluran pernafasan dengan lima gejala umum yaitu

Dalam perancangan database ini , query dimanfaatkan untuk melihat tentang informasi yang dibutuhkan , misalnya untuk melihat informasi pembelian, penjualan maupun untuk

Program dan Kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun 2014 merupakan puncak dari. pelaksanaan Rencana Strategis Dinas Kelautan dan Perikanan 2011 – 2015

• Gambar diatas mengilustrasikan remote akses dimana user pada PC client melakukan remote akses sehingga seolah- olah user telah berada di depan server.. • Setelah user

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Pembentukan Tim Pensertifikatan dan Sewa Tanah Pemerintah

Untuk melaksanakan amanat dari Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang