BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis
2.1.1. Teori Agensi (Agency Theory)
Untuk dapat memahami tentang corporate governance maka
digunakanlah dasar perspektif teori keagenan. Teori keagenan (Agency
Theory) menyebutkan bahwa hubungan agensi muncul ketika satu orang
atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan
suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan
kepada agent tersebut (Jensen dan Meckling, 1976).
Manajer sebagai agen mempunyai peranan penting dalam
mengoptimalkan laba dan berkontribusi untuk kemajuan perusahaan dimasa
yang akan datang. Setiap informasi keuangan perusahan yang diketahui oleh
pihak manajemen, wajib diberitahukan kepada pihak pemilik (principal)
sebagai bentuk pertanggungjawaban manajer. Namun, informasi yang
disampaikan manajer seringkali tidak sesuai dengan kondisi perusahaan
yang sebenarnya. Hal ini dikarenakan adanya kepentingan manajer yang
tidak sejalan dengan pemilik.
Menurut Eisenhardt (1989) teori keagenan dilandasi oleh tiga asumsi
umum, yaitu:
1. Asumsi tentang sifat manusia
2. Asumsi tentang keorganisasian
Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria efektivitas, dan adanya asimetri informasi antara prinsipal dan agen.
3. Asumsi tentang informasi
Asumsi tentang informasi adalah bahwa informasi dipandang sebagai barang komoditi yang bisa diperjualbelikan.
Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia, setiap individu terdorong
untuk memuaskan dirinya sendiri sehingga seringnya menimbulkan konfilik
antar prinsipal dan agen. Pihak prinsipal mempunyai kepentingan untuk
meningkatkan kemakmuran perusahaannya dengan cara mengadakan
kontrak dengan agen, sedangkan agen cenderung bersifat opportunis yaitu
berusaha memenuhi kebutuhan ekonomi dan psikologinya. Agar dapat
memenuhi kontrak pihak prinsipal serta mendapatkan kompensasi yang
tinggi, manajer seringkali memanipulasi beberapa kondisi perusahaan
sehingga terlihat bahwa perusahaan sudah mencapai target.
2.1.2. Laporan Keuangan
Laporan keuangan adalah salah satu bentuk pertanggungjawaban
seorang manajer yang dilakukan setiap suatu periode tertentu. Manajer
melakukan pencatatan dari setiap transaksi-transaksi yang dilakukan
perusahaan sebagai laporan yang akan diberikan kepada pihak pemakai.
Menurut IAI (2009) tujuan laporan keuangan adalah menyediakan
informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja perusahaan, serta
perubahan posisi keuangan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai
Laporan keuangan yang telah disiapkan oleh manajer perusahan akan
menjadi sumber informasi utama yang akan digunakan untuk mengevaluasi
kondisi perusahaan saat ini dan untuk memperkirakan hasil operasi
perusahaan di masa depan. Dari laporan keuangan yang dibuat oleh manajer
maka para pemakai laporan dapat melihat kinerja perusahaan baik dari
kewajiban perusahaan dalam melunasi hutang-hutang perusahaan serta
ekuitas dari perusahaan
2.1.3. Manajemen Laba (Earnings Management) 2.1.3.1. Definisi Manajemen Laba
Assih dan Gudono (2000) manajemen laba diartikan
sebagai suatu proses yang dilakukan dengan sengaja, dalam batasan
general accepted accounting principles, untuk mengarah pada suatu
tingkat yang diinginkan atas laba yang dilaporkan. Navissi (1999)
menyimpulkan bahwa penurunan laba discretionary accruals oleh
perusahaan-perusahaan manufaktur pada periode waktu tertentu
dapat digunakan untuk menaikkan harga saham perusahaan yang
bersangkutan.
Definis lain dari manajemen laba Sugiri (1998) adalah
dengan membagi manajemen laba menjadi dua, yaitu:
1. Definisi sempit
Manajemen laba dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi. Manajemen laba dalam arti sempit ini didefinisikan sebagai perilaku manajer untuk bermain dengan komponen discretionary accrual
Manajemen laba merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit usaha dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomi jangka panjang unit tersebut.
Dalam perusahaan, informasi laba merupakan sangat
penting bagi penggunanya, karena informasi laba bermanfaat untuk
menaikkan harga saham perusahaan serta untuk memperediksi hasil
usaha untuk tahun berikutnya. Sehingga membuat manajemen
perusahaan melakukan tindakan meningkatkan maupun mengurangi
laba perusahaan untuk memenuhi kebutuhan perusahaan dan
kebutuhan pribadi agar kinerjanya terlihat baik.
2.1.3.2. Motivasi Terjadinya Manajemen Laba
Healy dan Wahlen (1999) beberapa motivasi terjadinya
manajemen laba:
1. Motivasi pasar modal (capital market motivations),
Motivasi ini berhubungan dengan harga saham, dimana harga saham merupakan sumber informasi yang digunakan oleh investor untuk melihat laporan keuangan perusahaan.
2. Motivasi kontrak (contracting motivations)
Berkaitan dengan penggunaan data akuntansi dalam memonitor dan meregulasi kontrak atas perusahaan dan pihak-pihak lain yang berkepentingan (stakeholders). Secara eksplisit maupun implisit, kontrak-kontrak yang berjenis kompensasi manajemen banyak dikaitkan dengan kinerja keuangan perusahaan.
3. Motivasi regulasi (regulatory motivation)
Manajemen laba mengeksplor dua bentuk dari motivasi regulasi yaitu tentang spesifik industri dan kepercayaan. Motivasi ini digunakan untuk menghindari biaya politik.
Selain tiga motivasi terjadinya manajemen laba yang dikemukan
faktor lain yang memotivasi terjadinya manajemen laba, yaitu bonus
sheme, kontrak jangka panjang (debt covenmant), motivasi politik
(political motivation), motivasi perpajakan (taxation motivation),
pergantian CEO(chief executive officer), IPO (initial public offering), dan
mengkomunikasikan informasi pada investor.
Beberapa motivasi terjadinya manajemen laba diatas, dapat
dilihat bahwa manajemen laba dilakukan dengan cara meningkatkan laba
bersih untuk menarik perhatian investor dan menurunkan laba untuk
menghindari pembayaran pajak yang besar. Terjadi penyimpangan ini
tidak hanya dilakukan oleh pihak manajemen tetapi juga dilakukan oleh
CEO perusahaan untuk kepentingan pribadinya. Jika hal ini tidak cepat
ditangani bukan hanya perusahaan yang akan mengalami kerugian tetapi
Negara juga akan mengalami kerugian karena perusahaan melakukan
praktik laba untuk menghemat pembayaran pajak.
2.1.4. Corporate Governance
2.1.4.1. Definisi dan Tujuan Corporate Governance
Good corporate governance pertama kali dikemukakan
oleh Cadbury Committee (1992) bahwa :
“Corporate governance is the system by which companies are directed and controlled. Boards of directors are responsible for the governance of their companies. The shareholders role in governance is to appoint the directors and the auditors and to satisfy themselves that an appropriate governance structure in place.”
untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang
berkepentingan (stakeholders). Dengan adanya prinsip tersebut
diharapkan dapat mengurangi praktik manajemen laba,
meningkatkan kinerja perusahaan dan perilaku dari manajemen. Bila
corporate governance pdaa perusahaan berjalan dengan baik maka
perusahaan akan penilaian yang baik dari pihak prinsipal, kreditor
dan masyarakat. Pihak prinsipal dan agen akan sama-sama
mendapatkan keuntungan, prinsipal mendaptkan deviden yang besar
sedangkan agen akan mendapatkan bonus karena telah melakukan
pekerjaannya dengan baik.
2.1.4.2. Manfaat Corporate Governance
Manfaat corporate governance menurut FCGI (2001)
adalah:
1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders. 2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang
lebih murah sehingga dapat meningkatkan corporate value.
3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan
shareholder value dan dividen.
2.1.4.3. Asas Governance Corporate Governance
Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG)
1. Transparansi (Transparency)
Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.
2. Akuntanbilitas (Accountability)
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secar benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
3. Responsibilitas (Responsibility)
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen. 4. Independensi (Independency)
Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)
Dalam melaksanakan kegitannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepetingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
2.1.4.4. Mekanisme Corporate Governance
Menurut Barnhart dan Rosenstein (1998) mekanisme
corporate governance dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
2. Mekanisme eksternal (external mechanism), seperti pasar untuk kontrol perusahaan, kepemilikan institusional dan tingkat pendanaan dengan hutang.
Beberapa mekanisme corporate governance yang sering
digunakan dalam penelitian adalah untuk mengetahui pengaruhnya
terhadap manajemen laba, diantaranya adalah konsentrasi
kepemilikan, proporsi dewan komisaris independen, dan komite
audit.
2.1.5. Ukuran Perusahaan
Ezat dan Masry (2008) ukuran perusahaan merupakan variabel yang
paling lazim dalam mempengaruhi tingkat pengungkapan. Riyanto (2002)
mendeskripsikan ukuran perusahaan sebagai besar kecilnya perusahaan
dilihat dari besarnya nilai equity, nilai penjualan, atau nilai aktiva. Ashbaugh
et al. (1999) perusahaan besar kemungkinan besar lebih banyak
menggunakan Teknologi Informasi daripada perusahaan kecil dalam
meningkatkan informasi keuangan untuk mencukupi kebutuhan informasi
yang besar
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat diartikan bahwa ukuran
perusahaan merupakan suatu acuan untuk melihat besar kecilnya suatu
perusahaan dan untuk melihat seberapa besar pengaruh suatu ukuran
perusahaan terhadap pengungkapan laporan keuangan perusahaan.
Perusahaan yang berukuran besar biasanya memiliki peran sebagai
pemegang kepentingan yang lebih luas. Sehingga perusahaan tersebut
perusahaan harus melaporakan keuangan perusahaan dengan sebenarnya
kepada pemakai laporan keuangan dan masyarakat. Sebaliknya perusahaan
yang berukuran kecil tidak memiliki kebijakan, hukum, dan peraturan yang
harus dipatuhi, sehingga tindakan manajemen laba lebih sering terjadi pada
perusahaan yang berukuran kecil
2.1.6. Kepemilikan Manajerial
Jensen dan Meckling (1976) memperbesar kepemilikan saham
perusahaan oleh manajemen (managerial ownership), sehingga kepentingan
pemilik atau pemegang saham akan dapat disejajarkan dengan kepentingan
manajer. Siswantaya (2007) menyatakan bahwa kepemilkan manajerial
berpengaruh negatif terhadap manajemen laba, tetapi secara signifikan
pengaruh sanagt kecil terhadap manajemen
Motivasi yang berbeda akan menghasilkan besaran manajemen laba
yang berbeda, seperti antara manajer yang juga sekaligus sebagai pemegang
saham dan manajer yang tidak sebagai pemegang saham. Hal ini sesuai
dengan sistem pengelolaan perusahaan dalam dua kriteria, yaitu perusahaan
dipimpin oleh manajer dan pemilik (owner-manager) dan perusahaan yang
dipimpin oleh manajer dan non pemilik (non owners-manager) (Boediono,
2005).
Kepemilikan saham oleh manajemen pada perusahaan dapat
mempengaruhi tindakan manajemen dalam mengambil keputusan. Apabila
manajemen mempunyai kepentingan yang sama antara manajer dan pemilik
yang akan diterimanya. Manajer juga akan termotivasi untuk meningkatkan
kinerja perusahaan.
2.1.7. Kepemilikan Institusional
Persentase saham tertentu yang dimiliki oleh institusi dapat
mempengaruhi proses penyusunan laporan keuangan yang tidak menutup
kemungkinan terdapat akrualisasi sesuai kepentingan pihak manajemen
(Boediono, 2005). Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham
perusahaan oleh institusi keuangan seperti perusahaan asuransi, bank, dana
pensiun, dan investment banking (Siregar dan Utama, 2005).
Kepemilikan saham oleh institusional mempunyai peranan penting
untuk mengawasi manajemen pada saat penyampaian laporan keuangan
karena pemegang saham institusional memiliki informasi yang lebih banyak.
Pemegang saham institusional cenderung mengotrol setiap pergerakan
manajemen serta terlibat dalam pengambilan keputusan. Pengawasan yang
dilakukan pihak institusional akan lebih efektif, sehingga akan menggurangi
tindakan manajemen untuk melakukan manajemen laba.
2.1.8. Dewan Komisaris
KNKG (2006) dewan komisaris sebagai organ perusahaan bertugas
dan bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan
memberikan nasihat kepada Direksi serta memastikan bahwa perusahaan
melaksanakan corporate governance. Boediono (2005) karakteristik dewan
suatu mekanisme yang menentukan tindakan manajemen laba. Melalui
peranan dewan komisaris dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap
operasional perusahaan oleh pihak manajemen, komposisi dewan komisaris
dapat memberikan kontribusi yang efektif terhadap hasil dari proses
penyusunan laporan keuangan yang berkualitas atau kemungkinan terhindar
dari kecurangan laporan keuangan.
Untuk menjamin pelaksanaan good corporate governance diperlukan
anggota dewan komisaris yang memiliki kemampuan dan tidak memiliki
hubungan bisnis ataupun hubungan lainnya dengan pemegang saham
pengendali (mayoritas) baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam
menjalankan tugasnya anggota dewan komisaris harus mendahulukan
kepentingan perusahaan dibandingan kepentingan pribadinya. Sehingga
anggota dewan komisaris dilarang menyalahgunakan jabatannya untuk
kepentingan pribadi maupun kepentingan pihak-pihak lain yang
mengakibatkan kerugian pada perusahaan.
2.1.9. Komite Audit
Berdasarkan hukum yang ada di Indonesia, perusahaan-perusahaan
yang go public diwajibkan untuk membentuk komite audit. Pembentukan
komite audit tersebut dibentuk oleh dewan komisaris. KNKG (2006) komite
audit bertugas membantu dewan komisaris untuk memastikan bahwa apakah
laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum, struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan
sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan tindak lanjut temuan hasil
audit dilaksanakan oleh manajemen. FCGI (2001) komite audit
sekurang-kurangnya terdiri dari 3 anggota, seorang diantaranya komisaris independen
perusahaan tercatat sekaligus menjadi ketua komite, sedangkan yang lain
adalah pihak ekstern yang independen dan minimal salah seorang memiliki
kemampuan di bidang akuntansi dan keuangan. Tugiman (1995) komite
audit adalah sekelompok orang yang dipilih oleh kelompok yang lebih besar
untuk mengerjakan pekerjaan tertentu atau untuk melakukan tugas-tugas
khusus atau sejumlah anggota dewan komisaris perusahaan klien yang
bertanggung jawab untuk membantu auditor dalam mempertahankan
independensinya dari manajemen.
Komite audit bersifat independen yang mempunyai tanggung jawab
untuk melakukan pengawasan terhadap sistem internal dalam perusahaan.
Komite audit juga bertanggung jawab untuk memastikan perusahaan
melakukan tugasnya serta mematuhi peraturan dalam pelaksanaan corporate
governance. Komite audit mempunyai peranan yang berkaitan dengan good
corporate governance serta dapat dijadikan tolak ukur kesuksesan suatu
perusahaan. Komite audit mempunyai peran dalam evaluasi laporan
keuangan perusahaan. Oleh karena itu, komite audit harus memiliki
pengalaman dibidangnya dan mematuhi peraturan dan unndang-undang
2.2. Tinjauan Peneliti Terdahulu
Midiastuty dan Machfoed (2003) meneliti “Analisis Hubungan Mekanisme
Corporate Governance dan Indikasi Manajemen Laba”. Variabel dependen
penelitian ini adalah manajemen laba dan kualitas laba dengan variabel
independennya kepemilikan manajerial, ukuran dewan direksi, ukuran
perusahaan, kepemilikan institusional, leverage, pertumbuhan, variabel dummy.
Penelitan ini dilakukan pada perusahaan non industri perbankan dan asuransi di
Indonesia yang terdaftar di BEJ selama periode 1995-2000. Hasil penelitian ini
menyimpulkan bahwa Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan
ukuran perusahaan berpengaruh negatif signifikanterhadap manajemen laba.
Ukuran dewan direksi berpengaruh positif tidak signifikan terhadap manajemen
laba, leverage dan pertumbuhan berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap
manajemen laba, variabel dummny berpengaruh positif signifikan terhadap
manajemen laba. Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan leverage
berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas laba. Ukuran dewan direksi,
manajemen laba, ukuran perusahaan, dan pertumbuhan berpengaruh positif tidak
signifikan terhadap manajemen laba. Variabel dummy berpengaruh negatif
signifikan terhadap manajemen laba..
Boediono (2005) meneliti “Kulitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme
Corporate Governance dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan
Analisis Jalur”. Variabel dependen penelitian ini adalah manajemen laba dan
kualitas laba dengan variabel independennya kepemilikan institusional,
industri manufaktur di Indonesia yang terdaftar di BEJ selama periode 1996-2000
ukuran populasi yang memenuhi kriteria atau kelengkapan data sebanyak 96
emiten di tahun 2002. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kepemilikan
institusional dan kepemilikan manajerial berpengaruh positif signifikan terhadap
manajemen laba, sedangkan komposisi dewan komisaris berpengaruh positif tidak
signifikan terhadap manajemen laba. Kepemilikan institusional, kepemilikan
manajerial dan komposisi dewan komisaris berpengaruh positif signifikan
terhadap kualitas laba, sedangkan manajemen laba berpengaruh positif tidak
signifikan terhadap kualitas laba.
Nasution dan Setiawan (2007) meneliti “Pengaruh Corporate Governance
terhadap Manajemen Laba di Industri perbankan Indonesia”. Variabel dependen
penelitian ini adalah manajemen laba dan ukalitas laba dengan variabel
independennya komposisi dewan komisaris, ukuran dewan komisaris, keberadaan
komite audit, ukuran perusahaan. Penelitan ini dilakukan pada industri perbankan
di Indonesia yang terdaftar di BEJ selama periode 2000-2004 mempunyai
populasi sebanyak 27 dan hanya 20 sampel yang memenuhi kriteria. Hasil
penelitian ini menyimpulkan bahwa komposisi dewan komisaris berpengaruh
negatif tidak signifikan, keberadaan komite audit berpengaruh negatif signifikan
terhadap manajemen laba, ukuran dewan komisaris dan ukuran perusahaan
berpengaruh positif tidak signifikan terhadap manajemen laba.
Ningsaptiti (2010) meneliti “Analisis pengaruh Ukuran Perusahaan Dan
Mekanisme Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba”. Variabel
ukuran perusahaan, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komposisi
dewan komisaris, komite audit. Penelitan ini dilakukan pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI selama periode 2006-2008 mempunyai populasi
sebanyak 143 dan hanya 37 sampel yang memenuhi kriteria. Hasil penelitian ini
menyimpulkan bahwa ukuran perusahaan, konsentrasi kepemilikan, dan
spesialisasi industri KAP berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen
laba, spesialisasi industri KAP dan komite audit berpengaruh negatif tidak
signifikan terhadap manajemen laba, dan komposisi dewan komisaris berpengaruh
positif tidak signifikan. Secara simultan mekanisme corporate governance
(kosentrasi kepemilikan, komposisi dewan komisaris, spesialisasi industri KAP,
dan komite audit dapat berpengaruh terhadap manajemen laba.
Panjaitan (2012) meneliti “Analisis Pengaruh Mekanisme Good Corporate
Governance Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2011”. Variabel dependen
penelitian ini adalah manajemen laba dengan variabel independennya kepemilikan
manejerial, proporsi dewan komisaris, komite audit . Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan
terhadap manajemen laba, sedangkan proporsi dewan komisaris dan komite audit
berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap manajemn laba. Penelitan ini
dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama periode
penelitian mempunyai populasi sebanyak 136 dan hanya 25 sampel yang
memenuhi kriteria. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa proporsi dewan
manajemn laba. Kepemilikan manajerial yang berpengaruh negatif signifikan
terhadap manajemen laba.
Aprianti (2012) meneliti “Analisis Pengaruh Penerapan Good Corporate
Governance Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Perbankan Go Public
Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Pada Periode 2009-2011”. Variabel
dependen penelitian ini adalah manajemen laba dengan variabel independennya
leverage, kepemilikan instutisional, proporsi dewan komisaris independen, komite
audit. Penelitan ini dilakukan pada perusahaan perbankan go public yang terdaftar
di BEI selama periode penelitian mempunyai populasi sebanyak 31 dan hanya 23
sampel yang memenuhi kriteria. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa
leverage berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba, kepemilikan
institusional berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba, proposi
dewan komisaris independen berpengaruh positif tidak signifikan terhadap
manajemen laba, dan komite audit berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap
manajemen laba. Secara simultan leverage, kepemilikan institusional, proporsi
dewan komisaris independen, dan komite audit tidak berpengaruh terhadap
manajemen laba.
Difianti (2014) meneliti “Pengaruh Pengungkapan Corporate Governance,
Ukuran Perusahaan, Dan Dewan Komisaris Terhadap Manajemen Laba Pada
Perusahaan Pertambangan Dan Perkebunan Yang Terdaftar Di BEI Tahun
2010-2012”. Variabel dependen penelitian ini adalah manajemen laba dengan variabel
independennya corporate governance, ukuran perusahaan, dewan komisaris.
penelitian mempunyai populasi sebanyak 56 dan hanya 18 sampel yang
memenuhi kriteria. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Corporate
governance, dan dewan komisaris berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap
manjemen laba, ukuran perusahaan berpengaruh positif tidak signifikan terhadap
manajemen laba.Secara simultan corporate governance , ukuran perusahaan, dan
dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
Beberapa ringkasan penelitian terlebihi dahulu akan disajikan pada tabel
dibawah ini.
• Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional,
signifikan terhadap
• Kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial
• Kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dan
• Komposisi dewan komisaris berpengaruh negatif tidak signifikan.
• Keberadaan komite audit berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba.
• Ukuran dewan komisaris dan ukuran perusahaan
• Ukuran perusahaan,
konsentrasi kepemilikan, dan spesialisasi industri KAP berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba.
• Spesialisasi Industri KAP • Komite Audit
berpengaruh positif tidak signifikan
• Secara simultan mekanisme corporate governance
• Kepemilikan manajerial yang berpengaruh negatif
signifikan terhadap manajemen laba.
• Proporsi dewan komisaris dan komite audit
• Leverage berpengaruh negatif signifikan
• Secara simultan leverage, kepemilikan institusional,
Dan Dewan • Secara simultan corporate
governance , ukuran
Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih lebih banyak mengetahui
informasi internal dan prospek perusahaaan dimasa yang akan datang
dibandingkan dengan pemilik (pemegang saham). Hal ini menyebabkan adanya
konflik antara agen dan prinsipal dalam teori agensi, menyebabkan timbulnya
manajemen laba yang dilakukan oleh manajer. Banyak kasus manipulasi
manajemen laba yang sering dilakukan oleh manajemen membuat perusahaan
melakukan mekanisme pengawasan atau monitoring untuk meminimalkan praktik
manajemen laba. Salah satu mekanisme yang dapat digunakan perusahaan untuk
mengurangi praktik manajemen laba adalah penerapan corporate governance.
Penerapan corporate governance khususnya struktur kepemilikan, proporsi dewan
komisaris independen, dan keberadaan komite audit diduga mampu
mempengaruhi praktik manajemen laba. Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti
lebih lanjut apakah ukuran perusahaan dan mekanisme corporate governance
berpengaruh terhadap manajemen laba serta dapat meminimalisasi manajemen
laba tersebut.
penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Mekanisme CG H1
H2 H3 H4 H5
H6 Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.3.1. Hubungan Ukuran Perusahaan dengan Manajemen Laba
Ukuran perusahaan mempunyai pengaruh terhadap manajemen laba.
Semakin besar ukuran perusahaan akan sedikit terjadinya manajemen laba.
karena banyaknya peraturan dan hukum yang diberlakukan pada perusahaan.
Sedangkan perusahaan yang berukuran relatif kecil sering terjadinya
manajemen laba karenya kurangnya pengawasaan pada saat penyampaian
laporan keuangan. Ningsaptiti (2010) menyimpulkan bahwa ukuran
perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba.
Penelitian ini didukung dengan dengan penelitian yang dilakukan Ukuran Perusahaan
(X1)
Kepemilikan Institusional (X3)
Dewan Komisaris (X4)
Manajemen Laba (Y)
Komite Audit (X5)
Mediastuty dan Machfoedz (2003), sedangkan penelitian Nasution dan
Setiawan (2007) dan Difianti (2014) menyimpulkan bahwa ukuran
perusahaan berpengaruh positif tidak signifikanterhadap manajemen laba.
H1: Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap manajemen laba.
2.3.2. Hubungan Kepemilikan Manajerial dengan Manajemen Laba Boediono (2005) kepemilikan manajerial adalah presentase
kepemilikan saham yang dipegang oleh pihak manajemen perusahaam.
Kepemilikan manajerial akan mempengaruhi kinerja dari manajemen,
karena salah satu tugas manajemen adalah untuk mengambil keputusan.
Semakin banyak saham yang dimiliki pihak manjemen akan memberikan
dampak yang baik untuk perusahaan, karena keputusan yang diambil sesuai
dengan kepentingan para pemegang saham yang berasal dari luar
perusahaan. Kinerja manajemen yang baik akan terlihat pada laporan
keuangan yang disampaikan oleh manajemen.
Menurut Panjaitan (2012) kepemilikan manajerial memiliki
pengaruh negatif signifikan terhadap manajeme laba. Penelitian ini didukung
dengan dengan penelitian yang dilakukan Mediastuty dan Machfoedz
(2003), bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan
terhadap manajemen laba, sedangkan menurut Boediono (2005) kepemilikan
manajerial berperngaruh positif signifikan terhadap manajemen laba
2.3.3. Hubungan Kepemilikan Institusional dengan Manajemen Laba Kepemilikan institusional akan memberikan dampak manajemen
laba, karena kepemilikan saham berasal dari luar perusahaan sehingga akan
memungkinkan terjadinya manajemen laba pada perusahaan. Menurut
Midiastuty dan Machfoedz (2003) hubungan kepemilikan institusional
berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba. Boediono (2005)
dan Aprianti (2012) bahwa kepemilikan institusional memiliki berpengaruh
positif signifikan terhadap manajemen
H3 : Kepemilkan institusional berpengaruh terhadap manajemen laba.
2.3.4. Hubungan Dewan Komisaris dengan Manajemen Laba
Dewan komisaris memiliki tanggung jawab yang besar serta harus
melakukan pengawasan terhadap perusahaan. Apabila dewan komisaris
tidak melakukan tugasnya dengan baik maka akan terjadinya manajemen
laba yang akan berdampak pada laporan keuangan perusahaan. Jumlah
dewan komisaris pada perusahaan juga memiliki pengaruh terhadap
perusahaan. Semakin banyak dewan komisaris perusahaan akan mengurangi
terjadinya manajemen laba, sebaliknya semakin sedikit jumlah dewan
komisaris pada perusahaan akan memungkinkan terjadinya manajemen laba.
Karena dewan komisaris akan mengalami kesusahan pada saat melakukan
tugasnya.
Pengaruh dewan komisaris memiliki hasil yang beragam. Penelitian
tidak signifikan terhadap manajemen laba, penelitian ini konsisten dengan
penelitian Nasution dan Setiawan (2007) dan Panjaitan (201), sedangkan
penelitian yang dilakukan Aprianti (2014) menyimpulkan bahwa dewan
komisaris berpengaruh positif tidak signifikan terhadap manajemen laba,
penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan Boediono (2005)
dan Ningsaptiti (2010).
H4: Dewan komisaris berpengaruh terhadap manajemen laba.
2.3.5. Hubungan Komite Audit dengan Manajemen Laba
Komite audit mempunyai tanggung jawab pada tiga bidang yaitu
laporan keuangan, corporate governance, dan pengawasan perusahaan
(FCGI, 2001). Dengan adanya komite audit akan membuat laporan
perusahaan menjadi lebih baik. Peneliti Ningsaptiti (2010) menyimpulkan
bahwa komite audit berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen
laba, penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh
Panjaitan (2012) dan Aprianti (2012) menyimpulkan bahwa komite audit
perpengaruh negatif tidak signifikan terhadap manajemen laba.
H5 : Komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba.
2.3.6. Hubungan Mekanisme Corporate Governance (Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Dewan Komisaris, dan Komite Audit) dengan Manajemen Laba
FCGI (2001) gambaran untuk berhasil di pasar yang bersaing, suatu
bersedia untuk mengambil risiko yang wajar, dan yang senantiasa
mengembangkan strategi baru untuk mengantisipasi situasi yang
berubah-ubah. Aprianti (2012) dan Difianti (2014) menyimpulkan bahwa variabel
leverage, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris dan komite
audit secara bersama – sama tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
Nasution dan Setiawan (2007) menyimpulkan bahwa dewan komisaris,
ukuran dewan komisaris, keberadaan komite audit dan ukuran perusahaan
secara bersama-sama berpengaruh terhadap manajemen laba. Panjaitan
(2012) menyimpulkan bahwa pengaruh variabel independen kepemilikan
manajerial, proporsi dewan komisaris dan komite audit secara serempak atau
bersama – sama adalah signifikan terhadap manajemen laba.
H6: Mekanisme corporate governance (kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional, dewan komisaris, dan komite audit) tidak
berpengaruh terhadap manajemen laba.
2.4. Hipotesis Penelitian
Proposisi merupakan ungkapan atau pernyataan yang dapat dipercaya,
disangkal, atau diuji kebenarannya mengenai konsep yang menjelaskan atau
memprediksi fenomena-fenomena. Dengan demikian hipotesis merupakan
penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena, atau keadaaan yang telah terjadi
atau akan terjadi. Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pemikiran yang
telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti mengajukan hipotesis bahwa:
H3 : Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap manajemen laba. H4 : Dewan komisaris berpengaruh terhadap manajemen laba.
H5 : Komite audit berpengaruh terhadap manajemen laba.
H6 : Mekanisme corporate governance (kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dewan komisaris, dan komite audit) berpengaruh terhadap