• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjaun Yuridis Tentang Pelaksanaan Lelang Eksekusi Hak Tanggungan (Studi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjaun Yuridis Tentang Pelaksanaan Lelang Eksekusi Hak Tanggungan (Studi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan)"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG LELANG

A. Lelang Eksekusi

1. Sejarah Lelang

Lelang yang paling kuno yang pertama kali diketahui adalah Lelang Belanda (Dutch Auction). Dalam Lelang Belanda (Dutch Auction) merupakan

sistem harga menurun dimana Pejabat lelang menentukan harga permulaan dan membatasi harga pada saat menurun sampai dia menemukan penawar

dengan harga khusus. Sistem ini menghasilkan harga yang lebih baik bagi penjual berdasarkan keputusan yang bergantung pada keadaan pasar. Dalam lelang Belanda, Pejabat lelang memulai dengan menyebutkan harga yang

cukup tinggi sehingga tidak ada penawar yang mau membeli unit itu dengan harga itu pula. Harga itu kemudian secara berangsur-angsur menjadi rendah

sampai seorang penawar menerima penawaran dengan harga tersebut.

Lelang jenis lainnya yang kuno yaitu Lelang Inggris (English Auction). Dalam lelang Inggris (terbuka dengan harga tinggi), Pejabat lelang memulai

dengan menyebutkan harga rendah dan kemudian berangsur-angsur menaikkan harganya. Masing-masing penawar mengindikasikan bahwa

dengan menggunakan isyarat tangan, dengan megangkat kartu yang sudah dinomori, berapa banyak unit yang akan dibelinya pada harga itu.

Herodotus menulis bahwa lelang mulai ada kira-kira Tahun 500 SM di

(2)

diadakan sekali setahun.15

Lelang di Indonesia secara resmi dikenal dengan diberlakukannya

Vendu Reglement (Peraturan Lelang) (Stbl. Tahun 1908 Nomor 189 diubah

dengan Stbl.1940 Nomor 56) oleh pemerintah Hindia Belanda, berlaku pada tanggal 1 April 1908, yang masih berlaku hingga saat ini, sebagai peraturan

tertinggi yang mengatur pokok-pokok lelang berdasarkan Pasal II aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945.

Lelang tanah yang pertama dilakukan di Inggris

kira-kira Tahun 1739, ketika sebuah iklan penjualan estate bangkrut di

London Evening Post, dilelang sebuah rumah di Paddington. Jika hal ini

merupakan lelang tanah yang pertama, maka Pejabat lelang yang pertama adalah Christopher Cock dari Great Pizza, Covent Garden. Mendekati Tahun 1740 dia mengiklankan rangkaian estate yang akan dijual ‘di Whitsun Monday

at Three di sore hari’.

16

Saat lahirnya Vendu Reglement (Peraturan Lelang) belum ada

Volksraad (semacam Dewan Perwakilan Rakyat), sehingga yang dibuat

hanyalah Reglement yang hampir sama dengan Verordening yang lebih

mendekati peraturan yang mengatur prinsip-prinsip dan pokok-pokok,

Reglement kalau dilihat isinya lebih kurang sama dengan Verordening.

Meskipun Vendu Reglement ini peraturan setingkat peraturan pemerintah,

(3)

tetapi merupakan peraturan lelang tertinggi, sehingga tidak salah jika Vendu

Reglement tersebut disebut Undang-Undang Lelang.17

Baik Vendu Reglement maupun Vendu Instructie (Instruksi Lelang)

hingga dewasa ini tetap masih berlaku sebagai dasar hukum pelaksanaan lelang dan sebagai dasar lahirnya berbagai peraturan dan ketentuan teknis lelang yang dibuat pemerintah berupa keputusan dan peraturan Menteri

Keuangan. Sejak lahirnya Vendu Reglement Tahun 1908, unit lelang berada di lingkungan Departemen Keuangan Pemerintah Hindia Belanda (Inspeksi

Urusan Lelang) dengan kedudukan dan tanggung jawab langsung di bawah Menteri Keuangan. Kemudian dalam perkembangannya setelah memasuki masa kemerdekaan Republik Indonesia (selanjutnya disebut sebagai RI), Unit

Lelang Negara ada dalam pembinaan Direktorat Jenderal Pajak (selanjutnya disebut sebagai DJP) (1960) dengan nama Kantor Lelang Negara (selanjutnya

disebut sebagai KLN) dan Tahun 1970 diganti nomenklaturnya menjadi KLN. Sejak tanggal 1 April 1990, Unit Lelang Negara bergabung di bawah Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (selanjutnya disebut sebagai BUPLN)

yang berganti nomenklaturnya menjadi Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (selanjutnya disebut sebagai DJPLN) pada Tahun 2000.

Terakhir berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 445/PMK.01/2006 tentang Organisasi Departemen Keuangan, DJPLN berubah menjadi

17

(4)

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (selanjutnya disebut sebagai DJKN) dan

kantor-kantor operasionalnya berubah menjadi KPKNL.18

Fungsi pelayanan publik lainnya tercermin pada saat digunakan oleh

aparatur negara dalam rangka pengelolaan barang milik negara/daerah (kekayaan negara), khususnya pada saat dipindahtangankan dengan cara

dijual. Penjualan barang milik negara/daerah (kekayaan negara) harus dilakukan secara lelang. Pilihan penjualan lelang adalah dalam rangka mengamankannya sekaligus guna memenuhi prinsip-prinsip kepemerintahan

yang baik (Good Governance). Proses ini akan berdampak pada peningkatan Pelaksanaan lelang mempunyai fungsi pelayanan publik dan fungsi

pelayanan privat. Fungsi pelayanan publik dari Lembaga Lelang tercermin saat digunakan oleh aparatur negara dalam melaksanakan tugas kepemerintahan dalam rangka Penegakan Hukum/Law Enforcement seperti

yang diamanatkan dalam berbagai undang-undang, antara lain: KUHPerdata, Undang-Undang Nomor. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang, Undang-Undang Nomor. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Undang-Undang Nomor. 4 Tahun 1996 tentang UUHT, Undang-Undang Nomor. 10 Tahun 1995 tentang

Kepabeanan, Undang-Undang Nomor. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Undang-Undang Nomor. 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan

Piutang Negara (selanjutnya disebut sebagai PUPN) dan Herzien Inlandsch

Reglement (selanjutnya disebut sebagai HIR).

(5)

efisiensi, tertib administrasi dan keterbukaan (tranparansi) pengelolaan

kekayaan negara, serta menjamin akuntabilitas (vide: Pasal 48 UU Perbendaharaan Negara Nomor 1 Tahun 2004). Dari dua fungsi pelayanan

publik tersebut pada akhirnya Lembaga Lelang akan memberikan kontribusi dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak berupa Bea Lelang, hasil penjualan kekayaan negara, sitaan yang dirampas untuk negara, dan Penerimaan Pajak

berupa Pajak Penghasilan (selanjutnya disebut sebagai PPH) Pasal 25 dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (selanjutnya disebut sebagai

BPHTB).

Sementara itu fungsi privat dari Lembaga Lelang tercermin saat lembaga lelang digunakan oleh siapa pun yang memiliki barang dan

bermaksud menjualnya secara lelang. Dalam fungi privat, Lembaga Lelang menjadi sarana/alat untuk memperlancar lalu lintas perdagangan barang. Dari

fungsi pelayanan publik dan privat tersebut pada akhirnya pelaksanaan lelang akan memberikan kontribusi dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (selanjutnya disebut sebagai PNBP) berupa Bea Lelang, hasil penjualan

kekayaan negara, sitaan yang dirampas untuk negara, dan Penerimaan Pajak berupa Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah

dan/atau Bangunan, dan BPHTB sebagai fungsi budgetter.19 2. Pengertian Lelang

19 Dikutip Dar

(6)

Istilah lelang berasal dari bahasa Belanda, yaitu Vendu sedangkan

dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah auction. Istilah lainnya merupakan terjemahan dari bahasa Belanda openbare verkoop, openbare

veiling, atau openbare verkopingen, yang berarti “lelang” atau “penjualan di

muka umum”.20

Bertitik tolak dari Pasal 1 Peraturan Lelang Lembaran Negara

(selanjutnya disebut sebagai LN) 1908 No. 189 jo. LN 1940 No. 56, pengertian Lelang adalah penjualan barang di muka umum atau penjualan

barang yang terbuka untuk umum .21

Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang.

Pengertian tersebut diperjelas kemudian oleh Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang dan berdasarkan Pasal 1 angka 1

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93 /PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang diatur pengertian lelang yakni :

22

Vendu Reglement (Stbl. Tahun 1908 Nomor 189 diubah dengan Stbl.

1940 Nomor 56) yang masih berlaku saat ini sebagai dasar hukum lelang,

menyebutkan penjualan umum yang diterjemahkan dalam himpunan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia menyebutkan, penjualan

umum adalah pelelangan atau penjualan benda-benda yang dilakukan kepada

20 Rachmadi Usman, Op.Cit., 2016, hal. 19. 21

Ibid., hal. 20.

22 Lihat lebih lanjut Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia

(7)

umum dengan harga penawaran yang meningkat atau menurun atau dengan

pemasukan harga dalam sampul tertutup, atau kepada orang-orang yang diundang atau sebelumnya diberitahu mengenai pelelangan atau penjualan

itu, atau diizinkan untuk ikut serta, dan diberi kesempatan untuk menawar harga, menyetujui harga yang ditawarkan atau memasukkan harga dalam sampul tertutup.23

Kata “Lelang” dalam pengertian umum adalah proses membeli dan menjual barang atau jasa dengan cara menawarkan kepada penawar,

menawarkan tawaran harga lebih tinggi, dan kemudian menjual barang kepada penawar harga tertinggi. Dalam teori ekonomi, lelang mengacu pada beberapa mekanisme atau peraturan perdagangan dari pasar modal. 24

a. Penjualan harus selengkap mungkin (volledigheid).

Menurut Polderman (sebagaimana dikutip oleh Rochmat Soemitro) dalam disertasinya Tahun 1913 berjudul “Het Openbare aanbod” menyebutkan

bahwa “penjualan umum adalah alat untuk mengadakan perjanjian atau persetujuan yang paling menguntungkan untuk si penjual dengan cara menghimpun para peminat”. Polderman selanjutnya mengatakan, bahwa

syarat utama lelang adalah menghimpun para peminat untuk mengadakan perjanjian jual beli yang paling menguntungkan si penjual.

Dengan demikian syaratnya ada 3 yaitu:

b. Ada kehendak untuk mengikatkan diri.

23 Purnama Tioria Sianturi, Op.Cit., hal. 51-52.

24 Dikutip darLelang,[Diakses pada tanggal 06

(8)

c. Bahwa pihak lainnya yang akan mengadakan perjanjian tidak dapat

ditunjuk sebelumnya.

Pihak lainnya yang akan mengadakan perjanjian tidak dapat ditunjuk

sebelumnya. Sementara itu menurut Rochmat Soemitro selanjutnya mengutip pendapat Roell, Kepala Inspeksi Lelang Jakarta Tahun 1932 bahwa: “penjualan umum adalah suatu rangkaian kejadian yang terjadi antara saat

mana seseorang hendak menjual sesuatu atau lebih dari lebih dari satu barang, baik secara pribadi maupun dengan perantara kuasanya, memberikan

kesempatan kepada orang-orang yang hadir melakukan penawaran untuk membeli barang-barang yang ditawarkan sampai kepada saat dimana kesempatan lenyap”. Titik berat dari defenisi yang diberikan Roell adalah

pada kesempatan penawaran barang.25

a. Penjualan barang di muka umum;

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

lelang adalah penjualan barang di muka umum yang didahului dengan upaya pengumpulan peminat melalui pengumuman yang dilakukan oleh dan atau di hadapan Pejabat lelang dengan pencapaian harga yang optimal melalui cara

penawaran lisan naik-naik atau turun-turun dan atau tertulis. Pengertian lelang harus memenuhi unsur-unsur berikut:

b. Dengan upaya pengumpulan peminat melalui pengumuman; c. Dilakukan oleh dan atau di hadapan Pejabat lelang;

d. Harga terbentuk dengan cara penawaran lisan naik-naik atau turun-turun dan atau tertulis.26

(9)

3. Peraturan Tentang Lelang

Eksistensi lembaga lelang sebagai bentuk khusus dari penjualan barang telah diakui dalam banyak peraturan perundang-undangan di

Indonesia.

a. Peraturan umum

yaitu peraturan perundang-undangan yang tidak secara khusus

mengatur lelang tetapi ada pasal-pasal di dalamnya yang mengatur tentang lelang, yaitu:

1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah tanggal 14 Januari 2004.

2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan tanggal 22 September 2004.

3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara tanggal 5 April 2003.

4) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

tanggal 30 September 1999.

5) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan tanggal

9 September 1998.

(10)

7) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan tanggal 10 Nopember 1998.

8) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah tanggal 9 April 1996.

9) Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut sebagai

KUHAP) tentang Pelaksanaan Putusan Pengadilan tanggal 31 Desember 1981.

10)Undang-Undang No. 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan

Piutang Negara tanggal 14 Desember 1960.

11)Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengolahan

Barang Milik Negara/Daerah tanggal 14 Maret 2006.

12)Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut sebagai PT) tanggal 8 Juli 1997.

13)Instruksi Presiden No. 9 Tahun 1970 tentang Penjualan dan atau Pemindah Tanganan Barang-Barang yang Dimiliki/Dikuasai

Negara tanggal 21 Mei 1970.

14)Reglement Indonesia yang Diperbaharui (selanjutnya disebut

sebagai RIB)/Herzien Inlandsch Reglement (HIR), Reglement

(11)

15)Rechtreglement Voor de Buitengewesten (selanjutnya disebut

sebagai RBg) Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura Stbl. 1927/227.

16)KUHPerdata Stbl. 1847/23 tanggal 30 April 1847. b. Peraturan Khusus

Peraturan khusus yaitu peraturan perundang-undangan yang secara

khusus mengatur tentang lelang, yaitu:

1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan

Negara Bukan Pajak tanggal 23 Mei 1997.27

2) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2003 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada

Departemen Keuangan tanggal 31 Juli 2003.

3) Peraturan Menteri Keuangan No. 93/PMK.06/2010 tanggal 23

April 2010 tentang Petujuk Pelaksanaan Lelang sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 tanggal 6 Agustus 2013.28

4) Peraturan Menteri Keuangan No. 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan lelang tanggal 30 Mei 2006.

27 Lihat lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara

Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687). 28

(12)

5) Peraturan Menteri Keuangan No. 41/PMK.07/2006 tentang Pejabat

Lelang Kelas I tanggal 30 Mei 2006.29

6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005 tentang

Balai Lelang tanggal 30 November 2005.

7) Peraturan Menteri Keuangan No. 119/PMK.07/2005 tentang Pejabat Lelang kelas II tanggal 30 November 2005.

8) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 36/KMK.04/2002 tentang Jasa Pra Lelang dalam Lelang Barang

Yang Dinyatakan Tidak Dikuasai. Barang Yang Dikuasai Negara Dan Barang Yang Menjadi Milik Negara Pada Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai tanggal 12 Februari 2002.30

9) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 304/KMK.01/2002 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

Ditetapkan pada tanggal 13 Juni 2002.31

10) Vendu Reglement (Peraturan Lelang) Stbl. 1941:3 tanggal 1 April

1908.

11) Vendu Instructie (Instruksi Lelang) Stbl. 1930:85.

4. Fungsi dan Manfaat Lelang

a. Fungsi Lelang adalah: 1) Fungsi privat ialah:

29

Purnama Tioria Sianturi, Op.Cit, hal. 50-51.

30 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 36/KMK.04/2002 tentang

Jasa Pra lelang Dalam Lelang Barang Yang Dinyatakan Tidak Dikuasai , Barang Yang Dikuasai Negara Dan Barang Yang Menjadi Milik Negara Pada Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai.

31 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 304/KMK.01/2002 Tentang

(13)

Lelang berfungsi memperlancar arus lalu lintas perdagangan

barang. Fungsi ini dimanfaatkan untuk memberikan pelayanan penjualan barang kepada masyarakat/pengusaha yang

menginginkan barangnya dilelang, maupun kepada peserta lelang. 2) Fungsi publik ialah:

a) Memberikan pelayanan penjualan dalam rangka pengamanan

terhadap asset yang dimiliki/dikuasai oleh negara untuk meningkatkan efisiensi dan tertib administrasi pengelolaannya;

b) Memberikan pelayanan penjualan barang yang bersifat cepat, aman, tertib, dan mewujudkan harga yang wajar;

c) Mengumpulkan penerimaan negara dalam bentuk bea lelang

dan uang miskin.32

Pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh unit lelang banyak

memberikan dampak positif baik bagi penjual maupun bagi Pembeli Lelang. b. Manfaat Lelang

Adapun manfaat lelang yaitu:

1) Manfaat lelang bagi penjual adalah sebagai berikut:

a) Mengurangi rasa kecurigaan/tuduhan kolusi dari pihak

masyarakat (misalnya dari lelang inventaris pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut sebagai BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (selanjutnya disebut

32 S. Mantayborbir, Iman Jauhari, Hukum Lelang Negara Indonesia, (Jakarta: Pustaka

(14)

sebagai BUMD) atau dari pemilik barang (dalam lelang

eksekusi) karena penjualannya dilakukan secara terbuka untuk umum sehingga masyarakat umum dapat mengontrol langsung

pelaksanaannya.

b) Barang cepat terjual karena lelang didahului dengan pengumuman sehingga peserta lelang dapat terkumpul pada

saat hari lelang.

c) Penjual akan mendapatkan pembayaran yang secara cepat

karena pembayaran dalam lelang dilakukan secara tunai.

d) Penjual mendapatkan harga jual yang optimal karena sifat penjualan lelang yang terbuka (transparan) dengan penawaran

harga yang secara kompetitif.

2) Manfaat lelang bagi Pembeli Lelang antara lain:

a) Pembeli Lelang tidak perlu sibuk lagi memeriksa surat-surat pemilikan dan sekaligus terhindar dari risiko karena sistem lelang mengharuskan Pejabat Lelang meneliti terlebih dahulu

tentang keabsahan penjual dan barang yang akan dijual (legalitas subjek dan objek lelang).

b) Dalam hal barang yang dilelang barang tak bergerak berupa tanah atau tanah dan bangunan, pembeli tidak perlu lagi mengeluarkan biaya tambahan untuk ke Pejabat Pembuat Acte

(15)

Pertanahan setempat untuk melakukan balik nama. Hal tersebut

karena Risalah Lelang merupakan acte autentik dan statusnya sama dengan acte Notaris. 33

5. Klasifikasi Lelang

Jenis Lelang dibedakan berdasarkan sebab barang dijual dan penjual dalam hubungannya dengan barang yang akan dilelang. Sifat lelang ditinjau

dari sudut sebab barang dilelang dibedakan antara lelang eksekusi dan lelang non eksekusi. Sifat lelang ditinjau dari sudut penjualan dalam hubungannya

dengan barang yang akan dilelang, dibedakan antara lelang yang sifatnya wajib, yang menurut peraturan perundang-undangan wajib melalui Kantor Lelang dan lelang yang sifatnya sukarela atas permintaan masyarakat.34

a. Lelang Eksekusi

Pasal 1 angka 2 dan 3 Kep. Menkeu No. 304/KMK 01/2002 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, sebagaimana diubah dengan Kep. Menkeu No.

450/KMK 01/2002 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang mengklasifikasikan lelang menjadi:

Jenis lelang ini merupakan penjualan umum untuk melaksanakan atau mengeksekusi putusan atau penetapan Pengadilan atau dokumen yang

dipersamakan dengan putusan Pengadilan, seperti Hypotheek, Hak Tanggungan, atau Jaminan Fidusia.

(16)

Jenis atau bentuk lelang inilah yang dimaksudkan Pasal 200 ayat (1)

HIR/Pasal 215 RBg:

1) penjualan di muka umum barang milik tergugat (tereksekusi) yang

disita Pengadilan Negeri;

2) penjualan dilakukan Pengadilan Negeri melalui perantaraan Kantor Lelang.

Jadi, khusus lelang barang sitaan berdasarkan putusan Pengadilan, disebut “lelang eksekusi”. Termasuk juga ke dalamnya dokumen yang

disamakan dengan putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, seperti Sertifikat Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia.

Syarat pokok yang melekat pada lelang eksekusi berdasarkan Pasal

200 ayat (1) HIR/RBg, eksekusi didahului dengan sita eksekusi (executoriaal

beslag). Dengan demikian, penjualan itu dilakukan terhadap barang tergugat

yang telah diletakkan di bawah penyitaan (executoriaal beslag).35

1) Lelang Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN)

Lelang yang Bersifat Eksekusi dan Wajib dibagi menjadi:

Lelang eksekusi PUPN adalah pelayanan lelang yang diberikan kepada PUPN/ BUPLN dalam rangka proses penyelesaian pengurusan

piutang negara atas barang jaminan/sitaan milik penanggung hutang yang tidak membayar hutangnya kepada negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang PUPN.

35 M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permaslahan Eksekusi Bidang Perdata Edisi

(17)

2) Lelang Eksekusi Pengadilan Negeri (selanjutnya disebut sebagai

PN)/Pengadilan Agama (selanjutnya disebut sebagai PA)

Lelang Eksekusi PN/PA adalah lelang yang diminta oleh panitera

PN/PA untuk melaksanakan keputusan hakim Pengadilan yang telah berkekuatan pasti, khususnya dalam rangka perdata, termasuk lelang Hak Tanggungan, yang oleh pemegang Hak Tanggungan telah diminta fiat

eksekusi kepada ketua Pengadilan.

3) Lelang barang temuan dan sitaan, rampasan kejaksaan/penyidik

Lelang barang temuan dan sitaan, rampasan kejaksaan/penyidik adalah lelang yang dilaksanakan terhadap barang temuan dan lelang dalam kerangka acara pidana sebagaimana diatur dalam KUHAP No. 8 Tahun

1981 yang antara lain meliputi lelang eksekusi barang yang telah diputus dirampas untuk negara, termasuk dalam kaitan itu adalah lelang eksekusi.

Pasal 45 KUHAP No. 8 Tahun 1981 yaitu lelang barang bukti yang mudah rusak, busuk dan memerlukan biaya penyimpanan tinggi.

4) Lelang Sita Pajak

Lelang Sita Pajak adalah lelang atas sitaan pajak sebagai tindak lanjut penagihan piutang pajak kepada negara baik pajak pusat maupun

pajak daerah. Dasar hukum dari pelaksanaan lelang ini adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.

(18)

Lelang Barang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat diadakan

terhadap barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai Negara dan barang yang menjadi milik Negara. Direktorat Bea dan Cukai

telah mengelompokkan barang menjadi tiga, yaitu barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai Negara dan barang yang menjadi milik Negara. Lelang barang tak bertuan dimaksudkan untuk menyebut

lelang yang dilakukan terhadap barang yang dalam jangka waktu yang ditentukan tidak dibayar bea masuknya.

6) Lelang Eksekusi Pasal 6 UUHT No. 4 Tahun 1996

Lelang eksekusi yang dilakukan berdasarkan Pasal 6 UUHT No. 4 Tahun 1996, yang memberikan hak kepada pemegang Hak Tanggungan

pertama untuk menjual sendiri secara lelang terhadap objek Hak Tanggungan apabila cedera janji.36

Penjelasan Pasal 6 UUHT No. 4 Tahun 1996, disebutkan hak untuk menjual Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri merupakan salah satu

perwujudan dari kedudukan yang diutamakan yang dipunyai pemegang Pelaksanaan Lelang Eksekusi Hak

Tanggungan didasarkan Pasal 6 UUHT No. 4 Tahun 1996 sebenarnya masih banyak dipertanyakan dalam praktek. Pasal 6 UUHT No. 4 Tahun 1996 mengatur, apabila debitur cedera janji, pemegang Hak Tanggungan

pertama mempunyai hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan

piutangnya dari hasil penjualan tersebut.

(19)

Hak Tanggungan atau pemegang Hak Tanggungan dalam hal terdapat

lebih dari satu pemegang Hak Tanggungan. Pasal 6 UUHT No. 4 Tahun 1996 mengingatkan kita pada Pasal 1178 ayat (2) KUHPerdata. Pasal

1178 ayat (2) KUHPerdata menentukan bahwa:

Kepada siberpiutang diperkenankan Hypotheek pertama, untuk pada waktu diberikannya Hypotheek, dengan tegas minta diperjanjikan

bahwa jika uang pokok tidak dilunasi semestinya atau jika bunga yang terhutang tidak dibayar, ia secara mutlak akan dikuasakan menjual persil

yang diperikatkan di muka umum untuk mengambil pelunasan uang pokok maupun bunga serta biaya, dari pendapatan penjualan itu. Janji itu harus dibukukan dalam register umum, sedangkan penjualan lelang harus

dilakukan menurut cara sebagaimana diatur dalam Pasal 1211 KUHPerdata.

Pasal 6 UUHT No. 4 Tahun1996 diperbandingkan dengan Pasal 1178 ayat (2) KUHPerdata, maka dapat dikatakan menurut Pasal 1178 ayat (2) KUHPerdata, kewenangan untuk menjual atas kekuasaan sendiri

ada bila diperjanjikan, tetapi menurut Pasal 6 UUHT No. 4 Tahun 1996, Kewenangan menjual atas kekuasaan sendiri sudah dengan sendirinya

menjadi bagian dari Hak Tanggungan.

Peraturan mengenai eksekusi Hypotheek yang diatur dalam Pasal 224 HIR dan Pasal 258 RBg, berlaku terhadap eksekusi Hak Tanggungan.

(20)

mempunyai kekuatan yang sama dengan keputusan hakim. Bila tidak

dilaksanakan secara sukarela, maka isi acte tersebut dilaksanakan atas perintah Ketua Pengadilan.

Selanjutnya penjelasan Pasal 20 ayat (1) UUHT No. 4 Tahun 1996, disebutkan: Ketentuan ayat ini merupakan perwujudan dari kemudahan yang disediakan oleh undang-undang ini bagi para kreditur pemegang Hak

Tanggungan dalam hal dilakukan eksekusi. Pada prinsipnya setiap eksekusi harus dilakukan melalui pelelangan umum, karena dengan cara

ini dapat diperoleh harga yang paling tinggi untuk objek Hak Tanggungan,

37

dengan mengaitkan ketentuan Pasal 6 UUHT No. 4 Tahun 1996 dan penjelasannya dengan Pasal 20 UUHT No. 4 Tahun 1996 dan

penjelasannya, terlihat bahwa UUHT No. 4 Tahun 1996 memungkinkan pelaksanaan lelang objek Hak Tanggungan langsung oleh Kantor Lelang

tanpa fiat Pengadilan.38 7) Lelang Eksekusi Fidusia

Lelang eksekusi fidusia adalah lelang terhadap objek fidusia karena

debitur cedera janji, sebagaimana diatur undang-undang fidusia. Parate

executie fidusia, kreditur tidak perlu meminta fiat eksekusi dari Ketua

Pengadilan Negeri apabila akan menjual secara lelang barang agunan kredit yang diikat fidusia, jika debitur cedera janji.

b. Lelang Non Eksekusi

37 Ibid., hal.75-76.

(21)

Jenis lelang ini merupakan penjualan umum di luar pelaksanaan

putusan atau penetapan Pengadilan yang terdiri dari: 1) Lelang Non Eksekusi Wajib

Lelang non eksekusi wajib adalah lelang untuk melaksanakan penjualan barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang–Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

atau barang milik BUMN/D yang oleh peraturan perundang-undangan diwajibkan untuk dijual secara lelang, termasuk kayu dan hasil hutan

lainnya dari tangan pertama.39

Barang yang dimiliki negara adalah barang yang pengadaannya bersumber dari dana Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (selanjutnya disebut sebagai APBN), Anggaran dan

Penerimaan Belanja Daerah (selanjutnya disebut sebagai APBD) serta sumber-sumber lainnya atau barang yang nyata-nyata dimiliki negara

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak termasuk kekayaan negara yang dipisahkan.40

2) Lelang Non Eksekusi Sukarela

Lelang Non Eksekusi Sukarela adalah lelang untuk melaksanakan penjualan barang milik perorangan, kelompok

masyarakat atau badan swasta yang dilelang secara sukarela oleh

(22)

pemiliknya, termasuk BUMN atau berbentuk Persero.41

a) Lelang Sukarela/Swasta

Lelang non

eksekusi sukarela ini dibagi lagi menjadi 2 (dua) :

Lelang sukarela/Swasta adalah jenis pelayanan lelang atas permohonan masyarakat secara sukarela.

b) Lelang Sukarela BUMN/Persero

Perseroan Tidak diwajibkan menjual barangnya melalui lelang atau dapat menjual barang asetnya tanpa melalui lelang. Jika

Perseroan memilih cara penjualan lelang, maka lelang tersebut termasuk jenis lelang sukarela. Ini diatur dalam Pasal 37 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang

Perusahaan Perseroan (selanjutnya disebut sebagai Persero). Jenis-jenis lelang di atas, yang akan dibicarakan dalam uraian lelang

berikut ini, diarahkan pada bentuk lelang eksekusi terhadap jual beli melalui lelang atas barang eksekusi Hak Tanggungan yang sering menimbulkan gugatan terhadap pelaksanaan lelang karena adanya karakter:

1) Barang objek lelang merupakan jaminan kebendaan dalam hubungan perjanjian kredit. Sesuai dengan judul, penulis hanya membatasi pada

pengikatan jaminan kebendaan atas benda tidak bergerak yaitu Hak Tanggungan.

2) Barang dijual oleh lembaga/instansi yang bertindak sebagai selaku

kuasa undang-undang dari penjual, yaitu PUPN atau Pengadilan.

(23)

3) Barang dijual dengan terpaksa, tanpa penguasaan fisik oleh penjual.

Barang objek lelang pada umumnya dikuasai oleh pemilik barang selaku debitur, debitur harus menyerahkan secara paksa kepada

pembeli.42 6. Prosedur Lelang

Prosedur lelang merupakan rangkaian perbuatan-perbuatan yang

dilakukan sebelum lelang dilaksanakan disebut prosedur persiapan lelang/pra lelang, saat lelang dilaksanakan dan setelah lelang dilaksanakan. Prosedur

pelaksanaan lelang dapat kita bagi dalam 3 (tiga) tahap, yaitu:

Tahap pra lelang/persiapan lelang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

a. Permohonan Lelang

Permohonan Lelang tertuang dalam Pasal 10 Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang yang diawali dengan surat permohonan lelang yang diajukan secara tertulis oleh Penjual/Pemilik barang kepada Kepala KPKNL untuk

dimintakan jadwal pelaksanaan lelang, disertai dokumen persyaratan lelang sesuai dengan jenis lelangnya, penjual/pemilik barang tersebut

dapat menggunakan Balai lelang untuk memberikan jasa pra lelang dan/atau jasa pasca lelang.

Pasal 11 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010

tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Penjual/Pemilik barang yang

(24)

menggunakan jasa Balai Lelang atau Kantor Pejabat Lelang Kelas II

dalam melakukan penjualan barang secara lelang, harus mengajukan surat permohonan lelang secara tertulis kepada Pemimpin Balai Lelang/Pejabat

Lelang Kelas II, disertai dengan dokumen persyaratan lelang sesuai dengan jenis lelangnya.

Permohonan lelang perihal legalitas formal subjek dan objek lelang

telah dipenuhi dan Pemilik barang telah memberikan kuasa kepada Balai Lelang untuk menjual secara lelang, Pemimpin Balai Lelang mengajukan

surat permohonan lelang kepada Kepala KPKNL/Pejabat Lelang Kelas II untuk dimintakan jadwal pelaksanaan lelangnya. Jika dokumen persyaratan lelang dan legalitas formal subjek dan objek lelang sudah

lengkap maka Kepala KPKNL/Pejabat Lelang Kelas II tidak boleh menolak permohonan lelang yang diajukan kepadanya berdasarkan Pasal

12 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

b. Gugatan Terhadap Objek Lelang Hak Tanggungan

Pelaksanaan lelang dilakukan berdasarkan titel eksekutorial dari Sertifikat Hak Tanggungan yang memerlukan fiat eksekusi, dalam hal

terdapat gugatan terhadap objek lelang Hak Tanggungan dari pihak lain selain debitur/tereksekusi yang terkait kepemilikan dan permohonan pelaksanaan lelang tersebut dilakukan oleh Pengadilan Negeri. Hal ini

(25)

Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk

Pelaksanaan Lelang.

c. Penjual/Pemilik Barang

Penjual/Pemilik barang dalam lelang diatur dalam Pasal 16-18 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Penjual/pemilik barang

bertanggung jawab terhadap:

1) Keabsahan Kepemilikan barang;

2) Keabsahan dokumen persyaratan lelang;

3) Penyerahan barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak; 4) Dokumen kepemilikan kepada Pembeli;

5) Penjual/Pemilik barang bertanggung jawab jika ada gugatan perdata maupun tuntutan pidana yang timbul akibat tidak dipenuhinya peraturan perundang-undangan dibidang lelang.

6) Penjual/Pembeli barang harus bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi terhadap kerugian yang timbul karena ketidakabsahan barang dan dokumen persyaratan lelang;

7) Penjual/Pembeli barang harus menguasai fisik barang bergerak yang akan dilelang, kecuali barang tak berwujud, tidak terbatas pada saham tanpa warkat, hak tagih, hak cipta, merek, dan/atau hak paten.

8) Dalam hal barang yang tak berwujud, Penjual/Pemilik barang harus menyebutkan jenis barang yang dilelang dalam surat permohonan lelang.

Berdasarkan Pasal 17 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang,

Penjual/Pemilik barang dapat mengajukan syarat-syarat lelang tambahan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, tidak terbatas pada:

(26)

2) Jangka waktu pengambilan barang oleh Pembeli; dan/atau

3) Jadwal penjelasan lelang kepada peserta lelang sebelum dilakukannya pelaksanaan lelang (aanwijzing).

Syarat-syarat lelang tersebut dilampirkan dalam surat permohonan lelang. Penjual/Pembeli barang juga wajib memperlihatkan atau menyerahkan dokumen asli kepemilikan kepada Pejabat Lelang paling lama 1 (satu) hari

kerja sebelum pelaksanaan lelang, kecuali Lelang Eksekusi yang menurut peraturan perundang-undangan tetap dapat dilaksanakan meskipun dokumen

asli kepemilikkannya tidak dikuasai oleh penjual. Sebelum lelang dimulai Pejabat Lelang wajib memperlihatkan kepada peserta lelang dokumen asli yang sudah diserahkan penjual/pemilik barang. Ini diatur dalam Pasal 18

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

d. Tempat Pelaksanaan Lelang

Tempat pelaksanaan lelang diatur berdasarkan Pasal 19 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 yang diubah menjadi

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang yang dimana pada dasarnya tempat pelaksanaan

lelang harus dalam wilayah kerja KPKNL atau wilayah jabatan Pejabat Lelang Kelas II tempat barang berada.

e. Waktu Pelaksanaan Lelang

(27)

telah diubah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013

Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang . Adapun ketentuan tersebut sebagai berikut:

1) Waktu pelaksanaan lelang ditetapkan oleh Kepala KPKNL atau Pejabat lelang Kelas II.

2) Waktu pelaksanaan lelang dilakukan pada jam dan hari kerja KPKNL, kecuali untuk lelang non eksekusi sukarela yang dapat dilaksanakan di luar hari dan jam kerja dengan adanya persetujuan tertulis dari Kepala Kantor Wilayah setempat.

3) Surat permohonan persetujuan pelaksanaan lelang di luar hari dan jam kerja diajukan oleh Penjual/Pemilik barang.

4) Surat persetujuan dilampirkan pada surat permohonan lelang. 5) Dokumen persyaratan lelang Hak Tanggungan.

Dokumen persyaratan lelang yang bersifat umum untuk semua

jenis lelang terdiri atas:

1) Daftar barang yang akan dilelang;

2) Salinan atau fotokopi Surat Keputusan Penunjukan Penjual, kecuali pemohon lelang adalah perorangan, atau Perjanjian atau Surat Kuasa penunjukan Balai Lelang sebagai pihak penjual;

3) Syarat lelang tambahan dari penjual atau pemilik barang (apabila ada) sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, antara lain:

a) Jangka waktu bagi peserta lelang untuk meneliti atau melihat secara langsung fisik barang yang akan dilelang;

b) Jangka waktu pengambilan barang oleh pembeli; dan/atau

c) Jadwal penjelasan lelang kepada peserta lelang sebelum pelaksanaan lelang (aanwijzing).

Dokumen persyaratan lelang yang bersifat khusus untuk Lelang

Eksekusi Pasal 6 UUHT No. 4 Tahun 1996 adalah sebagai berikut: 1) Salinan atau fotokopi Perjanjian Kredit;

2) Salinan atau fotokopi Sertifikat Hak Tanggungan dan Acte Pemberian Hak Tanggungan (APHT);

3) Salinan atau fotokopi Sertifikat Hak Atas Tanah yang dibebani Hak Tanggungan ;

(28)

5) Salinan atau fotokopi bukti bahwa debitur wanprestasi, berupa peringatan-peringatan maupun pernyataan dari pihak kreditur; 6) Surat pernyataan dari kreditur selaku pemohon lelang yang isinya

akan bertanggung jawab apabila terjadi gugatan;

7) Salinan atau fotokopi surat pemberitahuan akan rencana pelaksanaan lelang kepada debitur oleh kreditur, yang diserahkan paling lama 1 (satu) hari sebelum pelaksanaan lelang dilaksanakan. Dokumen persyaratan lelang yang dimaksud di atas yang berupa fotokopi harus dilegalisir atau diberi catatan “fotokopi sesuai dengan aslinya” oleh Pemohon Lelang.

f. Surat Keterangan Tanah (SKT)

Surat Keterangaan Tanah (selanjutnya disebut sebagai SKT) diatur

berdasarkan Pasal 22 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Ketentuan mengenai permintaan

SKT diatur sebagai berikut:

1) Pelaksanaan lelang atas tanah atau tanah dan bangunan wajib dilengkapi dengan SKT dari Kantor Pertanahan Setempat.

2) Permintaan penertiban SKT kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat diajukan oleh Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II.

3) Dalam hal tanah atau tanah dan bangunan yang akan dilelang yang belum terdaftar di Kantor Pertanahan setempat, maka Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II mensyaratkan kepada penjual untuk meminta Surat Keterangan dari Lurah/Kepala Desa yang menerangkan status kepemilikan.

4) Berdasarkan Surat Keterangan Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II meminta SKT ke Kantor Pertanahan setempat.

5) Biaya pengurusan SKT menjadi tanggung jawab penjual/pembeli barang.

(29)

Pelaksanaan lelang dapat dibatalkan berdasarkan Pasal 24

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 Tentang Petunjuk Pelaksanaan

Lelang yang menyatakan bahwa lelang yang akan dilaksanakan hanya dapat dibatalkan dengan permintaan Penjual atau penetapan provisional atau putusan dari lembaga Peradilan, pembatalan lelang dengan

putusan/penetapan Pengadilan harus disampaikan secara tertulis dan harus sudah diterima oleh Pejabat Lelang paling lama sebelum lelang dimulai.

Lelang yang dibatalkan sebelum lelang maka penjual dan Pejabat lelang harus mengumumkan kepada Peserta lelang pada saat pelaksanaan lelang.

Berdasarkan Pasal 26 Peraturan Menteri Keuangan Nomor

93/PMK.06/2010 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 Tentang Petunjuk Pelaksanaan lelang, syarat pembatalan lelang yaitu:

1) Pembatalan lelang atas permintaan penjual dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi penjual;

2) Pembatalan lelang disampaikan secara tertulis dengan disertai alasan, dan harus sudah diterima oleh Pejabat Lelang paling lama

sebelum lelang dimulai;

3) Dalam hal terjadi pembatalan sebelum lelang penjual dan Pejabat lelang harus mengumumkan kepada peserta lelang pada saat

(30)

4) Termasuk dalam pembatalan lelang atas permintaan penjual,

apabila penjual tidak hadir dalam pelaksanaan lelang yang menyebabkan lelang menjadi batal dilaksanakan;

5) Pembatalan lelang atas permintaan penjual dikenakan Bea Lelang batal sesuai dengan peraturan pemerintah tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada

Kementerian Keuangan.

Pembatalan lelang sebelum pelaksanaan lelang di luar diatur dalam

Pasal 27 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Dalam pasal ini diatur mengenai ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 Peraturan Menteri Keuangan Nomor

106/PMK.06/2013 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang dilakukan oleh Pejabat lelang dalam hal:

1) SKT untuk pelaksanaan lelang tanah atau tanah dan bangunan

belum ada;

2) Barang yang akan dilelang dalam status sita pidana, khusus Lelang

Eksekusi;

3) Terdapat gugatan atas rencana pelaksanaan Lelang Eksekusi berdasarkan Pasal 6 UUHT No. 4 Tahun 1996 dari pihak lain selain

(31)

4) Barang yang akan dilelang dalam status sita jaminan/sita

eksekusi/sita pidana, khusus lelang non eksekusi;

5) Tidak memenuhi legalitas formal subjek dan objek lelang karena

terdapat perbedaan data pada dokumen persyaratan lelang;

6) Penjual tidak dapat memperlihatkan atau menyerahkan dokumen asli kepemilikan kepada Pejabat Lelang;

7) Pengumuman lelang yang dilaksanakan penjual tidak dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan;

8) Keadaan memaksa (force majeur)/kahar;

9) Nilai limit yang dicantumkan dalam Pengumuman Lelang tidak sesuai dengan surat penetapan Nilai limit yang dibuat oleh

penjual/pemilik barang; atau

10) Penjual tidak menguasai fisik barang bergerak yang dilelang.

Peserta lelang yang telah menyetorkan uang jaminan penawaran lelang atau menyerahkan Garansi Bank jaminan penawaran lelang tidak berhak menuntut ganti rugi.

h. Jaminan Penawaran Lelang dan Garansi Bank Jaminan Penawaran Lelang

Setiap lelang wajib adanya jaminan penawaran lelang. Hal ini secara tegas diatur dalam Pasal 29 ayat (1) dan ayat (1b) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 sebagaimana telah diubah dengan

(32)

oleh penjual berupa uang jaminan penawaran lelang atau garansi Bank

jaminan penawaran lelang. Dalam hal objek lelang berupa tanag dan/atau bangunan, peserta lelang wajib memenuhi ketentuan dan menunjukan

nomor pokok wajib pajak. Sebagai syarat sebagai peserta lelang, uang jaminan penawaran lelang disetor kepada Kantor Lelang/Balai Lelang atau Pejabat Lelang oleh calon peserta lelang sebelum pelaksanaan lelang.

Jaminan penawaran lelang untuk garansi Bank nilai jaminan paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).

Ketentuan Pasal 30 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang menyatakan bahwa penyetoran uang jaminan penawaran lelang dilakukan

melalui rekening KPKNL atau langsung ke Bendahara Penerimaan KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas I untuk lelang yang diselenggarakan

oleh KPKNL. Untuk jenis lelang non eksekusi sukarela, penyetoran dilakukan melalui rekening Balai Lelang atau langsung ke Balai Lelang yang diselenggarakan oleh Balai Lelang dan dilaksanakan oleh Pejabat

Lelang Kelas I/Pejabat Lelang Kelas II atau melalui rekening khusus atas nama jabatan Pejabat Lelang Kelas II atau langsung ke Pejabat Lelang

Kelas II untuk lelang yang diselenggarakan oleh Pejabat Lelang Kelas II. Setiap pelaksanaan lelang, 1 (satu) penyetoran uang jaminan penawaran lelang hanya berlaku untuk 1 (satu) barang atau paket barang

(33)

Nomor 106/PMK.06/2013 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Pasal 30

A bahwa penawaran lelang diserahkan paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal pelaksanaan lelang kepada KPKNL/Balai Lelang/Pejabat

Lelang Kelas II. Garansi Bank dapat diterima dalam hal memenuhi: 1) Diterbitkan oleh Bank BUMN;

2) Batasan waktu klaim garansi Bank masih berlaku sampai dengan

30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pelaksanaan lelang; dan 3) Memuat ketentuan antara lain:

a) Bahwa Bank Penerbitan melepaskan hak istimewanya sebagaimana dimaksud Pasal 1831 KUHPerdata dan memilih menerapka Pasal 1832 KUHPerdata;

b) Bank Penerbit akan membayar kepada peneriman garansi Bank sebesar jumlah yang dipersyaratkan dalam pengumuman lelang,

jika pembeli wanprestasi; dan

c) Bahwa Bank Penerbit harus membayar sebesar jumlah yang dipersyaratkan dalam pengumuman lelang paling lam 5 (lima)

hari kerja sejak klaim diterima kepada penerima garansi Bank; Kepala KPKNL/Balai Lelang/Pejabat Lelang Kelas II meminta

konfirmasi secara tertulis kepada Bank Penerbit mengenai keaslian dan keabsahan garansi Bank, disertai fotokopi garansi Bank sejak garansi Bank diterima. Garansi Bank dinyatakan sah sebagai jaminan penawaran lelang

(34)

penawaran lelang tersebut berupa garansi Bank hanya dapat digunakan

sebagai jaminan penawaran untuk 1 (satu) kali lelang.

Ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Pasal 31, uang jaminan penawaran lelang dengan jumlah paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dapat disetorkan secara langsung kepada

Bendahara Penerimaan KPKNL, Pejabat Lelang Kelas I, Balai Lelang atau Pejabat Lelang Kelas II, disetor paling lama sebelum lelang dimulai. Hal

ini dapat juga disetor melalui rekening Bendahara Penerimaan KPKNL, rekening Balai Lelang atau rekening khusus atas nama jabatan Pejabat Lelang Kelas II paling lama 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang

harus sudah efektif pada rekening tersebut. Besarnya uang jaminan penawaran lelang ditentukan oleh Penjual/Pemilik barang paling sedikit

20% (dua puluh persen) dari Nilai limit dan paling banyak sama dengan Nilai limit.

Pasal 33 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang mengatur bahwa uang jaminan penawaran lelang yang telah disetorkan, dikembalikan

seluruhnya tanpa potongan kepada peserta lelang yang tidak disahkan sebagai pembeli, pengembalian uang jaminan penawaran lelang tersebut paling lama 1 (satu) hari kerja sejak permintaan pengembalian dari peserta

(35)

serta dokumen pendukung lainnya, dengan demikian uang jaminan

penawaran lelang dari peserta lelang yang disahkan sebagai pembeli, akan diperhitungkan dengan pelunasan seluruh kewajibannya sesuai dengan

ketentuan lelang. Ini juga berlaku bagi jaminan penawaran lelang berupa garansi Bank.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Pasal 34 mengatur bahwa, dalam pelaksanaan lelang eksekusi dan lelang non

eksekusi wajib, jika pembeli tidak melakukan kewajibannya (wanprestasi) uang jaminan penawaran lelang disetorkan seluruhnya ke kas negara dalam waktu (1) satu hari kerja setelah pembatalan penunjukan pembeli

oleh Pejabat lelang, dalam pelaksanaan lelang yang diselenggarakan Balai Lelang yang bekerjasama dengan Pejabat Lelang kelas II, jika pembeli

tidak melunasi kewajiban pembayaran lelang sesuai ketentuan (wanprestasi), uang jaminan penawaran lelang menjadi milik pemilik barang dan/atau Balai Lelang sesuai kesepakatan antara pemilik barang

dan Balai Lelang dan dalam pelaksanaan lelang yang diselengarakan Pejabat Lelang Kelas II, jika pembeli wanprestasi uang jaminan

penawaran lelang menjadi milik pemilik barang dan/atau Pejabat Lelang Kelas II sesuai kesepakatan antara pemilik barang dan Pejabat Lelang Kelas II.

(36)

(wanprestasi) diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik

Indonesia Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Pasal 34A bahwa Kepala KPKNL/Pemimpin Balai Lelang/Pejabat Lelang

Kelas II mengajukan klaim kepada Bank Penerbit garansi Bank dengan melampirkan surat yang menyatakan Pembeli Lelang telah wanprestasi dan hasil klaim jaminan penawaran lelang tersebut disetorkan ke kas

negara/pemilik barang/Balai Lelang/Pejabat Lelang Kelas II. i. Nilai limit

Nilai limit lelang adalah harga minimal barang yang akan dilelang dan ditetapkan oleh penjual atau pemilik barang. Setiap pelaksanaan lelang disyaratkan adanya Nilai limit lelang, yang penetapannya menjadi

tanggung jawab penjual atau pemilik barang. Persyaratan adanya Nilai limit tersebut tidak berlaku bagi penjualan lelang non eksekusi sukarela

atas barang bergerak milik orang, badan hukum atau badan usaha swasta. Pasal 36 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang mengatur bahwa penjualan/pemilik

barang dalam menetapkan Nilai limit, berdasarkan penilian oleh penilai; atau penaksiran oleh penaksir/tim penaksir. Penilai merupakan pihak yang

melakukan penilaian secara independen berdasarkan kompetensi yang dimilikinya. Adapun penaksir/tim penaksir merupakan pihak yang berasal dari instansi atau perusahaan penjual, yang melakukan penaksiran

(37)

Pemilik barang yang berhak menetapkan Nilai limit lelang pada

lelang non eksekusi sukarela atas barang bergerak dan pada lelang non eksekusi sukarela atas barang bergerak berupa tanah dan/atau bangunan

ditetapkan oleh pemilik barang, berdasarkan hasil penilaian dari penilai. Dalam hal Bank kreditur akan ikut menjadi peserta pada lelang eksekusi berdasarkan Pasal 6 UUHT No. 4 Tahun 1996, penjual harus menetapkan

nilai limir berdasarkan hasil penilaian dari penilai dan dalam hal lelang eksekusi sukarela Nilai limit paling sedikit Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus

juta rupiah), penjual berdasarkan hasil penilaian dari penilai harus menetapkan Nilai limit. Berdasarkan Pasal 37 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 Tentang Petunjuk Pelaksanaan

Lelang, Nilai limit lelang pada dasarnya tidak rahasia. Dalam lelang eksekusi, lelang non eksekusi wajib dan lelang non eksekusi sukarela atas

barang tidak bergerak, harus dicantumkan dalam pengumuman lelang. Ketentuan Pasal 38 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang di mana dalam

hal pelaksanaan lelang ulang, terdapat dua hal Nilai limit dapat diubah oleh penjual, yaitu dengan menunjukkan hasil penilaian yang masih

berlaku, dalam hal Nilai limit pada lelang sebelumnya didasarkan pada penilaian dari penilai; atau menunjukkan hasil penaksiran yang masih berlaku, dalam hal Nilai limit pada lelang sebelumnya didasarkan pada

(38)

Pelaksanaan Lelang Pasal 39, mengatur Nilai limit harus dibuat secara

tertulis dan diserahkan oleh penjual kepada Pejabat lelang paling lambat sebelum lelang dimulai.

j. Pengumuman Lelang

Penjualan secara lelang wajib didahului dengan pengumuman lelang yang dilakukan oleh penjual. Oleh karena itu penjual harus

menyerahkan bukti pengumuman lelang sesuai ketentuan kepada Pejabat lelang, ini diatur dalam Pasal 41 Peraturan Menteri Keuangan Republik

Indonesia Nomor 106/PMK.06/2013 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Pengumuman lelang adalah pemberitahuan kepada masyarakat tentang akan adanya lelang dengan maksud untuk pemberitahuan kepada

pihak yang berkepentingan dan menghimpun peminat lelang.

Pasal 42 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

106/PMK.06/2013 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Pengumuman lelang paling sedikit memuat:

1) Identitas penjual;

2) Hari, tanggal, waktu dan tempat pelaksanaan lelang dilaksanakan; 3) Jenis dan jumlah barang;

4) Lokasi, luas tanah, jenis hak atas tanah, dan ada/tidak adanya bangunan, khusus untuk barang tidak bergerak, berupa tanah dan/atau bangunan;

(39)

7) Jaminan penawaran lelang meliputi besaran, jangka waktu, cara

dan tempat penyetoran, dalam hal dipersyaratkan adanya jaminan penawaran lelang;

8) Nilai limit, kecuali lelang kayu dan hasil hutan lainnya dari tangan pertama dan lelang non eksekusi sukarela untuk barang bergerak; 9) Cara penawaran lelang;

10) Jangka waktu kewajiban pembayaran lelang oleh pembeli; dan

11) Alamat domain KPKNL/Pejabat Lelang Kelas II yang

melaksanakan lelang khusus untuk penawaran lelang melalui

email;

Pengumuman lelang diatur sedemikian rupa sehingga terbit pada

hari kerja KPKNL dan tidak menyulitkan peminat lelang melakukan penyetoran uang jaminan penawaran lelang atau penyerahan garansi Bank

jaminan penawaran lelang.

Pasal 43 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang mengatur cara pelaksanaan

Pengumuman lelang yang dilaksanakan melalui surat kabar harian yang terbit dan/atau beredar di kota/kabupaten tempat barang berada. Bilamana

tidak ada surat kabar harian, pengumuman diumumkan dalam surat kabar harian yang terbit di kota/kabupaten terdekat atau di ibu kota provinsi atau ibu kota negara dan beredar di wilayah kerja KPKNL atau wilayah jabatan

(40)

Pengumuman lelang melalui surat kabar harian harus melalui

tiras/oplah paling rendah 5.000 (lima ribu) eksemplar, jika dilakukan dengan surat kabar harian yang terbit di kota/kabupaten, paling rendah

15.000 (lima belas ribu) eksemplar, jika dilakukan dengan surat kabar harian yang terbit di ibu kota provinsi atau paling rendah 20.000 (dua puluh ribu) eksemplar, jika dilakukan dengan surat kabar harian yang

terbit di ibu kota negara. Dalam hal suatu daerah tidak terdapat surat kabar harian yang memenuhi kriteria, pengumuman lelang akan dilakukan pada

surat kabar harian yang diperkirakan mempunyai tiras/oplah paling tinggi. Pengumuman lelang harus dicantumkan dalam halaman utama/reguler dan tidak dapat dicantumkan pada halaman

suplemen/tambahan/khusus dan penjual dapat menambah pengumuman lelang pada media lainnya guna mendapatkan peminat lelang

seluas-luasnya. Pengumuman lelang untuk lelang eksekusi terhadap barang tidak bergerak yang dijual bersama-sama dengan barang bergerak, dilakukan dalam ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010

Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Pasal 44 yaitu:

1) Pengumuman dilakukan 2 (dua) kali, jangka waktu pengumuman

lelang pertama ke pengumuman lelang kedua berselang 15 (lima belas) hari dan diatur sedemikian rupa sehingga pengumuman lelang kedua tidak jatuh pada hari libur/hari besar; dan

(41)

yang mudah dibaca oleh umum seperti selebaran dan/atau melalui

media elektronik termasuk melalui internet, jika Penjual menghendaki pengumuman dilakukan melalui surat kabar harian

hal itu diperbolehkan.

3) Pengumuman lelang kedua harus dilakukan melalui surat kabar harian dan dilakukan paling singkat 14 (empat belas) hari sebelum

pelaksanaan lelang dilaksanakan.

Pasal 45 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010

Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang mengatur mengenai pengumuman lelang harus ditambahkan dengan pengumuman tempelan pada hari yang sama untuk ditempel di tempat yang mudah dibaca oleh umum atau paling

kurang pada papan pengumuman di KPKNL dan di Kantor penjual, begitu pula dengan pengumuman berbentuk iklan baris melalui surat kabar harian

yang paling sedikit memuat indentitas penjual, nama barang yang dilelang, tempat dan waktu lelang, serta informasi adanya pengumuman lelang tempel.

Pengumuman lelang untuk pelaksanaan lelang eksekusi yang diulang, dilakukan dengan ketentuan Pasal 47 Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang yang menyatakan bahwa lelang barang bergerak atau barang tidak bergerak yang dijual bersama-sama dengan barang tidak bergerak,

(42)

1) Pengumuman lelang ulang dilakukan 1 (satu) kali melalui surat

kabar harian paling singkat 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan lelang, jika waktu pelaksanaan lelang ulang dimaksud tidak melebih

60 (enam puluh) hari sejak pelaksanaan lelang terdahulu atau sejak pelaksanaan lelang terakhir; atau

2) Pengumuman lelang ulang berlaku jika waktu pelaksanaan lelang

ulang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari sejak pelaksanaan lelang terdahulu atau sejak pelaksanaan terakhir; dan

3) Pengumuman lelang ulang harus menunjukkan pengumuman lelang terakhir.

Pengumuman lelang yang pelaksanaan lelangnya dilakukan di luar

wilayah kerja KPKNL atau wilayah jabatan Pejabat Lelang Kelas II tempat barang berada diatur dalam Pasal 51 Peraturan Menteri Keuangan Nomor

93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang yaitu, pengumuman dilakukan di surat kabar harian yang terbit di kota/kabupaten di tempat pelaksanaan lelang dan di tempat barang berada. Dalam hal

pengumuman lelang tidak dapat dilakukan di tempat pelaksanaan lelang dan/atau di tempat barang berada, karena tidak terdapat surat kabar harian,

pengumuman lelang akan dilakukan disatu surat kabar harian nasional/ibu kota provinsi yang mempunyai peredaran di tempat pelaksanaan lelang, sedangkan terhadap pelaksanaan lelang yang objek lelangnya tersebar di 3

(43)

Pengumuman lelang yang sudah diterbitkan melalui surat kabar

harian, atau melalui media lainnya, apabila diketahui terdapat kekeliruan yang prinsipil harus segera diralat. Kekeliruan yang prinsipil menyangkut

waktu dan tanggal lelang, spesifikasi barang-barang, atau persyaratan lelang seperti besarnya uang jaminan dan batas waktu penyetoran. Ini diatur dalam Pasal 52 Peraturan Menteri Keuangan Nomor

93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Begitu pula jika terjadinya kesalahan maka ralat tidak diperkenankan dilakukan dalam

hal-hal sebagai berikut:

1) Mengubah besarnya uang jaminan penawaran lelang; 2) Memajukan jam dan tanggal pelaksanaan lelang;

3) Memajukan batas waktu penyetoran uang jaminan penawaran lelang; atau

4) Memindahkan lokasi dari tempat pelaksanaan lelang semula.

Rencana ralat pengumuman lelang diberitahukan secara tertulis kepada Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II yang bersangkutan

paling singkat 2 (dua) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang dan ralat pengumuman lelang harus diumumkan melalui surat kabar harian atau

media yang sama dengan menunjukan pengumuman lelang sebelumnya dan dilakukan paling singkat 1 (satu) hari kerja sebelum hari pelaksanaan lelang.

(44)

Pasal 35 Vendu Reglement (Peraturan Lelang) mengatakan, bahwa

“dari tiap-tiap penjualan umum yang dilakukan oleh juru lelang atau

kuasanya, selama penjualan harus dibuat berita acara tersendiri”. Dari

ketentuan ini, maka Pejabat lelang yang melaksanakan setiap lelang diwajibkan untuk membuat berita acara lelang, yang kemudian dinamakan dengan istilah “risalah lelang”.43

Pasal 35 Vendu Reglement (Peraturan Lelang) mengatur risalah lelang sama artinya dengan “berita acara” lelang. Berita acara lelang merupakan

landasan otentifikasi penjualan lelang, berita acara lelang mencatat segala peristiwa yang terjadi pada penjualan lelang.44

a. Berita acara pelaksanaan lelang;

Menurut Pasal 1 angka 16 Keputusan Menteri Keuangan yang dimaksud risalah lelang adalah :

b. Dibuat oleh Pejabat Lelang;

c. Mempunyai kekuatan pembuktian (bewijskracht, probatory force) yang sempurna (volledig, complete) bagi para pihak.

Pelaksanaan penjualan lelang yang dilakukan Pejabat Lelang, tidak

sah (invalid), jika tanpa adanya risalah lelang. Pelaksanaan lelang yang demikian tidak memberi kepastian hukum tentang hal-hal yang terjadi, karena

apa yang terjadi tidak tercatat secara jelas sehingga dapat menimbulkan ketidakpastian.45

43 Rachmadi Usman, Op. Cit., 2016, hlm. 155. 44 Tiora Purnama, Op.Cit., hlm. 104.

(45)

Kewajiban membuat risalah lelang tersebut diatur dalam Pasal 77

Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, mengatur lebih teknis hal-hal yang harus tercantum

dalam risalah lelang. Pejabat lelang yang melaksanakan lelang wajib membuat berita acara lelang yang disebut risalah lelang. Adapun risalah lelang terdiri dari:

a. Bagian Kepala; b. Bagian Badan; c. Bagian Kaki.

d. Risalah Lelang dibuat dalam Bahasa Indonesia. e. Setiap RisalahLelang diberi nomor urut.

Pasal 78 Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang mengatur mengenai bagian kepala

risalah lelang yaitu:

a. Hari, tanggal, dan jam lelang ditulis dengan huruf dan angka; b. Nama lengkap dan tempat kedudukan Pejabat Lelang;

c. Nomor/tanggal Surat Keputusan Pengangkatan Pejabat Lelang, dan nomor/tanggal surat tugas khusus untuk Pejabat Lelang Kelas I;

d. Nama lengkap, pekerjaan dan tempat kedudukan/domisili Penjual; e. Nomor/tanggal surat permohonan lelang;

f. Tempat pelaksanaan lelang;

g. Sifat barang yang dilelang dan alasan barang tersebut dilelang;

h. Dalam hal yang dilelang berupa barang tidak bergerak berupa tanah atau tanah dan bangunan harus disebutkan:

1) Status hak atau surat-surat lain yang menjelaskan bukti kepemilikan

2) SKT dari Kantor Pertanahan; dan

3) Keterangan lain yang membebani, apabila ada;

i. Dalam hal yang dilelang barang bergerak harus disebutkan jumlah, jenis dan spesifikasi barang;

j. Cara pengumuman lelang yang telah dilaksanakan oleh Penjual; k. Cara penawaran lelang; dan

(46)

Bagian badan risalah lelang diatur dalam Pasal 79 Peraturan Menteri

Keuangan Nomor: 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang yaitu:

a. Banyaknya penawaran lelang yang masuk dan sah; b. Nama/merek/jenis/tipe dan jumlah barang yang dilelang;

c. Nama, pekerjaan dan alamat Pembeli atas nama sendiri atau sebagai kuasa atas nama orang lain;

d. Bank kreditur sebagai pembeli untuk orang atau badan hukum/usaha yang akan ditunjuk namanya, dalam hal Bank kreditur sebagai pembeli lelang;

e. Harga lelang dengan angka dan huruf; dan

f. Daftar barang yang laku terjual maupun yang ditahan disertai dengan nilai, nama, dan alamat peserta lelang yang menawar tertinggi.

Bagian Kaki Risalah Lelang diatur dalam Pasal 80 Peraturan Menteri

Keuangan Nomor: 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang paling kurang memuat:

a. Banyaknya barang yang ditawarkan/dilelang dengan angka dan huruf; b. Banyaknya barang yang laku/terjual dengan angka dan huruf;

c. Jumlah harga barang yang telah terjual dengan angka dan huruf; d. Jumlah harga barang yang ditahan dengan angka dan huruf;

e. Banyaknya dokumen/surat-surat yang dilampirkan pada Risalah Lelang dengan angka dan huruf;

f. Jumlah perubahan yang dilakukan (catatan, tambahan, coretan dengan penggantinya) maupun tidak adanya perubahan ditulis dengan angka dan huruf; dan

g. Tanda tangan Pejabat Lelang dan Penjual/kuasa penjual, dalam hal lelang barang bergerak atau tanda tangan Pejabat Lelang, penjual/kuasa penjual dan pembeli/kuasa pembeli, dalam hal lelang barang tidak bergerak.

Risalah lelang sebagai perjanjian yang mengikat para pihak dalam

lelang. Klausul risalah lelang yang merupakan hukum khusus yang berlaku bagi para pihak dalam lelang.46

46 Tiora Purnama, Op.Cit, hal. 108.

(47)

baku yang ditetapkan oleh pemerintah karena isinya ditentukan oleh

pemerintah tentang perbuatan tertentu yaitu perbuatan lelang. Blanko perjanjian jual beli lelang disediakan oleh Kantor Lelang, diserahkan kepada

pembeli lelang dan penjual untuk disetujui dan tanpa memberikan kebebasannya sama sekali untuk pembeli dalam mempertimbangkan klausul-klausul dalam risalah lelang sebagai syarat-syarat berlaku.47

a. Klausul tentang pengumuman.

Untuk keseimbangan kepentingan penjual dan pembeli lelang, risalah lelang harus memuat klausul-klausul:

b. Klausul tentang uang jaminan.

c. Klausul tentang hak, kewajiban serta tanggung jawab penjual. d. Klausul tentang hak, kewajiban serta tanggung jawab pembeli.

e. Klausul tentang fungsi Pejabat lelang/Kantor lelang sebagai perantara. f. Klausul tentang barang.

g. Klausul tentang pembayaran hasil lelang, bea lelang dan kewajiban lainnya.

h. Klausul tentang penyerahan barang.48

B. Pembukuan Lelang

Bab V Kep. Menkeu Pasal 52-53 jo. Bab IV Kep. DJPLN Pasal 37-38 dimaksud mengatur pembukuan dan laporan lelang. Antara lain ditegaskan, Kantor Lelang menyelenggarakan pembukuan dan laporan yang berkaitan dengan

pelaksanaan lelang. Bendaharawan penerimaan Kantor Lelang wajib melakukan pencatatan semua penerimaan dan pengeluaran serta pembuatan

laporan/pertanggungjawaban semua penerimaan dan pengeluaran uang hasil pelaksanaan lelang.

47 Ibid., hal. 111.

(48)

Pelaksanaan tugas yang disebut di atas diatur lebih lanjut pada Pasal 37

dan Pasal 38 Kep. DJPLN No. 35/PL/2002.

Buku yang harus dibuat Kantor Lelang dan Balai Lelang diatur pada Pasal

37 Kep. DJPLN tersebut.

1. Buku yang Harus Dibuat Kantor Lelang a. Buku Permintaan Lelang;

b. Buku Kas Pembantu;

c. Buku Penjualan, Penyertaan, dan Tunggakan Hasil Lelang.

2. Buku yang Harus Dibuat Balai Lelang a. Buku Permintaan Lelang;

b. Buku Penerimaan dan Penyerahan Barang;

c. Buku Penerimaan dan Penyetoran Uang Hasil Lelang.49

C. Laporan Lelang

Laporan yang harus dibuat, baik oleh Kantor Lelang dan Balai Lelang merujuk pada Pasal 38 Kep. DJPLN tersebut.

1. Laporan yang Harus Dibuat Kantor Lelang dan Pejabat Lelang Kelas II a. Jadwal Lelang;

b. Realisasi Pelaksanaan Lelang;

c. Perhitungan dan Pertanggungjawaban (selanjutnya disebut sebagai PPJ);

d. Pembuatan Risalah Lelang;

(49)

e. Hasil Pelaksanaan Lelang di Luar Wilayah Lelang;

f. Perkembangan Penanganan Perkara di Pengadilan; g. Frekuensi Penggalian Potensi Lelang;

h. Daftar Pembeli Lelang;

i. Realisasi Kegiatan dan Hasil Pelaksanaan Lelang. 2. Laporan yang Harus Dibuat Balai Lelang

a. Jadwal Lelang;

b. Daftar Pelelangan Barang;

c. Daftar Penerimaan Barang; d. Penyetoran Biaya Administrasi; e. Laporan Kegiatan Tahunan;

f. Daftar Pembeli Lelang Wanprestasi.

g. Laporan yang Harus Dibuat Kantor Wilayah

h. Rekapitulasi Hasil Pengawasan terhadap Balai Lelang; i. Frekuensi Penggalian Potensi Lelang;

j. Rekapitulasi Penerimaan Hasil Lelang Menurut Jenis/Asal Barang dan

Pencapaian Target.50

Referensi

Dokumen terkait

Prosedur analisis tahan gempa berbasis gaya (FBD) menggunakan asumsi dasar bahwa kekakuan struktur tidak berkaitan dengan kekuatannya (independen satu sama lain).. Jadi bilamana

Konsumsi ransum (g/ekor/minggu) yaitu rataan konsumsi ransum setiap ekor, setiap minggu, diukur berdasarkan selisih antara ransum yang diberikan dengan sisa ransum

[r]

[r]

Penelitian terkait e-Procurement (e-Proc) di Indonesia belum banyak dilakukan, sehingga penelitian yang akan dilakukan menjadi sangat signifikan untuk menemukan factor apa

Ismi Prihandari, M.Hum.. Ismi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, dengan ini menyetujui untuk memberikan ijin kepada pihak Program Studi Sistem Informasi Fakultas Teknik Universitas Muria Kudus