• Tidak ada hasil yang ditemukan

Portofolio Teknik Teknik Konseling teori

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Portofolio Teknik Teknik Konseling teori"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

Portofolio

Teknik-Teknik Konseling

( teori dan contoh aplikasi penerapan )

Zakki Nurul Amin

(2)
(3)

Buku portofolio Teknik-Teknik Konseling ini menjabarkan konsep dasar teknik

konseling yang dilengkapi juga dengan contoh aplikasi terbatas penerapan.

Sehingga harapannya dapat membantu pembaca untuk memahami konsep dan

contoh penerapan praktiknya.

Buku Portofolio Teknik-Teknik Konseling ini menjabarkan 8 teknik konseling

yang mencakup: Teknik Modelling, Relaksasi Desensititasi Sistematis,Asertif

Training, Behavior Contract, Refraiming, Empthy Chair, Self Management, dan

Sosiodrama.

Penulisan Portofolio Teknik-Teknik Konseling ini dirasa masih banyak

membutuhkan masukan dari para pembaca sekalian. Oleh karenanya penulis

sangat mengharapkan saran dan masukan.

Penyusun, Zakki Nurul Amin ©2017

Jurusan Bimbingan dan Konseling

(4)

DAFTAR ISI

Pendahuluan ... i

Daftar Isi ... ii

1. Teknik Konseling Modelling ... 1

2. Teknik Konseling Relaksasi Desensititasi Sistematis ... 13

3. Teknik Konseling Asertif Training ... 23

4. Teknik Konseling Behavior Contract ... 31

5. Teknik Konseling Refraiming ... 39

6. Teknik Konseling Empthy Chair ... 45

7. Teknik Konseling Self Management ... 49

(5)

TEKNIK-TEKNIK KONSELING

TEKNIK MODELLING

A. KONSEP DASAR TEKNIK

Modeling merupakan salah satu teknik konseling yang dikembangkan oleh Albert Bandura yang berakar dari teori belajar sosial (sosial lerning). Menurut Bandura (dalam Corey, 2007:221) teknik modeling merupakan observasi permodelan, mengobservasi seseorang lainnya sehingga seseorang tersebut membentuk ide dan tingkah laku, kemudian dijelaskan sebagai panduan untuk bertindak. Bandura juga menegaskan bahwa modeling merupakan konsekuensi perilaku meniru orang lain dari pengalaman baik pengalaman langsung maupun tidak langsun, sehingga reaksi-reaksi emosional dan rasa takut seseorang dapat dihapuskan. Sejalan dengan pendapat tersebut, Cornier-cornier dalam Abimanyu (1996:256) mengartikan modeling sebagai prosedur dimana seseorang dapat belajar melalui mengobservasi tingkah laku orang lain, sebagai strategi terapi untuk membantu klien memperoleh respon atau mnghilangkan rasa takut.

Sedangkan Gantina Komalasari dkk (2011:176) mengartikan modeling merupakan belajar melalui observasi dengan menambahkan atau mengurangi tingkah laku yang teramati, menggeneralisir berbagai pengamatan sekaligus, dan melibatkan proses kognitif.

Modeling sebagai suatu proses pemadatan sekuensi ide dan tingkah laku yang memungkinkan seseorang menyelesaikan suatu tugas. Dalam belajar, modeling merupakan basis percepatan belajar juga merupakan suatu konsep bagi proses memproduksi/membentuk perilaku yang dipelajari melalui mengobservasi orang lain dan aktivitas/simbol selaku contoh sebagai alat mempermudah perubahan tingkah laku. Modeling erat kaitannya dengan

(6)

Selain itu modeling juga terdapat kaitan dengan imitasi/meniru, akan tetapi meniru tidak sama dengan modeling, karena modeling bukan hanya semata meniru atau mengulangi apa yang dilakukan orang lain, dalam modeling melibatkan penambahan atau pengurangan tingkah laku yang teramati, menggeneralisir berbagai pengalaman dan pengamatan sekaligus sebagai proses kognitif (Bandura dalam Alwisol, 2006:350).

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa modeling merupakan salah satu teknik konseling dimana seseorang belajar membuat dan menerapkan perilaku baru melalui proses pengamatan, mengobservasi, menggeneralisir perilaku orang lain (model), dimana dalam modeling ini juga melibatkan proses kognitif dan kreatif bukan semata-mata meniru/imitasi saja.

B. JENIS

Bandura dalam Pavin&John (1997:472) membagi jenis-jenis modeling menjadi dua, yaitu:

1. Live modeling with partisipan, penokohan langsung oleh seseorang sebagai model.

2. Symbolic model, penokohan dengan simbol seperti film dan audio visual. Corey menjabarkan jenis meodeling menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Live models, pemokohan langsung kepada orang yang dikagumi sebagai model untuk diamati.

2. Symbolicmodels, menggunakan penokohan dengan simbol dai film atau audio visual lain.

3. Multiple model, penokohan ganda yang terjadi dalam kelompok dimana seseorang anggota dari suatu kelompok mengubah sikap dan dipelajari suatu sikap baru setelah mengamati bagaimana anggota-anggota lain dalam kelompok bersikap.

Cornier-cornier dalam Abimanyu (1996, 256-257) membagi jenis modeling, menjadi :

(7)

2. Modeling diri sendiri, menggunakan diri sendiri sebagai model. Dapat disebut pula pengaturan diri (self regulation), dimana individu dalam kegiatan belajar mengamati perilakunya sendiri, menilai perilakunya sendiri dengan standar yang dibuat sendiri, dan memperkuat atau menghukum diri sendiri bila

berhasil ataupun gagal dam berperilaku (Rifa’i dan Chatarina, 2009:113).

3. Modeling partisipan, dilakukan dengan demonstrasi model, latihan terpimppin, dan pengalaman-pengalaman sukses orang lain.

4. Modeling tersembunyi, dilakukan dengan meminta klien membayangkan suatu model melakukan tingkah laku melalui instruksi-instruksi.

5. Modeling simbolis, penokohan dengan simbol seperti film dan audio visual. 6. Modeling kognitif, prosedur konselor menunjuk apa yang dikatakan oleh

orang lain pada diri mereka selagi mereka melakukan suatu tugas/perilaku.

C. TUJUAN

Menurut Bandura terdapat beberapa tujuan dari modeling, yaitu :

1. Development of new skill, artinya mendapatkan respon atau ketrampilan baru dan memperlihatkan perilakunya setelah memadukan apa yang diperoleh dari pengamatan dengan perilaku baru.

2. Facilitation of preexisting of behavior, menghilangkan respon takut setelah melihat tokoh (bagi si pengamat).

3. Changes in inhibition about self axspression, pengambilan suatu respons-respons yang diperlihatkan oleh suatu tokoh dengan pengamatan kepada model.

D. MANFAAT

Beberapa manfaat dan pengaruh dari modeling adalah sebagai berikut :

 Pengambilan respons atau ketrampilan baru dan memperlihatkannya dalam perilaku baru.

(8)

 Melalui pengamatan terhadap tokoh, seseorang terdorong untuk melakukan sesuatu yang mungkin sudah diketahui atau dipelajari dan tidak ada hambatan.

Jones (2011:434) juga mengemukakan beberapa fungsi dari teknik modeling yaitu :

 Menghanbat dan menghilangakan atau mengurangi hambatan perilaku yang sudah ada dalam repertoar.

 Sebagai fasilitasi respons, perilaku yang dijadaikan model dapat berfungsi sebagai pengingat atau isyarat bagi orang untuk melakukan perilaku yang sudah ada dala repertoarnya.

 Membangkitkan rangsangan emosional. Orang dapat mempersepsi dan berperilaku beerbeda dalam keadaan kerenagsangan yang meningkat.

Symbolic modeling membentuk gambaran orang tentang realitas sosial diri dengan cara itu ia memotret berbagai hubungan manusia dan kegiatan yang mereka ikuti.

E. TAHAP-TAHAP

Bandura (dalam Syamsu Yusuf, 2009:9) meyakini bahwa modeling melibatkan empat proses, yaitu sebgai berikut:

1. Attentional, yaitu proses dimana observer/individu menaruh perhatian terhadap perilaku atau penampilan model. Dalam hal ini sesorang cenderung memperhatikan model yang menarik, berhasil, atraktif, dan populer. Lebih jauh lagi Jones (2011:435) menyebutkan variabel dari attention adlah, karakteristik stimuli modeling (mencakup, ketersediaan, kekhasan, atraktivitas personal, nilai fungsional) dan karakteristik pengamat (mencakup, kapasitas sensorik, tingkat rangsang, kebiasaan perceptual, dan reinforcement sebelumnya)

(9)

3. Production, yaitu proses mengontrol tentang bagaimana anak dapat mereproduksi respons atau tingkah laku model. Kemampuan mereproduksi dapat berbentuk ketrampilan fisik atau kemampuan mengidentifikasi perilaku model.

4. Motivational, yaitu proses pemilihan tingkah laku model. Dalam proses ini terdapat faktor penting yang mempengaruhinya, yaitu reinforcement dan punishment.

5. Vicarious Learning, yaitu proses belajar dengan cara mengobservasi consequence tingkah laku orang lain. Seseorang akan mengamati hal-hal yang menjadi akibat/konsekuensi yang didapat orang lain untuk diggunakannya sebagai patokan dalam berperilaku.

F. TAHAPAN/LANGKAH-LANGKAH PENERAPAN TEKNIK

Langkah-langkah proses modeling dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (Gantina Komalasari dkk, 2011:179):

 Menetapkan bentuk penokohan (live model, symbolic model, multiple model)

 Pada live model, pilih model yang bersahabat atau teman sebaya konslei yang memiliki kesamaan seperti usia, status ekonomi, dan penampilan fisik.

 Bila mungkin gunakan lebih dari sati model.

 Kompleksitas perilaku yang dimodelkan harus sesuai dengan tingkat perilaku konseli.

 Kombinasikan modeling dengan aturan, instruksi, behavioral rehearsal, dan penguatan.

 Pada saat konslei memperhatikan penampilan tokoh berikan penhuatan alamiah.

 Bila mungkin buat desain pelatihan untuk konseli menirukan model secara tepat, sehingga akan mengarahkan konseli pada penguatan alamiah. Bila tidak maka buat perencenaan pemberian penguatan untuk setiap peniruan tingkah laku yang tapat.

(10)

 Scenario modeling harus dibuat ralistik.

 Melakukan pemodelan dmana tokoh menunjukkan perilaku yang menimbulkan rasa takut bagi konseli (Dengan sikap manis, perhatian, bahsa yang lembut, dan perilaku yang menyenangkan).

Sementara secara umum, langkah-langkah dalam penerapan teknik modeling adalah sebgai berikut:

1. Telaah masalah, telaah masalah disini merupkan analisis tingkah laku konseli dan tingkah laku lingkungan konseli. Dalam pendekatan behavior tingkah laku konseli harus dijabarkan secara spesifik konkrit tidak berlabel, dapat diamati, dan dapat diukur.

2. Merumuskan tujuan dan sasaran yang akan dicapai.

3. Menentukan model dan cara modeling. Dalam teknik ini, ada persyaratan juga yang harus dipenuhi seseorang untuk menjadi model, seperti : karekteristiknya sesuai dengan perilaku yan akan dikembangkan, sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku, usia yang sebaya, menarik, dan favorit.

4. Melakukan modeliling / perilaku. Konselor mananyakan sikap perasaan, dan meberi motivasi.

G. APLIKASI TERBATAS (VERBATIM)

Secara umum tahap dalam proses konseling mengacu pada positive asset research terdiri dari tahapan :

1. Mengawali pertemuan (Attending, Rapport, Opening, Structuring)

2. Pengumpulan data, penggambaran cerita hidup, masalah, dan kekuatan konseli (Lead, Restatement, Paraprashing, Reflection of Feeling, Clarification, Lead)

3. Perumusan tujuan, merumuskan apa yang hendak dicapai/ingin didapatkan dari proses konseling.

(11)

(Eksplorasi alternative, Reasurance, Interpretation, confrontation, advice, Rejection)

5. Pengakhiran, mengakhiri sesi konseling (Generalisasi, summary, termination) Dalam bahasan ini akan dicoba dijabarkan mengenai deskripsi tahapan teknik modeling, tantunya teknik ini digunakan setelah konselor membangun rapport dan melakukan tahapan proses konseling dari mengawali pertemuan sampai akan memasuki tahap working dan menilai teknik modeling sesuai dan dapat dilakukan untuk membentu penyelesaian masalah konseli :

No. Tahap Karakteristik Tahap Deskripsi Spesifikasi Konsep

1. Attentional  Individu memperhatikan secara penuh pada model/tingkah laku yang akan dicontoh.

 Cenderung memperhatikan model yang menarik, seusia dengan konseli.

(Contoh permasalahan : Siswa takut dan malu mengungkapkan pendapat dikelas jenis Modeling : Live modeling with participant) Konselor meminta konseli mengamati teman sekelasnya yang aktif mengungkapkan pendapat dikelas. Mengamati bagaimana teman sekelasanya bertanya, apa yang dilakukan sebelum dan sesudah bertanya. 2. Retention  Mengingat, menyimpan, dan

menggeneralisir informasi serta karakteristik model yang akan ditiru.

informasi/hal apa yang didaptkan dari pengamatan terhadap teman sekelasnya tersebut. Konselor dan konseli bersama-sama

(12)

Konselor meminta konseli untuk mulai melakukan dan mencoba melakaukan perilaku seperti model. 3. Produksi  Individu menunjukkan

perilaku seperti model.

Konseli mulai mencoba menunjukkan perilaku seperti model, dan mencoba

bertanya/mengungkapkan pendapat dikelas.

4. Motivasi  Pemberian reinforcement pada individu yang teleh perilaku terdapat proses kreatif dan kognitif terhadap perilaku yang akan dibentuk.

 Individu terdorong melakukan tingkah laku karena mendapat reinforcement.

(13)

5. Vicarious Learning

 Belajar dengan cara mengobservasi consequence tingkah laku orang lain.

Konselor meminta konseli untuk dapat mengembangkan perilaku yang dikehendaki tersebut dengan cara mengamati dan memperhatikan konsekuensi/hasil yang diperoleh orang lain/model setelah melakukan perilaku yang dikehendaki.

Selanjutnya, akan coba dijabarkan aplikasi terbtas contoh verbatim yang dikatakan oleh konselor dari setiap langkah/tahapan penerapan teknik modeling, tentunya sebelum melangkah pada tiap tahapan penerapam teknik modeling, konselor juga haruslah menerapakkan ketrampilan dasar konseling seperti yang talah dijabarkan dalam positive asset reserach:

NO. TAHAPAN VERBALISASI

1. Telaah masalah Menelaah masalah dari aspek diri konseli :

“ baiklah dek anton, dapatkah dek anton menceritakan labih jelas lagi terkait permasalahan dek anton yang merasa takut dan tidak berani bila akan mengungkapkan pendapat di depan kelas?”

Menelaah masalah dari aspek lingkungan konseli:

“ lalu bagaimanakah sikap guru dan teman dek anton

(14)

(Dilanjutkan rasionalisasi modeling)

“ baiklah, harapannya dengan konseling ini dek anton akan mampu mencoba dan berani mengungkapkan pendapat di depan kelas, terkait hal tersebut bapak mempunyai suatu cara yang sekiranya dapat dek anton lakukan agar dapat mencapai tujuan dek anton tadi, cara itu dengan belajar mengamati perilaku dan mencoba mengembangkan perilaku orang lain, mungkin teman dek anton, yang dek anton rasa dapat dijadikan contoh untuk berani mengungkapan pendapat didepan kelas. Apakah dek anton punya teman yang aktif di kelas dan sekiranya dapat dek anton mintai tolong sebagai contoh?”

3. Menentukan model dan cara modeling

“ Okey, sesuai apa yang kamu ungkapkan, kamu dapat mencoba mengamati perilaku diego ketika mengungkapkan pendapat di depan kelas, dek atna juga bisa bertanya-tanya kepada diego hal-hal yang mungkin bisa membantu agar dapat berani mengungkapan pendapat. Bisakah dek atna lakukan”

4. Melakukan

modeliling / perilaku

(15)

TEKNIK-TEKNIK KONSELING

TEKNIK RELAKSASI-DESENSITISASI SISTEMATIS

A. KONSEP DASAR TEKNIK

Relaksasi dan Desensitisasi pada hakikatnya termasuk dalam teknik behavioral classic. Menurut pendapat Cormier dan Cormier, 1985 (dalam Abimanyu dan Manrihu, 1996:320) Relaksasi dapat diartikan sebagai usaha untuk mengajari seseorang untuk relaks, dengan menjadikan orang itu sadar tentang perasaan-perasaan tegang dan perasaan-perasaan relaks kelompok-kelompok otot utama seperti tangan, muka, dan leher, dada, bahu, punggung, perut, dan kaki. Sedangkan menurut Suryani, 2000 (dalam Lutfi Fauzan, 2009) Relaksasi merupakan salah satu cara untuk mengistirahatkan fungsi fisik dan mental sehingga menjadi rileks.

Teknik relaksasi dalam konseling merupakan gabungan dari beberapa atau satu spesifik latihan relaksasi. Lebih sering merupakan combinasi dari deep breathing, muscle relaxation, and visualization techniques yang telah terbukti mampu menurunkan ketegangan otot dan tensi saat tubuh sedang mengalami stress dan kecemasan (Gardner, 2002:4). Dalam perkembangan selanjutnya teknik relaksasi juga dapat dikombinasikan dengan teknik-teknik behavioral lain seperti desensitisasi sistematis, assertion training, self management progam, meditasi, aoutogenic training dan teknik-teknik lain yang terkait, dalam relaksasi klien diberikan instruksi yang dapat membuat mereka merasa lebih relaks (Corey, 2009). Relaksasi dapat membantu menangani asma, sakit kepala, hipertensi, insomnia, irritable bowel syndrome, dan panic disorder.

(16)

santai dengan pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan atau divisualisasikan (Gantina dkk, 2011:193). Klien membayangkan situasi yang membangkitkan kecemasan, dan diwakti yang sama membayangkan pula perilaku yang bertentangan dengan kecemasan tersebut (Corey, 2009). Desensitisasi sistematis cocok digunakan untuk menangani fobia-fobia, kecemasan dan ketakutan.

B. JENIS

Lichstein (1988, dalam Luthfi Fauzan, 2009), mengemukakan jenis-jenis teknik relaksasi antara lain:

1. Autogenic Training

Yaitu suatu prosedur relaksasi dengan membayangkan (imagery) sensasi-sensasi yang meyenagkan pada bagian-bagian tubuh seperti kepala, dada, lengan, punggung, ibu jari kaki atau tangan, pantan, pergelangan tangan. Sensasi-sensasi yang dibayangkan itu sepert rasa hangat, lemas atau rileks pada bagian tubuh tertentu, juga rasa lega karena nafas yang dalam dan pelan. Sensasi yang dirasakan ini diiringi dengan imajinasi yang meyenangkan misalnya tentang pemandangan yang indah, danau, yang tenang dan sebagainya.

2. Progressive Training

Adalah prosedur teknik relaksasi dengan melatih otot-otot yang tegang agar lebih rileks, terasa lebih lemas dan tidak kaku. Efek yang diharapkan adalah proses neurologis akan berjalan dengan lebih baik. Karena ada beberapa pendapat yang melihat hubungan tegangan otot dengan kecemasan, maka dengan mengendurkan otot-otot yang tegang diharapkan tegangan emosi menurun dan demikian sebaliknya.

3. Meditation

(17)

berkonsentrasi dengan pernafasan yang teratur dan dalam. Ketenangan diri dan perasaan dalam kesunyian yang tercipta pada waktu meditasi harus menyisakan suatu kesadaran diri yang tetap terjaga, meskipun nampaknya orang yang melakukan meditasi sedang berdiam diri/terlihat pasif dan tidak bereaksi terhadap lingkungannya.Selain ketiga jenis di atas relaksasi juga dapat menggunakan media aroma, suara, cita rasa makanan, minuman, keindahan panorama alam dan air. Semua itu merupakan teknik relaksasi fisik/tubuh.

Sedangkan Gardner (2002) menjelaskan tentang latihan relaksasi dapat dilakukan dengan :

1. Abdominal Breathing

Dilakukan dengan menghela nafas dengan mata terpejam dan menenangkan pikiran, dilakuakan sampai menghasilkan ketenangan dalam diri.

2. Progressive Muscle Relaxation

Teknik relaksasi yang dilakukan dengan melibatkan dan menggerakkan berbagai komponen otot dan bagian spesifik tubuh, misalnya : lengan, kepala, tangan, bahu, atau bagian tubuh lain.

3. Simultaneous Contractions

Konsep yang sama dengan progressive muscle relaxation akan tetapi dilakukan dengan waktu yang lebih singkat dengan gerakan simultan.

4. Cue-controlled relaxation

Mengkombinasikan abdominal breathing dengan sugesti verbal yang menimbulkan ketenangan.

5. Visualizing

Dengan membayangkan atapun secara langsung membuat tempat yang nyaman, tempat yang damai, dengan warna, suasana, aroma yang menenagkan.

6. Peaceful scenes

(18)

C. TUJUAN

Tujuan Relaksasi antara lain untuk :

 Melegakan stress untuk penyakit darah tinggi, penyakit jantung, susah hendak tidur,sakit kepala disebabkan tekanan dan asthma.

 Membantu orang menjadi rileks, dan dengan demikian dapat memperbaiki berbagai aspek kesehatan fisik dan aspek psikologis.

 Membantu individu untuk dapat mengontrol diri dan memfokuskan perhatian sehingga ia dapat mengambil respon yang tepat saat berada dalam situasi yang menegangkan.

Selanjutnya Tujuan teknik desensitisasi sistematis yaitu :

 Teknik desensitisasi sistematis bermaksud mengajar konseli untuk memberikan respon yang tidak konsisten dengan kecemasan yang dialami konseli.

 Mengurangi sensitifitas emosional yang berkaitan dengan kelainan pribadi atau masalah sosial.

 Menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien untuk rileks.

 Menghapus tingkah laku negatif seperti kecemasan.

D. MANFAAT

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan menggunakan teknik relaksasi memiliki adalah sebagai berikut:

1. Memberikan ketenangan batin bagi individu.

2. Mengurangi rasa cemas, khawatir dan gelisah.

3. Mengurangi tekanan dan ketegangan jiwa.

4. Mengurangi tekanan darah, detak jantung jadi lebih rendah dan tidur menjadi nyenyak.

5. Memberikan ketahanan yang lebih kuat terhadap penyakit.

(19)

7. Meningkatkan daya berfikir logis, kreativitas dan rasa optimis atau keyakinan.

8. Meningkatkan kemampuan untuk menjalin hubungan dengan orang lain.

9. Bermanfaat untuk penderita neurosis ringan, insomnia, perasaan lelah dan tidak enak badan.

10.Mengurangi hiperaktif pada anak-anak, dapat mengontrol gagap, mengurangi merokok.

11.Mengurangi kemungkinan gangguan yang berhubungan dengan stress dan mengontrol anticipatory anxiety sebelum situasi yang menimbulkan kecemasan, seperti pada pertemuan penting, wawancara atau sebagainya

12.Meningkakan hubungan antar personal.

Sedangkan teknik desensititasi sistematis dapat bermanfaat untuk :

1. Menghilangkan tingkah laku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap.

2. Menghilangkan perilaku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan.

3. Desensitisasi sistematis sering digunakan untuk mengurangi maladaptasi kecemasan yang dipelajari lewat conditioning (seperti phobia) tapi juga dapat diterapkan pada masalah lain.

4. Dengan teknik desensitisasi sistematis konseli dapat melemahkan atau mengurangi perilaku negatifnya tanpa menghilangkannya.

5. Konseli mampu mengaplikasikan teknik ini dalam kehidupan sehari-hari tanpa harus ada konselor yang memandu.

(20)

7. Desensitisasi sistematis sering digunakan untuk mengurangi maladaptasi kecemasan yang dipelajari lewat conditioning (seperti phobia) tapi juga dapat diterapkan pada masalah lain.

8. Dengan teknik desensitisasi sistematis konseli dapat melemahkan atau mengurangi perilaku negatifnya tanpa menghilangkannya.

9. Konseli mampu mengaplikasikan teknik ini dalam kehidupan sehari-hari tanpa harus ada konselor yang memandu.

E. TAHAP-TAHAP

Dalam menerapkan teknik relaksasi kita perlu mempertimbangkan beberapa persiapan yang harus diperhatikan seperti setting lingkungan yang tenang atau tidak mengganggu, pakaian yang longgar atau tidak mengikat, perut yang tidak sedang kelaparan atau kekenyangan, serta tempat yang nyaman dan tepat untuk mengambil posisi tubuh. Bisa pula ditambahkan aromatherapy dan alunan musik klasik dalam pelaksanaan teknik relaksasi.

Posisi atau postur untuk relaksasi bebas, dapat dengan duduk di lantai atau kursi, berdiri auatupun berbaring yang penting dapat membawa konseli ke keadaan rileks atau istirahat serta berguna untuk memperbaiki postur tubuh yang salah.

Sedangkan Desensitisasi sistematis mempunyai tiga elemen pokok (Jones, 2011:460 ; Thompson, 2003: Corey, 2009) yaitu (1) latihan relaksasi otot dalam (2) menyusun hierarki/jenjang-jenjang stimuli yang membangkitkan kecemasan (3) setelah relaks, meminta konseli untuk membayangkan item-item dari hiererki stimuli yang membangkitkan kecemasan tersebut.

Ketiga pokok tersebut dijabarkan kedalam beberapa langkah seperti berikut :

 Melatih relakasasi konseli dengan berlatih pengenduran otot dan bagian tubuh dengan titik berat wajah, tangan, kepala, leher, pundak, punggung, perut, dada, dan anggota badan bagian bawah.

 Konseli mempraktikkan 30 menit setiap hari, hingga terbiasa untuk santai dengan cepat.

(21)

 Menyusun tingkat kecemasan

 Membuat daftar situasi yang memunculkan/meningkatkan taraf kecemasan mulai dari yang paling rendah-paling tinggi.

 Pelaksanaan desensitisasi konseli dalam keadaan santai dan mata tertutup.

 Meminta konseli membayangkan dirinya berada pada satu situasi yang netral, menyenangkan, santai, nyaman, tenang. Saat konseli santai diminta membayangkan situasi yang menimbulkan kecemasan pada tingkat yang paling rendah. Dilakukan terus secara bertahap sampai tingkat yang memunculkan rasa cemas, dan dihentikan.

 Kemudian dilakukan relaksasi lagi sampai konseli santai, diminta membayangkan lagi pada situasi dengan tingkat kecemasan yang lebih tinggi dari sebelumnya.

 Terapi selesai bila konseli mampu tetap santai ketika membayangkan situasi yang sebelumnya paling mengelisahkan dan mencemaskan.

F. KELEMAHAN DAN KELEBIHAN

Kelemahan teknik Relaksasi-Desensitisasi:

 Kedua teknik ini memerlukan waktu yang cukup lama agar konseli dapat benar-benar merasa rileks dan merasa nyaman dari kecemasan-kecemasannya. Terlebih pada teknik desensititasi seteleh konselor meminta konseli menyusun jenjang hierarki kecemasan, dalam proses konseli tahapan-tahapan jenjang hierarki tersebut harus ditratment dulu mulai dari jenjang rendah sampai jenjang/tingkatan tertinggi.

 Dalam relaksasi membutuhkan lingkungan yang kondusif dan sarana prasarana yang mendukung terciptanya kenyamanan dan situasi relaks.

 Jika konselor tidak cakap dalam memberikan instruksi saat teknik relaksasi tidak dapat maksimal.

 Dalam teknik desensititasi konselor perlu membuat format-format yang sangat detail terkait kecemasan-kecemasan konseli, sehingga teknik ini termasuk teknik yang cukup susah dilakukan.

(22)

 Apabila dilakukan dengan tahap yang benar, teknik relaksasi dapat secara efesien terbukti menurunkan kecemasan dam ketegangan serta membuat konseli lebih relaks.

 Secara efektif membuat konseli memahami kecemasannya dari kecemasan yang ringan sampai yang berat.

G. APLIKASI TERBATAS

Tahapan Relaksasi

NO. TAHAPAN VERBALISASI

1. Rasional “ Baiklah, terkait masalah felan yang merasa cemas ketika

felan sedang berjalan mengendarai motor, Bapak mempunyai suatu cara yang mungkin bisa diterpakan untuk mengurangi rasa cemas yang felan rasakan. Cara tersebut dikenal dengan relaksasi, mungkin felan pernah mendengar kata teresbut, cukup familiar bapak rasa. Relaksasi tujuannya agar felan merasa lebih rileks, santai dan tenang. Relaksasi inipun nantinya dapat felen lakukan pada setiap kondisi dimana felan merasa takut atau cemas akan suatu hal, konsep yang akan bapak ajarkan disini terkait relaksasi pikiran dan otot.”

2. Instruksi tentang pakaian

“perlu felen ketahui juga, dalam relaksasi felan diharapkan menggunakan pakaian yang nyaman dan membuat badan felan juga rileks”

3. Menciptakan

lingkungan yang nyaman

“ lingkunganpun usahakan felan berada dalam ruangan yang nyaman, tenang, sejuk. Hal itu akan sangat mendukung keberhasilan relaksasi yang dilakukan felan. Jikapun tidak, buatkah diri dan pikiran felan senyaman dan setenang mungkin”

4. Konselor

memberikan contoh latihan relaksasi

“ tekait dengan relaksasi pikiran dan perasaan, felan perlu membuat pikiran felan setenang mungkin, senyaman mungkin, bisa dengan membayangkan hal-hal yang membuat felan nyaman.

(23)

5. Instruksi-instruksi untuk relakasasi

“ baiklah, setelah beberapa hal yang bapak sampaikan tadi, kita akan bersama untuk mencoba mempraktikkan relaksasi. Sudah siapkah felan?”

(Sembari meminta konseli berbaring, ataupun jika duduk duduk pada posisi senyaman mungkin, dapat sembari manyalakan alunan music yang menenangkan)

“Coba pejamkan mata anda, dan resapi apa yang akan saya katakana. Buatlah badan, pikiran, dan perasaan anda senyaman yang anda dapat rasakan. Coba buat kondisi anda senyaman mungkin, serileks mungkin, setenang mungkin….”

“ aturlah nafas anda, tarik nafas, dan keluarkan perlahan, serta rasakan bahwa setiap hembusan nafas anda semakin membuat anda rileks, jauh lebih rileks…. Bayangkan hal-hal yang memebuat anda nyaman, rileks, mingkin suasana pantai yang indah, semilir angin pegunungan, damainya taman bunga, buat hal itu senyata mungkin, hanya anda tanpa ketakutan anda, hanya anda dengan kenyaman anda”

“Coba pusatkan pikiran anda pada bahu anda, rasakan bahu anda yang tadinya merasa tegang, rasakan disetiap hembusan nafas anda membuat bahu anda lebih nyaman, rileks, jauh lebih rileks”

6. Howework asigment

dan tindak lanjut

“ baik felan, begitulah cara relaksasi untuk melatihnya kamu bisa mencoba dirumah untuk mengurangi kecemasanmu “

Tahapan Desensititasi

NO. TAHAPAN VERBALISASI

1. mengidentifikasi situasi yang

berhubungan dengan ketakutan/kecemasan

“oky felan, terkait masalah kecemasan yang kamu alami tadi, mari kita coba bicarakan lebih dalam lagi terkait situasi yang membuat kamu takut/cemas.”

2. Memilih kecemasan tersebut dari skala 0-100, hierarki kecemasan

(24)

3. Menyusun hierarki kecemasan akhir, yang spesifik, dan mudah dibayangkan

“ okey, kamu sudah mengungkapkan beberapa situasi yang membuat kamu merasa cemas dan takut, dari situasi-situasi terbut mari kita susun dan coba buat sebuah tingkatan situasi yang spesifik dan mudah dibayangkan “

4. Mendiskusikan gambaran tenang konseli

“jika tadi kita telah berdiskusi tentang hal-hal yang membuat kamu cemas, lalu bapak juga ingin mengetahui, ha apa yang sekiranya membuat kamu nyaman, tenang, hal yang paling kamu sukai”

5. Melakukan relaksasi “ sekarang kita akan coba melakukan relaksasi, seperti

yang bapak ajarkan diwaktu yang lalu, dan kamu juga sudah berlatih dirumah, apakah kamu sudah siap “

6. Membayangkan hierarki kecemasan dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi

(Setelah konseli benar-benar merasa rileks)

“ coba bayangkan (hierarki kecemasan pertama) kamu

berada diluar rumah dan melihat jalan raya yang ramai dan padat kendaraan “

(25)

TEKNIK-TEKNIK KONSELING

TEKNIK ASERTIF TRAINING

A. KONSEP DASAR TEKNIK

Dalam kehidupan sosial, antara individu satu dengan individu lain mempunyai hak-hak rasional, seperti setiap orang berhak menyatakan perasaan, fikiran, kepercayaan sesuai dengan apa yang diinginkan, berhak menolak sesuatu yang tidak diinginkan, dan berhak mengembangkan hubungan sosial yang saling menguntungkan dengan orang lain. Dalam mengungkapkan hak-hak tersebut, individu memiliki 3 cara, yaitu mengkomunikasikan secara pasif, asertif, atau agresif. Apabila passive, individu tersbut cenderung tidak melakukan apapun, dan memendam dalam hati saja. Apabila Agresif, individu tersebut cenderung menantang dan menyerang pribadi orang lain. Sedangkan apabila Asertif, individu tersbut bersikap lugas, santun, tegas, dan tanpa menyerang pribadi orang lain.

Asertif pertama kali dijelaskan oleh Andrew Salter pada tahun 1940an sebagai keingiinan dalam penyampaian keinginan diri. Wolpe (1958) dan Lazarus (1966) (dalam Gardner, 2002:4) mengungkapkan kembali bahwa perilaku asertif adalah mengekpresikan, mengungkapkan perasaan dan keinginan secara tepat dan benar. Asertivitas merupakan suatu kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan dan dipikirkan pada orang lain namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain. Sejalan dengan pengertian diatas Corey (1995: 87) menyatakan bahwa asumsi dasar dari pelatihan asertifitas adalah bahwa setiap orang mempunyai hak untuk mengungkapkan perasaannya, pendapat, apa yang diyakini serta sikapnya terhadap orang lain dengan tetap menghormati dan menghargai hak-hak orang tersebut.

(26)

membiarkan orang lain merongrong dirinya, tidak mampu mengekspresikan amarahnya dengan benar dan cepat tersinggung.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Latihan Asertif merupakan ketrampilan mengekspresikan, mengkomunikasikan, dan menegakkan hak individu yang rasional secara tepat kepada orang lain dan dengan tetap menghormati dan menghargai hak-hak rasional orang lain. Alberti dan Emmons (2001, dalam Jones 2011:468) juga berpendapat bahwa asertif bukan hanya menekankan pada perilaku verbal, tetapi juga komponen-komponen lain seperti kontak mata, postur tubuh, getur, ekspresi wajah, warna, infleksi dan volume suara, dan kelancaran dan timing asersi.

Keasertifan atau kelugasan merupakan kemampuan untuk menyadari keinginan dan perasaan diri dan untuk mempertahankan hak-hak diri tanpa perlu melanggar hak orang lain dalam memenuhi kebutuhannya. Kemampuan untuk bersikap asertif (lugas) adalah bagian penting dalam membuat batasan tentang diri sendiri dalam suatu hubungan atau transaksi sosial. Keasertifan diri menyatakan pernyataan akan kebutuhan, perasaan, dan hak hak anda yang sesuai dengan yang anda inginkan.

B. TUJUAN

Beberapa tujuan penggunaan teknik ini adalah sebagai berikut (Lutfi Fauzan, 2010) :

a. Mengajarkan individu untuk menyatakan diri mereka dalam suatu cara sehingga memantulkan kepekaan kepada perasaan dan hak-hak orang lain. b. Meningkatkan keterampilan behavioralnya sehingga mereka bisa

menentukan pilihan apakah pada situasi tertentu perlu berperilaku seperti apa yang diinginkan atau tidak

c. Mengajarkan pada individu untuk mengungkapkan diri dengan cara sedemikian rupa sehingga terefleksi kepekaanya terhadap perasaan dan hak orang lain

(27)

e. Menghindari kesalah pahaman dari pihak lawan komunikasi

f. menyenangkan orang lain dan menghindari konflik dengan segala akibatnya.

C. MANFAAT

Adapun manfaat dari penggunaan teknik ini, yaitu:

a. Melatih individu yang tidak dapat menyatakan kemarahan dan kejengkelan b. Melatih individu yang mempunyai kesulitan untuk berkata tidak dan yang

membiarkan orang lain memanfaatkannya

c. Melatih individu yang merasa bahwa dirinya tidak memiliki hak untuk menyatakan pikiran, kepercayaan, dan perasaan-perasaannya

d. Melatih individu yang sulit mengungkapkan rasa kasih dan respon-repon positif yang lain

e. Meningkatkan penghargaan terhadap diri sendiri

f. Membantu untuk mendapatkan perhatian dari orang lain g. Meningkatkan kemampuan dalam mengambil keputusan

h. Dapat berhubungan dengan orang lain dengan konflik, kekhawatiran dan penolakan yang lebih sedikit

D. HAL-HAL YANG DIPERHATIKAN

Bebarapa hal yang penting diperhatikan serta sebagai hambatan dari penggunaan teknik asertif training seperti:

1. Hambatan Mental Individu

Perasaan segan konseli, perasaan takut menyakiti, perasaan berdosa setiap kali tidak meng-iya-kan orang lain, merasa tidak terpuji ketika mengatakan tidak kepada orang lain, takut jika akhirnya dirinya tidak lagi disukai atau diterima.

2. Hambatan Budaya

(28)

E. TAHAP-TAHAP

Prosedur dasar dalam asertive training (Lutfi Fauzan, 2010):

1. Mengajarkan perbedaan antara asertif, agresif, non agresif dan sopan.

2. Membantu individu mengidentifikasi dan menerima hak-hak pribadi dirinya dan orang lain.

3. Mengurangi hambatan kognitif dan afektif yang menghambat aktualisasi sikap asertif.

4. Mengembangkan ketrampilan perilaku asertif secara langsung melalui praktek-praktek di dalam pelatihan.

Prosedur dasar dalam pelatihan asertif menyerupai beberapa pendekatan perilaku dalam konseling. Prosedur-prosedur ini mengutamakan tujuan-tujuan spesifik dan kehati-hatian, sebagaimana diuraikan Osipow dalam A Survey of Counseling Methode (1984):

a. Menentukan kesulitan konseli dalam bersikap asertif

Dengan penggalian data terhadap klien, konselor mengerti dimana ketidakasertifan pada konselinya. Contoh: konseli tidak bisa menolak ajakan temannya untuk bermain voli setiap minggu pagi padahal ia lebih menyukai berenang, hal itu karena konseli sungkan, khawatir temannya marah atau sakit hati sehingga ia selalu menuruti ajakan temannya.

b. Mengidentifikasi perilaku yang diinginkan oleh klien dan harapan-harapannya.

Diungkapkan perilaku/sikap yang diinginkan konseli sehubungan dengan permasalahan yang dihadapi dan harapan-harapan yang diinginkannya.

c. Menentukan perilaku akhir yang diperlukan dan yang tidak diperlukan. Konselor dapat menentukan perilaku yang harus dimiliki konseli untuk menyelesaikan masalahnya dan juga mengenali perilaku-perilaku yang tidak diperlukan yang menjadi pendukung ketidakasertifannya

(29)

Setelah konselor menentukan perilaku yang dibutuhkan dan yang tidak dibutuhkan, kemudian ia menjelaskannya pada konseli tentang apa yang seharusnya dilakukan dan dihindari dalam rangka menyelesaikan permasalahannya dan memperkuat penjelasannya.

e. Mengungkapkan ide-ide yang tidak rasional, sikap-sikap dan kesalahpahaman yang ada difikiran konseli.

Konselor dapat mengungkap ide-ide konseli yang tidak rasional yang menjadi penyebab masalahnya, sikap-sikap dan kesalahpahaman yang mendukung timbulnya masalah tersebut.

f. Menentukan respon-respon asertif/sikap yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahannya (melalui contoh-contoh).

g. Mengadakan pelatihan perilaku asertif dan mengulang-ulangnya.

Konselor memandu konseli untuk mempraktikkan perilaku asertif yang diperlukan, menurut contoh yang diberikan konselor sebelumnya.

h. Melanjutkan latihan perilaku asertif

i. Memberikan tugas kepada konseli secara bertahap untuk melancarkan perilaku asertif yang dimaksud.

Untuk kelancaran dan kesuksesan latihan, konselor memberikan tugas kepada konseli untuk berlatih sendiri di rumah ataupun di tempat-tempat lainnya.

j. Memberikan penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan.

Penguatan dibutuhkan untuk meyakinkan bahwa konseli harus dapat bersikap tegas terhadap permintaan orang lain padanya, sehingga orang lain tidak mengambil mafaat dari kita secara bebas. Selain itu yang lebih pokok adalah konseli dapat menerapkan apa yang telah dilatihnya dalam situasi yang nyata.

Namun secara garis besar, prosedur dan tahapan penerapan teknik asertif adalah sebagai berikut:

(30)

3. Berlatih membedakan pernyataan dan perilaku agresif, pasive, dan asertive. 4. Memfasilitasi konseli untuk belajar perilaku non verbal dalam latihan

asertive.

5. Bermain peran/modelling.

6. Tugas rumah (home work achievement)

F. APLIKASI TERBATAS

NO. TAHAPAN VERBALISASI

1. Rasionalisasi “ Baiklah dek atna, terkait masalah dek atna yang tidan

berani mengutarakan keinginannya kepada guru dek atna untuk meminta kejelasan sikap guru dek atna, Bapak mempunyai suatu cara yang dapat coba kita lakukan agar dek atna berani dan mampu mengutarakan keinginan dek atna tersbut secara baik dan benar”

“Latihan ini akan mengajarkan dek atna untuk mampu dan berani mengutakan keinginan dek atna kepada guru dek atna secara baik dan benar, kita akan bersama-sama mencoba melatih untuk dapat berkata dan mengungkapan pesan secara asertif (baik, lugas, dan tenang)”

2. Mendiskusikan

perilaku agresif, pasive, dan asertiv.

“Baik dek atna, dalam kehidupan keseharian pada dasarnya setiap orang mengungkapkan keinginan dan pesan kepada orang lain melalui tiga cara, yaitu agresif, passive, dan assertive “

“Agresif, mengungkapkan pesan cenderung secara menantang dan menyerang pribadi orang lain. Apabila passive, cenderung tidak melakukan apapun, dan memendam dalam hati saja. Dan assertive, bersikap lugas, santun, tegas, dan tanpa menyerang pribadi orang lain”

(31)

Apabila passive, dia hanya diam saja dan menggerutu dalam hati: wah lebih baik tadi tidak makan disini saja, pesannya lama sekali, hmmm….

Dan Asertive: Maaf Ibuk, saya sudah memesan makanan beberapa waktu yang lalu akan tetapi tidak datang2. Apakah makanan yang saya pesan masih lama ?”

3. Membedakan bagaimana pernyataan dan perilaku agresif, passive, dan assertive itu? Sudahkah dapat dibedakan”

4. Memfasilitasi konseli untuk belajar perilaku non verbal dalam latihan asertive

“ Bagus tepat sekali, sekarang mari kita bersama-sama belajar dan berdiskusi tentang beberapa pernyataan dan perilaku asertiv yang terkait dengan permasalahan dek atna. Kita juga akan belajar dalam penyampaian secara tenang, intonasi yang baik, eye contact yang baik, serta gesture tubuh yang baik pula”

5. Bermain

peran/modelling

“ Sekarang coba dek atna bayangkan guru dek atna dan hal-hal yang membuat dek atna takut untuk menyampaikan pesan, lalu dengan latihan yang telah kita lakukan tadi, cobalah deka atna belajar menyampiakan dan mengungkapkan keinginan dek atna kepada guru dek atna”

6. Tugas rumah (home work achievement)

(32)
(33)

TEKNIK-TEKNIK KONSELING

TEKNIK KONTRAK PERILAKU (BEHAVIOR CONTRACT)

A. KONSEP DASAR TEKNIK

Kontrak perilaku (Behavior Contract) pada hakikatnya merupakan salah satu teknik dalam konseling behavioral. Menurut pendekatan ini perilaku manusia merupakan hasil belajar yang dibentuk berdasarkan hasil pengalaman yang diperoleh dari interaksi individu dengan lingkungan, sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan mengatur kondisi-kondisi belajar individu (baik itu anteseden/stimulus ataupun consequensi/akibatnya). Menurut Alwisol (2009:320) asumsi dasar dari psikologi behavioristis adalah : (1) Tingkah laku itu mengikuti hukum tertentu, artinya setiap peristiwa berhubungan secara teratur dengan peristiwa lainnya. (2) Tingkah laku dapat diramalkan (diprediksikan). (3) Tingkah laku manusia dapat dikontrol.

Terdapat beberapa teori belajar dari behavioris tentang mekanisme modifikasi perilaku anatara lain:

1. Teori belajar klasik (Classical Conditioning)

2. Teori belajar operan (Operant Conditioning)

3. Teori belajar sosial (Social Learning)

Adapun kontrak perilaku (behavior contract) pada hakikatnya merupakan salah satu teknik dalam konseling behavior dengan menerapkan prinsip-prisip operant conditioning, dimana prinsip ini menekankan pada consequensi perilaku individu, pemberian penguatan perilaku (reinforcement), dan berasumsi apabila seorang terapis ingin mengubah perilaku individu maka dengan mengontrol/mengatur consequensi perilaku individu.

(34)

Kontrak perilaku (behavior contracts) adalah perjanjian dua orang ataupun lebih untuk berperilaku dengan cara tertentu dan untuk menerima hadiah bagi perilaku itu. Kontrak ini menegaskan harapan dan tanggung jawab yang harus dipenuhi dan konsekuensinya. Kontrak dapat menjadi alat pengatur pertukaran reinforcement positif antar individu yang terlibat. Strukturnya merinci siapa yang harus melakukan, apa yang dilakukan, kepada siapa dan dalam kondisi bagaimana hal itu dilakukan, serta dalam kondisi bagaimana dibatalkan (Lutfi Fauzan, 2009).

Menurut Latipun (2008:144) kontrak perilaku merupakan persetujuan antara dua orang atau lebih (konselor dan konseli) untuk mengubah perilaku tertentu pada konseli. Konselor dapat memilih perilaku yang realistic dan dapat diterima oleh kedua belah pihak. Setelah perilaku dimunculkan sesuai dengan kesepakatan, reinforcement dapat diberikan kepada konseli. Dalam terapi ini reinforcement positif terhadap perilaku yang dibentuk lebih dipentingkan daripada pemberian hukuman jika kontrak perilaku tidak berhasil.

Sejalan dengan pendapat diatas Hariadi (2011) berpendapat bahwa kontrak perilaku merupakan suatu kesepakatan tertulis atau lisan antara konselor dan konseli sebagai teknik untuk memfasilitasi pencapaian tujuan konseling. Teknik ini memberikan batasan, motivasi, insentif bagi pelaksanaan kontrak, dan tugas-tugas yang ditetapkan bagi konseli untuk dilaksanakan antar pertemuan konseli. Sedangkan Anningrum (2011) mendefenisikan kontrak perilaku sebagai dokumen tertulis yang digunakan untuk mengidentifikasi perilaku target dan yang akan didapatkan ketika perilaku target dapat atau tidak dapat dicapai bergantung pada tingkat pencapaian perilaku target tertentu dalam jangka waktu tertentu.

(35)

Pada aplikasinya dalam dunia helping relationship syarat-syarat dalam memantapkan kontrak perilaku adalah dengan adanya batasan yang cermat mengenai masalah konseli, situasi dimana masalah itu muncul, dan kesediaan konseli untuk mencoba suatu prosedur. Selain itu tugas yang harus mereka lakukan perlu dirinci, dan kriteria sukses disebutkan serta reinforcement-nya ditentukan. Jika semua itu dapat dipenuhi, kontrak akan dapat dimantapkan melalui reinforcement yang cukup dekat dengan tugas dan kriterium yang diharapkan.

Teknik ini cocok digunakan pada berbagai seting dan kondisi konseli selama konseli itu mampu bertanggung jawab pada kontrak yang dibuat. Akan tetapi teknik ini tidak cocok apabila diterapkan pada anak-anak dibawah umur 3 tahun, dan juga tidak dapat diterapkan pada individu yang mengalami keterlambatan mental atau psikotik yang parah. Lingkup permasalahan yang dapat digunakan pada teknik ini misalnya: minimnya kemauan untuk belajar dalam pendidikan (underachievement), hubungan perkawinan, konflik anak dengan orang tua, kecanduan obat, penyimpangan kenakalan, pengendalian minuman beralkohol, dan pengurangan kebiasaan merokok.

B. PRINSIP-PRINSIP KONTRAK PERILAKU

Beberapa hal yang menjadi prinsip dalam teknik kontrak perilaku adalah (Thompson, 230):

Contract condition

Konselor dan konseli harus benar-benar memahami tentang target behavior yang dituju dan mampu mengerti serta menyusun kondisi /situasi yang diharapkan dapat terjadi sesuai dengan tujuan dan arah pengubahan perilaku yang dituju oleh konseli.

(36)

Contract completition criteria

Kriteria disini berarti tingkatan keberhasilan perilaku target yang dapat dilakukan oleh konseli, dapat pula diartikan sebagai kriteria sejauh mana konseli mampu memunculkan perilaku target. Hal ini terkait dengan pengukuran perilaku (durasi, frekuensi/interval, intensitas, latensi).

Misalnya : kriteria yang diharapkan mampu dicapai oleh konseli, “ konseli

mampu mengurangi merokok sampai 60 % dalam 8 hari selama 10 perjanjian dalam

kontrak perilaku

Reinforcers

Dalam kontrak harus juga terdapat penguatan/reward yang akan diperoleh apabila konseli mampu mencapai kriteria dalam kontrak perilaku. Reward yang diberikan sesuai dengan yang diminta konseli, dengan alasan dan rasional yang jelas. Apabila perilaku target muncul harus segera diberikan penguatan.

Review and Renegotiation

Dalam kontrak juga terdapat data perkembangan perilaku konseli yang dapat direview oleh konseli. Seorang terapi mungkin melakukan review selama seminggu bersama konseli untuk membantunya memahami kemajuan dan evaluasi perkembangan perilakunya. Jika tidak ada perkembangan yang signifikan maka dapat menegosiasikan kembali kontrak dengan terapis.

Language and signatures

Contract sebaiknya ditulis dalam bahasa yang sederhana, jelas, dan dapat

dipahami oleh konseli. misalkan, istilah “reinforcement” dapay diganti dengan istilah “hadiah”.

C. TUJUAN

Beberapa tujuan dari pemberian kontrak perilaku adalah sebagai berikut:

 Menghapus/menghilangkan tingkah laku maldaptif (masalah) untuk digantikan dengan tingkah laku baru yaitu tingkah laku adaptif yang diinginkan klien.

(37)

 Konselor dan klien bersama-sama (bekerja sama) menetapkan/ merumuskan tujuan-tujuan khusus konseling.

 Meningkatkan pilihan pribadi dan menciptakan kondisi pembelajaran baru.

 Tujuan yang sifatnya umum dapat dijabarkan ke dalam perilaku yang spesifik, dengan catatan tujuan tersebut harus: (a) diinginkan oleh klien; (b) konselor mampu dan bersedia membantu mencapai tujuan tersebut; (c) klien dapat mencapai tujuan tersebut; (d) dirumuskan secara spesifik.

D. MANFAAT

Beberapa manfat dari penggunaan kontrak perilaku adalah sebagai berikut:

 Para terapis menyukai Kontrak Perilaku, karena adanya kejelasan dan adanya catatan yang detil untuk memandu perilaku serta mengatasi salah paham yang mungkin timbul.

 Kesamaran dan ketidakjelasan dapat segera dihapus, dan mengarah pada tindakan nyata yang dapat diukur dan dievaluasi.

 Mengarah pada penghilangan ketidakpastian atau komunikasi yang jelas antara perilaku yang diingikan dan penghargaan atau hukuman.

 Partisipasi aktif konseli untuk menampilkan suatu keikutsertaan dalam mengolah lingkungan dan perilaku yang sesuai dengan cara yang efektif.

 Meningktakan motivasi konseli karena terdapat hal/kontrak yang harus dipenuhinya.

E. TAHAP-TAHAP

Kontrak perilaku merupakan salah satu jenis jenis strategi pengeolaan diri (self management), karena perilaku masuk ke dalam kontrak merupakan perilaku yang dirancang supaya dapat mempengaruhi terjadinya perilaku target di masa yang akan datang. Pada dasarnya kontrak ditulis oleh individu yang terlibat, kesepakatan yang telah dicapai, terminologi yang digunakan, dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang berkaitan. Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam membuat kontrak perilaku adalah sebagai berikut.

(38)

b. Tetapkan metode pengumpulan data

c. Tetapkan tingkatan kriteria perilaku target yang harus dicapai dalam jangka waktu tertentu

d. Tetapkan kontingensi (kemungkinan tertentu) yang bisa mempengaruhi perilaku target terjadi di masa yang akan datang

Adapaun langkah-langkah/tahapan pembuatan kontrak perilaku adalah sebagai

berikut (Gantina, 2011:173)

1. Rasional kontrak perilaku

2. Membuat kesepakatan bersama antara konselor dan konseli terhadap aturan-aturan terkait kontrak perilaku

3. Pilih tingkah laku yang akan diubah dengan melakukan analisis ABC

4. Tentukan data awal (baseline data) dan kriteria tingkah laku yang akan diubah dan dicapai dalam kontrak

5. Tentukan jenis penguatan yang akan diterapkan beserta jadwal pemberian penguatannya

6. Berikan reinforcement setiap kali tingkah laku yang diinginkan ditampilkan sesuai jadwal kontrak

7. Berikan penguatan setiap saat tingkah laku yang ditampilkan menetap

8. Review dan renegotiation kontrak yang dibuat apabila dalam pelaksanaanya terdapat hal-hal yang menghambat konseli.

Terdapat pula beberapa hal yang harus diperhatikan dan disampaikan kepada konseli dalam pembuatan kontrak perilaku, seperti yang diutarakan oleh Stuart (1971) ; Homme (1973) (dalam Hartosujono, 2006)

 Tanggung jawab dari semua pihak yang terlibat atau yang disebutkan di surat perjanjian tersebut. Penguatan untuk pemenuhan tanggung jawab yang akan dikenai untuk perilaku tertentu.

 Adanya penandatanganan oleh beberapa belah pihak yang terikat perjanjian berkaitan: uraian pemantauan perilaku bila suatu penghargaan atau penghormatan itu telah diberikan.

(39)

kegagalan yang mungkin terjadi (dengan persetujuan konseli). Pemberian imbalan atau penghargaan yang tertulis di kontrak harus segera;

 Kontrak perlu mencantumkan langkah- langkah prinsip penghargaan yang relatif kecil segera setelah suatu tindakan dilakukan, dibanding memberi penghargaan yang besar karena individu melakukan perubahan yang besar;

 Penghargaan kecil harus sering dan secara relatif mudah diperoleh (sesuai dengan schedules of reinforcement).

 Kontrak harus jelas dan spesifik, dimasukkan dengan jujur, realistis dan sesuai dengan tujuan.

 Kontrak perlu secara umum menyatakan hal-hal secara positif dibanding negatif serta perlu adanya suatu penghargaan dibanding hanya penghindaran dari suatu hukuman;

 Metoda terikat kontrak harus digunakan secara sistematis, dengan kontrak-kontrak yang sudah lalu harus ditinjau kembali dan kontrak-kontrak yang baru dirumuskan ulang untuk memperluas bidang-bidang berguna dan untuk berhubungan dengan situasi baru ketika mereka berkembang. Jarang dua pihak harus menandatangani kontrak yang terjadi.

F. APLIKASI TERBATAS

No. Tahapan Contoh Penerapan Verbatim

1. Rasional kontrak perilaku “ baiklah candra, terkait permasalahanmu tadi

Bapak mempunyai suatu cara agar Candra dapat semakin semangat dalam usahanya mencapai rangking 10 besar. Bagaimana kalau Candra membuat kontrak dengan Bapak apabila Candra dapat menunjukkan kemajuan dalam bidang belajar maka Candra akan mendapat hadiah dari Bapak…”

2. Membuat kesepakatan bersama antara konselor dan konseli terhadap aturan-aturan terkait kontrak perilaku

(40)

3. Pilih tingkah laku yang akan diubah dengan melakukan analisis ABC

“ Terakait keinginanmu untuk dapat masuk dalam sepuluh besar tadi mari kita bicarakan lebih spesifik lagi terkait apa yang ingin kamu capai, dan hal-hal apa saja yang sekiranya mendukung pencapaian keinginanmu tadi…”

4. Tentukan data awal (baseline data) dan kriteria tingkah laku yang akan diubah dan dicapai dalam kontrak

“ kamu ingin mendapat nilai minimal 80 dalam MID semester minggu depan, dalam mata pelajaran apa saja kamu targetkan nilai tersebut ? atau ada target kriteria yang lain terkait mata pelajaran yang mungkin sangat kamu kuasai ?

5. Tentukan jenis penguatan yang akan diterapkan beserta jadwal pemberian penguatannya

“ Baik apabila kamu dapat mendapat minimal nilai 80 untuk mata pelajaran fisika, biologi, dan kimia maka sesuai perjanjian kita Bapak akan hadiah untukmu”

6. Berikan reinforcement setiap kali tingkah laku yang diinginkan ditampilkan sesuai jadwal kontrak

“ Bagus. Bagus. Selamat Candra. Kamu mendapat nilai yang bagus dan sudah melampaui targetmu, sesuai dengan kontrak Bapak akan memberikan hadiah ini untukmu

7. Berikan penguatan setiap saat tingkah laku yang ditampilkan menetap

“ Wah bagus sekali Candra, di ujian semester kamu juga mendapat nilai yang bagus dalam mata pelajarannmu, selamat ya. Selalu tingkatkan, semoga harapanmu untuk dapat menjadi 10 besar dapat terjadi”

8. Review dan renegotiation kontrak yang dibuat apabila dalam pelaksanaanya terdapat hal-hal yang menghambat konseli

(41)

TEKNIK-TEKNIK KONSELING

TEKNIK REFRAMING

A. KONSEP DASAR TEKNIK

Setiap orang mempunyai perspektif-perspektif yang berbeda, dan cara orang lain memandang segala sesuatu mungkin berbeda dengan cara kita memandang segala sesuatu. Terkadang konseli datang untuk konseling memiliki pandangan negative terhadap dunia. Sebuah frame dapat merujuk kepada suatu keyakinan, apa yang membatasi pandangan meraka tentang dunia. Mereka mengeinterpretasikan peristiwa-peristiwa saat mereke melihatnya, akan tatapi yang sering terjadi adalah mereke melihatnya dari posisi mereka yang sedang mengalami depresi atau harga diri rendah. Konselor harus cermat mendengarkan penjelasan mereka tentang peristiwa-peristiwa yang mereka ceritakan, lalau kemudian mencoba melihat peristiwa-peristiwa dan situasi tersebut dari sudut pandang konseli dan menyusun gambaran tentang hal yang mereka utarakan. Gambaran dalam benak konseli yang terbentuk dari perspektifny sendiri akan memiliki sebuah kerangka pandang yang sesuai bagi meraka karena sesuai dengan kondii hari dan sudut pandang mereka sendiri.

Terkait dengan hal tersebut, konselor dapat mengubah cara konseli memandang peristiwa-peristiwa atau situasi dengan megubah kerangka pandang (reframing) gambaran yang dijelaskan konseli. Gagasan konselor dibalik pengubahan kerangka pandang ini bukan mengingkari cara konseli melihat dunianya, tatpi menawarkan pandanya wawasan yang lebih luas terhdap dunianya (Geldard, 2011:213). Maka, jika konseli mau, mereka bisa memilih untuk memandang segala asesuatu dengan cara baru.

Reframing adalah suatu proses untuk merubah isi, atau menata ulang sebuah pengalaman, atau interpretasi sehingga pengalaman tersebut mendapatkan arti yang berbeda dari sebelumnya

(Http://hypnoterapyacademy.html). Hal itu tidak akan mengubah situasi,

(42)

mengemukakan reframing adalah upaya untuk membingkai ulang sebuah kejadian, dengan mengubah sudut pandang tanpa mengubah kejadiannya itu sendiri. Refraiming berhubungan dengan bagaimana cara melihatnya dan bukan

apa yang dilihatnya.

Reframing merupakan salah satu metode dari pendekatan konseling kogntif bahavior yang bertujuan mereorganisair content emosi yang dipikirkannya dan mengarahkan/membingkai kembali ke arah pikiran yang rasional, sehingga kita dapat mengerti berbagai sudut pandang dalam konsep diri/konsep kognitif dalam berbagai situasi. Reframing juga dapat dilakuakn dengan mengevaluasi kembali hal-hal yang mengecewakan dan tidak menyenangkan dengan mengubah frame berfikir konseli (Froggart, dalam Gantina, 2011:222). Reframing perlu dilakukan secara sensitive dan berhati-hati, oleh karena itu reframing harus dilakukan sedemikian rupa sehingga klien dapat merasa nyaman dalam menentukan pilihan untuk menerimanya ataupun menolaknya (Tarsidi, 2009).

B. JENIS

Ada 2 (dua) jenis Reframing, yaitu :

1. Reframing Context adalah pemberian suatu pandangan baru (berbeda) sehingga sebuah peristiwa dapat memiliki nilai atau makna yang baru.

2. Reframing Content adalah pemberian suatu pandangan baru dimana dalam waktu dan kondisi yang berbeda, sebuah peristiwa yang sama dapat memiliki makna yang baru.

C. TUJUAN

Beberapa tujuan dari teknik reframing adalah:

1. Reframing dimaksudkan untuk memperluas gambaran konseli tentang dunianya untuk memungkinkannya mempersepsi situasinya secara berbeda dan dengan cara yang lebih konstruktif.

(43)

3. Mengubah keyakinan/pikiran/cara pandang konseli dari negatif irasioanl menjadi positive rasional.

4. Membingkai ulang cara pandang konseli, dari:

A problem as an opportunity Sebuah masalah sebagai peluang

A weakness as a strength Sebuah kelemahan sebagai kekuatan

An impossibility as a distant possibility Sebuah kemustahilan sebagai kemungkinan yang jauh

A distant possibility as a near possibility Kemungkinan jauh sebagai kemungkinan dekat

Oppression ('against me') as neutral ('doesn't care about me') Penindasan ('terhadap saya') sebagai netral ('tidak peduli tentang saya')

Unkindness as lack of understanding Perbuatan buruk karena kurangnya pemahaman.

D. MANFAAT

Beberapa manfaat penggunaan teknik reframing:

1. Dapat mengubah kerangka berfikir konseli yang awalnya negative menjadi postif.

2. Dengan adana frame berfikir yang baru akan memunculkan tindakan dan perilaku baru yang dikehendaki.

3. Menghilangkan rasa rendah diri konseli.

4. Meningkatkan kepercayaan diri konseli untuk melakukan sesuatu tindakan yang awalnya tidak berani ia lakukan.

5. Membiarkan adegan muncul di sudut pandang lain (frame) sehingga seseorang merasa lega atau mampu mengatasi situasi lebih baik.

(44)

E. TAHAP-TAHAP

Teknik reframing dilakukan dalam sesi proses konseling untuk memeberikan dan mengubah frame berfkir konseli dengan frame dari sudut pandang yang lain yang lebih positif sehingga konseli memahami bahwa terdapat berbagai cara pandang untuk menyikapi masalah yang dihadapinya. Tekbik ini termasuk teknik yang riskan dan sensitive, sehingga dalam penggunaannya haruslah benar-benar diperhatikan dan pastikan rapport yang terbanngun antara konselor dan konseli sudah baik dan kuat. Selain itu, hal yang sangat penting terkait teknik ini adalah konselor haris benar-benar mampu menangkap secara tapat dan utuh cara pandang juga makna dari permaslahan yang disampaikan oleh konseli. Ketapatan memahami permasalahan dan cara pandang konseli melihat masalahnya akan sangat menentukan keefektifan teknik ini.

Tahap-tahap prosedur pelaksanaan teknik reframing:

1. Rasional.

Sebelum menggunakan teknik ini, terlebih dahulu dicari rasionalisasinya atau alasan mengapa menggunakan teknik ini, misalnya melihat melihat banyaknya pikiran-piran irasiolan yang dimiliki konseli hingga ia mengalami depresi. Pikiran konseli yang selalu melihat segala sesustunya negative dan tidak menyeluruh ini dapat menjadikan rasionalisasi mengapa terapi menggunakan teknik ini. Pertimbangan latarbelakang budaya juga dapat dijadikan rasional penggunaan teknik ini, efektif dan tidaknya.

2. Identifikasi.

Jika pilihan terapi untuk menggunakan teknik ini sudah matang, maka langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi pikiran-pikiran dan frame

berfikir irasional konsei.

3. Menentukan Suatu Penjabaran dari system persepsi.

(45)

Oleh sebab mengapa perlu adanya keterampilan-keterampilan dasar dalam konseling seperti lead atau question, paraphrase atau klarifikasi.

4. Mengidentifikasi persepsi alternative

Tahapan ini sudah memulai mencari alternative-alternatif persepsi lain/frame-frame lain yang terkaita bagaiman mamandang masalah yang dihadapi konseli. Konselor bersama konseli mencari persepsi-persepsi yang terluapakan atau tidak disadari oleh klien.

5. Modifikasi.

Pada tahapan ini konselor memulai “memodifikasi” atau

mempengaruhi pikiran-pikiran klien dengan persepsi-persepsi baru yang telah mereka temukan.

6. Homework assignment dan Follow up.

Pada tahapan ini konselor memberi “tugas-tugas rumah” atau

pekerjaan atas dasar persepsi-persepi atau sudut pandang yang ditemukan tadi, dimana klien harus atau diupayakan semaksimal mungkin agar konseli bersedia untuk melakukan atas kesadaran dan persetujuan klien itu sendiri. Dengan menyadari esensi tugas tersebut klien akan memilki tujuan yang jelas

mengapa ia harus melakukan atau mengerjakan “tugas rumah” tersebut.

Sedangkan follow up adalah tindak lanjut yang diberikan oleh konselor menyikapi pemberian homework reframing.

F. APLIKASI TERBATAS

NO. TAHAPAN VERBALISASI

1. Rasional teknik refraiming

“Hmm dari apa yang kamu sampaikan, sepertinya masalah yang kamu alami ada kaitannya dengan frame berfikir yang kamu kembangkan.”

(46)

2. Identifikasi

pikiran-“OK itu tadi beberapa pandangan Rendy tentang ayah, ibu, dan ibu tiri Ganang. Kalau kamu cermati di dalam setiap pandangan itu bersifat negatif bukan? Ada kata-kata benci, marah, kesal, kecewa, sedih..”

4. Mengidentifikasi persepsi alternative

“OK. Mari kita cari persepsi lain tentang permasalahan tersebut”

“Mungkin tidak semua pandangan yang Ganang tujukan untuk beliau semua bisa saja 360o berkebalikan

dengan apa yang Ganang sudah pikirkan?Sekarang apa saja pandangan positif yang dapat mungkin terjadi?”

5. Modifikasi frame berfikir konseli

“Sekarang bapak tanya, menurut Ganang mana dari cara pandang yang pertama atau cara pendang yang kedua yang lebih dapat membuat Rendy tenang, ikhlas, dan tak mendendam?”

6. Homework assignment dan Follow up

“Bagus…bapak harap Ganang juga dapat menerapkan selalu pandangan positif kepada apapun dan siapapun juga. Dan bapak ingin kamu mulai sekarang benar-benar menerapkan cara pandang yang kedua kepada ayah, ibu, dan ibu tirimu. Dan tak hanya sampai di situ, bapak juga harap kamu mulai berbaikan dan dapat ngobrol santai dengan ayah dan ibu tirimu.”

(47)

TEKNIK-TEKNIK KONSELING

TEKNIK EMPTHY CHAIR

A. KONSEP DASAR TEKNIK

Empty chair (kursi kosong) merupakan salah satu teknik dari terapi gestalt yang dikembangkan oleh tokoh Frederick Fritz Perls. Teknik ini menerapkan permain peran dengan menekankan pada konseli dan seseorang yang ia representasikan dan imagikan di kursi kosong tersbut, konseli memainkan dua peran yang saling berlawanan, konseli memankan nilai-nilainya dan nilai-nilai seseorang yang ia imagikan tersebut (Thompson, 2003:76). Pelaksanaan teknik ini dapat berupa monolog dimana orang yang diajak berbicara di kursi kosong tidak menjawab, atau dapat berupa dialaog dimana orang tersebut menjawab seperti yang mungkin dijawab orang tersebut.

Empty chair adalah suatu cara untuk mengajak konseli agar menginternalisasikan introyeksinya. Dalam teknik ini dua kursi diletakkan di tengah ruangan. Konselor meminta konseli untuk duduk di salah satu kursi dan berperan sebagai topdog, kemudian pindah ke kursi yang lainnya sebagai

underdog. Top dog itu sifatnya sebagai otoriter, menuntut, mengetahui yang terbaik, berkuasa dan otoriter. Topdog adalah orang yang menggunakan kekuatannya untuk menekan dan menakuti orang lain dan bekerja seperti dengan

kata “kamu harus” dan “kamu tidak boleh”. Sedangkan peran underdog sendiri

adalah sebagai korban, defensive, tak berdaya, lemah dan tak berkuasa. Underdog bekerja denga kata “saya mau” dan mencari alasan seperti “saya sudah berusaha keras”. Dialog dilakukan secara berkesinambungan pada dua peran tersebut.

(48)

Empty chair ini mempunyai prinsip dasar : mengutamakan permaianan dialog yang diperankan oleh konseli sendiri, memerlukan kecakapan konselor sebagai frustator, mengungkap konflik antara topdog dan underdog, mensyaratkan konsentrasi.Teknik ini relevan digunakan pada unfinished bussines

di masa lalunya. Teknik ini juga sesuai untuk mengatasi hubungan social dalam lingkungan dari individu, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah atau dalam lingkungan masyarakat, yang mencakup juga perasaan perasaan yang tidak terungkapkan seperti dendam, marah, benci, sakit hati, rasa berdosa, rasa terabaikan dan sebagainya, seperti (1) introyeksi daria orang tua versus diri anak, (2) bagian diri yang bertanggung jawab versus bagian diri yang impulsive, (3) orang yang puritan vesus orang yang ekspresif.

B. KARAKTERISTIK

Empty chair sebagai salah satu teknik dari pendekatan Gestalt ini mempunyai karakteristik sebagai berikut :

1. orientasi pada afektif dan tindakan

2. menekankan pada kesadaran disini dan sekarang 3. penekanan proses daripada isi

4. menuntut keaktifan konseli dalam mengekspresikan perasaannya

5. fokus pada permainan dialog konseli yang menggambarkan dirinya dan tuntutan dari orang lain yang penting dalam hidupnya

6. pemusatan pada tanggung jawab konseli seberapa efektif akan keberhasilan dalam pengungkapan perasaan konseli.

C. TUJUAN

Tujuan utama teknik kursi kosong bertujuan untuk membantu mengatasi konflik interpersonal dam intrapersonal yang menggangggu totalitas kepribadiannya (Thompson, 2004 dalam Gantina, 2011:318). Di samping itu ada tujuan lain dari teknik ini, diantaranya :

Referensi

Dokumen terkait

pelaksanaan konseling individu menggunakan teknik Rational Emotive Behavior Therapy dalam meningkatkan self confidence konseli yang memiliki kelainan fisik dan

Karakteristik marketing berkaitan dengan upaya konselor untuk membuat sesi konseling menjadi lebih menarik dan efektif sehingga konseli merasakan manfaat nyata

Penelitian ini menggunakan konseling islami dengan teknik role play untuk menyadarkan kepada konseli terkait perilaku negatif bullying yang harus ditinggalkan, serta

dibutuhkan dalam proses pelaksanaan konseling itu sendiri. Dengan adanya kesepahaman ini, diharapkan proses penyelesaian permasalahan konseli cepat di selesaikan. Untuk

Karakteristik marketing berkaitan dengan upaya konselor untuk membuat sesi konseling menjadi lebih menarik dan efektif sehingga konseli merasakan manfaat nyata

sesi. Konseli juga mau memberikan tanggapan terhadap masalah temannya, itu.. semua sesuai dengan kegiatan yang diinginkan lewat konseling kelompok,.. praktikan jadi

Kesimpulan dari penelitian ini adalah bimbingan kelompok dengan teknik diskusi efektif untuk mengubah sikap terhadap layanan konseling individual pada peserta didik

Sesi keempat berisi pelaksanaan konseling yang berfokus pada eksplorasi dinamika kesedihan yang ada di dalam diri konseli saat menghadapi kedukaan berdasarkan konsep kesedihan menurut