• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Status Kepemilikan Lahan Terhad

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hubungan Status Kepemilikan Lahan Terhad"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN

TERHADAP PENGUSAHAAN HUTAN RAKYAT

(Studi Kasus di Desa Pasir Madang dan Desa Sipayung,

Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor)

RIZKY SAPUTRA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK

CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Hubungan Status Kepemilikan Lahan Terhadap Pengusahaan Hutan Rakyat (Studi kasus di Desa Pasir Madang dan Desa Sipayung, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor) adalah benar-benar karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, 11 Juli 2013

Rizky Saputra

(4)
(5)

i

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Manajemen Hutan

HUBUNGAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN

TERHADAP PENGUSAHAAN HUTAN RAKYAT

(Studi Kasus di Desa Pasir Madang dan Desa Sipayung,

Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor)

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Hubungan Status Kepemilikan Lahan Terhadap Pengusahaan Hutan Rakyat (Studi Kasus di Desa Pasir Madang dan Desa Sipayung, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor).

Nama : Rizky Saputra NIM : E14070108

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA Pembimbing I

Diketahui oleh

(9)
(10)

i

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Status Kepemilikan Lahan Terhadap Pengusahaan Hutan Rakyat (Studi kasus di Desa Pasir Madang dan Desa Sipayung, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor)”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, terutama kepada Dosen Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pandangan dan arahan, bimbingan serta saran dalam pembuatan skripsi ini.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam pembuatan skripsi ini. Oleh karena itu, masukan, kritik, serta saran sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat diterima dan dijalankan dengan baik.

Bogor, 11 Juli 2013

(11)
(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL i

DAFTAR GAMBAR i

DAFTAR LAMPIRAN i

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

METODE 3

Alat 4

Prosedur Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Karakteristik Responden 6

Aspek Budidaya 11

Uji Korelasi Data Biaya Produksi Terhadap Status Lahan 13

SIMPULAN DAN SARAN 14

Simpulan 14

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 15

(13)
(14)

i

DAFTAR TABEL

1 Jenis data yang dikumpulkan 4

2 Komposisi responden berdasarkan desa 6

3 Sebaran umur responden Desa Sipayung 6

4 Sebaran umur responden Desa Pasir Madang 6 5 Komposisi responden berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Sipayung 7

6 Komposisi responden berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Pasir Madang 7 7 Kepemilikan lahan di Desa Sipayung 8 8 Kepemilikan lahan di Desa Pasir Madang 8 9 Persepsi responden terhadap pengusahaan hutan rakyat 10

10 Persepsi responden terhadap pengusahaan hutan rakyat 11

11 Biaya penanaman di Desa Sipayung 12

12 Biaya penanaman di Desa Pasir Madang 12

13 Data hasil uji-t 13

(15)
(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

UU No. 41 tahun 1999 menjelaskan hutan rakyat merupakan jenis hutan yang dikelompokkan ke dalam hutan hak. Hal ini menunjukkan bahwa hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang telah dibebani hak milik, dan tidak diusahakan pada tanah negara. Berdasarkan data kementrian kehutanan tahun 2013, 75% bahan baku kayu dihasilkan dari pengusahaan hutan rakyat.

Salah satu sasaran dari program revitalisasi kehutanan adalah pembangunan dan pengembangan hutan tanaman dan hutan rakyat untuk penyediaan bahan baku kayu dalam memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat domestik dan global. Berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Jenderal RLPS (2006), luas hutan rakyat di Indonesia sampai dengan April 2006 tercatat 1 272 505,61 ha. Kebutuhan kayu nasional saat ini 57,1 juta m3 per tahun dengan kemampuan hutan alam dan hutan tanaman untuk menyediakannya sebesar 45,8 juta m3 per tahun (Kementerian Lingkungan Hidup, 2007). Dengan kondisi tersebut, terjadi defisit kebutuhan kayu sebesar 11,3 juta m3 per tahun. Untuk memenuhi kebutuhan kayu tersebut, penebangan ilegal banyak terjadi di kawasan hutan (Kementerian Lingkungan Hidup, 2007). Berbagai masalah di Indonesia ini timbul akibat tidak adanya kepastian hak atas tanah (Kartodihardjo 2006).

Kepastian akses lahan adalah hal yang mutlak karena menjadi syarat dalam pengelolaan hutan berkelanjutan (Nugraha dan istoto 2007). Hal ini dapat memicu konflik, mulai dari konflik batas lahan hingga pemilik sah dari lahan. Konflik atau benturan sosial berlangsung dengan berbagai variasi dan menyentuh hampir di segala aspek kehidupan masyarakat, baik itu konflik agraria, sumberdaya alam, ideologi, identitas-kelompok, batas teritorial, dan semacamnya (Darmawan 2006 dalam Putro 2010). Selain konflik, konsekuensi logisnya adalah petani akan terkendala dalam mengusahakan lahan tersebut secara optimal. Dinamika tersebut seharusnya menjadi fokus pemerintah dalam upaya pemerataan pembangunan. Sehingga pertanyaan yang harus dapat dijawab adalah sejauh mana pengaruh status kepemilikan lahan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan kehutanan. Oleh karena itu, penelitian ini diperlukan untuk mengetahui hubungan status kepemilikan lahan terhadap pengusahaan hutan rakyat.

Perumusan Masalah

(17)

2

pemilik hutan rakyat, misalnya buruh tani atau tenaga kerja lainnya. Hal ini dapat terlihat jelas pada hutan-hutan rakyat yang dikelola secara intensif maupun secara sambilan, dimana pengusahaan hutan rakyat ini mampu menyerap tenaga kerja di desa tersebut (Darusman dan Hardjanto 2006).

Perkembangan pengusahaan hutan rakyat di Desa Pasir Madang masih stagnan, karena budidaya dilakukan pada lahan marjinal dengan status lahan merupakan milik negara (eks-HGU). Kasus ini juga menjadi pertanyaan besar karena pengusahaan hutan rakyat ini tidak sesuai dengan definisi dan pengertian tentang hutan rakyat dalam UU No 41 tahun 1999, yang merupakan jenis hutan yang dikelompokkan ke dalam hutan hak. Logika dari pengertian tersebut telah mengabaikan kapasitas pelaku pengusahaan hutan rakyat tetapi lebih menekankan pada kepemilikan lahan. Kemudian dalam Permenhut No. P 26/Menhut-II/2005, secara tegas pengertian hutan hak dinyatakan identik atau sama dengan hutan rakyat, dan merupakan lahan milik atau memiliki sertifikat ijin pengguna lahan. Dari pengertian ini jelas yang dijadikan pijakan untuk menentukan hutan rakyat adalah masih pada kepemilikan lahan, belum pada kapasitas pelaku pengusahaan hutan. Hal ini jelas akan menimbulkan ambiguitas pengusahaan hutan rakyat. Dalam hal status lahannya, selain hak milik harus segera direalisasikan hak guna usaha dan hak pakai lahan (Darusman dan Hardjanto2006).

Pada Desa Pasir Madang, tidak adanya kepastian hak atas tanah membuat para petani enggan untuk menanam tanaman kehutanan, dimana tanah yang sekarang ini menjadi lahan bertani masyarakat adalah tanah terlantar yang merupakan bekas tanah HGU untuk perkebunan cengkeh dan teh. Mulanya lahan tersebut digunakan oleh Yayasan Cengkeh Indonesia (YCI) pada masa orde baru seluas 2.060 ha. Kemudian yayasan tersebut mengalami krisis dan diteruskan oleh PT. Perkebunan Pasir Madang yang didalamnya terdapat tiga desa yaitu, Desa Pasir Madang, Cileuksa, dan Cisarua. Tahun 1999 krisis dialami oleh PT. Perkebunan Pasir Madang. Setelah itu pada tahun 2000 sampai tahun 2005 perkebunan tidak berjalan dan pada saat itu pula masyarakat menggunakan lahan yang ditelantarkan tersebut.

Beberapa petani mulai menanam kayu dan tanaman pertanian. Namun, karena tanaman kehutanan memiliki daur yang cukup lama untuk menghasilkan pendapatan, dengan pertimbangan bahwa lahan tersebut suatu saat bisa saja diambil oleh negara, maka para petani lebih banyak memilih untuk menanam tanaman pertanian yang bernilai tinggi, cepat menghasilkan dan hanya menempatkan tanaman kayu sebagai usaha sambilan. Akhirnya, perkembangan hutan rakyat belum optimal.

Pengaruh status lahan terhadap kegiatan pengusahaan hutan rakyat dilihat dengan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini akan membandingkan pengusahaan hutan rakyat di lahan eks-HGU dengan hutan rakyat di lahan milik. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

(18)

3

2. Apakah terdapat perbedaan budi daya yang dilakukan petani di masing-masing desa?

3. Apa yang menjadi motivasi dalam pengelolaan hutan rakyat?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status kepemilikan lahan terhadap pengusahaan hutan rakyat. Hubungan tersebut diharapkan dapat menjadi strategi pengembangan hutan rakyat berdasarkan tantangan pengembangannya pada status lahan tanah eks-HGU, penentuan rekomendasi dan penyelesaiannya melalui dua sasaran penelitian, yaitu petani hutan rakyat pada lahan eks-HGU di Desa Pasir Madang dan petani hutan rakyat pada lahan milik di Desa Sipayung.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi kepada masyarakat, pemerintah daerah setempat, praktisi hutan rakyat, dan pihak-pihak yang tertarik pada kajian pengaruh status lahan terhadap pengusahaan hutan rakyat, khususnya di Desa Pasir Madang dan Sipayung dan di Indonesia pada umumnya.

METODE

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data primer meliputi teknik observasi, yaitu data dikumpulkan dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti, dan teknik wawancara yaitu data dikumpulkan dengan melakukan tanya jawab secara langsung terhadap petani responden dengan menggunakan daftar kuisioner. Selain itu, digunakan pendekatan kuantitatif dengan metode uji statistik. Metode statistik yang digunakan komparasi dua variable adalah uji-t. Penggalian informasi kualitatif terfokus kepada faktor-faktor yang menentukan dalam pengusahaan hutan rakyat, terutama karakteristik masyarakat. Informasi tersebut berguna untuk menggali kendala-kendala dalam pengusahaan hutan rakyat. Sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan untuk melihat hubungan antara status lahan dengan tingkat perkembangan hutan rakyat. Informasi yang dikaji untuk melihat perkembangan hutan rakyat tersebut dilakukan dengan menggunakan pendekatan biaya produksi. Pendekatan tersebut digunakan karena diasumsikan mampu mencerminkan intensitas pengusahaan rakyat dalam daur lima tahun.

(19)

4

metode pusposive sampling. Tentunya dengan kriteria hutan rakyat dan hak kepemilikan lahan. Berikut tabel jenis data yang akan dikumpulkan.

Tabel 1 Jenis data yang dikumpulkan Jenis Data Klasifikasi Potensi Lahan - Luas kepemilikan lahan

- Jenis pohon - Jumlah Pohon/ha - Pola penanaman Biaya Produksi - Biaya penanaman

- Biaya pemeliharaan

Alat yang digunakan selama penelitian berlangsung adalah : 1. Kuesioner dan daftar pertanyaan

2. Data-data sekunder 3. Laptop

4. Software Microsoft Excel 2007 5. Kamera digital

6. Software SPSS 11.5

Prosedur Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis menggunakan analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Kedua jenis metode analisis ini diperlukan untuk memperoleh hasil yang saling melengkapi. Analisis deskriptif digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai sistem pengelolaan hutan rakyat di masing-masing desa, latar belakang pemilihan jenis tanaman, data umum responden, data pendapatan dari hasil pengusahaan hutan rakyat, dan permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan. Informasi yang diperoleh selanjutnya dikelompokkan dan disajikan dalam bentuk tabel, tabulasi angka, serta gambar sesuai hasil yang diperoleh.

(20)
(21)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Komposisi responden bedasarkan desa

Responden pada penelitian ini diambil dari dua desa, yaitu Desa Pasir Madang dan Desa Sipayung. Kedua desa tersebut terletak dalam satu Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor. Pemilihan kedua desa ini didasarkan pada dua karakteristik kepemilikan lahan yang berbeda. Jumlah total responden dari kedua desa contoh adalah 40 responden (Tabel 2). Tabel 2 Komposisi responden berdasarkan desa

Desa Responden %

Pasir Madang 20 50

Sipayung 20 50

Jumlah 40 100

Dalam pengambilan informasi dengan menggunakan metode

pusposive sampling, jumlah responden ditentukan oleh homogenitas populasi dan informasi (Bungin 2006). Maka dari itu jumlah responden dalam penelitian ini telah mencapai homogenitas informasi yang representatif. Responden pada Desa Sipayung terdiri dari berbagai sebaran umur yang didominasi oleh kelas umur III sebesar 40 persen (Tabel 3). Tabel 3 Sebaran umur responden Desa Sipayung

Kelas Umur Responden % yang relatif berbeda dengan Desa Sipayung. Berbeda dengan Desa Sipayung yang hanya didominasi oleh satu kelas umur saja, jumlah responden Desa Pasir Madang didominasi oleh kelas umur II dan III masing-masing sebesar 40 dan 35 persen (Tabel 4).

Tabel 4 Sebaran umur responden Desa Pasir Madang

(22)

7

Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Berdasarkan data yang diperoleh dari kuisioner, tingkat pendidikan responden di Desa Sipayung berbeda-beda. Dari keseluruhan responden di Desa Sipayung sebanyak 20 orang, sebagian besar tingkat pendidikannya hanya sampai Sekolah Dasar (SD), yaitu sebanyak 15 responden (75%). Jumlah responden yang berpendidikan sekolah menengah pertama (SMP) sebanyak 1 orang (5%), dan jumlah responden yang berpendidikan sekolah menengah atas (SMA) sebanyak satu orang (5%). Terdapat 3 (15%) responden yang tidak tamat SD (Tabel 5). Data tersebut menunjukkan tingkat pendidikan responden relatif rendah. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, selain dari minimnya sarana dan prasarana pendidikan di Desa Sipayung, akses transportasi umum, jarak, dan biaya menjadi faktor pendukung dalam mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi.

Tabel 5 Komposisi responden berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Sipayung

Tingkat Pendidikan Jumlah Responden %

Tidak tamat SD 3 15

SD/Sederajat 15 75

SMP/Sederajat 1 5

SMA/Sederajat 1 5

Jumlah 20 100

Tingkat pendidikan di Desa Pasir Madang secara keseluruhan tidak jauh berbeda dengan Desa Sipayung. Sebanyak 17 (85%) dari keseluruhan responden hanya berpendidikan SD, sedangkan untuk responden yang berpendidikan SMP, SMA dan yang tidak tamat SD masing-masing sebanyak satu orang (Tabel 6). Data tersebut menunjukan bahwa tingkat pendidikan di Desa Pasir Madang relatif rendah. Berdasarkan wawancara dengan responden, minimnya sarana dan prasarana pendidikan menjadi faktor utama untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi. Menurut mereka, untuk dapat sekolah di SMA terdekat mereka harus berjalan kurang lebih 8 kilometer dari rumah. Akses transportasi dan biaya yang terbatas menjadi faktor pendukung untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi. Faktor yang sama dengan Desa Sipayung, lokasi kedua desa contoh merupakan desa di kaki Gunung Halimun Salak.

Tabel 6 Komposisi responden berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Pasir Madang

Tingkat Pendidikan Jumlah Responden %

Tidak tamat SD 1 5

SD/Sederajat 17 85

SMP/Sederajat 1 5

SMA/Sederajat 1 5

(23)

8

Komposisi Responden Berdasarkan Pengelolaan Lahan 1.3.1 Kepemilikan lahan

Kepemilikan lahan di Desa Sipayung masih bersertifikat letter C atau biasa disebut Girik. Kepemilikan lahan responden Desa Sipayung relatif kecil, jumlah responden Desa Sipayung didominasi oleh kelas umur I (0.25-0.74) sebesar 80 persen (Tabel 7).

Tabel 7 Kepemilikan lahan di Desa Sipayung

Luas Lahan (ha) Jumlah Responden %

Berbeda dengan status kepemilikan lahan di Desa Sipayung, status kepemilikan lahan Desa Pasir Madang masih tanah negara. Hal itu terjadi karena lahan di Desa Pasir Madang awalnya digunakan untuk perkebunan teh dan cengkeh dengan status Hak Guna Usaha (HGU), kemudian perkebunan tersebut mengalami krisis dan lahannya ditinggalkan begitu saja. Melihat kondisi tersebut masyarakat secara inisiatif mengelola lahan tersebut, pembagian lahannya berdasarkan modal yang dimiliki. Oleh karena itu, sebaran luas lahan responden di Desa Pasir Madang relatif lebih besar dibandingkan dengan Desa Sipayung. Jumlah responden Desa Pasir Madang didominasi oleh kelas umur III (1.50-2.24) sebesar 40 persen (Tabel 8). Tabel 8 Kepemilikan lahan di Desa Pasir Madang

Luas Lahan (ha) Jumlah Responden %

Kepemilikan lahan di Desa Sipayung tidak seluruhnya digunakan untuk pengusahaan hutan rakyat. Kondisi dimana masyarakat memerlukan uang dalam waktu yang singkat memaksa petani di Desa Sipayung mengusahakan beberapa persen dari lahannya untuk menanam tanaman palawija yang daurnya cepat untuk dipanen. Akan tetapi, sebagian besar dari responden mengusahakan seluruh lahannya untuk pengusahaan hutan rakyat. Hal ini dapat dilihat dari persentase responden dalam menggunakan lahannya, 45 persen dari responden menggunakan lahannya untuk pengusahaan hutan rakyat (Gambar 2).

(24)

9

digarap sendiri oleh pemilik lahan. Data yang didapat 60 persen dari responden menggunakan pola dengan mempekerjakan buruh tani dan 40 persen dari responden menggarap lahannya sendiri.

Gambar 2 Persentase penggunaan lahan responden pada Desa Sipayung Kondisi penggunaan lahan di Desa Pasir Madang tidak jauh berbeda dengan Desa Sipayung, sebagian besar responden Desa Pasir Madang digunakan untuk pengusahaan hutan rakyat, Meskipun status lahannya tidak sama dengan Desa Sipayung. Persentase penggunaan lahan responden Desa Pasir Madang 35 persen diusahakan 100 persen untuk hutan rakyat (Gambar 3). Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, terdapat dua pola penggarapan yang sama dengan Desa Sipayung. Akan tetapi, persentase pola penggarapan dengan mempekerjakan buruh lebih besar /dibandingkan Desa Sipayung, yaitu 70 persen. Sedangkan 30 persen dari responden menggarap lahannya sendiri.

Gambar 3 Persentase penggunaan lahan pada Desa Pasir Madang 0%

Persentase penggunaan lahan untuk hutan rakyat

0%

(25)

10

Persepsi Masyarakat Terhadap Pengusahaan Hutan Rakyat

Persepsi adalah proses penginderaan penafsiran rangsangan suatu obyek atau peristiwa yang diinformasikan, sehingga seseorang dapat memandang, mengartikan, dan menginterpretasikan rangsangan yang diterimanya sesuai dengan keadaan dirinya dan lingkungan dimana dia berada, sehingga dia dapat menentukan tindakannya. Persepsi tang dimiliki orang berbeda karena pengaruh berbagai faktor, mulai dari pengalaman, latar belakang, lingkungan dimana dia tinggal, dan juga motivasi lainnya. Faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan perbedaan pendapat (Muchtar 1998).

Seluruh responden Desa Pasir Madang sebanyak 20 orang mengatakan tidak berpengaruh antara status lahan dengan pengusahaan hutan rakyat mereka (Tabel 9). Status Lahan Desa Pasir Madang saat ini adalah Eks-HGU perkebunan teh dan cengkeh. Sehingga tidak ada izin penggarapan lahan. Berdasarkan hasil wawancara, permasalahn status lahan yang eks-HGU ini tidak mengurangi motivasi masyarakat (responden) dalam melakukan kegiatan pengusahaan hutan rakyat. Kondisi lahan yang seperti itu dianggap oleh masyarakat sebagai pinjaman gratis dari negara, masyarakat paham akan resiko atau konsekuensi yang akan dialami, apabila sewaktu-waktu pemerintah menunjuk kawasan tersebut untuk kepentingan negara atau lainnya. Kekhawatiran ini memang selalu membayangi para petani hutan rakyat di desa tersebut. Akan tetapi, harapan masyarakat petani hutan rakyat disana ketika hal tersebut terjadi ada sebuah mekanisme ganti rugi yang sepadan karena konsekuensi logis dari kehilangan lahan maka dampaknya masyarakat disana kehilangan mata pencaharian utama mereka.

Persepsi seperti itu muncul karena kondisi dan lingkungan masyarakat disana yang kurang diperhatikan oleh negara. Selain itu akses informasi dan pengetahuan yang sulit didapat membuat pola pikir yang kurang berkembang. Akan tetapi, perlu diakui bahwa berdasarkan data dari responden tidak pernah terjadi pencurian kayu dan biaya transaksi keamanan. Hal ini membuktikan bahwa rasa percaya dalam masyarakat disana masih terjaga. Substitusi penanaman pertanian dari penanaman kayu 1 5 19 95

(26)

11

Berbeda dengan persepsi responden di Desa Sipayung, sebanyak 20 (100%) responden mengatakan status lahan berpengaruh terhadap pengusahaan hutan rakyat (Tabel 10). Masyarakat (responden) beranggapan bahwa ketika tidak adanya kepastian hak masyarakat tidak akan menanam pohon (kayu) yang memiliki daur yang relatif lama. Status lahan di Desa Sipayung bersertifikat Letter C atau yang biasa dikenal dengan sebutan

girik, dengan status lahan girik inilah mayarakat berani untuk menanam kayu. Pencurian kayu pun tidak pernah terjadi di Desa Sipayung.

Persepsi yang berbeda ini muncul karena di dua kondisi dan lingkungan yang berbeda, seperti yang dijelaskan Muchtar (1998) latar belakang dan dimana dia tinggal dapat menyebabkan perbedaan pendapat. Tabel 10 Persepsi responden Desa Sipayung terhadap pengusahaan hutan rakyat Substitusi penanaman pertanian dari penanaman kayu 3 15 17 85

Sosialisasi status lahan oleh pemerintah desa 2 10 18 90 Kendala dalam pemasaran kayu 0 0 20 100

Aspek Budidaya

Aspek budidaya merupakan salah satu aspek terpenting dalam menunjang keberhasilan suatu pengusahaan hutan rakyat. Aspek budidaya ini meliputi karakteristik budidaya (pengetahuan sistem silvikultur) dan permasalahan kapital (modal, tenaga kerja dan pemasaran). Mulai dari persiapan lahan, penanaman, dan pemeliharaan. Uniknya tidak ditemukan perbedaan karakteristik budi daya hutan antara Desa Sipayung dengan Desa Pasir Madang. Sistem budi daya yang digunakan masyarakat di kedua desa tersebut sangat sederhana.

Karakteristik Budidaya

(27)

12

untuk membersihkan lahannya dan 8 responden (40%) membersihkan lahannya secara mandiri.

Dalam pemilihan jenis pohon yang ditanam pun hanya ada dua jenis pohon dari kedua desa tersebut, yaitu pohon sengon (Albizia chinensis) dan pohon afrika (Maesopsis eminii). Bibit yang dipilih mempengaruhi terhadap biaya penanaman. Pada Desa Sipayung dapat dilihat biaya penanaman kelas I dan II kurang dari Rp1 000 000 (Tabel 11). Hal ini disebabkan selain tanpa mempekerjakan buruh tani juga karena bibit yang digunakan adalah anakan alami yang disemai sendiri tanpa menggunakan polybag atau yang dikenal disana sebagai petet. Bahkan beberapa responden setelah diwawancara ada yang dibiarkan saja hidup di lahannya tanpa perlu disemai terlebih dahulu.

Tabel 11 Biaya penanaman Desa Sipayung

Biaya Penanaman (Rp) Jumlah Responden %

I (300 000 – 699 999) 6 30

II (700 000 – 999 999) 10 50

III (1 000 000 – 1 399 999) 1 5

IV (> 1 400 000) 3 15

Jumlah 20 100

Pada Desa Pasir Madang pun demikian biaya penanaman kelas I dan II kurang dari Rp1 000 000 adalah yang menggunakan bibit anakan alami (petet) dan tanpa mempekerjakan buruh tani.

Tabel 12 Biaya penanaman Desa Pasir Madang

Biaya Penanaman (Rp) Jumlah Responden %

I (300 000 – 699 999) 5 25

II (700 000 – 999 999) 11 55

III (1 000 000 – 1 399 999) 0 0

IV (> 1 400 000) 4 20

Jumlah 20 100

Pola penanaman yang digunakan pada dua desa tersebut ada dua, yaitu monokultur dan agroforestri. Jumlah responden pada Desa Pasir Madang didominasi menggunakan pola agroforestri sebanyak 15 orang (75%) dari 20 responden. Sedangkan di Desa Sipayung relatif merata, 11 (55%) responden dari keseluruhan 20 responden menggunakan pola agroforestri dan sembilan responden menggunakan pola monokultur.

(28)

13

menggunakan rumput pakan ternak dari lahan mereka. Karakter tersebut memperlihatkan bahwa kemampuan atau kapasitas petani belum optimal dalam mengusahakan hutan rakyat. Hal tersebut terjadi akibat kurangnya akses informasi dan pengetahuan.

Tahapan terakhir sistem budidaya hutan rakyat adalah pemanenan, pemanenan hutan rakyat di kedua desa contoh yaitu dengan cara menjualnya kepada tengkulak dengan sistem borongan dan kondisi pohon masih berdiri, sehingga petani tidak mengeluarkan biaya.

Sumberdaya Manusia

Seluruh aspek tadi adalah faktor teknis yang menunjang untuk keberhasilan sebuah pengusahaan hutan rakyat. Setelah disebutkan faktor teknis tadi, jelas terlihat bahwa kemampuan atau kapasitas petani responden belum memenuhi standarisasi petani hutan rakyat, hal ini terbukti dari perlakuan budidaya yang mereka lakukan. Kurangnya informasi dan pengetahuan yang masuk akibat akses yang sulit membuat petani responden minim akan pengetahuan khususnya pengetahuan mengenai pengelolaan hutan rakyat. Hal ini tentunya menyebabkan kapasitas sumberdaya manusia disana terhambat pekembangannya.

Proses pemasaran menjadi sesuatu yang sangat disayangkan akibat kurangnya informasi dan pengetahuan terhadap harga kayu. Setelah melakukan survei di seluruh 12 sawmill (industri penggergajian kayu) harga satu pohon dengan diameter 18-25 cm sebesar Rp600 000. Sedangkan di Desa Pasir Madang dan Desa Sipayung dengan diameter pohon yang sama hanya dihargai Rp20 000 – Rp100 000/pohon. Transaksi penjualan sangat singkat memang. Tengkulak mengunjungi petani dan langsung ke lokasi tegakan, kemudian terjadi akad jual beli secara borongan dan dijual dalam keadaaan berdiri, semua biaya ditanggung oleh tengkulak. Setelah diwawancara, sangat sederhana jawaban para petani responden, yaitu hanya ingin proses yang mudah karena mengenai harga pasar pun mereka tidak tahu.

Fenomena lain juga terjadi seperti, petani penggarap menjual lahannya kepada pihak lain dan lebih memilih untuk bekerja kepada pihak tersebut di bekas lahannya dan menerima upah. Hal ini terlihat bahwa karakteristik penduduk di kedua desa tersebut lebih ingin menerima uang secara instan daripada mencari tahu dan mengelola apa yang menjadi miliknya.

Kemampuan Modal

(29)

14

Uji Korelasi Data Biaya Produksi Terhadap Status Lahan

Uji korelasi digunakan untuk melihat perkembangan pengusahaan hutan rakyat pada desa contoh. Pendekatan yang digunakan adalah biaya produksi. Variabel yang digunakan adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam pengusahaan hutan rakyat (tanaman kayu) dalam hubungannya dengan status lahan. Komparasi uji-t ini merupakan uji statistik dengan dua variabel yang tidak terikat. Berikut tabel hasil uji-t menggunakan software SPSS 11.5 :

Tabel 13 Data hasil uji-t biaya produksi Desa Pasir Madang dan Desa Sipayung

Variabel

Selang

Kepercayaan Homogenitas Data (F) t Hitung Keterangan

Biaya

Produksi 0.05 0.906 0.586

Tdak berbeda nyata

Pengujian statistik menunjukkan bahwa data yang diukur memiliki homogenitas sebesar 0.906, yang artinya data tersebut telah memenuhi syarat untuk dilakukan uji-t. Dengan hasil uji-t sebesar 0.586 pada SK 95%, menunjukkan bahwa pendekatan biaya produksi sebagai cerminan dari intensitas pengusahaan hutan rakyat dari kedua desa contoh tidak menunjukkan perbedaan secara nyata.

Hasil uji tersebut menunjukkan tidak ada perbedaan terkait biaya produksi antara dua status lahan yang berbeda. Hal ini terjadi karena adanya faktor lokasi desa yang bersebelahan. Faktor tersebut mengindikasikan bahwa dalam pengusahaan hutan rakyat di kedua desa contoh tidak terkait dengan status lahan, namun lebih kepada homogenitas karakteristik masyarakat dan kendala yang dihadapi. Soetomo (1995) menyatakan bahwa masyarakat dengan lokasi yang relatif sama akan memiliki persepsi dinamika permasalahan sosial yang sama pula.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(30)

15

Saran

Pemerintah perlu mengadakan sebuah program penyediaan akses informasi dan memberikan kesempatan yang lebih mudah dalam fasilitasi modal untuk usaha rakyat. Proses pendampingan dalam rangka peningkatan kapasitas masyarakat menjadi hal yang fundamental terkait pengembangan hutan rakyat.

DAFTAR PUSTAKA

Bungin B. 2006. Analisis data penelitian kualitatif. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada.

[BPKH XI Jawa – Madura] Balai Pengukuhan Kawasan Hutan wilayah XI Jawa – Madura. 2009. Strategi Pengembangan Pengelolaan dan Arahan Kebijakan Hutan Rakyat di Pulau Jawa. Yogyakarta (ID): BPKH XI dan MFP II

Darusman D, Hardjanto. 2006. Tinjauan Ekonomi Hutan Rakyat 2006 [Internet]. [diunduh 2012 Sep 12]; hlm 4-13. Tersedia pada http://storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/Ekonomi_HR.pdf. Dharmawan AH. 2006. Konflik Sosial dan Resolusi Konflik: Analisis

Sosio-Budaya (Dengan Fokus Perhatian Kalimantan Barat). Makalah untuk Seminar PERAGI.

Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. 2006. Data potensi hutan rakyat di indonesia. Direktorat Jenderal RLPS. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Kartodihardjo H. 2006. Refleksi Kerangka Pikir Rimbawan. Bogor (ID): Himpunan Alumni Kehutanan IPB.

Kementerian Lingkungan Hidup. 2007. Status lingkungan hidup Indonesia. Kementerian Lingkungan Hidup. Jakarta.

Muchtar T. 1998. Hubungan Karakteristik Elit Formal dan Elit Informal Desa dengan Persepsi dan Tingkat Partisipasi Mereka dalam Program P3DT Di Kabupaten Sukabumi [Tesis]. Program Pascasarjana IPB. Bogor.

Nugraha A dan Istoto YEB. 2007. Hutan, Industri dan Kelestarian: Dialektika Dikotomi Sepanjang Jaman. Jakarta (ID): Wana Aksara. Putro HA. 2010. Analisis Program Pembinaan Masyarakat Desa Hutan pada

IUPHHK-HT PT. Inhutani II Pulau Laut, Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Soetomo. 1995. Masalah Sosial dan Pembangunan. Jakarta (ID): Dunia

Pustaka Jaya.

(31)

16

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 01 Nopember 1988 dari ayah Zailan dan ibu Cicih Spd, MM. Penulis adalah putra kedua yang dilahirkan kembar dari empat bersaudara. Tahun 2007 penulis lulus dari SMA PLUS BBS (Bina Bangsa Sejahtera) dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur ujian Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi internal kampus yakni, penulis salah satu pencetus dibukanya kembali Unit Kegiatan Mahasiswa Bola Basket IPB pada tahun 2007 dan menjadi anggota pengurus pada tahun 2007-2009, anggota pengurus Forest Manajemen Student Club (FMSC) 2008/2009, anggota pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan 2008-2011. Pada bulan Februari-Maret 2011 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT. Lestari Raya Timber, Kalimantan Tengah. Bulan September-Oktober penulis melaksanakan penelitian di Kabupaten Bogor dengan judul Hubungan Status Kepemilikan Lahan terhadap Pengusahaan Hutan Rakyat.

Gambar

Tabel 1 Jenis data yang dikumpulkan
Tabel 5  Komposisi responden berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Sipayung
Gambar 2  Persentase penggunaan lahan responden pada Desa Sipayung
Tabel 9  Persepsi responden Desa Pasir Madang terhadap pengusahaan hutan rakyat
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan yang dapat penulis ambil dari hasil penelitian ini bahwa kualitas pelayanan perizinan pada Kantor Pelayanan Terpadu masih belum baik, karena faktor-faktor

UNAIR NEWS : “Bagi saya, prestasi paling menonjol selama studi adalah dapat menyelesaikan praktik kerja profesi psikologi di Puskesmas dengan baik.” Begitulah yang diucapkan

Kesepuluh praktisi senior yang mengalami kesembilan dimensi pengalaman flow tinggi juga merasakan ketika melakukan aktivitas pakour, mereka merasakan mempunyai

Sistem distribusi merupakan bagian dari sumber listrik yang menghubungkan daya listrik untuk fasilitas konsumen. Pada suatu sistem distribusi tenaga listrik,

Sistem perpipaan harus mempunyai fleksibilitas yang cukup, agar pada saat terjadi ekspansi termal dan kontraksi, pergerakan dari penyangga dan titik persambungan pada system

Edukasi yang diberikan pada pasien dengan kondisi frozen shoulder antara lain : (1) pasien diminta melakukan kompres panas (jika pasien tahan) ± 15 menit pada bahu yang sakit

DEPARTMENT OF SUNNI THEOLOGY ALIGARH MUSLIM UNIVERSITY. ALIGARH (INDIA)

Senada dengan hasil penelitian Hani’ah (2013), menunjukkan bahwa ada hubungan negative yang signifikan antara kematanagan emosi dan perilaku agresif remaja siswa