LINGKUNGAN HIDUP- ILMU, PEMAHAMAN DAN
KEPEDULIAN: Perspektif Moral
1)Zaidan P.Negara
Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Universitas Sriwijaya
Latar Belakang:
Alam semesta langit dan bumi telah diciptakan dan diwariskan kepada semua mahluk hidup. Penciptaan global ekosistem dengan berbagai tingkat pranata dan pembagian zona yang seimbang dan proposional dalam pranata sub-ekosistemnya masing-masing, menjadikan ekosistem stabil dan temat hidup bagi berbagai mahluknya yang sangat variatif jenis dan jumlah individunya.
Selain itu, by management, telah ditunjuk manusia yg merupakan ciptaan “icon” atau “landmark” dari Maha Pencipta dengan kelengkapan akal dan fikirannya untuk menjadi khalifah di bumi yang sebelumnya telah ditolak pada saat ditawarkan pada mahluk hidup lainnya.
Kenyataan ini memberi beberapa pelajaran dan pemaknaan pada kita tentang pentingnya stabilitas ekosistem, keseimbangan dan proporsional serta variasi mahluk hidup yang ada di dalamnya berinteraksi antara sesama jenis dan spesiesnya atau antar jenis dan spesies yang satu dengan jenis dan spesies lainnya, berburu dan mencari makan, mating dan mencari pasangan hidup, nursing membesarkan zuriat dan keturunannya.
Pelajaran lainnya yang sangat krusial adalah penunjukan insan manusia sebagai khalifah untuk mengelola warisan ekosistem dimana saja ia berada.
terjadi begitu saja mestinya ada penciptanya yang memiliki kemampuan dan kekuasaan yang tak-terbatas dan di luar kemampuan mahluk ciptaannya.
Hubungan manusia sebagai khalifah dan pewaris dengan penciptanya inilah yang kemudian melahirkan suatu bentuk perjanjian atau yang dikenal dengan amanah, suka atau tidak suka harus dipertanggung-jawabkan oleh yang mewarisi dan penerima serta pelaksana amanah kelak di kemudian hari di pengadilan dimana sogok dan suap tidak lagi dikenal, dan disaat mana lidah telah kaku tak mampu lagi bicara.
Permasalahan Lingkungan Hidup dan Akar
Masalahnya:
Manusia terdiri dari jiwa dan raga. Raga adalah organ fungsional dan sekaligus ornamental yang karenanya tanpa disadari lebih banyak menuntut pemenuhan dan pemuwasan, karena harus menghasilkan penampilan prima. Sementara jiwa tanpa disadari kepentingan dan kebutuhannya. Idealnya ke dua bagian besar penyusun manusia tersebut secara seimbang dan proporsioanal dibina dan mendapat asupan energi yang sesuai dan memadai.
Ketidak-pahaman dan kelalaian di dalam memahami ini berakibat pada konsentrasi pemenuhan fisik yang sumbernya adalah berasal dari alam, inilah yang menjadi akar masalah dan cikal-bakal dari tragedi over-fishing, over harvesting atau tragedy lainnya, baik terhadap sumberdaya terbarukan maupun sumber daya tak-terbarukan. Dari sini kemudian merambat kepada perusakan lapisan Ozon, pemanasan global hingga akhirnya saat ini kita berada pada ancaman mala-petaka lingkungan hidup yang lebih besar dan luas yakni perubahan iklim.
memacu perkembangan dan pertumbuhan mahluk hidup yang tak terkendali sehingga menjadi ancaman bagi mahluk hidup lainnya.
Bias dan Penyimpangan dalam Perlindungan dan
Pengelolaan LH
Perkembangan pembangunan Lingkngan Hidup akhir-akhir ini sangat dinamis terutama sejak diberlakukannya UU No 32 tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, diikuti dengan
PPNo. 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan; dan Permen LH No. 05 Tahun 2012 tentang Jenis rencana usaha dan/atau usaha kegiatan yang wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Ternyata peraturan-peraturan tersebut sebagai mana biasanya peraturan yang lainnya dipersepsikan secara variatif sehingga di dalam pelaksanaannya pun berbeda dari individu dan kantor satu dengan lainnya.
Perbedaan persepsi menimbulkan kerancuan di dalam pelaksanaannya sehingga sering memberi kesan bahwa peraturan itu hanya memperpanjang prosedur dan membebani birokrasi. Urgensi dan target perundangan LH yang sesunguhnya sangat baik, akan tetapi di dalam penyusunan dan perumusan draf peraturan kebijakan tidak menyentuh jenis dan intensitas permasalahan yang sudah berlangsung selama ini. Tidak jarang dengan diisukannya peraturan kebijakan yang baru malah menimbulkan permasalahan baru sebagai tambahan dari permasalahan lama yang belum terselesaikan.
Lingkungan Hidup sebagai Ilmu
hidup yang menuntut integrasi beberapa ahli sering kali dikerdilkan oleh pendekatan salah satu aspek ilmu saja.
Sementara itu setiap diri manusia itu dimana dan kapan pun berada selalu bersinggungan dengan LH, sehingga menjadikan ilmu lingkungan selalu dibahas setiap waktu dan memberikan kesan seolah-olah setiap orang memahami dan mengerti ilmu lingkungan hidup. Kenyataannya pemahaman yang umum oleh masyarakat dalam hal lingkungan hidup adalah terbatas pada hal pencemaran, yakni masuknya substansi cair, padat atau gas ke media tanah, air dan udara.
Penghijauan
–
Evaluasi
dan
Potensi
Pengembangannya
ikut membantu menertibkan lalu-lintas dan sebaliknya mencegah terjadinya laka-lantas.
Pada awal penjelasan dikatakan bahwa penghijauan di Kota Palembang belum memiliki karakter. Karakter adalah suatu penciri tentang fokus atau visi penghijauan Kota Palembang diarahkan kemana, apakah pemanfaatan tanaman asli lokal seperti pohon gelam karena wilayah teritori kota Palembang terdiri dari 2/3 bagianadalah rawa dengan gelam sebagai tanaman pokoknya,. Atau tanaman jenis mangga yang banyak ragam spesiesnya di Sumsel (seperti plam, embam, kwini, embacang, limus, kedeper). Atau tanaman penghijauan misalnya selalu menggunakan tanaman yang memiliki bunga yang besar, indah dan beraroma. Mengapa karena dengan bunga bisa mengundang kehadiran satwa atau serangga terutama kupu-kupu, atau burung jika bunganya juga menghasilkan biji. Atau menggunakan tanamn buah-buahan sehingga bisa digunakan untuk pemenuhan gizi dan serat rakyat yang kurang mampu.
Peran-serta masyarakat juga perlu ditingkatkan sekaligus memberikan dinamisasi dalam penghijauan. Misalnya wilayah pemukiman atau bisnis area yang dominan dihuni warga keturunan Tionghoa diharapkan partisipasinya dengan menanam pohon yang mencerminkan simbol warga Tionghoa.
Untuk menghasilkan produk penghijaun yang baik diperlukan visi ke depan yang jauh dan kreatifs. Strateginya adalah banyak membaca dan membuka kran diskusi dengan stakeholder. Bisa jadi partisipasi stakeholder justru akan banyak membantu pemerintah dan secara efisien bisa menekan biaya pemerintah untuk program dan kegiatan penghijauan.
KEPEDULIAN DAN KEMULIAAN
sadar bahwa bukan hanya dia bahkan manusia semuanya tidak bisa hidup hanya sesama manusia. Manusia butuh tanaman untuk jadi makanan pokoknya, manusia butuh ikan atau daging untuk lauk makannya dan menghangatkan badannya dari ancaman kedinginan, dan manusia butuh air dan oksigen untuk semua tatanan kehidupannya dan untuk setiap detak jantungnya. Manusia menjadi mulia karena ia juga memikirkan beberapa generasi dihadapannya yang memiliki kebutuhan pokok yang sama. Inilah makna hakiki dari istilah pembangunan berkelanjutan.
Masalahnya kepedulian apalagi kemuliaan itu tidak terjadi begitu saja walaupun tidak mustahil bisa saja demikian sekiranya sang Maha Pencipta berkehendak. Kepedulian itu adalah produk dari suatu program jangka panjang dengan berbagai proyek kegiatan yang mendukungnya, seperti sosialisasi, peningkatan kapasitas, demo lapangan, atau studi banding. Program dan kegiatan inipun masih belum lengkap dan mustajab apabila tidak diikuti dengan penciptaan “role model” atau suri tauladan atau contoh hidup. Inilah sebaik-baik metode pendidikan, paling efisien dan efektif karena langsung pada sasaran dan tidak membutuhkan biaya dan anggaran. Role model harus diperankan mulai dari pemimpin tertinggi terus secara sistematis ditularkan dan ditiru oleh bawahan langsung dan secara bertahap hingga personalia terendah yakni the office boy.