Ringkasan Penelitian Kualitatif I
Hennink, Hutter dan Bailey dalam bukunya yang berjudul Qualitative Research Methods (2011) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai salah satu pendekatan yang digunakan untuk memahami pengalaman seseorang yang dilihat sebagai subjek penelitian melalui metode wawancara mendalam, focus group discussions (FGD), observasi, analisis konten, metode visual dan sejarah kehidupan atau biografi. Metode ini sangat berguna untuk menyelidiki isu-isu sosial seperti nilai-nilai, norma, budaya dan kepercayaan yang ada di masyarakat. Maka itu kualitatif sangat dikenal sebagai metode yang mampu menjawab pertanyaan “mengapa” dan “bagaimana” dibandingkan sekedar pertanyaan “apa”.
Metode kualitatif sendiri biasanya digunakan untuk penelitian-penelitian yang memiliki tujuan sebagai berikut:
- Untuk memahami perilaku, keyakinan, opini dan emosi dari perspektif partisipan; - Untuk memahami dan menjelaskan sudut pandang orang lain;
- Untuk mehahami proses, seperti bagaimana orang membuat keputusan, bernegosiasi dalam pekerjaan, atau mengurus sebuah usaha;
- Untuk menemukan makna yang diberikan oleh orang berdasarkan pengalamannya;
- Untuk memahami interaksi sosial yang ada di dalam masyarakat beserta norma-norma maupun nilai-nilai yang mereka anut;
- Mengidentifikasi konteks sosial, budaya, ekonomi, fisik yang terkait dengan aktivitas masyarakat;
- Memberikan suara terhadap permasalahan yang dialami oleh suatu masyarakat; - Dapat memberikan informasi yang rinci dan mendalami isu penelitian;
- Bisa menjelaskan isu-isu yang sensitif seperti seksualitas, kekerasan, hubungan personal dan lain sebagainya;
- Bisa digunakan untuk menyelami isu-isu yang rumit seperti isu perdagangan manusia, obat-obatan terlarang, yang biasanya tidak bisa dijelaskan secara rinci pada penelitian kuantitatif.
ini terdiri atas tiga hal yaitu, ontologi, epistimologi dan metodologi. Ontologi merujuk pada apa yang kita pikirkan tentang realita dan bagaimana cara kita memandang dunia. Hal-hal yang termasuk dalam ontologi adalah bagaimana cara berperilaku, nilai-nilai ataupun moral yang kita anut, dan cara kita melihat objek ataupun subjek. Sedangkan epistimologi berbicara tentang bagaimana hubungan antara mereka yang mencari pengetahuan dengan mereka yang memiliki pengetahuan tersebut. Terakhir yaitu metodologi mengacu pada bagaimana cara kita mendapatkan ilmu atau pada penelitian ia berbicara tentang bagaimana cara kita mengumpulkan data.
Hennink, Hutter dan Bailey sendiri, merujuk pada Prasad (2005) menjelaskan sedikitnya ada empat paradigma yang digunakan dalam penelitian kualitatif, yaitu tradisi interpretif (interpretive tradition), tradisi mendalam (deep tradition), tradisi kritis (critical tradition) dan tradisi postmodernisme (post tradition). Tradisi interpretif atau yang sering disebut juga dengan tradisi konstruktivis biasanya digunakan dalam penelitian yang mengacu pada teori-teori interaksionisme simbolik, hermentika, dramaturgi, dramatisme, ataupun penelitian yang bersifat etnografi, fenomenologi, dan etnometodologi. Sedangkan tradisi mendalam digunakan untuk meneliti penelitian yang berhubungan dengan semiotika ataupun strukturalisme. Tradisi kritis tentu saja digunakan untuk penelitian yang memakai teori kritis, feminisme, strukturasi, dan praxeologi sebagai acuan penelitiannya. Tradisi terakhir yaitu posmodernisme biasanya digunakan dalam penelitian yang menggunakan teori-teori posmodernisme, pos-strukturalisme, dan pos-kolonialisme.
menceritakan pengalaman terserang flu. Misal, ia terserang flu karena ia kehujanan dan kelelahan. Inilah yang dimaksud dengan verstehen.
Selanjutnya untuk emik dan etik, kedua hal itu tentu saja berbeda. Jika etik adalah nilai-nilai, kepercayaan dan opini dari sudut pandang si peneliti, maka sebaliknya, emik merupakan nilai-nilai ataupun keyakinan yang dianut oleh para informan. Contoh yang diberikan oleh Henink dan teman-temannya adalah tentang proyek pembangunan toilet di sebuah negara berkembang. Sebelum para developer membangun toilet di desa tersebut, maka hal pertama yang perlu dilakukan adalah melakukan riset untuk mengetahui pandangan masyarakat tentang toilet. Dari hasil riset tersebut ternyata dapat diketahui bahwa masyarakat di desa itu lebih senang jika melakukan aktivitas Buang Air Besar (BAB) bersama-sama di lapangan sebab aktivitas tersebut merupakan sarana sosial mereka. Tentu saja jika mereka nantinya memiliki toilet di rumah masing-masing, mereka ketakutan akan terpisah dengan ruang sosial mereka. Sedangkan dari sudut pandang para developer, aktivitas BAB di dalam toilet sangat diperlukan demi kebersihan dan kesehatan. Akhirnya, demi menghormati pandangan penduduk setempat, para developer mereka menemukan jalan tengah dengan membangun toilet di lapangan, bukan di rumah. Dengan demikian para penduduk desa tetap bisa bersosialisasi seperti biasanya. Sudut pandang dari penduduk desa inilah yang disebut dengan emik dan sudut pandang dari para developer itulah yang disebut dengan etik.
karena menggunakan simbol keagamaan. Padahal sebenarnya informan hanya menunjukkan reaksinya terhadap peneliti dan hal ini dapat memengaruhi data yang didapatkan oleh si peneliti.
Pada aspek interpersonal, ada beberapa refleksivitas yang harus disadari oleh peneliti. Pertama, untuk kasus sensitif terkadang informan kesulitan diwawancarai oleh peneliti tertentu. Misalnya seorang perempuan yang mengalami kekerasan seksual tidak mudah diwawancarai oleh peneliti laki-laki, bahkan terkadang pun termasuk peneliti perempuan. Maka itu penting untuk bertanya masalah kenyamanan informan. Aspek kedua terkait dengan teori dimana seorang peneliti sangat disarankan untuk merujuk kembali pada teori sebagai panduan untuk membuat rancangan penelitian dan metode yang digunakan.
Aspek ketiga adalah peneliti harus menyadari adanya latar belakang sosial dari informan tersebut. Misalnya pada suatu FGD, peneliti melihat salah satu informan cenderung diam atau tidak banyak memberikan informasi terhadap satu topik diskusi. Disini peneliti harus mencari tahu alasan informan tersebut tidak banyak bicara. Karena bisa saja ia merasa tidak nyaman di dalam grup diskusi tersebut karena ada informan lain yang merupakan kerabatnya. Hal ini terkadang membuat informan tidak bisa menyampaikan apa yang ia ingin sampaikan sebab adanya perasaan takut terhadap kerabatnya itu. Aspek keempat yang juga perlu digarisbawahi juga adalah tentang kesadaran akan konteks sosial. Misalnya untuk beberapa isu seperti aborsi akan lebih mudah untuk didiskusikan di wilayah-wilayah perkotaan dibandingkan dengan wilayah pedesaan.
Michael Quin Patton (2002) juga menjelaskan beberapa stategi pada pembuatan rancangan penelitian kualitatif. Strategi pertama yang sebaiknya dilakukan oleh peneliti adalah mempelajari permasalahan yang akan ditelitinya. Dalam hal ini, masalah atau isu tersebut bukanlah isu yang dimanipulasi demi penelitian tersebut, melainkan ia bersifat natural. Strategi kedua, peneliti harus fleksibel terhadap rancangan penelitian atau dengan kata lain tidak terpaku pada rancangan yang kaku. Strategi ketiga yang bisa dilakukan juga adalah memilih informan yang kaya akan informasi dan mengerti tentang isu yang diangkat oleh peneliti.
pengalaman langsung dengan fenomena yang ditelitinya, hal ini akan memperkaya informasi pada penelitian. Tidak hanya itu saja, demi mendapatkan informasi yang banyak, penelitian kualitatif juga menekankan rasa empati, penghargaan, keterbukaan dan kesadaran peneliti terhadap pandangan dari informan.
Strategi lainnya yang juga disampaikan oleh Patton adalah strategi analisis. Langkah awal yang perlu dipahami oleh peneliti adalah setiap kasus adalah unik. Langkah kedua, mengerti pola pikir induktif dengan membuat hal-hal detail menjadi pola-pola yang bisa menghasilkan sintesis. Selanjutnya, Patton juga menekankan pandangan menyeluruh dalam arti bahwa sesuatu terjadi bukan hanya karena ada faktor hubungan sebab akibat saja, namun karena ada hal-hal lain yang lebih rumit. Maka itu faktor-faktor seperti konteks historis, sosial, ekonomi, penting untuk diperhatikan dalam penelitian ini. Strategi terakhir adalah peneliti harus merefleksikan suara dari informan yang berarti subjektifitas, bukan objektivitas.
Referensi:
Hennink, Monique., Inge H, dan Ajay B. (2011). Qualitative Research Methods. SAGE Publication. London.