• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONFLIK PERAN GANDA WANITA BEKERJA PADA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KONFLIK PERAN GANDA WANITA BEKERJA PADA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Disampaikan dalam Seminar Internasional Malindo 3 dengan Tema ͞The Heart and Soul Of Counseling: A Reflection͟. Magelang, 29-31 Mei 2013, ISBN: 979-25780-2-1.

1 KONFLIK PERAN GANDA WANITA BEKERJA

PADA ETNIS JAWA KAITANNYA DENGAN GAYA PENGASUHAN (Implikasi dalam Bimbingan dan Konseling)

Dini Rakhmawati *)

E-mail: dinibundajihan@gmail.com.

ABSTRACT

Women entering public sector has positive and negative consequences. One of negative consequences is double burden for women, especially when culture in its society opposes gender equality. In Javanese culture, women are seen as second sex. There is terminology for Javanese women, namely macak (grooming), manak (breeding), dan masak (cocking). Double burden conflict leads to distortion of family commitment and even to divorce. For further effect, double burden can lead to bad parenting style which affect to juvenile delinquency. In order to solve this problem, guidance and counseling has opportunity to prevent and cure this problem.

Keywords: working women, javanese ethnic, parenting styles, and guidance counseling.

PENDAHULUAN

Wanita pada jaman dahulu hanya berperan sebagai seorang ibu yang

mengurus rumah tangga dan anak-anaknya saja, kini mempunyai peran kedua

yaitu sebagai wanita bekerja. Ibu bekerja adalah seorang wanita yang berperan

sebagai ibu rumah tangga tetapi juga bekerja di luar rumah sebagai wanita karir.

Bagi ibu bekerja tidaklah mudah untuk menjalani kedua perannya.

Dalam pandangan masyarakat, bekerja merupakan kewajiban mutlak

dilakukan oleh laki-laki dan bagi perempuan bukan menjadi hal mutlak untuk

bekerja. Pandangan ini masih banyak diikuti oleh sebagaian orang yang

berpegangan pada prinsip budaya patriarkhi. Perlu disadari budaya patriarkhi

tidak serta merta luntur meskipun banyak berbagai pihak yang mengkritik budaya

ini. Akan tetapi, karena sudah mendarah daging budaya partriakhi dianggap

wajar dan umum.

Meski kini perempuan telah dapat bekerja dan memasuki sektor publik,

namun dalam prakteknya perempuan masih kerap dipandang sebagai seks kelas

dua di bawah laki-laki. Bekerjanya perempuan di sektor publik di satu sisi

memang merupakan kabar baik namun di sisi lain masuknya dalam sektor publik

di tengah pergeseran perspektif gender juga menyebabkan beban ganda yang

(2)

Disampaikan dalam Seminar Internasional Malindo 3 dengan Tema ͞The Heart and Soul Of Counseling: A Reflection͟. Magelang, 29-31 Mei 2013, ISBN: 979-25780-2-1.

2 tidak mau terikat dengan peraturan perusahan tempatnya bekerja dan sebagai

seorang ibu sekaligus istri dalam keluarga. Konflik peran terjadi ketika

harapan-harapan peran seseorang datang pada saat bersamaan, baik dari individu sendiri

maupun dari lingkungan, tetapi bersifat bertentangan.

Rowat dan Rowat (1990: 103) mengatakan bahwa peran ganda wanita

adalah peran wanita sebagai istri dan ibu rumah tangga, sekaligus sebagai

seorang pekerja. Dapat dikatakan bahwa konflik peran ganda adalah jika

seorang wanita pada saat yang sama memiliki dua keinginan, yaitu keinginan

berkarier dan mengabdi sebagai ibu rumah tangga.

Kekhawatiran yang sering muncul bila seorang wanita meniti karir diluar

rumah adalah akibat negatif terhadap keluarga, misalnya kurangnya perhatian

dan kasih sayang dari seorang ibu, kehilangan kontrol emosi yang dilampiaskan

kepada anak dan suami, dan kehilangan kontrol pribadi karena terlalu sibuk

sehingga melupakan kewajibannya sebagai ibu rumah tangga. Lebih jauh lagi

adalah dampak negatif meningkatnya perceraian karena ketidakharmonisan

berumah tangga. Konflik peran ganda pada wanita dapat juga disebabkan masih

kuatnya peran tradisional wanita sebagai ibu rumah tangga, faktor lainnya adalah

karena mereka menuntut diri sendiri untuk menjadi sempurna di semua peran.

Wanita karier di Indonesia mempunyai masalah yang kompleks. Dalam

sebuah komunikasi personal dengan ibu bekerja, B (26 tahun) seorang ibu

bekerja yang memiliki anak usia 3 tahun, menyatakan kesulitannya untuk

membagi waktunya antara pekerjaan dengan keluarga. B (26) menuturkan

bahwa anaknya yang baru masuk Play Group sangat membutuhkan perhatian

darinya. Seringkali sang buah hati enggan untuk mandi, makan, dan berangkat

sekolah kalau tidak dengan ibunya. Tak jarang B (26) rela untuk meninggalkan

pekerjaannya sejenak untuk menyuapi anaknya dan setelah itu bekerja. Namun,

ada kalanya ia tidak bisa keluar dari kantor. Ketika hal tersebut terjadi, B (26)

seringkali merasa bersalah.

Kondisi tersebut senada dengan penelitian Christin,dkk (2010: 122)

menjelaskan bahwa konflik pekerjaan - keluarga terjadi ketika partisipasi dalam

peran pekerjaan dan peran keluarga saling tidak cocok antara satu dengan yang

lainnya. Karenanya partisipasi dalam peran pekerjaan terhadap keluarga dibuat

semakin sulit dengan hadirnya partisipasi dalam peran keluarga terhadap

(3)

Disampaikan dalam Seminar Internasional Malindo 3 dengan Tema ͞The Heart and Soul Of Counseling: A Reflection͟. Magelang, 29-31 Mei 2013, ISBN: 979-25780-2-1.

3 Beberapa temuan menyebutkan bahwa konflik peran ganda dapat

mempengaruhi pola pengasuhan dan perkembangan anak. Joana marina, Vieria;

Marisa, Avila; dan Paula Mena, Matos (2012) menemukan bahwa konflik kerja

keluarga sangat berpengaruh terhadap attachmen dan parenting. Ketika konflik

kerja tinggi maka sangat berpengaruh terhadap kecemasan dalam parenting dan

penghindaran attachmen yang romantis. Shrefflera, karina; Meadowsa, Meagan

P; dan Davisb, Kelly (2011) menunjukan bahwa konflik kerja keluarga

berpengaruh terhadap tingginya stres pengasuhan dan kepuasan orang tua.

Semakin tinggi konflik kerja keluarga juga akan memicu tingginya stres

pengasuhan.

Fenomena ini mendasari penulis untuk mengkaji tentang “Konflik peran ganda wanita bekerja pada etnis Jawa dikaitkan dengan gaya pengasuhan”.

Etnis Jawa menganut Sistem Bilateral dimana sistem kekerabatan berdasarkan

garis ayah dan ibu. Dalam sistem ini, anak laki-laki dan wanita tidak dibedakan

dalam sistem pewarisan. Walaupun masyarakat Jawa menggunakan sistem

bilateral dalam melihat garis keturunan, tetapi hubungan antara laki-laki dan

perempuan masih cenderung patriarkhat. Dalam lingkungan keluarga di suku

Jawa, pria berperan sebagai kepala keluarga, mempunyai kekuasaan sebagai

pemberi keputusan, menjadi pencari nafkah, menentukan status keluarga, dan

memimpin kerabat. Sedangkan, peranan wanita terbatas sebagai ibu terutama

pendidikan anak-anak dan pengaturan rumah tangga, sehingga ada istilah kanca

wingking (teman belakang) yang dipakai suami terhadap istri.

PELAKSANAAN OBSERVASI

Observasi dilakukan dengan survei. Survei merupakan studi yang bersifat

kuantitatif yang digunakan untuk meneliti gejala suatu kelompok atau perilaku

individu dengan kuisioner sebagai alat pengumpul data yang pokok. Survei

dilakukan pada karyawati hotel patrajasa semarang dari etnis Jawa yang sudah

menikah dan memiliki anak sejumlah 20 orang. Dan diperkuat dengan

wawancara sejumlah lima orang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan survey 33 % responden berada pada kategori konflik

peran ganda sedang dan 5,89 % dalam kategori tinggi. hal tersebut terjadi

karena tidak ada pembagian tugas antara suami dan istri, meskipun istri

(4)

Disampaikan dalam Seminar Internasional Malindo 3 dengan Tema ͞The Heart and Soul Of Counseling: A Reflection͟. Magelang, 29-31 Mei 2013, ISBN: 979-25780-2-1.

4 domestik dalam keluarga tetap menjadi tanggung jawab istri. Hal tersebut

dibuktikan dalam penyebaran angket yang menunjukan sebesar 55,55% tidak

ada pembagian tugas domestik dalam keluarga meskipun suami mendukung istri

untuk bekerja. Hal ini semakin meyakinkan bahwa fenomena women is the

second sex itu masih kental. Tidak dapat dipungkiri budaya yang

menomorduakan perempuan memang sudah banyak ditentang namun dalam

kenyataannya hal tersebut sudah mendarah daging dan sulit untuk dihilangkan.

Seperti penelitian yang dilakukan oleh Nyoman saskara, Ida Ayu; Pudjiharjo;

Maskie, Ghozali; Suman, Agus (2011) menunjukan bahwa konflik peran yang

dialami oleh masyarakat sangat dipengaruhi oleh budaya dan lingkungan kerja.

Ketika penerimaan budaya dan lingkungan kerja tentang persamaan gender

semakin tinggi maka akan semakin rendah konflik peran yang muncul.

Pada saat suami mau menjadikan istri sebagai patner dalam kehidupanya

bukan sebagai konco wingking seperti falsafah tentang wanita dalam budaya

jawa, maka istri akan mampu melejitkan potensinya dalam bekerja maupun

berkeluarga. Seperti hasil penelitian Cinamon, rachel (2009) menunjukan bahwa

dukungan pasangan dan budaya yang sensitif terhadap hubungan kerja keluarga

berpengaruh terhadap kinerja dan komitmen yang lebih tinggi. Artinya, semakin

tinggi dukungan pasangan maka akan semakin rendah konflik kerja keluarga

yang terjadi dan akan semakin tinggi pula kinerja dan komitmen dalam

penyelesaian tugas-tugas dalam pekerjaan maupun keluarga.

Hasil penyebaran skala parenting style pada wanita dengan konflik peran

pada kategori sedang sampai tinggi menunjukan sebesar 83,33 % menggunakan

pola asuh permisiveness. Pelaksanaan pola asuh permisif atau dikenal dengan

pola asuh serba membiarkan adalah orang tua yang bersikap mengalah,

menuruti semua keinginan, dan melindungi secara berlebihan serta memberikan

atau memenuhi semua keinginan anak. Namun orang tua tipe ini biasanya

bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak.

Pola asuh permissive memuat hubungan antara anak dan orangtua

penuh dengan kasih sayang, tetapi membuat anak menjadi agresife dan suka

menurutkan kata hatinya. Secara lebih luas, kelemahan orangtua dan tidak

konsistennya disiplin yang diterapkan membuat anak-anak tidak terkendali, tidak

(5)

Disampaikan dalam Seminar Internasional Malindo 3 dengan Tema ͞The Heart and Soul Of Counseling: A Reflection͟. Magelang, 29-31 Mei 2013, ISBN: 979-25780-2-1.

5 Sebesar 16,67 % responden menunjukan pola pengasuhan autoritarian.

Orang tua cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya

bersamaan dengan ancaman-ancaman. Misalnya kalau tidak mau menuruti apa

yang diperintahkan orang tua atau melanggar peraturan yang dibuat orang tua

maka tidak akan diberi uang saku. Orang tua cenderung memaksa, memerintah,

menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan orang tua,

maka orang tua tidak segan menghukum anaknya. Orang tua ini juga tidak

mengenal kompromi dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah dan orang tua

tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.

Pola asuh otoriter biasanya berdampak buruk pada anak, seperti ia

merasa tidak bahagia, ketakutan, tidak terlatih untuk berinisiatif, selalu tegang,

tidak mampu menyelesaikan masalah (kemampuan problem solving-nya buruk),

kemampuan komunikasinya buruk, kurang berkembangnya rasa sosial, tidak

timbul kreatif dan keberanianya untuk mengambil keputusan atau berinisiatif,

gemar menetang, suka melanggar norma, kepribadian lemah dan menarik diri.

Anak yang hidup dalam suasana keluarga yang otoriter akan menghambat

kepribadian dan kedewasaannya.

Fenomena di atas senada dengan pendapat Mussen, 1994

(psicologymania.com) bahwa pola asuh seseorang bisa berubah ketika

merasakan ketegangan ekstra. Orangtua yang demokratis kadang bersikap

keras atau lunak setelah melewati hari-hari yang melelahkan dalam pekerjaan

maupun kegiatan lain. Peristiwa sehari-hari dapat mempengaruhi orangtua

dengan berbagai cara. Ketika para ibu diliputi perasaan bersalah meninggalkan

anak dalam waktu yang lama akan membuat mereka terlalu lunak terhadap anak.

Sedangkan sebaliknya ketika merasakan kelelahan yang terlalu tinggi, mereka

akan mudah tersulut emosi sehingga membuat mereka terlalu keras terhadap

anak.

Oleh karena itu, peran ayah atau suami sangat dibutuhkan dalam

menyikapi konflik peran maupun pengasuhan anak seperti temuan penelitian

Shrefflera, karina; Meadowsa, Meagan P; Davisb, Kelly (2011) yang menunjukan

peran ayah sangat berpengaruh dalam menyediakan pemahaman yang

kontekstual terhadap hubungan kerja dan pengasuhan anak.

(6)

Disampaikan dalam Seminar Internasional Malindo 3 dengan Tema ͞The Heart and Soul Of Counseling: A Reflection͟. Magelang, 29-31 Mei 2013, ISBN: 979-25780-2-1.

6 Konflik peran ganda selain dapat menghancurkan keharmonisan

kehidupan berumah tangga hingga berujung perceraian juga dapat memicu

kenakalan remaja dan tingkat stres yang tinggi pada anak. Seperti penelitian

yang dilakukan oleh O’Donnel, ellen; et.al (2007) menunjukan bahwa konflik

interparental dalam parenting sangat mempengaruhi depresi anak. Semakin

tinggi konflik peran kerja keluarga semakin tinggi pula konflik interparental dalam

parenting dan akan semakin tinggi pula depresi yang dialami oleh anak.

Selanjutnya Cheryl, Guehler; Ambika, Krishnakumar; dan Anthony, Gaye (1998)

menemukan bahwa frekwensi perselisihan orang tua sangat berpengaruh

terhadap perilaku bermasalah pada remaja. Semakin tinggi frekwensi

perselisihan orang tua maka akan semakin tinggi juga kemungkinan remaja

tumbuh mengembangkan perilaku yang bermasalah.

Gambaran ini menunjukan bahwa korban utama dari tingginya konflik

peran ganda seorang ibu bekerja adalah anak. Bagi seorang anak, sekolah

adalah lingkungan kedua setelah keluarga. Upaya yang sebaiknya dilakukan

oleh sekolah ada dua yaitu upaya preventif dan kuratif. Upaya preventif dapat

dilakukan dengan memberikan bimbingan klasikal maupun kelompok mengupas

materi seputar bagaimana menyikapi kesibukan orang tua secara positif. Upaya

kuratif yang dapat dilakukan oleh sekolah melalui pelayanan bimbingan dan

konseling dengan memberikan konseling keluarga. Konseling keluarga disini

diadaptasi dari terapi keluarga- alan carr (2006). Dalam semua kasus, pemberian

bantuan harus dilakukan intervensi untuk membantu keluarga dalam

mengembangkan sistem keyakinan baru tentang masalah perilaku dan

mengubah pola interaksi di sekitar masalahnya. Hal ini, mencakup: (1) monitoring

dan reframing, (2) eksternalisasi dan membentuk perkecualian; (3) coaching

bermain yang sifatnya mendukung dan penjadwalan waktu khusus; dan (4)

mengembangkan sistem penghargaan dan sistem kontrol perilaku (carr, alan,

2006: 333).

(1) Monitoring dan Reframing

Orang tua dapat membantu mengganti arah yang lebih berguna dalam

melihat perilaku anak-anaknya dengan cara mengamati dan memantau dampak

anteseden dan konsekuensinya pada perilaku anak-anaknya. Melalui reframing,

orang tua membantu mengubah sudut pandang masalah perilaku anak sebagai

(7)

Disampaikan dalam Seminar Internasional Malindo 3 dengan Tema ͞The Heart and Soul Of Counseling: A Reflection͟. Magelang, 29-31 Mei 2013, ISBN: 979-25780-2-1.

7 memandang anaknya sebagai seorang anak yang baik dengan kebiasaan buruk

yang dipicu oleh situasi tertentu dan diperkuat oleh konsekuensi tertentu. Melalui

reframing orang tua dibantu untuk melihat bahwa masalah perilaku anaknya

berkembang melalui pola interaksi dalam keluarga dan jaringan sosial yang lebih

luas, dan karena itu anggota keluarga dan jaringan harus terlibat dalam proses

pemberian bantuan.

(2) Eksternalisasi dan Membentuk Perkecualian

Ekplorasi ini dapat mengarah pada solusi seperti: menghilangkan atau

mengurangi kondisi yang biasanya mendahului perilaku agresif, mengurangi

paparan anak-anak terhadap situasi di mana mereka mengamati perilaku agresif,

dan mengurangi paparan anak-anak terhadap situasi yang mereka rasakan tidak

nyaman atau melelahkan, karena situasi seperti ini menguras kapasitasnya

dalam mengendalikan agresi. Dalam praktiknya, solusi tersebut sering

melibatkan bantuan orang tua untuk merencanakan kegiatan rutin seperti

biasanya dalam mengelola kejadian transisi harian, seperti: bangun di pagi hari

atau tidur di malam hari, berangkat ke sekolah atau pulang ke rumah setelah

sekolah, memulai atau mengakhiri kegiatan rekreasi dan permainan, mulai dan

menyelesaikan makanan, dan sebagainya. Semakin terjadwal rutinitas ini maka

akan semakin kecil kemungkinan bagi anak untuk memicu episode agresi atau

masalah perilaku lainnya. Dalam sesi terapi atau sebagai pekerjaan rumah,

orang tua dan anak-anak dapat mengembangkan daftar langkah-langkah rutin

untuk mengatasi munculnya bermasalah, menulis masalah, dan menempatkan

daftar langkah-langkah di tempat yang menonjol di rumah sampai rutin menjadi

bagian kegiatan rutin dari kehidupan keluarga.

(3) Permainan Suportif dan Pembuatan Waktu Khusus

Orang tua dan anak-anak dapat dilatih dalam prinsip-prinsip bermain

suportif dan dengan anak-anak dan remaja, orang tua dapat diundang untuk

menjadwalkan waktu khusus dengan anak-anaknya. Kedua intervensi ini

memungkinkan orang tua dan anak-anak untuk menggantikan interaksi negatif

secara reguler periodik dalam mengembangkan pola interaksi positif. Di mana

ayah telah menjadi perangkat dengan tugas pengasuhan anak, mengundang

mereka untuk menjadwalkan periode waktu yang teratur khusus atau bermain

(8)

Disampaikan dalam Seminar Internasional Malindo 3 dengan Tema ͞The Heart and Soul Of Counseling: A Reflection͟. Magelang, 29-31 Mei 2013, ISBN: 979-25780-2-1.

8 positif dengan anak dan mengurangi tuntutan anak pada kedua orang tuanya.

Orang tua perlu dilatih bagaimana cara menyelesaikan episode bermain suportif

dan pembuatan waktu khusus dengan meringkas apa yang orang tua dan anak

lakukan bersama dan berapa banyak orang tua menikmatinya. Hal ini akan

berjalan produktif bila mengundang orang tua untuk melihat episode ini sebagai

kesempatan untuk memberikan pesan kepada anak bahwa mereka berada

dalam kendali atas apa yang terjadi dan bahwa orang tua suka berada bersama

mereka. Anjurkan orang tua untuk dapat meramalkan pelanggaran aturan dan

upaya pencegahannya. Pada akhirnya, orang tua diajak untuk melihat berapa

banyak mereka dapat menikmati kebersamaan dengan anak-anaknya.

(4) Sistem Penghargaan

Sistem penghargaan mencakup menyetujui sejumlah kecil target perilaku

positif dan sistem untuk memonitoring dan memberi penghargaan ini secara

teratur. Bagi pra-remaja, bintang grafik dapat digunakan sebagai bagian dari

program tersebut dan ketika anak terakumulasi sejumlah bintang tersebut dapat

ditukar dengan hadiah nyata dan penghargaan, seperti perjalanan ke taman atau

cerita pengantar tidur tambahan. Dengan remaja, sistem poin dapat digunakan.

Poin berikut mungkin diperoleh dengan melakukan perilaku dan titik-titik tertentu

yang mungkin akan hilang akibat melanggar aturan. Secara harian atau

mingguan, poin dapat ditukarkan sesuai dengan daftar yang disepakati sebagai

hak istimewanya.

PENUTUP

Korban utama dari tingginya konflik peran ganda seorang ibu bekerja

adalah anak. Oleh karena itu diperlukan peran ayah atau suami dalam

pemahaman kontekstual konflik peran dan pengasuhan. Bagi seorang anak,

sekolah adalah lingkungan kedua setelah keluarga. Upaya yang sebaiknya

dilakukan oleh sekolah ada dua yaitu upaya preventif dan kuratif. Upaya preventif

dapat dilakukan dengan memberikan bimbingan klasikal maupun kelompok.

Upaya kuratif yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan konseling keluarga

(9)

Disampaikan dalam Seminar Internasional Malindo 3 dengan Tema ͞The Heart and Soul Of Counseling: A Reflection͟. Magelang, 29-31 Mei 2013, ISBN: 979-25780-2-1.

9 Daftar Pustaka

Carr, Alan. 2006. Family Therapy (Concept, Proces, and Practice). England: John Wily & Sons Ltd.

Cheryl, Guehler; Ambika, Krishnakumar; Anthony, Gaye, et.al. 1998. Interparental conflict styles and youth problem behaviors: A two-sample replication study buehler journal of Marriage and the Family; Feb 1998; 60, 1; proquest Sociology Pg. 119.

Christine, Oktorina, M., Mula Indah., 2010. Pengaruh Konflik Pekerjaan dan Konflik keluarga terhadap Kinerja dengan Konflik Pekerjaan Keluarga sebagai Intervening Variabel. (Studi pada Dual Career Couple di Jabodetabek). Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan Vol 12. No 2, September 2010, 121 – 132.

Cinamon, Rachel. 2009. Role Salience, Social Support, and Work Family Conflict Among Jewish and Arab Female Teachers in Israel. Journal of Career Development http://jcd.sagepub.com/content/36/2/139. The online version of this article can be found at: DOI: 10.1177/0894845309345849. Journal of Career Development 2009 36: 139

Joana marina, Vieria; Marisa, Avila; dan Paula Mena,Matos. 2012. Attachment and Parenting: The Mediating Role of Work-Family Balance. Family Relations; Feb 2012; 61, 1; ProQuest Sociology pg. 31.

Nyoman Saskara, Ida Ayu; Pudjiharjo; Maskie, Ghozali; Suman, Agus.2011. Tinjauan Perpekstif Ekonomi dan non Ekonomi Perempuan Bali yang Bekerja di Sektor Publik: Studi Konflik Peran. Jurnal Aplikasi Manajemen. Volume 10. nomor 3/september 2012.

O’Donnel, ellen; Moreau, Melissa; Cardemil; Esteben; Pollastri, Alisha. 2007. Interparental Conflict, Parenting, and Childhood Depression in a Diverse Urban Population: The Role of General Cognitive Style Anthropological Quarterly; Winter 2007; 80, 1; ProQuest Sociology.

Rowat and Rowat, 1990. Bila Suami Istri Bekerja. Yogyakarta : Kanisius.

Shrefflera, Karina; Meadowsa, Meagan P; davisb, Kelly. Firefighting and fathering: work-family conflict, parenting stress, And satisfaction with parenting and child behavior. Fathering, Vol. 9, No. 2, Spring 2011, 169-188. by the Men’s Studies Press, LLC. All rights reserved.

(10)

Disampaikan dalam Seminar Internasional Malindo 3 dengan Tema ͞The Heart and Soul Of Counseling: A Reflection͟. Magelang, 29-31 Mei 2013, ISBN: 979-25780-2-1.

Referensi

Dokumen terkait

Daya saing jagung yang diperoleh masih rendah disebabkan dampak kebijakan pemerintah terhadap input-output (subsidi pupuk, tarif impor jagung dan penetapan harga

(9) Variabel FACR secara parsial mempunyai pengaruh positif yang tidak signifikan terhadap ROA pada pada Bank Umum Swasta Nasional Devisa periode triwulan I tahun

1) Media yang akan digunakan oleh guru harus sesuai dan diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Media tidak digunakan sebagai alat hiburan, atau tidak

Konsep dasar dari penulisan ini adalah menerangkan bagaimana cara pembuatan sebuah Website sebagai salah satu sarana untuk menginformasikan obyek-obyek wisata, dalam hal ini

Hasil yang diharapkan dari penulisan tugas akhir ini adalah diperolehnya suatu perencanaan layanan MMS pada jaringan Bakrie Telecom dan dapat dijadikan rekomendasi kebutuhan

Dalam hal ini perlu adanya perubahan sosial yang memberi arah bahwa pendidikan merupakan pendekatan dasar dalam proses perubahan, untuk itu

Berdasarkan analisa multiple regression diketahui bahwa idealized influence, intellectual stimulation, dan laissez-faire berpengaruh signifikian pada cognitive dan relational

Untuk mengevaluasi kinerja fasilitas kerb kedatangan sesuai dengan standar yang dikeluarkan oleh IATA, maka diperlukan data penumpang yang tiba di area kerb keberangkatan