BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tebu merupakan tanaman yang ditanam untuk bahan
baku gula dan vetsin. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim
tropis. Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak
ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia
tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatra. Luas dari
perkebunan tebu di Indonesia mencapai 398.260 ha (BKPM, 2008). Dari
proses pembuatan tebu tersebut akan dihasilkan gula 5%, ampas tebu 90%
dan sisanya berupa tetes (molasse) dan air (Enny, 2010).
Ampas tebu merupakan salah satu bahan baku pembuatan bioetanol yang mengandung selulosa. Disamping itu pemanfaatan ampas tebu masih dalam proses pengembangan, biasanya ampas tebu digunakan untuk bahan bakar, bahan baku untuk kertas, ahan baku industri kanvas rem, industri jamur dan lain-lain. Ampas tebu termasuk biomassa yang mengandung lignoselulosa sangat dimungkinkan untuk dimanfaatkan menjadi sumber energi alternatif seperti bioetanol atau biogas. Ampas tebu memiliki kandungan selulosa 52,7%, hemiselulosa 20,0%, dan lignin 24,2% (Samsuri et al., 2007).
Bioetanol adalah salah satu bentuk energi terbaharui yang dapat diproduksi dari tumbuhan. Bioetanol dapat dibuat dari tanaman-tanaman yang umum, misalnya tebu, kentang, singkong, dan jagung. Krisis energi yang melanda saat ini merupakan akibat dari penggunaan energi fosil yang terlalu berlebihan sehingga cadangan energi yang tersedia semakin sedikit. Salah satu solusi mengatasinya adalah mengembangkan energi terbarukan yang dihasilkan berasal dari pemanfaatan limbah.
Delignifikasi selulosa dengan menggunakan cairan ionik lebih efektif dibandingkan tanpa cairan ionik. Ionic liquid (IL) atau cairan ionik adalah garam yang pada suhu kamar berbentuk cair. Hal ini disebabkan cairan ionik telah menurunkan derajat kristalinitas dan meningkatkan porositas sampel sehingga lebih mudah mendelegnifikasi selulosa.
Cairan ionik umumnya dapat digunakan pada suhu kamar dan tidak
menghasilkan reaksi samping yang bersifat toksik. Cairan ionik kolin
klorida (Trimethyl(2- hydroxyethyl) ammonium chloride) mempunyai
tingkat toksiksitas yang rendah, biodegradable, dapat dinyatakan sebagai
asam lemah. Riset-riset yang ada saat ini belum melaporkan aplikasi cairan
ionik terhadap lignoselulosa dari ampas tebu. Uraian-uraian diatas menjadi
tantangan untuk mempelajari delignifikasi lignoselulosa ampas tebu
menggunakan cairan ionik. Dapat dilihat pada Tabel 1.1 menunjukkan hasil
penelitian terdahulu tentang delignifikasi menggunakan cairan ionic.
Tabel 1.1 Data hasil penelitian tentang delignifikasi menggunakan cairan
ionik yang berasal dari amina alkanol (monoethanol amina, MEA) dan dasar super organik (1,8-diazabicyclo- [5.4.0 ] -undec-7-ena, DBU) dengan dua gas asam yang berbeda (CO2 dan
SO2)
Kayu yang telah di delignifikasi menggunakan MEA-SO2 -SIL
Tabel 1.1 Data hasil penelitian tentang delignifikasi menggunakan cairan ionik (Lanjutan)
No. Bahan/Metode /Produk
Proses Hasil Nama Peneliti
/Tahun dari partikel larut dengan
penambahan air (20% berat cairan ionik) diikuti dengan
penyaringan atau sentrifugasi.
Kayu pinus yang telah didelignifikasi 5% berat lignin, kolin asetat [Cho] [OAc] dilarutkan dalam 1-etil-3-
metilimidazolium asetat selama 17 jam
Fangchao Cheng, Hui Wang, Gregory Cha tel, Gabriela Gurau,
Jerami padi yang telah didelignifikasi 32% berat selulosa, 20% berat
hemiselulosa, dan 18% berat lignin
Berdasarkan hasil-hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa SIL MEA-SO2 terbukti lebih efisien dan lebih baik sebagai pelarut untuk
menghilangkan lignin, tapi memiliki harga yang mahal. Kemudian cairan ionik (kolin asetat ([Cho] [OAc]) bersifat biodegradable namun memiliki kekurangan yaitu kurang cepat sebagai bahan pelarut dalam proses delignifikasi. Sedangkan [C2mim] OAc adalah pelarut yang baik untuk
kayu. Kekurangan dari penelitian-penelitian sebelumnya menjadi kelemahan dalam proses delignifikasi, dan akan diperbaiki dalam penelitian ini.
Ampas tebu mempunyai potensi untuk digunakan sebagai sumber glukosa melalui proses hidrolisis dengan asam atau enzim. Larutan gula yang dihasilkan selanjutnya dapat dikonversi menjadi berbagai prosuk seperti alkohol yang mempunyai nilai ekonomis yang jauh lebih tinggi. Hidrolisis lignoselulosa dengan asam encer adalah yang paling umum diaplikasikan untuk mendapatkan gula .
Hidrolisis asam encer dilakukan menggunakan asam mineral seperti H2SO4 dan HCl, pada suhu antara 120-200 oC (Taherzadeh dan Karimi,
2007). Proses hidrolisis berbahan lignoselulosa yang telah dilakukan antara lain hidrolisis biji nangka menggunakan larutan HCl 0,1 N mendapatkan gula 9,84 mg/ml (Maryudi, 2009). Hidrolisis serbuk gergaji menggunakan larutan H2SO4 0,5% mendapatkan gula dengan kadar 11,53 mg/ml
(Sediawan, dkk, 2010). Dari hidrolisis asam memiliki kelemahan antara lain adalah membutuhkan waktu yang lebih lama, rendahnya laju hidrolisis dan jumlah glukosa yang dihasilkan sedikit
Penelitian yang telah dilakukan mengenai aplikasi cairan ionik dalam produksi bioalkohol menunjukkan bahwa cairan ionik berperan sebagai pelarut dalam proses hidrolisa lignoselulosa dan selulosa. Pelarutan selulosa dan lignoselulosa dalam cairan ionik mampu mempercepat reaksi hidrolisa dan meningkatkan konversi selulosa dan lignoselulosa menjadi gula.
Beberapa kajian hidrolisis menggunakan cairan ionik telah dilaporkan seperti ditunjukkan dalam Tabel 1.2.
Tabel 1.2 Data Hasil Penelitian Tentang hidrolisis dengan menggunakan cairan ionik.
Kristalinitas dari selulosa menjadi lebih rendah (dari 63,39% sebelum pengolahan awal menjadi 59 dan 36% setelah pengolahan awal), dan memperkecil ukuran partikel TKKS (dari 63,55 nm sebelum meningkatkan kadar glukosa yang dihasilkan dari proses hidrolisis enzimatik. Hasil glukosa selama 48 jam hidrolisis enzimatik sebesar 1,280 mg/mL
(menggunakan TKKS-treated-[cis-Ol-Imz-CH3COO]) > 1,172
mg/mL (menggunakan TKKS-treated-[cis-Ol-Imz-SCN] > 1,098 mg/mL (menggunakan TKKS-treated-[cis-Ol-Imz-I]) > 0,431 mg/mL
Sintesis [BMIM]bromida dengan menggunakan metode
konvensional membutuhkan waktu reaksi 8 jam pada temperatur 90°C dan waktu kontak 20 jam
menunjukkan bahwa cairan ionik mempunyai reusabilitas hingga 3 kali dengan selulosa sebelum perlakuan mempunyai nilai LOI (Lateral Order Indeks) tinggi yaitu 1,0642 sedangkan selulosa tanpa perlakuan adalah 0,750.
Tabel 1.2 Data Hasil Penelitian Tentang hidrolisis dengan menggunakan cairan ionic (Lanjutan)
No Bahan/Metode /Produk
Proses Hasil Nama
Peneliti /Tahun
3. Bagas / hidrolisis/
biomassa
Dengan melakukan pengolahan awal biomassa bagas
menggunakan garam fatty imidazolinium untuk
meningkatkan hidrolisis enzimatik selulase.
Hasil glukosa selama 48 jam hidrolisis enzimatik sebesar 2,282 mg/ml menggunakan [c-Oim](CH3COO) >1,77 mg/ml
dengan yield glukosa meningkat 25,7% dari sebelum dilakukan pengolahan awal.
Noor Azizah/ 2014
Berkaitan dengan hasil penelitian di atas, masih terdapat beberapa kekurangan yang perlu diperbaiki antara lain: cairan ionik 1-butil-3-metil imidazolium bromida dan selulase yang harus di sintesis terlebih dahulu, bersifat toksik dan waktu hirolisis yang cukup lama.
Kelebihan cairan ionik dibanding pelarut lain adalah tidak menguap dan polaritasnya dapat didesain menurut kebutuhan. Hal ini dapat meningkatkan selektifitas cairan ionik sebagai pelarut terhadap alkohol. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik melakukan penelitian yang berjudul “PROSES DELIGNIFIKASI DAN HIDROLISIS LIGNOSELULOSA AMPAS TEBU MENGGUNAKAN SISTEM CAIRAN IONIK KOLIN KLORIDA”.
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui bagaimana pengaruh cairan ionik kolin klorida yang
digunakan dalam proses delignifikasi dan hidrolisis ampas tebu.
2. Menentukan kondisi terbaik dari delignifikasi dan hidrolisis ampas
tebu.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian delignifikasi ini adalah: 1. Menambah wawasan tentang proses delignifikasi dan hidrolisis
ampas tebu dengan menggunakan cairan ionik kolin klorida.
2. Memanfaatkan limbah ampas tebu untuk dijadikan sesuatu yang
lebih bernilai.
3. Cairan ionik berbasis garam kolin klorida ini diharapkan mampu
melarutkan biomassa dengan lebih baik dan dapat menggantikan
pelarut yang saat ini digunakan. Sehingga dapat mengurangi biaya
produksi dan dapat mengurangi tingkat pencemaran lingkungan.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Adapun ruang lingkup dari penelitian ini adalah : a. Ampas tebu yang digunakan dari PTPN 2
b. Cairan ionik yang digunakan adalah kolin klorida
c. Jumlah ampas tebu yang digunakan adalah 30 gram
d. Variabel dalam proses delignifikasi yang dilakukan adalah :
1. Jumlah ChCl : 10%, 15% dan 20% (dari berat
ampas tebu)
2. Jumah NaOH 1N : 6% (dari berat ampas tebu)
(Ferdin Oktavianus, 2013) 3. Waktu : 30 menit, 60 menit dan 90 menit
4. Temperatur : 130 °C
e. Analisa dalam proses delignifikasi yang dilakukan adalah uji
g. Variabel dalam proses hidrolisis yang dilakukan adalah :
1. Jumlah ChCl : 10%, 15%, 20% (dari berat selulosa
hasil delignifikasi)
2. Jumlah H2SO4 1N : 10 % (dari berat selulosa hasil
delignifikasi) (Ferdin oktavianus, 2013)
3. Waktu : 30 menit, 60 menit dan 90 menit
4. Temperatur : 105 °C
h. Analisa yang dilakukan analisa kadar glukosa menggunakn