i
BANJIR TAHUNAN SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI BENGAWAN
SOLO HULU 3 DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
ANNUAL FLOOD ON BENGAWAN SOLO HULU 3 WATERSHED
BY GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM
SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun oleh:
SIGIT JADMIKO
NIM I 0108143
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
commit to user
commit to user
ii
commit to user
iii
commit to user
iv
commit to user
v
ALLAH .
Ibu, yang selalu menyayangi ku.
Ayah, atas keringat dan kerja kerasnya. Saudara kandung ku satu satunya.
Seseorang yang telah menunggu ku, yang senantiasa memberikan support untuk ku.
Rekan rekan panitia Kejuaraan Nasional Karate Antar Mahasiswa, Sebelas Maret Cup VII yang telah memberikan pengalaman berharga.
Rekan rekan UKM INKAI UNS.
Bu Rintis atas ilmu, kesabaran dan motivasi yang telah beliau berikan, dan Pak Agus Saido atas arahan dan ilmu yang berguna.
Teman-teman Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret angkatan 2008. Teman-teman EC.
commit to user
commit to user
vi Sigit Jadmiko, Rr. Rintis Hadiani, dan Agus P. Saido. 2013. Banjir Tahunan Sub Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo Hulu 3 Dengan Sistem Informasi Geografis. Skripsi. Jurusan Teknik Sipil. Fakultas Teknik. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Banjir merupakan debit aliran sungai yang lebih besar dari biasanya akibat hujan di suatu tempat secara terus-menerus sehingga tidak tertampung oleh alur sungai, melimpah keluar dan menggenangi daerah sekitarnya. Pemetaan potensi banjir dapat memberikan informasi dan melakukan langkah antisipasi. Salah satu cara untuk melakukan pemetaan adalah dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Sistem Informasi Geografis adalah teknologi informasi yang dapat menganalisis, menyimpan, dan menampilkan data spasial dan non-spasial. SIG mengkombinasikan kekuatan (fungsionalitas) perangkat lunak berbasis data relasional (DBMS) dan paket perangkat lunak CAD.
Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo Hulu 3 terdiri dari 7 sub DAS. Ketujuh sub DAS tersebut adalah sub DAS Keduang, sub DAS Tirtomoyo, sub DAS Temon, sub DAS Bengawan Solo Hulu, sub DAS Alang, sub DAS Ngunggahan, dan sub DAS Wuryantoro. Tiap sungai dari ketujuh sub DAS tersebut bermuara ke dalam Waduk Wonogiri. Sehingga diperlukan analisis banjir tahunan dan sekaligus pemetaan sub DAS yang berpotensi menimbulkan banjir. Hujan 2 hari berurutan (hujan 2 harian) berpotensi menimbulkan banjir. Penelitian ini menganalisis besaran banjir berdasarkan hujan 2 harian tersebut. Hujan 2 harian diasumsikan terdistribusi selama 8 jam, 4 jam hari pertama dan 4 jam hari kedua. Kondisi paling ekstrim terjadi 4 jam hari pertama kemudian disusul 4 jam hari kedua. Berdasarkan data historis 10 tahun didapat banjir periode ulang 2, 5, 10, dan 20 tahunan (Q2, Q5, Q10, Q20). Banjir periode ulang diperoleh dengan metode Hidrograf satuan sintetik Nakayasu. Hasil perhitungan debit banjir dari database
excel selanjutnya dikoneksikan dengan database ArcGis dengan membuat koneksi data source (ODBC) dan OLE DB Connection pada ArcCatalog. Gradasi warna dalam ArcGis menunjukkan potensi banjir.
Hasil analisis menunjukkan bahwa hujan 2 harian berpotensi menimbulkan banjir berkisar Q2, Q5, Q10, dan Q20 di tiap sub DAS. Banjir terbesar berpotensi terjadi pada bulan Desember. Kata Kunci : banjir tahunan, periode ulang, hujan 2 harian, sub DAS Bengawan Solo Hulu 3, Sistem Informasi Geografis.
commit to user
commit to user
vii Sigit Jadmiko, Rr. Rintis Hadiani, and Agus P. Saido. 2013. Annual Flood on Bengawan Solo Hulu 3 Watershed by Geographic Information System. Skripsi. Departement of Civil Engineering. Engineering Faculty. Sebelas Maret University. Surakarta.
Flood is the river flow which is greater than usual that caused by continuous rainfall in a place so that the river cannot accommodate it. The water overflows and inundates on the surrounding area. Mapping of flood potential area can give information and anticipation. One of mapping methods can be done by employing Geographic Information System (GIS). Geographic Information System is technology of information that can be used to analyze, to save, and to show spatial data and non spatial data. GIS is combines function of database relational (DBMS) and CAD software.
Bengawan Solo Hulu 3 watershed consists of seven sub watershed. They are Keduang sub watershed, Tirtomoyo sub watershed, Temon sub watershed, Bengawan Solo Hulu sub watershed, Alang sub watershed, Ngunggahan sub watershed and Wuryantoro sub watershed. Each river of the seven sub watersheds flows to Wonogiri reservoir. So,the analysis and mapping flood of each sub watershed is needed to give information and anticipation. Raining for two days in a series (2 daily rainfalls) is potential cause of flood. This research is the analysis of flood mulberry based on 2 daily rainfalls. 2 Daily rainfalls is assumed to distributing for 8 hours, 4 hours at the first day and 4 hours at the second day. The extremist condition is rainfall 4 hours in the first day and then continuous 4 hours in the second day. Based on historical data for 10 years, we know that flood return period happens in 2, 5, 10, and 20 years (Q2, Q5, Q10, Q20). All of them are derived by Nakayasu syntethic unit hidrograf. The counting result of flood discharge from excel database is connected to ArcGis database by making data source (ODBC) connection and OLE DB Connection in the ArcCatalog. The gradient colors in ArcGis shows flood potential.
The result shows that 2 daily rainfalls potential to cause flood on return period 2, 5 10, and 20 years at each sub watershed. The biggest flood potential occurs in Desember.
Keyword : annual flood, return period, 2 daily rainfall, Bengawan Solo Hulu 3 watershed, Geographic Information System.
commit to user
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH atas limpahan rahmat dan hidayah-NYA
Banjir Tahunan Sub Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo Hulu 3 Dengan Sistem Informasi Geografis guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penyusunan tugas akhir ini dapat berjalan lancar tidak lepas dari bimbingan, dukungan, dan motivasi dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak dan Ibu yang telah membiayai dan memberikan motivasi.
2. Segenap Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Segenap Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Dr. Ir. Rr. Rintis Hadiani, M.T. selaku dosen pembimbing I. 5. Ir. Agus P. Saido, M.Sc selaku dosen pembimbing II. 6. Wibowo, ST, DEA selaku dosen pembimbing akademik. 7. Dosen Penguji skripsi.
8. Segenap Bapak dan Ibu dosen pengajar di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
9. Rekan-rekan mahasiswa Jurusan Teknik Sipil.
10.Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis dengan tulus ikhlas.
Penulis menyadari tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan di masa mendatang dan semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Surakarta, Januari 2013
Penulis
commit to user
commit to user
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL ... xv
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah... 3 1.3 Batasan Masalah ... 3 1.4 Tujuan Penelitian ... 4 1.5 Manfaat Penelitian ... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI ... 5
2.1 Tinjauan Pustaka ... 5
2.2 Dasar Teori ... 6
2.2.1 Daerah Aliran Sungai ... 6
2.2.2 Hujan ... 7
2.2.3 Kualitas Data Hujan ... 7
2.2.4 Karakteristik Hujan ... 8
2.2.5 Pengukuran Dispersi ... 10
2.2.6 Perhitungan Hujan Periode Ulang ... 11
2.2.6.1 Distribusi Normal ... 11
2.2.6.2 Distribusi Gumbel ... 12
2.2.6.3 Distribusi Log Normal ... 14
2.2.6.4 Distribusi Log Pearson III ... 15
2.2.7 Koefisien Pengaliran ... 17 2.2.8 Uji Kecocokan ... 18
commit to user
commit to user
x
2.2.9 Hidrograf Satuan Sintetik ... 20
2.2.9.1 Metode Nakayasu ... 20
2.2.9.2 Metode Tadashi Tanimoto ... 22
2.2.10 Sistem Informasi Geografis ... 23
2.2.10.1 Perkembangan Sistem Informasi Geografis ... 23
2.2.10.2 Konsep Sistem Informasi Geografis ... 24
2.2.10.3 Kemampuan Sistem Informasi Geografis ... 28
2.2.10.4 Peta Digital... 30
2.2.10.5 Sistem Manajemen Basis Data (DBMS) ... 31
BAB 3 METODE PENELITIAN ... 34
3.1 Lokasi Penelitian ... 35
3.2 Data ... 35
3.3 Peralatan yang digunakan ... 36
3.4 Tahapan Penelitian... 36
3.4.1 Pengolahan Data Hujan ... 36
3.4.2 Pengolahan peta dasar, peta tata guna lahan, dan peta stasiun hujan ... 36
3.4.3 Pengolahan hujan periode ulang ... 36
3.4.4 Pengolahan hidrograf debit ... 37
3.5 Pembuatan koneksi database excel ke dalam ArcGis dan Pengaturan Symbology ... 37
3.6 Penyajian Hasil ... 37
3.7 Diagram alir penelitian ... 38
BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 41
4.1 Pengolahan data spasial ... 41
4.1.1 Penyuntingan peta kontur dan sungai ... 41
4.1.2 Pembuatan batas sub daerah aliran sungai... 45
4.1.3 Pembuatan polygon Thiessen... 46
4.1.4 Perhitungan luas tata guna lahan ... 47
4.1.5 Perhitungan parameter fisik DAS ... 48
4.2 Pengolahan data hidrologi ... 48
4.2.1 Uji kepanggahan ... 48
4.2.2 Perhitungan Koefisien Thiessen ... 50
4.2.3 Perhitungan Hujan Daerah ... 51
4.2.4 Perhitungan parameter statistik ... 52
4.2.5 Uji Chi Kuadrat dan Smirnov Kolmogorov ... 54
4.2.6 Perhitungan Koefisien Limpasan ... 56
4.2.7 Perhitungan Banjir Kala Ulang ... 56
xi
4.2.8.1 Distribusi Hujan Nakayasu 4 Jam - Jaman ... 59
4.2.9 Distribusi Hujan Tadashi Tanimoto ... 61
4.2.9.1 Debit Banjir Hujan 2 Harian Tahunan Maksimum ... 61
4.2.9.2 Debit Banjir Hujan 2 Harian Bulanan Maksimum ... 64
4.2.10 Perhitungan Hidrograf Nakayasu ... 64
4.3 Pembuatan Koneksi Database ... 65
4.3.1 Pembuatan Data Source ... 65
4.3.2 Pembuatan Database Connection pada ArcCatalog ... 66
4.3.3 Penyusunan Dokumen Excel ... 67
4.3.4 Pembuatan Peta Potensi Banjir ... 67
4.3.4.1 Penggabungan tabel ke dalam atribut tabel sebuah layer ... 67
4.3.4.2 Penentuan Symbology ... 68
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 74
5.1 Kesimpulan ... 74
5.2 Saran ... 74
DAFTAR PUSTAKA ... xvi
commit to user
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2-1. Parameter statistik untuk menentukan jenis distribusi (Bambang Triatmodjo, 2009). ... 10
Tabel 2-2. Nilai variabel reduksi Gauss (Suripin, 2004) ... 12
Tabel 2-3. Reduced Mean (Yn) (Soewarno, 1995) ... 13
Tabel 2-4. Reduced Standard Deviation (Sn) (Soewarno, 1995) ... 14
Tabel 2-5. Reduced Variate (YTr) (Suripin, 2004) ... 14
Tabel 2-6. Variabel standar (k) (Soemarto, 1999) ... 15
Tabel 2-7. Coefficient of Skewness Log Person type III (Asimetri Coefficient Positive) ... 16
Tabel 2-8. Coefficient of Skewness Log Person type III (Asimetri Coefficient Negative) ... 17
Tabel 2-9.Koefisien aliran (Peraturan Menteri, 2009). ... 18
Tabel 2-10. Nilai Chi Kuadrat kritik (Shahin, 1976) ... 19
Tabel 2-11. Nilai cr uji Smirnov Kolmogorov (Shahin, 1976) ... 19
Tabel 2-12. Distribusi hujan Tadashi Tanimoto (Bambang Triatmodjo, 2009) ... 23
Tabel 4-1. Parameter fisik DAS ... 48
Tabel 4-2. Curah Hujan DAS Bengawan Solo Hulu 3 ... 49
Tabel 4-3. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Koefisien Thiessen ... 51
Tabel 4-4. Tabel Perhitungan Hujan Daerah Stasiun Tirtomoyo Sub DAS Keduang ... 52
Tabel 4-5. Perhitungan parameter statistik nilai normal ... 53
Tabel 4-6. Perhitungan parameter statistik nilai logaritma ... 53
Tabel 4-7. Syarat Pemilihan Jenis Distribusi ... 54
Tabel 4-8. Perhitungan Parameter Data Hujan Daerah ... 55
Tabel 4-9. Perhitungan Uji Chi Kuadrat ... 55
Tabel 4-10. Perhitungan parameter logaritma data hujan daerah ... 57
Tabel 4-11. perhitungan hujan periode ulang log pearson III ... 57
Tabel 4-12. Persentase sebaran hujan DAS Bengawan Solo Hulu 3 (Sobriyah, 2003) ... 58
Tabel 4-13. Hasil perhitungan hujan kala ulang Log Pearson III ... 58
Tabel 4-14.Rekapitulasi hasil perhitungan banjir kala ulang ... 61
Tabel 4-15 perhitungan hujan daerah 2 harian tahunan maksimum stasiun hujan Tirtomoyo ... 62
Tabel 4-16. Rekapitulasi hujan daerah 2 harian maksimum tahunan sub DAS Keduang ... 63
Tabel 4-17. distribusi hujan Tadashi Tanimoto (Bambang Triatmodjo, 2009) ... 63
Tabel 4-18. Rekapitulasi hasil perhitungan debit banjir hujan 2 harian ... 64
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1-1. DAS Bengawan Solo Hulu 3 ... 2
Gambar 2-1. Poligon Thiessen ... 9
Gambar 2-2. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu (Wahyu Utomo, 2012) ... 21
Gambar 2-3. Contoh tampilan permukaan bumi dan layer model data vektor (Prahasta, 2009) ... 26
Gambar 2-4. Contoh tampilan permukaan bumi dan layer model raster (Prahasta, 2009) ... 27
Gambar 2-5. Pembagian Sistem Proyeksi UTM (Mutiara Ira, 2004) ... 31
Gambar 3-1. DAS Bengawan Solo Hulu 3 ... 35
Gambar 3-2. Diagram alir penelitian ... 40
Gambar 4-1.Contoh Garis Kontur yang Berpotongan ... 41
Gambar 4-2. Contoh Garis Kontur yang Terputus ... 42
Gambar 4-3. Contoh Garis Kontur yang Sama Tetapi Mempunyai Kode Elevasi yang Berbeda... 42
Gambar 4-4. Contoh Garis Kontur yang Berdiri Sendiri ... 43
Gambar 4-5. Sungai yang Terputus ... 43
Gambar 4-6. Sungai yang Membentuk Poligon Tertutup... 44
Gambar 4-7. Batas sub DAS Bengawan Solo Hulu 3 ... 46
Gambar 4-8. Poligon Thiessen SubDAS Bengawan Solo Hulu 3 ... 47
Gambar 4-9. Tata Guna Lahan Sub DAS Bengawan Solo Hulu 3 ... 47
Gambar 4-10. Tata Guna Lahan Masing masing SubDAS ... 48
Gambar 4-11. Hasil Uji Kepanggahan ... 50
Gambar 4-12 .Grafik Hasil Perhitungan Debit Kala Ulang ... 61
Gambar 4-13. Peta Potensi Banjir Tahunan Berdasarkan Data Hujan Tahun 2001 sampai denganTahun 2010 ... 70
Gambar 4-14. Peta Potensi Banjir Bulanan Berdasarkan Data Hujan Tahun 2001 sampai denganTahun 2010 ... 72
commit to user
commit to user
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Data Curah Hujan
Lampiran B Hasil Perhitungan Koefisien Limpasan Lampiran C Hasil Perhitungan Debit
Lampiran D Dokumen Penyusunan Tabel Koneksi Database
Lampiran E Surat Surat Skripsi
commit to user
commit to user
xv
DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL
P = hujan rerata daerah, P1,P2 n
A1, A An ,
n = jumlah kelas,
xi = tinggi hujan ke-i, = tinggi hujan rerata,
S = standar deviasi,
XT = nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan, X = nilai rata-rata hitung variant,
KT = faktor frekuensi, x = curah hujan rencana,
yn = reduced mean,
Sn = reduced standard deviation, = reduced variate,
Xi = besarnya curah hujan yang mungkin terjadi dengan periode ulang X tahun, k = nilai karakteristik dari distribusi Log Normal,
K = variabel standar untuk nilai X yang besarnya tergantung dari koefisien kemencengan,
2 = nilai Chi-kuadrat terhitung,
Ef = frekuensi yang diharapkan sesuai pembagian kelasnya,
Of = frekuensi terbaca pada kelas yang sama,
N = jumlah sub kelompok dalam satu grup,
Qp = debit puncak banjir, Re = curah hujan efektif,
A = luas DAS,
Tp = waktu dari permulaan banjir sampai puncak hidrograf banjir, T0,3 = waktu dari puncak banjir sampai 0,3 kali debit puncak banjir, tr = satuan waktu dari curah hujan,
= koefisien karakteristik DAS, Qk = debit banjir pada jam ke k,
Ui = ordinat hidrograf satuan (i = 1, 2, 3 .. .n),
Pn = hujan netto dalam waktu yang berurutan (n = 1,2,..n).
commit to user
commit to user
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak tahun 1863 Sungai Bengawan Solo telah menimbulkan banjir di daerah hulu, bahkan saat ini banjir mulai mengancam daerah hilir (Listiya Heri Mularto, 2010). Masih terasa di benak kita banjir besar yang pernah melanda hilir Sungai Bengawan Solo, salah satunya yang terjadi di kota Solo. Pada tahun 2007, terjadi banjir yang menggenangi sebagian besar wilayah kota Solo. Kota Solo dilalui sungai Bengawan Solo yang merupakan sungai terpanjang di Pulau Jawa (600 km) dengan luas DAS 16.100 km2. DAS Bengawan Solo terdiri dari 3 bagian, yaitu sub DAS Bengawan Solo Hulu (6.702 km2), sub DAS Bengawan Solo Hilir (6.273 km2) dan sub DAS Kali Madiun (3.755 km2) (Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo).
Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo Hulu 3 merupakan salah satu bagian dari DAS Bengawan Solo Hulu. DAS Bengawan Solo Hulu 3 ini dibagi menjadi 7 sub DAS, yaitu : sub DAS Keduang, sub DAS Tirtomoyo, sub DAS Temon, sub DAS Wuryantoro, sub DAS Bengawan Solo Hulu, sub DAS Alang dan sub DAS Ngunggahan (Mukhlisin, 2007). Gambar DAS Bengawan Solo Hulu dapat dilihat pada Gambar 1-1. Tiap sungai dari ketujuh sub DAS bermuara ke Waduk Wonogiri.
commit to user
commit to user
2
Sumber: The Study on Counter Measures for Sedimentation in the Wonogiri Multipurpose Dam (2007)
Gambar 1-1. DAS Bengawan Solo Hulu 3
Hujan 2 hari berurutan (hujan 2 harian) berpotensi menimbulkan banjir. Penelitian ini menganalisis besaran banjir berdasarkan hujan 2 harian tersebut. Hujan di DAS Bengawan Solo terdistribusi 4 jam (Sobriyah, 2003). Hujan 2 harian dalam penelitian ini diasumsikan terdistribusi selama 8 jam, 4 jam hari pertama dan 4 jam hari kedua. Kondisi paling ekstrim terjadi 4 jam hari pertama kemudian disusul 4 jam hari kedua. Distribusi hujan 8 jam menggunakan metode Tadashi Tanimoto.
Penelusuran banjir merupakan prosedur untuk menentukan hidrograf banjir. Penelusuran banjir banyak dilakukan dalam studi pengendalian banjir yang meliputi analisis penelusuran banjir di sepanjang sungai atau waduk. Apabila hidrograf sebelah hulu diketahui, maka hidrograf sebelah hilir dapat dihitung (Bambang Triatmodjo, 2009).
Penelitian tentang banjir tahunan yang terjadi di DAS Bengawan Solo Hulu pernah dilakukan secara parsial. Penelitian dilakukan pada salah satu sub DAS. Penelitian ini mencoba menghitung debit banjir di tiap sub DAS yang termasuk dalam DAS Bengawan Solo Hulu 3. Penelitian ini dilakukan secara global (menyeluruh) meliputi ketujuh sub DAS. Potensi banjir yang terjadi selanjutnya
commit to user
commit to user
3 dikoneksikan dengan ArcGis untuk mendapatkan peta potensi banjir berdasarkan periode ulang.
Dewasa ini Sistem Informasi Geografis tidak hanya bertindak sebagai tool
pembuat peta. Tetapi Sistem Informasi Geografis mampu mengolah data spasial dan non-spasial. Analisis spasial menggunakan fungsi pengukuran dan
proximity. Fungsi pengukuran dilakukan untuk menghitung parameter fisik DAS dan luas tata guna lahan. Sedangkan analisis proximity digunakan untuk pembuatan poligon Thiessen. Salah satu kemampuan SIG untuk analisis non spasial adalah fungsionalitas yang memungkinkan pengguna untuk berkomunikasi dengan basis data lain, misalnya driver ODBC (Prahasta, 2009). Sehingga basis data (atribut) SIG dapat dihubungkan dengan berbagai program
database melalui OLE DBConnection pada ArcCatalog. Salah satunya database
excel (Monica Pratt, 2004).
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Sub DAS mana saja yang merupakan daerah yang berpotensi terjadi banjir pada DAS Bengawan Solo Hulu 3?
b. Banjir periode ulang berapakah yang terjadi di 7 sub DAS pada DAS Bengawan Solo Hulu 3?
1.3 Batasan Masalah
Pada penelitian ini, penyusun membatasi pada hal-hal sebagai berikut : a. Penelitian dilakukan di DAS Bengawan Solo Hulu 3,
b. Data hujan yang digunakan adalah data pada tahun 2001-2010 (10 tahun), c. Jenis data yang digunakan adalah data hidrologi dan data grafis sekunder, d. Penelusuran banjir dilakukan pada periode ulang 2, 5, 10 dan 20 tahun, e. Peta dasar yang digunakan merupakan peta digital dari peta rupa bumi
Indonesia produksi Bakosurtanal,
f. Software yang digunakan adalah ArcGIS 9.2 buatan ESRI, g. Perhitungan debit dilakukan dengan hidrograf satuan Nakayasu,
h. Perhitungan distribusi hujan dilakukan dengan metode Tadashi Tanimoto,
commit to user
4 i. Perhitungan banjir berdasarkan debit banjir maksimum,
j. Penentuan sub DAS yang berpotensi menimbulkan banjir berdasarkan banjir kala ulang.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan antara lain :
a. Menghitung debit banjir maksimum di tiap sub DAS Bengawan Solo Hulu 3 dan membuat koneksi database excel dengan database ArcGis,
b. Menentukan periode ulang terjadinya banjir pada sub DAS Bengawan Solo Hulu 3 dan menampilkannya dalam peta dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG).
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah: 1. Manfaat teoritis,
sistem yang diterapkan dalam Sistem informasi Geografis pada lokasi penelitian dapat diaplikaskan di daerah lainnya.
2. Manfaat praktis,
sebagai langkah mitigasi bencana sehingga dapat memberi masukan kepada pengambil keputusan.
commit to user
commit to user
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka
Banjir merupakan debit aliran sungai yang lebih besar dari biasanya akibat hujan di suatu tempat secara terus-menerus sehingga tidak tertampung oleh alur sungai, melimpah keluar dan menggenangi daerah sekitarnya (Peraturan Dirjen RLPS No.4 tahun 2009). Banjir yang terjadi di Bengawan Solo disebabkan oleh hujan 2 harian maksimum tahunan (Ayu Prawesti Nova, 2012). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ayu Prawesti Nova (2012) di sub DAS Bengawan Solo Hulu menunjukkan bahwa hujan 2 harian berpotensi menimbulkan banjir periode ulang 2, 5, dan 10 tahunan.
Untuk mengantisipasi dampak yang lebih besar, perlu dilakukan penelusuran dan sekaligus pemetaan potensi banjir. Penelusuran banjir merupakan suatu metode yang dilakukan untuk menentukan waktu dan debit aliran (hidrograf) di suatu titik aliran berdasarkan hidrograf sebelah hulu (Bambang Triatmodjo, 2009). Terdapat banyak cara untuk melakukan analisis banjir, salah satunya dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG).
Metode ini pernah dilakukan di DAS Goseng (Seno, 2000), sub DAS Keduang (Rahmawati, 2006), DAS Hadejia- (Yahaya, et. All, 2010), sungai Kalu Gangga (Samarasinghe, et. all, 2010).
Seno (2000) melakukan penelitian dengan tujuan untuk menduga daerah rawan banjir dengan menggunakan SIG. Hasil yang diperoleh berupa peta sebaran daerah rawan banjir dengan periode ulang 2, 5 dan 10 tahun pada DAS Goseng. Rahmawati (2006) menghitung aliran permukaan sub DAS Keduang dengan menggunakan model data raster dalam ArcGis 9.0. Sebelum mengubah data vektor menjadi data raster, terlebih dahulu dilakukan pembakukan peta. Hasil yang diperoleh merupakan aliran permukaan pada sub DAS Keduang yang
commit to user
commit to user
6 secara langsung dapat diketahui dari hasil proses model builder.
Yahaya, et. all (2010) mengintegrasikan SIG dengan analisis keputusan multi kriteria. Hasil yang diperoleh berupa peta daerah rawan banjir yang dapat membantu pengambil keputusan untuk mengantisipasi ancaman bencana. Samarasinghe, et. all (2010) menggunakan SIG untuk memvalidasi model genangan banjir. Penelitian ini mengembangkan dan memvalidasi sistem informasi untuk memprediksi, merencanakan dan memanajemen data citra satelit dengan bantuan peta resiko banjir untuk periode ulang 10, 20, 50, dan 100 tahun.
Dian Oktari (2009) mengintegrasikan basis data Sistem Informasi Geografis,
Microsoft Acces, dan Visual Basic untuk membuat aplikasi radio internet. Lokasi pemasangan radio internet diplot pada peta, sedangkan pengintegrasian menggunakan fasilitas Connection Database yang tersedia dalam ArcCatolog. Monica Pratt (2004) menjelaskan bahwa ArcGis dapat bekerja dengan baik dengan Microsoft Excel. Data nonspasial yang dibuat dan diolah di Excel dapat secara langsung dihubungkan dan ditampilkan dalam ArcGis melalui ArcCatalog. Data tersebut dapat secara langsung ditambahkan ke dalam dokumen peta (table attribute dari sebuah layer) dengan memilih OLE DB Connection.odc.
2.2 Dasar Teori
2.2.1 Daerah Aliran Sungai
DAS dapat diartikan sebagai wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak anak sungai yang bersangkutan, berfungsi untuk menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan ke danau atau laut secara alami, batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah yang masih terpengaruh aktivitas di daratan (Permenhut No. P. 39 / Menhut-II / 2009). Garis batas daerah-daerah aliran yang berdampingan disebut batas daerah pengaliran yang luasnya dapat diperkirakan dengan pengukuran pada peta topografi daerah tersebut (Sosrodarsono dalam Seno, 2000). Sedangkan sub DAS merupakan bagian DAS yang menerima dan mengalirkan air hujan melalui anak sungai ke sungai utama (Permenhut No. P. 39 / Menhut-II / 2009).
commit to user
commit to user
7 Sungai utama adalah sungai terbesar pada DAS yang mengalir ke muara. Panjang sungai adalah panjang yang diukur sepanjang sungai dari muara sampai ujung hulunya (Bambang Triatmodjo, 2009).
2.2.2 Hujan
Menurut Bambang Triatmodjo (2009), Presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan bumi, dapat berupa hujan, hujan salju, kabut, embun dan hujan es . Di Indonesia presipitasi yang paling sering terjadi adalah hujan.
Hujan merupakan sumber utama air yang mengalir ke sungai. Jumlah dan variasi debit pada suatu sungai dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jumlah, intensitas dan distribusi hujan. Dengan kata lain, terdapat hubungan antara debit sungai dan curah hujan yang jatuh pada DAS yang bersangkutan. Sehingga data curah hujan dapat digunakan untuk memperkirakan debit aliran (Bambang Triatmodjo, 2009).
2.2.3 Kualitas Data Hujan
Besaran hujan merupakan variabel terpenting dalam analisis transformasi hujan aliran. Apabila kesalahan yang terjadi pada data hujan terlalu besar, maka hasil analisisnya pun pantas diragukan (Sri Harto, 1993). Sehingga sebelum dianalisis, data hujan harus diuji kualitasnya.
a. Kepanggahan
Menurut Sri Harto (1993), satu seri data hujan untuk suatu stasiun tertentu dimungkinkan tidak panggah. Perlu dilakukan pemanggahan data hujan sebelum dianalisis.
Terdapat 2 metode dalam menguji kepanggahan suatu data hujan, yaitu kurva massa ganda dan RAPS. Penelitian ini menggunakan kurva massa ganda karena menggunakan 3 stasiun hujan (Sri Harto, 2000).
Metode ini menggunakan grafik. Apabila garis hubungan antara data hujan kumulatif di suatu stasiun dengan data hujan kumulatif rerata dari beberapa stasiun terdekat tidak lurus, maka data tersebut harus dikalikan dengan faktor perubahan kemiringan sebelum dan sesudah grafik patah. Cara yang lain adalah melihat nilai determinasi (R2) antar data hujan pada stasiun yang digunakan.
commit to user
commit to user
8 Apabila nilai R2 mendekati satu, data hujan dianggap panggah (Andiek dan Anwar, 2009).
b. Seri data hidrologi
Menurut Bambang Triatmodjo (2009), terdapat 2 metode yang dapat digunakan, yaitu :
1. Partial Duration Series
Metode ini digunakan apabila data tidak tersedia selama 10 tahun secara runtut. Metode ini biasa disebut dengan peaks over treshold, yang berarti data yang besarnya melebihi suatu batas bawah yang telah ditentukan. Sehingga dalam satu tahun terdapat lebih dari satu data yang digunakan, biasanya data dari setiap tahun diambil 2 sampai 5 data tertinggi.
2. Annual Maximum Series
Metode ini digunakan apabila data tersedia selama minimal 10 tahun secara runtut. Metode ini hanya memilih satu data tetinggi setiap tahun. Dengan kata lain, hanya satu data yang diambil setiap tahun. Sehingga apabila terdapat data terbesar kedua pada suatu tahun yang melebihi data maksimum dari tahun yang lain tidak diperhitungkan.
2.2.4 Karakteristik Hujan
Menurut Suripin (2004), data hujan yang diperoleh dari stasiun pencatat curah hujan merupakan hujan titik (point rainfall). Hujan sangat bervariasi terhadap tempat, sehingga data yang tercatat dalam stasiun pencatat curah hujan belum mewakili hujan wilayah yang terjadi pada suatu daerah. Sehingga data hujan yang diperoleh harus diubah menjadi hujan kawasan dengan cara menghitung rata rata curah hujan beberapa stasiun yang terdapat di dalam atau di sekitar kawasan tersebut.
Terdapat 3 metode dalam menghitung hujan kawasan yaitu rata rata aljabar, poligon Thiessen dan Isohyet. Penelitian ini menggunakan metode poligon Thiessen karena metode ini cocok untuk daerah datar dengan luas 500 5.000 dan stasiun hujan yang ada jumlahnya terbatas dibandingkan dengan luasnya (Suripin, 2004).
commit to user
commit to user
9 Metode ini memperhitungkan bobot dari masing masing stasiun yang mewakili daerah sekitarnya. Hujan yang terjadi pada suatu luasan di dalam DAS dianggap sama dengan hujan yang tercatat dalam stasiun. Sehingga data yang tercatat mewakili hujan yang terjadi pada daerah tersebut. Hitungan curah hujan rerata dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh dari tiap stasiun. Contoh poligon Thiessen dapat dilihat pada Gambar 2-1.
Metode poligon Thiessen didasarkan pada persamaan :
n 3 2 1 n n 3 3 2 2 1 1
A
....
A
A
A
P
A
....
P
A
P
A
P
A
P
(2.1) dengan :P = hujan rerata daerah, P1,P2 Pn = hujan pada
Ai, A An
(Bambang Triatmodjo, 2009)
Gambar 2-1. Poligon Thiessen
Metode poligon Thiessen sering digunakan untuk menghitung hujan rerata kawasan. Poligon Thiessen bersifat tetap untuk suatu jaringan stasiun hujan tetentu. Sehingga apabila terjadi perubahan jaringan stasiun hujan, harus dibuat poligon baru.
commit to user
commit to user
10
2.2.5 Pengukuran Dispersi
Dispersi adalah besarnya derajat varian di bawah atau di atas nilai ratanya (Bambang Triatmodjo, 2009). Pengukuran dispersi dimaksudkan untuk menentukan jenis sebaran data yang sesuai dengan data hujan. Pengukuran dispersi terdiri dari perhitungan standar deviasi, koefisien kemelencengan, koefisien variasi dan pengukuran kurtosis (Bambang Triatmodjo, 2009).
Persamaan-persamaan dalam pengukuran dispersi (Bambang Triatmodjo, 2009) adalah : Standar deviasi, (2.2) Koefisien kemelencengan, (2.3) Koefisien variasi
,
(2.4) Koefisien kurtosis, (2.5) dengan: n = jumlah kelas,xi = tinggi hujan ke-i, = tinggi hujan rerata,
S = standar deviasi.
Pengukuran dispersi data berguna dalam menentukan analisis distribusi untuk perhitungan hujan kala ulang. Bambang Triatmodjo (2009) memberikan penentuan jenis analisis distribusi berdasarkan parameter statistik dalam Tabel 2-1.
Tabel 2-1. Parameter statistik untuk menentukan jenis distribusi (Bambang Triatmodjo, 2009).
No Jenis Distribusi Syarat
1 Normal ( ± s) = 68,27 % ( ± 2s) = 95,44 % Cs = 0 Ck = 3 2 Log Normal Cv3+3Cv Cs (ln x) = 0 Cv8+6Cv6+15Cv4+16Cv2+3 Ck (ln x) = 3 3 Gumbell Cs = 1,14 Ck = 5,4
4 Log Pearson III Jika semua syarat tidak terpenuhi X
X
commit to user
commit to user
11
2.2.6 Perhitungan Hujan Periode Ulang
Periode ulang (return period) dapat didefinisikan sebagai waktu hipotetik suatu besaran debit / hujan yang akan disamai atau dilampaui sekali dalam jangka waktu tersebut. Debit / hujan yang diharapkan disamai atau dilampaui satu kali dalam T
tahun dapat diperkirakan berdasarkan data debit / hujan. Selanjutnya debit / hujan tersebut dikenal dengan debit / hujan periode ulang atau debit / hujan T tahunan (Bambang Triatmodjo, 2009).
Perhitungan hujan periode ulang dimaksudkan untuk menghitung hujan rancangan. Hujan rancangan akan digunakan sebagai data masukan untuk perhitungan hidrograf. Perhitungan periode ulang sesuai dengan distribusi data yang sering digunakan dalam bidang hidrologi adalah (Suripin, 2004) :
2.2.6.1 Distribusi Normal
Perhitungan periode ulang distribusi normal menggunakan persamaan (Suripin, 2004):
(2.6) dengan :
XT = nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan, X = nilai rata-rata hitung variant,
KT = faktor frekuensi, nilai KT dapat dilihat pada Tabel 2-2. S = standar deviasi nilai variant.
X
commit to user
commit to user
12 Tabel 2-2. Nilai variabel reduksi Gauss (Suripin, 2004)
NO ulang, T Periode (tahun) Peluang KT 1 1,001 0,999 -3,05 2 1,005 0,995 -2,58 3 1,010 0,990 -2,33 4 1,050 0,950 -1,64 5 1,110 0,900 -1,28 6 1,250 0,800 -0,84 7 1,330 0,750 -0,67 8 1,430 0,700 -0,52 9 1,670 0,600 -0,25 10 2,000 0,500 0 11 2,500 0,400 0,25 12 3,330 0,300 0,52 13 4,000 0,250 0,67 14 5,000 0,200 0,84 15 10,000 0,100 1,28 16 20,000 0,050 1,64 17 50,000 0,020 2,05 18 100,000 0,010 2,33 19 200,000 0,005 2,58 20 500,000 0,002 2,88 21 1000,000 0,001 3,09 2.2.6.2 Distribusi Gumbel
Perhitungan periode ulang distribusi Gumbel menggunakan persamaan (Suripin, 2004) :
x
(2.7)Faktor k diperoleh dari persamaan :
(2.8) dengan :
x = curah hujan rencana, S = standardeviasi sampel, yn = reduced mean (Tabel 2-3),
Sn = reduced standard deviation (Tabel 2-4) = reduced variate (Tabel 2-5)
commit to user
commit to user
13 Tabel 2-3. Reduced Mean (Yn) (Soewarno, 1995)
N Yn n Yn N Yn n Yn 10 0.4592 34 0.5396 58 0.5518 82 0.5572 11 0.4996 35 0.5402 59 0.5518 83 0.5574 12 0.5053 36 0.5410 60 0.5521 84 0.5576 13 0.5070 37 0.5418 61 0.5524 85 0.5578 14 0.5100 38 0.5424 62 0.5527 86 0.5580 15 0.5128 39 0.5430 63 0.5530 87 0.5581 16 0.5157 40 0.5436 64 0.5533 88 0.5583 17 0.5181 41 0.5442 65 0.5535 89 0.5585 18 0.5202 42 0.5448 66 0.5538 90 0.5586 19 0.5220 43 0.5453 67 0.5540 91 0.5587 20 0.5236 44 0.5458 68 0.5543 92 0.5589 21 0.5252 45 0.5463 69 0.5545 93 0.5591 22 0.5268 46 0.5468 70 0.5548 94 0.5592 23 0.5283 47 0.5473 71 0.5550 95 0.5593 24 0.5296 48 0.5477 72 0.5552 96 0.5595 25 0.5309 49 0.5481 73 0.5555 97 0.5596 26 0.5320 50 0.5485 74 0.5557 98 0.5598 27 0.5332 51 0.5489 75 0.5559 99 0.5599 28 0.5343 52 0.5493 76 0.5561 100 0.5600 29 0.5353 53 0.5497 77 0.5563 30 0.5362 54 0.5501 78 0.5565 31 0.5371 55 0.5504 79 0.5567 32 0.5380 56 0.5508 80 0.5569 33 0.5388 57 0.5511 81 0.5570
commit to user
commit to user
14 Tabel 2-4. Reduced Standard Deviation (Sn) (Soewarno, 1995)
N Sn n Sn N Sn N Sn 10 0.9496 33 1.1226 56 1.1696 79 1.1930 11 0.9676 34 1.1255 57 1.1708 80 1.1938 12 0.9933 35 1.1285 58 1.1721 81 1.1945 13 0.9971 36 1.1313 59 1.1734 82 1.1953 14 1.0095 37 1.1339 60 1.1747 83 1.1959 15 1.0206 38 1.1363 61 1.1759 84 1.1967 16 1.0316 39 1.1388 62 1.1770 85 1.1973 17 1.0411 40 1.1413 63 1.1782 86 1.1980 18 1.0493 41 1.1436 64 1.1793 87 1.1987 19 1.0565 42 1.1458 65 1.1803 88 1.1994 20 1.0628 43 1.1480 66 1.1814 89 1.2001 21 1.0696 44 1.1499 67 1.1824 90 1.2007 22 1.0754 45 1.1519 68 1.1834 91 1.2013 23 1.0811 46 1.1538 69 1.1844 92 1.2020 24 1.0864 47 1.1557 70 1.1854 93 1.2026 25 1.0915 48 1.1574 71 1.1863 94 1.2032 26 1.1961 49 1.1590 72 1.1873 95 1.2038 27 1.1004 50 1.1607 73 1.1881 96 1.2044 28 1.1047 51 1.1623 74 1.1890 97 1.2049 29 1.1086 52 1.1638 75 1.1898 98 1.2055 30 1.1124 53 1.1658 76 1.1906 99 1.2060 31 1.1159 54 1.1667 77 1.1915 100 1.2065 32 1.1193 55 1.1681 78 1.1923 Tabel 2-5. Reduced Variate (YTr) (Suripin, 2004)
Periode
Ulang Reduced Variate Periode Ulang Reduced Variate
2 0.3665 100 4.6012 5 1.5004 200 5.2969 10 2.2510 500 6.2149 20 2.9709 1000 6.9087 25 3.1993 5000 8.5188 50 3.9028 10000 9.2121
2.2.6.3 Distribusi Log Normal
Perhitungan periode ulang distribusi Log Normal menggunakan persamaan (Soewarno, 1995):
(2.9) dengan :
Xi = besarnya curah hujan yang mungkin terjadi dengan periode ulang X tahun,
Xrt = curah hujan rata-rata,
commit to user
commit to user
15 k = nilai karakteristik dari distribusi Log Normal (Tabel 2-6),
S = standardeviasi data hujan maksimum. Tabel 2-6. Variabel standar (k) (Soemarto, 1999)
Peluang Kumulatif P (%): P (X< X)
Koefisien 50 80 90 95 98 99
Variasi Periode Ulang (tahun)
(CV) 2 5 10 20 50 100 0.0500 -0.0250 0.8334 1.2965 1.6863 2.1341 2.4570 0.1000 -0.0496 0.8222 1.3078 1.7247 2.2130 2.5489 0.1500 -0.0738 0.8085 1.3156 1.7598 2.2899 2.2607 0.2000 -0.0971 0.7926 1.3200 1.7911 2.3640 2.7716 0.2500 -0.1194 0.7746 1.3209 1.8183 2.4318 2.8805 0.3000 -0.1406 0.7647 1.3183 1.8414 2.5015 2.9866 0.3500 -0.1604 0.7333 1.3126 1.8602 2.5638 3.0890 0.4000 -0.1788 0.7100 1.3037 1.8746 2.6212 3.1870 0.4500 -0.1957 0.6870 1.2920 1.8848 2.6731 3.2799 0.5000 -0.2111 0.6626 1.2778 1.8909 2.7202 3.3673 0.5500 -0.2251 0.6379 1.2613 1.8931 2.7613 3.4488 0.6000 -0.2375 0.6129 1.2128 1.8915 2.7971 3.5211 0.6500 -0.2185 0.5879 1.2226 1.8866 2.8279 3.3930 0.7000 -0.2582 0.5631 1.2011 1.8786 2.8532 3.3663 0.7500 -0.2667 0.5387 1.1784 1.8677 2.8735 3.7118 0.8000 -0.2739 0.5118 1.1548 1.8543 2.8891 3.7617 0.8500 -0.2801 0.4914 1.1306 1.8388 2.9002 3.8056 0.9000 -0.2852 0.4686 1.1060 1.8212 2.9071 3.8137 0.9500 -0.2895 0.4466 1.0810 1.8021 2.9103 3.8762 1.0000 -0.2929 0.4254 1.0560 1.7815 2.9098 3.9035 2.2.6.4 Distribusi Log Pearson III
Perhitungan periode ulang distribusi log pearson III menggunakan persamaan (Suripin, 2004):
(2.10) dengan :
XT = curah hujan rencana, X = curah hujan rata-rata,
K = variabel standar untuk nilai X yang besarnya tergantung dari koefisien kemencengan (Tabel 2-7 dan Tabel 2-8),
S = standardeviasi. X
commit to user
commit to user
16 Tabel 2-7. Coefficient of Skewness Log Person type III (Asimetri Coefficient Positive)
(Australian Rainfall & Runoff, Flood Analysis & Design, The Institute of Engineers, Australia, Page 111)
Year 1.001 1.0526 1.111 1.25 2 5 10 25 50 100 200 1000 Z 99 95 90 80 50 20 10 4 2 1 0.5 0.1 Cs 3.0 -0.667 -0.665 -0.660 -0.636 -0.396 0.420 1.180 2.278 3.152 4.051 4.970 7.150 2.9 -0.690 -0.688 -0.681 -0.651 -0.390 0.440 1.195 2.270 3.134 4.013 4.909 7.030 2.8 -0.714 -0.711 -0.702 -0.666 -0.384 0.460 1.210 2.275 3.114 3.973 4.847 6.920 2.7 -0.740 -0.736 -0.724 -0.681 -0.376 0.479 1.224 2.272 3.093 3.932 4.783 6.790 2.6 -0.769 -0.762 -0.747 -0.696 -0.368 0.499 1.238 2.267 3.071 3.889 4.718 6.670 2.5 -0.799 -0.790 -0.771 -0.711 -0.360 0.518 1.250 2.262 3.048 3.845 4.652 6.550 2.4 -0.832 -0.819 -0.795 -0.725 -0.351 0.537 1.262 2.256 3.023 3.800 4.581 6.420 2.3 -0.867 -0.850 -0.819 -0.739 -0.341 0.555 1.274 2.248 2.997 3.753 4.515 6.300 2.2 -0.905 -0.882 -0.844 -0.752 -0.330 0.574 1.284 2.240 2.970 3.705 4.444 6.170 2.1 -0.946 -0.914 -0.869 -0.765 -0.319 0.592 1.294 2.230 2.912 3.656 4.372 6.040 2.0 -0.990 -0.949 -0.895 -0.777 -0.307 0.609 1.302 2.219 2.912 3.605 4.298 5.910 1.9 -1.037 -0.984 -0.920 -0.788 -0.294 0.627 1.310 2.207 2.881 3.553 4.223 5.780 1.8 -1.087 -1.020 -0.945 -0.799 -0.282 0.643 1.318 2.193 2.848 3.499 4.147 5.640 1.7 -1.140 -1.056 -0.970 -0.808 -0.268 0.660 1.324 2.179 2.815 3.444 4.069 5.510 1.6 -1.197 -1.093 -0.994 -0.817 -0.254 0.675 1.329 2.163 2.780 3.388 3.990 5.370 1.5 -1.256 -1.131 -1.018 -0.825 -0.240 0.690 1.333 2.146 2 .743 3.330 3.910 5.230 1.4 -1.310 -1.168 -1.041 -0.832 -0.225 0.705 1.337 2.128 2.706 3.271 3.828 5.100 1.3 -1.383 -1.206 -1.064 -0.838 -0.210 0.719 1.339 2.108 2.666 3.211 3.745 4.960 1.2 -1.449 -1.243 -1.086 -0.844 -0.195 0.732 1.340 2.087 2.626 3.149 3.661 4.810 1.1 -1.518 -1.280 -1.107 -0.848 -0.180 0.745 1.341 2.066 2.585 3.087 3.575 4.670 1.0 -1.588 -1.317 -1.128 -0.852 -0.164 0.758 1.340 2.043 2.542 3.022 3.489 4.530 0.9 -1.660 -1.353 -1.147 -0.854 -0.148 0.769 1.339 2.018 2.498 2.957 3.401 4.390 0.8 -1.733 -1.388 -1.166 -0.856 -0.132 0.780 1.336 1.993 2.453 2.891 3.312 4.240 0.7 -1.806 -1.423 -1.183 -0.857 -0.116 0.790 1.333 1.967 2.407 2.824 3.223 4.100 0.6 -1.880 -1.458 -1.200 -0.857 -0.099 0.800 1.328 1.939 2.359 2.755 3.132 3.960 0.5 -1.955 -1.491 -1.216 -0.856 -0.083 0.808 1.323 1.910 2.311 2.686 3.041 3.810 0.4 -2.029 -1.524 -1.231 -0.855 -0.066 0.816 1.317 1.880 2.261 2.615 2.949 3.670 0.3 -2.104 -1.555 -1.245 -0.853 -0.050 0.824 1.309 1.849 2.211 2.544 2.856 3.520 0.2 -2.178 -1.586 -1.258 -0.850 -0.033 0.830 1.301 1.818 2.159 2.472 2.763 3.380 0.1 -2.252 -1.616 -1.270 -0.846 -0.017 0.836 1.292 1.785 2.107 2.400 2.670 3.230 0.0 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
commit to user
commit to user
17 Tabel 2-8. Coefficient of Skewness Log Person type III (Asimetri Coefficient Negative)
(Australian Rainfall & Runoff, Flood Analysis & Design, The Institute of Engineers, Australia, Page 111)
Year 1.001 1.053 1.111 1.25 2 5 10 25 50 100 200 1000 Z 99 95 90 80 50 20 10 4 2 1 0.5 0.1 Cs 0.0 -2.326 -1.645 -1.282 -0.842 0.000 0.842 1.282 1.751 2.054 2.326 2.576 3.090 -0.1 -2.400 -1.673 -1.292 -0.836 0.017 0.846 1.270 1.716 2.000 2.252 2.482 2.950 -0.2 -2.472 -1.700 -1.301 -0.830 0.033 0.850 1.258 1.680 1.954 2.178 2.380 2.810 -0.3 -2.544 -1.726 -1.309 -0.824 0.050 0.853 1.245 1.643 1.890 2.104 2.294 2.670 -0.4 -2.615 -1.750 -1.317 -0.816 0.066 0.855 1.231 1.606 1.834 2.029 2.201 2.530 -0.5 -2.686 -1.774 -1.323 -0.808 0.083 0.856 1.216 1.567 1.777 1.955 2.108 2.400 -0.6 -2.755 -1.797 -1.328 -0.800 0.099 0.857 1.200 1.528 1.720 1.880 2.016 2.270 -0.7 -2.824 -1.819 -1.333 -0.790 0.116 0.857 1.183 1.488 1.663 1.806 1.926 2.140 -0.8 -2.891 -1.839 -1.336 -0.780 0.132 0.856 1.166 1.448 1.606 1.733 1.837 2.020 -0.9 -2.957 -1.858 -1.339 -0.769 0.148 0.854 1.147 1.407 1.549 1.660 1.749 1.900 -1.0 -3.020 -1.877 -1.340 -0.758 0.164 0.852 1.128 1.366 1.492 1.588 1.664 1.790 -1.1 -3.087 -1.894 -1.341 -0.745 0.180 0.848 1.107 1.324 1.435 1.518 1.581 1.680 -1.2 -3.149 -1.910 -1.340 -0.732 0.195 0.844 1.086 1.282 1.379 1.449 1.501 1.580 -1.3 -0.321 -1.925 -1.339 -0.719 0.210 0.838 1.064 1.240 1.324 1.383 1.424 1.480 -1.4 -3.271 -1.938 -1.337 -0.705 0.225 0.832 1.041 1.198 1.270 1.318 1.351 1.390 -1.5 -3.330 -1.951 -1.333 -0.690 0.240 0.825 1.018 1.157 1.217 1.256 1.282 1.310 -1.6 -3.388 -1.962 -1.329 -0.675 0.254 0.817 0.994 1.116 1.166 1.197 1.216 1.240 -1.7 -3.444 -1.972 -1.324 -0.660 0.268 0.808 0.970 1.075 1.116 1.140 1.155 1.170 -1.8 -3.499 -1.981 -1.318 -0.643 0.282 0.799 0.945 1.035 1.096 1.097 1.097 1.110 -1.9 -3.553 -1.989 -1.310 -0.627 0.294 0.788 0.920 0.996 1.023 1.037 1.044 1.050 -2.0 -3.605 -1.996 -1.302 -0.609 0.307 0.777 0.895 0.956 0.980 0.990 0.995 1.000 -2.1 -3.656 -2.001 -1.294 -0.592 0.319 0.765 0.869 0.923 0.939 0.946 0.949 0.950 -2.2 -3.705 -2.006 -1.284 -0.574 0.330 0.752 0.844 0.888 0.900 0.905 0.907 0.910 -2.3 -3.753 -2.009 -1.274 -0.555 0.341 0.739 0.819 0.855 0.864 0.867 0.869 0.870 -2.4 -3.800 -2.010 -1.262 -0.537 0.351 0.725 0.795 0.823 0.830 0.832 0.833 0.833 -2.5 -3.845 -2.012 -1.250 -0.518 0.360 0.711 0.771 0.793 0.798 0.799 0.800 0.800 -2.6 -3.889 -2.013 -1.238 -0.499 0.368 0.696 0.747 0.764 0.768 0.769 0.769 0.770 -2.7 -3.932 -2.012 -1.224 -0.479 0.376 0.681 0.724 0.738 0.740 0.740 0.741 0.740 -2.8 -3.973 -2.010 -1.210 -0.460 0.384 0.666 0.702 0.712 0.714 0.714 0.714 0.714 -2.9 -4.013 -2.007 -1.195 -0.440 0.390 0.651 0.681 0.683 0.689 0.690 0.690 0.690 -3.0 -4.051 -2.003 -1.180 -0.420 0.396 0.636 0.660 0.666 0.666 0.667 0.667 0.670 2.2.7 Koefisien Pengaliran
Koefisien pengaliran merupakan angka yang menunjukkan perbandingan antara aliran permukaan dengan curah hujan. Nilai koefisien pengaliran berkisar antara 0
1 (Suripin, 2004). Nilai koefisien pengaliran dapat dilihat pada Tabel 2-9.
commit to user
commit to user
18 Tabel 2-9.Koefisien aliran (Peraturan Menteri, 2009).
No. Deskripsi Permukaan C
1 Kota, jalan aspal, atap genteng 0.7- 0.9
2 Kawasan industry 0.5- 0.9
3 Pemukiman multi unit, pertokoan 0.6- 0.7
4 Kompleks perumahan 0.4- 0.6
5 Villa 0.3- 0.5
6 Taman, pemakaman 0.1- 0.3
7 Pekarangan tanah berat:
a. > 7% 0.25- 0.35
b. 2 - 7% 0.18- 0.22
c. < 2% 0.13- 0.17
8 Pekarangan tanah ringan:
a. > 7% 0.15- 0.2
b. 2 - 7% 0.10- 0.15
c. < 2% 0.05- 0.10
9 Lahan berat 0.4
10 Padang rumput 0.35
11 Lahan budidaya pertanian 0.3
12 Hutan produksi 0.18
2.2.8 Uji Kecocokan
Diperlukan penguji parameter untuk menguji kecocokan distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang diperkirakan dapat mewakili distribusi frekuensi tersebut (Suripin, 2004). Pengujian yang sering dipakai adalah:
a. Chi kuadrat
Pengujiaan chi kuadrat dilakukan dengan menggunakan parameter 2, dengan persamaan :
(2.11) (Bambang Triatmodjo, 2009)
dengan:
2 = nilai Chi-kuadrat terhitung,
Ef = frekuensi yang diharapkan sesuai pembagian kelasnya,
Of = frekuensi terbaca pada kelas yang sama,
N = jumlah sub kelompok dalam satu grup.
Nilai 2 hasil perhitungan harus lebih kecil dari nilai 2 kritis. Nilai 2 kritis telah tersedia dalam bentuk Tabel 2-10.
commit to user
commit to user
19 Tabel 2-10. Nilai Chi Kuadrat kritik (Shahin, 1976)
Derajat 0.2 0.1 0.05 0.01 0.001 1 1,642 2,706 3,841 6,635 10,827 2 3,219 4,605 5,991 9,210 13,815 3 4,642 6,251 7,815 11,345 16,268 4 5,989 7,779 9,488 13,277 18,465 5 7,289 9,236 11,070 15,086 20,517 6 8,558 10,645 12,592 16,812 22,457 7 9,803 12,017 14,067 18,475 24,322 8 11,030 13,362 15,507 20,090 26,125 9 12,242 14,987 16,919 21,666 27,877 10 13,442 15,987 18,307 23,209 29,588 11 14,631 17,275 19,675 24,725 31,264 12 15,812 18,549 21,026 26,210 32,909 13 16,985 19,812 22,362 27,688 34,528 14 18,151 21,064 23,685 29,141 36,123 15 19,311 22,307 24,996 30,578 37,697 b. Smirnov kolmogorov
Pengujian ini dilakukan dengan memperhatikan kurva dan penggambaran data pada kertas probabilitas. Jarak penyimpangan terbesar merupakan nilai maksimum. Nilai maksimum harus lebih kecil dari nilai kritis ( cr, Smirnov Kolmogorov Test) (Bambang Triatmodjo, 2009). Nilai cr ditunjukkan dalam Tabel 2-11.
Tabel 2-11. Nilai cr uji Smirnov Kolmogorov (Shahin, 1976)
0.2 0.1 0.05 0.01 N 5 0,45 0,51 0,56 0,67 10 0,42 0,37 0,41 0,49 15 0,27 0,30 0,34 0,40 20 0,23 0,26 0,29 0,36 25 0,21 0,24 0,27 0,32 30 0,19 0,22 0,24 0,27 35 0,18 0,20 0,23 0,27 40 0,17 0,19 0,21 0,25 45 0,16 0,18 0,20 0,24 50 0,15 0,17 0,19 0,23 n > 50 n 07 , 1 n 22 , 1 n 36 , 1 n 63 , 1
commit to user
commit to user
20
2.2.9 Hidrograf Satuan Sintetik
Hidrograf merupakan kurva yang menggambarkan hubungan antara parameter aliran dan waktu. Parameter tersebut dapat berupa kedalaman aliran (elevasi) dan debit aliran (Bambang Triatmodjo, 2009).
Pada tahun 1932, L.K Sherman mengenalkan konsep hidrograf satuan. Konsep ini sering digunakan untuk mentranformasi hujan menjadi debit aliran. Hidrograf satuan didefisinikan sebagai hidrograf limpasan langsung (tanpa aliran dasar) yang tercatat di ujung hilir DAS yang disebabkan oleh hujan efektif sebesar 1 mm. Hujan tersebut terjadi secara merata di permukaan DAS dengan intensitas tetap pada durasi tertentu.
Apabila tidak tersedia data hidrologi untuk menurunkan hidrograf satuan, maka dapat dibuat hidrograf satuan sintetis berdasarkan karakteristik DAS yang bersangkutan. Terdapat beberapa metode dalam membuat hidrograf satuan sintetis, salah satunya adalah metode Nakayasu.
2.2.9.1 Metode Nakayasu
Hidrograf satuan sintetik Nakayasu dikembangkan berdasarkan beberapa sungai di Jepang (Soemarto, 1987). Hidrograf ini dapat digunakan di Indonesia karena terdapat persamaan karakteristik sungai yang ada di Jepang dan Indonesia. Perhitungan debit dalam hidrograf satuan sintetik Nakayasu berdasarkan luas DAS dan panjang sungai utama.
Persamaan debit puncak dari hidrograf satuan Nakayasu dinyatakan dengan (Bambang Triatmodjo, 2009) :
(2.12) dengan :
Qp = debit puncak banjir (m3/det), Re = curah hujan efektif (1 mm),
Tp = waktu dari permulaan banjir sampai puncak hidrograf banjir (jam), T0,3 = waktu dari puncak banjir sampai 0,3 kali debit puncak banjir (jam), A = luas DAS (km2). Q A Re T T p p 3,6 (0,3 0,3)
commit to user
commit to user
21 Untuk menentukan Tp dan T0,3 digunakan pendekatan persamaan sebagai berikut (Bambang Triatmodjo, 2009) :
Tp = tg + 0,8 tr (2.13)
T0,3 = tg (2.14)
tr = 0,5 tg sampai tg (2.15)
Sedangkan tg adalah time lag yaitu waktu antara hujan sampai debit puncak banjir (jam) yang dihitung dengan ketentuan sebagai berikut (Bambang Triatmodjo, 2009) :
Sungai dengan panjang alur L 15 km :
tg = 0,4 + 0,058 L (2.16)
Sungai dengan panjang alur L 15 km :
tg =0,21 L0,7 (2.17)
dengan :
tr = satuan waktu dari curah hujan (jam),
= koefisien karakteristik DAS, biasanya diambil 2.
Bentuk dari hidrograf satuan Nakayasu digambarkan pada Gambar 2.2.
tr
0.8 tr tg
O i
lengkung naik lengkung turun
Tp To.3 1.5 To.3 0.3 Qp 0.3 Q Qp 2 t
Gambar 2-2. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu (Wahyu Utomo, 2012) Bentuk hidrograf satuan Nakayasu dapat digambar dengan mengikuti persamaan sebagai berikut (Bambang Triatmodjo, 2009) :
1. Pada waktu naik : 0 < t < Tp
commit to user
commit to user
22 (2.18)
dengan:
Q(t) = limpasan sebelum mencapai debit puncak, t = waktu.
2. Pada kurva turun (decreasing limb) a. Selang nilai : Tp t (Tp+T0,3) Qt Qp t Tp T () ( ) . , 0 3 0, 3 (2.19) b. Selang nilai: (Tp+T0,3) t (Tp + T0,3 + 1,5 T0,3) Q Qp p t t ( ) ( , ) , , , , 0 3 0 3 0 3 05 15 T T T (2.20) c. Selang nilai : t > (Tp + T0,3 + 1,5 T0,3) Q Qp p t t () ( , ) , , , , 0 3 0 3 0 3 15 20 T T T (2.21)
Persamaan - persamaan tersebut merupakan persamaan empiris, sehingga penerapannya harus didahului dengan suatu pemilihan parameter-parameter yang sesuai yaitu Tp dan , dan pola distribusi hujan agar didapatkan suatu pola hidrograf yang sesuai dengan hidrograf banjir yang diamati.
Hidrograf banjir dihitung dengan persamaan (Wahyu Utomo, 2012) :
(2.22) dengan :
Qk = debit banjir pada jam ke k,
Ui = ordinat hidrograf satuan (i = 1, 2, 3 .. .n),
Pn = hujan netto dalam waktu yang berurutan (n = 1,2,..n).
2.2.9.2 Metode Tadashi Tanimoto
Metode ini dikembangkan oleh Tadashi Tanimoto pada tahun 1969. Metode ini merupakan hasil analisis dengan memanfaatkan data hujan jam jaman yang ada
Qk U P i n i n i 1 1 . ( )
commit to user
commit to user
23 di pulau Jawa. Lama hujan yang digunakan adalah 8 jam. Di Bengawan Solo, distribusi hujan yang terjadi adalah 4 jaman (Sobriyah, 2003). Menurut Ayu Prawesti Nova (2012), banjir yang terjadi di Bengawan Solo disebabkan oleh hujan 2 harian maksimum. Sehingga dapat diasumsikan bahwa banjir di Bengawan Solo disebabkan karena lama hujan 4 jam hari pertama dan 4 jam hari kedua. Kondisi paling ekstrim terjadi pada 4 jam hari pertama kemudian disusul 4 jam hari berikutnya. Model agihan metode Tadashi Tanimoto ditunjukkan dalam Tabel 2-12.
Tabel 2-12. Distribusi hujan Tadashi Tanimoto (Bambang Triatmodjo, 2009)
Waktu (jam ke-) 1 2 3 4 5 6 7 8
% distribusi hujan 26 24 17 13 7 5,5 4 3,5 % distribusi hujan komulatif 26 50 67 80 87 92,5 96,5 100 2.2.10 Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografis adalah teknologi informasi yang dapat menganalisis, menyimpan, dan menampilkan baik data spasial maupun non-spasial. SIG mengkombinasikan kekuatan (fungsionalitas) perangkat lunak berbasis data relasional (DBMS) dan paket perangkat lunak CAD (Guo Bo, et. alI, 2000 dalam Prahasta, 2009).
Secara umum Sistem Informasi Geografis dapat diartikan sebagai perangkat lunak dan perangkat keras (manusia, prosedur, basis data, dan fasilitas jaringan komunikasi) yang dapat digunakan untuk memfasilitasi proses pemasukan, penyimpanan, manipulasi, menampilkan, dan keluaran data / informasi geografis beserta atribut atribut terkait (Prahasta, 2009). Sistem pengelolaan geografik merupakan sistem analisis dengan jalan tumpang tindih (overlay) data grafis dan analisis basis data dalam tabel (Seno, 2000).
2.2.10.1 Perkembangan Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografis pertama kali digunakan secara nasional di Canada pada tahun 1960an oleh Canada Geographic Information System (CGIS). Sistem ini digunakan dalam proyek pengembangan kemampuan lahan nasional (national land capability) dengan mengkompilasi dan inventarisasi potensi lahan produktif di Canada (Aronof (1989) dalam Mulyanto Darmawan (2011)). Beberapa tahun kemudian, SIG mulai intensif dikembangkan di berbagai belahan dunia,
commit to user
commit to user
24 khususnya di Eropa dan Amerika. Bahkan sejak tahun 1970 FAO (Food and agriculture organization) mulai intensif menggunakan SIG (Crain (1987) dalam Mulyanto Darmawan (2011)).
Sistem Informasi Geografis pada awalnya berkembang dari dua disiplin ilmu, yaitu kartografi digital dan database. Perkembangan dalam kartografi digital merupakan hasil dari berkembangnya dunia desain. Sedangkan perkembangan penggunaan database khususnya Data Base Management Systems (DBMS) yang memungkinkan integrasi data spasial dan non spasial. Sistem pengelolaan
database ini turut andil mempercepat perkembangan SIG. Sejalan dengan berkembangnya teknologi, perkembangan SIG melibatkan berbagai disiplin ilmu yang menjadi dasar dari perkembangan di masa yang akan datang seperti remote sensing, fotogrametri dan survei.
Sejak tahun 1981, ESRI (Environmental System Researc Institute) Inc. Memperkenalkan model data yang berorientasi pada objek. Model data tersebut dikenal dengan model data coverage dan model database georelasional yang kemudian dikenal dengan arcinfo. Selanjutnya pada tahun 2000, dikenalkan generasi selanjutnya berupa model data geodatabase atau dikenal sebagai
arcview/arcgis.
2.2.10.2 Konsep Sistem Informasi Geografis
Menurut Edy Prahasta (2009), terdapat 4 sub sistem dalam SIG, yaitu : 1. Data input
Sub sistem input bertugas untuk mengumpulkan, mempersiapkan, dan menyimpan data spasial dan atribut dari berbagai sumber. Selain itu, sub sistem ini juga bertanggungjawab dalam mengkonversi atau mentranformasikan format format data aslinya ke dalam format yang dapat digunakan oleh perangkat SIG yang bersangkutan.
2. Data output
Sub sistem output bertugas untuk menampilkan atau menghasilkan keluaran (termasuki mengekspornya ke format yang dikehendaki) seluruh atau sebagian
commit to user
commit to user
25 basis data baik dalam bentuk softcopy atau hardcopy seperti tabel, grafik, peta dan lain lain.
3. Penyimpanan data
Sub sistem ini bertugas untuk mengorganisasikan data spasial dan atribut ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil kembali atau di-retrieve (di-load ke memori), di-update, dan di-edit.
4. Manipulasi dan analisis
Sub sistem ini bertugas untuk menentukan informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Di samping itu, sub sistem ini juga dapat melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan.
Esri (2004) dalam syamsul (2007) menerangkan bahwa SIG mempunyai 3 konsep, yaitu :
a. Geodatabase
Geodatabase merupakan sistem manajemen database yang berisis kumpulan data data spasial yang mempresentasikan informasi geografis dari model data SIG yang umum, antara lain raster, topologi, jaringan dan lainnya. Terdapat beberapa model data yang merupakan representasi dari keadaan muka bumi. Sub sistem ini dijalankan dalam ArcCatalog.
Model representasi permukaan bumi dalam SIG dibagi menjadi dua macam, yaitu (Prahasta, 2009) :
1.Model data vektor
Model data vektor dapat menampilkan, menempatkan dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik, garis, kurva atau poligon beserta atributnya. Bentuk dasar representasi data spasial di dalam sistem model vektor didefinisikan oleh sistem koordinat kartesian dua dimensi (x, y). Kurva merupakan sekumpulan titik titik berturut yang saling terhubung. Poligon juga merupakan sekumpulan titik titik tetapi titik awal dan akhir memiliki koordinat yang sama. Contoh model vektor ditunjukkan pada Gambar 2-3.
commit to user
commit to user
26 Gambar 2-3. Contoh tampilan permukaan bumi dan layer model data vektor
(Prahasta, 2009)
Definisi titik, garis dan area / poligon adalah sebagai berikut (Prahasta, 2009) :
a. Titik
Merupakan representasi obyek yang meliputi semua obyek geografis yang dikaitkan dengan pasangan koordinat (x, y).
b. Garis
Didefinisikan sebagai semua unsur linier yang dibangun dengan menggunakan segmen segmen garis lurus yang dibentuk oleh dua titik koordinat atau lebih.
c. Area / poligon
Cara mempresentasikan unsur poligon adalah dengan menggunakan komponen arc. Cara ini mempresentasikan poligon sebagai sekumpulan koordinat (x, y). Nama dan simbol yang digunakan sering dikenal sebagai sekumpulan teks sederhana.
2.Model data raster
Model data raster bertugas menampilkan, menempatkan dan menyimpan konten data spasial dengan menggunakan struktur matriks atau susunan piksel piksel yang membentuk grid. Setiap piksel memiliki atribut tersendiri, termasuk koordinatnya yang unik (di sudut atau di tengah grid atau yang lainnya). Akurasi
commit to user
commit to user
27 data ini sangat bergantung pada resolusi spasial atau ukuran pikselnya di permukaan bumi. Contoh model data raster ditunjukkan pada Gambar 2-4.
Gambar 2-4. Contoh tampilan permukaan bumi dan layer model raster (Prahasta, 2009)
Karakteristik layer raster adalah sebagai berikut (Prahasta, 2009) : a. Resolusi
Merupakan dimensi linier minimum dari satuan terkecil geographic space yang dapat direkam. Resolusi suatu data raster akan merujuk pada ukuran permukaan bumi yang dapat direpresentasikan setiap selnya. Semakin kecil ukurannya, semakin tinggi resolusinya.
b. Orientasi
Berfungsi untuk mempresentasikan arah utara grid. c. Zone
Setiap zone merupakan sekumpulan lokasi lokasi yang memperlihatkan nilai nilai yang seragam. Setiap isi sel grid dapat bervariasi secara kontinyu sehingga setiap sel memiliki nilai yang berbeda.
d. Domain nilai piksel
Nilai dalam data raster merupakan atribut yang disimpan di dalam sebuah layer untuk setiap pikselnya. Piksel piksel yang terdapat di dalam zone yang sejenis memiliki nilai yang sama.
commit to user
commit to user
28 e. Koordinat piksel atau Lokasi Unsur
Lokasi dapat diidentifikasi dengan menggunakan pasangan koordiant x,y. b. Geoprocessing
Geoprocessing merupakan sekumpulan tool pengubah informasi yang dapat menghasilkan informasi geografis baru dari kumpulan data yang sudah ada. Sub sistem ini dijalankan dengan ArcToolBox dalam ArcMap.
c. Geovisualization
Geovisualization merupakan kemampuan dari SIG untuk memperlihatkan data data spasial beserta hubungan antar data spasial tersebut. Data tersebut merupakan representassi dari permukaan bumi dalam berbagai bentuk digital, seperti peta interaktif, tabel dan grafik, peta dinamis dan skema jaringan. Sub sisteem ini dijalankan dalam ArcMap.
2.2.10.3 Kemampuan Sistem Informasi Geografis
Kemampuan SIG dapat dikenali dari fungsi fungsi analisis yang dapat dilakukannya. Secara umum, terdapat dua jenis fungsi analisis SIG. Kedua fungsi tersebut adalah (Prahasta, 2009) :
1. Fungsi analisis spasial
Fungsi fungsi analisis spasial antara lain terdiri dari (Prahasta, 2009) :
a. Query basis data : memanggil kembali data atau tabel atribut tanpa mengubah atau meng-edit / update data yang bersangkutan.
b. Pengukuran
Sistem Informasi Geografis dapat digunakan untuk analisis spasial yang melibatkan fungsi matematis sederhana di seputar bentuk unsur spasial dengan geometri yang sederhana, misalnya jarak, luas, keliling, cut and fill.
c. Reclassify : mengklasifikasikan kembali suatu data hingga menjadi data spasial baru berdasarkan atribut tertentu.
d. Network : fungsionalitas ini merujuk data spasial titik titik atau garis- garis sebagai jaringan yang tidak terpisahkan.
e. Overlay : fungsionalitas ini menghasilkan layer data spasial baru yang merupakan hasil kombinasi dari minimal dua layer yang menjadi masukannya.
commit to user
commit to user
29
f. Buffering : menghasilkan layer spasial baru yang berbentuk poligon dengan jarak tertentu dari unsur unsur spasial yang menjadi masukannya.
g. 3D analysis : terdiri dari sub sub fungsi yang terkait dengan presentasi data spasial di dalam ruang 3 dimensi.
h. Digital image processing : nilai atau intensitas dianggap sebagai fungsi sebaran.
2. Fungsi non spasial (atribut / basis data atribut)
Fungsi analisis atribut antara lain terdiri dari operasi operasi dasar sistem pengelolaan basis data (Database Management System / DBMS) dan perluasannya. Fungsi tersebut adalah (Prahasta, 2009) :
a. Operasi operasi dasar pengelolaan basis data Operasi operasi tersebut antara lain mencakup :
Pembuatan basis data baru (create database),
Penghapusan basis data (drop database),
Pembuatan tabel baru (create table),
Penghapusan tabel (drop table),
Pengisian dan penyisipan data (record) baru ke dalam tabel (add record atau
insert record),
Penambahan field baru dan penghapusan field lama (add / delete field),
Pembacaan dan pencarian data (field / record) dari tabel basis data (seek, find, search, retrieve),
Peng-update-an dan peng-edit-an data yang terdapat dalam tabel basis data
(update / edit record),
Penghapusan data (record) dari suatu tabel basis data (delete record, zap, pack),
Membuat indeks untuk setiap tabel basis data. b. Perluasan basis data
Perluasan basis data meliputi :
Fungsionalitas pembacaan dan penulisan tabel tabel basis data ke dalam sistem basis data yang lain (export /import),
commit to user
commit to user
30 Fungsionalitas untuk berkomunikasi dengan sistem basis data yang lain (misalkan dengan menggunakan ODBC atau protocol protokol client-server
yang lainnya,
Penggunaaan kalimat kalimat bahasa standard SQL (structured query language) yang terdapat dalam sistem sistem basis data,
Operasi operasi atau fungsi analisis lain yang sudah rutin diunakan di dalam sistem basis data.
2.2.10.4 Peta Digital
Beberapa hal penting Beberapa hal penting yang berkaitan dengan peta dalam SIG antara lain (Sri Rahayu, 2009) :
1. Referensi Geografi
Referensi geografis merupakan syarat mutlak bagi data spasial di dalam SIG agar dapat digambarkan dengan tepat. Referensi geografis terdiri dari beberapa hal, antara lain (Prahasta, 2002) :
a. Datum
Datum merupakan besaran besaran atau konstanta konstanta yang dapat bertindak sebagai referensi untuk proses hitungan besaran besaran yang lain. Terdapat beberapa jenis datum, antara lain datum lokal, datum regional dan datum global. Datum global yang digunakan saat ini adalah WGS 1984 (Prahasta, 2009).
b. Sistem Proyeksi
Sistem proyeksi suatu fungsi yang merelasikan koordinat titik titik yang terletak di atas permukaan suatu kurva (biasanya berupa ellipsoid atau bola) ke koordinat titik titik yang terletak di atas bidang datar (Rockville, 1986 dalam Prahasta, 2009). Sistem proyeksi yang sering digunakan adalah UTM (Universal Transverse Mecator). Pada sistem ini, proyeksi secara horizontal, seluruh permukaan bumi dibagi menjadi 60 bagian yang disebut zona UTM. Setiap zona dibatasi oleh dua meridian selebar 60 dan memiliki meridian sendiri. Pembagian sistem proyeksi ini dapat dilihat pada Gambar 2-5.
Wilayah Indonesia terbagi dalam 9 zone UTM, dimulai dari zona 46 sampai dengan zona 54 .Pembagian zona UTM dapat ditunjukkan pada Gambar 2-5.
commit to user
commit to user
31 Gambar 2-5. Pembagian Sistem Proyeksi UTM (Mutiara Ira, 2004)
c. Sistem Koordinat
Sisem koordinat adalah sekumpulan aturan yang menentukan bagaimana koordinat koordinat yang bersanggkutan mempresentasikan unsur unsur titik titiknya. Aturan ini biasanya mencakup pendefinisian titik asal beserta beberapa sumbu sumbu koordinat- koordinat yang digunakan untuk mengukur jarak dan sudut untuk menghasilkan koordinat koordinatnya (Prahasta, 2009).
2. Skala
Skala merupakan angka perbandingan antara jarak dalam suatu informasi geospasial dengan jarak sebenarnya di permukaan bumi (UU No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial). Skala dapat direpresentasikan dalam bentuk fraksi atau garis. Skala peta menentukan ketelitian dan keakuratan data. Semakin besar skala, semakin tinggi ketelitiannya.
2.2.10.5 Sistem Manajemen Basis Data (DBMS)
DBMS merupakan suatu program komputer yang digunakan untuk memasukkan, mengubah, menghapus, memanipulasi, dan memperoleh data informasi dengan praktis dan efisien (Kadir, 1999 dalam Prahasta, 2009). Untuk membedakan sistem basis data dengan DBMS, Freiling (1982) dalam Prahasta (2009) menjelaskan bahwa DBMS berarti paket perangkat lunak (tanpa basis data)
general-purpose (pre-written computer program) yang digunakan untuk