• Tidak ada hasil yang ditemukan

RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol. 7 No. 1 April 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan Vol. 7 No. 1 April 2020"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

ISSN : 2355-6226 E-ISSN : 2477-0299

RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN

Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan

Vol. 7 No. 1 April 2020

Ketua Editor

Anja Meryandini Dewan Editor

Dodik Ridho Nurrochmat Widiatmaka

Hadi Susilo Arifin Ahmad Maryudi Sofyan Sjaf Leti Sundawati M. Alif Sahide Lukas Giessen

James Thomas Erbaugh Ho Sang Kang Editor Pelaksana Kaswanto Tim Teknis Riza Hariwahyudi Fajar Cakrawinata Badar Muhammad Penerbit

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor (PSP3-LPPM IPB) dan Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI)

Sekretariat

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor (PSP3-LPPM IPB, Gedung Utama Kampus IPB Baranangsiang, Jl. Raya Pajajaran No.7, RT.02/RW.05, Tegallega, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat 16129

P: +62 251 8345 724 F: +62 251 8344113 E: psp3@apps.ipb.ac.id

(4)
(5)

Aplikasi Teori

Planned Behavior

di SMAK dan SMTI Sebagai

Implementasi Kebijakan Lingkungan Kementerian Perindustrian

Agus Siswono1*, Lailan Syaufina 2, Siti Badriyah. Rushayati3

1 Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana,

Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680, Indonesia

2 Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Dramaga,

Bogor 16680, Indonesia

3 Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut

Pertanian Bogor, Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680, Indonesia

*Email: lasika_roro@yahoo.com

ABSTRAK

Kementerian Perindustrian sangat konsen dengan masalah lingkungan dapat dilihat dari kebijakan pengembangan industri yang ramah lingkungan (industri hijau). Salah satu program reposisi kementerian untuk unit sekolah adalah penataan lingkungan sekolah menjadi green school. Penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat pengetahuan, sikap, dan intensi perilaku peduli lingkungan siswa SMK Kemenperin, menganalisis hubungan pengetahuan lingkungan hidup, sikap, norma subjektif dan persepsi kontrol perilaku terhadap intensi perilaku peduli terhadap lingkungan siswa SMK Kemenperin, dianalisis dengan menggunakan program excell dan Struktural Partial Least Square (PLS). Hasil analisis menunjukkan pengetahuan lingkungan hidup, sikap dan intensi perilaku peduli lingkungan siswa SMK Kemenperin sangat baik oleh responden. Hasil analisis uji dengan Struktural Partial Least Square (PLS) diketahui bahwa variabel pengetahuan lingkungan hidup berpengaruh positif terhadap sikap tetapi tidak signifikan, sementara sikap, norma subjektif dan persepsi kontrol perilaku berhubungan positif dan berpengaruh signifikan terhadap intensi perilaku peduli lingkungan siswa SMK Kemenperin.

Kata kunci: green school, intensi perilaku, Partial Least Square (PLS), persepsi kontrol perilaku, sikap

PERNYATAAN KUNCI

Kebijakan lingkungan Kementerian Perindustrian di dunia industri dengan program industri hijau, di internal kementerian diterapkan program 5 K (Keteraturan, Kerapihan, Kebersihan,

Kelestarian, Kedisiplinan), dalam unit pendidikan sekolah SMAK dan SMTI didorong menjadi sekolah adiwiyata dan Green School atau sekolah hijau adalah sekolah yang memiliki komitmen dalam mengembangkan program-program untuk

(6)

menginternalisasikan nilai-nilai lingkungan ke dalam seluruh aktivitas sekolah (Paryadi, 2008 dalam Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, 2015).

Program sekolah Adiwiyata dan green school tujuannya mewujudkan siswa mempunyai pengetahuan, sikap dan berperilaku peduli terhadap lingkungan. Pengetahuan lingkungan yang bagus akan mampu membentuk sikap peduli lingkungan yang bagus pula, sikap peduli lingkungan yang baik akan membentuk perilaku peduli lingkungan yang baik pula. Menurut Lee (2011) Pengetahuan lingkungan yang baik akan berdampak pula pada sikap perilaku manusia yang baik pula. Kepedulian lingkungan mengacu pada tingkat keterlibatan emosional individu dalam isu-isu lingkungan yang merupakan respon afektif individu terhadap perlindungan lingkungan.

REKOMENDASI KEBIJAKAN

Kementerian Perindustrian harus mendorong sekolah menengah kejuruan (SMAK dan SMTI) untuk ikut program Adiwiyata nasional. Sekolah yang sudah mendapatkan penghargaan Adiwiyata Nasional didorong menjadi program Adiwiyata mandiri dan menjadi sekolah green school.

Kementerian Perindustrian harus mendorong sekolah menengah kejuruan (SMAK dan SMTI) menjadi sekolah

merupakan perpaduan antara Green School dan program Adiwiyata dimana proses implementasi telah diintegrasikan dengan kurikulum nasional. Sekolah AGSI adalah sekolah yang mampu mengoptimalkan potensi sumber daya alam sebagai solusi pemecahan permasalahan yang dihadapi, memiliki komitmen untuk mengembangkan program dengan menginternalisasikan nilai-nilai lingkungan ke dalam seluruh aktifitas sekolah.

I. PENDAHULUAN

Pemerintah dewasa ini membuka kran investasi yang luas untuk meningkatkan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Investasi di bidang industri sangat diharapkan karena investasi di bidang industri dapat membawa multiplier effect bagi perekonomian nasional seperti peningkatan pada nilai tambah bahan baku dalam negeri, penyerapan tenaga kerja, dan penerimaan devisa. Meningkatnya jumlah industri akan banyak menggunakan sumber daya alam, tanpa adanya keselarasan dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan, untuk itu diperlukan pembangunan industri dengan konsep pembangunan yang berkelanjutan atau sustainable development. Penerapan konsep industri hijau bertujuan mendorong berbagai perusahaan untuk terus meningkatkan efisiensi dan efektivitas produksi melalui penghematan biaya dan sumber daya alam.

(7)

Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 2014, tentang Perindustrian Industri Hijau adalah industri yang dalam proses produksinya mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan Industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberikan manfaat bagi masyarakat. Tahun 2014 sampai saat ini, sudah dicapai konsensus atas SIH untuk 17 jenis industri, yaitu industri semen portland, ubin keramik, pulp dan kertas, susu bubuk, pupuk buatan tunggal hara makro primer, pengasapan karet, karet remah, serta tekstil pencelupan, pencapan dan penyempurnaan, gula kristal putih, kaca pengaman berlapis, kaca pengaman diperkeras, barang lainnya dari kaca, kaca lembaran, penyamakan kulit, pengawetan kulit, baja flat product, dan baja long product. Beberapa peraturan yang dikeluarkan Kementerian Perindustrian berkaitan dengan industri hijau (Kemenperin, 2019):

• Peraturan Menteri Perindustrian No 26 Tahun 2018, Standar Industri Hijau Untuk Industri Semen Portland. • Peraturan Menteri Perindustrian No 27

Tahun 2018, Standar Industri Hijau Untuk Industri Pupuk Urea, Pupuk SP-36, dan Pupuk Amonium Sulfat. • Peraturan Menteri Perindustrian No 28

Tahun 2018, Standar Industri Hijau

Untuk Industri Pengolahan Susu Bubuk.

• Peraturan Menteri Perindustrian No 39 Tahun 2019, Standar Industri Hijau untuk Industri Batik.

• Peraturan Menteri Perindustrian No 40 Tahun 2019, Standar Industri Hijau untuk Industri Kertas Budaya.

• Peraturan Menteri Perindustrian No 41 Tahun 2019, Standar Industri Hijau untuk Minyak Goreng dari Kelapa Sawit.

Menurut Dwiwahjono (2019) industri hijau sudah menjadi tuntutan seiring semakin tingginya kepedulian pasar akan kelestarian lingkungan dan pembangunan yang berkelanjutan. Secara umum Industri Hijau memiliki karakteristik antara lain menggunakan bahan kimia yang ramah lingkungan, menerapkan reduce, recycle, reuse dan recovery pada proses produksi, menggunakan intensitas energi yang rendah, menggunakan intensitas air yang rendah, menggunakan SDM yang kompeten, melakukan minimisasi limbah dan, menggunakan teknologi rendah karbon. (Widyasari, 2013).

Pengembangan dan pembinaan perusahaan menjadi Industri Hijau oleh Kementerian Perindustrian diperlukan sumber daya manusia kompeten dan sadar terhadap lingkungan. Pembangunan SDM internal Kementerian Perindustrian yang kompeten dan berwawasan lingkungan

(8)

sangat penting seperti yang tertuang dalam Reposisi Pengembangan Unit Pendidikan dan Balai Diklat Industri. Pusdiklat Industri Kementerian Industri, diantaranya tugas dari sekolah SMAK dan SMTI menyediakan SDM yang kompeten berwawasan lingkungan sehingga meningkatkan produktivitas dan berdaya saing di dunia industri. Mendorong SMAK dan SMTI menjadi sekolah kejuruan industri bertaraf internasional dan sepenuhnya berbasis spesialisasi, kompetensi dan sekolah hijau (green school) melalui kurikulum yang terinternalisasi pendidikan lingkungan hidup.

Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) adalah suatu program pendidikan untuk membina anak atau peserta didik agar memiliki pengertian, kesadaran, sikap, dan perilaku yang rasional serta bertanggung jawab sebagai tentang pengaruh timbal balik antara penduduk dengan lingkungan hidup dalam berbagai aspek kehidupan manusia (Pratomo. dalam Afandi, 2013).

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa setiap orang berhak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Sehingga diatur bagaimana setiap orang berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan diwajibkan untuk memelihara kelestarian

fungsi lingkungan hidup, serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH) pada tanggal 19 Februari 2004 bersama-sama dengan Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama dan Departemen Dalam Negeri telah menetapkan Kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH). Tanggal 21 Februari 2006 telah dicanangkan Program Adiwiyata, yaitu sekolah peduli dan berbudaya lingkungan. Program Adiwiyata dicanangkan untuk mendorong dan membentuk sekolah-sekolah di Indonesia agar dapat turut melaksanakan upaya-upaya pemerintah menuju pelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan bagi kepentingan generasi sekarang maupun yang akan datang.

Terdapat 4 komponen yang harus diperhatikan sekolah untuk dikelola dengan baik dalam menjalankan Adiwiyata yang meliputi kebijakan sekolah berwawasan lingkungan, kurikulum berbasis lingkungan, kegiatan lingkungan berbasis partisipatif, dan sarana dan prasarana pendukung ramah lingkungan. Melalui program-program lingkungan disekolah-sekolah seperti adiwiyata, green school, Tim Adiwiyata Nasional KLHK (2013).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat pengetahuan, sikap, dan intensi perilaku peduli lingkungan siswa SMK Kemenperin (SMAK dan SMTI). Menganalisis hubungan pengetahuan

(9)

dan persepsi kontrol perilaku terhadap intensi perilaku peduli terhadap lingkungan siswa SMK Kemenperin (SMAK dan SMTI).

II. SITUASI TERKINI

Menteri perindustrian telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian No 23/M-IND/PER/2/ 2009 tentang Penerapan Keteraturan, Kerapihan, Kebersihan, Kelestarian, Kedisiplinan (5K) di Lingkungan Departemen Perindustrian, diperkuat Keputusan menteri Perindustrian Nomor 491/M-IND/Kep/8/2016 Tanggal 24 Agustus 2016 tentang pedoman pengembangan sekolah menengah kejuruan industri berbasis kompetensi yang link dan match dalam industri, sebagaimana tertuang dalam program reposisi tahap dua pusdiklat industri, SMK-SMTI Kemenperin menjadi role model pendidikan Kejuruan Industri berbasis kompetensi yang menghasilkan tenaga kerja industri yang kompeten dan berdaya saing.

Kementerian Perindustrian sedang melakukan penataan lingkungan sekolah (SMK dan SMTI) menjadi Green School, sekolah memperoleh sertifikat ISO 14000, terbebas dari rokok.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMAK dan SMTI) banyak yang belum menjadi sekolah Adiwiyata, tidak ada satupun sekolah sudah Adiwiyata mandiri. Sekolah Menengah Kejuruan (SMAK dan SMTI) belum ada yang menerapkan green school, apalagi AGSI.

Pembangunan gedung sekolah, ruang kelas belum mengacu pada green school seperti ventilasi ruang kelas yang baik untuk mengurangi penggunaan AC, mengurangi jumlah ruang ber AC dan kelas ber AC.

Taman yang masih sedikit, pembelajaran di luar kelas seperti di taman, di lapangan masih belum maksimal, program-program lingkungan masih minim di sekolah (SMAK dan SMTI).

Kepedulian lingkungan siswa SMK (SMAK dan SMTI) masih relatif rendah, hal ini dapat dilihat dari sering meninggalkan sampah di selasar, ruang kelas dan locker meja mereka. Siswa SMK (SMAK dan SMTI) masih belum mampu memilah jenis sampah dalam membuang sampah.

III. METODOLOGI

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan eksplanasi. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang menggambarkan perilaku, pemikiran, atau perasaan suatu kelompok atau individu.

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar tes pengetahuan lingkungan hidup, kuisioner untuk responden. Lembar tes pengetahuan dinilai skor betul 1, skor salah 0. Lembar kuisioner menggunakan skala pengukuran likert 5 point. Alat yang digunakan berupa kamera untuk dokumentasi objek penelitian dan software Smart PLS2.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMK Kemenperin meliputi SMK-SMAK Bogor dan SMK SMTI Yogyakarta Sampel 32 siswa dari SMK-SMAK Bogor

(10)

dan 59 siswa dari SMK- SMTI Yogyakarta meliputi kelas kompetensi keahlian kimia analisis dan kimia indutri. Pengambilan sampel dilakukan secara purposif sampling yaitu kelas XI, yang sudah cukup mendapatkan materi praktik K3, lingkungan penanganan limbah. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dalam jangka waktu 7 bulan, terhitung mulai Bulan Januari 2019 sampai dengan Juli 2019

Analisis data dengan MS Excel 2016 untuk mengetahui tingkat pengetahuan lingkungan, sikap dan perilaku peduli lingkungan siswa SMK Kemenperin, menganalisis hubungan antar variabel dengan menggunakan analisis Struktural Partial Least Square (PLS). PLS adalah suatu teknik statistik multivariat yang bisa untuk menangani banyak variabel respon serta variabel eksplanatori sekaligus

Variabel endogen dalam penelitian ini adalah sikap dan Intensi perilaku peduli lingkungan. Variabel eksogen adalah pengetahuan lingkungan hidup, norma subyektif, dan persepsi kontrol perilaku siswa sekolah SMK Kemenperin dengan model penelitian disajikan pada Gambar 1. Variabel endogen, eksogen beserta indikatornya selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.

(11)

Tabel 1. Variabel endogen dan variabel eksogen model struktural partial least square (PLS)

No Variabel Indikator Ket

1 Variabel

Eksogen Pengetahuan siswa tentang pencemaran dan sumber sumber pencemaran PLH1 pengetahuan siswa tentang dampak kerusakan lingkungan PLH2 Pengetahuan Pengetahuan siswa tentang pencegahan dan kerusakan lingkungan PLH3 Lingkungan Pengetahuan Siswa tentang pengelolaan lingkungan dan 5 R ( reduce,

reuse, recycle, replace dan replan) PLH4

Norma Orang tua NS1

Subjektif Guru NS2

Teman NS3

Persepsi Kontrol Perilaku

Sarana tempat sampah yang cukup dan terbagi sampah organik dan non organik

Alat kebersihan tersedia dan memadai

PKP1 PKP2 Memiliki taman. dan tanaman di sekolah maupun di rumah PKP3 Memiliki lampu hemat enrgi dan fasilitas air yang bagus. PKP4 Memiliki tempat minum dan makan yang ramah lingkungan. PKP5 Memiliki barang hasil daur ulang PKP6 Memiliki alat sarana transportasi ramah lingkungan. PKP7 2 Variabel

endogen Sampah dibuang pada tempat dan sesuai kriteria Partisipasi dalam kebersihan lingkungan S1 S2 Sikap Peduli Senang pada aktivitas merawat dan menanam pohon. S3 Lingkungan Menghemat Pemakaian energi listrik dan air S4

Senang menggunakan produk-produk ramah lingkungan S5 Senang mendaur ulang kertas, botol plastik menjadi produk baru

yang bermanfaat S6

Memilih menggunakan transportasi umum dalam bepergian S7 Intensi

Perilaku Membuang sampah pada tempatnya IPPL1 Peduli Membersihkan lingkungan sekitar IPPL2 Lingkungan Merawat tanaman dan menanam pohon IPPL3 Menghemat pemakaian energi dan air IPPL4 Menggunakan produk-produk ramah lingkungan. IPPL5

Keterangan: PKP7. dihilangkan dari konstruk karena memiliki outer louding < 0,5 atau tidak valid dan reliabilitas.

IV. ANALISIS DAN

ALTERNATIF SOLUSI Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah siswa SMK Kemenperin yang ada di Bogor dan Yogyakarta. Total reponden yang dikumpulkan oleh peneliti adalah sebanyak 91 siswa, 32 siswa dari SMK Kemenperin Bogor (SMK-SMAK Bogor)

dan 59 siswa dari SMK Kemenperin Yogyakarta (SMK- SMTI Yogyakarta). Gambaran umum responden selanjutnya berdasarkan kompetensi keahlian, jenis kelamin, usia dan ekstrakurikuler yang diikuti. Karakteristik demografi responden dapat dilihat pada Tabel 2.

(12)

Tabel. 2.Karakteristik demografi responden.

Karakteristik Ketegori Jumlah Persen (%) SMK Kemenperin

SMK-SMAK Bogor 32 35.16 SMK-SMTI Yogyakarta 59 64.84 Kompetensi keahlian Kimia analisis 62 68.13 Kimia industri 29 31.87 jenis kelamin laki-laki 48 52.75 perempuan 43 47.25 Usia 15 2 2.20 16 61 67.03 17 26 28.57 18 1 1.10 19 1 1.10

Sumber: Diolah dari data primer denganMS Excel 2016

Responden menurut jenis kelamin siswa laki-laki sebanyak 52.75%, siswa perempuan sebanyak 47.25%. Menurut usia responden didominasi siswa berusia 16 tahun sebanyak 67.03%, berusia 17 tahun sebanyak 28.57%, berusia 15 tahun 2.20%, usia 18 tahun 1.10% dan usia 19 tahun 1.10%.

Hasil Analisis Deskriptif Variabel Hasil analisis deskriptif dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3 dapat digambarkan bahwa keseluruhan indikator dimensi pengetahuan lingkungan hidup dipersepsikan sangat baik oleh responden dengan nilai rata-rata skor sebesar 4.49. Pengetahuan mereka terhadap pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan memiliki nilai rata-rata skor tertinggi yaitu sebesar 4.57. Pengetahuan responden tentang 5 R (reduce, reuse,

recycle, replace dan replant) memiliki nilai rata-rata skor terendah yaitu sebesar 4.33. Pengetahuan siswa mengenai 5R perlu ditingkatkan dengan melalui pendidikan dan ketrampilan penanganan sampah, pemanfaatan sampah, menanam pohon, taman hijau yang dimasukkan dalam program ekstrakurikuler IPA/lingkungan

(13)

Tabel 3. Hasil analisis deskriptif

Variabel Rata-rata skor Kategori Keterangan Pengetahuan

Lingkungan Hidup 4.49 Sangat Baik

Pengetahuan lingkungan hidup siswa SMK Kemenperin sangat baik terutama tentang pencemaran pencegahan kerusakan lingkungan. Sikap Peduli

Lingkungan 4.32 Sangat baik

Sikap peduli lingkungan siswa SMK Kemenperin sangat baik dalam hal sampah harus dibuang pada tempat dan sesuai kriterianya.

Norma Subjektif 4.07 Sangat baik Norma subyektif siswa SMK Kemenperin tergolong sangat baik, mereka patuh saran, pendapat orangtuanya.

Persepsi Kontrol

Perilaku 3.79 Baik

Persepsi kontrol perilaku siswa SMK Kemenperin baik dalam hal tersedianya sarana tempat sampah yang cukup dan terbagi sampah organik dan non organik

Intensi Perilaku

Peduli Lingkungan 4.33 Sangat baik

Intensi perilaku peduli lingkungan siswa SMK Kemenperin sangat baik dalam hal membuang sampah pada tempatnya dan sesuai kritesia Sumber: Diolah dari data primer denganMS Excel 2016

Penilaian responden terhadap seluruh indikator sikap peduli lingkungan mendapat penilaian yang sangat baik dari responden. Rata-rata jawaban responden terhadap variabel sikap lingkungan adalah 4.32. Rata-rata skor jawaban responden yang tertinggi yaitu sebesar 4.55 adalah pada sikap sampah harus selalu dibuang pada tempatnya dan sesuai kriteria sampah. Rata-rata skor jawaban terendah dari responden sebesar 3.95 yaitu pada sikap memilih menggunakan transportasi umum dalam bepergian.

Solusi alternatif untuk meningkatkan sikap siswa dalam hal transportasi, membuat kebijakan pembatasan siswa menggunakan sepeda motor dan mendorong siswa dan warga

sekolah mengunakan transportasi umum atau transportasi yang ramah lingkungan seperti sepeda, motor listrik.

Penilaian responden terhadap seluruh indikator norma subyektif dipersepsikan sangat baik oleh responden. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata jawaban responden pada indikator norma subyektif adalah 4.07. Saran dan pendapat dari orang tua untuk berperilaku peduli lingkungan memiliki rata-rata skor tertinggi yaitu 4.22. Rata-rata skor terendah adalah pada pernyataan responden tentang saran dari teman atau sahabat untuk berperilaku peduli lingkungan dengan nilai rata-rata skor 3.78. Hal ini menunjukkan peran guru dalam pembentukan perilaku peduli lingkungan siswa di SMK Kemenperin

(14)

(SMAK dan SMTI) masih kurang maksimal. Solusi alternatif meningkatkan peran guru. Peran guru adalah untuk mengatur, mengarahkan, memandu, membantu dan mendukung dalam aktifitas kognitif murid (Kostova dan Atasoy, 2008).

.Persepsi kontrol perilaku adalah ketersediaan sumberdaya berupa peralatan seperti tempat sampah, kompatibelitas, kompetensi, dan kesempatan (control belief strength) yang mendukung atau menghambat perilaku yang akan diprediksi dan besarnya peran sumber daya tersebut (power of control factor) dalam mewujudkan perilaku tersebut. Keseluruhan dari indikator persepsi kontrol perilaku dipersepsikan baik oleh responden. Rata-rata skor jawaban responden pada variabel persepsi kontrol perilaku sebesar 3.79 atau termasuk baik. Rata-rata skor tertinggi sebesar 4.25 pada pernyataan bahwa Tersedianya sarana tempat sampah yang cukup dan terbagi sampah organik dan non organik sudah sangat baik di sekolah SMK (SMAK dan SMTI), sedangkan rata-rata skor terendah sebesar 3.52 pada pernyataan memiliki barang hasil daur ulang, artinya siswa memandang disekolah belum banyak pendidikan dan pelatihan daur ulang limbah menjadi suatu produk. Solusi alternatif dalam penelitian ini sarana dan prasarana perlu dtingkatkan dalam

pengolahan limbah, bank sampah, pemanfaatan limbah, daur ulang sampah dan limbah, seperti pemanfaatan botol minuman kemasan untuk tanaman hidroponik.

Penilaian responden terhadap indicator intensi perilaku peduli lingkungan mendapat penilaian yang sangat baik dari responden. Rata-rata jawaban responden pada variabel intensi perilaku peduli lingkungan adalah 4.33.

Rata-rata skor tertinggi sebesar 4.64 dari pernyataan responden pada intensi perilaku membuang sampah pada tempatnya dan sesuai kriteria. Rata-rata skor terendah sebesar 4.03 dari pernyataan responden pada intensi perilaku merawat tanaman dan menanam pohon.

Alternatif solusi masih rendahnya intensi perilaku merawat tanaman dan menanam pohon, memberikan teladan dan memberikan proses pembelajaran yang mengintegrasikan aspek pembangunan berkelanjutan atau lingkungan kedalam seluruh tema dilaksanakan melalui pendekatan saintifik seperti praktik menanam pohon, baik disisipkan dalam kurikulum maupun di praktikkan dalam kegiatan ekstrakurikuler. Melibatkan siswa dalam pembuatan taman sekolah, siswa berperan dalam menanam sayur secara, menanam buah di lingkungan sekolah.

(15)

Hasil Uji Partial Least Square

Hasil pengukuran validitas dan reliabilitas dari seluruh variabel dengan mengukur convergent validity dan composite reliability, discriminant validity, indikator refleksif dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai dari cross loading antara indikator dengan konstruknya. cross loading pada model pengukuran ini telah memenuhi persyaratan validitas diskriminan. Nilai AVE baik untuk variabel pengetahuan lingkungan hidup, norma subyektif, persepsi kontrol perilaku, sikap peduli lingkungan, dan intensi perilaku peduli lingkungan menunjukkan angka lebih besar dari 0.50. indikator pada kontruk persepsi kontrol perilaku (PKP7) dihilangkan karena memiliki outer loading dibawah 0.50. Menurut Chin (1998) dalam

Ghozali (2012), suatu kolerasi dapat dikatakan memenuhi validitas konvergen apabila memiliki nilai outer loading lebih besar dari 0.5.

Pengukuran composite reliability, seluruh konstruk dalam model pengukuran dinyatakan reliabel karena nilai composite reliability dan cronbach alpha baik untuk variabel pengetahuan lingkungan hidup, norma subyektif, persepsi kontrol perilaku, sikap peduli lingkungan dan intensi perilaku peduli lingkungan adalah diatas 0.70. Menurut Sarwono dan Narimawati (2015) menyatakan bahwa suatu variabel laten dapat dikatakan mempunyai realibilitas yang baik apabila nilai composite reliability lebih besar dari 0.7 dan nilai cronbach alpha lebih besar dari 0.7.

Tabel 4. hasil pengukuran variabel

Notasi Outer Loading t-value Composite Reliability Cronbah’s Alpha AVE

PLH1 0,895 1,209 0,883 0,823 0,655 PLH2 0,672 0,821 PLH3 0,819 1,114 PLH4 0,835 1,942 S1 0,752 5,642 0,937 0,921 0,682 S2 0,889 8,968 S3 0,843 6,079 S4 0,878 8,659 S5 0,926 7,493 S6 0,777 6,818 S7 0,691 5,848 NS1 0,880 8,700 0,901 0,835 0,752 NS2 0,894 11,056 NS3 0,827 8,001 PKP1 0,704 4,322 0,889 0,851 0,576 PKP2 0,711 4,299 PKP3 0,854 5,969

(16)

PKP4 0,662 3,727 PKP5 0,777 5,358 PKP6 0,825 7,722 IPPL1 0,638 5,205 0,846 0,774 0,526 IPPL2 0,663 4,947 IPPL3 0,791 10,304 IPPL4 0,788 9,258 IPPL5 0,732 8,702

Sumber : Diolah dari data primer dengan Smart PLS2

Model Struktural (Inner Model)

Pemeriksaan model struktural meliputi signifikansi hubungan jalur dan nilai R Square (R2) untuk melihat hasil evaluasi model struktural, khususnya signifikansi dari variable moderating. Nilai R2 bertujuan untuk mengetahui seberapa besar variabel independen mempengaruhi variabel dependennya. Nilai R2 dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai R Square

R Square

Intensi Perilaku Peduli

Lingkungan 0.471 Norma Subjektif

Pengetahuan Lingkungan Hidup

Persepsi Kontrol Perilaku

Sikap Peduli Lingkungan 0.0312

Sumber: Diolah dari data primer dengan Smart PLS2

Nilai R Square intensi perilaku lingkungan sebesar 0.4709 berarti

variabilitas variabel intensi perilaku peduli lingkungan dapat dijelaskan oleh variabel persepsi kontrol perilaku, norma subjektif, dan sikap peduli lingkungan interaksinya sebesar 47.09%, sedangkan 52.91% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam penelitian ini.

Nilai R Square sikap peduli lingkungan sebesar 0.0312 berarti variabilitas variabel sikap peduli lingkungan dapat dijelaskan oleh variabel pengetahuan lingkungan hidup interaksinya sebesar 3.12 %, sedangkan 96,88% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam penelitian ini

Hasil bootstrapping dari analisis PLS2 dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6 dapat dijelaskan analisis hubungan antar variabel.

(17)

Orginal

Sampel (O) Mean (M) Sample Deviation Standard

(STDEV) t Statistic Pengetahuan Lingkungan Hidup > Sikap

Peduli Lingkungan 0.1766 0.1921 0.1418 1.2457

Sikap Peduli Lingkungan> Intensi Perilaku

Lingkungan 0.3561 0.3802 0.1086 3.2784

Norma Subjektif > Intensi Perilaku Peduli

Lingkungan. 0.2364 0.2245 0.1173 2.0156

Persepsi Kontrol Perilaku > Intensi Perilaku

Peduli Lingkungan 0.3049 0.3151 0.0865 3.5245

Sumber: Diolah dari data primer dengan Smart PLS2 Hasil analisis model struktural

pengujian hubungan antar variabel dengan

Partial Least Square menggunakan softhware smartPLS2 dapat dilihat pada Gambar 2.

(18)

Analisis hubungan antara

Pengetahuan Lingkungan Hidup terhadap Sikap Peduli Lingkungan.

Hasil analisis menggunakan SmartPLS 2 menujukkan hasil bahwa hubungan variabel pengetahuan lingkungan hidup dengan sikap peduli lingkungan sebesar 0.177, yang berarti pengetahuan lingkungan hidup berpengaruh secara positif terhadap sikap peduli lingkungan tetapi tidak signifikan karena nilai t statistik hitung 1.24 < t Tabel 1.988 seperti pada Tabel 6. Hal ini menunjukkan pengetahuan lingkungan hidup siswa SMK Kemenperin yang bagus belum mampu membentuk sikap peduli lingkungan yang bagus pula, contohnya pengetahuan siswa tentang pencegahan dan kerusakan lingkungan tinggi tetapi rendah dalam sikap menanam pohon dan merawat tanaman. Pengetahuan siswa menngenai pengelolaan dan 5 R (reduce, reuse, recycle, replace dan replant) tinggi tapi sikap dalam menggunakan produk ramah lingkungan masih rendah.

Hasil pengamatan peneliti pengetahuan lingkungan hidup belum mampu membentuk sikap peduli lingkungan tercermin dari kesadaran siswa terhadap kebersihan ruang kelas dan lingkungan sekolah yang masih rendah. Masih belum memiliki kesadaran untuk mengambil sampah yang ada disekitar

lingkungan, masih harus diingatkan oleh guru. Hal ini juga menunjukkan pemahaman siswa tentang pengetahuan lingkungan hidup masih dalam tingkatan rendah, hanya mampu tahu dan memahami belum sampai pada tingkatan pengetahuan yang lebih tinggi yaitu sintesis dan evaluasi..

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Lendrawati (2013) menyatakan bahwa pengetahuan peserta didik terhadap lingkungan tergolong tinggi, belum menjamin kepedulian peserta didik terhadap lingkungan juga tinggi. Menurut Meyer (2015) tidak selalu tingkat pengetahuan yang tinggi akan mendorong seseorang untuk berperilaku peduli lingkungan.

Analisis hubungan antara Sikap Peduli Lingkungan terhadap Intensi Perilaku Peduli Lingkungan.

Hasil analisis menggunakan SmartPLS 2 menunjukkan hubungan antara Sikap Peduli Lingkungan dengan Intensi perilaku peduli lingkungan sebesar 0.356, dengan nilai t hitung 3.28 > 1.988 seperti dalam Tabel 6, yang berarti sikap peduli lingkungan berpengaruh nyata terhadap intensi perilaku peduli lingkungan. Semakin tinggi sikap peduli lingkungan, maka semakin tinggi pula intensi perilaku peduli lingkungan, contoh sikap siswa SMK Kemenperin yang sangat

(19)

baik terhadap kepedulian membuang sampah, maka semakin tinggi pula intensi perilaku siswa SMK Kemenperin dalam membuang sampah pada tempat dan sesuai kriteria.

Temuan ini sejalan dengan asumsi teoritis dalam teori perilaku berencana (Ajzen, 1991) bahwa sikap merupakan faktor determinan dari intensi. Suki (2013) yang menemukan bahwa sikap lingkungan berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku ekologis.

Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Kumar (2014) yang meneliti perilaku membeli produk ramah lingkungan menyatakan bahwa sikap memiliki hubungan yang signifikan dengan niat untuk membeli produk yang ramah lingkungan. .Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Gusti (2015) yang meneliti hubungan pengetahuan, sikap dan intensi perilaku pengelolaan sampah berkelanjutan pada siswa sekolah dasar di Kota Padang. Hasilnya menyatakan bahwa sikap terhadap pengelolaan sampah berkelanjutan berhubungan dan berkontribusi positif dengan intensi pengelolaan sampah berkelanjutan.

Menurut teori Planned Behavior (Ajzen, 2005), sikap secara langsung mempengaruhi intensi perilaku. Keinginan seseorang untuk melakukan sesuatu dipengaruhi apakah seseorang memiliki

penilaian positif (bermanfaat, penting, menyenangkan, mudah, dan sebagainya) atau memiliki penilaian negatif (mengganggu, tidak penting, buruk, dan sebagainya). Pengaruh sikap terhadap intensi perilaku peduli lingkungan siswa dapat dilihat dari pandangan siswa mengenai manfaat, keuntungan dan kepercayaan terkait kepedulian lingkungan.

Analisis hubungan antara Norma Subjektif terhadap Intensi Perilaku Peduli Lingkungan.

Hasil analisis menggunakan SmartPLS 2 menunjukkan hubungan antara norma subjektif dengan Intensi perilaku peduli lingkungan sebesar 0.236, dengan nilai t hitung 2.02 > 1.988 seperti dalam Tabel 6, yang berarti norma subjektif berpengaruh nyata terhadap intensi perilaku peduli lingkungan. Semakin tinggi norma subjektif siswa SMK Kemenperin, maka semakin tinggi pula intensi perilaku peduli lingkungan

Hasil penelitian ini sesuai hasil penelitian yang dilakukan oleh Suryandari et al, (2016) yang meneliti perilaku ekologis generasi Y di Kota Denpasar bahwa semakin tinggi norma subyektif, maka semakin tinggi pula perilaku ekologis pada kelompok generasi Y di Kota Denpasar. Hasil penelitian ini juga memperkuat hasil penelitian sebelumnya Jaolis (2011); dan

(20)

Lee (2008), yang menunjukkan bahwa kelompok acuan dalam lingkungan sosialnya seperti keluarga, teman, teman belanja, selebriti, dan ahli mempengaruhi perilaku ekologis mereka dalam hal pembelian produk hijau.

Norma subyektif adalah kecenderungan siswa SMK Kemenperin untuk tunduk kepada pendapat orang tua yang digunakan sebagai referensi atau panutan dalam bertindak. Indikator dominan yang merefleksikan variabel ini adalah “saran untuk berperilaku peduli pada lingkungan.

Analisis hubungan antara Persepsi Kontrol Perilaku terhadap Intensi Perilaku Peduli Lingkungan

Hasil analisis smartPLS 2 hubungan variabel persepsi kontrol perilaku terhadap Intensi Perilaku Peduli Lingkungan sebesar 0.305, dengan nilai t hitung atau signifikansi 3.53 > 1.988 seperti dalam Tabel 6, yang berarti persepsi kontrol perilaku berpengaruh nyata terhadap pembentukan intensi perilaku lingkungan. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian Rezai et al, (2012) yang menyatakan bahwa persepsi kontrol perilaku mempengaruhi perilaku ekologis dalam hal pembelian dan konsumsi produk ramah lingkungan. Penelitian ini juga diperkuat penelitian sebelumnya, Barkatin (2016) yang mengatakan persepsi

kontrol perilaku mempunyai louding faktor 0.28 terhadap intensi perilaku lingkungan. Hasil penelitian (Sari, 2009. dalam Barkatin, 2016) menyatakan bahwa persepsi berpengaruh terhadap perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat.

Persepsi kontrol perilaku adalah persepsi individu mengenai mudah atau sulitnya mewujudkan suatu perilaku tertentu (Ajzen, 2005). Persepsi kontrol perilaku peduli lingkungan adalah persepsi siswa SMK Kemenperin mengenai mudah atau sulitnya mewujudkan suatu perilaku peduli lingkungan berdasarkan kepercayaan mengenai kemampuan dalam mengendalikan dan persepsi mengenai kekuasaan yang dimiliki untuk melakukan perilaku peduli lingkungan.. Persepsi kontrol perilaku dalam penelitian ini direfleksikan secara dominan oleh indikator yaitu “Memiliki taman dan tanaman di sekolah maupun di rumah”.

REFERENSI

Afandi, R. 2013. Integrasi Pendidikan Lingkungan Hidup Melalui Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar sebagai Alternatif Menciptakan Sekolah Hijau. Jurnal pedagogia, vol. 2(1), Februari 2013 halaman 98-108.

Ajzen, I. 1991. The Theory of Planned Behavior, Organizational Behavior and Human Decision Processes, vol. 50, no. 2, pp. 179- 211.

(21)

Ajzen, I. 2005. Attitudes, Personality, and Behavior (2nd. Edition). England: Open University Press / McGraw- Hill.

Barkatin. 2016. Analisis Perilaku Pelajar Terhadap Lingkungan (studi kasus: pendidikan menengah di Kecamatan Parung, Kecamatan Ciseeng dan Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor. Tesis. PSL Pascasarjana. IPB. Bogor. Dwiwahjono, A.S. 2019. 15 Pabrik

Danone-Aqua raih penghargaan industri hijau. https://www. beritasatu.com/ekonomi/590925 /15-pabrik-danoneaqua-raih-penghargaan-industri-hijau (16 Desember 2019).

Ghozali, I. 2011. Structural Equation Modelling Metode Alternatif dengan Partial Least Square, Badan Penerbit Undip, Semarang.

Gusti, A., Isyandi, I., Bahri, S., Afandi, D.2015. Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Intensi Perilaku

Pengelolaan Sampah

Berkelanjutan pada Siswa Sekolah Dasar di Kota Padang. Journal Dinamika Lingkungan Indonesia, Juli 2015,p 100-107.

Jaolis, F. 2011. Profil Green Consumers Indonesia: Identifikasi Segmen dan Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Perilaku

Pembelian Green Products. Jurnal Mitra Ekonomi dan Manajemen Bisnis, 2 (3): 18-39.

Kementerian Perindustrian. 2019. Daftar peraturan keputusan menteri perindustrian. http://jdih. kemenperin.go.id/site/peraturan/ 18/all/ (26 Desember 2019). Kumar, B. 2014. Theory of Planned Behaviour

Approach to Understand the Purchasing Behaviour for Environmentally.

Kostova, Z. dan Atasoy, E. (2008). Methods of Successful Learning. Environmental Education. Journal of Theory and Practice in Education, vol. 4(1), p48-78 Lee, K. 2008. Opportunities for Green

Marketing : Young Consumers. Journal of Marketing Intelligence and Planning, 26 (6): 573-586.. Lendrawati. 2013. Faktor-faktor

Determinan yang Berhubungan dengan Kepadulian Peserta Didik SMP Cendana Pekanbaru Terhadap Lingkungan Sekolah. Jurnal Pusat Penelitian Lingkungan Hidup.Riau (ID): Universitas Riau.

Meyer, A. 2015. Does Education Increase pro Environmental Behavior? Evidence from Europe. Jurnal Ecological Economic, 116,108-121.

Rezai, G., Teng, P.K., Mohamed, Z., Shamsudin, M.N. 2012. Consumer’s Awareness and Consumption Intention Towards Green foods. African Journal of Business Management, 6 (12): 4496-4503.

Sarwono, Narimawati. 2015. Membuat Skripsi, Tesis dan Disertasi dengan Partial Least Square SEM (PLS SEM). Andi. Yogyakarta

Suryandari, N.K.D., Suprapti, N.W.S., Sukaatmadja, I.P.G. 2016. Aplikassi Theory of Planned Behavior dalam Menjelaskan Perilaku Ekologis Generasi Y di Kota Denpasar. Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan Vol. 10, No. 1, Februari 2016. Universitas Udayana. Bali.

(22)

PERAMALAN DAN PENENTUAN TARGET PRODUKSI

KEDELAI NASIONAL

Eko Ruddy Cahyadi1*, Nurul Hidayati1

1 Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University

*Email: ekocahyadi@apps.ipb.ac.id

RINGKASAN

Kedelai merupakan salah satu bahan pangan yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia dalam bentuk produk olahan seperti tempe, tahu, dan kecap. Permintaan kedelai mentah sebagai bahan baku cenderung meningkat melampaui kapasitas produksi dalam negeri. Tercatat hanya sekitar 65% produksi lokal untuk memenuhi pasar kedelai domestik dan selebihnya berasal dari impor. Oleh karena itu, kebijakan dan program yang tepat untuk peningkatan produksi lokal sangat dibutuhkan. Hal pertama yang perlu dilakukan adalah menentukan target produksi kedelai yang akan dicapai. Target ini akan menentukan alokasi sumberdaya dan program yang sesuai. Dalam risalah ini dilakukan kajian penentuan target yang akuntabel dan realiastis melalui pendekatan peramalan kuantitatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa metode peramalan weighted moving average untuk data produksi tahunan dan metode Holt's Winter (Multiplicative) untuk data produksi musiman adalah model peramalan terbaik dengan tingkat kesalahan terkecil. Kedua metode ini dapat diadopsi oleh Kementerian Pertanian dalam menentukan target produksi kedelai. Kisaran target produksi kedelai yang direkomendasikan untuk tahun 2019 adalah 971,489.45  132,732.33 ton. Kata kunci: Holt's Winter, kedelai, peramalan, target, weighted moving average.

PERNYATAAN KUNCI

Kebutuhan konsumsi kedelai yang terus meningkat belum mampu dipenuhi oleh produksi domestik yang mengalami fluktuasi dalam lima tahun terakhir. Kementerian Pertanian perlu menentukan target produksi yang tepat sebagai dasar untuk membuat kebijakan dan program peningkatan produksi kedelai dalam negeri. Penentuan target memerlukan

metode yang handal, realistis, dan akuntabel. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan target adalah pendekatan peramalan kuantitatif. Meskipun target berbeda dengan peramalan namun penetuan target yang realistis dan akuntabel perlu mempertimbangkan peramalan yang bersifat faktual obyektif dengan memasukan tingkat optimisme pembuat

(23)

kebijakan sesuai dengan visi dan misi organisasi. Metode peramalan kuantitatif yang digunakan dalam kajian ini didasarkan pada data deret waktu (time series) produksi kedelai dari tahun 2000-2018. Metode peramalan terbaik dipilih berdasarkan tingkat kesalahan estimasi (error) yang terkecil.

REKOMENDASI

Kajian risalah kebijakan ini merekomendasikan metode peramalan weighted moving average untuk memprediksi data produksi tahunan dan metode Holt's Winter (Multiplicative) untuk memprediksi produksi musiman kedelai nasional. Kedua metode iniadalah metode dengan tingkat error terkecil baik dari evaluasi MAD, MSE, dan MAPE dibandingkan dengan metode kuantitatif lainnya. Kisaran target produksi kedelai pada tahun 2019 yang dapat ditentukan adalah untuk metode weighted moving average berkisar 971,489.45  132,732.33 ton kedelai. Sementara metode Holt's Winter (Multiplicative) pada tahun 2019 untuk periode Januari-April 61,133.67  205,386.97 ton; Mei-Agustus 61,133.67  240,794.38 ton; dan September - Desember 61,133.67  281,164.55 ton. Metode ini dapat diadopsi oleh Kementerian Pertanian dalam menentukan target produksi kedelai yang

akan dijadikan sebagai dasar dalam membuat kebiajkan dan program kegiatan pertanian untuk meningkatkan produksi kedelai dalam negeri dan mengurangi impor kedelai.

I. PENDAHULUAN

Kedelai merupakan komoditas pangan dengan kandungan protein nabati tinggi dan telah digunakan sebagai bahan baku produk olahan seperti susu kedelai, tempe, tahu, kecap, dan berbagai makanan ringan lainnya (Krisnawati, 2017). Di Indonesia kedelai termasuk tanaman strategis ke tiga setelah padi dan jagung (Aldillah, 2014) yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Kesadaran akan kandungan gizi yang melimpah sebagaimana disajikan pada Tabel 1 dan manfaatnya sebagai pangan fungsional yang baik bagi kesehatan menyebabkan konsumsi makanan olahan kedelai meningkat setiap tahun.

Tabel 1 Kandungan gizi kedelai

Komponen Kandungan dalam 100g Ekstrak jernih Kedelai Energi 145 kj (36 kkal) Protein 3.2 g Karbohidrat 3.0 g Serat Kasar 0.1 g Lemak 1.5 g

Asam lemak tidak jenuh ganda (PUFA)

Tinggi Asam lemak jenuh Rendah

Kolesterol 0 mg Vitamin A 41.2 IU Vitamin C 0 mg Thiamin (B1) 0.05 mg Riboflavin (B2) 0.03 mg Sodium 21.6 mg

(24)

Potassium 133.4 mg

Kalsium 21.6 mg

Besi 1.2 mg

Pangan fungsional berperan sebagai pemelihara kesehatan dan mencegah berbagai penyakit. Pangan fungsional adalah pangan yang secara alamiah maupun melalui proses mengandung satu atau lebih senyawa yang mempunyai fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan (BPOM, 2005). Terdapat tiga persyaratan pangan fungsional, yaitu (1) produk berupa bahan pangan (bukan kapsul, tablet atau bubuk) dan berasal dari bahan alami, (2) layak dikonsumsi sebagai bagian dari menu sehari-hari, dan (3) mempunyai fungsi pada waktu dicerna, seperti memperkuat pertahanan tubuh, mencegah penyakit tertentu, membantu memulihkan kondisi tubuh setelah sakit, menjaga kondisi fisik dan mental, dan memperlambat proses penuaan. Kedelai sebagai sumber pangan fungsional mengandung komponen penting yang berguna untuk kesehatan, termasuk vitamin (vitamin A, E, K dan beberapa jenis vitamin B) dan mineral (K, Fe, Zn dan P). Lemak kedelai mengandung 15% asam lemak jenuh dan sekitar 60% lemak tidak jenuh yang berisi asam linolenat dan linoleat, keduanya diketahui membantu menyehatkan jantung dan mengurangi risiko terkena kanker.

Meningkatnya permintaan kedelai untuk bahan pangan dari tahun ke tahun didorong oleh peningkatan jumlah penduduk dan kesadaran akan pentingnya gaya hidup sehat. Pasokan kedelai di Indonesia terkadang tidak mampu memenuhi keseluruhan permintaan kedelai di pasar sehingga pemerintah melakukan impor kedelai untuk mencukupi kebutuhan tersebut. Hal ini digambarkan dengan adanya fakta bahwa pertumbuhan kebutuhan konsumsi kedelai melebihi pertumbuhan produksi dalam negeri, sehingga kekurangan kebutuhan ditutup dari kedelai impor (Aldillah, 2014). Produksi kedelai di dalam negeri hanya mampu memenuhi sekitar 65,61% konsumsi domestik (FAO, 2013) sehingga sebesar 35% dipenuhi dari kedelai impor (Departemen Pertanian 2008).

II. METODOLOGI

Penelitian ini dilakukan menggunakan data produksi kedelai tahun 2000 – 2018 dari BPS dan tinjauan literatur yang relevan dengan kajian. Focus Group Discussion (FGD) dengan Biro Perencanaan Kementrian Pertanian juga dilakukan untuk mengkonfirmasi dan menginterpretasikan data.

Metode analisis data yakni dengan menggunakan metode peramalan kuantitatif. Metode peramalan kuantitatif

(25)

Ya Tidak

yang digunakan adalah 4 metode dengan data tahunan yakni moving average, weighted moving average, exponential smoothing, dan Holt's Trend. Selanjutnya terdapat 2 metode dengan data musiman yakni Holt's Winter (Multiplicative), dan Holt's Winter (Additive). Penentuan target dapat ditentukan dengan menggunakan hasil peramalan dengan kisaran nilai tingkat kesalahan terkecil. Tingkat kesalahan tersebut diukur melalui

empat indikator, yakni RMSE (Root mean square error), MAE (Mean Absolute Error), dan MAPE (Mean Absolute Prcentage Error). Model peramalan terbaik adalah metode yang menghasilkan nilai terkecil untuk ketiga indikator tersebut. Pengolahan data menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel dengan add in Realstat dan solver. Kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

III. SITUASI TERKINI

Penurunan luas panen kedelai yang tidak diimbangi dengan peningkatan produktivitas kedelai menjadi faktor ketidakpastian produksi kedelai lokal (Malian, 2004). Berdasarkan data FAO, laju nilai impor mencapai rata-rata 200% dalam periode 52 tahun terakhir, sehingga

sampai saat ini, swasembada kedelai belum tercapai. Padahal varietas unggul nasional memiliki mutu fisik dan gizi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedelai impor (Krisnawati, 2017). Berdasarkan catatan dari BPS (2019), diketahui bahwa produksi kedelai dalam negeri bahwasannya mengalami kondisi yang cenderung pada

Analisis perkembangan produksi kedelai saat ini

Penentuan target secara kuantitatif

Simulasi peramalan kuantitatif produksi kedelai Data historis tahunan: moving

average, weighted moving average, exponential smoothing, dan Holt's

Trend

Data historis musiman:

Holt's Winter (Multiplicative), dan

Holt's Winter (Additive).

MAE, MSE, dan MAPE

terkecil

Rekomendasi metode penentuan target dengan pendekatan peramalan kuantitatif

(26)

kisaran angka 500-1000 ton sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Produksi kedelai nasional tahunan (BPS 2019)

Tahun Produksi nasional (ton) Tahun Produksi nasional (ton) 2000 1,017,634.00 2010 907,031.00 2001 826,932.00 2011 851,286.00 2002 673,056.00 2012 843,153.00 2003 671,600.00 2013 779,992.00 2004 723,483.00 2014 954,997.00 2005 808,353.00 2015 963,183.00 2006 649,835.00 2016 859,653.00 2007 586,018.00 2017 538,728.00 2008 775,710.00 2018* 982,598.00 2009 974,512.00 *angka sementara

(27)

Tabel 3 Perkembangan luas panen, produktivitas, dan produksi musiman komoditi kedelai

Uaian 2014 2015 2016 2017 2018 *) Perkembangan

2015-2016 2016-2017 2017-2018 *) Absolut % Absolut % Absolut %

KEDELAI

Luas Panen (ha)

1. Januari−April 169,291 144,130 193,359 92,294 198,941 49,229 34 -101,065 -52.27 106,647 115.55 2. Mei−Agustus 222,589 245,487 180,679 120,076 174,954 -64,808 -26 -60,603 -33.54 54,878 45.70 3. September−Desember 223,805 224,478 202,949 143,419 166,353 -21,529 -10 -59,530 -29.33 22,934 15.99 - Januari−Desember 615,685 614,095 576,987 355,789 540,247 -37,108 -6 -221,198 -38.34 184,458 51.84 Produktivitas (ku/ha) 1. Januari−April 16.00 17.18 15.76 14.49 14.46 -1.42 -8.27 -1.27 -8.06 -0.03 -0.21 2. Mei−Agustus 14.21 14.63 13.87 14.57 14.53 -0.76 -5.19 0.7 5.05 -0.04 -0.27 3. September−Desember 16.44 15.88 14.99 16.04 15.09 -0.89 -5.6 1.05 7 -0.95 -5.92 - Januari−Desember 15.51 15.68 14.9 15.14 14.68 -0.78 -4.97 0.24 1.61 -0.46 -3.04 Produksi (ton) 1. Januari−April 270,790 247,558 304,781 133,766 287,625 57,223 23 -171,015 -56.11 153,859 115.02 2. Mei−Agustus 316,281 359,133 250,623 174,906 254,233 -108,510 -30 -75,717 -30.21 79,327 45.35 3. September−Desember 367,926 356,492 304,249 230,038 251,098 -52,243 -15 -74,211 -24.39 21,060 9.16 - Januari−Desember 954,997 963,183 859,653 538,710 792,956 -103,530 -11 -320,943 -37.33 254,246 47.20 Sumber: BPS (2019)

(28)

Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa luasan lahan panen kedelai cenderung mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2014. Luasan panen kedelai terkecil terjadi pada tahun 2017 yang mencapai 355.789 hektar yang mengalami penurunan sebesar 38,34% dibandingkan pada tahun 2016. Jika dilihat dari periode musiman, bahwa musim pada periode Januari – April 2017 merupakan penurunan terbesar pada luasan panen kedelai dengan penurunan sebesar 52,27% dibandingkan pada peiode musim yang sama di tahun 2016. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan penurunan ini adalah alih fungsi lahan. Ketidakstabilan harga kedelai membuat petani cenderung beralih menanam jagung atau kacang tanah yang memiliki harga lebih baik dan stabil. Kebijakan impor kedelai juga berpengaruh terhadap preferensi petani. Pasar yang didominasi produsen tahu dan tempe cenderung memilih kedelai impor karena harganya yang lebih murah dengan ukuran yang lebih besar sehingga dinilai lebih cocok digunakan sebagai bahan baku tahu dan tempe. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebanyak 50% kedelai dimanfaatkan untuk produksi menjadi tempe dan 40% dimanfaatkan untuk produksi tahu, sedangkan 10% digunakan untuk susu kedelai, kecap, taoge, tauco, tepung, dan produk olahan lainnya (Silitonga dan

Djanuwardi, 1996). Selain itu, kontinuitas kedelai impor yang lebih terjamin, sehingga tidak mengganggu kontinuitas produksi produk olahan kedelai dalam negeri.

Meskipun luasan lahan panen kedelai pada tahun 2017 merupakan luasan yang terkecil, namun produktivitasnya mengalami peningkatan sebesar 1,6% dibandingkan tahun 2016. Sejalan dengan luasan panen yang mengalami penurunan pada tahun 2017, maka produksi kedelai yang dihasilkan pun juga mengalami penurunan sebesar 37,33% dengan penurunan terbesar pada musim periode Januari – April 2017.

IV. ANALISIS DAN

ALTERNATIF SOLUSI

Peramalan dapat dijadikan sebagai dasar untuk menentukan target di masa datang yang hendak dicapai oleh seseorang atau organisai. Penentuan target yang tepat harus memenuhi kriteria SMART yakni Specific, Measurable, Achievable, Relevant, dan Time bound. Target yang ditentukan merupakan target yang spesifik, terukur, dapat dicapai, sejalan dengan organisasi dan target lainnya serta memiliki jangka waktu yang jelas. Dengan demikian, target tersebut akan memberikan arahan bagi seseorang atau organisasi dapat berjalan terarah.

(29)

Salah satu jenis peramalan adalah peramalan produksi. Peramalan produksi adalah upaya memperkirakan jumlah produksi yang akan diperoleh di masa yang akan datang dengan menggunakan data historis periode sebelumnya, baik data kuantitatif maupun kualitatif. Peramalan produksi ini memberikan manfaat dalam menentukan alokasi sumber daya yang diperlukan untuk menunjang produksi secara efektif dan efisien dalam pelakanaannnya.

Hasil peramalan produksi kedelai ini akan digunakan sebagai dasar penentuan target produksi yang akan dicapai baik dalam periode tahunan maupun muisman. Tentunya target ini nanti akan dijadiakan sebagai dasar kebijakan dan pernecanaan program kegiatan yang mendorong pengembangan produksi kedelai nasional gubna mengurangi volume kedelai impor. Peramalan produksi yang dikaji dalam penelitian ini adalah peramalan produksi secara kuantitatif dengan menggunakan data tahunan dan data musiman. Tabel 4 menunjukkan data ramalan produksi tahunan dan tingkat kesalahannya pada periode tahun 2000-2018. Hasil menunjukkan bahwa metode peramalan kuantitatif yang memiliki nilai MAE, MSE, dan MAPE terkecil adalah metode weighted moving average dengan tingkat eror terkecil (MAPE = 15,03%)

dengan nilai peramalan 971,489.45 ton kedelai dan nilai RMSE bernilai 132,732.33 ton. Dengan demikian, target produksi kedelai yang dapat ditentukan adalah berkisar 971,489.45  132,732.33 ton kedelai.

Untuk data tahunan, metode peramalan yang menggunakan data musiman, diketahui bahwa metode Holt's Winter (Multiplicative)yang memiliki tingkat eror terkecil (MAPE = 21,98%). Hasil peramalan untuk periode Januari-April 61,133.67  205,386.97 ton; Mei-Agustus 61,133.67  240,794.38 ton; dan September−Desember 61,133.67  281,164.55 ton. Dengan demikian, target musiman yang bisa digunakan sebagai dasar untuk membuat target produksi kedelai oleh Kementarian Pertanian dapat berkisar di rentang nilai peramalan tersebut. Dengan demikian, kedua metode tersebut dapat diadopsi oleh Kementerian Pertanian dalam menentukan target produksi kedelai untuk produksi tahunan dan produksi musiman.

(30)

Tabel 4 Proyeksi peramalan dan penentuan target produksi kedelai tahun 2019

Metode Peramalan Periode RMSE Peramalan (ton) MAE MSE MAPE Target (ton)

Moving Average 2019 161,616.28 793,659.67 130,322.85 26,119,820,948.95 17.40% 793,659.67 ± 161,616.28 Weighted Moving Average 2019 132,732.33 971,489.45 115,047.17 17,617,870,401.31 15.03% 971,489.45 ± 132,732.33 Exponential Smoothing 2019 161,814.32 846,836.16 131,994.29 26,183,875,559.51 17.71% 846,836.16 ± 161,814.32 Holt's Trend 2019 161,814.32 846,836.16 131,994.29 26,183,875,559.51 17.71% 846,836.16 ± 161,814.32 Holt's Winter (Mult) 2019 - Januari−April 61,133.67 205,386.97 50,245.26 3,737,325,525.76 21.98% 205,386.97 ± 61133.67 - Mei−Agustus 61,133.67 240,794.38 50,245.26 3,737,325,525.76 21.98% 240,794.38 ± 61,133.67 - September−Desember 61,133.67 281,164.55 50,245.26 3,737,325,525.76 21.98% 281,164.55 ± 61,133.67

Holt's Winter (Addt) 2019

- Januari−April 64,806.64 184,926.82 53,814.32 4,199,900,041.20 23.22% 184,926.38 ± 64,806.64 - Mei−Agustus 64,806.64 231,327.37 53,814.32 4,199,900,041.20 23.22% 231,327.37 ± 64,806.64 - September−Desember 64,806.64 283,881.93 53,814.32 4,199,900,041.20 23.22% 283,881.93 ± 64,806.64

(31)

DAFTAR PUSTAKA

Aldilah, R. 2015. Proyeksi Produksi dan Konsumsi Kedelai Indonesia. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan (8/1) Februari 2015: pp 9-23.

BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia). 2005. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan Fungsional. Jakarta.

BPS (Badan Pusat Statistik). 2019. Produksi Kedelai. Tersedia pada: www.bps.go.id. (19 September 2019).

Departemen Pertanian. 2008. Mutu Kedelai Nasional Lebih Baik dari Kedelai Impor[Siaran Pers]. Jakarta: Badan

Litbang Pertanian.

http://pustaka.litbang.deptan.go.id

/ bppi/lengkap/sp1202081.pdf [25 Oktober 2019].

FAO. 2013. FAOSTAT Database. http://faostat.fao.org/

site/339/default.aspx. [25 Oktober 2019].

Krisnawati, A. 2017. Kedelai Seabagai Sumber Pangan Fungsional. Iptek Tanaman Pangan (12/1) 20017: pp 57-65.

Malian, A. Husni. 2004. Kebijakan Perdagangan Internasional Komoditas Pertanian di Indonesia. Analisis Kebijakan Perdagangan (2/2) Juni 2004. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Silitonga, C., Djanuwardi. B. 1996. Konsumsi Tempe. hlm. 209-229. Dalam: Sapuan dan Noer Sutrisno (Ed.). Bunga Rampai Tempe Indonesia. Yayasan Tempe Indonesia, Jakarta Sugano 2006.

(32)

POTENSI PENANGANAN LIMBAH DAUN KAYU PUTIH SISA

PENYULINGAN DI PMKP KRAI-GUNDIH

Novinci Muharyani1*, Erlangga Abdillah1

1 Puslitbang Perhutani

Jalan Wonosari Batokan Tromol Pos 6, Cepu, Jawa Tengah * Email: novincimuharyani@yahoo.co.id

RINGKASAN

Perum Perhutani memiliki kelompok produk barang dan jasa unggulan, diantaranya adalah forest chemical product, salah satunya adalah minyak kayu putih. Proses penyulingan daun kayu putih memberikan rendemen minyak kurang lebih 0,8-1 % dimana selebihnya adalah berupa limbah biomassa daun kayu putih. Pemanfaatan limbah biomassa ini, hanya sebagian kecil digunakan kembali sebagai bahan bakar proses penyulingan dan selebihnya akan tertumpuk disekitar pabrik. Prospek pengolahan limbah biomassa daun kayu putih ini diantaranya adalah dengan mengelola secara intensif limbah menjadi kompos daun. Proses pembuatan kompos sendiri belum dilakukan oleh Perum Perhutani. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis prospek penanganan limbah daun kayu putih secara intensif menjadi kompos daun. Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa pengomposan limbah daun kayu putih dapat dilakukan dengan baik dalam waktu 60 hari (lebih singkat dibandingkan dekomposisi secara alami) dan biaya produksi pada skala percobaan adalah Rp. 346,- /kg kompos.

Kata kunci: kompos, limbah daun kayu putih, potensi produksi PERNYATAAN KUNCI

• Penyulingan daun kayu putih di seluruh PMKP Perum Perhutani rata-rata menggunakan bahan baku daun kayu putih segar sebanyak 48.200 ton per tahun, output minyak kayu putih yang dihasilkan pertahun sekitar 370 ton. Rendeman dalam proses penyulingan daun kayu putih menjadi minyak daun kayu putih sebesar 0.8%, hal ini menjelaskan bahwa 99.2% produksi lain adalah limbah daun kayu putih sisa hasil penyulingan yang merupakan

potensi bahan baku untuk pembuatan kompos.

• Sisa penyulingan daun kayu putih yang menumpuk dan terjadi dalam waktu yang lama tanpa penanganan yang baik akan berdampak pada permasalahan yang serius jika terjadi kebakaran, hal ini perlu penanganan yang intensif. • Penanganan limbah daun kayu putih

(LDKP) dengan pembuatan kompos dipandang sebagai proses yang layak dikembangkan. Dimana, LDKP sebagai bahan baku yang tersedia, serta

(33)

kebutuhan Perum Perhutani yang tinggi terhadap kompos atau pupuk organik dalam pembuatan dan pemeliharaan tanaman yang di kelola. • Kluster jenis minyak kayu putih terus

dikembangkan, dan peluang pasar minyak kayu putih terbuka luas. REKOMENDASI KEBIJAKAN

• Perlu adanya sistem atau kebijakan yang komprehensif dalam penanganan biomassa dari proses produksi sumber daya hutan.

• Manajemen perlu memberikan dukungan dalam rangka penerapan zero waste management dalam proses produksi sumber daya hutan.

I. PENDAHULUAN

Perum Perhutani merupakan perusahaan yang bergerak di bidang kehutanan khususnya di Pulau Jawa dan Madura, dan mengemban tugas serta wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan pengelolaan Sumber Daya Hutan (SDH) dengan memperhatikan aspek produksi/ekonomi, aspek sosial dan aspek lingkungan.

Perum Perhutani memiliki setidaknya 8 (delapan) kelompok produk barang dan jasa unggulan yang terkait dengan pengelolaan hutan, salah satunya adalah Forest Chemical Products dalam kelompok produk barang dan jasa ini Perum Perhutani menghasilkan produk berupa Gondorukem dan Terpentin. Produk tersebut merupakan

hasil destilasi getah pinus yang berkualitas tinggi. Forest Chemical Products lain yang diproduksi adalah: kopal, minyak kayu putih, lak, minyak ylang ylang dan sebagainya. Dalam mendukung Forest Chemical Products khususnya produksi minyak kayu putih, Perum Perhutani mendirikan beberapa Pabrik Minyak Kayu Putih (PMKP) di beberapa lokasi yaitu, di Jawa Timur; PMKP Kupang di Mojokerto, PMKP Bagor di Nganjuk, PMKP Semanding di Tuban, PMKP Sruwi di Pasuruan dan PMKP Sukun di Ponorogo. Jawa Tengah; PMKP Krai di Gundih. Jawa Barat; PMPK Jatimunggu di Indramayu.

Penyulingan daun kayu putih di seluruh PMKP Perum Perhutani menghabiskan bahan produksi daun kayu putih segar sebanyak 48.200 ton per tahun, output minyak kayu putih yang dihasilkan per tahun sekitar 370 ton. Proses penyulingan daun kayu putih selain menghasilkan minyak kayu putih juga menghasilkan produk lain berupa daun kayu putih sisa penyulingan. Rendeman dalam proses penyulingan daun kayu putih menjadi minyak daun kayu putih sebesar 0.8%, hal ini menjelaskan bahwa 99.2% produksi lain adalah daun kayu putih sisa hasil penyulingan. PMKP yang ada diseluruh Perum Perhutani akan menyisisakan daun kayu putih hasil penyulingan sebanyak kurang lebih 47.800 ton pertahun. Pemanfaatan daun kayu putih

(34)

sisa penyulingan sebagian besar digunakan sebagai bahan bakar boiler untuk proses penyulingan daun kayu putih kembali dan sebagian di manfaatkan masyarakat sekitar pabrik untuk kebutuhan sehari hari seperti bahan bakar memasak, pemanfaatan tersebut menghabiskan sekitar 20% dari daun kayu putih sisa penyulingan, sehingga masih terdapat sekitar 38.250 ton/tahun atau 80% yang menumpuk di sekitar PMKP di seluruh Perum Perhutani. Sisa penyulingan daun kayu putih yang menumpuk dan terjadi dalam waktu yang lama tanpa penanganan yang baik akan berdampak pada permasalahan yang serius jika terjadi kebakaran. Tumpukan sisa penyulingan daun kayu putih akan selalu bertambah pertahunnya jika tidak segera di kelola untuk kepentingan lain, diantara pemanfaatan tersebut adalah dengan pembuatan kompos. Pemberian hahan organik yang berasal dari sisa tanaman, hewan ataupun sampah kota kedalam tanah harus sudah mengalami proses pelapukan, bahan organik yang sudah mengalami pelapukan ini merupakan kompos. Kamus Webster’s New International Dictionary dalam Rodale et al, (1975) mendefinisikan kompos sebagai campuran yang digunakan untuk pemupukan atau perbaikan lahan berupa campuran pupuk yang terdiri dari bahan-bahan seperti gambut, jamur daun, rabuk, kapur yang tertumpuk dan terdekomposisi. Definisi kompos menurut

Djajakirana (2002) adalah campuran pupuk berbahan organik (tanaman atau hewan atau campuran keduanya) yang telah lapuk sebagian dan dapat berisi senyawa-senyawa lain seperti abu, kapur dan bahan kimia lainnya sebagai bahan tambahan.

Melihat kondisi tersebut maka mengkaji potensi untuk penanganan limbah daun kayu putih diperlukan untuk memanfaatkan seluruh bagian dari sumberdaya hutan sebagai bahan baku yang dapat dikembalikan kembali untuk kepentingan pengelolaan hutan.

II. SITUASI TERKINI

Pangsa pasar minyak kayu putih dalam 5 tahun ke belakang, menunjukan serapan yang baik dalam artian adalah produksi minyak kayu putih yang dihasilkan oleh Perum Perhutani akan habis terserap oleh pasar. Produksi minyak kayu putih bergantung pada produksi daun kayu putih sebagai bahan bakunya, pada Gambar 1. dapat dilihat kecenderungan produksi daun kayu putih pada 5 tahun ke belakang di Perum Perhutani.

Gambar 1.Grafik produksi daun kayu putih

20 14 20 15 20 16 20 17 20 18 produksi daun kayu putih (ton) 41. 40. 32. 37. 38. 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000 40.000 45.000 p ro d u ksi d au n kayu p u tih (t o n )

(35)

Dalam rencana jangka panjang 2019-2024 yang disusun oleh perusahaan, pengembangan kluster jenis kayu putih diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar yang masih terbuka. Pengembangan kayu putih dilakukan pada unit manajemen yang terdapat kluster kayu putih namun belum memenuhi skala usaha. Luas hutan produksi kayu putih saat ini adalah seluas 44.239 ha atau 3,18% dari total luas hutan produksi yang dikelola oleh Perum Perhutani dan pada rencana redesain, luas kawasan akan bertambah menjadi 4,53% atau menjadi 62.889 ha.

Skala usaha kayu putih diskenariokan sekaligus dengan rencana investasi pabrik minyak kayu putih. Produksi minyak kayu putih dan rencana penambahan investasi pabrik, maka potensi limbah daun kayu putih pun akan mengiringi, sehingga penanganan limbah daun kayu putih yang dihasilkan pun perlu menjadi bagian dari perencanaan proses produksi. Produksi minyak kayu putih pada 5 tahun ke belakang adalah seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik produksi minyak kayu putih

Komoditi minyak kayu putih sebagai salah satu forest chemical product yang dihasilkan oleh Perum Perhutani, diharapkan dapat menjadi penyokong pendapatan perusahaan, dimana pada saat ini masih ada gap sebanyak 71% antara penyediaan dan permintaan produk, sehingga komoditi ini akan terus dikembangkan. Dukungan dari kegiatan penelitian adalah dengan mulai dikembangkannya pertanaman kayu putih dengan menggunakan bibit unggul yang diperoleh dari program pemuliaan serta praktek silvikultur dan pemanenan yang mampu meningkatkan produksi daun kayu putih serta rendemen minyak kayu putih.

III. METODOLOGI

Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2016, Contoh LDKP diambil dari PMKP Krai - Gundih Jawa Tengah. Kajian ini menggunakan limbah daun kayu putih (LDKP) segar, yaitu daun dan ranting sisa pengolahan minyak kayu putih yang baru keluar dari ketel pemasakan paling lama 1 bulan yang kemudian disamakan ukurannya secara mekanis. Potensi LDKP ini kemudian diproses dekomposisinya secara anaerob dengan menambahkan dekomposer dengan perbandingan 1 liter dekomposer digunakan untuk 1 ton bahan, sehingga diperoleh pendekatan jumlah dekomposer sebanyak 1 ml untuk 1 kg bahan. Potensi proses ini kemudian dilihat dari kualitas 20 14 20 15 20 16 20 17 20 18 Produksi MKP (ton) 276 290 187 241 279 0 50 100 150 200 250 300 350 Pr o d u ksi M K P (t o n )

Gambar

Gambar 1. Kerangka Model Penelitan
Tabel 1. Variabel endogen dan variabel eksogen model struktural partial least square (PLS)
Tabel 3. Hasil analisis deskriptif
Tabel 4. hasil pengukuran variabel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Studi kepustakaan, yaitu suatu teknik untuk mendapatkan data teoritis dari para ahli melalui sumber bacaan yang berhubungan dan menunjang terhadap variabel-variabel

Jika sudah yakin dengan jawaban yang kamu peroleh, silahkan satu siswa yang mewakili kelompok untuk maju dan menyampaikan hasilnya di depan teman-teman yang lain..  Volume prisma

Selain itu, motivasi belanja the shopping tourist yaitu hedonik dalam hal, memperlakukan diri secara khusus, merasa di dunia sendiri, adanya diskon, pemberian hadiah

Dampak lingkungan terbesar dihasilkan dari ketiga ruang lingkup Life Cycle Assessment (LCA) yaitu pada bagian proses produksi yaitu sebesar 60.2 Pt dengan penyusun impact

Menurut kamus kedokteran Dorland edisi 29, definisi rehabilitasi adalah pemulihan ke bentuk atau fungsi yang normal setelah terjadi luka atau sakit, atau

Untuk menarik minat anak – anak, agar – agar kulit manggis (linggis) ini akan diolah menjadi agar-agar yang memiliki aneka rasa seperti coklat, orange,

Hasil penelitian dengan uji Person Product Moment diketahui ada hubungan yang tinggi antara fungsi supervisi kepala ruangan dengan produktivitas kerja perawat pelaksana di

Jatuh pada permukaan tangan bagian volar dengan tangan dalam posisi deviasi Jatuh pada permukaan tangan bagian volar dengan tangan dalam posisi deviasi radial