• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemampuan Guru Pendidikan Jasmani Dalam Menyusun Rencana Dan Praktik Pembelajaran Bervisi Karakter

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kemampuan Guru Pendidikan Jasmani Dalam Menyusun Rencana Dan Praktik Pembelajaran Bervisi Karakter"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

RENCANA DAN PRAKTIK PEMBELAJARAN BERVISI KARAKTER Dimyati

Fakultas Ilmu Kelolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta e-mail: dimy_rismi@yahoo.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap kemampuan guru pendidikan jasmani dalam menyusun rencana dan praktik pembelajaran bervisi karakter, keyakinan guru yang terkait pem-belajaran karakter, dan konstruksi proptotipe model pendidikan jasmani yang efektif diterapkan untuk membentuk karakter siswa. Penelitian menggunakan metode deskriptif dengan populasi guru Pendidikan Jasmani SMP di 50 sekolah se-Kota Yogyakarta. Sampel diambil secara random sampling sehingga diperoleh 32 guru pendidikan jasmani dari 28 SMP. Teknik pengumpulan data yang diguna-kan adalah angket dan wawancara. Analisis data dilakudiguna-kan melalui identifikasi muatan karakter ter-hadap seluruh Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan pendalaman terkait dengan keyakinan guru mengenai pembelajaran karakter. Hasil penelitian disimpulkan bahwa: (1) kompetensi pedagogik guru Pendidikan Jasmani SMP di Kota Yogyakarta dalam mengintegrasikan pendidikan karakter yang terwujud dalam penyusunan RPP masih rendah; (2) pemahaman guru pendidikan jasmani ter-kait dengan pembelajaran karakter relatif dangkal dengan tata pikir kurang sistematis; dan (3) praktik pembelajaran karakter yang dilakukan oleh guru pendidikan jasmani di SMP Kota Yogyakarta cen-derung bersifat internalisasi-pasif.

Kata Kunci: guru, pedidikan jasmani, pembelajaran, karakter

SPORTS EDUCATION TEACHERS’ ABILITY IN WRITING CHARACTER VISION-BASED LESSON PLANNING AND INSTRUCTIONAL PRACTICE

Abstract: This study aims to reveal the physical education teachers’ ability in writing character vision-based lesson planning and instructional practice, the teachers’ beliefs related to character teaching and learning, and the prototype construction of effective sports education model to be applied in shaping the students’ character. This study used a descriptive method with a population of physical education teachers of 50 SMPs in the City of Yogyakarta. A random sampling was administered to get 32 phy-sical education teachers from 28 SMPs. The data were collected using questionnaires and interviews. The data analysis was conducted through character content identification from all the lesson plans and tracing the teachers’ beliefs on the teaching and learning of character. From the results it can be concluded that: (1) the physical education teachers in the City of Yogyakarta still have low compe-tence in integrating character education as realized in the lesson plans; (2) the understading of the physical education teachers on character teaching and learning is still relatively superficial with unsystematic thinking pattern; and (3) the practice of character teaching and learning by the physical education teachers of SMP in the City of Yogyakarta tends to be passive internalization.

Keywords: teachers, physical education, teaching and learning, character

PENDAHULUAN

Erosi karakter dan perilaku tidak ter-puji yang menerpa masyarakat sudah me-rupakanbagianyang tidak terpisahkan dari perilaku masyarakat Indonesia dewasa ini. Fenomena masyarakat semacam ini nam-paknya sudah dipahami dan disadari pe-merintah. Menteri Pendidikan dan

Kebu-dayaan, Muhammad Nuh mengatakan ke-risauan dan kerinduan banyak pihak untuk kembali memperkuat pendidikan karakter dan budaya bangsa. Pemerintah bertekad untuk memperkuat karakter dan budaya bangsa tersebut melalui pendidikan di se-kolah (Kompas, 15 Januari, 2010).

(2)

Koesoema (2009) menyatakan bahwa dalam dunia pendidikan sudah cukup ba-nyak contoh dan perilaku tidak jujur yang dilakukan individu, mulai dari siswa yang menyontekataumenjiplakhasilkaryaorang lain tanpa menyertakan sumber dan men-cari-cari alasan untuk lari dari tanggung ja-wab atas tugas-tugas sekolah yang diberi-kanoleh guru.Kondisi ini menegaskan bah-wa para guru yang mengajar mata pelajar-an apa pun harus memiliki perhatian dan menekankanpentingnyapendidikan karak-ter pada para siswa (Lumpkin, 2008). Lebih lanjut dikatakan bahwa sekolah dan guru memegangperandan tanggung jawab yang lebih besar dalam pembelajaran siswa, ti-dak hanya ditunjukkan untuk memenuhi harapan agar kinerja siswa berhasil dalam aspek kognitif, tetapi harus menekankan pada pembelajaran aspek afektif. Dengan kata lain, peningkatan dalam aspek pe-ngembangan afektif siswa atau dalam arti pendidikan karakter tidak bolehdiabaikan. Pentingnyamengembangkankarakter melalui pembelajaran afektif telah ditekan-kan dalam tujuan dan fungsi standar kom-petensi nasional pendidikan jasmani seba-gaimana tertuang dalam kurikulum tahun 2004. Dua di antaranya menyatakan bahwa tujuan pendidikan jasmani yaitu: (1) mele-takan landasan karakter moral yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidik-an jasmpendidik-ani; dpendidik-an (2) mengembpendidik-angkpendidik-an sikap yang sportif, jujur, disiplin, bertanggung ja-wab,kerja sama, percaya diri dan demokra-tis melalui aktivitas jasmani (Depdiknas, 2003). Hal tersebut merupakan tugas dan tanggung jawab guru pendidikan jasmani untuk membantu siswa dalam mewujud-kan standar tersebut melalui pembelajaran afektif. Namun, berdasarkan studi penda-huluan melalui wawancara yang diseleng-grakan pada tanggal 4, 5, dan 12 Februari 2011 terhadap guru-guru Pendidikan

Jas-mani SD dan SMP yang melanjutkan studi dari D-3 dan D-2 ke S1 pada Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekre-asi Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta, mereka pada umum-nya menjawab bahwa tidak pernah mem-berikan pembelajaran afektif selama meng-ajar pelmeng-ajaran Pendidikan Jasmani di seko-lah.

Kondisi tersebut sungguh ironis ka-rena di sisi lain guru tahu bahwa berdasar-kan kurikulum mereka harus mengajarberdasar-kan aspek-aspekafektif kepada siswa, tetapi da-lam realisasinya tidak demikian. Dengan kata lain, nilai-nilai rasa hormat terhadap orang lain, sikap prososial, sikap bertang-gungjawab,kejujuran,disiplin,berlaku adil, empati yang merupakan asfek-aspek afek-tif dan esensi dari nilai-nilai pembentuk ka-rakter seseorang oleh para guru pendidik-an jasmpendidik-ani tidak pernah diajarkpendidik-an.

Atas dasar permasalahan di atas, pe-nelitian ini mencoba menjawab masalah-masalah berikut. (1) Bagaimanakah kompe-tensi pedagogik guru Pendidikan Jasmani yang tercermin dalam kemampuan menyu-sun rencana pembelajaran bervisi karakter? (2) Bagaimanakah pemahaman guru Pendi-dikan Jasmani terkait dengan pembelajaran karakter kepada peserta didik? (3) Bagai-manakah praktik pembelajaran karakter yang dilakukan oleh guru Pendidikan Jas-mani di sekolah?

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptifkualitatif.Populasipenelitian ada-lah guru Pendidikan Jasmani SMP di 50 Se-kolah se-Kota Yogyakarta. Sampel diambil secara random sampling sehingga diperoleh 32 guru Pendidikan Jasmani yang berasal dari 28 SMP. Teknik yang digunakan da-lam pengumpulan data dada-lam penelitian ini adalah teknik angket dan wawancara.

(3)

Analisisdatadilakukan melalui 2 tahap, ya-itu (1) identifikasi muatan karakter terha-dap seluruh Rencana Pelaksanaan Pembe-lajaran (RPP) yang dianalisis secara kuan-titatif dengan menggunakan teknik des-kriptif persentase; dan (2) pendalaman ter-kaitdengankeyakinanguru mengenai pem-belajaran karakter kepada siswa, diungkap melalui proses analisis kualitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Setelah dilakukan penelitian tentang masalah-masalah seperti dikemukakan se-belumnya, dapat diungkap beberapa hasil sebagai berikut.

Kompetensi Pedagogik Guru Pendidikan Jasmani

Kompetensipedagogikdiartikan seba-gai kemampuan guru merencanakan pem-belajaran yang bermuatan karakter. Peren-canaanpembelajaran dapat dilihat dari RPP yangdibuatoleh guru. RPP tersebut diiden-tifikasi muatan karakternya, yakni dalam tujuan, proses, dan evaluasi. Hasil analisis data yang dilakukan terhadap 32 RPP sam-pelmenunjukkanbahwakemampuan peda-gogik guru Penjas SMP di Kota Yogyakarta memasukkan unsur pendidikan karakter dalam penyusunan RPP pada aspek tujuan, proses dan evaluasi disajikan pada Tabel 1.

Secara visual, kemampuan pedagogis guru Penjas mengintegrasikan pendidikan karakter dalam RPP dapat dilihat pada Diagram 1.

Tabel 1. Kemampuan Pedagogik Guru Penjas No. Kecakapan Unsur “Karakter” Pada RPP :

Tujuan, Proses dan Evaluasi

Frekuensi (N= 32)

F %

1. Terdapat Pada 3 Aspek (Lengkap) 9 28,1

2. Terdapat Pada 2 Aspek 13 40,6

3. Terdapat Pada 1 Aspek Saja 7 21,9

4. Tidak Ada Sama Sekali 3 9,4

Total 32 100,0

Diagram 1. Kemampuan Pedagogik Guru Penjas dalam Memasukkan Pendidikan Karakter dalam Penyusunan RPP

9.4% 21.9% 40.6% 28.1% 0.0% 5.0% 10.0% 15.0% 20.0% 25.0% 30.0% 35.0% 40.0% 45.0% Fr e ku e n si ( % )

0 Aspek 1 Aspek 2 Aspek 3 Aspek (Lengkap)

(4)

Pemahaman Guru Pendidikan Jasmani Mengenai Pembelajaran Karakter

Pemahaman Guru Penjas mengenai Pembelajaran Karakter dimakksudkan se-bagai anggapan, pandangan, dan pengeta-huan yang dimiliki oleh guru terkait de-ngan pembentukan karakter siswa melalui pendidikan jasmani. Dari sejumlah guru yang diwawancarai, ungkapan-ungkapan mereka dapat dirangkum dan simpulkan sebagai berikut.

Guru memahami bahwa karakter sis-wa semakin merosot seiring kemajuan za-man dan teknologi. Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi berdampak pada perilaku para siswa. Apalagi dengan adanya kebebasan dalam cybermedia, anak seolah bebas dan mudah mendapatkan informasi, termasuk gambar-gambar yang pada dasarnya ku-rang sesuai dengan tingkat perkembangan mereka.

Pendidikan karakter lebih dipahami sebagai sopan santun seperti unggah-ung-guh dan cara berpakaian. Ada pemahaman yang agak sempit terkait dengan pengerti-an karakter dari para guru. Karakter diper-sepsikan sebagai persoalan etiket yang me-nyangkut sopan santun dan cara berpakai-an. Kalau ada anak yang berpakaian tidak patut dianggap tidak memiliki karakter. Demikian juga kalau ada anak tidak mem-bungkuk ketika berjalan melewati guru di-anggap tidak memiliki karakter.

Sering juga dijumpai karakter siswa sekarang ini sudah tidak sesuai lagi, teruta-ma sikapnya terhadap orang tua, guru, ke-tika bergaul di masyarakat. Semua sudah mengalami penurunan. Misalnya, ketika berbicara kepada orang yang lebih tua biasanya anak-anak mempunyai karakter yang kurang pas. Orang tua dianggap se-perti teman sendiri. Kedua, sikap mereka kepada guru cuek. Mereka kurang respek

terhadap guru, baik dalam sikap maupun tutur kata mereka.

Ada keengganangurumenangani sis-wa yang bermasalah, karena HAM. Keke-rasandianggapcaraefektifmenanamkan ka-rakter. Seiring kesadaran masyarakat akan penghormatan terhadap hak-hak asasi ma-nusia, orang tua cenderung menuntut ke-pada sekolah untuk memperlakukan anak-nya secara baik. Orang tua akan complain, bahkan mempersoalkan secara hukum ma-nakala anaknya diperlakukan dengan ke-kerasan. Dalam banyak kasus, guru olah-raga acapkali menggunakan hukuman, ter-masuk kekerasan dalam menangani siswa-nya yang dianggap nakal.

Penanganan pendidikan karakter ti-dak by design, melainkan by accident. Pem-belajaran pendidikan jasmani dipahami gu-ru lebih sebagai instgu-rumen untuk meng-ajarkan gerak atau olahraga semata.Karena itu,muatan karakter tidak pernah diajarkan secara sengaja. Penanganan yang dianggap sebagaipendidikankarakter manakala anak melakukan kesalahan, kemudian dinasiha-ti, dimarahi, dan kalau perlu diberikan hu-kuman fisik.

Keterlibatan orang tua lebih karena anaknya bermasalah,misalnyadipanggil ke sekolah. Pendidikan karakter tidak bisa ha-nya terbatas pada lingkungan sekolah, te-tapi perlu melibatkan lingkungan lain se-perti lingkungan keluarga. Dari sisi waktu, keberadaan anak di sekolah sekitar 5 jam, selebihnya, dan ini yang lebih besar justru ada pada lingkungan keluarga dan masya-rakat. Keterlibatan orang tua perlu dimulai sejak awal secara terencana, bukan sekedar dilibatkanketika anaknya bermasalah. Poin terakhir inilah yang banyak dilakukan oleh sekolah.

(5)

Praktik Pembelajaran Karakter oleh Guru Pendidikan Jasmani

Penjas cenderung dipahami sebagai instrumenmenanamkandisiplin.Aspek di-siplin memang menjadi bagian penting dari pembelajaran pendidikan jasmani, te-tapi perlu diingat bahwa hasil akhir pem-belajaran bukan hanya disiplin, melainkan juga kejujuran, respek pada orang lain, taat pada aturan, dan sebagainya.

Dalamhal,praktik pembelajaran yang dimaksudkan di ini adalah bentuk nyata proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru pendidikan jasmani, mulai dari me-mulai pembejaran (warming-up), inti pem-belajaran, dan penutup (cooling-down). Dari analisis yang dilakukan terhadap tiga vi-deo hasil rekaman di tiga sekolah, yakni: SMP N 8 Yogyakarta, SMP IT Masjid Suha-da Yogyakarta, Suha-dan SMPStellaDuce terung-kap hal-hal sebagai berikut. Pertama, pada awal pembelajaran, guru membariskan sis-wanya untuk kemudian memberikan pen-jelasan tentang materi pembelajaran dan dilanjutkan dengan pemanasan berupa pe-regangan dan berlari mengelilingi lapang-an. Kedua, penyampaian substansi pembe-lajaran difokuskan pada penguasaan kete-rampilan cabang olahraga. Nilai-nilai yang terkandung di dalam aktivitas tersebut ti-dak diajarkan kepada peserta didik. Ketiga, pada saat pembelajaran berakhir, guru cen-derungmembubarkanbegitu saja tanpa ada refleksi atas pembelajaran yang baru saja dilakukan.

Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kompetensi pedagogik guru Pendidikan Jasmani SMP se-Kota Yogyakarta dalam mengintegrasikanpendidikankarakteryang terwujud dalam penyusunan RPP masih rendah. Fenomena ini tidak terlepas dari kultur pendidikan, khususnya di tingkat

pendidikandasardan menengah mulai dari sekolah, guru, pengajar di bimbingan bela-jar, bahkan orang tua pun menjejali anak didiknya dengan soal-soal tes dan persiap-an ujipersiap-an nasional (UN). Tujupersiap-annya hpersiap-anya satu, lulus dengan nilai yang bagus (Amir, edukasi.kompas.com). Dengan pola moral semacamini menjadikan pendidikan karak-ter terabaikan. Guru-guru termasuk guru Pendidikan Jasmani mengabaikan meng-ajarkan nilai-nilai rasa hormat, sikap pro-sosial, sikap bertanggung jawab, kejujuran, disiplin, berlaku adil, empati yang merupa-kan esensi dari nilai-nilaipembentuk karak-ter siswa. Secara otomatis semua ini ber-dampak terhadap rendahnya ke-mampuan menyusun RPP para guru ter-masuk guru pendidikan jasmani.

Di sisi lain, hasil penelitian juga me-nunjukkan bahwa pemahaman guru pendi-dikan jasmani terkait dengan pembelajaran karakter relatif dangkal dengan tata pikir kurang sistematis. Doty (2006:6) mengata-kan bahwa agar pengalaman berolahraga dapat membentuk nilai-nilai karakter, fak-tor lingkungan dalam hal ini pelatih atau guru perlu didesain dengan tujuan untuk mengembangkan nilai-nilai karakter. Na-mun, kajian menunjukkan bahwa ”many

coaches work without any reference to a coach-ing process model and, alternatively, base their practice on feeling, intuitions, events and pre-vious experience” (Cushion,dkk,2003). Helli-son (Martinek, 2003:8) menegaskan: “A

mayor problem in these programs is the attempt to use the professional sport model to build cha-racter in youth”. Dengan demikian, menjadi sangat wajar apabila para guru pendidikan jasmani dangkal pemahamannya tentang pembelajaran nilai-nilai karakter. Hatten, dkk. (2001) menegaskan bahwa satu masa-lah utama dalam Pendidikan Jasmani dan olahraga dewasa ini adalah sangat sedikit para guru pendidikan jasmani dan pelatih

(6)

yang mengajarkan perilaku etis terhadap para peserta didik mereka.

Hasil penelitian lain juga menemu-kan bahwa praktik pembelajaran karakter yang dilakukan oleh guru pendidikan jas-mani di SMP Kota Yogyakarta cenderung bersifatinternalisasi-pasif.Pembentukan ka-rakter dianggap sudah terjadi ketika anak terlibat dalam kegiatan olahraga, tanpa ha-rus ada konstruksi di dalam struktur kog-nitif anak”. Pemahaman yang keliru ini sungguh disayangkan mengingat perilaku moral yang dipelajari melalui interaksi so-sial,cara-carayangmengakibatkan hubung-an denghubung-an orhubung-ang lain yhubung-ang dibhubung-angun dhubung-an difasilitasi berdampak pada perilaku etis dan moral dipelajari melalui pendidik-an jasmani. Dengan kata lain, nilai dan etika dapat dipromosikan dan ditransfer pada anak-anak yang berpartisipasi dalam olah-raga dan pendidikan jasmani melalui pena-naman karakter moral yang disampaikan pelatih/guru olahraga.

Meskipun penelitian menunjukkan penalaran moral atau kemampuan untuk berpikir tentang isu-isu moral dan tingkat kematanganpenalaranmoralpara atlet ada-lah rendah, namun ada juga bukti bahwa pelatih atau guru olahraga dapat mendo-rong dan mengembangkan penalaran mo-ral jika mereka secara aktif mencari untuk melakukannya(PCPFS,2006).Dengan demi-kian,pendidikan jasmani memiliki potensi yang efektif untuk mempromosikan per-kembangan moral, karena interaksi sosial yang terkait dengan partisipasi olahraga secara psikologis dapat mempengaruhi ka-rakter tertentu yang dapat melandasi peng-ambilan keputusan moral (Ewing, et al, 2002). Itu semua bisa terjadi apabila para guru pendidikan jasmani memiliki niat dan bersifat proaktif aktif dalam mengajarkan nilai-nilai karakter sehingga pada diri anak terkonstruksi di dalam struktur

kognitif-nya yang dapat dibentuk oleh guru pendi-dikan jasmani.

PENUTUP

Berdasarkanhasilpenelitiandan pem-bahasan sebagaimana tersebut di atas da-pat dikemukakan beberapa simpulan seba-gai berikut.

 Kompetensi pedagogik guru pendidik-an Jasmpendidik-ani SMP di Kota Yogyakarta da-lam mengintegrasikan pendidikan ka-rakter yang terwujud dalam penyusun-an Rencpenyusun-ana Pelakspenyusun-anapenyusun-an Pembelajarpenyusun-an (RPP) masih rendah, baru 28,1% guru yang lengkap dalam memasukkan un-sur pendidikan karakter dalam penyu-sunan RPP.

 Pemahaman guru pendidikan jasmani terkait denganpembelajaran karakter re-latif dangkal dengan tata pikir kurang sistematis: (1) pendidikan karakter lebih dipahami sebagai sopan santun seperti unggah-ungguhdan cara berpakaian; (2) ada keengganan guru menangani siswa karena HAM, kekerasan dianggap cara efektif menanamkan karakter; (3) pena-nganan pendidikan karakter tidak by

de-sign, melainkan by accident; (4) keterli-batan orang tua lebih karena anaknya bermasalah, misalnya dipanggil ke seko-lah; (5) pendidikan jasmani cenderung dipahami sebagai instrumen menanam-kan disiplin.

 Praktik pembelajaran karakter yang di-lakukan oleh guru pendidikan jasmani di SMP se-Kota Yogyakarta cenderung bersifat internalisasi-pasif. Pembentuk-an karakter diPembentuk-anggap sudah terjadi ke-tika anak terlibat dalam kegiatan olah-raga, tanpa harus konstruksi di dalam struktur kognitif anak.

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan terselesaikannya penelitian dan penulisan artikel ini, penulis meng-ucapkan terima kasih yang setulus-tulus-nya kepada semua pihak yang telah mem-bantu penulis baik dalam penelitian mau-pun penulisan artikel ini, terutama kepada responden dan kolega penulis. Ucapan te-rima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Marzuki yang memberi motivasi demi di-tulis dan dimuatnya di-tulisan ini.

DAFTAR PUSTAKA

Cushion, Christopher, J., Armour, Kath-leen, M., and Jones, Robyn, L. 2006. “Locating the Coaching Process in Practice: Model ‘For’ and ‘Of’ Coach-ing”. Physical Education and Sport

Pe-dagogy, Vol. 11, No. 1, February 2006, pp. 83-99.

Departemen Pendidikan Nasional. 2003.

Kurikulum 2004, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani Se-kolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Depdiknas.

Doty, Joseps. 2006. “Sport Built Character?”

Journal of College & Character, Vol. VII, No. 3, April 2006, pp. 2-9.

Ewing, M., L, Gano-Overway, C. Branta & V.Seefeldt. 2002. “The Role of Sports in Youth Development.” In M. Gatz, Messner & S. Ball-Rokeach (eds.),

Paradoxes of Youth and Sport. Albany: State University of New York Press, 31–47.

Hatten, Timothy, Docheff, Dennis, Lynch, Loren E, & Foy, Sandra. 2001. “Can Physical Educators Do More to Teach Ethical Behavior And Sports”? Journal

and Physical Education, Recreation and Dance, My/Jun 2001: 72, 5; Research Library.

Koesoema, Doni, A. 2009. Pendidik Karakter

di Zaman Keblinger. Jakarta: Penerbit Grasindo.

Kompas, Jumat, 15 Januari 2010. ”Pendidik-an Abaik”Pendidik-an Karakter”. Halam”Pendidik-an 12. Lumpkin, A. 2008. ”Teacher as Role

Mo-dels Teaching Character and Moral Virtues”. Journal of Physical Education

Recreation and Dance. 79, 2. pg. 45. Martinek, Tom. 2003. “Compassionate and

Caring Leadership in Underserved Adolescents through Sport”. Makalah, International ConferenceonSport and Sustainable Developmen,Yogyakarta, Indonesia, September 2003.

PCPFS. President's Council on Physical Fitness and Sport. 2006. Sports and

Character Development. Washington DC: President's Council on Physi-cal Fitness and Sports.

Seefeldt,V.&M.Ewing.2002. “Youth Sports inAmerica:An Overview”. President’s

Council on Physical Fitness and Sport Research Digest, 2 (11).

Gambar

Tabel 1. Kemampuan Pedagogik Guru Penjas

Referensi

Dokumen terkait

Jika selembar kertas yang kita tusuk dengan kawat penghantar dan pada kawat penghantar kita alirkan arus listrik, jika diatas kertas kita taburkan serbuk besi, maka serbuk

Dari fenomena di atas muncul problematika dikalangan umat muslim pada umumnya dan cenkiawan muslim pada khususnya, yaitu apakah ilmu pengetahuan yang berkembang telah

Jadi air dapat naik ke atas dalam suatu pipa kecil (yang disebut pipa kapiler). Ini dikenal sebagai kapilaritas. Kapilaritas adalah gejala naik atau turunnya zat

Dalam foto ini menceritakan tentang seorang mahasiswa UAJY yang sedang. ikut membantu seorang pedangan buah menurunkan

Penelitian ini menjelaskan tentang “pengaruh pemanfaatan media pembelajaran dan motivasi belajar terhadap hasil belajar media pembelajaran”. Tujuan penelitian adalah untuk

pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari metode ceramah namun strategi ini cocok digunakan untuk memulai pembelajaran dan menghadirkan suasana belajar yang aktif

Di SMP Negeri Satu Atap Waangu Angu Kabupaten Buton rentang waktu-waktu istirahat bagi para siswa yaitu: istirahat pertama jam 09.45 sampai dengan 10.00 WITA, dan istirahat

Berdasarkan Surat Penetapan Penyedia Barang / Jasa Pengadaan Langsung Nomor : 35 /BA/PPBJ- II/APBD/BKP/VII/2014, tanggal 17 Juli 2014, tentang Penetapan Penyedia Barang / Jasa