• Tidak ada hasil yang ditemukan

WILAYAH POTENSIAL UNTUK PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "WILAYAH POTENSIAL UNTUK PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Katokunci: Wilayah pertumbuhan, ternak

Seminar Nasional Peternakan dan Veieriner 2000

WILAYAH POTENSIAL UNTUK PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN

PETERNAKAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

SUMANTO, E. JUARINI, B.WIBOwo,danAsHARI

Balai Penelitian Ternak P.O. Box 221, Bogor 160002 ABSTRAK

Penelitian untuk menentukan lokasi potensial untuk penyebaran dan pengembangan peternakan di Propinsi D.I. Yogyakarta didekati dengan menggunakan analisis Location Quotient (LQ) yang menggunakan paramater penduduk, kesesuaian ekologis lahan dan populasi ternak. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder peternakan tahun 1997. Kepadatan penduduk umumnya sudah padat di wilayah D.I. Yogyakarta, bahkan untuk kabupaten Sleman dan Bantul cenderung sangat padat. Tingkat kepadatan ekonomi ternak secara umum memperlihatkan bahwa tingkat kepadatan ekonomi ternak masih dalam keadaan yang jarang sampai dengan sedang, kecuali untuk ternak ayam buras cenderung dalam kondisi padat. Dari indeks daya dukung pakan alami untuk ternak ruminansia, menunjukkan bahwa umumnya kecamatan di wilayah D.I. Yogyakarta masih dalam keadaan aman (IDD > 2). Dari 59 kecamatan yang diamati, sebanyak 24 kecamatan merupakan wilayah pertumbuhan (LQ >1) untuk sapi potong, 23 kecamatan untuk ternak kerbau, 25 kecamatan untuk domba, 19 kecamatan untuk kambing, 12 kecamatan untuk babi, 25 kecamatan untuk ayam buras, 22 kecamatan untuk itik, 19 kecamatan untuk ayam ras dan 12 kecamatan untuk sapi perah . Dilihat dari kesesuaian kecamatan untuk lokasi penyebaran. pengembangan dan pembinaan peternakan menunjukkan bahwa Untuk ternak sapi perah hanya 3 kecamatan, 13 kecamatan untuk sapi potong, 3 kecamatan untuk ternak kerbau, 9 kecamatan untuk domba 10 kecamatan untuk kambing, 4 kecamatan untuk babi, 25 kecamatan untuk ayam buras, 9 kecamatan untuk itik dan 14 kecamatan untuk ayam ras.

PENDAHULUAN

Pada masa lalu penggunaan lahan merupakan hasil keputusan masing-masing individu atau kelompok kecil yang terpisah . Dalam perkembangan kemajuan iptek dan pembangunan terutama dalam kaitannya dengan tekanan penduduk, perencanaan penggunaan lahan merupakan suatu keharusan, tanpa kecuali untuk semua kegiatan.

Dengan mempertimbangkan ketersediaan lahan untuk ternak semakin kurang dan kepadatan penduduk yang semakin tinggi serta majunya perkembangan perubahan lahan pertanian ke non-pertanian, maka pembangunan peternakan .di wilayah Istimewa Yogyakarta perlu ditata kembali berdasarkan segi kelayakan fisik lahannya dan daya dukung pakan alami, terutama untuk ternak ruminansia . Menurut statistik peternakan 3 tahun terakhir, jumlah populasi ternak ruminan (dalam ST) yang dominan di D.I. Yogyakarta adalah sapi potong dan ternak unggas (dalam ekor) adalah ayam buras. Kantong-kantong produksi sapi potong banyak diserap keluar wilayah, terutama ke DKI dan Jawa Barat dan tak terkecuali untuk unggas (terutama ayam buras). Selain banyaknya temak yang keluar dari D.I . Yogyakarta adalah hasil kulit kambing/domba yang telah diekspor ke berbagai negara di luar negeri, terutama ke negara Itali, Hongkong, Jerman, Korea, Muangthai, Taiwan , Cina dan Kalung/Kechtung.

Apabila wilayah-wilayah di D.I . Yogyakarta masih ingin dikembangkan untuk produksi ternak, maka hal ini pertu dilihat kesiapan, baik tentang keadaan lahan, sumber daya manusia, daya dukung pakan alami kepadatan maupun perangkat lunak lainnya. Untuk menunjang penataan dalam

(2)

penyebaran dan pengembangan temak, khususnya temak ruminansia, salah satu unsur yang penting adalah menyiapkan bahan informasi tentang kesesuaian ekologis lahan untuk temak.

Analisis Potensi Wilayah Petemakan yang berupa visualisasi evaluasi potensi untuk penyebaran dan pengembangan temak merupakan salah satu langkah untuk penyediaan informasi dasar yang penting bagi perencanaan yang konsepsional dan berwawasan masa depan. Dalam kasus-kasus tertentu perkembangan dalam pengembangan petemakan masih menghadapi ketidakpastian usaha baik secara teknis, ekonomis maupun hukum.

Oleh karena itu, tulisan ini salah satu tujuannya adalah untuk menyiapkan informasi berupa wilayah yang potensial untuk penyebaran dan pengembangan temak dipandang dari tip unsur potensi kesesuaian ekologis lahan, kepadatan penduduk, potensi temak dan daya dukung pakan terutama temak ruminansia.

Materi Sumber data

Seminar Nasionaf Peiernakan dan Veteriner 2000

MATERI DAN METODE

Dalam menyusun wilayah yang potensial dan kesesuaian ekologis lahan untuk temak, kegiatannya lebih banyak memanfaatkan sumberdata sekunder, kecuali untuk hal-hal yang khusus, berupa penggalian sumberdata yang ditunjang dengan pengamatan di lapangan, dilakukan kegiatan survei. Hal yang terakhir ada kaitannya untuk menentukan arahan pengembangan wilayah untuk temak yang dimaksudkan sebagai hasil verifikasi data dilapangan: Data sekunder: diperoleh dari intansi terkait yang mencakup data fngkat kecamatan, meliputi data sumberddaya manusia, sumberdaya lahan, sumberdaya pertanian, sumberdaya petemakan. Khusus data peta yang mencakup peta dasar: kelerengan, ketinggian tempat, panjang kemarau, kesuburan tanah, genangan air dan penggunaan tanah diperoleh di instansi Bakosortanal pusat dan Puslittanak, Bappeda, dan BPN

propinsi yang bersangkutan. Metode

Kepadatan penduduk

Ukuran kepadatan penduduk dapat dikelompokan menjadi 3 bagian, yaitu kelompok jarang penduduk (< 50 jiwa/km2), sedang (50-300 jiwa/km2), padat (>300-500 jiwa/km) dan sangat padat (> 500 jiwa/km2).

Kepadatan ekonomi ternak

Kepadatan ekonomi temak diukur dari jumlah populasi dalam 1000 penduduk. Untuk rumunansia dalam Satuan Temak (ST) dan temak Unggas dalam ekor.

Satuan ternak

Data temak ruminansia dan babi dihitung dalam satuan temak (ST). Satu ST setara dengan 250 kg berat hidup, yaitu berat rata-rata sapi lokal dewasa(JUWARINIdanPETHERAM, 1983). Nilai faktor

(3)

konversi adalah 0,8 untuk kerbau 0,7 untuk sapi 0,06 domba, 0,06 kambing PE, 0,05 kambing kacang, 0,16 babi, untuk kuda disetarakan dengan sapi .

Kesesuaian ekologis lahan untuk ternak

Kesesuaian ekologis lahan untuk ternak adalah menggambarkan kondisi lahan yang dapat digunakan sebagai usaha bidang peternakan, khususnya untuk ternak ruminansia. Kesesuaian lahan ini dihasilkan dari kombinasi keadaan kemiringan tanah, ketinggian tempat, panjang kemarau, kesuburan tanah dan genangan air tanah. Hasil analisis tersebut secara detail telah dikaji oleh Tim APW BALAi PENELITIAN TERNAK (1998a). Sedangkan untuk ternak unggas diasumsikan bahwa

umumnya kesesuaian lahannya relatiftidak menjadi kendala. Daya dukung pakan

Location quotient (LQ)

Dimana

Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000

LQ=

Daya dukung wilayah terhadap peternakan tradisional adalah kemampuan wilayah tersebut untuk menghasilkan pakan terutama berupa hijauan yang dapat mengmpung bagi kebutuhan sejumlah populasi ternak dalam bentuk segar ataupun kering, tanpa melalui pengolahan dan tanpa tambahan khusus. Sedangkan indeks daya dukung (IDD) tersebut diperoleh dari total hijauan pakan tercerna yang tersedia dibagi jumlah kebutuhan pakan tercerna bagi sejumlah populasi ternak diwilayah itu dengan mempertimbangkan nilai manfaat lain secara optimum. Perhitungan nilai IDD secara detail dapat dilihat padaASHARIet ai. (1996).

Location quotient (LQ) adalah salah satu metoda untuk menganalisis pusat pusat pertumbuhan suatu wilayah yang biasanya diukur dari ratio pendapatan daerahnya (TARMIDI, 1996). Metoda

pendekatan tersebut telah dikembangkan dan dipergunakan di bidang peternakan dengan membandingkan dasar populasi ternaknya, tetapi hasilnya masih diakui banyak mengandung kelemahannya. Pendekatan dasar analisis ini adalah sama, namun terdapat penyesuaian cara perhitungan untuk LQ. Dari rumus dasar LQ dikembangkan untuk bidang peternakan menjadi:

AxBxCxN AMxBMxCMxn A = Populasi Ternak X (ST) di kecamatan tertentu

B = % luas kesesuaian ekologis lahannya di kecamatan tertentu. Sumber data diperoleh dari hasil analisis potensi wilayah penyebaran dan pengembangan peternakan yang dilakukan olehPUSLITBANGNAK(1999)

C = Kepadatan Penduduk Di kecamatan tertentu

N = Total populasi seluruh ternak (ST) di kabupaten tertentu di D.I. Yogyakarta AM = Total Populasi Ternak X (ST) di kabupaten tertentu di D.I.Yogyakarta BM =% luas kesesuaian lahannya di kabupaten tertentu di D.I .Yogyakarta CM = Kepadatan Penduduk di kabupaten tertentu di D.I .Yogyakarta n = Total populasi seluruh ternak di kecamatan tertentu

Nilai LQ mempunyai makna sebagai berikut

(4)

1. LQ > 1 berarti bahwa lokasi tersebut merupakan kawasan produksi ternak yang dapat mensuplay untuk luar daerah.

2 . LQ = 1 berarti bahwa lokasi yang bersangkutan, tingkat produksinya hanya dapat untuk memenuhi keperluan daerah sendiri.

3. LQ < 1 berarti bahwa lokasi yang bersangkutan masih perlu mendatangkan produksi dari luar daerah.

Dengan melihat hasil nilai LQ untuk masing-masing ternak, maka akan tampak tingkatan wilayah pertumbuhannya clan selanjutnya dikombinasikan dengan wilayah kepadatan penduduk dan daya dukung pakan (ruminansia) maka dapat ditentukan status wilayahnya berupa wilayah penyebaran, pengembangan, konsumen clan wilayah pemantapan .

Pengertian

Seminar Nasiona! Peternakan dan Veteriner 2000

1 . Wilayah Penyebaran clan Pengembangan (PP): merupakan wilayah untuk penyebaran dan pengembangan ternak dan umumrya lokasinya masih baru.

2. Wilayah Pengembangan: (P) merupakan wilayah untuk pengembangan ternak, dimana hanya akan dikembangkan ternak pada lokasi yang sudah ada. Tidak menambah lokasi baru.

3. Wilayah pemantapan (PB): merupakan wilayah ternak yang populasi dan produktifitasnya relatif diharapkan berada dalam keadaan yang mantap. Diharapkan Tidak ada penambahan dari luar. 4. Wilayah konsumen (K): merupakan wilayah pemasaran lokal, karena kepadatan penduduk sudah

tinggi.

Kondisi fisik Luas wilayah

Secara administratif Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari 4 (empat) Kabupaten clan 1 (satu) Kota madya yaitu Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Sleman, Kabupaten Gunung Kidul dan Kota madya Yogyakarta. Propinsi ini merupakan propinsi terkecil di Indonesia, atau kurang dari 0,3% dari luas total Kepulauan Indonesia atau hanya 318.580 Ha.(3185,80 km'). Ke 5 (lima) Daerah tingkat II tersebut di bagi-bagi lagi atas 75 Kecamatan, 438 Kelurahan/ desa clan 4.667 dusun. Luas wilayah Daerah Tingkat II berkisar antara 3.250 ha (32,50 km2) untuk Kodya Yogyakarta yang merupakan wilayah paling kecil (hanya 1,02% dari luas total wilayah DIY), sampai wilayah yang paling luas yaitu Kabupaten Gunung Kidul dengan luas wilayah 148.536 ha (1485,36 km2) atau 46,60% dari total wilayah Propinsi DIY, sedang tiga Kabupaten yang lain mempunyai luas wilayah yang hampir sama. Rincian luas tiap Kabupaten tertera pada Tabel 1 . Tinggi tempat

HASIL DAN PEMBAHASAN

Propinsi D.I. Yogyakarta lebih dari 60% di dominasi oleh dataran sedang (100-500 m dpl). Luas lahan per Kabupaten berdasarkan ketinggian diatas permukaan laut disajikan pada Tabel 2.

(5)

Tabel I. Luas kabupaten di Propinsi D.I. Yogyakarta

Sumber :KANTOR STATISTIK PROP . DIY, 1998

Kelerengan Lahan

Jenis tanah

Pola curah hujan

Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000

Tabel 2. Luas lahan menurut ketinggian di masing-masing Dati Tingkat II

Sumber:KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROPINSI DIY, 1998

Lahan di D.I. Yogyakarta mempunyai tingkat kemiringan yang bervariasi 38,42% diantaranya merupakan daerah datar, dengan tingkat kemiringan 0-2%, sedangkan daerah dengan tingkat kemiringan > 40% terdapat hampir merata di 4 Kabupaten sedangkan daerah yang mempunyai tingkat kemiringan yang besar terdapat di Kabupaten Gunung Kidul dan dan Kulon Progo. Luas wilayah berdasar tingkat kemiringan tanah dapat dilihat pada Tabel 3.

Menurut jenis tanahnya wilayah D.l. Yogyakarta terdiri dari 7 jenis tanah, yaitu Aluvial, Litosol, Regosol, Renzina, Grumosol, Mediteran dan Latosol. Sebagian besar jenis tanah di DI. Yogyakarta adalah litosol dengan Was 114.478 Ha (35,93%) di Kabupaten Gunung Kidul, disusul jenis-jenis tanah latosol di Kulon Progo, Sleman dan Gunung Kidul dan Rgosol di Sleman, Bantul, Kulon Progo dan Kodya Yogyakarta. Regosol merupakan jenis tanah yang bertekstur kasar, solum dalam dengan tingkat kesuburan yang rendah, sedangkan litosol bertekstur halus, solum dangkal dengan tingkat kesuburan juga rendah.

Curah hujan rata-rata di DI Yogyakarta selama 3 (tiga) tahun antara 1993-1995 tercatat sebanyak 1 .979,53 nun, dengan jumlah hari hujan rata-rata 93,26 hari dalam setahun. Dari data curah hujan (DINAS TANAMAN PANGAN, 1997) menunjukkan bahwa curah hujan tertinggi terdapat di

459 Kabupaten/Kotamadya 0-100 Ketinggian 100-500 letakmdpl (ha) 500-1.000 > 1 .000 Jumlah Kulon Progo 33.042 19.020 5.565 - 58.672 Bantul 39.885 10.800 - - 50.685 Gunung Kidul 11 .515 134.171 2.850 - 148.536 Sleman 6.203 43.246 6.538 1 .495 57.482 Kodya. Yogyakarta 1 .816 1 .434 - - 3.250 Total Yogya 92.461 208.671 15.953 1 .495 563.286 No. Kabupaten/Kotamadya Jumlah kecamatan Luas (ha)

1. Kulon Progo 12 58.627 2. Bantul 17 50685 3. Gunung Kidul 13 149.536 4. Sleman 17 57.482 5. Kotamadya 14 3.250 Total 73 318.580

(6)

Kabupaten Sleman, yaitu se- besar2.493,00 mm, dengan jumlah hari hujan rata-rata sekitar 107,66 hari; sedangkan jumlah curah hujan terendah sebesar 1 .558,66 mm., dengan jumlah had hujan rata-rata sebesar 79,66 hari. Berdasarkan klasifikasi yang dibuat Schmidt Ferguson, dari hasil pengamatan selama3(tiga) tahun(1993-1995),empat Dati lI yaitu Kabupaten Kulon Progo, Gunung Kidul, Slemaan dan Kodya Yogyakarta termasuk daerah sedang atau bertipe iklim D. Kabupaten Kulon Progo mengalami bulan basah selama 6 bulan dan 4 bulan kering dalam setahun, Kabupaten Gunung Kidul 6bulan basah dan 5 bulan kering, Kabupaten Sleman 6 bulan basah dan 4bulan kering.dan Kotamadya Yogyakarta 6 bulan basah dan5 bulan kering., Satu Dati II lainnya yaitu Kabupaten Bantul termasuk dalam klasifikasi agak kering aatau bertipe iklim E, dimana Kabupaten tersebut mempunyai 5 bulan basah dan6bulan kering.

Tabel 3. Luas lahan menurut kelerengan per Kabupaten/Kodya di Propinsi D I Yogyakarta

Somber:KANwIL BADAN PERTANAHAN NAsIONAALPROPINsi DIY, 1998

Penggunaanlahan

Seminar Nasional Pelernakan don Veteriner 2000

Lebih dari 80% lahan di DI. Yogyakarta adalah merupakan lahan kering, hanya sekitar 19% atau kurang dari seperlimanya adalah sawah yang sebagian besar merupakan sawah berpengairan (beririgasi teknis) dan hanya20% yang merupakan sawah tadah hujan. Penggunaan lahan di DI Yogyakarta secara rinci disajikan pada Tabel4.

Meskipun data pada tabel diatas kurang lengkap, namun data diatas menunjukkan bahwa penggu naan lahan di DI Yogyakarta masih didominasi oleh sektor pertanian baik lahan sawah untuk tanaman padi maupun lahan kering yangdiperuntukkan bagi tanaman palawija ataupun tanaman pertanian (tanaman pangan) lain. Pada tabel diatas memperlihatkan masih adanya penggunaan lahan yang belum jelas peruntukannya yaitu yang berupa tanah kosong, sementara itu lahan yang khusus untuk ternak tidak tersedia (tidak ada peruntukan khusus seperti misalnya padang penggembalaan). Oleh karena itu tanah-tanah kosong tersebut yang merupakan lahan kering yang tidak dapat ditanami tanaman pangan terutama pada saat musim kemarau yang panjang, akan lebih baik bila dapat dimanfaatkan untuk padang penggembalaan bagi ternak khususnya ternak besar.

Luas kesesuaian ekologis lahan untuk ternak

Wilayah kesesuaian ekologis untuk temak merupakan hasil perlakuan khusus dari peta-peta dasar (kemiringan, kesuburan lahan, panjang kemarau, ketinggian tempat dan genangan air). Hasil secara rinci terhadap luas wilayah yang sesuai untuk ternak per kecamatan diselutuh di Propinsi D.I.Yogyakarta telah dilaporkan oleh

Tim

APW PUSLITBANGNAK (1999). Dalam laporan tersebut ditampilkan luas wilayah kesesuaian ekologis untuk kelompok ternak Kerbau, Sapi potong Kabupaten/Kotamadya Q% Ketinggian 2-15% letak mdpl (ha) 15-40% >40% Jumlah Kulon Progo 23.805 10.823 13.020 10.979 59.672 Bantul 33.102 8.417 6.625 2.541 50.685 Gunung Kidul 28.488 38.998 57.365 23.685 148.536 Sleman 34.128 18.192 3.546 1 .616 57.482 Kodya Yogya 2.873 316 61 - 3.250 Total 122.396 76.746 80.617 38.821 318.580

(7)

Multiguna (termasuk untuk ternak kambing kacang, domba dan babi) clan kelompok ternak Sapi Perah (termasuk untuk ternak sapi kereman clan kambing pemh). Distribusi sebaran Was kesesuaian ekologis lahan untuk ternak tersebut di masing-masing kabupatendi D.I. Yogyakarta dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.

Tabel 4. Penggunaan lahan per Kcbupaten di DI Yogyakarta

Sumber:DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN PRGPINsi DIY; KANWIL KEHUTANAN DIY., 1997

a. Ternck sapi potong multiguna

Tabel 5. Luas (ha) kesesucian lahan untuk temak sapi potong multiguna Di PropinsiD.I. Yogyakarta

Ns = Tidak Sesuai

Seminar Nasional Peternakan clan Peteriner 2000

Keterangan : S1=Sangat Sesuai; S2=Sesuai; S3=Sesuai Marginal

Dari Tabel 5 memberi petunjuk bahwa luas kesesuaian ekologis lahan untuk kelompok sapi potong di seluruh wilayah D.I . Yogyakarta sekurang-kurangnya mencapai 246.012 ha, yang terdid dari S1=50.816 ha, S2=102.558 ha clan S3=92.638 ha.

No. Peruntukcn lahan

Total

Luas K. Progo

lahan per kabupaten/kotamadya (ha)

Sleman Bantul G. Kiclul Kod. Yogya 1 . Sawah Irigasi teknis 50.177 9.178 23720 14.525 2.599 155 Tadah hujan 10.250 1 .660 866 2.171 5.553 0 Lainnya 60 0 0 60 0 0 2. Lchan kering Pekarangan 84.987 19.562 18.488 19.791 24.495 2.651 Tegal/kebun 113.881 18.390 6.214 6.706 82.573 12 Kolam/tebat/empang 301 19 149 63 61 0

Lahan bera sementara 112 110 0 0 0 0

Hutan rakyat 17.534 2 .619 1 .397 1.950 11 .568 0 Hutan negara 16.502 1.023 1 .326 932 13.221 0 Perkebunan 1 .690 1 .635 0 0 55 0 Lainnya 23.087 4.432 5.322 4.487 8.414 432 Total 318.581 58.628 57.482 50.685 148.536 3.250 No. Kcbupaten S1

Luas kesesuaian lahan

S2 S3 Ns 1 . Bcntul 24093 13922 6388 6268 2. Kulon Progo 11328 24513 2784 20003 3. Gunung Kidul 0 42033 80672 25902 4. Sleman 15395 22090 2794 17203 Total 50816 102558 92638 69376

(8)

Seminar Nasional Peternakan dan Veleriner 2000

b. Ternak kerbau

Tabel 6. Luas (ha) kesesusian lahan untuk ternak kerbau di DI Yogyakarta

Keterangan: SI-Sangat Sesuni; S2-Sesuai; S3=Sesuai Marginal

Ns -Tidak Sesuai

Dad Tabel 6 member1 petunjuk bahwa Was kesesuaian ekologis lahan untuk ternak kerbau di seluruh wilayah D.I. Yogyakarta sekurang-kurangnya mencapai 162.470 ha, yang terdiri dari S 1-5 1.001 ha, S2=80.512 ha dsn S3=30.957 ha.

c. Ternak saps perah

Distribusi Was kesesuaian ternak sapi perah di masing-masing kabupaten dapat dilihat pa" Tabel 7.

Tabel 7. Luss (ha) kesesusian lahan untuk ternak sapi perah di D.I. Yogyakarta

Potensi manusia

Jumlah dan kepadatan penduduk

Keteraapa: SI-Sangst Sesuai; S2-Sesuai;S3-SesuaiMarginal Ns -Tidak Semi

Dari Tabel 7 member1 petunjuk bahwa Was kesesuaian ekologis lahan untuk sapi perah di seluruh wilayah D.I. Yogyakarta 274.546 ha, yang terdiri dari S2=144.555 ha dan S3=131 .991 ha.

Seperti Propinsi laih di Jawa DIY juga termasuk wilayah yang padat penduduknya. Jumlah penduduk DIY pada tahun 1997 mencapai 3.251 .457 jiwa mengalami kenaikan sekitar 2,5% dsri jumlah 3,171.244 jiwa pada tahun 1995 .Pada tahun 1995 kepadatan penduduk di DIY berkisar antara rata-rata 490 jiwa per km2 di Kabupaten Gunung Kidul sampai 14.035 jiwa per km2 di Kotamadya Yogyakarta dengan rataan 995 jiwa per km2di Propinsi ini, dan mencapai lebih dari 1000

No. Kabupaten

SI

Luas kesesuaian lahan

S2 S3 1 . Bsntul 0 29653 18198 2921 2. Kulon Progo 0 31314 16096 11228 3. Gunung Kidul 0 33535 91676 23397 4. Sleman 0 50053 6031 1368 TOW 0 144555 131991 38814 No. Ksbupaten S1

Luas kesesuaian lahan

S2 S3 Ns 1 . Bsntul 24435 12208 1750 12279 2. Kulon Progo 9611 13192 2536 33289 3. Gunung Kidul 12 34030 25867 88699 4. Sleman 16943 21082 804 18653 Total 51001 80512 30957 152920

(9)

jiwa per km2 (1021 jiwa) pada tahun 1997. Peningkatan ini termasuk tinggi jika dibandingkan dengan kurun waktu dasa warsa sebelumnya yang hanya mencapai 0,57% per.tahun. Tabe18 berikut

menyajikan jumlah penduduk pada tahun 1995 dan 1997.

Tabel 8. Jumlah dan kepadatan penduduk per Kabupaten/ Kotamadya di DI Yogyakarta

Somber: KANToRSTATISnKPRoPiNsiDIY, 19

Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000

Di antara ke-5 Daerah Tk.Il pertumbuhan penduduk di Kab. Kulon Progo clan Gunung Kidul adalah yang paling rendah, hanya meningkat 1,4% selama periode 2 tshun (dari tahun 1995 sampai 1997) sementara Kabupaten Sleman mengalami pertumbuhan paling tinggi (3,6%), disusul Kodya Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Ditinjau dari kepadatan penduduk, pada tahim 1997 Kodya Yogyakarta jauh diatas kepadatan Kabupaten yang lain (14.885 jiwa/km2), diikuti Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, Kabupaten Kulon Progo dan terakhir Kabupaten Gunung Kidul dengan kepadatan penduduk dibawah 500jiwa/ km2 (497 jiwa).

Peternakan

PDRB, produksi dan konsumsi peternakan

Meskipun mengalami penurunan dari tahun ketahun, PDRB subsektor peternakan (2,57%) dan PDRB masih termasuk tinggi setelah tanaman pangan (13,45%).Dari data statistik menunjukkan bahwa subsektor peternakan masih tetap merupakan bidang usaha cukup yang penting sebagai sumber pendapatan dalam menunjang kehidupan petani setelah tanaman pangan, bar& sebagai usalm pokok maupun usaha sambilan. Dengan adanya upsus diharapkan dapat meningkatkan peranan peternakan dengan lebih cepat clan mengentaskan petani dari pengaruh krisis ekonomi yang mendera sejak tahun 1997, dimana hampir seluruh usaha peternakan baik kecil, menengah maupun besar terkena dampaknya clan sebagian besar mengalami kebangkrutan.

Dari dat perkembangan populasi ternak tahun 1998 menunjukkan bahwa populasi hampir semua jenis ternak mengalami penurunan kecuali sapi potong clan sapi perah. Sementara konsumsi terhadap

daging clan susu juga mengalami penurunan seiring turunnya produksi Sebaran populasi ternak

Untuk, sapi perah populasi tertinggi terkonsentrasi terutama di Kabupaten Sleman (3.475 ekor), diikuti oleh Kabupaten bantul dan Kodys serta Kulon Progo sementara di Kabupaten Gunung Kidul baru mulai dirintis karena alasan ekosistemnya yang kurang menunjang.terutama dalam pengadaan air Yang masih merupakan kendala utama. Begitu pula dengan ternak kerbau paling tinggi 463 No. Kabupaten/Kotamadya Jumlah

1995(jiwa) penduduk 1997(jiwa) Kepadatan 1995 (jiwa/km2) penduduk 1997 (jiwa/ktn2) I. Kelon Progo 430.138 436.772 724 745 2. Bantul 744.813 764.208 1 .469 1 .508 3. Genung Kidul 727.313 737.757 490 497 4. Sleman 799.787 828.960 1 .391 1 .442 5. Kodys Yogyakarta 469.193 483.760 14.035 14.985 Total 3.171 .244 3.251 .457 995 1 .021

(10)

populasinya terdapat di Kabupaten Sleman (4.395 ekor) yang memiliki hamparan sawah paling luas, diikuti Kabupaten Bantul dan Kulon Progo. Berbeda dengan sapi potong yang lebih toleran terhadap daerah yang lebih kering dibanding temak besar yang lain, populasi paling unggijustru ditemw di KAbupatrn Gunung Kidul (101 .617 ekor), sedang di Kabupaten yang lain tersebar merata kecuali di Kodya.

Populasi ternak besar per Kabupaten di Propinsi DI Yogyakarta disajikan pada Tabel9berikut ini: Untuk ternak kecil Kabupaten Sleman merupakan daerah penghasil domba yang paling banyak dengan populasi mencapai hampir 28.000 ekor diikuti oleh Kulon Progo dan Bantul sementara Di Gunung Kidul hanya terdapat sekitar 3 .000 ekor saja. Sebaliknya kambing terkonsentrasi di Kabupaten Gunung Kidul (146.789 ekor) diikuti Kabupaten Kulon Progo, Bantul dan Sleman. Ternak babi paling banyak terdapat di Kabupaten Sleman clan Bantul dengan populasi masing-masing harnpir mencapai 3.000 ekor, sementara hanya sedikit ditemui di Kodya dan Kulon Progo (kurang dari 200 ekor) dan tidak ada babi di Gunung Kidul. Tabel 10 menyajikan populasi ternak kecil di DI Yogyakarta pada tahun1998.

Tabel 9. Populasi ternak besar per Kabupaten di Propinsi DI Yogyakarta

Seminar Nasional Peternakan clan Veteriner 2000

Somber:STATLSTIKPETERNAKAN PROPINsi DI YOGYAKARTA, 1998

Tabel 10. Populasi temak kecil per Kabupaten di Propinsi Dl Yogyakarta

Somber:STATISTIK PETERNAKAN PROPINSI DI YOGYAKARTA, 1998

Sejak krisis ekonomi melanda hampir semua usaha peternakan terutama usaha ayam ras mengalami kebangkrutan, hanya sebagian kecil saja yang masih bertahan hidup. Usaha yang masilt bertahan hidup ini pada umumnya menggunakan pakan yang ticlak sepenuhnya bergantung pada pabrik pembuat pakan komersial. Karena itu tidak mengherankan kalau usaha-usaha ayam buras se olah-olah tidak tersentuh oleh krisis ekonomi. Tabel 11 berikut ini menunjukkan superioritas ayam bums dibanding komoditas unggas yang lain melalui penampilan populasi komoditas tersebut Pam

tahun 1997/98.

No. Kabupaten/Kotamadya Kuda Sapi potongJenis temak(ekor)Sapi perah Kerbau 1. Kulon Progo 147 37.702 52 1 .123 2. Bantul 404 36.864 172 1 .221 3. Gunung Kidul 55 101 .617 22 447 4. Sleman 304 24.689 3.475 4.395 5. Koclya 40 270 115 53 6. Propinsi DIY 950 201 .142 3.836 7.239 No. Kabupaten/Kotamadya Kambing

Jenis temak (ekor)

Domba Babi 1. Kulon Progo 69.285 25.096 158 2. Bantul 23.966 16.376 2.738 3. Gunung Kidul 146.789 3,458 0 4. SIemsa 23.108 27.951 2.880 5. Koclya 117 504 196 6. Propinsi DlY 263.265 73.385 5.972

(11)

Tabel 11. Populasi ternak unggas per Kabupaten di Propinsi DI Yogyakarta

Keterangan:Tidak termasuk kotamadya

Seminar Nasional Peternakan dan Peteriner 2000

Sumber:STATISTIK PETERNAKAN PROPINSI DI YOGYAKARTA, 1998

Menurut kepadatan ekonomi ternak (ST/1000 jiwa)

Informasi sebaran kepadatan ekonomi ternak dapat dilihat pada Tabel dibawah ini

Tabel 12. Kepndatan ekonomi ternak (ST untuk ruminan, Ekor untuk unggas/1000 Jiwa) di Propinsi

Yogyakata Tahun 1997 DI

Sebaran kepadatan ekonomi ternak di propinsi D.I. Yogyakarta memperlihatkan bahwa ternak sapi potong, ayam buras, ayam ras terkonsentrasi di kabupaten Gunungkidul; kerbau dan itik di Sleman, domba dan kaming terkonsentrasi di Kulonprogo . Dilihat dari tingkat kepadatan ekonomi ternak per kepamatan (Lampiran 1), dapat dirangkum penyebarannya sebagai berikut

Tabel 13. Jumlah Kepadatan di masing-masing Tingkat Kepadatan Ekonomi Ternak di DI Yogyakarta tahun 1997

Tingkat kepadatan

Sangat Padat (1) Sapi potong0 Kerbau0 Kambing0 Babi0 Buras0 Itik0 Ayam ras6

Padat(2) 6 0 0 0 28 0 5 Sedang (3) 20 0 0 0 23 0 11 Rendah(4) 33 59 59 0 8 59 38 Total 59 59 59 59 59 59 59 No. Kabupaten/Kotamadya Ayam Buras Jenis Ras petelur ternak (ekor)

Ras pedaging Itik

1 . Kulon Progo 948.898 258.568 261.192 36.812 2. Bnntul 795.229 139.150 172.500 49.242 3. Gunung Kidul 1 .653.758 37.560 85.975 5.391 4. Sleman 1.392.795 405.380 713.002 108.094 5. Kodya 88.885 6.600 7.200 2.591 6. Propinsi DIY 4.879.565 847.258 1 .239.869 202.130

Jenis Temak Bantul Kulon Progo Gunung Kidul Sleman

Sapi Potong 34.07 59.38 97.58 19.31 Kerbau 2.02 2.53 0.48 4.65 Domba 1 .37 3.44 0.25 1.95 Kambing 2.44 13 .6 11 .14 1.55 Babi 0.78 0.05 0.01 0.51 Bums 1267.8 2142.67 2886.36 1682.02 ltik 98.51 123.06 7.33 131.10 A. Ras 774.11 1806.13 2893 .70 2163.56 Kep. Penduduk 1495.95 739.12 493 .38 1426.19

(12)

Seminar Nasional Pelernakan dan Veleriner 2000

Dari tabel di atas memperlihatkan bahwa tingkat kepadatan ekonomi ternak untuk masing-masing ternak adalah cenderung masih rendah, kecuali untuk ternak ayam buras dimana telah mendekati keadaan padat.

Indeks daya dukung pakan alami ternak ruminansia

Daya dukung merupakan kemampuan suatu wilayah dalam menunjang penyediaan pakan tenak (hijauan) yang dihasilkan sernata-mata dari suatu wilayah administratif. Hijauan pakan yang dihitung adalah rumput alami maupun rumput limbah pertanian. Suatu wilayah dikatakan mampu apabila pakan ternak yang disediakan oleh wilayah tersebut lebih besar dari kebutuhan ternak yang hidup di wilayah yang bersangkutan.

Hasil perhitungan di Propinsi DIY setara keseluruhan yang meliputi 4 Ksbupaten (Sleman, Bantul, Kulon Progo dan Gunung Kidul) ternyata di Propinsi ini masih mampu menghasilka hijauan pakan sebanyak 1397155.00 ton bahan kering. Padahal kebutuhan hijauan pakan sebanyak 189567.9 ton bahan kering, dengan dernikian di Propinsi ini masih mampu menyediakan sebanyak 612787.4 ton bahan kering atau setara dengan 446499.7 (Satuan ternak). Secara rinci per Kabupaten maka dapat dijelaskan sebagai berikut:

1 . Kabupaten Slernan; di wilayah Kabupaten ini hijauan pakan yang dihasilkan sebanyak 270033.59 ton bahan kering, sedangkan yang dibutuhkan sebanyak 27436.32 ton bahan kering, sehingga masih mampu menyediakan hijauan sebanyak 118435.78 ton bahan kering. Didaerah ini dengan populasi yang sudah ada maka masih mampu menyediakan hijauan pakan untuk 94368.83 Satuan Ternak (ST). dI Daerah Sleman ini ternyata disetiap kecamatan tidak ada yang mempunyai hasil negatif dalam perhitungan antara kebutuhan dengan penyediaan hijauan pakan. 2. Kabupaten Bantul: di wilayah Kabupaten ini hijauan pakan yang dihasilkan sebanyak 263787.68 ton bahan kering, sedangkan yang dibutuhkan sebanyak 34397.62 ton bahan kering, sehmgga masih mampu menyediakan hijauan sebanyak 115696.35 ton bahan kering. Didaerah ini dengen populasi yang sudah ada maka masih mampu menyediakan hijauan pakan untuk 85523.0 Saw Ternak (ST). dl Bantul ini ternyata ada 1 kepamatan yang memiliki hasil negatif dalam perhitungan antara kebutuhan dengan penyediaan hijauan pakan yaitu di kepamatan Pundong. Sedangkan 16 kepamatan lainnya memiliki hasil perhitungan yang positif.

3. Kabupaten Kulon Progo: di wilayah Kabupaten ini hijauan pakan yang dihasilkan sebanyak 155571 .07 ton bahan kering, sedangkan yang dibutuhkan sebanyak 37764.61 ton bahan kering, sehingga masih mampu menyediakan hijauan sebanyak 68232.92 ton bahan kering. Didaerah ini dengan populasi yang sudah ada maka masih mampu menyediakan hijauan pakan untuk 35106.07 Satuan Ternak (ST). Wilayah Kabupaten Kulon Progo hampir seluruh kepamatan memiliki hasil perhitungan yang positif, kecuali di kecarnatan Lendah..

4. Ksbupaten Gunung Kidul : di wilayah Kabupaten ini hijauan pakan yang dihasilkan sebanyak 707762.92 ton bahan kering, sedangkan yang dibutuhkan sebanyak 221028.67 ton bahan kering, sehingga masih mampu menyediakan hijauan sebanyak 310400.4 ton bahan kering. Didaerah ini dengan populasi yang sudah ada maka masih mampu menyediakan hijauan pakan untuk tambahan 116.515,6 Satuan Ternak (ST). Di Wilayah Kabupaten Gunung Kidul ini ternyata ada 3 kecamatan yang memiliki hasil penambahan ternak yang negatifyaitu di kecamatan Rongkop, Playen dan Patuk..

(13)

Lokasi pertumbuhan ternak

Seminar Nasiona! Peternakan dun Veteriner 2000

Lokasi pertumbuhan ternak dan status untuk pengembangannya

Berdasarkan nilai LQ (>1) di masing-masing ternak, maka lokasi pertumbuhan ternak dengan unit terkecil kecamatan dapat ditentukan.Secara detail lokasi penyebaran pertumbuhan ternak di D.I. Yogyakarta (kecuali kotamadya) dapat dilihat pada Lampiran 2. Lokasi-lokasi yang tertera pada

Lampiran tersebut memberi makna bahwa kebutuhan ternak tersebut untuk lokasi yang bersangkutan telah dapat dipenuhi sendiri clan tampaknya juga merupakan kantong-kantong produksi ternak. Dari Lampiran tersebut dapat memberi informasi kepada para perencana dibidang peternakan dimana lokasi-lokasi pertumbuhan ternak selama ini. Lokasi pertumbuhan di D.1. Yogyakarta dengan mengambil unit terkecil kecamatan menunjukkan bahwa dari 59 kecamatan yang diamati, sebanyak 24 kecamatan merupakan wilayah pertumbuhan.(LQ >1) untuk sapi potong, 23 kecamatan untuk

ternak kerbau,25 kecamatan untuk domba, 19 kecamatan untuk kambing, 12 kecamatan untuk babi, 25 kecamatan untuk ayam buras, 22 kecamatan untuk itik, 19 kecamatan untuk ayam ras dan 12

kecamatan untuk sapi perah.

Status kecamatan untuk penyebaran clan pengembangan ternak

Perlu disadari bahwa walaupun lokasi kecamatan tersebut telah diamati sebagai kantong-kantong produksi ternak, namun untuk dapat digunakan sebagai lokasi-lokasi penyebaran dan pengembangan ternak perlu dilihat lagi kondisi tentang kepadatan ekonomi ternak, kepadatan penduduk dan nilai daya dukung pakan alami (terutama ternak ruminansia). Perpaduan antara nilai LQ dengan ketiga unsur tersebut dimasing-masing kecamatan akan memberi keadaan statusnya untuk pengembangan temak. Status kecamatan untuk pengembangan masing-masing keadaan di tiap-tiap kabupaten dapat dilihat pada Lampiran 2. Dari Lampiran 2 dapat diartikan sebagai berikut : misalnya kecamatan Bambanglipuro merupakan daerah pemantapan clan konsumen untuk ternak sapi potong. Ini berarti bahwa kecamatan tersebut merupakan daerah untuk pembinaan ternak tersebut. Status kecamatan dikatakan sebagai wilayah pemasaran karena kepadatan ekonomi masih rendah, namun kepadatan penduduk sudah padat. Apabila kondisi tersebut dicapai oleh suatu kecamatan, maka lokasi kecamatan sebagai wilayah penyebaran atau pengembangan ternak cukup sulit diwujudkan. Dengan melihat kondisi yang sedemikian rupa, maka kecamatan-kecamatan di Propinsi D.I. Yogyakarta yang diharapkan masih dapat untuk lokasi penyebaran clan pengembangan ternak (Tabel

14). Dilihat dari kesesuaian kecamatan untuk lokasi penyebaran, pengembangan clan pernbinaan

peternakan menunjukkan bahwa. untuk ternak sapi perah hanya 3 kecamatan, 13 kecamatan untuk

sapi potong, 3 kecamatan untuk ternak kerbau, 9 kecamatan untuk domba, 10 kecamatan untuk

kambing, 4kecamatan untuk babi, 25 kecamatan untuk ayam buras,9 kecamatan untuk itik dan 14

(14)

Seminar Na,ional Peternakan dan Pereriner 2000

Tabel 14. Lokasi yang diharapkan dapat digunakan sebagai lahan penyebaran dan pengembangan temak di DI. Yogyakarta

Keterangan: 1 . Wilayah penyebaran clan pengembangan, 2. Wilayah pengembangan, 3. Wilayah pemantapan, 4. Wilayah konsumen, 5. Wilayah pengembangan dan konsumen, 6. Wilayah

Kabupaten Sapi perah Sapi potong Kerbau Domba Kambing Babi Buras Itik Ayam ras

Bantul - Bambanglipuro 6 - - Imogiri 2 Banguntapan 1 - Srandakan 6

Sewon 1 Sanclen 6

Pandak 6 Pandak 5

Kasihan I Pajangan 6

Bantul 1 letis I

Kulonprogo Galur 2 Panjatan 2 Galur 2 Temon 2 Kalibawang 2 Panjatan 2 Wates 5 Galur 2 Galur 2

Temon 2 Temon 2 Galur 2 Nanggulan 2 Sentolo 2 Galur 6 Kokap 2 Pengasih 6

Nanggulan 2 Nanggulan 2 Kalibawang 2 Temon 2 Panjatan 2 Sentolo 6

Galur 2 Panjatan 6 Temon 5 Lendah 6

Pengasih 2 Kokap 2

Sentolo 2

Gunung kidul - Wonosari 2 Karangmojo 2 Wonosari 2 Karangmojo 2 Playen 2 Ngawen 6 Karangmojo 2

-Scmin 2 Ngawen 2 Ngawen 2 Karangmojo 6 Wonosari 2

Karangmojo 6 Karangmojo 2 Wonosari 2 Semin 6 Patuk 2

Ngawen 2 Ponjong 2 Semanu 2 Wonosari 6 Playen 2

Semanu 6 Nglipar 2 Playen 2 Paliyan 6 Semin 2

Semin 2 Semin 2 Playen 6

Ponjong 6

Sleman Pakem 2 Prambanan 5 - - Turi 2 - Gamping 1 - Kalasan 6

Cangkringan 2 Depok I Mlati 6

Godean I Tempel 6 Sleman 6 Ngemplak 6 Moyudan 6 Ngaglik 6 Seyegan 6 Tempel 6 Ngaglik 1

(15)

2. 3.

Seminar Nusional Peternakan dun Veieriner 2000

KESIMPULAN

Metoda LQ secara muclah clan cepat clapat memberikan arahan lokasi untuk pertumbuhan, khususnya di biclang petemakan. Tetapi metoda ini perlu ditunjang dengan unsur-unsur kunci lainnya untuk menentukan bagi wilayah penyebaran, pengembangan clan pembinaan petemakan.

Dari indeks daya dukung pakan alami untuk ternak ruminansia menunjukkan bahwa di wilayah D.I. Yogyakarta umumnya kondisi kecamatannya adalah masih aman.

Lokasi pertumbuhan di D.I. Yogyakarta dengan mengambil unit terkecil kecamatan menunjukkan bahwa Dari59kecamatan yang diamati, sebanyak24kecamatan merupakan wilayah pertumbuhan (LQ >1) untuk sapi potong, 23 kecamatan untuk tenak kerbau,25 kecamatan untuk domba, 19 kecamatan untuk kambing, 12 kecamatan untuk babi,25 kecamatan untuk ayam buras, 22kecamatan untuk itik, 19 kecamatan untuk ayam ras clan 12kecamatan untuk sapi perah.

4. Dilihat dari kesesuaian kecamatan untuk lokasi penyebaran, pengembangan clan pembinaan petemakan menunjukkan bahwa. Untuk ternak sapi perah hanya 3 kecamatan, 13 kecamatan untuk sapi potong, 3 kecamatan untuk tenak kerbau,9 kecamatan untuk domba, 10 kecamatan untuk kambing, 4 kecamatan untuk babi,25kecamatan untuk ayam buras, 9 kecamatan untuk itik clan 14kecamatan untuk ayam ras.

DAFTAR PUSTAKA

AsHARt, E. JUARINI, SUMANTO, B. WIBOWO, SURATMAN, dan K. DIWYANTO. 1996a. Analisa Potensi Wilayah Penyebaran dan Pengembangan Peternakan. 1. Pengantar Pemahaman. Balai Penelitian Temak Ciawi.

BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROPINsi DIY. 1994. Peta Penggunaan Tanah. Peta Elevasi, Peta Kelerengan Propinsi DIY, Skala 1 : 100.000.000. Yogyakarta.

BAKosuRTANAL. 1988. Peta Penggunaan Tanah dan Status Hutan Propinsi DLY. Skala 1 :100.000. Jakarta. BAPPEDA PROPTNSI DLY. 1992. Rencana Struktur Tata Ruang Propinsi Dati I DLY. Yogyakarta.

BIRO PUSAT STATISTIK. 1995. Sensus Pertanian 1993. Analisis Profil Rumah Tangga Pertanian-Propinsi Dati I DLY. Jakarta.

DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN PROPINSI . DIY. 1997. Laporan tahunan 1997. Yogyakarta Dims PETERNAKAN PROPrNsj DATI I DIY. 1998. Laporan Tahunan 1998. Yogyakarta

KANTOR STATISTIK PROPINSI YOGYAKARTA. 1998. Propinsi DIY Da.lam Angka 1997. Yogyakarta.

KANTOR STATISTIK KABUPATEN KULON PROGO. 1998. Kabupaten Kulon Progo. Dalam Angka 1997. Kulon Progo KANTOR STATISTIK KABUPATEN BANTUL. 1998 Kabupaten Bantul Dalam Angka 1997. Bantul.

KANTOR STATISTIK KABUPATEN SLEMAN. 1998. Kabupaten Sleman Dalam Angka 1997. Sleman

KANTOR STATISTIK KOTA MADYA YOGYAKARTA. 1998. Kota Madya Yogyakarta Dalam Angka 1997. Yogyakarta KANTOR STATISTIK KABUPATEN GUNUNG KIDUL. 1998. Kabupaten Gunung Kidul Dalam Angka 1997. Wonosari KANTOR STATISTIK PROPINSI DIY . 1994 Sensus Pertanian 93, Ha.sil Pendaftaran Rumah Tangga. Yogyakarta

TARMIm D.T. 1996. Analisis Transportasi Wilayah. Kumpulan Materi Pelajaran Diklat Substansif Dinas PU Cipta Karya Bidang Penyusunan Tencana tata Ruang Kabupaten di Lingkungan Pemerintahan Propinsi Dati I Jawa Barat. Tanggal 13 s/d 26 Oktober 1996, Bandung.

TIM PUSLITBANGNAK. 1999. Analisis Potensi Wilayah Penyebaran dan Pengembangan Peternakan .Di Propinsi D.I. Yogyakarta Laporan. Kerjasama antara Direktorat Bina Penyebaran dan Pengembangan Peternakan-Ditjennak i

dengan Puslitbang Peternakan Bogor.

(16)

Seminar Nasional Peternakan dan Veleriner 2000 Lampiran 1 .Tingkat kepadatan ekonomi ternak per kepadatan di Yogyakarta tahun 1997

Kabupaten Kecamatan Sapi Perah Sapi Potong Kerbau Domba Kambing Babi Bums Itik Ayam ras Penduduk

Bantul Srandakan 4 4 4 4 4 4 4 4 3 1 Sanden 4 4 4 4 4 3 4 3 1 Kretek 3 4 4 4 4 3 4 4 1 Pundong 2 4 4 4 4 2 4 4 1 Bambanglipuro 3 4 4 4 4 3 4 4 1 Pandak 4 4 4 4 4 2 4 3 1 Bantul 4 4 4 4 4 3 4 3 1 Jetis 4 4 4 4 4 4 3 4 4 1 Imogiri 4 4 4 4 4 3 4 4 2 Dlingo 3 4 4 4 4 4 4 4 2 Pleret 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 Piyungan 4 4 4 4 4 3 4 4 1 Banguntapan 4 4 4 4 4 4 3 4 4 1 Sewon 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 Kasihan 4 4 4 4 4 4 3 4 4 1 Palangan 3 4 4 4 4 4 4 1 2 Sedayu 4 4 4 4 4 3 4 4 1 Kulon Temon 4 4 4 4 3 4 4 2 progo Wates 4 4 4 4 4 4 3 4 3 1 Panjatan 3 4 4 4 4 2 4 3 2 Galur 4 4 4 4 4 2 4 3 2 Lendah 4 3 4 4 4 3 4 2 1 Sentolo 3 4 4 4 4 3 4 1 2 Pengasih 3 4 4 4 2 4 2 2 Kokap 4 4 4 4 3 4 4 2 Nanggulan 3 4 4 4 4 2 4 3 2 Girimulyo 3 4 4 4 2 4 4 2

(17)

Seminar Nastona! Peternakan dan Vetertner 2000

Keterangan: Kepadatan Ekonomi Temak : Penduduk(JiwaAan2), Ruminan (ST/1000jiwa), Unggas(Ekor/1000jiwa) Sangat Padat (1)> 300, >5000, > 1000

Padat (2) >100 - 300, >2000 -5000, > 300 -1000 Sedang (3) 50 -100, >1000 - 2000, > 50 -300 Rendah (4), < 50, < 1000, < 50

Kabupaten Kecamatan Sapi Perah Sapi Potong Kerbau Domba Kambing Babi Bums Itik Ayam ras Penduduk

Gunung Panggang 2 4 4 4 2 4 3 kidul Paliyan 3 4 4 4 2 4 2 Tepus 2 4 4 4 2 4 2 Rongkop 2 4 4 4 2 4 2 Semanu 2 4 4 4 2 4 2 Ponjong 3 4 4 4 2 4 2 Karangmulyo 2 4 4 4 2 4 2 Wonosari 4 4 4 4 4 3 4 2 Playen 3 4 4 4 2 4 2 Patuk 3 4 4 4 2 4 2 Nglipar 3 4 4 4 2 4 2 Ngawen 3 4 4 4 2 4 2 Semin 3 4 4 4 2 4 2 Sleman Moyudan 4 4 4 4 4 3 4 3 1 Minggir 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 Seyegan 4 4 4 4 2 4 3 1 Godean 4 4 4 4 4 4 3 4 4 1 Gamping 4 4 4 4 4 4 3 4 4 1 Mlati 4 4 4 4 4 4 3 4 2 1 Depok 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 Berbah 4 4 4 4 4 3 4 4 1 Prambanan 3 4 4 4 2 4 4 1 Kalasan 4 4 4 4 3 4 1 1 Ngemplak 4 4 4 4 ' 4 3 4 2 1 Ngaglik 4 4 4 4 4 4 3 4 1 1 Sleman 4 4 4 4 4 4 2 4 4 1 Tempel 4 4 4 4 4 2 4 2 1 Turi 4 4 4 4 4 4 4 3 2 Pakem 4 4 4 4 4 2 4 1 2 Cangkringan 4 3 4 4 4 4 2 4 1 2

(18)

Seminar Nasional Peternakan don Vetertner 2000 Lampiran 2. Wilayah pertumbuhan temak tingkot Kecamatan (LQ >1) di D.I. Yogyakarta

Kabupaten Sapi perah Sapi potong Kerbau Domba Kambing Babi Bums Itik Ayam ms

Bantul Kasihan 4 Bambanglipuro 6 Sewon 4 Bantul 4 hnogiri 4 Kasihan 4 Banguntapan 1 Banguntapan 4 Bantul 4 Bonguntapan 4 Sewon 4 Banguntapan 4 Sewon 4 Sedayu 4 Srandakan 4 Sewon 1 Sewon 4 Srandakan 6

Srandakan 4 Pandak 4 Jetis 4 Jetis 4 Piyungan 4 Pandak 6 Jetis 4 Sanden 6

Sedayu 4 Kasihan 4 Srandakan 4 Banguntapan Pundong 4 Kasihan 1 Bantul 4 Pandak 5

Pleret 4 Jetis 4 Bantul 4 4 Bantul I Sanden 4 Pajangan 6

Jetis 4 Sanden 4 Kasihan 4 Jetis 1 Bambang lipuro 4 Jetis 4

Sewon 4 Pundong $4 Pleret 4

Sedayu 4

Kulonprogo Wates 4 Wates 4 Golur2 Temon 2 Kalibawang 2 Panjatan 2 Wates 5 Galur 2 Galur 2

Galur 2 Lendah 5' Temon 2 Galur 2 Nanggulan 2 Wates 4 Galur 6 Kokap 2 Pengasih 6

Lendah 4' Panjatan 2 Nanggulan 4 Nmtggulan 2 Sentolo 2 Temon 2 Panjatan 2 Sentolo 6

Temon 2 Lendah 4' Kalibawang 2 Panjatan 6 Wates 4 Lendah 6

Nanggulan 2 Kalibawang 4 Temon 5 Kokap 2

Galur 2 Panjetan 4 Pengasih 2

Sentolo 2

Gunung kidul - Wonosari 2 Karangmojo 2 Wonosari 2 Karangmojo 2 Playen 2 Ngawen 6 Karangmojo 2

-Semin 2 Ngawen 2 Ngawen 2 Karangmojo 6 Wonosari 2

Karangmojo 6 Karangmojo 2 Wonosari 2 Semin 6 Patuk 2

Ngawen 2 Ponjong 2 Semanu 2 Wonosari 6 Playen 2

Semanu 6 Pstuk 2' Paliyan 2' Paliyan 6 Semin 2

Playen 2' Nglipar 2 Playen 2 Playen 6

Semin 2 Semin 2 Ponjong 6

Sleman Pakem 2 Berbah 4 Minggir 4 Berbah 4 Turi 2 Gamping 4 Gamping I Godean 4 Kalasan 6

Cangkringan 2 Prambanan 5 Tempel 4 Ngaglik 4 Pmmbanan 4 Godean 4 Depok I Minggir 4 Mlati 6

Gamping 4 Gamping 4 Moyudan 4 Berbah 4 Mlati 4 Godean I Mlati 4 Tempel 6

Mlati 4 Seyegan 4 ?Anti 4 Depok 4 Moyudan 4 Sleman 6 Moyudan 4 Depok 4

Sleman 4 Godean 4 Minggir 4 Moyudan 4 Depok 4 Moyudan 6 Tempel 4 Godean 4

Berbah 4 Gamping 4 Ngaglik 4 Seyegan 6 Ngemplak 4 Ngemplak 6

Motudan 4 Sleman4 Tempel 6 Ngaglik 6

Mlsti 4 Godean 4 Ngaglik I Sleman 4

Gambar

Tabel I. Luas kabupaten di Propinsi D.I. Yogyakarta
Tabel 3. Luas lahan menurut kelerengan per Kabupaten/Kodya di Propinsi D I Yogyakarta
Tabel 4. Penggunaan lahan per Kcbupaten di DI Yogyakarta
Tabel 6. Luas (ha) kesesusian lahan untuk ternak kerbau di DI Yogyakarta
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pranata ekonomi patronase pada masa ini dapat dikatakan sebagai pranata ekonomi patronase tradisional dengan ciri tertentu yang hampir sama seperti yang di- kemukakan Scott (1972)

TK 2 selanjutnya ke arah Tenggara menyusuri Jalan Sukarno Hatta sampai pertigaan dengan Jalan Kaharudin Nasution pada PBU XVI dengan koordinat 00 ⁰ 25' 25,80&#34; LU dan 101 ⁰

LFA (Logical Framework Approach) adalah sebuah model perencanaan kerja yang dikembangkan pada tahun 1969 oleh USAID berdasarkan studi intensif yang dilakukan oleh Leon

Area bongkar muat berada di 3 (tiga) titik yaitu 2 (dua) untuk zona kering dan 1 (satu) basah, yang pertama berada di area utara dekat dengan koridor menuju gedung

Kecamatan Umbulharjo merupakan kecamatan yang memiliki wilayah paling luas yaitu 8,12 km2 atau sebesar 24,98% dari luas Kota Yogyakarta.. Kecamatan Umbulharjo merupakan

Variabel perancu pada penelitian ini adalah faktor lain yang dapat berhubungan dengan FMI dan FFMI, yakni stadium kanker serviks, adanya penyakit kronis lain (PPOK,

Statistik Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Cianjur Tahun 2016 WILAYAH PENGEMBANGAN SAPI PERAH TAHUN 2016 SENTRAL KECAMATAN SUKARESMI KECAMATAN CIPANAS KECAMATAN

Wilayah yang merupakan daerah basis potensi pengembangan ternak sapi potong menurut perhitungan Location Quotient (LQ) di Kabupaten Batu Bara terdapat 6 kecamatan