KEBIASAAN SARAPAN SEBAGAI FAKTOR DOMINAN
INDEKS MASSA TUBUH PADA SISWA
SEKOLAH DASAR ISLAM AS-SYAFI’IYAH 02
KOTA BEKASI TAHUN 2013
Siti Annisa1, Ahmad Syafiq2
Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Studi Ilmu Gizi E-mail: siti.annisa91@ui.ac.id
Abstrak
Kegemukan adalah salah satu masalah gizi. Kegemukan memiliki berbagai dampak negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak serta kondisi kesehatan jangka panjang. Tujuan umum penelitian ini adalah diketahuinya faktor dominan yang berhubungan dengan indeks massa tubuh pada siswa SD Islam As-Syafi’iyah 02 Kota Bekasi. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 155 siswa. Adapun pengambilan data dilakukan pada bulan April 2013. Variabel yang diteliti yaitu indeks massa tubuh, kebiasaan sarapan, durasi tidur, asupan zat gizi makro, frekuensi konsumsi makanan cepat saji, aktivitas fisik, dan durasi menonton televisi. Analisis yang digunakan adalah uji korelasi (analisis bivariat), serta regresi linear ganda (analisis multivariat). Hasil analisis akhir didapatkan bahwa kebiasaan sarapan merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan indeks massa tubuh setelah dikontrol faktor frekuensi konsumsi makanan cepat saji, durasi menonton televisi, asupan karbohidrat, asupan lemak, dan asupan protein.
Kata kunci: sarapan kegemukan, anak usia sekolah, indeks massa tubuh Abstract
Overweight is one of nutrition problem. Overweight has various negative impacts in children’s growth, development and long-term health conditions. The objective of this study was to investigate the dominant factor of children’s body mass index in As-Syafi’iyah Islamic Elementary School, Bekasi. This study used cross-sectional design with a sample size of 155 children. Data collection was conducted in April 2013. Variables studied were body mass index, breakfast habits, sleep duration, macronutrient intake, fast food consumption frequency, physical activity, and watching television duration. The data was analyzed using correlation test (bivariate analysis), and multiple linear regression (multivariate analysis). The final analysis result showed that breakfast habits was the dominant factor associated with body mass index controlling for fast food consumption frequency, watching television duration, carbohydrate intake, fat intake, and protein intake.
Pendahuluan
Saat ini prevalensi anak yang mengalami kegemukan semakin meningkat (Onis et al., 2010). Padahal, kegemukan pada masa kanak-kanak meningkatkan risiko gemuk saat dewasa dan menyebabkan penyakit degeneratif di kemudian hari (WHO, 2013). Perubahan gaya hidup dan globalisasi saat ini berperan dalam pola makan dan aktifitas anak. Sarapan yang merupakan kebiasaan yang dianjurkan untuk mencapai gizi seimbang sering dilewatkan anak karena jam masuk sekolah yang pagi, tidak sempatnya orang tua menyiapkan makanan, dan berbagai alasan lain. Selain itu, waktu tidur yang berkurang karena anak-anak lebih suka menonton televisi diduga berkontribusi terhadap kejadian kegemukan pada anak.
Prevalensi anak yang mengalami kegemukan di Kota Bekasi termasuk dalam kategori tinggi di Jawa Barat (Riskesdas, 2010) dan kebiasaan sarapan anak sekolah yang menurun saat ini membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Islam As-Syafi’iyah 02 Kota Bekasi. Berdasarkan survey awal, prevalensi anak gemuk di ini termasuk tinggi yaitu sebesar 33.3%. Sekolah ini merupakan salah satu sekolah favorit di Kota Bekasi dimana siswa-siswinya berasal dari keluarga golongan ekonomi menengah ke atas.
Tinjauan Teoritis
Gizi yang memadai memiliki peran penting pada anak usia sekolah untuk mencapai pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan yang optimal. Orang tua dan saudara dekat berpengaruh terhadap kebiasaan makan seorang anak sehingga mereka harus memiliki kebiasaan makan yang baik untuk menjadi contoh seorang anak. Selain itu pada usia sekolah, seorang anak mulai bergaul diluar lingkungan keluarga. Seorang anak mulai memiliki teman sebaya yang juga memengaruhi pemilihan makanan dan kebiasaan makannya (Wooldrige, 2002).
Anak usia sekolah secara terus-menerus mengalami peningkatan dalam hal keterampilan motorik, kognitif, sosial, dam emosional. Kebiasaan makan yang terbentuk pada usia ini akan menjadi dasar bagi pola konsumsi dan kebiasaan makan anak pada usia selanjutnya (Soetardjo, 2011).
Menurut WHO (2013), kegemukan adalah kelebihan lemak pada tubuh. Kegemukan pada anak dapat dilihat dari suatu indikator yang terukur. Indeks massa tubuh (IMT) merupakan indikator internasional yang direkomedasikan untuk menilai kegemukan pada
anak dan remaja. Indeks massa tubuh dihitung dengan cara membagi berat badan tubuh (dalam kilogram) dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter) (Gibson, 2005).
Kegemukan terjadi karena keseimbangan energi positif. Keseimbangan energi positif adalah jumlah asupan energi yang berasal dari makanan lebih besar jumlahnya daripada energi yang dikeluarkan kerja eksternal dan fungsi internal, tambahan energi yang masuk tetapi tidak digunakan tersebut akan disimpan dalam tubuh, terutama sebagai jaringan lemak. Hal ini yang menyebabkan berat badan naik (Sherwood, 2001).
Ketidakseimbangan energi dipengaruhi oleh karakteristik gaya hidup, yaitu kebiasaan makan dan aktivitas fisik (Reisch, Gwozdz & Beckmann, 2011). Perubahan gaya hidup terutama di perkotaan menyebabkan anak menyukai makanan tinggi kalori, tinggi lemak, dan kolesterol karena banyaknya restoran yang menawarkan makanan cepat saji (St-Onge, Keller & Heymsfield, 2003). Selain itu, aktivitas fisik anak semakin berkurang dengan kemajuan teknologi. Anak-anak lebih sering menonton televisi. Kegiatan ini juga dapat menyebabkan kegemukan pada anak. Mengurangi kegiatan ini dan meningkatkan akifitas fisik dapat mengurangi prevalensi kegemukan pada anak (Dietz & Gortmaker, 1985; Suresh et al., 2011).
Menurut beberapa penelitian, faktor risiko kegemukan pada anak adalah kebiasaan sarapan (Tin et al., 2011). Sarapan merupakan bagian dari perilaku gizi seimbang untuk hidup sehat, aktif dan cerdas (Briawan et al., 2012). Sebagian orang tidak terbiasa sarapan dengan tujuan menurunkan berat badan, padahal beberapa penelitian menunjukkan meniadakan sarapan berhubungan dengan kenaikan berat badan. Oleh karena itu, sarapan merupakan kebiasaan makan yang memiliki peran penting dalam pengendalian berat badan (Tin et al., 2011).
Metodologi
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan data primer dan data sekunder. Rancangan penelitian ini menggunakan desain cross sectional karena variabel dependen dan variabel independen diamati pada satu waktu. Variabel yang diukur adalah variabel dependen indeks massa tubuh dan variabel independen yang terdiri dari kebiasaan sarapan, durasi tidur, asupan zat gizi makro (energi, karbohidrat, lemak, dan protein), frekuensi konsumsi makanan cepat saji, aktivitas fisik, dan durasi menonton televisi.
Penelitian ini dilakukan di SD Islam As-Syafi’iyah 02 Kota Bekasi. Waktu penelitian berlangsung pada bulan April 2013. Populasi adalah seluruh siswa kelas I-VI SD Islam
As-Syafi’iyah 02 Kota Bekasi, sedangkan populasi studi diambil siswa kelas III-V. Seluruh siswa kelas III-V dijadikan sample penelitian. Total sampel dalam penelitian ini adalah 155 siswa.
Jenis data yang dikumpulkan dan digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer berupa kebiasaan sarapan, durasi tidur, frekuensi konsumsi makanan cepat saji, dan durasi menonton televisi diperoleh melalui metode wawancara langsung kepada responden dengan menggunakan kuesioner. Data primer aktivitas fisik diperoleh dari Physical Activity Questionnaire for Children (PAQ-C) yang diisi oleh responden dengan bimbingan petugas. Data primer asupan zat gizi diperoleh melalui metode dua kali 24 hour recall. Untuk data primer indeks massa tubuh, dilakukan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan responden. Sedangkan data sekunder penelitian adalah gambaran umum SD Islam As-Syafi’iyah 02 Kota Bekasi.
Data-data yang sudah terkumpul selanjutnya dianalisis menggunakan piranti lunak komputer. Analisis penilitian ini yaitu berupa analisis univariat, analisis bivariat dengan uji korelasi, serta analisis multivariat dengan uji regresi linear ganda.
Hasil
Hasil analisis univariat disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 1. Distribusi Indeks Massa Tubuh (IMT), Kebiasaan Sarapan, Durasi Tidur, Frekuensi Konsumsi Makanan Cepat Saji, Aktivitas Fisik, dan Durasi Menonton
Televisi Siswa SD Islam As-Syafi’iyah 02 Kota Bekasi
Variabel Mean Standar Deviasi
Minimal- Maksimal Indeks Massa Tubuh
(IMT) 20.54 4.61 14.75 - 31.50
Kebiasaan Sarapan 4.24 1.83 0 - 7
Durasi Tidur 8.18 1.78 4 - 12
Frekuensi Konsumsi
Makanan Cepat Saji 2.08 1.19 1 - 6 Aktivitas Fisik 42.97 9.61 22 - 71 Durasi Menonton
Berdasarkan 155 data, rata-rata indeks massa tubuh (IMT) anak adalah sebesar 20.54 kg/m2. Nilai IMT terendah adalah 14.75 kg/m2 dan nilai tertinggi sebesar 31.50 kg/m2.
Gambaran kebiasaan sarapan diperoleh dari frekuensi sarapan responden dalam satu minggu. Hasil analisis seperti terlihat pada Tabel 1. , rata-rata responden sarapan empat kali dalam seminggu. Frekuensi sarapan terendah adalah nol artinya responden tidak terbiasa sarapan setiap hari dan frekuensi sarapan tertinggi adalah tujuh artinya responden terbiasa sarapan setiap hari.
Gambaran durasi tidur diperoleh dari jumlah lamanya tidur siang dan tidur malam responden selama sehari. Pada Tabel 1. dapat dilihat rata-rata responden tidur 8.18 jam selama sehari. Durasi tidur terpendek adalah empat jam dan durasi tidur terlama adalah dua belas jam dalam sehari.
Gambaran frekuensi konsumsi makanan cepat saji diperoleh dari frekuensi responden mengonsumsi makanan cepat saji selama seminggu. Rata-rata responden mengonsumsi makanan cepat saji sebanyak dua kali dalam seminggu. Frekuensi mengonsumsi makanan cepat saji terendah yaitu satu kali dan tertinggi yaitu enam kali dalam seminggu.
Gambaran aktivitas fisik diperoleh dari jumlah skor yang berasal dari Physical Activity Questionnaire for Children (PAQC). Rata-rata skor aktivitas fisik responden adalah 42.97. Skor aktivitas fisik terendah adalah 22 dan tertinggi sebesar 71.
Gambaran durasi menonton televisi diperoleh dari lamanya responden menonton televisi selama sehari. Rata-rata responden menonton televisi selama 2.99 jam dalam sehari. Durasi menonton televisi responden tersingkat adalah satu jam dan terlama adalah delapan jam dalam sehari.
Tabel 2. Distribusi Asupan Zat Gizi Makro: Asupan Energi, Asupan Karbohidrat, Asupan Lemak, dan Asupan Protein Siswa SD Islam As-Syafi’iyah 02 Kota Bekasi
Asupan Mean Standar
Deviasi Minimal- Maksimal Energi (kkal) 1756.3 3.09 1163.0 – 2585.8 Karbohidrat (gram) 219.68 44.71 119.8 – 324.2 Lemak (gram) 70.39 17.27 30.1 – 117.5 Protein (gram) 59.08 14.14 21.3 – 82.5
Asupan zat gizi yang meliputi asupan energi, asupan karbohidrat, asupan lemak, dan asupan protein dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata asupan energi responden adalah 1756.3 kkal. Asupan energi terendah adalah 1163.0 kkal dan tertinggi sebesar 2585.8 kkal. Hasil analisis asupan karbohidrat responden menunjukkan rata-rata sebesar 219.68 gram. Asupan karbohidrat terendah adalah 119.8 gram dan tertinggi sebesar 324.2 gram. Rata-rata asupan lemak responden adalah 70.39 gram. Asupan lemak terendah adalah 30.1 gram dan tertinggi sebesar 117.5 gram. Asupan protein responden menunjukkan rata-rata sebesar 59.08 gram. Asupan protein terendah adalah 21.3 gram dan tertinggi sebesar 82.5 gram.
Hasil analisis analisis bivariat disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 3. Analisis Korelasi Kebiasaan Sarapan, Durasi Tidur, Frekuensi Konsumsi Makanan Cepat Saji, Aktivitas Fisik, dan Durasi Menonton Televisi dengan Indeks
Massa Tubuh Anak
SD IslamAs-Syafi’iyah 02 Kota Bekasi
Variabel r p Value
Kebiasaan Sarapan - 0.671 0.0005 Durasi Tidur - 0.222 0.005 Frekuensi Konsumsi
Makanan Cepat Saji 0.443 0.0005 Aktivitas Fisik 0.041 0.611 Durasi Menonton
Televisi 0.318 0.0005
Tabel 4. Analisis Korelasi Asupan Zat Gizi Makro: Asupan Energi, Asupan Karbohidrat, Asupan Lemak, dan Asupan Protein dengan Indeks Massa Tubuh Anak
Variabel r p Value
Asupan Energi 0.758 0.0005 Asupan Karbohidrat 0.595 0.0005 Asupan Lemak 0.625 0.0005 Asupan Protein 0.500 0.0005
Dari hasil analisis bivariat, variabel yang memiliki hubungan bermakna dengan indeks massa tubuh adalah kebiasaan sarapan, durasi tidur, asupan zat gizi makro, frekuensi konsumsi makanan cepat saji, dan durasi menonton televisi.
Hasil akhir analisis multivariat disajikan dalam tabel berikut: Tabel 5. Hasil Akhir Analisis Regresi Linear Ganda
R square: 0.677
Variabel p value Unstandardized Coefficients B Standardized Coefficients Beta Constant 8.244 Kebiasaan Sarapan 0.0005 -0.804 -0.321 Frekuensi Konsumsi
Makanan Cepat Saji 0.026 0.472 0.122
Durasi Menonton Televisi 0.407 0.125 0.043
Asupan Karbohidrat 0.0005 0.028 0.270
Asupan Lemak 0.0005 0.089 0.333
Asupan Protein 0.376 0.017 0.051
Nilai R square (koefisien determinasi) sebesar 0,677 menunjukkan bahwa model regresi yang diperoleh dapat menjelaskan sebesar 67.7 persen variasi variabel dependen (IMT). Hal ini dapat disimpulkan pula bahwa keenam variabel (kebiasaan sarapan, frekuensi konsumsi makanan cepat saji, durasi menonton televisi, asupan karbohidrat, asupan lemak, dan asupan protein) yang masuk dalam hasil akhir dapat menjelaskan variasi variabel indeks massa tubuh anak sebesar 67.7 persen.
Sementara itu, untuk mengetahui variabel yang memiliki hubungan yang paling dominan dengan variabel dependen (IMT) dapat dilihat dari nilai standardized coefficients beta yang terbesar dan memiliki nilai P value yang signifikan sejak tahap pemodelan paling awal. Dari hasil analisis, diperoleh bahwa variabel yang memiliki nilai standardized coefficients beta terbesar dan menunjukkan nilai p value yang signifikan sejak awal pemodelan adalah kebiasaan sarapan, yaitu dengan nilai sebesar -0.321. Tanda negatif pada nilai standardized coefficients beta kebiasaan sarapan menunjukkan arah pola hubungannya
dengan variabel dependen. Dengan demikian, semakin jarang responden sarapan makan nilai IMT semakin meningkat.
Pembahasan
Penelitian ini menunjukkan hubungan yang bermakna antara kebiasaan sarapan dengan indeks massa tubuh anak (IMT). Hubungan ini termasuk dalam kategori hubungan kuat dan memiliki arah negatif yang berarti semakin jarang sarapan semakin tinggi indeks massa tubuh (IMT). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Diani (2011) pada anak di Kabupaten Karawang dan Lehto et al. (2011) pada anak di Finlandia yang mendapatkan adanya hubungan kebiasaan sarapan dengan indeks massa tubuh anak. Anak yang tidak terbiasa sarapan memiliki kualitas diet yang rendah. Anak yang tidak terbiasa sarapan ini mengompensasi sarapan dengan meningkatkan asupan protein pada makan siang dan konsumsi snack yang tinggi energi di siang dan malam hari (Dubois et al., 2009). Snack yang tinggi energi ini miskin akan vitamin dan serat. Selain itu, mengonsumsi snack pada malam hari berperan dalam meningkatkan berat badan sehubungan dengan menurunnya energy expenditure di malam hari (Tin et al., 2011).
Hasil penelitian ini menemukan adanya hubungan yang signifikan antara durasi tidur dengan indeks massa tubuh (IMT) anak. Hubungan kedua variabel ini lemah dan berpola negatif yang artinya semakin pendek durasi tidur semakin tinggi nilai IMT. Penelitian ini selaras dengan penelitian Magee et al. (2013) pada anak di Australia yang mendapatkan kurangnya durasi tidur berhubungan dengan indeks massa tubuh yang mengindikasikan kegemukan pada anak. Kurangnya durasi tidur berhubungan dengan menurunnya leptin dan meningkatnya ghrelin. Hormon-hormon ini menyebabkan rasa lapar dan nafsu makan meningkat (Taheri et al., 2004; Taheri, 2007). Asupan energi berlebih akibat nafsu makan meningkat menyebabkan keseimbangan energi positif yang merupakan penyebab dari kegemukan pada anak.
Pada penelitian ini, frekuensi konsumsi makanan cepat saji dengan indeks massa tubuh (IMT) menunjukkan hubungan yang bermakna. Hubungan kedua variabel ini tergolong hubungan yang sedang dan berpola positif yang artinya semakin sering responden mengonsumsi makanan cepat saji semakin besar nilai indeks massa tubuh. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Diani (2011) pada anak di Kabupaten Karawang yang mendapatkan hubungan antara frekuensi konsumsi makanan cepat saji dengan indeks massa tubuh anak.
Makanan cepat saji mengandung banyak kalori, lemak total, lemak jenuh, gula, kolesterol, dan natrium (O’donnell et al., 2008). Makanan cepat saji ini merupakan faktor risiko dari kegemukan pada anak (Bowman et al., 2004).
Penelitian ini menunjukkan aktivitas fisik tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan indeks massa tubuh. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Jago et al. (2006) pada anak di Amerika dan Steele et al. (2009) pada anak di Inggris yang menyatakan ada hubungan antara aktivitas fisik dengan indeks massa tubuh anak. Hasil ulasan Hawkins dan Law (2004) terhadap 17 penelitian mengenai hubungan aktivitas fisik dengan kegemukan pada anak menemukan 7 penelitian yang menyatakan ada hubungan, 8 penelitian menyatakan tidak ada hubungan, dan 1 penelitian yang menyatakan ada hubungan langsung. Penelitian Thompson et al. (2005) juga mendapatkan tidak adanya hubungan antara indeks massa tubuh dengan aktivitas fisik. Perbedaan hasil penelitian mungkin disebabkan perbedaan desain dan metode yang digunakan. Kegemukan tidak hanya disebabkan kurangnya aktivitas fisik. Kegemukan terjadi karena keseimbangan energi positif. Keseimbangan energi positif adalah jumlah asupan energi yang berasal dari makanan lebih besar jumlahnya daripada energi yang dikeluarkan kerja eksternal dan fungsi internal, tambahan energi yang masuk tetapi tidak digunakan tersebut akan disimpan dalam tubuh, terutama sebagai jaringan lemak. Hal ini yang menyebabkan berat badan naik (Sherwood, 2001).
Pada penelitian ini durasi menonton televisi memiliki hubungan yang bermakna dengan indeks massa tubuh. Hubungan ini termasuk hubungan sedang dan berpola positif yang artinya semakin lama durasi responden menonton televisi semakin besar nilai indeks massa tubuh (IMT). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Wake, Hesnet & Waters (2003) pada anak di Australia, Jago et al. pada anak di Amerika (2006) dan Diani (2011) pada anak di Kabupaten Karawang yang menemukan hubungan antara durasi menonton televisi dengan indeks massa tubuh anak. Penelitian menyebutkan menonton televisi dapat menyebabkan kegemukan pada anak dapat disebabkan karena dengan menonton televisi mengurangi waktu untuk melakukan aktivitas lainnya. Menonton televisi juga memungkinkan anak untuk mengonsumsi snack saat menonton (Strasburger, 2011). Mengurangi kegiatan ini dan meningkatkan akifitas fisik dapat mengurangi prevalensi kegemukan pada anak (Dietz & Gortmaker, 1985; Suresh et al., 2011).
Pada penelitian ini, asupan energi dengan indeks massa tubuh (IMT) memiliki hubungan yang bermakna. Hubungan kedua variabel ini termasuk kategori hubungan kuat dan berpola positif yang artinya semakin banyak asupan energi semakin besar indeks massa
tubuh. Penelitian ini senada dengan penelitian Diani (2011) pada anak di Kabupaten Karawang yang menemukan hubungan antara asupan energi dengan indeks massa tubuh anak. Penelitian pada anak di Australia juga mendapatkan hubungan antara asupan energi dengan indeks massa tubuh (Elliot et al., 2011). Kelebihan energi menyebabkan kegemukan. Energi berlebihan ini sebagian besar disimpan sebagai lemak tubuh (Smolin & Grosvenor, 2010). Kelebihan energi dapat disebabkan oleh perubahan gaya hidup terutama di perkotaan menyebabkan anak menyukai makanan tinggi kalori, tinggi lemak, dan kolesterol karena banyaknya restoran yang menawarkan makanan cepat saji (St-Onge, Keller &Heymsfield, 2003). Hasil food recall pada penelitian ini juga menemukan banyaknya responden yang sering mengonsumsi makanan tinggi kalori seperti burger, nugget, mie instant, dan sebagainya.
Pada penelitian ini, asupan karbohidrat dengan indeks massa tubuh (IMT) memiliki hubungan yang kuat dengan pola positif yang berarti semakin banyak asupan karbohidrat semakin besar nilai indeks massa tubuh (IMT). Kelebihan glukosa yang berasal dari karbohidrat akan disimpan di dalam hati dalam bentuk glikogen. Tubuh hanya dapat menyimpan glikogen dalam jumlah terbatas, yaitu untuk keperluan energi beberapa jam. Di dalam hati, kelebihan karbohidrat akan diubah menjadi lemak. Lemak dari hati ini kemudian akan dibawa ke jaringan-jaringan lemak yang dapat menyebabkan kenaikan berat badan (Howe, 1981).
Asupan lemak dengan indeks masssa tubuh (IMT) menunjukkan hubungan yang bermakna. Hubungan kedua variabel ini menunjukkan hubungan kuat dan berpola positif yang artinya semakin banyak asupan lemak semakin besar nilai indeks massa tubuh (IMT). Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan ada hubungan yang bermakna antara asupan lemak dan indeks massa tubuh (IMT) (Diani, 2011). Fentiana (2010) juga menemukan hubungan antara asupan karbohidrat dengan kegemukan. Lemak menghasilkan energi paling besar diantara zat gizi makro lainnya. Sebagai simpanan, lemak merupakan cadangan energi tubuh paling besar. Hal ini disebabkan oleh konsumsi berlebihan dari salah satu atau kombinasi karbohidrat, lemak, dan protein akan disimpan sebagai lemak. Kelebihan asupan lemak menyebabkan kenaikan berat badan (Howe, 1981).
Hasil penelitian menunjukkan asupan protein responden dengan indeks massa tubuh (IMT) memiliki hubungan yang bermakna. Asupan protein dengan indeks massa tubuh (IMT) memiliki hubungan sedang dengan pola positif yang berarti semakin banyak asupan protein
semakin besar nilai indeks massa tubuh (IMT). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menemukan hubungan antara asupan protein dengan indeks massa tubuh (IMT) anak (Diani, 2011). Kegemukan disebabkan karena keseimbangan energi positif. Asupan protein secara belebihan tidak menguntungkan bagi tubuh. Makanan yang tinggi protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat menyebabkan kegemukan (Howe, 1981).
Hasil analisis akhir penelitian ini mendapatkan bahwa kebiasaan sarapan adalah variabel dominan yang berhubungan dengan indeks massa tubuh setelah dikontrol variabel frekuensi konsumsi makanan cepat saji, durasi menonton televisi, asupan karbohidrat, asupan lemak, dan asupan protein. Pola hubungan kebiasaan sarapan dengan indeks massa tubuh (IMT) menunjukkan hubungan negatif yang berarti semakin jarang sarapan semakin meningkatkan indeks massa tubuh (IMT). Hasil penelitian ini senada dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Haug et al. (2009) yang menyatakan melewatkan sarapan merupakan faktor risiko utama terjadinya kegemukan pada anak sekolah. Huang et al. (2010) mendapatkan anak yang melewatkan sarapan memiliki risiko mengalami kegemukan 1.34 kali daripada anak yang sarapan setelah dikendalikan faktor-faktor lain yang menyebabkan kegemukan.
Penelitian-penelitian sebelumnya juga menyebutkan kebiasaan sarapan berhubungan dengan kegemukan pada anak (Dubois, Girard, & Kent, 2006; Tin et al., 2011; So et al., 2011). Dubois et al. (2009) menyatakan tidak sarapan berhubungan dengan kualitas diet yang rendah. Perilaku tidak sarapan ini dikompensasi dengan peningkatan asupan protein pada makan siang dan konsumsi snack yang tinggi energi di siang dan malam hari sehingga memicu kenaikan berat badan. Oleh karena itu, kebiasaan sarapan sangat penting untuk mencegah kegemukan pada anak.
Kesimpulan
1. Rata-rata indeks massa tubuh (IMT) siswa SD Islam As-Syafi’iyah 02 Kota Bekasi adalah sebesar 20.54 ± 4.61 kg/m2 dengan nilai IMT terendah adalah 14.75 kg/m2 dan nilai tertinggi sebesar 31.50 kg/m2.
2. Terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan sarapan dengan indeks massa tubuh. Semakin jarang sarapan semakin meningkat indeks massa tubuh siswa SD Islam As-Syafi’iyah 02 Kota Bekasi tahun 2013.
3. Terdapat hubungan yang bermakna antara durasi tidur dengan indeks massa tubuh. Semakin kurang durasi tidur semakin meningkat indeks massa tubuh siswa SD Islam As-Syafi’iyah 02 Kota Bekasi tahun 2013.
4. Terdapat hubungan yang bermakna antara asupan zat gizi makro dengan indeks massa tubuh. Semakin banyak jumlah asupan zat gizi makro (energi, karbohidrat, lemak, dan protein) semakin meningkat indeks massa tubuh siswa SD Islam As-Syafi’iyah 02 Kota Bekasi tahun 2013.
5. Terdapat hubungan yang bermakna antara frekuensi konsumsi makanan cepat saji dengan indeks massa tubuh. Semakin sering frekuensi konsumsi makanan cepat saji semakin meningkat indeks massa tubuh siswa SD Islam As-Syafi’iyah 02 Kota Bekasi tahun 2013.
6. Terdapat hubungan yang bermakna antara durasi menonton televisi dengan indeks massa tubuh. Semakin lama durasi menonton televisi semakin meningkat indeks massa tubuh siswa SD Islam As-Syafi’iyah 02 Kota Bekasi tahun 2013
7. Sarapan merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan indeks massa tubuh siswa SD Islam As-Syafi’iyah 02 Kota Bekasi tahun 2013.
Saran
1. Berdasarkan hasil penelitian, masih banyak siswa yang tidak terbiasa sarapan dan jarang mengonsumsi sayur dan buah, peneliti menyarankan kepada sekolah untuk menambahkan pendidikan gizi di sekolah dan kepada orang tua untuk memperhatikan, membiasakan, dan menyediakan makanan yang beragam, seimbang, dan cukup jumlahnya..
2. Berdasarkan hasil temuan penelitian, kantin sekolah banyak menyediakan jajanan berlemak dan jajanan yang dimasak dengan cara digoreng, peneliti menyarankan kepada sekolah agar membuat peraturan mengenai makanan-makanan yang diperbolehkan untuk dijual supaya kantin sekolah hanya menyediakan jajanan sehat.
3. Berdasarkan pengamatan, siswa tidak menimbang berat dan mengukur tinggi badan secara teratur, peneliti menyarankan sekolah agar mengaktifkan kegiatan Unit Kesehatan Sekolah.
4. Berdasarkan hasil penelitian, semakin kurang durasi tidur dan semakin lama durasi menonton televisi semakin meningkat indeks massa tubuh, peneliti menyarankan orang tua untuk memperhatikan kegiatan anak agar mengurangi durasi menonton televisi dan
Daftar Pustaka
Bowman, SA, Gortmaker, SL, Ebbeling, CB, Pereira, MA & Ludwig, DS 2004, “Effect of Fast-Food Consumption on Energy Intake and Diet Quality Among Children in a National Household Survey”, Official Journal of The American Academy of Pediatrics, vol.13, no.1, pp.112-118.
Briawan, D, Siagian, C, Oktarina, M & Dipo, DP 2012, “Pekan Sarapan Nasional (PESAN)”, Naskah Akademik, PERGIZI PANGAN Indonesia, PERSAGI, PDGMI, & PDGKI, Jakarta.
De Onis, M, Blössner, M & Borghi, E, 2010, “Global prevalence and trends of overweight and obesity among preschool children”, The American Journal of Clinical Nutrition,
vol.92, pp.1257-1264, diunduh 11 Februari
2013,<http://ajcn.nutrition.org/content/suppl/2010/10/20/ajcn.2010.29786.DC1.html>. Diani, A 2011, “Hubungan Kebiasaan Sarapan dan Faktor Lainnya dengan Kejadian Obesitas pada Anak Sekolah di SD Swasta Yos Sudarso Kabupaten Karawang Tahun 2011”, Tesis, Universitas Indonesia, Depok.
Dubois, L Girard, M Kent, MP, Farmer, A Tatone, TF 2009, “Breakfast skipping is associated with differences in meal patterns, macronutrient intakes and overweight among pre-school children”, Public Health Nutrition, vol.12, no.1, pp.19-28.
Elliot, SA Truby, H Lee, A Harper, C Abbott, RA Davies, PSW 2011, “Associations of body mass index and waist circumference with: energy intake and percentage energy from macronutrients, in a cohort of australian children”, Nutrition Journal, vol.10, no.58, pp1-7.
Fentiana, N 2010, “Asupan Lemak Sebagai Faktor Dominan Terjadinya Obesitas pada Remaja (16-18 Tahun) di Indonesia Tahun 2010”, Tesis, Universitas Indonesia, Depok.
Gibson, RS, 2005, Principles of Nutritional Assessment, Oxford University Press, New York. Haug, E Rasmussen, M Samdal, O Iannoti, R Kelly, C Borraccino, A Vareecken, C
Melkevic, O Lazzeri, G Giacchi, M Ercan, O Due, P Ravens-Sieberer, U Currie, C Morgan, A Ahluwalia, N 2009, “Overweight in school-aged children and its relationship with demographic and lifestyle factors: reults from WHO-Collaborative Health Behaviour in School-aged Children (HSBC) study.”, International Journal of Public Health,vol.54, no.2, pp.167-179.
Hawkins, SS Law, C 2006, “ A review of risk factors for overweight in preschool children : a policy perspective.”, Int J Pediatr Obes, vol.1, no.4, pp.195-209.
Howe, PS 1981, Basic Nutrition in Health and Disease, 7th edn, W. B. Saunders Company, Philadelphia.
Huang, CZ Hu, H-T Fan, Y-C Liao, Y-M Tsai, P-S 2010, “Associations of breakfast skipping with obesity and health-related quality of life: evidence from a national survey in Taiwan”, International Journal of Obesity, vol.34, pp.720-725.
Jago, R Baranowski, JC Thompson D, Greaves, KA 2006, “BMI from 3-6 y of age is predicted by TV viewing and physical activity, not diet”, International Journal of Obesity, vol.29, vo;.6, pp.557-564.
Lehto, R Ray, C Lahti-Koski, M Roos, E 2011, “Meal pattern and BMI in 9-11-year-old children in Finland”, Public Health Nutrition, vol.14, no.7, pp.1245-1250.
Magee, CA Caputi, A & Iverson, DC 2013, “The longitudinal relationship between sleep duration and body mass indeks in children: a growth mixture modeling approach”, J Dev Behav Pediatr, vol.34, no.3, pp.165-173.
O’donnel, SI, Hoerr, SL, Mendoza, JA & Goh ET 2008, “Nutrient quality of fast food kids meals”, The American Journal of Clinical Nutrition, vol.88, pp1388-1395, diunduh 15 Februari 2013, <ajcn.nutrition.org>.
Reisch, LA, Gwozdz, W & Beckmann, S 2011, “Consumer Behavior in Childhood Obesity Research and Policy”, in Moreno LA, Pigeot I & Ahrens W (eds.), Epidemiology of Obesity in Children and Adolescents, Springer, New York.
Sherwood, L 2001, Human Physiology: From Cells to Systems, 2nd edn, Thomson Learning. Belmont.
So, HK Nelson, EAS Albert, M Guldan, GS Yin, J 2011, “Breakfast frequency inversely associated with BMI and body fatness in Hong Kong Chinese children aged 9-18 years.”, The British Journal of Nutrition, vol.106, no.5, pp.742-751.
Soetardjo, S 2011, “Gizi Seimbang Anak dan Remaja”, in Almatsier, S, Soetardjo, S & Soekatri, M (eds.), Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Steele, RM, Sluijs, EMF, Cassidy, A, Griffin, SJ, Ekelund, U 2009, “Targeting sedentary time or moderate- and vigorous-intensity activity: independent relations with adiposity in a population-based sample of 10-y-old British children”, The American Journal of Clinical Nutrition, vol.90, pp.1185-1192, diunduh 13 Februari 2013, <ajcn.nutrition.org>
St-Onge, M, Keller, KL & Heymsfield, SB 2003, “Changes in childhood food consumption patterns: a cause for concern in light of increasing body weight”, The American Journal of Clinical Nutrition, vol.78, pp.1068-1073, diunduh 17 Februari 2013, <http://ajcn.nutrition.org>.
Strasburger, VC 2011, “Children, Adolescents, Obesity, and the Media”, Official Journal of The American Academy of Pediatric, vol.128, no.1, pp.201-208.
Suresh, V, Rupnath, K, Ramesh, V, Rojarani, M, Ramadevi, T & Sambasivarao, KRS 2011, “Television watching and sleep promotes obesity in urban and semi-urban children in India”, Journal of Technology and Environmental Health Sciences, vol.3, no.1, pp.001-007.
Taheri, S 2004, “The link between short sleep duration and obesity: we should recommend more sleep to prevent obesity”, Archives of Disease in Childhood, vol.91, no.11, pp.881-884.
Taheri, S 2007, “The Interactions Between Sleep, Metabolism, and Obesity”, Int J Sleep Wakefulness, vol.1, no.1, pp.20-29
Thompson, AM Campagna, PD Rehman, Murphy REJL 2005, “Physical Activity and Body Mass Index in Grade 3, 7, and 11 Nova Scotia Student”, Official Journal of the American College of Sports Medicine, pp.1902-1908, diunduh 23 Juni 2013, < http://www.acsm-msse.org>
Tin, SPP, Ho, SYY, Mak, KH, Wan, KL & Lm, TH 2011, “ Breakfast skipping and change in body mass index in young children”, International Journal of Obesity, vol.35, no.7, pp.899-906.
Wake, M Hesnet, K Waters, E 2003, “Television, computer use and body mass index in Australian primary school children.”, J Paeditr Child Health, vol.39, no.2, pp.130-134. Wooldridge, NH 2002, “ Child and Preadolescent Nutrition”, in Brown, JE, Isaacs, JS, Krinke, UB, Murtaugh, MA, Stang, J & Woolwridge (eds.), Nutrition through the Life Cycle, Wadsworth, Belmont.
World Health Organization, Childhood overweight and obesity, diunduh 11 Februari 2013, <http://www.who.int/nutgrowthdb/publications/ overweight_obesity/en/index.html>. World Health Organization, What is overweight and obesity?, diunduh 11 Februari 2013,