• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Konsumsi, Status Gizi, dan Aktivitas Sehari-hari dengan Prestasi Belajar Murid Akselerasi SD Islam PB Sudirman Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Konsumsi, Status Gizi, dan Aktivitas Sehari-hari dengan Prestasi Belajar Murid Akselerasi SD Islam PB Sudirman Jakarta"

Copied!
188
0
0

Teks penuh

(1)

and daily activities to acceleration student learning achievement in elementary schools of Islamic PB Sudirman Jakarta. Supervised by FAISAL ANWAR and IKEU EKAYANTI.

In general, this study aims to analyze consumption patterns, nutritional status, activity patterns, as well as its relationship with student learning achievement in primary schools of Islamic acceleration PB Sudirman Jakarta. Subjects in this study consisted of two groups, namely the acceleration of fourth-grade students in fifth grade to the accelerated program and fifth grade students who follow a regular program. Sampling occurs on the basis of class and randomly selected by cluster random method. The number of 5 th grade students of Islam PB Sudirman is 307 children divided into two learning systems. In the early stages of sample selection, random cluster method performed on each method of learning. From the results of the randomization, each derived class one regular and one-class acceleration. The total sample in this study as many as 59 students consisting of 19 acceleration students and 40 regular students. Research methods including interviewing subjects to determine the characteristics of the subjects and its parent, eating habits, food consumption, patterns of student activity; and direct measurements to determine the nutritional status of students. Student learning achievement data obtained based on the student report cards. Results showed that parental education, age, sufficient levels of vitamin A, the frequency and amount of carbohydrate and animal protein intake, the amount of consumption of fruits and milk, the allocation of time to watching television, and learning achievement both groups significantly different (p <0.05). Test results of multiple linear regression analysis showed that the variables that affect student achievement are age, number of fruit consumption (grams per one meal), the allocation of time to sleep at night, sufficient levels of vitamin A, and the amount of carbohydrate intake (grams per one meal).

(2)

Indonesia selama empat dekade terakhir ini mencatat berbagai kemajuan dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM) dengan adanya indikasi membaiknya berbagai indikator SDM yang ditunjukkan oleh Indeks Pembangunan Manusia (IPM), seperti lamanya hidup, pendidikan, dan tingkat kehidupan yang layak. Akan tetapi, pencapaian IPM Indonesia masih tertinggal dari Negara-negara tetangga anggota ASEAN lainnya. Nilai IPM Indonesia berada di bawah Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam pada tahun 2001 (WKNPG VIII). Berdasarkan data Menkokesra (2010), nilai IPM Indonesia dari tahun sebelumnya berada pada ranking 108 dari 169 negara dan masih dibawah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Rendahnya kualitas sumber daya manusia di Indonesia tersebut akibat pembangunan Indonesia beberapa tahun lalu lebih terpusat pada upaya mengejar pertumbuhan ekonomi, sehingga pendidikan terabaikan (Siswono 2003). Namun, saat ini pendidikan di Indonesia sudah menjadi salah satu fokus utama pemerintah dalam upaya nmeningkatkan kualitas sumber daya manusia. Hal tersebut dapat dilihat melalui dana alokasi untuk pendidikan yang mencapai 20% dari anggaran belanja Negara.

Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki sifat tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima dan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi (Atmarita & Fallah 2004). Pangan sebagai salah satu kebutuhan manusia yang mendasar menjadi hal yang sangat penting sebagai landasan bagi pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dalam jangka panjang (Martianto & Ariani 2004). Menurut As-Sayyid (2006), Makanan seimbang dipandang sebagai faktor penting bagi kemajuan suatu bangsa, dan kemampuannya untuk menghasilkan produktivitas dan aktivitas yang bermanfaat.

(3)

yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Sekolah dasar adalah jenjang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia. Sekolah dasar dapat dikatakan sebagai institusi pendidikan yang menyelenggarakan proses pendidikan dasar dan mendasari proses pendidikan selanjutnya. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 Tentang sistem Pendidikan Nasional pasal 13 ayat 1 yang berbunyi: “Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah”.

Anak adalah salah satu sumber daya manusia yang harus diperhatikan perkembangannya, karena anak merupakan generasi emas penerus bangsa yang berperan penting dalam pembangunan nasional di masa yang akan datang. Pada tahap usia 6-12 tahun, anak akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, baik dari segi kesehatan atau pun kecerdasan, yang akan mempengaruhi kualitas SDM dimasa mendatang, sehingga memerlukan zat gizi yang optimal dan pendidikan yang berkualitas.

(4)

Salah satu realisasi pendidikan, sebagai amanat konstitusi adalah layanan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Program percepatan belajar (PPB) atau akselerasi sebagai salah satu pilihan program layanan khusus pendidikan nasional. Program akselerasi memberikan kesempatan bagi para siswa dalam percepatan waktu belajar dari enam tahun menjadi lima tahun pada jenjang SD dan tiga tahun menjadi dua tahun pada jenjang SMP dan SMA. Tujuan umum program ini adalah memberikan layanan kebutuhan peserta didik yang memiliki karakteristik khusus pada segi potensi intelektual dan bakat istimewa agar terlayani sesuai bakat, minat, dan kemampuannya. Program akselerasi ini ditetapkan pemerintah pada tahun 2000 ketika Mendiknas dipimpin oleh Yahya Muhaimin meluncurkan Program Percepatan Belajar (PPB) atau lebih dikenal dengan sebutan program akselerasi pada SD, SMP, dan SMA (Nulhakim 2007).

Program akselerasi dikhususkan untuk anak yang memiliki intelegensi superior (IQ) diatas 130 (Akbar 2004). Proses rekruitmen untuk melihat potensi siswa dilakukan secara multidimensional dengan mengembangkan konsep keterbakatan dari Renzulli, Reis dan Smith (1978). Dalam konsep itu menyebutkan bahwa anak berbakat mempunyai IQ minimal 125 menurut skala Wechsler, selain itu harus mempunyai task commitment dan creativity quotion di atas rata-rata. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa tidak semua anak memiliki kesempatan untuk masuk dalam kelas akselerasi karena untuk menjadi murid akselerasi secara keseluruhan harus mempunyai kecerdasan di atas rata-rata.

Persyaratan tersebut telah membuat suatu perbedaan antara kelas akselerasi dan kelas regular (umum) pada umumnya, walaupun tidak dapat dipungkiri adanya kemungkinan bahwa sebenarnya anak-anak di kelas regular (umum) memiliki tingkat kecerdasan (IQ) yang tidak kalah tinggi dengan anak-anak dikelas akselerasi.

(5)

kurang akan berdampak pada kecerdasan sehingga kurang optimal dalam menangkap pelajaran di sekolah sehingga prestasi belajar kurang baik. Berg (1986) menyatakan bahwa gizi kurang dapat mengganggu motivasi anak, kemampuannya untuk berkonsentrasi, dan kesanggupannya untuk belajar. Hal tersebut tentu akan mempengaruhi prestasi belajar anak. Pengklasifikasian murid berdasarkan kelas akselerasi dan kelas regular mengisyaratkan adanya perbedaan kecerdasan murid, walaupun sebenarnya hal tersebut belum dapat dipastikan.

Pencapaian prestasi belajar yang baik dari seorang peserta didik dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Cahyaningrum (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seorang anak panti asuhan adalah sarana belajar, lingkungan, pergaulan, dan pola belajar, sedangkan menurut Triyanti (2005), prestasi belajar seorang anak sekolah dasar negeri dipengaruhi oleh kebiasaan makan pagi.

Kecerdasan seorang peserta didik selain dipengaruhi oleh status gizinya, juga dipengaruhi oleh status ekonomi keluarga, keadaan keluarga, pola konsumsi sehari-hari, dll. Beragamnya faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seorang anak, menimbulkan pertanyaan apa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar anak sekolah dasar, baik siswa reguler dengan sistem pembelajaran umum atau siswa akselerasi dengan sistem percepatan pembelajaran. Oleh karena itu, dirasa perlu adanya pengkajian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dan berpengaruh terhadap seorang anak untuk mencapai prestasi belajar yang baik.

Tujuan Tujuan umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola konsumsi, status gizi, pola aktivitas, serta hubungannya dengan prestasi belajar murid akselerasi di SD Islam PB Sudirman Jakarta.

Tujuan khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga dan karakteristik siswa akselerasi dan regular SD Islam PB Sudirman Jakarta.

(6)

3. Menganalisis pola aktivitas siswa akselerasi dan regular SD Islam PB Sudirman Jakarta

4. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa

Hipotesis

Prestasi belajar dipengaruhi oleh konsumsi makan, status gizi, pola aktivitas, dan karakteristik keluarga.

Kegunaan penelitian

(7)

Usia masuk sekolah

Menurut Nurdadi (2001), seorang anak dikatakan telah pantas masuk sekolah dasar (SD) apabila telah mencapai kematangan untuk duduk di kelas 1 SD seperti :

1. Kematangan fisik, termasuk kematangan fungsi-fungsi motorik halus. Contohnya Anak telah siap untuk menulis

2. Kemampuan memusatkan perhatian dalam jangka waktu yang cukup lama

3. Kemampuan menerima otoritas, sehingga bersedia mendengarkan perintah

4. Kemampuan mengendalikan emosinya

5. Kemandirian, misalnya mengurus diri sendiri di toilet, memakai sepatu, makan, dan sebagainya.

Menurut Suhesti dalam Laela (2008), anak yang mogok sekolah kemudian mengalami stres dapat disebabkan karena faktor usia yang belum matang. Umur bagi anak sekolah dasar, menggambarkan kesiapan mental dan kematangan dalam belajar. Secara logika, dengan bertambahnya umur siswa, maka bertambah pula tingkat kematangan dan kesiapan mental dalam belajar yang sesuai dengan jenjang kelas yang ditempuhnya (Abdat 2007). Meskipun demikian, banyak orangtua yang berkeinginan untuk sesegera mungkin mendaftarkan anaknya ke SD meskipun usia anak belum cukup. Mungkin pada awalnya, saat duduk di kelas satu atau dua anak dapat mengikuti pelajaran yang diberikan, tetapi selanjutnya saat anak berada di kelas lima atau enam anak akan merasa bosan, jenuh, malas, sehingga harus selalu dibimbing atau diberikan semangat. Hal tersebut berbeda dengan anak yang sudah matang.

(8)

Karakteristik Keluarga Besar keluarga

Definisi keluarga menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1992 adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami, istri, dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Hal ini berarti adanya ikatan perkawinan dan ikatan darah di dalam suatu keluarga.

Keluarga adalah tempat yang penting untuk anak memperoleh dasar dalam membentuk kemampuannya agar menjadi orang yang berhasil. Bentuk keluarga sangat berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Bentuk keluarga dapat dilihat dari jumlah anggota keluarga, yaitu keluarga inti (nuclear family) dan keluarga luas (extended family). Besar keluarga menunjukkan banyaknya anggota dalam suatu keluarga. Adanya kepadatan dalam keluarga akan mengganggu pola dan corak hubungan antar anggota keluarga sehingga jaringan komunikasi antara anggota keluarga tidak berjalan sebagaimana mestinya (Gunarsa & Gunarsa 2004).

Pendidikan Orang tua

Pendidikan berperan penting dalam mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. Pendidikan orang tua akan berpengaruh terhadap pendidikan/ perkembangan anak. Semakin tinggi pendidikan orang tua, semakin besar pengetahuan orang tua akan pentingnya pendidikan bagi anak (Gunarsa & Gunarsa 2006). Orang tua dengan pendidikan formal yang tinggi akan memiliki partisipasi yang lebih besar pada segala sesuatu yang berhubungan dengan stimulasi dan pendidikan anak, dibandingkan dengan orang tua yang berpendidikan rendah (Csikezentmihalyi 1996 dalam Ginting 2005). Hal ini akan mempengaruhi prestasi belajar anak baik secara langsung ataupun tidak, karena orang tua berperan penting dalam memenuhi faktor-faktor yang dapat menunjang keberhasilan anak.

(9)

Pekerjaan dan Pendapatan Keluarga

Pekerjaan orang tua akan mempengaruhi kondisi ekonomi keluarga karena berhubungan dengan pendapatan dan penghasilan keluarga. Keadaan sosial ekonomi keluarga erat kaitannya dengan pendidikan anak. Faktor biaya merupakan hal yang sangat penting karena proses belajar memerlukan biaya untuk membeli perlengkapan sekolah, fasilitas untuk mendukung pembelajaran, uang sekolah dan biaya lainnya. Anak yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulis, buku, dan sebagainya. Fasilitas belajar tersebut hanya dapat dipenuhi jika keluarga mempunyai cukup uang (Slameto 2003).

Pendapatan keluarga juga akan mempengaruhi konsumsi keluarga. Menurut Taylor (1977) dalam Hardinsyah (1997) pendapatan akan menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain, seperti pendidikan, perumahan, kesehatan, dll yang dapat mempengaruhi status gizi. Jika anak hidup dalam keluarga yang memiliki tingkat ekonomi rendah maka kebutuhan anak akan konsumsi menjadi kurang terpenuhi, akibatnya kesehatan anak terganggu sehingga belajarnya juga tergangggu. Namun, terdapat kemungkinan anak yang berasal dari keluarga kurang mampu belajar lebih giat karena ingin memperoleh kehidupan yang lebih baik. Sebaliknya, anak dari keluarga golongan ekonomi tinggi memiliki kecenderungan dimanja oleh orang tua. Anak hanya bersenang-senang sehingga kurang dapat memusatkan perhatian pada kegiatan belajar.

Fasilitas Belajar

Hakim (2005) mengatakan bahwa untuk mencapai prestasi belajar yang maksimal diperlukan fasilitas belajar yang lengkap. Fasilitas belajar yang lengkap akan mempermudah, mempercepat, dan memperdalam pengertian siswa dalam proses belajar. Fasilitas belajar di sekolah yang sangat diperlukan untuk menunjang prestasi belajar yang semaksimal mungkin diantaranya adalah meja, kursi, alat tulis, papan tulis, alat peraga, kelas yang memenuhi syarat, laboratorium, dan perpustakaan, sedangkan menurut Slamet (2003), fasilitas belajar yang dibutuhkan anak di rumah seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulis, buku, dan sebagainya.

Aktivitas Individu

(10)

dengan Standar Isi. Selain menetapkan materi yang harus dipelajar siswa, standar isi itu mengatur jumlah jam pelajaran di setiap jenjang pelajaran sekolah, mulai tingkat SD hingga SMA. Sebagai gambaran, beban jam di setiap jenjang pendidikan adalah sebagai berikut:

Tabel 1Lama waktu belajar pada setiap jenjang pendidikan

Jam/tahun Jam/minggu

SD kelas 1 s/d 3 516 – 621 15 – 16 SD kelas 4 s/d 6 639 – 709 16.8 - 18.6

SMP 725 – 811 19 – 21

SMA 969 – 1111 25.5 - 29.2

Menurut Soekirman et al (1999) dalam Agustina (2003), aktivitas utama anak sekolah digolongkan dalam 8 kegiatan yaitu 1) belajar selama jam sekolah, 2) belajar diluar jam sekolah, 3) menonton TV, 4) bermain, 5) olahraga, 6) membantu pekerjaan orang tua, 7) tidur siang, dan 8) tidur malam, sedangkan menurut Craig, Turner, dan Helms (1986) dalam Agustina (2003), kegiatan anak sekolah dibagi menjadi : 1) aktivitas belajar di sekolah, 2) aktivitas bermain, 3) aktivitas olahraga, dan 4) aktivitas ekstra kulikuler.

Aktivitas fisik yang dilakukan anak akan membantu pertumbuhannya. Pencapaian prestasi sekolah anak sangat berhubungan dengan perkembangan fisik dan aktivitasnya. Anak yang mendapat kesempatan untuk melatih fisiknya akan lebih memiliki kemampuan dalam aspek mental intelektual dibandingkan dengan anak yang kurang mendapatkan kesempatan untuk melatih fisiknya (Friedman & Clark 1987 dalam Agustina 2003).

Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan adalah cara individu atau kelompok individu memilih pangan dan mengkonsumsi sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, dan sosial budaya (Suhardjo 1996). Kebiasaan makan adalah faktor penting yang mempengaruhi status gizi dan kesehatan (Atmarita 2004). Menurut Wirakusumah (1994), kebiasaan makan keluarga akan menjadi contoh bagi generasi muda dalam keluarga tersebut.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Mengkonsumsi Pangan Besar Keluarga

(11)

dan individu. Semakin banyak anggota keluarga, maka makanan untuk setiap orang akan berkurang (Suhardjo 1996). Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa pendapatan per kapita dan pengeluaran pangan menurun dengan peningkatan besar keluarga (Sanjur 1982).

Pendapatan

Pendapatan keluarga adalah jumlah semua hasil perolehan yang didapat oleh anggota keluarga dalam bentuk uang sebagai hasil pekerjaan yang dinyatakan dalam pendapatan per kapita. Pendapatan menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain, seperti pendidikan, perumahan, kesehatan, dan lain-lain (Hardinsyah 1997). Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang pertumbuhan anak karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan baik primer maupun sekunder (Soetjiningsih 1994).

Pendidikan

Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak, termasuk didalamnya pemberian makan. Suhardjo (1996) mengatakan bahwa orang yang berpendidikan tinggi cenderung memilih makanan yang murah tetapi kandungan gizinya tinggi, sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi dengan baik.

Pekerjaan

Besar pendapatan yang diterima seseorang akan dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang dilakukan (Suhardjo 1989). Tingkat pendapatan seseorang dipengaruhi oleh jenis pekerjaan seseorang.

Kecukupan Gizi Anak

Angka Kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG) adalah banyaknya masing-masing zat gizi yang harus terpenuhi dari makanan mencakup hamper semua orang sehat untuk mencegah defisiensi zat gizi. AKG dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, aktivitas, berat dan tinggi badan, genetika, dan keadaan fisiologis, seperti hamil atau menyusui. Angka Kecukupan gizi berbeda dengan angka kebutuhan gizi. Angka kebutuhan gizi menggambarkan banyaknya zat gizi minimal yang dibutuhkan seseorang untuk mempertahankan status gizi baik. Berbagai faktor yang mempengaruhi angka kebutuhan gizi, seperti genetik, aktivitas, dan berat badan (Sudiarti & Utari 2007).

(12)

menimbulkan menurunnya kemampuan fungsi meskipun kadang-kadang tidak disadari hal tersebut disebabkan faktor gizi. Beberapa contoh penyakit kekurangan gizi, misalnya kekurangan zat besi dapat menurunkan prestasi belajar dan kemampuan bekerja juga kekebalan menurun. Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan buta senja dan daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi menurun (Sudiarti & Utari 2007). Menurut Hardinsyah (2007), kekurangan gizi dapat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia melalui gangguan pertumbuhan fisik, perkembangan kemampuan kognitif dan kemampuan fisik atau stamina. Kekurangan gizi berpengaruh buruk pada keinginan anak untuk masuk sekolah, belajar, dan berprestasi.

Di usia remaja, anak sangat membutuhkan energi, protein, dan vitamin dalam jumlah besar, khususnya vitamin A, B, dan C, juga mineral (khususnya zat besi dan kalsium), sebab pertumbuhan meraka berlangsung dengan cepat (As-sayyid 2006). Angka kecukupan energi individu pada remaja berbeda pada tingkatan usia dan jenis kelamin, hal ini disebabkan kebutuhan zat gizi antara pria dan wanita berdasarkan pada pengeluaran energi (Hardinsyah & Tambunan 2004). Berikut adalah tabel angka kecukupan gizi siswa berdasarkan umur dan jenis kelamin.

Tabel 2 Angka kecukupan gizi berdasarkan umur dan jenis kelamin

Golongan Umur BB TB E P Vit A Vit C Ca Fe

Anak 7-9 thn 25 120 1800 45 500 45 600 10 Pria 10-12 thn 35 138 2050 50 600 50 1000 13 Wanita 10-12 thn 37 145 2050 50 600 50 1000 20

Sumber : WKNPG 2004

Konsumsi Pangan dan Gizi

Pangan mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Pangan berdasarkan Undang-undang pangan no. 7 tahun 1996, diartikan sebagai segala seseuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. Dari segi manfaat, pangan tidak hanya bermanfaat guna memenuhi kebutuhan fisiologis manusia untuk tumbuh sehat, kuat, dan cerdas, tetapi juga memenuhi kebutuhan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat yang terkait dengan sistem ekologi (Soekirman 2007).

(13)

Kebutuhan utama tubuh ialah energi yang apabila tidak terpenuhi, maka kemungkinan besar kebutuhan tubuh akan protein juga tidak terpenuhi. Apabila kebutuhan energi sudah dapat tercukupi melalui makanan sehari-hari yang seimbang, maka kecukupan protein, lemak, vitamin, dan mineral akan dipenuhi dari makanan sehari-hari yang seimbang. Kecukupan konsumsi makanan dapat ditentukan dengan menganalisis kandungan zat gizinya kemudian dibandingkan dengan standar Angka kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan untuk mencapai suatu tingkat gizi dan kesehatan yang optimal (Suhardjo 1989).

Faktor utama yang mempengaruhi konsumsi pangan seseorang adalah 1) karakteristik individu seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, pengetahuan gizi, dan kesehatan; 2) karakteristik makanan/pangan seperti rasa, rupa, tekstur, harga, dan kombinasi makanan; 3) karakteristik lingkungan seperti musim, pekerjaan, mobilitas, dan tingkat sosial masyarakat (Sanjur 1982), sedangkan faktor- faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang adalah 1) produk pangan (jumlah dan jenis makanan), 2) pembagian makanan atau pangan, 3) akseptabilitas/daya terima, 4) prasangka buruk pada bahan makanan tertentu, 5) pantangan pada makanan tertentu, 6) kesukaan terhadap jenis makanan tertentu, 7) keterbatasan ekonomi, 8) kebiasaan makan, 9) selera makan, 10) sanitasi makanan (penyiapan, penyajian, penyimpanan), dan 11) pengetahuan gizi (Budiyanto 2002)

Kesehatan merupakan syarat utama yang harus dimiliki siswa untuk mencapai prestasi atau intelegensi yang tinggi. Syarat ini dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi makanan yang memenuhi kebutuhan, baik secara kualitas maupun kuantitas. Dari hasil penelitian membuktikan bahwa pengaturan makanan seimbang atau penambahan zat-zat gizi spesifik pada susunan makanan yang dikonsumsi seseorang akan memperbaiki atau menghilangkan kondisi-kondisi yang tidak diinginkan. Keseimbangan zat gizi dalam tubuh sangat diperlukan untuk menjaga kesehatan fisik dan mental secara menyeluruh (Wirakusumah 1993 dalam Rina 2008).

Status Gizi

(14)

baik pola pengasuhan yang didapat, maka semakin baik status gizi anak. Pada masa kanak-kanak, status gizi secara langsung berpengaruh terhadap imunitas, perkembangan kognitif, pertumbuhan, dan stamina tubuh. Pada masa dewasa, status gizi erat kaitannya dengan kesehatan, stamina, dan kapasitas kerja yang maksimal (Hardinsyah 2007).

Asupan gizi yang baik sering tidak bisa dipenuhi oleh seorang anak karena faktor dari luar dan dalam. Faktor luar diakibatkan keterbatasan ekonomi keluarga, sedangkan faktor internal ada dalam diri anak yang secara psikologis muncul sebagai problema makan anak. Sedikitnya makanan yang masuk kedalam perut anak dapat menjadi indikasi bahwa anak mempunyai peluang besar untuk menderita kurang gizi. Indikator status gizi kurang dicerminkan oleh berat badan atau tinggi badan anak dibawah standar ( Supariasa et al 2001).

Anak yang cerdas cenderung lebih tinggi dan lebih berat dibandingkan anak yang kecerdasannya rata-rata atau dibawah rata-rata. Anak yang berbakat mungkin berasal dari keluarga yang semua anaknya berstatus gizi lebih dan tumbuh besar karena adanya gizi dan perawatan yang lebih baik (Kusumaningrum 2006).

Unsur-Unsur Zat Gizi

Unsur-unsur yang terdapat dalam makanan, seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, serat, dan air berfungsi mengaktifkan seluruh fungsi tubuh. Karbohidrat merupakan sumber pokok untuk menambah kekuatan manusia. Unsur ini sangat dibutuhkan untuk aktivitas dan gerakan yang terus-menerus dalam tubuh manusia. Kelebihan dari komposisi unsur ini disimpan dalam bentuk lemak dalam beberapa jaringan tubuh (As-Sayyid 2006).

(15)

memvariasikan komposisi protein agar dapat melengkapi sebagian lainnya (As-sayyid 2006).

Vitamin merupakan menu dasar bagi makanan seimbang, karena tanpanya, pemanfaatan energi yang bersumber dari karbohidrat, lemak, dan protein tidak akan berjalan sempurna. Jumlah vitamin yang lazim dibutuhkan tubuh manusia ada 13 vitamin (As-sayyid 2006).

Vitaimin A sangat dibutuhkan tubuh untuk membangun dan memelihara jaringan agar tetap baik dan sehat, supaya masing-masing jaringan itu dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, khususnya mata, kulit, tulang, jaringan pernapasan dan pencernaan, serta fungsi kekebalan (imunitas) tubuh. Selain itu, vitamin A juga sangat penting untuk menjaga vitalitas tubuh disetiap fase yang dilaluinya. Kekurangan vitamin dapat menyebabkan lemah penglihatan pada malam hari (rabun ayam) (As-Sayyid 2006). Lemah penglihatan ini tentu saja dapat mengganggu anak dalam beraktivitas di malam hari, mengganggu anak dalam belajar sehari-hari yang akan mempengaruhi tingkat keberhasilan belajar anak. Menurut As-sayyid (2006), vitamin A terdapat dalam makanan hewani seperti hati, telur, susu, dan ASI (air susu ibu). Sebagaimana buah-buahan dan sayur-sayuran yang memiliki warna pekat, minyak korma merah, kelapa, buah-buahan berwarna kuning seperti mangga, apricot yang mengandung zat karotin yang memungkinkan bagi tubuh untuk mengubahnya menjadi vitamin A di dalam sel-sel pencernaan.

Vitamin C diperlukan untuk pembentukan substansi interseluler (reticulum, collagen), memegang peranan dalam pembentukan gigi dan integritas pembuluh darah.. kekurangan vitamin C dikenal dengan “scury”. Scury ringan dapat ditemukan pada orang-orang yang tidak mendapatkan makanan segar dalam menu sehari-hari, juga pada pemberian makanan orang sakit yang berdiet. Tanda-tanda kekurangan vitamin C adalah 1) kelainan pada gusi, meradang dan mudah berdarah, 2) nyeri pada kaki, 3) lemas, pucat, 4) berat badan turun, dan 5) bila ada luka, penyembuhannya sangat lambat (Budiyanto 2002). Vitamin C dapat membantu penyerapan zat besi. Vitamin C juga berfungsi mencegah terjadinya oksidasi. Sumber vitamin C adalah buah-buahan, khususnya yang rasanya manis, jambu, dan sayur-sayuran. Vitamin ini mudah hilang saat dimasak atau disimpan terlalu lama (As-sayyid 2006).

(16)

Beberapa jenis mineral masuk ke dalam pembentukan jaringan tubuh, misalnya besi terdapat dalam darah, kalsium dan fosfor di dalam tulang dan flour dalam gigi. Mineral dan vitamin dikenal sebagai unsur-unsur makanan yang lembut, karena tubuh membutuhkannya dalam ukuran tertentu sesuai dengan jumlah karbohidrat, protein, dan lemak. Sebagaimana vitamin, mineral berfungsi membantu terjadinya asimilasi pada makanan (As-sayyid 2006).

Besi sangat penting bagi sel darah merah untuk memelihara seluruh sel tubuh, agar ia dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan aktif. Syaraf tulang belakang merupakan tempat produksinya darah yang bahan bakunya adalah unsur besi (Fe). Zat besi yang tidak mencukupi bagi pembentukan sel darah, akan menyebabkan kekurangan darah (anemia nutritional), menurunkan kekebalan individu, sehingga sangat peka terhadap serangan bibit penyakit. Anemia nutritional dapat dijumpai pada anak-anak yang sedang tumbuh, gadis remaja dan wanita, terutama wanita yang sedang mengandung dan menyusui. Seseorang yang menderita anemia gizi akan merasa letih berkepanjangan, lesu, lelah, dan lemah. Istilah ini sama dengan rasa penat, kurang tenaga, atau dengan kata lain kurang gairah (Budiyanto 2002), sedangkan menurut As-sayyid (2006), kekurangan zat besi (kekurangan darah) dapat mengakibatkan idiot, malas, dan lemah, serta kehilangan semangat, sulit menyerap informasi, terganggu pertumbuhan, dan mudah terserang penyakit. Indikasi terserang penyakit ini dapat diketahui dengan memeriksa kelopak mata bawah bagian dalam, ujung kuku tangan dan kaki, jari-jari tangan, dan mukosa (cairan lender) mulut. Jika semua bagian tersebut berwarna pucat maka dapat dipastikan terserang anemia (Budiyanto 2002).

Sumber besi diantaranya adalah telur, daging, ikan, tepung, gandum, roti, sayuran hijau, hati, bayam, dan kacang-kacangan. Tubuh tidak menyerap unsur besi dari tumbuh-tumbuhan dalam porsi yang tinggi, tidak seperti yang diserap dari makanan hewani. Oleh karena itu, mengonsumsi vitamin C dan sumber makanan penghasil besi akan sangat membantu penyerapan besi lebih banyak (As-sayyid 2006). Fungsi besi (Budiyanto 2002) diantaranya adalah :

1. Untuk pembentukan hemoglobin darah

2. Untuk mengembalikan hemoglobin kepada nilai normalnya setelah terjadi pendarahan

(17)

4. Untuk menggantikan kehilangan zat besi lewat darah tubuh 5. Pada laktasi untuk sekresi air susu

Prestasi Belajar

Belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang relatif permanen sebagai hasil dari pengalaman. Dalam konteks sekolah, belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan siswa untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman siswa sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Prestasi belajar adalah hasil penilaian pendidik terhadap proses belajar. Menurut Bloom, prestasi akademik atau prestasi belajar adalah proses belajar yang dialami siswa dan menghasilkan perubahan dalam bidang pengetahuan, pemahaman, penerapan, daya analisis, sintetis, dan evaluasi (Akbar 2004).

Prestasi belajar seringkali diukur dari nilai rapor siswa. Rapor merupakan perumusan terakhir yang diberikan guru mengenai kemajuan atau hasil belajar murid selama masa tertentu (Suryabrata 2005 dalam Juliani 2007). Belajar adalah proses aktif untuk menentukan atau memperoleh kemajuan dalam perkembangan intelektual, baik pada bayi maupun pada anak dan hal ini dilakukan karena adanya dorongan yang timbul dari dirinya sendiri (Gunarsa & Gunarsa 2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar (Akbar 2004) adalah:

1. Faktor yang ada pada siswa

Faktor yang ada pada siswa meliputi taraf intelegensi, bakat khusus, taraf pengetahuan yang dimiliki, taraf kemampuan berbahasa, taraf organisasi kognitif, motivasi, kepribadian, perasaan, sikap, minat, konsep diri, dan kondisi fisik serta psikis.

2. Faktor yang ada pada lingkungan keluarga

Faktor yang ada pada lingkungan keluarga antara lain hubungan antar orang tua, hubungan orang tua dengan anak, jenis pola asuh, dan keadaan sosial ekonomi keluarga.

3. Faktor yang ada di lingkungan sekolah

(18)

4. Faktor pada lingkungan sosial yang lebih luas

Faktor pada lingkungan sosial yang lebih luas meliputi keadaan sosial, politik, dan ekonomi, serta keadaan fisik seperti cuaca dan iklim.

Akselerasi

Akselerasi adalah suatu proses percepatan (acceleration) pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik yang memiliki kemampuan luar biasa (unggul) dalam rangka mencapai target kurikulum Nasional dengan mempertahankan mutu pendidikan sehingga mencapai hasil yang optimal. Kebijakan pemerintah dalam pembinaan sekolah penyelenggaraan program percepatan belajar tertuang dalam PP Nomor 28 tahun 1990 tentang Pendidikan dasar dan Kep. Mendikbud nomor 0487/U/ 1992 untuk Sekolah dasar, SMP, dan SMA. Pada Kepmendikbud pasal 15 ayat (2) tersebut menyatakan bahwa: pelayanan pendidikan bagi siswa yang memiliki bakat istimewa dan kecerdasan luar biasa dapat melalui jalur pendidikan sekolah dengan menyelenggarakan program percepatan, dengan ketentuan telah mengikuti pendidikan SD sekurang-kurangnya lima tahun (Akbar 2004).

Program akselerasi itu ada 2 macam: (1) Grade-Based Acceleration, (2) Subject/Content-Based Acceleration. Grade-Based Acceleration diberikan kepada siswa CI+BI yang dinilai memiliki kemampuan baik di hampir semua mata pelajaran, sehingga mampu menyelesaikan studi lebih cepat (2 tahun di SMP/MTs/SMA/MA dan 5 tahun di SD), sedangkan Subject/Content Based acceleration diberikan kepada siswa CI+BI yang dominan di suatu mata pelajaran, sedangkan di mata pelajaran tidak dominan. Bidang spesifik yang muncul dari Subject/content based adalah matematika, natural sains, teknologi, komputer, seni (lukis dan musik), olahraga, bahasa, dan social relationship (Amril 2011).

Proses pembelajaran siswa akselerasi sama dengan siswa regular. Jika peserta didik akselerasi dikumpulkan dalam satu kelas tersendiri maka guru dan siswa dapat menerapkan berbagai strategi belajar. Ciri dominan proses belajar yang khas pada siswa akselerasi adalah pembelajaran individual atau mandiri lebih kontras dilaksanakan daripada siswa regular (Nulhakim 2007).

(19)

1. Kegiatan intrakurikuler

Ruang belajar yang memadai, kelengkapan ruang belajar, dan kondisi ruang belajar

2. Kegiatan ekstrakurikuler

Sarana yang membentuk kreativitas, pembinaan akhlak, pengembangan intelektual siswa

Sarana dan prasarana belajar program akselerasi dirancang untuk mampu memenuhi kebutuhan siswa berbakat akademik tinggi dalam kerangka mengembangkan potensinya. Sarana dan prasarana tersebut meliputi sarana fisik bangunan beserta instrumennya maupun sarana dan sumber belajar yang berbasis teknologi tinggi (multimedia) (Nulhakim 2007).

(20)

perkembangan yang pesat, baik dari segi kesehatan atau pun kecerdasan, sehingga memerlukan zat gizi yang optimal dan pendidikan yang berkualitas. Kebutuhan gizi setiap anak berbeda-beda berdasarkan karakteristik anak tersebut. Karakteristik individu seperti usia, jenis kelamin, dan uang saku akan menentukan kebiasaan makan, konsumsi pangan, dan pola aktivitas.

Seorang anak laki-laki akan memiliki kebiasaan makan yang berbeda dengan anak perempuan. Anak perempuan cenderung lebih suka mengonsumsi makanan ringan diwaktu senggang dibandingkan dengan anak laki-laki. Perbedaan jumlah uang saku yang diberikan orang tua kepada anak menyebabkan beragamnya jenis makanan jajanan yang dibeli. Hal tersebut akan mempengaruhi kebiasaan makan anak dalam mengonsumsi makanan jajanan.

Faktor-faktor seperti kebiasaan makan, konsumsi pangan, dan pola aktivitas, selain dipengaruhi oleh karakteristik individu anak, juga dipengaruhi oleh karakteristik orang tua anak. Anak akan memiliki kebiasaan makan yang baik apabila orang tua membiasakan memberikan makanan yang sehat kepada anak. Makanan sehat yang diberikan orang tua tersebut erat hubungan dengan tingkat pendidikan orang tua, pendapatan, pekerjaan, dan besar keluarga. Orang tua yang berpendidikan tinggi cenderung lebih mengetahui dan peduli terhadap makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Orang tua yang memiliki pendapatan yang cukup besar, akan memberikan makanan yang lebih berkualitas kepada anaknya baik dari segi keamanan dan kebersihan makanan. Hukum Bennet menyatakan bahwa semakin tinggi pendapatan seseorang maka konsumsi pangan akan bergeser kearah konsumsi pangan dengan harga kalori yang lebih mahal seperti pangan hewani yang kandungannya lebih tinggi (Holman 1987 dalam Deni 2009).

Orang tua yang memiliki pekerjaan sibuk, cenderung memberikan makanan bergizi namun instan kepada anaknya. Pemberian makanan instan tersebut akan memperngaruhi kebiasaan makan anak. Besar keluarga dapat mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. Semakin banyak anggota keluarga, maka makanan untuk setiap orang akan berkurang. Hal ini dapat mempengaruhi kebiasaan makan anak sehari-hari.

(21)

juga dipengaruhi oleh pola aktivitas individu. Aktivitas individu yang berat akan menyebabkan seorang individu lebih banyak mengonsumsi makanan dan sebaliknya pada individu dengan aktivitas ringan. Perbedaan aktivitas tersebut dipengaruhi oleh karakteristik individu dan karakteristik orang tua. Anak laki-laki cenderung memiliki aktivitas yang melelahkan lebih banyak daripada perempuan, karena pada umumnya anak laki-laki lebih gemar bermain di lapangan dan olahraga dibandingkan dengan anak perempuan. Anak dengan usia lebih besar akan memiliki aktivitas yang lebih banyak pula karena semakin bertambahnya usia, maka kemampuan seorang anak dalam mengerjakan seseuatu akan bertambah. Pengaruh uang saku anak dalam aktivitas adalah dalam menentukan jenis aktivitas yang memerlukan biaya. Anak yang mempunyai uang saku lebih banyak memiliki kesempatan lebih besar untuk bermain di “game center” atau berjalan-jalan di luar rumah.

Karakteristik orang tua (pendidikan, pendapatan, pekerjaan, dan besar keluarga) turut menentukan pola aktivitas anaknya. Orang tua yang memiliki pendidikan dan pendapatan tinggi akan menuntun anaknya untuk mengikuti aktivitas yang dapat meningkatkan kecerdasan dan keterampilan anaknya, seperti les musik, les bahasa, dll, begitu pula sebaliknya apabila pendidikan dan pendapatan orang tua rendah. Pekerjaan orang tua akan mempengaruhi aktivitas anak sehari-hari. Orang tua yang sibuk bekerja dan tidak punya waktu lebih untuk anak, menyebabkan anak lebih sering bermain di luar rumah dengan teman-temannya.

(22)

KERANGKA PEMIKIRAN

Keterangan :

= Variabel yang diteliti

= Variabel yang tidak diteliti

Gambar 1 Bagan kerangka konsep pengaruh konsumsi, status gizi, dan aktivitas sehari-hari dengan prestasi belajar murid akselerasi SD Islam PB Sudirman Jakarta

Karakteristik keluarga

• Pendidikan

• Pendapatan

• Pekerjaan

• Besar Keluarga

Karakteristik individu

• Usia

• Jenis Kelamin

• Uang Saku

Sekolah

Status Gizi

Faktor Psikologi meliputi:

• Bakat

• Minat

• IQ

• Motivasi

Kecukupan E, P, Fe, Vit. A dan Vit.C

Prestasi Belajar

Pola Aktivitas Konsumsi Pangan Kebiasaan Makan Fasilitas

Belajar

Status kesehatan

Tingkat Kehadiran Sekolah

• Data Kehadiran

(23)

Sekolah dasar di Jakarta

SD Islam PB Sudirman  

Kelas 5 reguler (8 kelas)  Kelas 4/5 Aselerasi (1 kelas) 

Penelitian ini dilakukan secara cross sectional study di SD Islam PB Sudirman, Jakarta Timur, yang memiliki dua sistem pembelajaran, yaitu sistem akselerasi dan sistem reguler. Lokasi penelitian dipilih secara purposive dengan pertimbangan bahwa sekolah merupakan sekolah dasar swasta favorit yang memiliki dua sistem pembelajaran sekaligus, yaitu sistem reguler dan sistem akselerasi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret, April dan Juni 2011.

Teknik Penarikan Contoh

Contoh dalam penelitian ini terdiri dari dua kelompok yaitu siswa sekolah dasar kelas empat/lima yang mengikuti program akselerasi dan siswa kelas lima yang mengikuti program reguler. Siswa kelas empat/lima akselerasi yang dimaksud merupakan siswa percepatan pada tingkat kelas empat menuju kelas lima sekolah dasar. Siswa kelas lima dipilih dengan pertimbangan bahwa siswa kelas lima mampu untuk diajak bekerjasama dalam menjawab pertanyaan yang diajukan pada saat pengambilan data. Pengambilan contoh dilakukan berdasarkan kelas dan dipilih secara acak dengan metode random cluster.

Jumlah siswa kelas 5 SD Islam PB Sudirman adalah 307 anak yang terbagi dalam dua sistem pembelajaran. Pada tahap awal pemilihan contoh, dilakukan metode random cluster pada masing-masing metode pembelajaran. Dari hasil pengacakan tersebut, terpiilh masing-masing satu kelas reguler dan satu kelas akselerasi. Total contoh dalam penelitian ini sebanyak 59 siswa (Gambar 2).

Gambar 2 Cara penarikan contoh

Random Cluster

1 kelas = 40 siswa

1 kelas = 19 siswa

(24)

Jenis, Cara Pengumpulan Data, dan Cara Pengukuran Variabel

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan alat bantu kuesioner dan observasi langsung, yang meliputi:

1. Data Karakteristik individu meliputi nama, umur/tanggal lahir, dan uang saku yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan alat bantu kuesioner

2. Data Karakteristik keluarga meliputi pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua, dan besar keluarga yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan alat bantu kuesioner

3. Data Pola aktivitas meliputi 7 jenis aktivitas, yaitu tidur malam, tidur siang, sekolah, menonton tv, bermain game/komputer, les, belajar di rumah, olahraga, dan aktivitas lainnya yang diperoleh melalui metode recall 2x24 jam. Aktivitas lainnya yang dimaksud meliputi waktu siswa untuk istirahat, shalat, makan, mandi, siap-siap berangkat ke sekolah, perjalanan ke sekolah/ ke suatu tempat di luar rumah, main dengan anggota keluarga/teman, dan membantu orangtua.

4. Data konsumsi pangan siswa diperoleh melalui metode recall 2x24 jam. 5. Data Kebiasaan makan meliputi frekuensi makan, jenis, dan jumlah

makan. Data dikumpulkan dengan metode food frequency questioner. 6. Status gizi diukur dari berat badan, tinggi badan, dan umur siswa

diperoleh melalui pengukuran langsung. Alat yang digunakan untuk mengukur berat badan adalah timbangan injak dengan ketelitian 0,1 kg dan untuk mengukur tinggi badan adalah microtoise dengan ketelitian 0,1 cm.

Data sekunder diperoleh berdasarkan arsip yang dimiliki sekolah yang meliputi :

1. Keadaan umum sekolah seperti lokasi, jumlah siswa, serta sarana dan prasarana.

2. Informasi mengenai tingkat kehadiran siswa berdasarkan data absensi siswa.

3. Informasi mengenai prestasi belajar anak di sekolah berdasarkan nilai rata-rata rapor semester genap.

(25)

Tabel 3 Jenis dan cara pengumpulan data Uang saku Nominal Rp/hari Mengisi kuesioner Kuesioner

Kararkteristik Keluarga

Besar keluarga Rasio Orang Mengisi kuesioner Kuesioner Pendidikan Orangtua Ordinal Mengisi kuesioner Kuesioner Pekerjaan Orangtua Nominal Mengisi kuesioner Kuesioner Tingkat pendapatan

orangtua

Rasio Rp/bln Mengisi kuesioner Kuesioner

Kebiasaan makan

Frekuensi makan sehari, Kebiasaan sarapan, membawa bekal, dan jajan

Nominal Mengisi kuesioner Kuesioner

Jenis & jumlah

Mengisi kuesioner Recall 2x 24 jam

Nominal jam/hari Mengisi kuesioner Kuesioner

Status Gizi

(26)

Karakteristik individu siswa yang diamati dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, umur, dan besar uang saku. Jenis kelamin dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan, umur dibedakan saat menerima materi pelajaran kelas lima SD, dan besar uang saku dibedakan berdasarkan jumlah yang diterima dalam sehari. Data karakteristik keluarga mencakup besar keluarga, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan orangtua.

Data alokasi waktu anak diperoleh berdasarkan pencatatan (record) aktivitas anak pada hari sekolah dan hari libur. Alokasi waktu anak yang diperoleh kemudian dibedakan menjadi 9 jenis aktivitas, yaitu tidur malam, tidur siang, sekolah, menonton tv, bermain game/komputer, les, belajar di rumah,olahraga, dan aktivitas lainnya. Aktivitas lainnya yang dimaksud meliputi waktu siswa untuk istirahat, shalat, makan, mandi, siap-siap berangkat ke sekolah, perjalanan ke sekolah atau ke suatu tempat di luar rumah, main dengan anggota keluarga/teman, dan membantu orangtua.

Data konsumsi pangan (recall 2x24 jam) dikonversi dalam bentuk energi (kkal), protein (g), besi (mg), vitamin A (RE) dan vitamin C (mg) dengan menggunakan Daftar Konversi Bahan Makanan (DKBM 2010). Konversi dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Kgij = {(BJ/100) x Gij x (BDD/100)} Keterangan :

Kgij = Konversi zat gizi-I dalam bahan makanan-j Bj = berat makanan-j yang dikonsumsi (g)

Gij = kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan-j BDDj = bagian bahan makanan-j yang dapat dimakan

Data konsumsi pangan yang telah diperoleh, kemudian diolah dengan menggunakan Microsoft excel 2007 untuk mengetahui kandungan energi, protein, serta zat gizi lainnya. Penilaian untuk mengetahui angka kecukupan energi dan protein individu dilakukan dengan membandingkan berat badan aktual (nyata) dengan berat badan standar yang kemudian dikalikan dengan angka kecukupan gizi. Untuk mengetahui angka kecukupan vitamin dan mineral tidak perlu membandingkan berat badan aktual dengan berat badan standar, melainkan langsung digunakan AKG untuk masing-masing zat gizi (WKNPG 2004). Angka kecukupan energi dan protein individu dapat dirumuskan sebagai berikut :

(27)

Keterangan :

AKGi = Angka Kecukupan Gizi individu BB aktual = berat badan aktual

BB Standar = berat badan standar menurut WKNPG 2004 AKG = Angka Kecukupan Gizi menurut WKNPG 2004

Tingkat konsumsi energi, protein, besi, vitamin A, dan vitamin C dihitung dengan membandingkan jumlah zat gizi dari makanan yang dikonsumsi dengan kecukupan yang dinyatakan dalam persen. Penilaian untuk tingkat konsumsi energi dan protein menurut depkes (1996) dibagi dalam lima kategori yaitu:

1. Defisit tingkat berat (<70% AKG) 2. Defisit tingkat sedang (70-79% AKG) 3. Defisit tingkat ringan (80-89% AKG) 4. Normal (90-119% AKG)

5. Kelebihan (≥120% AKG)

Penilaian untuk tingkat konsumsi zat besi, vitamin A, dan vitamin C menurut Gibson (2005) dibagi dalam dua kategori yaitu:

1. Kurang (<77%) 2. Cukup (≥77%)

Secara umum, tingkat konsumsi zat gizi dapat dirumuskan sebagai berikut: TKGi = (Ki/AKGi) x 100%

Keterangan :

TKGi = Tingkat konsumsi zat gizi individu Ki = Konsumsi zat gizi individu

AKGi = Angka Kecukupan Gizi individu

Penilaian status gizi dilakukan dengan indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U) WHO 2007 dengan klasifikasi sebagai berikut:

1. Sangat kurus (Z <-3) 2. Kurus (-3 ≤ Z <-2) 3. Normal (-2 ≤ Z <2) 4. Gemuk (Z >2)

(28)

yang memerlukan jawaban selalu, kadang-kadang, jarang, dan tidak pernah. Jawaban selalu diberi skor 3, kadang-kadang diberi skor 2, jarang diberi skor 1, dan tidak pernah diberi skor 0 untuk pertanyaan positif. Skor total diperoleh dengan menjumlahkan jawaban yang diberikan contoh.

Prestasi belajar dalam penelitian ini diperoleh dari niilai rata-rata rapor semester genap. Nilai rata-rata dari mata pelajaran tersebut kemudian digolongkan menjadi empat kategori berdasarkan buku pedoman rapor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, yaitu:

1. Sangat baik : 80-100 2. Baik : 70-79 3. Cukup : 60-69 4. Kurang : <60

Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan uji deskriptif, beda mean, korelasi, dan regresi.

1. Uji deskriptif digunakan pada seluruh variabel yang diamati untuk melihat sebaran siswa menurut variabel yang diteliti

2. Uji beda yang digunakan adalah uji beda independent sample t-test. Uji beda dilakukan pada seluruh variabel yang diamati yakni untuk melihat ada tidaknya perbedaan pada masing-masing variabel di kedua kelompok siswa (siswa regular dan siswa akselerasi)

3. Uji korelasi Rank Spearman untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel yang diteliti, menggunakan SPSS 16.0 for windows

(29)

Tabel 4 Dasar Pengkategorian Variabel

Variabel Dasar pengkategorian Kategori Karakteristik anak

Usia anak saat masuk SD Surat edaran kemendiknas Nomor:1839/C.C2/TU/2009

(30)

Definisi Operasional

Pola aktivitas adalah alokasi waktu (24 jam) yang dihabiskan oleh siswa akselerasi dan reguler untuk melakukan kegiatan yang meliputi tidur malam, tidur siang, sekolah, les, belajar di rumah, bermain game/komputer, olahraga, dan lainnya, yang dilakukan siswa dalam sehari, yang diperoleh melalui metode recall 2x24 jam pada hari sekolah dan hari libur.

Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi siswa selama dua hari, yaitu pada hari sekolah dan hari libur, yang diperoleh melalui metode recall 2x24 jam.

Perilaku kebiasaan makan adalah frekuensi makan siswa sehari-hari termasuk kebiasaan membawa bekal ke sekolah, kebiasaan jajan, serta kebiasaan sarapan siswa, yang diperoleh melalui metode food frequency questioner dan wawancara.

Status gizi adalah keadaan tubuh manusia sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi pada waktu tertentu yang diukur secara antropometri melalui pengukuran berat badan, tinggi badan, dan indeks massa tubuh berdasarkan umur.

Lingkungan keluarga adalah keadaan yang ada di dalam keluarga yang dapat mempengaruhi prestasi belajar anak, seperti pendapatan orangtua, pekerjaan orangtua, besar keluarga, dan pendidikan orang tua.

Prestasi Belajar adalah hasil penilaian pendidik terhadap proses belajar murid yang dilihat dari nilai rapor semester genap.

Fasilitas belajar adalah sarana dan prasarana yang diberikan orang tua dalam upaya mendukung kegiatan belajar sehari-hari.

Siswa akselerasi adalah siswa sekolah dasar yang memiliki kemampuan luar biasa (unggul) dan mengikuti program percepatan belajar (akselerasi) sehingga dapat menyelesaikan studinya dalam waktu lima tahun.

Siswa Reguler adalah siswa sekolah dasar yang mengikuti program pembelajaran umum dari pemerintah sehingga dapat menyelesaikan studinya dalam waktu sekurang-kurangnya enam tahun.

(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Sekolah

Penelitian dilakukan di salah satu sekolah dasar negeri di Jakarta yang memiliki sistem pembelajaran akselerasi. Sekolah yang terpilih adalah Sekolah Dasar Islam Panglima Besar Sudirman yang terletak di Jalan Raya Bogor Km. 24 Cijantung, Jakarta Timur. Sekolah Dasar Islam PB Sudirman ini merupakan salah satu sekolah swasta di Jakarta yang memiliki akreditasi A. Sejak bulan September 2002, SD Islam PB Sudirman ditetapkan sebagai Sekolah Koalisi Regional SEAMEO (South East Asia Minister of Education Organisation), yang menjalin kerjasama pendidikan Negara Asia Tenggara dalam hal peningkatan Quality dan Equity. Selain itu, sejak Februari 2005 SD Islam PB Sudirman ditetapkan sebagai anggota APEC Future Education Consortium Implementation of ICT Model School Network yang beranggotakan 16 negara antara lain: Australia, Brunei, Canada, Chili, Cina, Taipei, Hongkong, Jepang, Korea, Malaysia, Mexico, Philiina, Singapura, Vietnam, dan Thailand.

Visi sekolah ini yaitu menjadikan pendidikan yang berkualitas berdasarkan iman dan taqwa, menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, seni serta berwawasan global. Adapun misi dari sekolah ini adalah (1) menghasilkan lulusan yang berakhlak mulia, (2) berprestasi akademis dan non akademis di tingkat nasional maupun internasional, (3) melaksanakan kurikulum tingkat satuan pendidikan, serta internasional, (4) menghasilkan lulusan yang mampu berkomunikasi dengan bahasa asing, dan (5) menghasilkan lulusan yang menguasai TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi).

Jumlah siswa sekolah secara keseluruhan sebanyak 1741 siswa yang terdiri dari 934 siswa laki-laki dan 807 siswa perempuan. Fasilitas yang dimilki oleh sekolah antara lain laboratorium sains, laboratorium bahasa, laboratorium komputer, perpustakaan, poliklinik, masjid, studio musik, sarana pembelajaran bahasa Inggris, sarana olahraga, kantin/katering, mobil antar jemput, dan ruang ICT. Kegiatan ekstrakulikuler yang disediakan sekolah untuk diikuti oleh para siswa antara lain keaagamaan, drama bahasa inggris, drumband, olahraga, kepramukaan, angklung, marawis, karate, taekwondo, paduan suara, seni musik, seni lukis, seni tari, paskibra, dan qasidah.

(32)

istimewa untuk dapat menyelesaikan sekolahnya dengan cepat. Sistem percepatan belajar ini mulai dibuka untuk kelas 3. Syarat siswa yang ingin mengikuti program akselerasi antara lain: mendapatkan rekomendasi dari guru kelas, melakukan tes akademik, melakukan psikotes, dan mendapatkan persetujuan orangtua. Siswa-siswi yang mendapatkan peringkat 1-10 di kelas 2 akan direkomendasikan oleh guru untuk mengikuti program akselerasi pada tingkat selanjutnya. Siswa-siswi tersebut akan melakukan uji psikotes untuk melihat kepribadian siswa, kemampuan dasar, dan task commitment. Nilai tes IQ minimal untuk dapat mengikuti program akselerasi adalah 130. Siswa-siswa yang lulus persyaratan untuk mengikuti program percepatan belajar, akan masuk kelas akselerasi pada tahun-tahun ajaran berikutnya.

Karakteristik Keluarga Pendidikan

Pendidikan berperan penting dalam mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. Pendidikan orang tua akan berpengaruh terhadap pendidikan/ perkembangan anak. Semakin tinggi pendidikan orang tua, semakin besar pengetahuan orang tua akan pentingnya pendidikan bagi anak (Gunarsa & Gunarsa 2006). Orang tua dengan pendidikan formal yang tinggi akan memiliki partisipasi yang lebih besar pada segala sesuatu yang berhubungan dengan stimulasi dan pendidikan anak, dibandingkan dengan orang tua yang berpendidikan rendah (Csikezentnihalyi 1996 dalam Ginting 2005).

(33)

Tabel 5 Sebaran siswa berdasarkan tingkat pendidikan ayah dan ibu

Akselerasi Reguler Total

Variabel n % n % n %

Pendidikan Ayah

SD/sederajat 0 0.00 0 0 0 0.00 SMP/sederajat 0 0.00 0 0 0 0.00 SMA/sederajat 0 0.00 7 17.5 7 11.86 Diploma/Akademi 4 21.05 3 7.5 7 11.86 Sarjana 6 31.58 25 62.5 31 52.54 S2/S3 9 47.37 5 12.5 14 23.73

Total 19 100.00 40 100 59 100.00

Uji beda p=0.021 Pendidikan Ibu

SD/sederajat 0 0.00 1 2.5 1 1.69 SMP/sederajat 0 0.00 0 0 0 0.00 SMA/sederajat 1 5.26 15 37.5 16 27.12 Diploma/Akademi 5 26.32 10 25 15 25.42 Sarjana 7 36.84 11 27.5 18 30.51 S2/S3 6 31.58 3 7.5 9 15.25

Total 19 100.00 40 100 59 100.00

Uji beda p=0.001

Tingkat pendidikan orang tua dapat mempengaruhi usaha meningkatkan prestasi belajar anak. Semakin tinggi pendidikan orang tua, maka akan semakin banyak pula pengetahuan orang tua yang diberikan kepada anaknya (Nasution dan Nasution 1986 dalam widayati 2009). Oleh karena itu, diduga prestasi belajar siswa akselerasi relatif lebih baik bila dibandingkan siswa reguler.

Pekerjaan

Pekerjaan orang tua siswa kedua kelompok cukup bervariasi mulai dari pegawai negeri sipil, pegawai swasta, BUMN, TNI/Polri, wiraswasta, ibu rumah tangga, dan lain sebagainya. Berdasarkan data yang diperoleh, sebagian besar ayah siswa bekerja sebagai pegawai swasta (54.24%), sedangkan proporsi terbesar pekerjaan ibu siswa adalah sebagai ibu rumah tangga (38.98%).

(34)

ibu dengan pekerjaan ibu (r=-0.448; p=0.00). Hal ini diduga dikarenakan banyak ibu dengan pendidikan tinggi namun tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga.

Tabel 6 Sebaran siswa berdasarkan pekerjaan ayah dan ibu

Akselerasi Reguler Total

Variabel

n % n % n %

Pekerjaan Ayah

PNS 1 5.26 7 17.5 8 13.56 Pegawai Swasta 13 68.42 19 47.5 32 54.24 Bekerja di BUMN 1 5.26 1 2.5 2 3.39 TNI/Polri 2 10.53 4 10 6 10.17 Wiraswasta 1 5.26 6 15 7 11.86 Lainnya 0 0.00 2 5 2 3.39 Wafat 1 5.26 1 2.5 2 3.39

Total 19 100 40 100 59 100

Pekerjaan Ibu

PNS 1 5.26 4 10 5 8.47

Pegawai Swasta 6 31.58 10 25 16 27.12 Bekerja di BUMN 3 15.79 1 2.5 4 6.78

TNI/Polri 0 0 2 5 2 3.39

Wiraswasta 2 10.53 5 12.5 7 11.86 Ibu RT 7 36.84 16 40 23 38.98

Lainnya 0 0 2 5 2 3.39

Wafat 0 0 0 0 0 0

Total 19 100 40 100 59 100

Menurut Kartasapoetra dan Marsetyo (2003), jenis pekerjaan orang tua merupakan salah satu indikator besarnya penghasilan keluarga. Diharapkan dengan semakin besarnya penghasilan orangtua, maka konsumsi keluarga pun menjadi semakin baik dalam hal gizi makanan yang dikonsumsi, baik secara kualitas maupun kuantitasnya.

Pendapatan

(35)

Makanan, pakaian, dan tempat tinggal adalah kebutuhan primer setiap individu manusia untuk dapat hidup dan bersosialisasi. Selain makanan, pakaian, dan tempat tinggal, kebutuhan primer manusia di era globalisasi saat ini yang harus terpenuhi adalah pendidikan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat terpenuhi jika seseorang mempunyai penghasilan yang cukup.

Tabel 7 Sebaran siswa berdasarkan pendapatan orangtua

Akselerasi Reguler Total Variabel

n % n % n %

Pendapatan Ayah

< Rp 1.118.009 0 0 0 0 0 0 Rp 1.118.009-Rp 2.000.000 0 0 2 5 2 3.39 Rp 2.000.000-Rp 2.499.000 0 0 1 2.5 1 1.69 Rp 2.500.000-Rp 2.999.000 0 0 1 2.5 1 1.69 Rp 3.000.000-Rp 3.499.000 0 0 4 10 4 6.78 Rp 3.500.000-Rp 3.999.000 1 5.26 7 17.5 8 13.56 > Rp 4.000.000 17 89.47 24 60 41 69.49 Rp 0. 1 5.26 1 2.5 2 3.39

Total 19 100 40 100 59 100

Uji beda p=0.230 Pendapatan Ibu

< Rp 1.118.009 1 5.26 3 7.5 4 6.78 Rp 1.118.009-Rp 2.000.000 0 0 4 10 4 6.78 Rp 2.000.000-Rp 2.499.000 0 0 0 0 0 0 Rp 2.500.000-Rp 2.999.000 0 0 0 0 0 0 Rp 3.000.000-Rp 3.499.000 0 0 2 5 2 3.39 Rp 3.500.000-Rp 3.999.000 2 10.53 5 12.5 7 11.86 > Rp 4.000.000 9 47.37 10 25 19 32.20 Rp 0. 7 36.84 16 40 23 38.98

Total 19 100 40 100 59 100

Uji beda p=0.299

(36)

Berdasarkan hasil uji beda independent sample t-test, diketahui bahwa pendapatan orangtua kedua kelompok tidak berbeda nyata (p>0.05). Tingkat pendapatan orangtua diduga akan mempengaruhi kelengkapan fasilitas belajar anak dalam mendukung kegiatan belajar dan prestasi belajar anak.

Besar Keluarga

Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengeloloaan sumberdaya yang sama (Sukandar 2007). Besar keluarga contoh dikategorikan dalam 3 kelompok, yaitu kategori kecil, apabila jumlah anggota keluarga ≤ 4 orang; kategori menengah/sedang, apabila jumlah anggota keluarga 5-7 orang; dan kategori besar, apabila jumlah anggota keluarga > 7 orang (BKKBN 2008).

Secara umum, besar keluarga contoh kedua kelompok sebagian besar termasuk dalam kategori sedang (61.02%), dengan rata-rata 4.9 ± 0.92. Besar keluarga minimum contoh adalah 3 orang, sedangkan besar keluarga maksimal contoh adalah 7 orang. Berdasarkan hasil uji beda independent sample t-test antara kedua kelompok, diperoleh bahwa besar keluarga kedua kelompok tidak berbeda (p>0.05).

Tabel 8 Sebaran siswa berdasarkan kategori besar keluarga

Akselerasi Reguler Total Besar Keluarga

n % n % n %

Kecil (≤ 4 orang) 8 42.11 15 37.5 23 38.98 Menengah (5-7 orang) 11 57.89 25 62.5 36 61.02 Besar (> 7 orang) 0 0.00 0 0 0 0.00

Total 19 100.00 40 100 59 100.00

Rata-rata±SD 4.84 ± 1.07 4.92 ± 0.86 4.9 ± 0.92

Min-max 3-7 4-7 3-7

Uji beda p=0.744

(37)

Karakteristik Individu Usia Masuk Sekolah

Umur menjadi salah satu syarat untuk masuk sekolah karena diduga dapat mempengaruhi tingkat kematangan dan penerimaan belajar siswa. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1990 Bab VIII pasal 15 ayat 1 menyatakan bahwa untuk dapat diterima sebagai siswa sekolah dasar dan sederajat, seseorang harus berusia sekurang-kurangnya 6 tahun. Tabel 9 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa mulai masuk sekolah pada usia <6 tahun (55.93%), dengan presentase siswa akselerasi (68.42%) lebih banyak daripada siswa reguler (50%). Hasil uji beda independent sample T-test menunjukkan bahwa usia masuk sekolah kedua kelompok tidak berbeda nyata (p>0.05).

Tabel 9 Sebaran siswa berdasarkan usia masuk sekolah

Akselerasi Reguler Total Usia Masuk Sekolah

n % n % N %

<6 tahun 13 68.42 20 50 33 55.93

≥6 tahun 6 31.58 20 50 26 44.07

Total 19 100 40 100 59 100

Uji beda p=0.183

Umur

Umur akan mempengaruhi tingkat kematangan berpikir seseorang. Berdasarkan data yang diperoleh, umur siswa berkisar pada 9 sampai 11 tahun. Rata-rata umur siswa akselerasi adalah 9.4 ± 0.5 tahun, sedangkan siswa reguler rata-rata berumur 10.35 ± 0.5 tahun). Umur minimum siswa adalah 9 tahun, sedangkan umur maksimal siswa adalah 11 tahun. Pada kelas akselerasi sebagian siswa laki-laki dan perempuan berumur 9 tahun, sedangkan pada kelas reguler sebagian siswa laki-laki dan perempuan berumur 10 tahun. Sebaran umur siswa akselerasi dan siswa reguler dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10 Sebaran siswa berdasarkan umur

Akselerasi Reguler Total

Umur

n % n % n %

9 tahun 13 68.4 0 0 13 22.03 10 tahun 6 31.6 26 65 32 54.24 11 tahun 0 0.0 14 35 14 23.73

Total 19 100 40 100 59 100

(38)

berhadapan dengan persoalan-persoalan konkret sehingga mulai mampu menyelesaikan persoalan-persoalan konkret dan sistematis (Suparno 2002 ). Mereka sudah dapat mengambil kesimpulan dari suatu pertanyaan (Hurlock 1997 dalam Widayati 2009). Monks (1992) dalam Widayati (2009) melakukan pembagian perkembangan remaja adalah pra remaja (10-12 tahun), remaja awal atau pubertas (12-15 tahun), remaja pertengahan usia (15-18 tahun), dan remaja akhir usia (18-21 tahun). Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat diketahui bahwa siswa dalam penelitian ini berada dalam fase anak-anak hingga pra remaja. Hasil uji beda independent sample t-test, diketahui bahwa umur kedua kelompok berbeda nyata (p=0.000).

Jenis Kelamin

Pada tabel 11 dapat dilihat bahwa sebagian besar jenis kelamin siswa akselerasi adalah laki-laki (63.16%). Sebaliknya pada siswa reguler, sebagian besar siswa berjenis kelamin perempuan (55%).

Tabel 11 Sebaran siswa berdasarkan jenis kelamin

Akselerasi Reguler Total

Jenis Kelamin

n % n % n %

Laki-laki 12 63.16 18 45 30 50.85 Perempuan 7 36.84 22 55 29 49.15

Total 19 100 40 100 59 100

Uang Saku

Besar uang saku siswa berkisar antara Rp 1000 hingga Rp 30000 per hari, dengan rata-rata Rp 10559.32 ± 5688.07. Sebagian besar siswa (74.58%) pada kedua kelompok memiliki uang saku antara Rp 5000 hingga Rp 10000 per hari dengan persentase 78.95% pada siswa akselerasi dan 72.5% pada siswa reguler.

Tabel 12 Sebaran siswa berdasarkan kategori uang saku

Akselerasi Reguler Total

Uang Saku

(Rp/hari) n % n % N %

<5000 1 5.26 1 2.5 2 3.39 5000-10000 15 78.95 29 72.5 44 74.58 >10000 3 15.79 10 25 13 22.03

Total 19 100.00 40 100 59 100.00

Rata-rata ± SD 9526.3 ± 6801.7 11050 ± 5098.8 10559.32 ± 5688.1

Min-Max 4000-30000 1000-30000 1000-30000

Uji beda p=0.393

(39)

spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang nyata antara uang saku dengan umur siswa (r=0.197; p=0.134). Sebaran uang saku siswa dapat dilihat pada tabel 12.

Khomsan (2002) menyarankan kepada orangtua untuk membekali anak dengan uang saku bila berangkat ke sekolah, karena jajan bagi anak sekolah merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan energi karena aktivitas sekolah yang tinggi (terutama bagi anak yang tidak sarapan pagi).

Fasilitas Belajar

Orang tua bertugas untuk memenuhi kebutuhan perkembangan intelektual atau pendidikan anak (Opit 1996). Fasilitas belajar merupakan salah satu kebutuhan dalam pendidikan untuk menunjang keberhasilan anak dalam belajar. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan prestasi belajar anak adalah dengan menyediakan fasilitas belajar seperti: alat tulis, buku pelajaran, dan sarana belajar (Nio 1985 dalam Rukoyah 2003).

Dari tabel 13 dapat dilihat kategori kepunyaan fasilitas belajar siswa seperti meja belajar, laptop/komputer, akses internet, peralatan tulis, dan mengikuti les/kursus. Berdasarkan data pada tabel 13, diketahui bahwa proporsi terbesar kepunyaan fasilitas belajar pada kedua kelompok adalah kepunyaan peralatan tulis pribadi (96.6%). Berdasarkan hasil uji beda independent sample t-test, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara kedua kelompok mengenai fasilitas belajar yang dimiliki (p>0.05).

Tabel 13 Sebaran siswa berdasarkan fasilitas belajar yang dimilki Akselerasi Reguler Total No Kategori

n % n % n %

1 Memiliki Meja Belajar 15 78.9 36 90 51 86.4 2 Memiliki Laptop/komputer 18 94.7 36 90 54 91.5 3 Memiliki akses internet 15 78.9 30 75 45 76.3 4 Memiliki peralatan tulis pribadi 18 94.7 39 97.5 57 96.6 5 Mengikuti les/kursus 9 47.4 11 27.5 20 33.9

Rata-rata total kepunyaan 4 78.95 3.8 76 Uji beda p=0.613

Gambar

Gambar 1 Bagan kerangka konsep pengaruh konsumsi, status gizi, dan aktivitas
Gambar 2 Cara penarikan contoh
Tabel 3 Jenis dan cara pengumpulan data
Tabel 4 Dasar Pengkategorian Variabel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan konsumsi energi dan zat gizi pada olahragawan remaja, menghitung konsumsi energi dan zat gizi dari penyediaan makanan

Penelitian ini menunjukkan bahwa asupan zat besi yang kurang dari 80% dari AKG (Angka Kecukupan Gizi) yang dianjurkan memiliki risiko 3,46 kali lebih besar akan menjadi

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui keragaan status gizi, aktivitas fisik, konsumsi pangan serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak sekolah dasar di

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui keragaan status gizi, aktivitas fisik, konsumsi pangan serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak sekolah dasar di

Angka kecukupan gizi (AKG) yang tidak dapat terpenuhi dapat menyebabkan terjadinya keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam

Kesimpulan dari penelitian asupan zat gizi makro siswa MAN Insan Cendekia belum sesuai dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan, status gizi rata-rata berstatus gizi normal

Gambaran Status Gizi menurut Tingkat Konsumsi Energi Pola makan yang baik mengandung makanan sumber energi, sumber zat pembangun dan sumber zat pengatur, karena semua zat gizi

Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi AKG diperoleh bahwa remaja putri dengan usia 13-15 tahun seharusnya membutuhkan energi sebesar 2125 kkal, protein 69 g, lemak 71 g, dan karbohidrat 292