• Tidak ada hasil yang ditemukan

FITOREMEDIASI LIMBAH DOMESTIK DENGAN TUMBUHAN AKUATIK MENGAPUNG DI KEBUN RAYA PURWODADI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FITOREMEDIASI LIMBAH DOMESTIK DENGAN TUMBUHAN AKUATIK MENGAPUNG DI KEBUN RAYA PURWODADI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

FITOREMEDIASI LIMBAH DOMESTIK DENGAN TUMBUHAN AKUATIK

MENGAPUNG DI KEBUN RAYA PURWODADI

Phytoremediation of Domestic Wastewater Using Aquatic Plants

at Purwodadi Botanical Garden

Dwi Puspitasari 1), Rony Irawanto 2)

1 Teknik Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian – Universitas Brawijaya Malang. 2 Kebun Raya Purwodadi – LIPI, Jl. Surabaya-Malang Km 65 Pasuruan.

email : syuai29@gmail.com1, rony001@lipi.go.id2

ABSTRAK

Tumbuhan akuatik memiliki nilai ekologi dalam pemulihan kualitas lingkungan (remediasi), terutama akibat pencemaran air. Salah satu penyebab utama pencemaran air adalah limbah domestik. Limbah domestik memiliki kandungan bahan organik. Setiap jenis tumbuhan akuatik memiliki kemampuan yang berbeda dalam menyerap atau mengakumulasi pencemar organik. Mengingat potensinya dalam fitoremediasi, maka konservasi keanekaragaman tumbuhan akuatik sangat penting dalam mempertahankan kelestariannya. Salah satu lembaga konservasi tumbuhan ex-situ adalah Kebun Raya Purwodadi. Kebun Raya Purwodadi saat ini memiliki 11.748 spesimen, 1.925 jenis, 928 marga dan 175 suku, termasuk koleksi tumbuhan Akuatik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan tiga jenis tumbuhan akuatik (Salvinia natans, Lemna minor dan Pistia stratiotes) dalam fitoremediasi limbah domestik di Kebun Raya Purwodadi. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental skala laboratorium yang berdasarkan studi literatur terhadap potensi fitoremediasi ketiga jenis tumbuhan akuatik. Kajian ini merupakan studi awal mengenai kemampuan tumbuhan akuatik tersebut sebagai fitoremediasi limbah cair domestik. Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan pada media perlakuan lebih tinggi dibandingkan pada media terkontrol disebabkan adanya kandungan organik pada limbah domestik yang dapat dimanfaatkan tanaman untuk pertumbuhan.

Kata Kunci: Fitoremediasi, Limbah Domestik, Koleksi Akuatik, Kebun Raya Purwodadi. ABSTRACT

Aquatic plants have ecological value in the remediation of environmental quality, mainly due to water pollution. One of the main causes of water pollution are domestic wastewater. Domestic wastewater contains organic matters. Each aquatic plant species have different capacities to absorb or accumulate organic pollutant. Given the potential in phytoremediation, the conservation of aquatic plant diversity is very important in order to maintain sustainability. Purwodadi botanical garden is one of institution ex-situ plant conservation. The Purwodadi currently has 11.748 specimens, 1.925 species, 928 genera, and 175 tribes, including the collection aquatic plants. This study aims to determine the ability of the three species of floating aquatic plants (Salvinia natans, Lemna minor, dan Pistia stratiotes) in phytoremediation of domestic wastewater in Purwodadi botanical garden. This study is based on laboratory scale experimental study with literature study on phytoremediation potential of three species aquatic plants. This study is a preliminary study of the ability of aquatic plants such as domestic wastewater phytoremediation. The information obtained is expected to be used as a basis for futher research phytotechnology. Overall the growth on media was higher than the control treatment due to domestic wastewater containing organic materials that can be utilized by aquatic plants for growth.

(2)

2

I. PENDAHULUAN

Seiring dengan perkembangan teknologi, terjadi pula efek negatif dari hasil kegiatan manusia yang dilakukan. Salah satunya yaitu menghasilkan limbah, termasuk limbah domestik. Kualitas ling-kungan telah menurun selama seabad terakhir dikarenakan adanya keberadaan limbah domestik. Di Indonesia sendiri 60 persen limbah domestik masuk ke badan sungai (ANTARA News, 2014). Limbah domestik didominasi oleh kotoran manusia dan hewan, plastik, deterjen, cairan pemutih, dan pewangi. Dampak pencemaran limbah domestik terhadap mutu badan air dapat bervariasi tergantung kepada sifat dan jenis limbah, volume, serta frekuensi limbah yang dibuang. Komposisi limbah domestik sebagian besar berbentuk bahan tersuspensi, sementara sisanya dalam berbentuk terlarut (Moertinah, 2010). Karakteristik fisis dan kimia limbah domestik dapat dilihat pada Tabel 1.

Terdapat berbagai macam pilihan untuk meremediasi perairan yang telah terpapar bahan polutan. Namun, sebagian besar menggunakan metode yang dapat memakan biaya sangat besar, seperti pemberian bahan kimia ataupun penggunaan membran. Beban biaya yang begitu besar inilah yang seringkali memperlambat kegiatan remediasi lingkungan, terutama bagi negara-negara berkembang.

Tabel 1. Karakteristik limbah domestik

Sumber: Sumarno (2002)

Salah satu teknologi alternatif yang dapat dikembangkan adalah teknologi fitoremediasi. Teknologi tersebut memusatkan peran tumbuhan dalam menyelesaikan permasalahan lingkungan.Tanaman dapat merombak polutan organik maupun menyerap dan mestabilisasikan logam polutan. Hingga saat ini

telah banyak dihasilkan penelitian yang membuktikan keberhasilan penggunaan tumbuhan akuatik untuk meremediasi lingkungan. Spesies tumbuhan tersebut diantaranya Thalia dealbata, Acorus calamus, Iris Sibirica, Zizania latifolia, Phragmites australis, Juncus articulates, Eichhornia crassipes, Azolla carolintana, Glyceria aquatica, Carex spp., dan Phalaris arundinacea (Wang et al., 2012; Marchand et al., 2014; Valipour et al., 2014).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan tiga jenis tumbuhan akuatik yang mengapung (Salvinia natans, Lemna minor dan Pistia stratiotes) dalam fitoremediasi limbah domestik di Kebun Raya Purwodadi. Informasi yang dihasilkan diharapkan dapat digunakan sebagai dasar dalam penelitian fitoteknologi dan pengembangan konservasi tumbuhan akuatik lebih lanjut.

II. METODOLOGI

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental skala laboratorium yang dilanjutkan dengan studi literatur. Penelitian dilakukan di rumah kaca Pembibitan, Kebun Raya Purwodadi pada tanggal 27 Januari 2016 s/d 10 Februari 2016. Parameter yang diamati berupa faktor lingkungan, serta perubahan pada tumbuhan (level air, berat basah, dan morfologi).

Penelitian ini merupakan studi awal mengenai kemampuan tumbuhan akuatik tersebut sebagai fitoremediasi limbah cair domestik.

Alat dan Bahan

Peralatan lapangan di rumah kaca diantaranya: reaktor dengan kapasitas 10 Liter dengan berdimensi panjang 30 cm, lebar 25 cm, dan tinggi 10 cm. Reaktor digunakan sebagai media tanam; Timbangan digunakan untuk mengukur berat basah tanaman akuatik yang digunakan dalam penelitian; Gelas ukur 500 ml diperlukan untuk mengukur volume media tanaman; Termohigrometer digunakan untuk mengukur faktor lingkungan (temperatur dan kelembaban); dan jangka sorong untuk mengukur ketinggian level air.

Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah tanaman akuatik Salvinia natans (Paku rakit), Lemna minor (Kiambang), dan Pistia stratiotes (Kapu-kapu). Tanaman Salvinia natans dan Lemna minor diperoleh dari kolam-kolam yang terdapat di Kebun Raya Purwodadi, sementara tanaman Pistia stratiotes diperoleh dari sawah yang berada di sekitar daerah Purwodadi. Limbah domestik yang dijadikan sampel diambil secara komposit dari salah satu inlet Kebun Raya Purwodadi yang berasal dari daerah pemukiman sekitar dan dari beberapa kolam yang berada di Polutan

Konsentrasi (mg/l) Range Rata-rata Padatan Terlarut 250-850 500 Padatan Tersuspensi 100-350 220 Minyak dan Lemak 50-150 100

BOD 110-400 220

(3)

3 kawasan akuatik Kebun Raya Purwodadi, sedangkan sampel air terkontrol diambil dari sumber air bersih yang berada di Kebun Raya Purwodadi.

Metode

Sebelum dilakukan tahap percobaan, terlebih dahulu dilakukan pengukuran temperatur dan kelembaban lingkungan sekitar KRP dan rumah kaca selama tiga hari dengan rentang waktu per jam dalam kurun waktu 07.00-16.00. Kemudian dari grafik yang terbentuk, akan diketahui waktu ideal untuk pengambilan data sampel. Dilanjutkan dengan pemberian 100 gram tanaman akuatik Salvinia natans, Lemna minor, dan Pistia stratiotes pada tiap reaktor. Dalam percobaan ini pemeliharaan ketiga jenis tanaman akuatik dilakukan pada media tumbuh air selama sepuluh hari. Pengambilan data sampel berupa data level air dan data morfologi dilakukan dengan rincian pengambilan sebagai berikut: pengambilan pertama (1) hari ke-1, pengambilan kedua (2) hari ke-2, pengambilan ketiga (3) hari ke-4, pengambilan keempat (4) hari ke-6, pengambilan kelima (5) hari ke-8, dan pengambilan keenam (6) hari ke-10. Adapun berikut rincian perlakuan sampel dalam penelitian ini: (1) P1: 100 gram Lemna minor dalam 3 L air limbah domestik; (2) P2: 100 gram

Salvinia natans dalam 3 L air limbah domestik; (3) P3: 100 gram Pistia stratiotes dalam 3 L air limbah domestik; (4) P1K0: 100 gram Lemna minor dalam 3 L air

lterkontrol; (5) P2K0: 100 gram Salvinia natans dalam 3 L air terkontrol; (6) P3K0: 100 gram Pistia stratiotes dalam 3 L air terkontrol; (7) P: 3 L air limbah domestik; dan (8) PK0: 3 L air terkontrol. Skema percobaan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema percobaan penelitian III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi

Kebun Raya Purwodadi (KRP) didirikan pada tanggal 30 Januari 1941 oleh Dr. L.G.M. Baas Becking sebagai salah satu cabang Kebun Raya Bogor. Terletak di desa Purwodadi, Pasuruan, Jawa Timur, berjarak 70 km dari selatan Surabaya. Luas area kebun 85 ha dengan ketinggian 300 m dpl. Dikenal dengan Hortus Iklim Kering Purwodadi karena memiliki spesifikasi tanaman dataran rendah kering. Jumlah koleksi tanaman saat ini yaitu sejumlah 11.748 spesimen, 1.925 jenis, 928 marga dan 175 suku (Lestarini et al., 2012).

Koleksi Akuatik Raya Purwodadi

Berdasarkan hasil inventarisasi sebelumnya jumlah koleksi tanaman akuatik KRP sebanyak 20 spesies yang tersebar pada 12 kolam yang ada di KRP. Kolam-kolam tersebut diantaranya: Kolam I.D, Kolam III.B`1, Kolam III.B`2, Kolam XII.G`1, Kolam XII.G`2, Kolam XII.G`3, Kolam XII.G`4, Kolam XII.G`5, Kolam XII.G`6, Kolam XII.G`7, Kolam XIV.G, dan Kolam Sumber (Rizal, 2016).

Tabel 2. Daftar jenis tanaman akuatik KRP

No Nama Spesies Nama Daerah Famili

1 Acanthus ilicifolius L. Jeruju

Acantaceae

2 Acanthus montanus Daruju

Acantaceae

3 Acorus calamus L. Dlingo

Araceae

4 Cyperus sp. Rumput

Cyperaceae

5 Echinodorus radicanus Engelm. Melati air Alismataceae

6 Ipomea aquatica Forsk Kangkung

Convolvulaceae

7 Lasia spinosa (L.) Thwaites Gali-gali Araceae

8 Ludwigia adscendens (L.) Hara Krangkong Onagraceae

9 Monochoria hastata (L.) Solms Lavender air Pontederiaceae

10 Sagittaria lancifolia L. Daun tombak Alismataceae

11 Ceratopteris thalictroide (L.) Brongn. Pakis rawa Parkeriaceae

12 Thalia geniculata L. Patat cai Marantaceae

(4)

4

No Nama Spesies Nama Daerah Famili

14 Oryza minuta Padi liar Poaceae

15 Nelumbo nucifera Gaertn Seroja Nymphaeaceae

16 Nymphaea sp. Teratai Nymphaeaceae

17 Typhonodorum lindleyanum Pisang air Araceae

18 Lemna minor Kiambang Lemnaceae

19 Salvinia natans Paku sampan Salviniaceae

20 Hydrilla sp. Hidrila Hydrocharitaceae

Tumbuhan Salvinia natans

Salvinia natans merupakan salah satu tanaman paku kelas Pteridopsida dari Ordo Salviniales dan famili Salviniaceae yang memiliki beberapa nama daerah, yaitu paku sampan, kiambang, dan paku rakit. Tanaman ini ini biasa ditemukan mengapung di air menggenang, seperti kolam, sawah, danau, dan sungai yang mengalir tenang. Sebagaimana paku air lainnya, seperti semanggi air dan azolla, Salvinia natans bersifat heterospor, memiliki dua tipe spora yang mana makrosporanya akan tumbuh menjadi protalus betina dan mikrosporanya akan tumbuh menjadi protalus jantan. Umumnya tanaman ini berukuran 1-3 cm. Salvinia natans dapat hidup di temperatur 12-30oC

dengan pH 5.5-9.0 (Aquamanta, 2015). Tumbuhan Pistia stratiotes

Pistia stratiotes merupakan salah satu spesies tanaman air dalam keluarga Araceae. Dalam bahasa Inggris sering dinamai water cabbage, water lettuce, Nile cabbage, atau shellflower, sementara di Indonesia disebut sebagai apu-apu, kapu-kapu, kiapu, atau kayu apu. Tanaman yang termasuk gulma ini memiliki tinggi sekitar 5-10 cm. Tanaman ini tidak berbatang, berbentuk solet menyerupai mawar yang mana ujungnya membulat dan pangkalnya meruncing, daunnya bertulang sejajar (monokotil) (Ramey, 2001). Tanaman ini tumbuh mengapung di permukaan air yang banyak terkena sinar matahari. Selain itu berkembang biak secara generatif melalui biji dan vegeratif melalui stolon (Quattrocchi, 2012).

Tumbuhan Lemna minor

Lemna minor merupakan tanaman air yang tumbuh mengapung bebas dan banyak ditemukan di daerah perairan air tawar yang kaya nutrien. Tanaman ini termasuk keluarga Lemnaceae. Bentuk daunnya lebar memipih dengan lebar badan tanaman sekitar 3,5-4mm. Tanaman ini tersebar luas di hampir semua daerah di benua Amerika dan Asia, termasuk Indonesia. Selain itu, Lemna minor memiliki kandungan nutrisi yang cukup baik dengan kandungan protein sebesar 25-45%,

karbohidrat 14,1-14,3%, dan serat sebanyak 8-10% (Nugroho et al., 2015). Lemna minor memiliki toleransi hidup pada kisaran pH 5-9 dan akan tumbuh baik pada pH 6,5-7,5 dengan temperatur 6-33oC (Leng et al.,

1994).

Keadaan Lingkungan

Iklim meupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Proses fisik dan kimiawi dikendalikan oleh suhu, dan selanjutnya proses-proses ini mengendalikan reaksi biologi yang berlangsung dalam tanaman. Misalnya, temperatur menentukan laju difusi dari gas dan zat cair dalam tanaman. Apabila temperatur menurun, viskositas akan naik. Begitu juga pada gas, nilai energi kinetik dari karbondioksida, oksigen, dan zat lain akan berubah seiring perubahan temperatur (Setiawan, 2009). Adapun kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara yang mana akan mempengaruhi laju penguapan atau transpirasi. Bila kelembaban bernilai rendah, maka laju transpirasi meningkat dan penyerapan air dan zat-zat mineral juga meningkat. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan ketersediaan nutrisi untuk pertumbuhan tanaman. Selain itu, kelembaban yang tinggi akan menyebabkan tumbuhnya jamur yang dapat merusak atau membusukkan akar tanaman (Triatmodjo, 2010).

(5)

5 Gambar 3. Rataan kelembaban rumah kaca dan lingkungan

Karakteristik iklim yang diukur dalam penelitian ini yaitu temperatur dan kelembaban. Nilai rata-rata temperatur dan kelembaban udara pada setiap waktu pengamatan disajikan pada Gambar 2 dan Gambar 3. Berdasarkan data temperatur pada Gambar 2 diketahui bahwa pada rentang waktu jam 10.00-14.00 temperatur rumah kaca dan lingkungan bernilai lebih dari 30oC.

Hasil penelitian Rovita et al. (2012), menyebutkan bahwa rataan temperatur air untuk tanaman air yang optimum berada pada kisaran 26,69-28,34oC. Oleh

karenanya, pengambilan data dilakukan pada sebelum jam 10.00 atau setelah jam 14.00. Adapun pada Gambar 3, perubahan kelembaban udara pada lingkungan tidak terlalu berubah banyak, namun terjadi

perubahan nilai yang signifikan pada rumah kaca, terutama pada sebelum jam 08.00 dan setelah jam 13.00. Secara umum tanaman akuatik lebih menyukai karbondioksida atmosfer sebagai sumber karbon dibandingkan dengan bikarbonat dan karbonat (Dick et al., 2013). Berdasarkan hasil penelitian Istantinova et al. (2012), hubungan antara kelembaban udara terhadap karbon di atmosfer adalah berbanding terbalik. Hal ini dikarenakan penguapan uap air yang ditransfer ke udara terjadi akibat naiknya temperatur udara sehingga konsentrasi CO2 mengalami penurunan. Dengan

demikian, waktu pengambilan data yang kemungkinan mendekati ideal adalah pada jam 08.00-10.00.

Level Air pada Tanaman

Ketersediaan air sebagai media tanam akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman. Nilai awal level air pada tanaman yang diberi perlakuan limbah domestik juga pada limbah domestik terkontrol sebesar 36 mm, sementara pada tanaman terkontrol dan air yang terkontrol setinggi 35 mm. Tabel penurunan level air pada semua perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5. Penyusutan level air terbesar terjadi pada P3 atau Pistia stratiotes dalam air limbah domestik, sementara penyusutan level air terendah, yaitu PK0 atau air terkontrol.

Penurunan nilai level air berbanding lurus dengan lamanya waktu penelitian, mengingat adanya penyerapan tanaman dan evaporasi. Tanaman Tabel 3. Perubahan level air pada semua perlakuan

Perlakuan Hari ke-

H-1 H-2 H-4 H-6 H-8 H-10 P 36 mm 34,825 mm 34,5 mm 32,225 mm 31,138 mm 30,075 mm PK0 35 mm 34,25 mm 34 mm 32,15 mm 30,7 mm 30,25 mm P1 36 mm 34,55 mm 33,75 mm 31,65 mm 31 mm 29,275 mm P2 36 mm 34,15 mm 32,2 mm 31,25 mm 30,8 mm 29,5 mm P3 36 mm 34,2 mm 34,05 mm 32,3 mm 31,113 mm 28,338 mm P1K0 35 mm 34,25 mm 33,25 mm 32,025 mm 31,125 mm 28,325 mm P2K0 35 mm 34,625 mm 34,2 mm 32,625 mm 31,325 mm 27,663 mm P3K0 35 mm 34,175 mm 34 mm 33,05 mm 30,775 mm 29 mm

(6)

6 menyerap air untuk digunakan untuk pertumbuhan tanaman dan transpirasi. Saat proses pertumbuhan tanaman berlangsung tanaman menggunakan nutrisi yang terdapat pada media tanam (air) sehingga level air pada tiap perlakuan mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan adanya kandungan unsur organik yang dapat meningkatkan proses fotosintesis, modifikasi, nitrifikasi, dan fiksasi N yang memiliki peran penting dalam pertumbuhan tanaman (Setyorini et al.,2006). Morfologi Tanaman

Morfologi tanaman yang diamati dalam penelitian ini adalah berat basah awal dan akhir, jumlah anakan dan yang kering (Lemna minor dan Pistia stratiotes), dan jumlah protalus (daun paku) (Salvinia natans). Hasil pengamatan morfologi tanaman dapat dilihat pada Tabel 4. Jumlah persentase Lemna minor yang berumur muda pada P1 bernilai lebih besar daripada P1K0, namun jumlah persentase Lemna minor yang mati pada P1 pun

bernilai lebih besar daripada yang terkontrol. Hal tersebut dikarenakan umur hidup Lemna minor yang tergolong pendek. Menurut Lemon et al. (2000), umur hidup Lemna minor terlama, yaitu selama 31.3 hari dengan laju pertumbuhan sebesar 0.45/hari. Adapun tingkat pertumbuhan P2 lebih besar dibandingkan P2K0, terlihat dari jumlah protalus. Sementara itu, pertumbuhan dan perkembangan P3 jauh lebih bagus daripada P3K0, baik dari jumlah individu maupun jumlah yang kering. Secara keseluruhan pertumbuhan tanaman perlakuan lebih baik dibandingkan tanaman terkontrol. Hal ini didorong karena komponen nutrien yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman, seperti unsur N dan P, pada limbah domestik lebih kaya daripada yang terkontrol.

Berat basah akhir tanaman pada perlakuan limbah domestik berkisar 124.39-136.4 gram. Berat

(7)

7

Tabel 4. Morfologi semua perlakuan selama pengamatan

Perlakuan Hari ke-

H-1 H-2 H-4 H-6 H-8 H-10

P Air berwarna kecoklatan

Permukaan air kotor, dasar menguning Permukaan air kotor, dasar menguning Permukaan air kotor, dasar menguning Permukaan air kotor, dasar menguning, terdapat 1 jentik nyamuk Permukaan air kotor, dasar menguning, terdapat 9 jentik nyamuk PK0 Permukaan air bersih Permukaan air kotor Permukaan air kotor Permukaan air kotor Permukaan air kotor Permukaan air kotor, terdapat 2 jentik nyamuk P1 30% Lemna muda, 70% Lemna tua 32% Lemna muda, 68% Lemna tua 34% Lemna muda, 66% Lemna tua 40% Lemna muda, 50% Lemna tua, 10% Lemna mati 50% Lemna muda, 37% Lemna tua, 13% Lemna mati 55% Lemna muda, 30% Lemna tua, 14% Lemna mati P2 Jumlah individu: 11, Jumlah protalus terbanyak-tersedikit: 97-8 Jumlah individu: 11, Jumlah protalus terbanyak-tersedikit: 101-8 Jumlah individu: 11, Jumlah protalus terbanyak-tersedikit: 118-10 Jumlah individu: 11, Jumlah protalus terbanyak-tersedikit: 127-14 Jumlah individu: 11, Jumlah protalus terbanyak-tersedikit: 158-16 Jumlah individu: 11, Jumlah protalus terbanyak-tersedikit: 160-18 P3 Jumlah individu: 32, Jumlah anakan: 3, Jumlah yang kering: - Jumlah individu: 34, Jumlah anakan: 5, Jumlah yang kering: - Jumlah individu: 39, Jumlah anakan: 8, Jumlah yang kering: - Jumlah individu: 44, Jumlah anakan: 10, Jumlah yang kering: - Jumlah individu: 60, Jumlah anakan: 23, Jumlah yang kering: 9 Jumlah individu: 63, Jumlah anakan: 32, Jumlah yang kering: 10 P1K0 25% Lemna muda, 75% Lemna tua 27% Lemna muda, 73% Lemna tua 30% Lemna muda, 70% Lemna tua 35% Lemna muda, 60% Lemna tua, 5% Lemna mati 42% Lemna muda, 50% Lemna tua, 8% Lemna mati 35% Lemna muda, 55% Lemna tua, 10% Lemna mati P2K0 Jumlah individu: 12, Jumlah protalus terbanyak-tersedikit: 93-15 Jumlah individu: 12, Jumlah protalus terbanyak-tersedikit: 95-16 Jumlah individu: 12, Jumlah protalus terbanyak-tersedikit: 102-20 Jumlah individu: 12, Jumlah protalus terbanyak-tersedikit: 110-22 Jumlah individu: 12, Jumlah protalus terbanyak-tersedikit: 120-23 Jumlah individu: 12, Jumlah protalus terbanyak-tersedikit: 123-24 P3K0 Jumlah individu: 21, Jumlah anakan: 2, Jumlah yang kering: - Jumlah individu: 21, Jumlah anakan: 2, Jumlah yang kering: - Jumlah individu: 24, Jumlah anakan: 2, Jumlah yang kering: - Jumlah individu: 27, Jumlah anakan: 4, Jumlah yang kering: - Jumlah individu: 36, Jumlah anakan: 8, Jumlah yang kering: 19 Jumlah individu: 38, Jumlah anakan: 12, Jumlah yang kering: 21

(8)

8 basah terbesar diperoleh pada P2, yaitu Salvinia natans (136.4 gram), sedangkan berat basah akhir teringan diperoleh pada P1, yaitu Lemna minor (124.39 gram). Hasil ini menandakan bahwa tanaman yang digunakan selama penelitian memiliki adaptasi yang tinggi pada masing-masing perlakuan dan perubahan faktor lingkungan tidak mengganggu produktivitas tanaman. Terjadinya peningkatan berat basah akhir disebabkan

oleh media tanam (air) yang digunakan untuk proses pertumbuhan yang terjadi di dalam tanaman, seperti pemanjangan sel dan pembelahan sel sehingga pertumbuhan tanaman akan meningkat akibat dari hasil aktivitas sel di dalam tanaman (Mustofa et al., 2012).

Gambar 4. Kondisi awal ketiga perlakuan: (a) Lemna minor; (b) Salvinia natans, (c) Pistia stratiotes

(9)

9 IV. SIMPULAN

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penyusutan level air terbesar terjadi pada Pistia stratiotes dikarenakan untuk pertumbuhan dan evapotranspirasi, sedangkan berat basah terbesar, yaitu Salvinia natans yang beradaptasi pada limbah dan tidak mengganggu produktivitasnya. Secara keseluruhan pertumbuhan pada media perlakuan lebih tinggi dibandingkan media terkontrol dikarenakan limbah domestik mengandung bahan organik yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan akuatik untuk pertumbuhannya. Oleh karena itu, kemampuan ketiga jenis tumbuhan akuatik ini (Salvinia natans, Lemna minor dan Pistia stratiotes) dapat dilakukan penelitian fitoremediasi lebih lanjut dalam penurunan kandungan pada limbah cair domestik.

V. UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih atas kesempatan dan bimbingannya selama Praktek Kerja Lapangan di UPT. Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi – LIPI.

IV. DAFTAR PUSTAKA

[1] ANTARA News. 2014. 70 Persen Sungai Tercemar Limbah Rumah Tangga. Jakarta

[2] Aquamanta. 2015. Salvinia natans. Dilihat pada 6

Februari 2016.

< http://fishkeeper.co.uk/databank/plant/aquarium-plants/salvinia-natans>.

[3] Dick, Gary O., Michael Smart, Lynde L. Dodd. 2013. Propagation and Establishment of Native Plants for Vegetative Restoration of Aquatic Ecosystems. U.S. Army Corps of Engineers, Washington

[4] Instantinova, Dead B., Mochtar H., Dwi Siwi H. 2012. Pengaruh Kecepatan Angin, Kelembaban dan Suhu udara terhadap Konsentrasi Gas Pencemar Sulfur Dioksida (SO2) dalam Udara Ambien di Sekitar PT. Inti General Yaja Steel Semarang. Dilihat pada 9 Februari 2016. <http://download.portalgaruda.org/article.php?arti cle=73378&val=4690>.

[5] Lemon, Gordon D., Usher P., Brian C.H. 2001. Potential of Vegetative Reproduction in Spirodela

polyrhiza, Lemna minor, and Wolffia borealis. Aquatic Botany 70(1): 79–87

[6] Leng R.A., Stambolie J.H., Bell R. 1994. Duckweed a potential high protein feed resource for domestic animal and fish. Kongres AAAP Animal Science ke-7, Denpasar, pp. 36-46

[7] Marchand, L., Nsanganwimana, F., Oustriere, N., Grebenshchykova, Z., Lizama-Allende, K., Mench, M. 2014. Copper removal from water using a bio-rack system either unplanted or planted with Phragmites australis, Juncus articulates and Phalaris arundinacea. Ecol. Eng. 64(1): 291–300.

[8] Moertinah, 2010. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. ANDI, Yogyakarta

[9] Mustofa, Wildan S., Munifatul I., Endang S. 2012. Interaksi antara Pembenah Tanah dari Hydrilla verticillata Royle. Dan Salvinia molesta Mitchell terhadap Kapasitas Lapang Tanah Pasir dan Tanah Liat serta Pertumbuhan Kacang Hijau (Vigna radiata L.). J. Anatomi dan Fisiologi 20(2):51-60

[10] Nugroho, Bayu, Djoko Suhartoyo, Eko M. 2015. Budi Daya Nila Organik. PT AgroMedia Pustaka, Jakarta

[11] Quattrocchi, Umberto. 2012. CRC World Dictionary of Medicinal and Poisonous Plants. CRC Press, Boca Raton

[12] Ramey, V. 2001. Watter Lettuce (Pistia stratiotes). J. Aquatic and Invasive Plants 5(8):4-17

[13] Rovita, G.D., Purnomo P.W., Soedarsono P. 2012. Starifikasi Vertikal NOƒ-N dan PO„-P pada Perairan di Sekitar Eceng Gondok (Eichornia crassipes Solms) dengan Latar Belakang Penggunaan Lahan Berbeda di Rawa Pening. J. Man. Aq. Resourc. 1(1):1-7

[14] Setiawan, Eko. Kajian Hubungan Unsur Iklim terhadap Produktivitas Cabe Jamu (Piper retrofractum Vahl) di Kabupaten Sumenep. J. Agrovigor 2(1):1-11

[15] Setyorini D., Saraswati R., Anwar E.K. 2006. Kompos. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian, Bogor

[16] Sumarno. 2002. Degradasi Lingkungan. Universitas Diponegoro, Semarang

(10)

10 [17] Triatmodjo, B. 2010. Hidrologi Terapan. Beta

Offset, Yogyakarta

[18] Valipour, A., Hamnabard, N., Woo, K.S., Ahn, Y.H. 2014. Performance of high-rate constructed phytoremediation process with attached growth for domestic wastewater treatment: Effect of high TDS and Cu. J. Environ. Manage. 45(1): 1–8 [19] Wang, J., L. Zhang, S. Lu, S. Gan, Jin X. 2012.

Removal of N and P from River Water Treated by the Bio-rack Wetland Planted with Thalia dealbata and Acorus calamus Linn. J. Jilin Univ. Earth Sci. Ed. 2(1): 408-414

Gambar

Tabel 1. Karakteristik limbah domestik
Tabel 2. Daftar jenis tanaman akuatik KRP
Gambar 2. Rataan temperatur rumah kaca dan lingkungan
Tabel 4. Morfologi semua perlakuan selama pengamatan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Adapun analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda, yang merupakan alat analisis mengetahui pengaruh variabel

batuan hasil pembekuan magma (termasuk batuan piroklastik) gabro, granit, basalt; tuf ..  ,atuan

Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan, pendanaan yang

Emulsi cair merupakan emulsi dengan fase terdispersinya maupun pendispersinnya berupa fase cairan yang tidak saling melarutkan karena kedua fase

Bentuk saluran distribusi merupakan jalur yang dilalui oleh perpindahan hak milik atas barang yang dipasarkan untuk sampai ke tangan konsumen dengan melalui

Disamping sebagai matakuliah inti, mata kuliah ini juga merupakan mata kuliah persyaratan dan sekaligus menjadi pendukung Tugas Akhir Program (TAP). Tujuan mata kuliah ini

(2) pola spasial dijelaskan menggunakan Nearest Neighbour Analysis , menunjukkan bahwa persebaran tempat belanja penduduk yang berbelanja pada pasar modern memiliki

Secara umum web yang akan dibuat adalah beruba web portal semi blog yaitu adalah aplikasi berbasis web yang menyediakan akses suatu titik tunggal dari informasi