• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Tafsir Surat an Nahl Ayat 125

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kajian Tafsir Surat an Nahl Ayat 125"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Kajian Tafsir Surat An Nahl Ayat Kajian Tafsir Surat An Nahl Ayat 125125 1. Teks Surat An Nahl Ayat 125

1. Teks Surat An Nahl Ayat 125

ي

يتتِِللّّاابببب  ِ ِ ممْْههُُللْْددِِااببببجج  ََووَ َ ةةِِننََببببسس  ََححََللْْ  ةةِِببببظ

ظ  

ََ ععِِ 

 ْْ 

 ََللْْووَ َ ةةِِبببب 

 ََككْْححِِللْْاا  ِ ِ  

 

ََ   ررَ َ  

 ِِ 

 ِِ 

 

َ َ ى

ىللََإإِ 

ِ ُُددْْ

ممُُبببب  ََععْْأأَ  

َ  ََببببُُووَ َ  

 ِِ  ِ 

ِ ِِبببب 

 َ َ  

 

ْْ ببببعع

َ َ  

 ّّببببض

ض  

َ َ  

 

ْْ بببب 

 

ََ  ِ ِ ممُُبببب  ََععْْأأَ  

َ  ََببببُ ُ  

 

ََ بببب  ّّررَ َ  

 

ّّإإِ  

ِ  ُُسسََ 

 

ْْ أأَ َ ي

يََِِ

 

 

ََ  

 ِِتتََههْْ 

 ُُللْْاا  ِِ

Artinya:Artinya:

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik serta “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik serta  bantahla

 bantahlah h mereka mereka dengan dengan cara cara yang yang baik. baik. SesunggSesungguhnya uhnya Tuhanmu Tuhanmu Dialah Dialah yang yang lebihlebih me

mengetngetahui ahui siasiapa pa yang tersesyang tersesat at dardari i jaljalan-Nan-Nya ya dan dan YanYang g leblebih ih mengmengetaetahui hui orangorang-oran-orangg yang mendapat petunjuk”

yang mendapat petunjuk”

2.

2. Asbab Asbab An-Nuzul An-Nuzul Surat Surat An Nahl An Nahl ayat 1ayat 12525

Para mufasir berbeda pendapat seputar 

Para mufasir berbeda pendapat seputar  sabab  sabab an-nuzul an-nuzul (latar belakang turunnya)(latar belakang turunnya) aya

ayat t iniini. . AlAl-W-Wahiahidi di memenernerangangkan kan babahwa hwa ayaayat t ini ini tutururun n sesetetelalah h RaRasusulullullah lah SASAW.W. menyaksikan jenazah 70 sahabat yang syahid dalam Perang Uhud, termasuk Hamzah, menyaksikan jenazah 70 sahabat yang syahid dalam Perang Uhud, termasuk Hamzah,  paman Ras

 paman Rasulullaulullah. Al-Qurthubi meh. Al-Qurthubi menyatakan bahwnyatakan bahwa ayat ini turun di Makkaa ayat ini turun di Makkah ketika adanyah ketika adanya  perintah kepada Ras

 perintah kepada Rasulullah SAWulullah SAW, untuk melakukan gencata, untuk melakukan gencatan senjata (n senjata (muhadanahmuhadanah) dengan) dengan  pihak

 pihak QuraisyQuraisy. . Akan Akan tetapi, tetapi, Ibn Ibn Katsir Katsir tidak tidak menjelmenjelaskan askan adanya adanya riwayat riwayat yang yang menjadmenjadii sebab turunnya

sebab turunnya ayat tersebut.ayat tersebut. Meski

Meskipun demikian, ayat ini pun demikian, ayat ini tetap berlaku umum untuk sasaran dakwah siapa tetap berlaku umum untuk sasaran dakwah siapa saja,saja, Muslim ataupun kafir, dan tidak hanya berlaku khusus sesuai dengan

Muslim ataupun kafir, dan tidak hanya berlaku khusus sesuai dengan sabab an- nuzul- sabab an- nuzul-nyanya (andaikata ada

(andaikata ada sabab an-nuzu sabab an-nuzul l -nya). Sebab, ungkapan yang ada memberikan pengertian-nya). Sebab, ungkapan yang ada memberikan pengertian umum. Ini berdasarkan kaidah ushul:

umum. Ini berdasarkan kaidah ushul:

 

 ََسسّّ لل  ص

ِِ

ِِ  

ص  

 

ُُ خخُُ  ِ ِ َ َ  

 

ِِ ففْْ  ّّلل  

  ِِ 

 ُُ 

 ُُللِ ِ ََ 

 ََ  ْْ 

 ِِللْْ  

  

ّّأأََ

Artinya:

Artinya:

“Yang menjadi patokan adalah keumuman ungkapan, bukan kekhususan sebab” “Yang menjadi patokan adalah keumuman ungkapan, bukan kekhususan sebab”

Setelah kata

Setelah kata ud‘uud‘u (serulah) tidak disebutkan siapa obyek ((serulah) tidak disebutkan siapa obyek (maf‘ûl bihmaf‘ûl bih)-nya. Ini)-nya. Ini adalah

adalah uslubuslub (gaya pengungkapan) bahasa Arab yang memberikan pengertian umum ((gaya pengungkapan) bahasa Arab yang memberikan pengertian umum (li at-li at-ta’mîm

(2)

Dari segi siapa yang berdakwah, ayat ini juga berlaku umum. Meski ayat ini adalah  perintah Allah kepada Rasulullah, perintah ini juga berlaku untuk umat Islam. Sebagaimana

kaidah dalam ushul fikih :

حتل لد د ملا ت اظ ل اط 

Artinya:

“Perintah Allah kepada Rasulullah, perintah ini juga berlaku untuk umat Islam , selama tidak ada dalil yang mengkhususkannya.”

3. Beberapa Pendapat Ahli Tafsir

a. Tafsir Al-Jalaalayn

{

 

ِ ِبب َ ىببلإ } مببو ببع بب ىبب ببح ابب اببنل { د

{ ةنببسحل ةببظعلو } آقلابب { ةببكحلا } ببند { بب ّرَ

} يتل ةلدال أ { ىتلا مهلداجو } ل قل وأ ةظع 

{  

ُسَ 

ْ أَ ىَِ

 

ّإِ } ب ىببلإ ءاعببلو ابب ب ب ىلإ ءاعلا 

مُبب َعْأَ  َببُوَ  ِ ِ ِبب َ ببعَ  ّببض 

َ  بب  

َ ِ } ملاببع أ { م ُبب َعْأَ  َببُ  

َ بب ّرّ

مهزا { تهلا ،

 ت ال و . اتقلا   ذو Artinya:

“Serulah (manusia, wahai Muhammad) ke jalan Rabb-mu (agama-Nya) dengan hikmah (dengan al-Quran) dan nasihat yang baik (nasihat-nasihat atau perkataan yang halus) dan debatlah mereka dengan debat terbaik (debat yang terbaik seperti menyeru manusia kepada Allah dengan ayat-ayat-Nya dan menyeru manusia kepada hujah). Sesungguhnya  Rabb-mu, Dialah Yang Mahatahu, yakni Mahatahu tentang siapa yang sesat dari jalan-Nya, dan Dia Mahatahu atas orang-orang yang mendapatkan petunjuk. Maka Allah membalas mereka. Hal ini terjadi sebelum ada perintah berperang. Ketika Hamzah dibunuh (dicincang dan meninggal dunia pada Perang Uhud)”

 b. Tafsir al-Qurthuby

أ بأو ،شب ةبداه ب و ي ةك ل ة ذ

،بنو ةنباخ ود بلو بطت عو  د ىلإ ع 

ةببكح ىببه .ةبباقل بب ىلإ سل ع أ ىغن ذكو

بب يبب اببتقلا ةببسنو ،ببل بب اببل ةببهج يبب 

(3)

راببفكل بب بب ذبب  نكأ  إ : و .اكل

.معأ و .ةكح  ىه ات ود اه اإ ىجرو

Artinya:

“(Ayat ini diturunkan di Makkah saat Nabi SAW. diperintahkan untuk bersikap damai kepada kaum Quraisy. Beliau diperintahkan untuk menyeru pada agama Allah dengan lembut (talathuf ), layyin, tidak bersikap kasar (mukhasanah), dan tidak menggunakan

kekerasan (ta’nif ). Demikian pula kaum Muslim; hingga Hari Kiamat dinasihatkan dengan

hal tersebut. Ayat ini bersifat muhkam dalam kaitannya dengan orang-orang durhaka dan

telah di-mansûkh oleh ayat perang berkaitan dengan kaum kafir. Ada pula yang

mengatakan bahwa bila terhadap orang kafir dapat dilakukan cara tersebut, serta terdapat harapan mereka untuk beriman tanpa peperangan, maka ayat tersebut dalam keadaan demikian bersifatmuhkam. Wallâhu a’lam.)”

c. Tafsir At-Thabary

ىببل َإِ )تعابب ىببلإ ءاعلا ر لإ رأ  ح ا ( ُدْ )

ببو ،ببقخل اهعبب يتببل ببر ة ىلإ :ق (  َ رَ  ِ ِ 

َ

ذل اتو لإ  ذل  ي ق ( ةِ َكْحِلْا ِ )

يتببل ةببل لاببو :ببق ( ة ِنَسَحَلْ ةِظَعِ ْ َلْوَ )ع لن 

يتلابب ،ببن ي اه م و ، ات ي مهع ة  اهج 

مبب ابب اه م و ،   رسل ذ ي مهع د 

 ع

مهببباو :بببق (  

ُ بببس 

َ  

ْ أَ يَبببِ يتِلّاببب ِ مْهُلْدِابببج َوَ )ئآ ببب 

ب لاب ابع فب أ اب ب سأ ي يتل ةخلا 

بب ببع جلابب اببقل يب ب بب و ، ب ب ببضع

.ر ةلار مهغ 

Artinya:

“Serulah (Wahai Muhammad, orang yang engkau diutus Rabb-mu kepada nya dengan

seruan untuk taat ke jalan Rabb-mu, yakni ke jalan Tuhanmu yang telah Dia syariatkan

 bagi makhluk-Nya yakni Islam, dengan hikmah (yakni dengan wahyu Allah yang telah diwahyukan kepadamu dan kitab-Nya yang telah Dia turunkan kepadamu) dan dengan nasihat yang baik (al-mau’izhah al-hasanah, yakni dengan peringatan/pelajaran yang

indah, yang Allah jadikan hujah atas mereka di dalam kitab-Nya dan Allah telah mengingatkan mereka dengan hujah tersebut tentang apa yang diturunkan-Nya. Sebagaimana yang banyak tersebar dalam surat ini, dan Allah mengingatkan mereka (dalam ayat dan surat tersebut) tentang berbagai kenikmatan-Nya). Serta debatlah mereka dengan cara baik (yakni bantahlah mereka dengan bantahan yang terbaik), dari selain  bantahan itu engkau berpaling dari siksaan yang mereka berikan kepadamu sebagai respon mereka terhadap apa yang engkau sampaikan. Janganlah engkau mendurhakai-Nya dengan tidak menyampaikan risalah Rabb-mu yang diwajibkan kepadamu.)

d. Tafsir al-Qurân il-‘Azhîm

عبب  مببو ببع بب ىبب ح لر  ىلا ق 

اببتكل بب ببع ببل اببو:ببج بب ابب.ةكحلا خل

(4)

بب ابب :  {ةنببسحل ةببظعلو}.ةنببسلو 

بب 

ببجول

ءالو

يتِلّابب ِ مْهُلْدِاببج َوَ } .ىبب بب  ءابب ورذحل اه مد انلا 

ببك ،ببجو اببن ىببلإ مببهن اببت  :أ {  ُسَ 

ْ أَ يَِ

وَ } :ابب ابب ،اببط ببسو ببلو بب ببسحل جلابب 

{ مْببهُنْ ِ بب ُ َ 

َ  

َ ذِلّ إِ  ُسَ 

ْ أَ يَِ يتِلّا ِ إِ  

ِ اتَكِلْ  

َْأَ لُدِا 

َ  ُ

:ببكنل]

46

ىبب ببأ ابب ،اببل بب ىلابب بب . [

قُ َ } :اق ع ىلإ اهث  ،سل اهع ،وراو

: ] { ى 

َ خْ َ وْأَ  ُ ّذَتَ َ  ُ ّ َلَ انً لَ  ْ َ لَ

44

]

مُبب َعْأَ  َببُوَ  ِ ِ ِبب َ  

ْ ببع

َ  ّببض 

َ  

ْ بب 

َ ِ مُبب َعْأَ  َببُ  

َ بب 

ّرَ  

ّإِ :لببو 

.َ ِتَهْ ُلْا ِ

ببنع ببل ببتو ،ببسلو مببهن يقل مع  :أ

مهن ض  ىع سف ذ و ، ىلإ مهعدا ،ن و

،س 

 

ع ل

،ذ أ اإ م

ع

اسحل انعو ،ل

Artinya:

“(Allah, Zat Yang Mahatinggi, berfirman dengan memerintahkan Rasul-Nya, Muhammad SAW., untuk menyeru segenap makhluk kepada Allah dengan hikmah. Ibn Jarir  menyatakan, bahwa maksud dari hal tersebut adalah apa saja yang diturunkan kepadanya  baik al-Quran, as-Sunnah. Dan nasihat yang baik, artinya dengan apa saja yang dikandungnya berupa peringatan ( zawâjir ) dan realitas-realitas manusia. Memperingatkan mereka dengannya supaya mereka waspada terhadap murka Allah SWT. Debatlah mereka dengan debat terbaik’ artinya barang siapa di antara mereka yang berhujah hingga berdebat dan berbantahan maka lakukanlah hal tersebut dengan cara yang baik, berteman, lembut, dan perkataan yang baik. Hal ini seperti firman Allah SWT. dalam surat al-‘Ankabut (29): 46 (yang artinya): Janganlah kalian berdebat dengan Ahli Kitab melainkan dengan cara  yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka. Dia memerintahkannya untuk bersikap lembut seperti halnya Dia memerintahkan hal tersebut kepada Musa a.s. dan Harun a.s. ketika keduanya diutus menghadap Fir’aun seperti disebut dalam surat Thaha (20) ayat 44 (yang artinya): Katakanlah oleh kalian berdua kepadanya  perkataan lembut semoga dia mendapat peringatan atau takut . Firman-Nya “Sesungguhnya Rabb-mu Dialah Maha Mengetahui terhadap siapa yang sesat dari jalan- Nya” artinya Sungguh Dia telah mengetahui orang yang celaka dan bahagia di antara mereka. Dan Allah telah menuliskan dan menuntaskan hal itu disisinya. Oleh karena itu, serulah mereka kepada Allah, dan janganlah engkau merasa rugi atas mereka yang sesat, sebab bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapatkan petunjuk, engkau semata-mata pemberi peringatan, engkau wajib menyampaikan dan Kami yang wajib menghisabnya.)”

(5)

4. Analisis Tafsir An Nahl ayat 125

a. Makna Hikmah

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia hikmah diartikan sebagai kebijaksanaan, kesaktian dan makna yang dalam. Secara bahasa al-hikmah berarti ketepatan dalam ucapan dan amal. Menurut ar-Raghib, al-hikmah berarti mengetahui perkara-perkara yang ada dan mengerjakan hal-hal yang baik. Menurut Mujahid, al-hikmah adalah pemahaman, akal, dan kebenaran dalam ucapan selain kenabian. At-Thabary mengatakan bahwa Hikmah dari Allah SWT bisa berarti benar dalam keyakinan dan pandai dalam din dan akal.

Adapun Abdul Aziz bin Baz bin Abdullah bin Baz  berdasarkan penelitiannya menyimpulkan bahwa hikmah mengandung arti sebagai berikut:

ذببهلو ؛ببال ةببلو ،حل ةفاكل ةحضل ةنقل ةلد :اه دلو 

ابل ب  ؛ةبظل ةبكحل ب ؛آقلاب :ىنل :سفل  ا 

.ةنسلو اتكل  ةلدا :ان :مه او ،جو  حل او

Artinya:

“Dan yang dimaksud dengan hikmah adalah: petunjuk yang memuaskan, jelas, serta menemukan (mengungkapkan) kebenaran, dan membantah kebatilan. Oleh karena itu, telah  berkata sebagian mufassir bahwa makna hikmah adalah Al-Qur’an, karena sesungguhnya Al-Qur’an adalah hikmah yang agung. Karena sesungguhnya di dalam Al Qur’an ada keterangan dan penjelasan tentang kebenaran dengan wajah yang sempurna (proporsional). Dan telah berkata sebagian yang lain bahwa makna hikmah adalah dengan petunjuk dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.”

Pernyataan Abdul Aziz Bin Baz tersebut sejalan dengan pendapat sebagian mufasir  terdahulu seperti As-Suyuthi, dan Al-Baghawi, As-Samarkandy yang mengartikan hikmah sebagai al-Quran. Dan Ibnu Katsir yang menafsirkan hikmah sebagai apa saja yang diturunkan Allah berupa al-Kitab dan As-Sunnah.

Penafsiran tersebut tampaknya masih global. Mufasir lainnya lalu menafsirkan hikmah secara lebih rinci, yakni sebagai hujjah atau dalil. Sebagian mensyaratkan hujjah itu harus bersifat qath‘i (pasti), seperti an-Nawawi Jawi. Yang lainnya, seperti al-Baidhawi, tidak mengharuskan sifat qath‘i, tetapi menjelaskan karakter dalil itu, yakni kejelasan yang menghilangkan kesamaran. An-Nawawi al-Jawi menafsirkan hikmah sebagai hujjah yang qath‘i yang menghasilkan akidah yang meyakinkan. An-Nisaburi menafsirkan hikmah sebagai hujjah yang qath‘i yang dapat menghasilkan keyakinan.

(6)

Al-Baidhawi dan Al-Khazin mengartikan hikmah dengan ucapan yang tepat (maqâlah

al-muhkamah), yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan menyingkirkan kesamaran (

ad-dalil al-muwadhdhih li al-haq wa alimuzîh li asy-syubhah). Al-Asyqar menafsirkanhikmah

dengan ucapan yang tepat dan benar (al-maqâlah al-muhakkamah ash-shahîhah).

Kesimpulannya, jumhur mufasir menafsirkan katahikmah denganhujjah atau dalil. Dari ungkapan para mufasir di atas juga dapat dimengerti, bahwa hujjah yang dimaksud adalah hujjah yang bersifat rasional (‘aqliyyah/fikriyyah), yakni hujjah yang tertuju pada akal. Sebab, para mufasir seperti al-Baidhawi, al-Alusi, Nisaburi, al-Khazin, dan an- Nawawi al-Jawi mengaitkan seruan dengan hikmah ini kepada sasarannya yang spesifik,

yakni golongan yang mempunyai kemampuan berpikir sempurna.

 Al-burhân al-‘aqlî (argumentasi logis) yang di maksud adalah argumentasi yang

masuk akal, yang tidak dapat dibantah, dan yang memuaskan. Yang dapat mempengaruhi  pikiran dan perasaan siapa saja. Sebab, manusia tidak dapat menutupi akalnya di hadapan argumentasi-argumentasi yang pasti serta pemikiran yang kuat. Argumentasi logis mampu membongkar rekayasa kebatilan, menerangi wajah kebenaran, dan menjadi api yang mampu membakar kebobrokan sekaligus menjadi cahaya yang dapat menyinari kebenaran.

Hikmah, memang, kadangkala berarti menempatkan persoalan pada tempatnya; kadangkala juga berarti hujjah atau argumentasi. Dalam ayat ini, tidak mungkin ditafsirkan dengan makna menempatkan persoalan pada tempatnya. Makna hikmah dalam ayat ini adalah hujah dan argumentasi

Dakwah atau pengajaran dengan cara hikmah, umumnya diberikan oleh seseorang untuk menjelaskan sesuatu kepada pendengarnya yang ikhlas untuk mencari kebenaran. Hanya saja, ia tidak dapat mengikuti kebenaran kecuali bila akalnya puas dan hatinya tenteram.

(7)

Sebagian mufasir menafsirkan mau’izhah hasanah (nasihat/peringatan yang baik)

secara global, yaitu nasihat atau peringatan al-Quran (mau’izhah al-Qur’an). Demikian

 pendapat al-Fairuzabadi, as-Suyuthi, dan al-Baghawi. Namun, as-Suyuthi dan al-Baghawi sedikit menambahkan, dapat juga maknanya perkataan yang lembut (al-qawl ar-raqîq).

Merinci tafsiran global tersebut, para mufasir menjelaskan sifatmau’izhah hasanah

sebagai suatu nasihat yang tertuju pada hati (perasaan), tanpa meninggalkan karakter  nasihat itu yang tertuju pada akal. Sayyid Quthub menafsirkanmau’izhah hasanah sebagai

nasihat yang masuk ke dalam hati dengan lembut (tadkhulu ilâ al-qulûb bi rifq).

An- Nisaburi menafsirkan mau’izhah hasanah sebagai dalil-dalil yang memuaskan (ad-dalâ’il  al-iqna’iyyah), yang tersusun untuk mewujudkan pembenaran (tashdîq) berdasarkan

 premis-premis yang yang telah diterima. Al-Baidhawi dan Al-Alusi menafsirkan

mau’izhah hasanah sebagai seruan-seruan yang memuaskan/meyakinkan (khithâbât al-muqni‘ah) dan ungkapan-ungkapan yang bermanfaat (al-‘ibâr al-nâafi‘ah). An-Nawawi

al-Jawi menafsirkannya sebagai tanda-tanda yang bersifat zhanni (al-amârât azh-zhanniyah)

dan dalil-dalil yang memuaskan. Al-Khazin menafsirkan mau’izhah hasanah dengan targhîb (memberi dorongan untuk menjalankan ketaatan) dan tarhîb (memberikan

ancaman/peringatan agar meninggalkan kemaksiatan).

Dari berbagai tafsir itu, karakter nasihat yang tergolong mau’izhah hasanah ada

dua:  Pertama, menggunakan ungkapan yang tertuju pada akal. Ini terbukti dengan

ungkapan yang digunakan para mufasir, seperti an-Nisaburi, al-Baidhawi, dan al-Alusi, yakni kata dalâ’il (bukti-bukti), muqaddimah (premis), dan khithâb (seruan). Semua ini

 jelas berkaitan dengan fungsi akal untuk memahami. Kedua, menggunakan ungkapan yang

tertuju pada hati/perasaan. Terbukti, para mufasir menyifati dalil itu dengan aspek  kepuasan hati atau keyakinan. An-Nisaburi, misalnya, mengunakan katadalâ’il iqnâ‘iyyah

(dalil yang menimbulkan kepuasan). Al-Baidhawi dan al-Alusi menggunakan ungkapan al-khithâbât al-muqni‘ah (ungkapan-ungkapan yang memuaskan). Adanya kepuasan dan

keyakinan (iqnâ‘ ) jelas tidak akan terwujud tanpa proses pembenaran dan kecondongan

(8)

sesuatu dalil. Di antara upaya untuk menyentuh perasaan adalah menyampaikan targhîb dantarhîb, sebagaimana ditunjukkan oleh Al-Khazin.

Al-Quran telah mempraktikkan hal tersebut, pada saat ia menyeru pemikiran ia pun mempengaruhi perasaan manusia. Oleh karena itu di dalam proses pengajaran dan  pendidikan hendaklah mengandung unsur-unsur tersebut. Adapunmau’izhah al hasanah

atau nasihat yang baik, umumnya dengan cara memberikan berita gembira dan berita  peringatan dari Allah Pencipta alam. Misalnya firman Allah SWT.dalam Surat Al-A’raf 

ayat 179:

ا َأْرَ َ  ْقَلَوَ

 

َ هُقَفْ َ َ  

ٌ  ُ ُ مْهُلَ  

ِ  ْْِوَ  

  

ِ لْ  

َ ِ  ًثِ َ مَنّهَ 

َ لِ

مْهُلَوَ اهَ ِ

مْهُلَوَ اهَ ِ  

َ و ُ 

ِ  ْ ُ َ  

ٌ ُعْأَ

اهَ ِ  

َ  ُ َسْ َ َ  

ٌ َآَ

 

َ  ِلَوأُ

 ُ ِاغَلْ مُُ  

َ  ِلَوأُ  ض

َ أَ مْُ  ْ َ  ِا َ ْْَا َ

َ

Artinya:

“Sesungguhnya Kami telah menjadikan isi neraka Jahanam itu kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai pikiran tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah). Mereka mempunyai mata tetapi tidak dipergunakan untuk memperhatikan (ayat-ayat Allah). Mereka juga mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakan untuk 

mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”.

Seruan dengan mau‘izhah hasanah ini tertuju pada orang-orang yang kemampuan  berpikirnya tidak secanggih golongan yang diseru denganhikmah, tetapi masih mempunyai fitrah yang lurus. Demikian menurut al-Baidhawi, al-Alusi, Nisaburi, al-Khazin, dan an- Nawawi al-Jawi.

Sunaryo,dkk, op.cit,Hal.421.

Al-Wahidi, Al Wajid fi Tafsir Kitab Al Ajizi, Mawaqi’ At-Tafasir ,Mesir, tt, hal. 440/ 1.Lihat juga: Al-Wahidi An- Nasyabury, Asbâb an-Nuzul , Mawaqiu’ Sy’ab, t-tp, tt, 191/1 Abu Al-Fida Ibn Umar Ibn Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al –Adzim, Tahqiq oleh Samy bin Muhammad Salamah, Dar at-Thoyyibah Linasyri Wa Tawji’, Madinah , 1420 H, Hal.613/IV.

Muhammad bin ‘Alawi Al-Maliki, Zubdah al-Itqân fî ‘Ulûm al-Qur’ân, tp, tt, t-tp, hlm. 12;.

As Sarkhasy,Ushul As Sarkhasy, Mawaqi’u ya’sub, tt, t-tp, Hal.164/I. Asy-Syaukani, Irsyâd al-Fuhûl , tp, tt, t-tp, hlm. 132;

Taqiyuddin An-Nabhani, Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah, Darul Ummah, Beirut, 1997, hal.241/III.

Muhammad bin Ahmad, Abdurrahman bin Abi Bakr al-Mahalli, As-Suyuthi, Tafsir   Jalalain, Dar ul-Hadîts, Kairo, tt, Halaman 363.

Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr bin Farah al-Qurthubi,Tafsir Al-Qurthubi, Dâr Sya’b, Kairo, 1373 H,

(9)

Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Khalid Ath Thabari, Jami’ul Bayan Fi Ta’wil Al-Qur’an, Muassatur Risalah, Mesir, 1420 H, Hal.321/17

Abu Al-Fida Ibn Umar Ibn Katsir, Tahqiq oleh Samy bin Muhammad Salamah,Tafsir

Al-Qur’an Al –Adzim,Dar At-Thoyyibah Linasyri wa Tawji’, Madinah 1420 H,Hal.613/IV.

Hasan Alwi,dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia,op.cit,Hal.401.

Ash-Shabuni, Shafwat at-Tafâsîr , tp, t-tp, tt, hal. 451/2

Shihab al-Din al-Alusi,  Rûh al-Ma’ânî , Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut. 1993.Hal.

82/XI.

Abu Jafar At-Thabari, Jâmi’ al-Bayân fî Ta’wîl al-Qur’ân, op.cit ., Hal. 269/5

Abdul Aziz bin Baz, Ad Da’wati Ilaa Allah Wa Akhlaqi Ad Da’aati, Mawaqi’u Al-Islam,

Arab Saudi, tt, Hal.25/I.

Muhammad bin Ahmad, Abdurrahman bin Abi Bakr al-Mahalli, As-Suyuthi,loc,cit. Lihat

 juga: Abu Muhammad Al Baghawi, Ma’alim At Tanjil , Dar at-Thoyyibah Linasyri Wa At

Tawji’, Madinah 1417 H, hal 52/V. Lihat juga: Abu Al Lays A Samarkandy, Bahrul Ulum,

Mawaqi’u at -Tafasir, t-tp, tt, Hal.491/2

Abu Al-Fida Ibn Umar Ibn Katsir,loc.cit 

Al-Baidhawi, Anwar At Tanjil Wa Asror At Ta’wil,Mawaqi’u At Tafasir, tp, t-tp, tt, Hal.

393/III

Lihat:An- Nawawi Al jawi, Marah Labid Tafsir An Nawawi,tp, t-tp, tt, I/516

An-Nisaburi,Tafsir An Nisabury,Mawaqiu At Tafqair, t-tp, tt, Hal 65/V

Al-Khazin,  Lubab At Ta’wil Fi Ma’ani AT Tanjil , Mawaqi’u At Tafasir, t-tp, tt.

Hal.222/IV

Sayyid Quthub, Tafsir Fi Zilalil Qur’an ,tp, t-tp, tt, Hal. 292/ XIII. An-Nisaburi, loc.cit.

Al-Baidhawi, op.cit .,Hal.394/III ; Lihat juga :Al-Alusi, Ruhul Ma’ani Fi Tafsir Al-Qur’an  Al-Adzim,Mawaqi’u at-Tafaasir, t-tp, tt Hal. 487/V.

An- Nawawi Al jawi, Marah Labid Tafsir An Nawawi,tp, t-tp, tt, Hal. 517/I

Al-Khazin,  Lubab At Ta’wil Fi Ma’ani AT Tanjil , Mawaqi’u At Tafasir, t-tp, tt.

Hal.223/IV

Sunaryo,dkk,  Al-Qur’an dan Terjemahnya,Depag RI, cet:CV Asy-Syifa,Semarang

1992,Hal.251.

Al-Wahidi, Al Wajid fi Tafsir Kitab Al Ajizi, Mawaqi’ At-Tafasir ,Mesir, tt, hal. 440/

1.Lihat

Referensi

Dokumen terkait

tentang cairan lebah dalam surat an nahl ayat 68-69 dalam pendekatan ilmu kimia.. Penafsiran surat an nahl ayat 68-69 dalam beberapa karya tafsir yang telah

Ayat ini hanyalah menunjukkan kebolehan untuk melakukan pembalasan atas suatu kesalahan, asal saja dalam batas seimbang dan sepadan dengan kesalahan itu dan bukan

Ia menyeru mereka agar melengkapi dirinya dengan berbagai metode (pengajaran), agar berhasil dalam menghadapi berbagai jenis peserta didik , sebab seseorang tidak dapat

al- Qur‟an diturunkan tidak hanya terbatas pada pemberi pedoman untuk satu aspek kehidupan suatu kelompok tertentu saja, tetapi juga mencakup berbagai aspek kehidupan manusia,

Cara rasul menolak ketololan serta kebodohan kaum musyrik dengan cara yang sangat bertentangan dengan perbuatan mereka, yaitu dengan cara yang halus, tegas dan bijaksana

Selain itu ayat ini juga menerangkan bagaimana cara seorang guru memberikan sebuah hukuman terhadap peserta didiknya ketika melakukan suatu kesalahan yang telah

Artinya Isma’il ingin menyampaikan hal lain di balik kalimatnya itu bahwa perintah apa pun yang diperintahkan Allah SWT kepada ayahnya terhadap dirinya hendaknya

Dari hasil penelitian diperoleh 3 tiga metode bimbingan dan konseling dalam surat– an-Nahl ayat 125, tiga metode tersebut adalah : 1 metode al-hikmah yang bisa dilakukan melalui