• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGHITUNGAN BENIH UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DENGAN METODE PENGOLAHAN CITRA DWI ARIS SETIAWAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGHITUNGAN BENIH UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DENGAN METODE PENGOLAHAN CITRA DWI ARIS SETIAWAN"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

PENGHITUNGAN BENIH UDANG VANAME (

Litopenaeus

vannamei

) DENGAN METODE PENGOLAHAN CITRA

DWI ARIS SETIAWAN

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penghitungan Benih Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) dengan Metode Pengolahan Citra adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016 Dwi Aris Setiawan NIM F14120056

(4)

ABSTRAK

DWI ARIS SETIAWAN. Penghitungan Benih Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) dengan Metode Pengolahan Citra. Dibimbing oleh MOHAMAD SOLAHUDIN.

Penghitungan benih udang vaname secara manual memiliki beberapa kelemahan yaitu: subyektifitas penghitungan, waktu yang lama, kelelahan dalam penghitungan dan akurasi yang tidak memadai khususnya untuk menghitung benih udang dalam jumlah yang besar. Melihat kondisi tersebut, maka diperlukan metode penghitungan benih udang yang dapat melakukan penghitungan secara cepat dan akurasi yang baik. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan metode penghitungan benih udang vaname dengan pengolahan citra menggunakan bahasa pemrograman C# (C-Sharp), serta untuk menentukan nilai dari parameter-parameter yang dibutuhkan dalam perancangan mesin penghitung benih udang berbasis kamera CCD. Pengambilan citra menggunakan kamera CCD dengan sistem backlight. Program pengolahan citra dibangun menggunakan bahasa pemrograman C#. Pengolahan citra yang dilakukan terdiri dari proses cutting citra, thresholding, dilasi dan labeling. Nilai akurasi penghitungan benih udang menggunakan program pengolahan citra adalah sebesar 98.49 %. Waktu penghitungan benih udang rata-rata menggunakan program pengolahan citra adalah sebesar 1.70 detik/citra dengan simpangan baku 0.15 detik. Waktu penghitungan per ekor benih sebesar 0.027 detik.

Kata kunci: Penghitungan, benih udang vaname, pengolahan citra, sistem backlight

ABSTRACT

DWI ARIS SETIAWAN. Vaname (Litopenaeus vannamei) Shrimp Fry Counting using Image Processing Method. Supervised by MOHAMAD SOLAHUDIN.

Vaname shrimp fry counting manually has some weaknesses, such as: subjectivity in counting, take too much time, exhausted in counting and inadequate accuracy particularly in shrimp fry counting in many amounts. Considering that condition, therefore a fast and good accuracy method in shrimp fry counting is needed. The purposes of this study are to develop a method in vaname shrimp fry counting through image processing by using C# (C-Sharp) language progamming, also determine the value of parameters which is needed in creating a machine to count shrimp fry based on CCD camera. Images taken using CCD camera with backlight system. The image processing program was developed using C# language progamming. Image processing processes are consist of image cutting, thresholding, dilation and labeling. Accuracy value of shrimp fry counting using image processing program is 98.49%. The average time of shrimp fry counting using image processing program is 1.70 second/image with standard deviation is 0.15 second. Time counting per fry is 0.027 second.

(5)

PENGHITUNGAN BENIH UDANG VANAME (

Litopenaeus

vannamei

) DENGAN METODE PENGOLAHAN CITRA

DWI ARIS SETIAWAN

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Penghitungan Benih Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) dengan Metode Pengolahan Citra

Nama : Dwi Aris Setiawan NIM : F14120056

Disetujui oleh

Dr Ir Mohamad Solahudin, Msi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Desrial, MEng Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wata’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2016 ini ialah pengolahan citra, dengan judul Penghitungan Benih Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)dengan Metode Pengolahan Citra.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Mohamad Solahudin, M.Si selaku pembimbing akademik, Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr dan Dr. Liyantono, STP, M.Agr selaku penguji yang telah memberikan arahan, saran, dan nasihat kepada penulis hingga terselesaikannya tugas akhir ini. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staff pengajar Teknik Mesin dan Biosistem atas ilmu yang telah diberikan selama mengemban pendidikan di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada Andrinova, Fadel, Nugroho, Giska, Fatur dan teman-teman TMB angkatan 49 atas bantuan dan dukungan moril kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016 Dwi Aris Setiawan

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) 2

Citra Digital 3

Pengolahan Citra 4

Operasi Morfologi 7

Penelitian Terdahulu 8

METODE 9

Waktu dan Tempat 9

Bahan dan Alat 9

Prosedur 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Penentuan Ketinggian Kamera 13

Sistem Akuisisi Citra 14

Penentuan Batas Thresholding 16

Pembuatan Program 17

Pengolahan Citra 18

Pengujian Program 21

SIMPULAN DAN SARAN 25

Simpulan 25

Saran 26

DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN 28

(12)

DAFTAR TABEL

1 Produksi udang vaname tahun 2010-2014 2

2 Akurasi rata-rata program penghitung benih udang 22 3 Waktu penghitungan menggunakan program penghitung benih udang 24

4 Tabel anova 24

DAFTAR GAMBAR

1 Penghitungan benih udang manual 3

2 Benih udang vaname 3

3 Sistem koordinat citra 4

4 Elemen-elemen dari sistem pengolahan citra 5

5 Skema ruang warna RGB 6

6 Contoh structuring element 7

7 Ilustrasi operasi dilasi (a) dan erosi (b) 8 8 Algoritma image cropping untuk menghitung jumlah benih

udang 11

9 Diagram alir tahapan-tahapan penelitian 12

10 Grafik hubungan antara jarak pemotretan dengan panjang dan

lebar citra 13

11 Baki kaca 14

12 Kualitas citra hasil pencahayaan dengan sistem frontlight (a) dan

backlight (b) 15

13 Desain sistem akuisisi citra 15

14 Set up perangkat akuisisi citra 16

15 Desain antarmuka program akuisisi citra 16

16 Interface proses tuning nilai pembatas thresholding pada aplikasi

ImageJ 17

17 Desain antarmuka program pengolahan citra 18 18 Citra sebelum proses resize image (a) dan citra setelah proses

resize image (b) 19

19 Citra sebelum di-threshold (a) dan citra setelah di-threshold (b) 19 20 Hasil thresholding (a) hasil satu kali dilasi (b) hasil dua kali dilasi

(c) dan hasil tiga kali dilasi (d) 20

21 Proses penggabungan piksel satu ekor benih udang yang terpisah 20

22 Tampilan hasil penghitungan benih udang 21

23 Dua ekor benih udang yang bersinggungan dihitung sebagai satu

ekor 22

24 Satu ekor benih udang hilang karena terdeteksi sebagai

background 23

25 Satu ekor benih udang dihitung sebagai dua ekor 23 26 Contoh tampilan program setelah tombol proses ditekan 23 27 Ilustrasi citra dengan peningkatan luasan tangkapan citra sebesar

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tabel uji coba pengukuran hubungan ketinggian kamera terhadap

panjang dan lebar citra 28

2 Tabel akurasi program penghitung benih udang 29 3 Tabel waktu penghitungan menggunakan program pada berbagai

(14)
(15)

32

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Salah satu subsektor pertanian yaitu perikanan khususnya udang memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan. Udang adalah salah satu komoditas ekspor perikanan andalan Indonesia. Udang vaname dan udang windu adalah dua komoditas utama untuk ekspor komoditas udang Indonesia. Saat ini para petambak udang lebih menyukai udang vaname dibandingkan udang windu. Udang vaname adalah komoditas yang didatangkan dari Amerika Latin untuk menanggulangi kendala pembudidayaan udang windu yang banyak terserang virus White Spot (WWSV). Udang vaname memiliki beberapa keunggulan, antara lain: induk sudah dapat didomestikasi (tidak tergantung dari alam), lebih tahan terhadap serangan virus, dan dapat dipelihara dengan kepadatan yang tinggi (Widigdo 2013).

Pembudidayaan udang vaname secara garis besar terbagi menjadi dua kegiatan utama, yaitu pembenihan dan pembesaran. Kegiatan pembenihan dilakukan oleh perusahaan pembenihan atau yang dikenal dengan hatchery maupun oleh para pembenih skala rumah tangga. Pada kegiatan pembenihan terdapat proses penghitungan benih udang pada saat akan dijual ke para konsumen. Sampai saat ini proses penghitungan masih dilakukan secara manual. Penghitungan benih ikan atau udang yang dilakukan dengan cara manual memiliki banyak kelemahan, antara lain : subyektifitas penghitungan, waktu yang lambat, kelelahan dalam penghitungan, serta akurasi yang tidak memadai khususnya untuk menghitung benih ikan atau udang dalam jumlah yang besar (Seminar 2000). Kelemahan penghitungan benih secara manual menjadi masalah tersendiri khususnya banyak waktu yang terbuang untuk melakukan kegiatan tersebut.

Saat ini pemanfaatan teknologi machine vision telah secara luas dipergunakan untuk mengganti fungsi penglihatan pada manusia. Penggunaan kamera CCD atau kamera digital pada berbagai bidang terbukti mampu menggantikan fungsi indera penglihatan manusia. Kelebihan teknologi tersebut adalah mampu melakukan pekerjaan secara cepat dan konsisten. Teknologi tersebut berpeluang besar untuk dikembangkan karena murah, tersedia dan mudah dibuat.

Pengembangan teknologi berbasis pengolahan citra dengan kamera sebagai penangkap gambar sangat mungkin dikembangkan pada proses penghitungan benih udang. Teknologi pengolahan citra diharapkan mampu membantu penghitungan benih udang secara cepat, akurat dan murah. Benih udang dapat dihitung jumlahnya menggunakan program pengolahan citra dari gambar atau foto benih udang.

(16)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode penghitungan benih udang vaname dengan pengolahan citra menggunakan bahasa pemrograman C# (C-Sharp), serta untuk menentukan nilai dari parameter-parameter yang dibutuhkan dalam perancangan mesin penghitung benih udang berbasis kamera CCD.

TINJAUAN PUSTAKA

Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)

Udang vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan udang asli Amerika Latin. Peresmian masuknya udang vaname di Indonesia oleh pemerintah (Departemen Kelautan dan Perikanan) dilaksanakan pada tahun 2002 (Widigdo 2013). Produksi udang vaname di Indonesia selama lima tahun terakhir terus meningkat. Peningkatan produksi udang tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Produksi udang vaname tahun 2010-2014

Tahun Produksi (ton)

2010 206578

2011 246420

2012 251763

2013 390278

2014 411729

Sumber : Direktorat Jendral Perikanan Budidaya (2016)

Perkembangan hidup udang vaname mengalami proses alih bentuk berkali-kali. Telur udang vaname akan menetas menjadi larva dan setelah mengalami perubahan bentuk berkali-kali kemudian larva menjadi post larva, dan selanjutnya menjadi juwana yang menyerupai udang dewasa (Mukti 2006).

Perkembangan larva diawali dengan stadia nauplis yang terjadi setelah telur menetas selama 10-13 jam setelah pemijahan. Stadia berikutnya adalah zoea, stadia ini memiliki tiga substadia yang berlangsung selama 6 hari dan mengalami alih bentuk tiga kali. Stadia zoea berakhir setelah badan larva tampak melengkung dan selanjutnya larva berubah menjadi stadia mysis. Stadia ini terdiri dari tiga substadia yang berlangsung selama 4-5 hari dan mengalami alih bentuk tiga kali. Selanjutnya stadia mysis mengalami alih bentuk menjadi stadia post larva yang sudah menyerupai udang dewasa.

Benih udang vaname yang cukup serta berkualitas baik bisa diperoleh dari usaha pembenihan udang di hatchery. Kegiatan pembenihan udang vaname berlangsung hingga stadia post larva. Setelah itu benih dijual ke konsumen untuk ditebar di tambak. Penjualan benih udang ke konsumen ini sebelumnya akan melewati proses penghitungan terlebih dahulu seperti pada Gambar 1. Benih udang vaname yang siap untuk dijual dapat dilihat pada Gambar 2. Proses

(17)

3 pembesaran benih udang menjadi udang dewasa akan berlangsung ditambak. Menurut SNI (2009) ukuran panjang benih siap tebar untuk dibesarkan di tambak minimal 8.5 mm.

Sumber : http://www. aaccooperative.com/

Gambar 1 Penghitungan benih udang manual

Gambar 2 Benih udang vaname

Citra Digital

Citra merupakan sekumpulan titik-titik dari gambar yang berisi informasi warna dan tidak bergantung pada waktu. Titik-titik tersebut menggambarkan posisi koordinat dan menunjukkan warna citra. Warna citra didapat melalui penjumlahan nilai Red, Green, Blue (RGB) (Arymurty dan Suryana 1992). Citra digital dapat dinyatakan sebagai fungsi dua dimensi f(x,y), dengan x maupun y

(18)

4

adalah posisi koordinat sedangkan f merupakan amplitudo pada posisi (x,y) yang sering dikenal sebagai intensitas (Purnomo dan Muntasa 2010). Citra digital dihasilkan dengan cara mengkonversi data kontinu menjadi bentuk digital. Konversi citra ke bentuk digital meliputi dua proses yaitu sampling dan quantization. Sampling adalah pendigitasian nilai koordinat, sedangkan quantization adalah pendigitasian nilai amplitudo (Prasetyo 2011).

Sebuah citra f(x,y) terdiri dari N kolom dan M baris, dimana perpotongan antara kolom dan baris disebut piksel atau elemen terkecil dari sebuah citra (Kusumanto dan Tompunu 2011). Menurut Prasetyo (2011) Image origin (titik awal citra) didefinisikan pada koordinat (0,0). Sistem koordinat citra dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Sistem koordinat citra

Sistem koordinat citra pada Gambar 3 dapat direpresentasikan dengan sebuah matriks dua dimensi f(x,y) berikut ini :

[ ] Pengolahan Citra

Pengolahan citra (image processing) merupakan proses mengolah piksel-piksel didalam citra digital untuk tujuan tertentu. Seiring dengan perkembangan komputer, pengolahan citra mempunyai dua tujuan utama, yaitu yang pertama memperbaiki kualitas citra dimana citra yang dihasilkan dapat menampilkan informasi secara jelas, dan yang kedua mengekstraksi informasi ciri yang

(19)

5 menonjol pada suatu citra dimana manusia mendapatkan informasi ciri dari citra secara numerik atau dengan kata lain komputer melakukan interpretasi terhadap informasi yang ada pada citra melalui besaran-besaran data yang dapat dibedakan secara jelas (Noercholis et al. 2013).

Citra digital diperoleh dengan sistem perangkat citra digital yang melakukan penjelajahan citra membentuk suatu matriks dimana elemen-elemennya menyatakan nilai intensitas cahaya pada suatu himpunan diskrit dari titik. Gambar 4 menunjukkan elemen-elemen dari sistem pengolahan citra.

Gambar 4 Elemen-elemen dari sistem pengolahan citra (Arymurty dan Suryana 1992)

Monitor atau grafik komputer menggunakan model warna RGB (red, green, blue) yaitu suatu model warna yang didasarkan pada pembentukan warna melalui kombinasi ketiga warna pokok merah, hijau, biru untuk merepresentasikan suatu warna (Ahmad 2005). Gambar 5 menampilkan skema ruang warna RGB. Pada gambar tersebut, diasumsikan semua nilai warna telah dinormalisasi sehingga range nilai yang dihasilkan adalah (0,1). Nilai warna utama RGB terdapat pada sudut utama sumbu koordinat. Sudut-sudut kubus selain sudut utama merepresentasikan nilai warna sekunder yang dihasilkan dari paduan warna utama. Warna sekunder tersebut yaitu cyan, magenta dan yellow. Titik pusat koordinat (0,0,0) merepresentasikan warna hitam,sedangkan warna putih terletak di sudut kubus yang letaknya paling jauh dari titik pusat atau di koordinat (1,1,1). Diagonal ruang yang ditarik dari (0,0,0) sampai (1,1,1) merupakan range nilai yang akan menghasilkan warna gradasi keabuan.

Citra Masukan Komputer Digital Penyimpan Bingkai Citra Monitor Peraga

Sensor Analog ke Konversi Digital

Citra Digital

(20)

6

Gambar 5 Skema ruang warna RGB

Berdasarkan intensitas cahaya yang dimiliki oleh piksel dalam sebuah citra. Citra digital dibagi menjadi tiga macam, yaitu citra warna, citra abu-abu, dan citra biner. Citra warna tersusun dari kombinasi 256 intensitas warna dasar (red, green, blue). Setiap piksel adalah gabungan ketiga warna tersebut, sehingga masing-masing piksel memiliki tiga komposisi warna (Purnomo dan Muntasa 2010). Greyscaling adalah proses perubahan nilai piksel dari warna (RGB) menjadi grey-level atau sering disebut juga sebagai greyscale. Pada dasarnya proses ini dilakukan dengan meratakan nilai piksel dari 3 nilai RGB menjadi 1 nilai. Proses Greyscaling secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :

(1)

Gs adalah nilai greyscale dari proses Greyscaling. R adalah nilai warna merah, G adalah nilai warna hijau dan B adalah nilai warna biru.

Citra biner dihasilkan melalui citra warna yang telah mengalami proses binerisasi. Operasi yang bisa digunakan untuk binerisasi adalah thresholding (Ahmad 2009). Thresholding citra adalah metode yang digunakan untuk memisahkan antara objek dan background-nya. Thresholding merupakan teknik yang sederhana dan efektif untuk segmentasi citra. Segmentasi citra adalah proses pemisahan citra menjadi beberapa bagian yang homogen dan mengekstrak bagian-bagian tersebut menjadi beberapa objek yang akan diamati (Gonzales dan Woods 2003). Menurut Nilasari (2014) proses thresholding secara matematis didefinisikan sebagai berikut :

g {

(2)

g(x,y) adalah citra biner dari citra greyscale f(x,y) dan T adalah nilai threshold. Ahmad (2009) juga menjelaskan bahwa proses thresholding adalah mengubah piksel-piksel obyek pada citra warna menjadi piksel-piksel dengan intensitas maksimum (255) pada citra biner dan mengubah piksel-piksel latar belakang pada citra warna menjadi piksel-piksel dengan intensitas minimum (0)

(21)

7 pada citra biner, atau sebaliknya (obyek dengan nilai intensitas 0 dan latar belakang dengan nilai intensitas 255 pada citra biner yang dihasilkan).

Operasi Morfologi

Teknik pengolahan citra yang didasarkan pada bentuk segmen atau region dalam citra disebut sebagai operasi morfologi (Pratama 2016). Operasi morfologi pada pengolahan citra bertujuan untuk mengubah setruktur bentuk objek yang terkandung dalam citra. Operasi morfologi biasanya diterapkan pada citra biner. Menurut Tambe et al. (2013) ada empat operasi dasar pemrosesan morfologi yaitu dilasi, erosi, opening dan closing. Operasi dilasi adalah memuaikan objek dalam sebuah citra dimana besarnya pemuaian didasarkan pada structuring element. Operasi erosi adalah menyusutkan objek dalam sebuah citra dimana besarnya penyusutan didasarkan pada structuring element (Amalorpavam et al. 2013). Menurut Raid et al. (2014) opening adalah operasi erosi yang diikuti dengan operasi dilasi menggunakan structuring element yang sama dan closing adalah operasi dilasi yang diikuti dengan operasi erosi menggunakan structuring element yang sama. Gambar 6 menunjukkan contoh dari structuring element.

Gambar 6 Contoh structuring element

Jika diberikan fungsi A yang mempresentasikan citra, dimana A ϵ Z2 dan fungsi B menunjukkan structuring element. Dilasi citra oleh structuring element didefinisikan sebagai berikut :

(3)

Dilasi dari suatu himpunan A dengan B adalah suatu himpunan dari semua elemen A dan B dengan pergeseran sebanyak z, dengan syarat A bertumpang tindih dengan B setidaknya satu elemen. Erosi citra oleh structuring element didefinisikan sebagai berikut :

(4)

Erosi dari suatu himpunan A dengan B adalah suatu himpunan dari semua elemen A dan B dengan pergeseran sebanyak z, dengan syarat B berada pada A. Gambar 7 menunjukkan ilustrasi operasi dilasi dan erosi.

(22)

8

Gambar 7 Ilustrasi operasi dilasi (a) dan erosi (b)

Penelitian Terdahulu

Seminar (2000) membuat desain alat penghitung bibit ikan dengan multisensor paralel. Prinsip kerja dari alat penghitung bibit ikan ini adalah bibit ikan yang akan dihitung dialirkan melalui pipa transparan sehingga kehadiran ikan pada pipa dapat terdeteksi oleh sensor yang telah terpasang pada pipa. Hasil pembacaan oleh sensor kemudian dijumlahkan secara pararlel untuk memperoleh hasil penghitungan. Pengujian performasi alat ini belum dilaksanakan sehingga belum diketahui seberapa besar akurasi dan kecepatan penghitungannya.

Saksanni (2008) menggunakan pengolahan citra dalam pemutuan dan penghitungan benih ikan lele pada tiga kondisi pencahayaan yang berbeda. Kondisi-kondisi pencahayaan tersebut yaitu pada ruang terbuka, dibawah naungan sinar matahari, dan di ruang dengan pencahayaan terkondisi. Parameter yang digunakan untuk menentukan mutu benih ikan yaitu parameter luas dan parameter panjang. Pengujian di ruang terbuka diperoleh akurasi sebesar 77.78% dengan parameter luas dan sebesar 61.79% dengan parameter panjang. Pengujian di bawah naungan sinar matahari diperoleh akurasi sebesar 86.67% dengan parameter luas dan sebesar 83.33% dengan parameter panjang. Pengujian di ruang terkondisi diperoleh akurasi sebesar 87.78% dengan parameter luas dan sebesar 64.44% dengan parameter panjang. Kelemahan pada penelitian ini yaitu belum mampu mengenali bintik putih di tubuh ikan lele akibat pemantulan sinar, belum mampu menanggulangi cacat pada citra objek akibat riak air, dan belum mampu mengenali dan memisahkan objek ikan lele yang bersinggungan.

Adhi (2011) membuat metode penghitungan benih ikan lele dengan pengolahan citra dan metode penimbangan benih. Pengambilan citra dilakukan pada waktu 5 detik, 10 detik, dan 15 detik setelah benih dituang di dalam wadah. Pada penelitian tersebut diperoleh bahwa waktu terbaik untuk pengambilan citra yaitu saat benih berada dalam wadah dengan selang waktu 5 detik setelah dituang. Error rata-rata yang dihasilkan pada waktu terbaik tersebut sebesar 3.5%. Beberapa kelemahan pada penelitian tersebut adalah masih ada bayangan yang ikut serta dalam wadah yang tidak terhapus saat dilakukan thresholding dan belum mampu memisahkan secara detil objek yang berhimpun.

Mulyanti (2013) melakukan pemilihan parameter pengolahan citra yang optimal untuk penghitungan benih dan telur ikan. Pengambilan citra dilakukan pada pencahayaan alami menggunakan telepon seluler dan kamera digital. Nilai

(23)

9 threshold ditentukan dengan dua cara yaitu: menggunakan presentil greyscale citra benih ikan dan menunjuk warna patokan citra benih ikan. Penentuan nilai threshold dengan presentil greyscale menghasilkan akurasi penghitungan pada benih ikan lele 90.07%, patin 1'' 84.75%, gurame kuku 86.11%, gurame gabah 86.09% dan telur gurame 83.33%. Penentuan threshold dengan menunjuk warna citra ikan menghasilkan akurasi pada benih ikan nila sebesar 93.33%, patin 1'' 90.00%, lele 80.65%, gurame kuku 93.29%, gurame kwaci 89.82%, gurame gabah 84.90% dan telur gurame 91.72%. Pada penelitian ini, program penghitung benih ikan yang dirancang belum mampu menghitung secara detil pada benih dan telur ikan yang bergerombol dalam jumlah banyak dan belum dapat memisahkan antara objek dengan bayangan pada pinggiran nampan. Penentuan nilai threshold dengan presentil greyscale citra benih ikan pada kecerahan objek yang berbeda-beda mempengaruhi hasil thresholding dan hasil penghitungan benih ikan.

Sinukun et al. (2014) melakukan identifikasi jumlah citra nener menggunakan metode blob. Pengambilan citra dilakukan di dalam suatu ruangan yang tidak kontak langsung dengan sinar matahari. Air dalam wadah sebagai tempat nener diukur paling tinggi 3 cm. Wadah yang digunakan berlatar belakang putih. Pada penelitian ini dilakukan dua kali pengujian dimana hasil pengujian kedua lebih baik daripada pengujian pertama. Hal ini dikarenakan pada pengujian pertama warna latar pada saat pengambilan citra kurang bersih dan banyak nener yang tumpang tindih. Kelemahan pada penelitian ini adalah sistem belum mampu memisahkan objek yang tumpang tindih.

METODE

Waktu danTempat

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Bioinformatika (TBI) dan Laboratorium Manufaktur Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2016 hingga Juli 2016.

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) yang didapatkan dari hatchery PT Central Bahari Pertiwi, Kecamatan Kragan, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.

Alat yang digunakan adalah kamera CCD resolusi 720 x 576 piksel bersensor 1/3" HAD CCD untuk menangkap citra benih udang, baki kaca untuk wadah benih udang, LED untuk cahaya penerang, laptop ASUS A46CM Intel Core(TM)i3 @1,8 GHz RAM 4 GB dan easy capture untuk interface antara laptop dan kamera CCD. Software yang digunakan adalah SharpDevelop 5.1 RC untuk membuat aplikasi pengolahan citra, ImageJ untuk proses tuning pada penentuan batas thresholding dan Microsoft Excel untuk mengolah data awal dan pembuatan grafik.

(24)

10

Prosedur

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan. 1. Persiapan bahan dan alat

Benih udang yang digunakan dalam penelitian ini memiliki ukuran panjang 6 mm – 8.5 mm. Baki kaca transparan disiapkan sebagai tempat benih udang saat pengambilan citra. Ketinggian air di dalam baki diatur setinggi 0.5 cm agar benih udang tidak saling tumpang tindih satu sama lain. Baki kaca diletakkan di atas sebuah sistem backlight dengan LED sebagai cahaya penerang dan background yang digunakan berwarna putih. Kamera CCD diletakkan tegak lurus diatas baki.

2. Pembuatan program pengolahan citra

Program pengolahan citra dibuat menggunakan software SharpDevelop yang merupakan sebuah kompiler dan IDE (Integrated development environment) open source untuk visual C#. Program pengolahan citra ini berfungsi untuk mengolah citra benih udang dan menghitung jumlahnya. 3. Penghitungan jumlah benih udang aktual

Penghitungan jumlah benih udang aktual dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakuan pengambilan citra. Hasil penghitungan jumlah benih aktual dicatat sebagai data dan dibandingkan dengan hasil penghitungan benih udang menggunakan pengolahan citra.

4. Pengambilan citra

Pengambilan citra dilakukan dengan menggunakan kamera CCD. Hasil tangkapan citra dari kamera CCD ditampilkan di monitor komputer dan disimpan dengan format JPG.

5. Pengolahan citra

Citra yang telah diambil dimasukkan ke program pengolahan citra yang telah dibuat sebelumnya. Beberapa proses dilakukan pada tahap pengolahan citra. Proses yang digunakan adalah cutting citra, binerisasi (thresholding) dan dilasi sebanyak tiga kali. Proses selanjutnya adalah pencacahan citra benih udang dengan metode labeling yang berfungsi untuk menghitung jumlah benih udang yang telah dibinerisasi dan didilasi. Algoritma labeling ditunjukkan pada Gambar 8.

6. Pengujian program

Pengujian program dilakukan untuk mengetahui tingkat akurasi dan lama waktu penghitungan. Hasil penghitungan jumlah benih udang aktual dibandingkan dengan hasil penghitungan menggunakan pengolahan citra untuk mengetahui tingkat akurasi. Modifikasi program dilakukan jika akurasi yang diperoleh kurang baik.

(25)

11

Gambar 8 Algoritma labeling untuk menghitung jumlah benih udang Selesai

Jumlah benih = Nolabel Ya Nilai piksel tetangga =255 Seluruh piksel telah dicek? Ya Nilai piksel =255 Nolabel = 0 Mulai

Ubah nilai piksel menjadi = Nolabel

Nolabel=Nolabel+1 Cek piksel

Cek 8 piksel tetangga Tidak

Tidak

Ya

(26)

12

Gambar 9 Diagram alir tahapan-tahapan penelitian Ya

Mulai

Pengambilan data Pengambilan citra benih udang Penghitungan jumlah

benih udang aktual

Perbandingan jumlah benih aktual dengan hasil pengolahan citra

Pembuatan program pengolahan citra

Cutting citra Thresholding Pengolahan Citra Akurasi sesuai - Ketinggian kamera - Ukuran baki

- Ketinggian air di dalam baki - Waktu penghitungan

Tidak

Persiapan alat dan penentuan nilai-nilai parameter untuk program

Modifikasi program Dilasi sebanyak tiga

kali

Penghitungan jumlah benih udang dengan

metode labeling

Selesai Jumlah benih udang

aktual

Jumlah benih udang dari hasil pengolahan citra

(27)

13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Ketinggian Kamera

Ketinggian kamera atau jarak pemotretan mempengaruhi panjang dan lebar tangkapan citra. Sehingga ketinggian kamera harus disesuaikan agar tangkapan citra yang dihasilkan mewakili seluruh luasan citra yang diinginkan. Format citra hasil tangkapan kamera pada penelitian ini adalah 720 x 576 piksel atau dengan rasio citra 5 : 4. Panjang dan lebar tangkapan citra yang diinginkan diperoleh dengan mengatur ketinggian kamera pada nilai tertentu. Hubungan ketinggian kamera terhadap panjang dan lebar citra mengikuti persamaan berikut :

P = 1.0282 x T + 2.0537 (5)

L = 0.7464 x T + 1.4907 (6)

Keterangan :

P = Panjang citra (cm), L = Lebar citra (cm), T = Tinggi kamera (cm)

Persamaan tersebut diatas diperoleh dari uji coba pengukuran hubungan jarak pemotretan terhadap panjang dan lebar citra. Jarak minimal pemotretan yang digunakan pada uji coba tersebut adalah 10 cm. Data uji coba ditampilkan pada Lampiran 1. Gambar 10 berikut ini menunjukkan grafik hubungan antara jarak pemotretan dengan panjang dan lebar citra.

Gambar 10 Grafik hubungan antara jarak pemotretan dengan panjang dan lebar citra

Dengan menggunakan persamaan grafik tersebut diatas diperoleh jarak pemotretan untuk menangkap benih udang di dalam baki adalah 16 cm. Panjang dan lebar citra yang dihasilkan menggunakan jarak pemotretan tersebut masing-masing sebesar 18.5 cm dan 13.4 cm. Jarak pemotretan tersebut sudah dapat

R² = 0,9999 R² = 0,9997 0 5 10 15 20 25 30 0 5 10 15 20 25 30 P an jan g atau L eb ar C itra ( cm ) Tinggi Kamera (cm) Panjang Lebar

(28)

14

menangkap seluruh benih udang di dalam baki yang diatur ketinggian airnya sebesar 0.5 cm. Gambar 11 menunjukkan baki kaca yang digunakan pada penelitian ini.

Gambar 11 Baki kaca

Sistem Akuisisi Citra

Benih udang vaname mempunyai karakteristik berukuran kecil dengan bintik hitam di kepala dan memiliki warna tubuh yang transparan. Karakteristik tersebut berbeda dengan benih ikan yang warna tubuhnya terlihat jelas. Pada penelitian ini telah dilakukan uji coba dengan sistem frontlight. Pada sistem tersebut cahaya penerang diberikan diatas wadah udang dengan pencahayaan terkondisi. Citra yang dihasilkan melalui sistem frontlight kurang baik. Benih udang tidak terlihat jelas bahkan ada yang tidak tampak pada citra yang dihasilkan. Kondisi tersebut menyebakan proses thresholding menjadi susah, sehingga penghitungan benih udang tidak bisa dilakukan dengan baik.

Uji coba selanjutnya adalah menggunakan sistem backlight. Sistem ini bertolak belakang dengan sistem frontlight sebelumnya dimana cahaya penerang diberikan dari bawah objek. Jahari et al. (2012) mengembangkan double lighting machine vision system untuk monitoring kualitas gabah hasil panen. Sistem frontlight dan backlight digunakan pada penelitian tersebut. Gambar yang dihasilkan dari sistem backlight pada penelitan tersebut berupa gambar silhouette. Riadi (2003) juga mengembangkan metode evaluasi mutu ribbed smoked sheet (RSS) menggunakan pengolahan citra. Penelitian tersebut menggunakan sistem frontlight dan backlight. Desain sistem baclight pada penelitian tersebut berupa kotak berlapis mika dengan lampu yang diletakkan di dalam kotak.

Citra yang dihasilkan melalui sistem backlight lebih baik dibandingkan sistem frontlight seperti yang terlihat pada Gambar 12. Benih udang terlihat jelas sehingga memudahkan proses thresholding. Sistem backlight juga memiliki kelebihan lain yaitu tidak ada cahaya pantulan dari air karena cahaya penerang diberikan dari bawah. Sistem backlight akhirnya dipilih pada penelitian ini. Sistem akuisisi citra pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 13.

(29)

15

Gambar 12 Kualitas citra hasil pencahayaan dengan sistem frontlight (a) dan backlight (b)

Sistem akuisisi citra pada Gambar 13 menggunakan LED sebagai cahaya penerang. Background yang digunakan berbahan kertas dengan warna putih. Warna putih dipilih untuk memudahkan pemisahan objek dengan latar belakang pada proses thresholding. Lapisan background juga berfungsi untuk memendarkan cahaya dari LED sehingga merata kesemua sisi. Baki kaca yang berisi benih udang diletakkan diatas pelat transparan berbahan akrilic dan kamera diletakkan tegak lurus diatasnya.

Gambar 13 Desain sistem akuisisi citra

Pengambilan citra dilakukan menggunakan sistem diatas dengan tambahan perangkat lain yaitu komputer dan easy capture. Set up perangkat akuisisi citra dapat dilihat pada Gambar 14. Kamera digunakan untuk menangkap citra benih udang yang berada pada baki kaca. Easy capture yang dihubungkan melalui USB port berfungsi sebagai interface antara kamera dan komputer. Pemotretan citra

Kamera Baki kaca Pelat transparan Lapisan background LED a b

(30)

16

dilakukan menggunakan program akuisisi citra yang telah dibuat menggunakan software SharpDevelop. Tampilan program akuisisi citra ditunjukkan pada Gambar 15.

Gambar 14 Set up perangkat akuisisi citra

Gambar 15 Desain antarmuka program akuisisi citra

Program akuisisi citra pada Gambar 15 diatas terdiri dari dua picture box, yaitu picture box 1 dan picture box 2. Picture box 1 untuk menampilkan mode live streaming dan picture box 2 untuk menampilkan hasil pemotretan yang berupa 1 frame citra. Tombol start untuk memulai menampilkan video streaming dari kamera. Tombol capture untuk melakukan pemotretan. Tombol save untuk menyimpan citra hasil pemotretan pada picture box 2 dan tombol close untuk keluar dari program.

Komputer Easy capture Kamera Baki kaca Sistem backlight

(31)

17

Penentuan Batas Thresholding

Proses thresholding digunakan untuk memisahkan objek (benih udang) dengan background. Proses thresholding mengubah piksel background menjadi hitam (0) dan piksel benih udang menjadi putih (255). Nilai greyscale digunakan sebagai batas thresholding pada penelitian ini.

Penentuan batas thresholding dilakukan dengan cara mengatur (tuning) nilai greyscale sampai diperoleh hasil citra dimana objek (benih udang) dan background terlihat nyata berbeda. Aplikasi ImageJ digunakan untuk tuning nilai greyscale. Nilai greyscale 70 dipilih sebagai batas thresholding dari hasil tuning karena mampu memisahkan objek dan background dengan baik. Piksel background tidak ikut terdeteksi sebagai objek dan tidak ada objek yang hilang atau terdeteksi sebagai background. Gambar 16 menunjukkan proses tuning penentuan batas thresholding.

Gambar 16 Interface proses tuning nilai pembatas thresholding pada aplikasi ImageJ

Piksel pada citra yang memiliki nilai greyscale diatas 70 dianggap sebagai background dan diubah menjadi hitam. Piksel yang memiliki nilai greyscale dibawah 70 dianggap sebagi objek dan diubah menjadi putih. Hasil thresholding menunjukkan bahwa nilai pembatas greyscale 70 dapat memisahkan objek dan background dengan baik.

Pembuatan Program

Batas nilai thresholding yang telah didapatkan dimasukkan kedalam program pengolahan citra yang dibangun menggunakan bahasa pemrograman C#. Program yang dibangun memiliki kemampuan untuk menghitung jumlah benih udang di dalam sebuah citra. Tampilan program pengolahan citra yang telah dibangun ditunjukkan pada Gambar 17.

(32)

18

Program pengolahan citra yang dibangun terdiri dari satu picture box untuk menampilkan citra asli dan citra setelah diolah. Menu file berisi tiga submenu yaitu submenu buka file untuk membuka gambar, submenu simpan file untuk menyimpan gambar dan submenu keluar untuk keluar dari program. Menu crop berfungsi untuk cutting citra. Menu threshold untuk binerisasi citra. Menu morfologi berisi dua submenu yaitu submenu dilasi untuk melakukan operasi dilasi dan submenu erosi untuk melakukan operasi erosi. Menu hitung untuk melakukan penghitungan benih udang.

Tombol proses berfungsi untuk melakukan semua proses pengolahan citra yang dikerjakan pada penelitian ini sekaligus untuk menampilkan waktu pemrosesan citra. Pada penelitian ini proses pengolahan citra yang dikerjakan meliputi cutting citra, thresholding, dilasi sebanyak tiga kali dan penghitungan benih udang dengan metode labeling.

Gambar 17 Desain antarmuka program pengolahan citra

Pengolahan Citra

Pengolahan citra benih udang diawali dengan melakukan proses cutting pada daerah citra yang berada diluar daerah citra yang diproses. Proses cutting berfungsi untuk menghilangkan batas tepi berwarna hitam yang dihasilkan dari kamera agar tidak ikut diproses. Citra hasil cutting atau citra yang diproses memiliki resolusi 640 x 544 piksel. Tepi hitam yang telah dihilangkan akan memudahkan proses thresholding. Fungsi yang lain adalah untuk mempercepat pemrosesan citra. Hasil dari proses cutting ditunjukkan pada Gambar 18.

(33)

19

Gambar 18 Citra sebelum di-cutting (a) dan citra setelah di-cutting (b) Proses yang dilakukan selanjutnya adalah thresholding citra dimana background diubah menjadi hitam dan objek diubah menjadi putih. Proses tersebut menggunakan nilai pembatas thresholding yang telah didapatkan sebelumnya. Hasil dari proses thresholding ditunjukkan pada Gambar 19.

Gambar 19 Citra sebelum di-threshold (a) dan citra setelah di-threshold (b) Hasil dari proses thresholding berupa citra biner. Tahap selanjutnya adalah melakukan operasi dilasi pada citra biner tersebut. Operasi dilasi adalah proses memuaikan objek, dimana pada penelitian ini bertujuan untuk menggabungkan piksel-piksel dari satu objek (benih udang) yang terpisah. Operasi dilasi dilakukan sebanyak tiga kali untuk setiap citra. Hasil dari proses dilasi dari citra yang telah di-threshold ditunjukkan pada Gambar 20.

b

a b

(34)

20

Gambar 20 Hasil thresholding (a) hasil satu kali dilasi (b) hasil dua kali dilasi (c) dan hasil tiga kali dilasi (d)

Operasi dilasi sebanyak tiga kali setelah proses thresholding mampu menyatukan piksel objek yang terpisah, sehingga kesalahan penghitungan dapat diminimalisir. Proses penggabungan dari piksel objek (satu ekor benih udang) yang terpisah dapat dilihat pada Gambar 21.

Gambar 21 Proses penggabungan piksel satu ekor benih udang yang terpisah

a b

d c

(a) Citra asli (b) Hasil thresholding (c) Hasil satu kali dilasi

(d) Hasil dua kali dilasi (e) Hasil tiga kali dilasi

(35)

21 Proses terakhir setelah thresholding dan dilasi adalah penghitungan jumlah benih udang dalam sebuah citra menggunakan metode labeling. Penghitungan dilakukan dengan memberikan label pada citra benih udang secara berurutan dari ujung kiri atas sampai ujung kanan bawah citra. Hasil penghitungan jumlah benih udang ditampilkan di kotak jumlah benih pada program pengolahan citra. Gambar 22 menunjukkan tampilan program ketika telah selesai melakukan penghitungan.

Gambar 22 Tampilan hasil penghitungan benih udang

Pengujian Program

Pengujian program dilakukan untuk mengetahui tingkat akurasi dan waktu penghitungan benih udang (lama pengolahan citra). Pengujian program dilakukan dengan mengolah citra benih udang yang telah diambil sebelumnya kedalam program pengolahan citra. Citra yang diolah memiliki jumlah benih udang yang beragam. Pada wadah yang digunakan, jumlah benih dibatasi sampai 66 ekor. Jumlah benih diatas 66 ekor tidak efektif karena akan semakin banyak benih udang yang bersinggungan.

Akurasi rata-rata pengujian program untuk menghitung benih udang pada citra dengan berbagai jumlah benih yang berbeda ditunjukkan pada Tabel 2. Data akurasi pengujian program pengolahan citra untuk menghitung benih udang secara lengkap ditampilkan pada Lampiran 2.

(36)

22

Tabel 2 Akurasi rata-rata program penghitung benih udang

No Jumlah benih udang

(ekor) Akurasi rata-rata (%) 1 5 100.00 2 10 100.00 3 15 100.00 4 20 100.00 5 25 100.00 6 30 100.00 7 35 100.00 8 40 99.00 9 46 97.39 10 56 96.07 11 61 96.72 12 66 92.73 Rata-rata 98.49

Hasil pengujian program menunjukkan akurasi rata-rata yang cukup tinggi yaitu sebesar 98.49 %. Akurasi semakin rendah pada jumlah benih udang yang semakin tinggi. Hasil penghitungan yang kurang dari jumlah aktual disebabkan oleh dua kondisi. Kondisi pertama adalah adanya benih udang (lebih dari satu ekor) yang saling bersinggunan, seperti yang terlihat pada Gambar 23. Benih udang yang saling bersinggungan dihitung sebagai satu ekor oleh program. Kondisi kedua adalah benih udang terdeteksi sebagai background karena bintik hitam di kepalanya tidak terlihat jelas, sehingga memiliki nilai greyscale diatas batas threshold. Kondisi ini dapat dilihat pada Gambar 24. Hasil penghitungan yang lebih dari jumlah aktual disebabkan oleh piksel dari satu ekor benih udang yang masih terpisah (over segmentasi) meskipun telah melalui proses dilasi. Kondisi ini menyebabkan satu ekor benih udang terhitung menjadi lebih dari satu ekor, seperti yang terlihat pada Gambar 25.

(37)

23

Gambar 24 Satu ekor benih udang hilang karena terdeteksi sebagai background

Gambar 25 Satu ekor benih udang dihitung sebagai dua ekor

Waktu penghitungan benih udang menggunakan program yang telah dibangun dapat dilihat dengan menekan tombol proses. Tombol proses memiliki perintah untuk melakukan semua proses pengolahan citra yang terdiri dari cutting citra, thresholding, dilasi sebanyak tiga kali dan penghitungan benih udang menggunakan metode labeling. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan seluruh proses tersebut ditampilkan pada kotak waktu yang ada pada program seperti yang terlihat pada Gambar 26.

(38)

24

Tabel 3 menampilkan rata-rata waktu penghitungan menggunakan program untuk dua belas kepadatan yang berbeda, dimana ketinggian air di dalam baki sebesar 0.5 cm. Data lengkap waktu penghitungan menggunakan program ditampilkan pada Lampiran 3. Waktu pengolahan citra (waktu penghitungan) menggunakan program rata-rata sebesar 1.70 detik dengan simpangan baku 0.15 detik. Jumlah benih 61 ekor adalah jumlah benih optimal dimana eror penghitungan masih dibawah 5 %. Waktu penghitungan per ekor benih udang pada jumlah benih 61 ekor sebesar 0.027 detik, sedangkan waktu penghitungan konvensional (manual) per ekor benih udang adalah 1.04 detik.

Tabel 3 Waktu penghitungan menggunakan program penghitung benih udang No Jumlah benih udang

(ekor) Kepadatan (ekor/cm3) Waktu penghitungan (detik) 1 5 0.07 1.66 2 10 0.15 1.75 3 15 0.22 1.70 4 20 0.30 1.62 5 25 0.37 1.54 6 30 0.45 1.60 7 35 0.52 1.82 8 40 0.60 1.76 9 46 0.69 1.76 10 56 0.84 1.70 11 61 0.92 1.72 12 66 0.99 1.74 Rata-rata 1.70

Data pada Lampiran 3 digunakan untuk menguji pengaruh kepadatan benih terhadap waktu penghitungan. Hipotesis untuk pengujian tersebut yaitu :

H0: tidak ada perbedaan waktu penghitungan untuk dua belas kepadatan yang dicoba

H1: ada perbedaan waktu penghitungan untuk dua belas kepadatan yang dicoba Tabel 4 adalah tabel anova hasil penghitungan, berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa nilai F hitung lebih kecil dari nilai F tabel. Keputusan yang dapat diambil dari hasil tersebut adalah menerima H0 dan dapat disimpulkan bahwa kepadatan benih udang tidak berpengaruh nyata terhadap waktu penghitungan atau waktu penghitungan untuk dua belas kepadatan yang dicoba adalah sama.

Tabel 4 Tabel anova Sumber keragaman Derajat bebas (DB) Jumlah kuadrat (JK) Kuadrat tengah (KT) F hitung F Tabel Jumlah benih 11 0.3467 0.0315 1.4726 1.9946 Galat 48 1.0273 0.0214 Total 59 1.3740

(39)

25 Area pada satu ekor citra benih udang setelah dilakukan threshold adalah minamal 4 piksel, jika dilakukan peningkatan luasan tangkapan citra sebesar empat kali luasan semula dengan cara memperjauh jarak pemotretan maka area satu ekor benih berkurang menjadi 1 piksel. Pada luasan tangkapan citra yang semakin besar maka kepadatan benih udang dalam suatu luasan tersebut juga dapat ditingkatkan. Resolusi citra yang diproses jika dilakukan peningkatan luasan tangkapan citra tidak berubah atau sama, maka waktu penghitungan per ekor benih dapat meningkat. Waktu penghitungan per ekor benih udang yang awalnya sebesar 0.027 detik akan meningkat menjadi 0.006 detik. Ilustrasi citra dengan peningkatan luasan tangkapan citra sebesar empat kali luasan semula ditunjukkan pada Gambar 27.

Gambar 27 Ilustrasi citra dengan peningkatan luasan tangkapan citra sebesar empat kali lipat

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Program pengolahan citra yang telah dibangun adalah aplikasi berbasis bahasa pemrograman C# (C-Sharp) yang berupa aplikasi untuk menghitung jumlah benih udang vaname pada sebuah citra benih udang. Sistem akuisi citra menggunakan sistem backlight. Ketinggian air didalam wadah benih udang dibatasi pada ketinggian 0.5 cm. Ketinggian kamera atau jarak pemotretan yang dipakai adalah 16 cm dengan ukuran wadah benih udang 11.5 x 11.5 cm.

Proses thresholding untuk mengolah citra benih udang menggunakan nilai pembatas greyscale 70. Piksel dengan nilai greyscale lebih besar dari 70 adalah backgound dan piksel dengan nilai greyscale lebih kecil dari 70 adalah objek. Penghitungan benih udang menggunakan program pengolahan citra yang telah dibangun memiliki akurasi 98.49 %. Waktu penghitungan rata-rata benih udang menggunakan program pengolahan citra sebesar 1.70 detik dengan simpangan baku 0.152 detik. Waktu penghitungan per ekor benih udang pada sebuah citra dengan jumlah benih 61 ekor adalah sebesar 0.027 detik.

(40)

26

Kelemahan program pengolahan citra yang telah dibangun yaitu belum mampu memisahkan benih udang yang saling bersinggungan, belum mampu mendeteksi benih udang yang bintik hitamnya tidak terlihat jelas dan masih terdapat citra benih udang yang over segmentasi.

Saran

Pengembangan metode penghitungan benih udang vaname dengan pengolahan citra yang mampu memisahkan benih udang yang bersinggungan serta tidak menghasilkan over segmentasi perlu dikembangkan. Benih udang yang akan dihitung diusahakan sudah memiliki bintik hitam yang terlihat jelas. Luasan tangkapan citra dapat ditingkatkan dengan memperbesar ukuran wadah dan jarak pemotretan sehingga dapat meningkatkan kepadatan benih dan mempercepat waktu penghitungan.

DAFTAR PUSTAKA

Adhi MZ. 2011. Pengembangan metode penghitungan benih ikan lele dengan pengolahan citra dan metode penimbangan benih [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ahmad U. 2005. Pengolahan Citra Digital dan Teknik Pemrogramannya. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.

Ahmad U. 2009. 10 Langkah Membuat Program Pengolahan Citra Menggunakan Visual C#. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.

Amalorpavam T, Naik H, Kumari J, Suresha M. 2013. Analysis of digital images using morphological operations. IJCSIT. 5(1):145-159.

Arymurty AM, Suryana S. 1992. Pengantar Pengolahan Citra. Jakarta (ID): PT Elex Media Komputindo.

[DJPB] Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. 2016. Volume produksi udang 2010-2014 [Internet]. [diunduh 2016 Jul 28]. Tersedia pada: http://www.djpb.kkp.go.id/arsip/c/246/Udang-Vaname-dan-Udang-Windu-Masih-Andalan-Ekspor-Indonesia/?category_id=13

Gonzales RC, Woods RE. 2003. Digital Image Processing. Ed ke-2. New Jersey(US): Prentice Hall.

Jahari M, Yamamoto K, Miyamoto M, Kondo N, Ogawa Y, Suzuki T, Habaragamuwa H, Ahmad U. 2015. Double lighting machine vision system to monitor harvested paddy grain quality during head-feeding combine harvester operation. Machines. 3:352-363.

Kusumanto RD, Tompunu AN. 2011. Pengolahan citra digital untuk mendeteksi obyek menggunakan pengolahan warna model normalisasi RGB. Semantik. Palembang (ID): Politeknik Negeri Sriwijaya.

Mukti A. 2006. Pengaruh sub-kronik Linear Alkylbenzen Sulfonate (LAS) terhadap stadia post larva udang vannamei Litopenaeus vannamei [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(41)

27 Mulyanti F. 2013. Pemilihan parameter pengolahan citra yang optimal untuk penghitungan benih dan telur ikan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Nilasari NKN. 2014. Identifikasi jumlah koloni pada citra bakteri dengan metode improved counting morphology [skripsi]. Malang (ID): Universitas Brawijaya.

Noercholis A, Muslim MA, Maftuch. 2013. Ekstraksi fitur roundness untuk menghitung jumlah leukosit dalam citra sel darah ikan. J EECCIS. 7(1):35-40.

Pratama BY. 2014. Operasi Morfologi pada Citra Biner [internet]. (diunduh pada 2016 Agustus 1). Tersedia pada: http://www.ilmukomputer.org/wp-content/uploads/2014/02/Batra-Operasi-Morfologi-Pada-Citra-Biner.pdf. Prasetyo E. 2011. Pengolahan Citra Digital dan Aplikasinya Menggunakan

Matlab. Yogyakarta (ID): ANDI.

Purnomo MH, Muntasa A. 2010. Konsep Pengolahan Citra Digital dan Ekstraksi Fitur. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.

Raid AM, Khedr WM, El-dhosuky MA, Aoud M. 2014. Image restoration based on morphological operations. IJCSEIT. 4(3):9-21.

Riadi F. 2003. Pengembangan metode evaluasi mutu ribbed smoked sheet (RSS) menggunakan pengolahan citra [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Saksanni R. 2008. Pemutuan dan penghitungan bibit ikan lele dengan metode image processing menggunakan parameter luas dan panjang tubuh ikan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Seminar KB. 2000. The Design of Baby Fish Counter with Parallel Sensors. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sinukun RS, Hardi S, Purnomo MH. 2014. Identifikasi Jumlah Citra Nener Menggunakan Metode Blob. SNAST. Surabaya (ID): Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

SNI 7311. 2009. Produksi benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar: Badan Standarisasi Nasional.

Tambe SB, Kulhare D, Nirmal MD, Prajapati G. 2013. Image processing (IP) Through erosion and dilation methods. IJETAE. 3(7):285-288.

Widigdo B. 2013. Bertambak Udang dengan Teknologi Biocrete. Jakarta (ID): Kompas.

(42)

28

Lampiran 1 Tabel uji coba pengukuran hubungan ketinggian kamera terhadap panjang dan lebar citra

No Ketinggian (cm) Panjang (cm) Lebar (cm)

1 10 12.3 9.0 2 11 13.3 9.7 3 12 14.4 10.4 4 13 15.4 11.1 5 14 16.5 11.9 6 15 17.5 12.7 7 16 18.6 13.5 8 17 19.6 14.3 9 18 20.5 14.9 10 19 21.6 15.7 11 20 22.6 16.4 12 21 23.6 17.2 13 22 24.7 17.9 14 23 25.7 18.6 15 24 26.7 19.4

(43)

29 Lampiran 2 Tabel akurasi program penghitung benih udang

No Jumlah benih udang aktual (ekor) Hasil penghitungan (ekor) Akurasi (%) 1 5 5 100.00 2 5 5 100.00 3 5 5 100.00 4 5 5 100.00 5 5 5 100.00 6 10 10 100.00 7 10 10 100.00 8 10 10 100.00 9 10 10 100.00 10 10 10 100.00 11 15 15 100.00 12 15 15 100.00 13 15 15 100.00 14 15 15 100.00 15 15 15 100.00 16 20 20 100.00 17 20 20 100.00 18 20 20 100.00 19 20 20 100.00 20 20 20 100.00 21 25 25 100.00 22 25 25 100.00 23 25 25 100.00 24 25 25 100.00 25 25 25 100.00 26 30 30 100.00 27 30 30 100.00 28 30 30 100.00 29 30 30 100.00 30 30 30 100.00 31 35 35 100.00 32 35 35 100.00 33 35 35 100.00 34 35 35 100.00 35 35 35 100,00 36 40 39 97.50 37 40 40 100.00 38 40 40 100.00

(44)

30

No Jumlah benih udang aktual (ekor) Hasil penghitungan (ekor) Akurasi (%) 39 40 41 97.50 40 40 40 100.00 41 46 44 95.65 42 46 44 95.65 43 46 48 95.65 44 46 46 100.00 45 46 46 100.00 46 56 54 96.43 47 56 53 94.64 48 56 54 96.43 49 56 58 96.43 50 56 58 96.43 51 61 59 96.72 52 61 60 98.36 53 61 58 95.08 54 61 59 96.72 55 61 59 96.72 56 66 59 89.39 57 66 61 92.42 58 66 62 93.94 59 66 62 93.94 60 66 62 93.94 Rata-rata 98.49

(45)

32

Lampiran 3 Tabel waktu penghitungan menggunakan program pada berbagai tingkat kepadatan

No 0.07 Waktu penghitungan (detik) pada berbagai tingkat kepadatan

(ekor/cm3) 0.15 (ekor/cm3) 0.22 (ekor/cm3) 0.30 (ekor/cm3) 0.37 (ekor/cm3) 0.45 (ekor/cm3) 0.52 (ekor/cm3) 0.60 (ekor/cm3) 0.69 (ekor/cm3) 0.84 (ekor/cm3) 0.92 (ekor/cm3) 0.99 (ekor/cm3) 1 1.80 1.81 1.42 1.42 1.42 1.41 1.82 1.67 1.79 1.44 1.43 1.49 2 1.78 1.81 1.78 1.42 1.44 1.44 1.81 1.81 1.79 1.80 1.80 1.91 3 1.43 1.82 1.80 1.79 1.56 1.81 1.81 1.71 1.62 1.80 1.73 1.67 4 1.51 1.81 1.70 1.79 1.68 1.82 1.81 1.81 1.80 1.84 1.84 1.79 5 1.79 1.49 1.78 1.68 1.58 1.52 1.83 1.80 1.81 1.63 1.78 1.82 31

(46)

32

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rembang pada tanggal 14 Juni 1994 sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Rohmad dan Rumiyati, dengan kakak yang bernama Eko Susanto. Penulis memiliki riwayat pendidikan di SD Negeri 1 Pandangan Kulon Kab. Rembang lulus pada tahun 2006, SMP Negeri 1 Kragan Kab. Rembang lulus pada tahun 2009, SMA Negeri 2 Rembang Kab. Rembang lulus pada tahun 2012 dan pada tahun yang sama penulis terdaftar sebagai mahsiswa Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor, penulis pernah mengikuti kegiatan kepanitiaan seperti Himateta Ngawangun Lembur (HNL) 2014 dan Agro Mechanical Fair (AMF) 2014. Penulis aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA) 2013-2014, anggota Agricultural Informatics Club (AIC) 2015-2016 dan anggota Himpunan Keluarga Rembang di Bogor (HKRB). Pada tahun 2015 penulis melakukan Praktik Lapang di PT Central Pertiwi Bahari Rembang, Jawa Tengah dengan judul Aspek Keteknikan Pertanian dan Sistem Manajemen Pembenihan Udang Vaname. Penulis merupakan penerima Beasiswa Bidik Misi yang diberikan oleh Direktorat Jendral Perguruan Tinggi (DIKTI) untuk periode 2012-2016.

Gambar

Gambar 2  Benih udang vaname
Gambar 4  Elemen-elemen dari sistem pengolahan citra (Arymurty dan Suryana    1992)
Gambar 5  Skema ruang warna RGB
Gambar 7  Ilustrasi operasi dilasi (a) dan erosi (b)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang di atas Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan perendaman larutan lidah buaya (Aloe vera) dapat mendegradasi kadar formalin pada daging

Tujuan dari mata kuliah ini adalah memberikan kepada mahasiswa tentang pengertian ekonomika kesehatan, prinsip-prinsip ilmu ekonomi dan yang berkaitan dengan

Ketika masjid memiliki tempat di hati masyarakat muslim, dimana orang-orang Islam sudah tidak lagi menunda-nunda kehadirannya untuk melaksanakan shalat berjama’ah, mulailah

Berdasarkan penelitian Tuminah (2010:70), hasil analisis dari data yang diperoleh perbedaan signifikan antara kelas yang menggunakan media.. pocket book dan tanpa

Anggarani (2016) melakukan penelitian untuk melihat kepatuhan pengungkapan CSR pada laporan berkelanjutan dari beberapa sektor perusahaan, seperti industri semen,

ilmu yang mempelajari efek-efek merugikan dari suatu zat. Ilmu yang m Ilmu yang m empelajari tentang efek empelajari tentang efek negative atau negative atau efek racun dari

Amandemen harus dilakukan dalam rangka perubahan terhadap Buku Pedoman Pengoperasian Bandar Udara (aerodrome manual) untuk memastikan status amandemen serta data dan

secara terbatas (bobokor). Apabila rumput/penutup tanah sudah tinggi/ tebal sebaiknya dipangkas untuk dijadikan makanan ternak atau sumber bahan organik/kompos.