• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wanala Tambah Catatan Keberhasilan Pendakian Puncak Denali

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Wanala Tambah Catatan Keberhasilan Pendakian Puncak Denali"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

Wanala

Tambah

Catatan

Keberhasilan Pendakian Puncak

Denali

UNAIR NEWS – Pendakian oleh tim atlet Airlangga Indonesia Denali Expedition (AIDeX) Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam Wanala Universitas Airlangga menuju puncak tertinggi di belahan bumi utara telah menuai keberhasilan.

Ketiga atlet yang beranggotakan Muhammad Faishal Tamimi (mahasiswa Fakultas Vokasi/2011), Mochammad Roby Yahya (mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan/2011), dan Yasak (alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik), berhasil mencapai puncak Denali, Kamis (15/6) lalu.

Kesuksesan tim atlet AIDeX Wanala dalam menggapai Denali menambah catatan keberhasilan para pendaki yang mendaki tiang langit utara tersebut. Disampaikan oleh pemandu tim atlet AIDeX Sofyan Arief Fesa, sampai tanggal 26 Mei 2017, tercatat sebanyak 1.032 pendaki yang berusaha mencapai puncak gunung setinggi 6.194 meter di atas permukaan laut.

“Menurut data di Denali, tahun ini terdaftar 1.032 pendaki. Saat ini di gunung ada 465 pendaki yang sudah selesai 131 pendaki, yang sampai puncak baru 20 orang. Berarti, hanya 15 persen tingkat kesuksesannya,” tutur pemandu yang akrab disapa Ian itu.

Data tersebut diperoleh di Talkeetna Ranger Station sebelum para atlet memulai pendakian tanggal 27 Mei waktu setempat. Mereka berhasil mendaki Denali setelah mereka menempuh jarak sejauh 2,5 mil dari kamp lima di ketinggian 17.200 kaki. Waktu tempuh pendakian memakan waktu hampir 12 jam dengan kondisi cuaca snow showers (anomali cuaca cerah dan hujan salju) dan ketebalan salju mencapai 27 sentimeter. Selain itu, temperatur

(2)

di puncak Denali mencapai minus 47 derajat Celcius.

Keberhasilan tersebut merupakan buah manis dari persiapan yang berlangsung selama 18 bulan. Persiapan ekspedisi telah dimulai sejak bulan Oktober 2015. Dalam persiapan tersebut, mereka melaksanakan rangkaian uji kesehatan, psikologis, hingga melatih teknik pendakian, ketahanan fisik, psikologis, dan mental.

Keberhasilan dalam pendakian Gunung Denali merupakan kebanggaan tersendiri bagi tim ekspedisi. Pasalnya, Denali merupakan salah satu gunung tersulit dalam rangkaian seven

summit dunia.

“Trek di Denali cukup panjang. Tim harus menempuh perjalanan sejauh 79 kilometer dari base camp untuk menuju puncak. Bila ditotal mereka harus menghabiskan waktu selama 19 hari dari perjalanan base camp menuju puncak,” imbuh Wahyu Nur Wahid yang merupakan manajer ekspedisi.

Faishal yang juga ketua ekspedisi menuturkan bahwa seven

summits adalah wujud kecintaan organisasi Wanala kepada alam

dan tanah air.

“Sebagai organisasi mahasiswa pecinta alam, maka ini adalah cara kami menunjukkan harga diri kami sebagai sebuah organisasi,” ujar Faishal.

Selama persiapan hingga pendakian, tim AIDeX banyak dibantu oleh PT. PP Properti dan PT. Pegadaian Persero.

Denali bukanlah puncak pertama yang berhasil didaki oleh anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam (UKM Wanala). Empat dari tujuh puncak tertinggi yang telah digapai tim adalah Puncak Carstenz Pyramid (Indonesia/1994), Kilimanjaro (Tanzania/2009), Elbrus (Rusia/2011), dan Aconcagua (Argentina/2013).

(3)

serta Everest di Himalaya akan menggenapi ekspedisi seven

summits anggota UKM Wanala.

Penulis: Defrina Sukma S Editor : Nuri Hermawan

Ksatria Airlangga Kibarkan

Merah Putih di Puncak Denali

UNAIR NEWS – Setelah melewati perjalanan selama hampir 12 jam, tim atlet Airlangga Indonesia Denali Expedition (AIDeX) Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam Wanala Universitas Airlangga berhasil menggapai puncak tertinggi di belahan bumi utara Gunung Denali.

Puncak Mc. Kinley Gunung Denali setinggi 6.164 meter di atas permukaan laut (mdpl) telah digapai pada pukul 14.05 waktu Indonesia. Pernyataan tersebut disampaikan oleh manajer atlet AIDeX, Wahyu Nur Wahid, Kamis (15/6).

“Alhamdulillah tim Wanala UNAIR telah mencapai puncak Denali. Keberhasilan tersebut merupakan buah manis persiapan yang dirintis sejak Oktober 2015. Tidak sedikit permasalahan yang dilalui, bahkan para tim mengorbankan kuliah, keluarga, waktu dan tenaga untuk menggapai puncak Denali. Ini juga merupakan upaya kami untuk mewujudkan UNAIR sebagai world class

university,” tutur manajer atlet yang akrab disapa Wahyu.

Ketiga atlet yang beranggotakan Muhammad Faishal Tamimi (mahasiswa Fakultas Vokasi/2011), Mochammad Roby Yahya (mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan/2011), dan Yasak (alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik) tersebut telah

(4)

menggenapi misi kelima dari pencapaian puncak gunung-gunung tertinggi di dunia.

Wakil Rektor I UNAIR Prof. Djoko Santoso, mewakili rektor memberikan apresiasinya kepada tim atlet dan manajemen yang sudah berhasil mewujudkan mimpi-mimpinya dalam menggapai salah satu gunung tertinggi di dunia.

Menurut Djoko, hasil perjuangan yang membanggakan tersebut tak lepas dari keberanian para mahasiswa UNAIR, khususnya tim AIDeX untuk memasang target yang tinggi.

“Kami memberikan apresiasi yang luar biasa atas daya juangnya dalam mengharumkan nama Universitas Airlangga sekaligus Indonesia. Perjuangan mereka selama mempersiapkan hingga pendakian membuat mereka layak menjadi contoh bagi generasi yang akan datang,” ungkap Djoko.

Dari kamp lima menuju puncak

Perjalanan menuju puncak Mc. Kinley dari kamp lima dimulai pada pukul tiga dini hari Kamis (15/6) waktu Indonesia. Untuk mencapai puncak, mereka menempuh jarak sejauh 2,5 mil.

Sebelumnya, pendakian dari kamp lima menuju puncak Denali diperkirakan akan berlangsung selama tujuh jam. Namun, sejumlah faktor internal maupun eksternal mengakibatkan perjalanan para atlet sedikit terhambat.

Wahyu mengatakan, saat melakukan pendakian menuju puncak, cuaca Denali cukup bersahabat. Para tim dihadapkan pada keadaan snow showers (anomali cuaca cerah dan hujan salju) dengan ketebalan salju mencapai 27 sentimeter. Selain itu, temperatur di puncak Denali mencapai minus 47 derajat Celcius. Selain suhu, soal pernapasan dan kendali diri menjadi salah satu penentu keberhasilan para atlet. “Para atlet harus membiasakan diri dalam hal pernapasan di dataran tinggi karena kadar oksigen yang tipis,” tutur manajer ekspedisi.

(5)

Selama pendakian di Denali termasuk puncak, mereka menggunakan teknik moving together. Teknik moving together adalah mendaki bersama-sama yang dihubungkan dengan tali. Selain itu, ketika melakukan summit attack para atlet juga membawa beban seberat sepuluh kilogram.

Beban barang bawaan itu terdiri dari peralatan keamanan, obat P3K, logistik, bendera, alat dokumentasi, dan perlengkapan pribadi.

Wahyu yang juga mahasiswa Ilmu Administrasi Negara mengatakan, keberhasilan dalam pendakian Gunung Denali merupakan kebanggaan tersendiri bagi ia dan tim ekspedisi. Pasalnya, Denali merupakan salah satu gunung tersulit dalam rangkaian

seven summit dunia.

“Trek di Denali cukup panjang. Tim harus menempuh perjalanan sejauh 79 kilometer dari base camp untuk menuju puncak. Bila ditotal mereka harus menghabiskan waktu selama 19 hari dari perjalanan base camp menuju puncak,” imbuh Wahyu.

Awal pendakian

Para atlet mendaki Denali tepat pada musim panas waktu setempat. Musim tersebut diyakini paling tepat untuk melakukan pendakian di Denali. Meski demikian, sejak awal pendakian suhu di Denali tak lepas dari temperatur ekstrem. Suhu di Denali berkisar antara minus 2 derajat Celcius hingga minus 67 derajat Celcius.

Selain suhu, sejak hari pertama pendakian mereka kerap kali dihadapkan pada ketebalan salju. Ketebalan salju mencapai setinggi lutut orang dewasa. Hal itu terjadi bahkan ketika mereka belum sampai di kamp pertama di ketinggian 7.600 kaki. Selama pendakian, mereka melakukan aklimatisasi (penyesuaian suhu tubuh di ketinggian) dengan naik turun ketinggian. Selama itu, ketiga atlet melakukan perjalanan dan menimbun bahan logistik (makanan dan bahan bakar) di timbunan salju.

(6)

Tujuannya, untuk menyimpan makanan dalam keadaan darurat ataupun cadangan makanan ketika sudah turun.

Mereka juga dihadapkan pada keadaan geografis Denali yang dipenuhi jurang es, khususnya di titik Below Kahiltna Pass atau 9.350 kaki.

Sebelum mereka dihadapkan pada kondisi-kondisi anomali di Denali, para atlet melatih teknik pendakian, ketahanan fisik, mental, dan psikologis selama 18 bulan di berbagai medan, termasuk di kawasan Taman Nasional Bromo, Tengger, Semeru.

Faishal yang juga ketua ekspedisi menuturkan bahwa seven

summits adalah wujud kecintaan organisasi Wanala kepada alam

dan tanah air.

“Sebagai organisasi mahasiswa pecinta alam, maka ini adalah cara kami menunjukkan harga diri kami sebagai sebuah organisasi,” ujar Faishal.

Selama persiapan, tim AIDeX banyak dibantu oleh PT. PP Properti dan PT. Pegadaian Persero.

Denali bukanlah puncak pertama yang didaki oleh anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam (UKM Wanala). Empat dari tujuh puncak tertinggi yang telah digapai tim adalah Puncak Carztenz Pyramid (Indonesia/1994), Kilimanjaro (Tanzania/2009), Elbrus (Rusia/2011), dan Aconcagua (Argentina/2013).

Selain ke Denali, ekspedisi ke Vinson Massif di Antartika serta Everest di Himalaya akan menggenapi ekspedisi seven

summits anggota UKM Wanala.

Selamat, tim Wanala! Penulis: Defrina Sukma S

(7)

Selangkah Lagi, Puncak Denali

Berhasil Diraih

UNAIR NEWS – Setelah 18 hari pendakian, para atlet Airlangga Indonesia Denali Expedition (AIDeX) Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam (Wanala) Universitas Airlangga bersiap menggapai puncak tertinggi Amerika utara, Gunung Denali.

Saat ini, Selasa (13/6) waktu Alaska, ketiga atlet AIDeX yang beranggotakan Muhammad Faishal Tamimi (mahasiswa Fakultas Vokasi/2011), Mochammad Roby Yahya (mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan/2011), dan Yasak (alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik) telah berhasil sampai di kamp lima. Kamp lima yang berada di ketinggian 17.200 kaki merupakan kamp tertinggi sebelum akhirnya para pendaki melakukan pendakian menuju puncak Denali setinggi 20.073 kaki atau 6.118 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Pendakian menuju kamp lima bukan tak menemui aral melintang. Selama tujuh hari, tim atlet AIDeX dan pendaki lainnya terkendala cuaca buruk berupa badai salju, angin kencang, snow

showers (anomali cuaca cerah dan hujan salju), dan whiteout

(kondisi kabut tebal).

“Pada pukul tiga pagi tanggal 13 Juni, tim melakukan perjalanan dari kamp empat (14.100 kaki) menuju kamp lima (17.200 kaki). Tim sampai di kamp lima pada pukul tiga sore,” terang Roby.

Beberapa faktor menjadi penyebab lamanya perjalanan pendakian. Pertama, kondisi fisik yang sudah lama tak bergerak selama tujuh hari. Kedua, curamnya jalur pendakian yang memiliki sudut antara 50 hingga 60 derajat.

(8)

Pengaruh cuaca

Pada tiga jam awal perjalanan, kecepatan tim atlet AIDeX sempat melambat karena stamina. Selain itu, kondisi cuaca turut mempengaruhi perjalanan tim. Menurut perkiraan cuaca, kecepatan angin di Denali mencapai 30 km per jam dengan suhu mencapai minus 39 derajat Celsius dan ketebalan salju mencapai 18 sentimeter.

Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi selama di kamp lima, ketiga atlet AIDeX harus terbiasa mengkonsumsi makanan kering. Tak hanya itu, tim atlet AIDeX juga membangun tenda selama dua jam.

“Karena kita harus menggali salju dan membuat dinding es yang cukup tebal bahkan lebih tebal dari kamp sebelumnya karena angin kencang dapat mengikis dinding balok es. Ditambah pula dengan badai yang bisa datang kapan saja,” tutur Roby.

Manajer atlet AIDeX Wahyu Nur Wahid mengatakan, bila kondisi cuaca di medan Denali memungkinkan, tanggal 15 Juni waktu Indonesia para atlet akan melakukan perjalanan menuju puncak. “Kami mohon bantuan doa kepada sivitas akademika dan masyarakat agar cuaca di Denali terus bersahabat agar tim dapat mencapai tujuan dan kembali ke tanah air dengan selamat,” terang Wahyu.

Tim atlet AIDeX telah menghabiskan waktu selama 18 hari di Gunung Denali terhitung sejak tanggal 27 Mei waktu Alaska. Kelancaran tim atlet dalam melalui rintangan di Denali tak lepas dari berbagai persiapan yang telah dilakukan selama berada di Indonesia. Selama 18 bulan, persiapan tim AIDeX banyak dibantu oleh PT. PP Properti (Tbk) dan PT. Pegadaian Persero.

Denali bukanlah puncak pertama yang didaki oleh anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam (UKM Wanala). Empat dari tujuh puncak tertinggi yang telah digapai tim adalah Puncak Carztenz

(9)

Pyramid (Indonesia/1994), Kilimanjaro (Tanzania/2009), Elbrus (Rusia/2011), dan Aconcagua (Argentina/2013).

Selain ke Denali, ekspedisi ke Vinson Massif di Antartika serta Everest di Himalaya akan menggenapi ekspedisi seven

summits anggota UKM Wanala.

Penulis: Wahyu Nur Wahid (manajer atlet AIDeX) Editor: Defrina Sukma S

Satu Kamp Lagi, Para Atlet

Wanala Gapai Puncak Denali

UNAIR NEWS – Tim Airlangga Indonesia Denali Expedition (AIDeX) Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Airlangga telah mencapai kamp empat yang berada di ketinggian 14.100 kaki atau setara 4.297 meter di atas permukaan laut (mdpl). Kabar tersebut diterima oleh manajer atlet Wahyu Nur Wahid berdasarkan satelit global positioning system (GPS) yang dikirimkan oleh ketiga atlet yang mendaki Gunung Denali, Alaska, Amerika Serikat, Senin (5/6).

Ketiga atlet yang beranggotakan Muhammad Faishal Tamimi (mahasiswa Fakultas Vokasi/2011), Mochammad Roby Yahya (mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan/2011, dan Yasak (alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik), tengah memasuki hari kesepuluh pendakian.

Menurut Roby, para pendaki tengah dihadapkan pada kondisi cuaca snow showers. Snow showers adalah kondisi anomali di waktu mana hujan, cerah, dan hujan salju datang silih berganti. Selain snow showers, para atlet juga menghadapi

(10)

kondisi cuaca whiteout.

“Kondisi whiteout oleh salju cukup mereduksi jarak pandang kami. Kondisi whiteout bisa mengakibatkan garis horizon mengabur dan menyebabkan disorientasi arah,” tutur Roby.

Selain soal cuaca, para atlet juga tengah bertahan di suhu yang mencapai minus tiga puluh derajat Celcius. Dalam kondisi demikian, Roby mengakui bahwa atlet berada dalam kondisi kelelahan. Namun, keadaan rombongan cukup aman dan siap melanjutkan perjuangan menuju puncak Mc. Kinley atau 6.190 mdpl.

Diceritakan sebelumnya, tim atlet mencapai Below Kahiltna Pass di kamp dua dengan ketinggian 9.350 kaki pada tanggal 1 Juni lalu. Selama di kamp dua, para atlet mengumpulkan tenaga selama seharian untuk melanjutkan perjalanan keesokan harinya. Dari kamp dua menuju kamp tiga, tim atlet menanggalkan barang bawaannya dan hanya membawa single carrier.

Pada tanggal 3 Juni, di kamp tiga dengan ketinggian 10.900 kaki, mereka menyimpan bahan logistik di timbunan salju (drop

cache). Mereka bergerak menuju Windy corner di ketinggian

13.250 kaki dan kemudian kembali menuju kamp tiga. Windy

corner atau sudut berangin merupakan celah yang diapit dua

punggungan sehingga mengakibatkan hembusan angin begitu kencang.

Pada tanggal 4 Juni atau hari kesembilan pendakian, selama perjalanan dari kamp tiga menuju kamp empat, tim mengalami kejadian ekstrim saat melawan terpaan angin.

“Oksigen yang tipis dan terpaan wind chill membuat tim kesulitan mencapai target dan beberapa anggota ambruk terpelosok tebalnya salju. Kami selalu meneriakkan jargon tabah sampai akhir agar tetap semangat,” terang Roby.

Setelah selama delapan jam perjalanan mereka bergelut dengan angin kencang dan kadar oksigen yang tipis, tim atlet akhirnya

(11)

sampai di kamp empat.

Sedangkan, Selasa (6/6) waktu Alaska, mereka dijadwalkan akan turun ke Windy corner di ketinggian 13.250 kaki (4.038 mdpl) untuk mengambil barang bawaan dan kembali ke kamp empat untuk beristirahat persiapan menuju kamp 5.

Untuk menuju puncak Mc. Kinley, para atlet perlu melewati satu kamp lagi yakni kamp kelima. Jika tak ada aral melintang, Wahyu menuturkan para atlet akan mencapai puncak pada Jumat (9/6) mendatang.

“Pencapaian puncak Denali diperkirakan besok Jumat tanggal 9 Juni. Waktu pendakian tersebut berjalan lebih awal dari jadwal yang sebelumnya ditetapkan,” tuturnya.

Kelancaran tim atlet dalam melalui rintangan di Denali tak lepas dari berbagai persiapan yang telah dilakukan selama berada di Indonesia. Selama 18 bulan, persiapan tim AIDeX banyak dibantu oleh PT. PP Properti (Tbk) dan PT. Pegadaian Persero.

Denali bukanlah puncak pertama yang didaki oleh anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam (UKM Wanala). Empat dari tujuh puncak tertinggi yang telah digapai tim adalah Puncak Carztenz Pyramid (Indonesia/1994), Kilimanjaro (Tanzania/2009), Elbrus (Rusia/2011), dan Aconcagua (Argentina/2013).

Selain ke Denali, ekspedisi ke Vinson Massif di Antartika serta Everest di Himalaya akan menggenapi ekspedisi seven

summits anggota UKM Wanala.

(12)

Hari Keempat di Denali, Tim

Atlet Wanala Capai Kamp Dua

UNAIR NEWS – Tim Airlangga Indonesia Denali Expedition (AIDeX) Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Airlangga tengah mendaki gunung tertinggi di Amerika utara, Mc. Kinley atau yang dikenal dengan Denali.

Berdasarkan kabar terbaru yang didapat oleh manajer tim atlet AIDeX, Wahyu Nur Wahid, mereka tengah berada di ketinggian 9.350 kaki atau 2.850 mdpl. Kabar perjalanan tersebut didapat melalui satelit global positioning system (GPS) pada Rabu siang (31/5) waktu Indonesia.

Pada hari Selasa waktu bagian Alaska Amerika Serikat, tim melakukan perjalanan menuju kamp dua di ketinggian 11.200 kaki. Namun, ketiga atlet yang beranggotakan Muhammad Faishal Tamimi (mahasiswa Fakultas Vokasi/2011), Mochammad Roby Yahya (mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan), dan Yasak (alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik) didampingi pemandu memutuskan untuk beristirahat di titik Below Kahiltna Pass atau 9.350 kaki.

“Perbedaan ketinggian 1.850 kaki namun suhu mencapai minus 18 derajat Celcius. Kondisi di Denali cerah meskipun malam hari. Alhamdulillah, kondisi tim atlet sehat,” tutur pemandu tim atlet, Sofyan Arief Fesa.

Sebelum melanjutkan perjalanan, sehari sebelumnya waktu setempat, tim melakukan perjalanan dan menimbun bahan logistik (makanan dan bahan bakar) di timbunan salju di kamp satu. Tujuannya, untuk menyimpan makanan dalam keadaan darurat ataupun cadangan makanan ketika sudah turun. Selain itu, penyimpanan logistik juga mengurangi berat bawaan dan proses aklimatisasi tim atlet AIDeX.

(13)

Selama di Alaska, tim atlet AIDeX melakukan berbagai persiapan yang matang. Persiapan tersebut di antaranya melakukan pengecekan barang, kebutuhan logistik, hingga persiapan keberangkatan. Tim atlet berangkat menuju Denali di bandar udara Kahiltna International Airport yang terletak di desa terakhir sebelum Denali, Talkeetna.

Mereka terbang dari ketinggian 7.200 kaki mdpl dengan menggunakan pesawat perintis. Perjalanannya sempat terhambat keadaan alam. Cuaca yang tak bersahabat mengakibatkan pesawat tidak bisa mendarat di gletser sehingga penerbangan harus ditunda keesokan harinya. Sehari setelahnya, Jumat (26/5) waktu Alaska, tim memulai pendakian dari base camp menuju kamp satu.

“Ada pendaki asal Jerman yang masuk kloter pertama. Mereka kembali ke Talkeetna karena masih belum bisa landing sedangkan kami termasuk kloter ketiga dan berhasil mendarat di base camp dengan selamat,” tutur Roby.

Setibanya di base camp, tim mendirikan tenda untuk aklimatisasi selama satu hari sebelum memulai pendakian tanggal 27 Mei. Selama pendakian, tim melalui jalur West Buttres. Rute ini merupakan jalur yang sering dilalui oleh pendaki Denali.

“Tim melakukan perjalanan pukul dua siang menuju kamp 2. Awalnya, cuaca cukup cerah namun tak selang lama kemudian cuaca berubah menjadi angin dan bersalju sehingga jalur yang dilalui cukup berat dengan memakai sepatu salju yang memiliki berat empat kilogram,” tutur Faishal.

“Ketinggian salju sampai ditambah kedalaman jalur selutut yang membuat tim AIDeX menguras tenaga ekstra. Berat bawaan tiap individu rata-rata 50 kilogram yang dibawa di tas punggung dan

sledge (kereta luncur),” imbuh Faishal yang juga ketua

ekspedisi AIDeX.

(14)

sampai 22 hari. Mereka bertolak dari Surabaya ke Jakarta pada 10 Mei, kemudian berangkat ke Amerika Serikat pada 17 Mei. Mereka kemudian melanjutkan perjalanan ke Anchorage pada tanggal 21 Mei. Sedangkan, pendakian di Denali akan dimulai pada 26 Mei sampai 9 Juni.

Denali bukanlah puncak pertama yang didaki oleh anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam (UKM Wanala). Empat dari tujuh puncak tertinggi yang telah tim digapai adalah Puncak Cartenz (Indonesia/1994), Kilimanjaro (Tanzania/2009), Elbrus (Rusia/2011), dan Aconcagua (Argentina/2013).

Selain ke Denali, ekspedisi ke Vinson Massif di Antartika serta Everest di Himalaya akan menggenapi ekspedisi seven

summits anggota UKM Wanala.

Penulis: Wahyu Nur Wahid (manajer tim AIDeX) Editor: Defrina Sukma S

Tak Ada Rintangan, Tim Atlet

Siap Mendaki Denali

UNAIR NEWS – Setelah tiba di Kota San Francisco, Amerika Serikat pada tanggal 18 Mei lalu, kini tim atlet Airlangga Indonesia Denali Expedition (AIDeX) Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Airlangga (Wanala UNAIR) bertolak menuju Anchorage, Alaska, Minggu (21/5) waktu setempat. Perjalanan tersebut membuat para atlet AIDeX kian dekat dengan Gunung Mc. Kinley, tempat mereka akan melakukan pendakian.

Sesampainya di Anchorage pada pada pukul 20.30 malam, tim bertemu dengan pemandu Sofyan Arief Fesa yang terlebih dahulu

(15)

sampai di sana. Suhu di Anchorage berkisar antara sembilan hingga sebelas derajat Celcius. Meskipun sudah memasuki musim panas, kedatangan tim AIDeX disambut gerimis.

Esoknya, Senin (22/5) kondisi tubuh masing-masing atlet sudah mulai beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Para atlet sudah mulai bisa menjalani istirahat dan aktivitas seperti biasa. Siangnya, tim AIDeX bertemu dengan Warga Negara Indonesia yang sudah puluhan tahun tinggal di Alaska, Lenny. Mereka mendapatkan rekomendasi tersebut dari Konsul Jenderal RI di San Francisco.

“Kami mendapat sambutan baik dari beliau (Lenny). Beliau bangga dengan para pemuda yang ingin mengharumkan nama Merah Putih apalagi beliau sudah 27 tahun tinggal di Alaska dan jarang mendapatkan tamu dari Indonesia. Terus terang beliau antusias terhadap tim Airlangga Indonesia Denali Expedition,” terang M. Faishal Tamimi, atlet AIDeX.

Selama di Alaska, tim AIDeX yang beranggotakan dua atlet lainnya M. Roby Yahya (Fakultas Perikanan dan Kelautan) dan Yasak (alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik) kembali mengecek dan membeli perlengkapan pendakian di salah satu toko di sana. Mereka membeli peralatan pendakian seperti kacamata serta memenuhi kebutuhan logistik selama hampir satu bulan di Denali.

Sampai saat ini, tim AIDeX tak menghadapi rintangan berarti untuk memulai pendakian yang rencananya akan dilakukan pada tanggal 26 Mei waktu setempat. Termasuk suhu di Alaska yang memungkinkan para atlet untuk melakukan pendakian.

Sejak persiapan di Indonesia hingga sampai di Alaska, tim AIDeX juga dibantu PT. PP Properti (Tbk) dan PT. Pegadaian Persero.

Tim AIDeX akan mendaki Denali selama 18 sampai 22 hari. Mereka bertolak dari Surabaya ke Jakarta pada 10 Mei, kemudian berangkat ke Amerika Serikat pada 17 Mei. Mereka kemudian

(16)

melanjutkan perjalanan ke Anchorage pada tanggal 21 Mei. Sedangkan, pendakian di Denali akan dimulai pada 26 Mei sampai 9 Juni.

Denali bukanlah puncak pertama yang didaki oleh anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam (UKM Wanala). Empat dari tujuh puncak tertinggi yang telah tim digapai adalah Puncak Cartenz (Indonesia/1994), Kilimanjaro (Tanzania/2009), Elbrus (Rusia/2011), dan Aconcagua (Argentina/2013).

Selain ke Denali, ekspedisi ke Vinson Massif di Antartika serta Everest di Himalaya akan menggenapi ekspedisi seven

summits anggota UKM Wanala.

Penulis: Wahyu Nur Wahid (manajer atlet AIDeX) Editor: Defrina Sukma S

Inilah Latihan Terakhir Atlet

Wanala Sebelum Pergi ke

Denali

UNAIR NEWS – Persiapan para calon atlet Airlangga Indonesia Denali Expedition (AIDeX), Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Airlangga, memasuki tahap akhir. Pada tanggal 22 sampai 29 Maret 2017 lalu, mereka melaksanakan try out ketiga atau terakhir di Gunung Argopuro dan Bromo selama seminggu.

Latihan kali ini diikuti oleh Muhammad Faishal Tamimi (alumnus), Mochammad Roby Yahya (Fakultas Perikanan dan Kelautan/2011), dan Yasak (alumnus). Mereka didampingi oleh salah satu summiters organisasi mahasiswa pecinta alam

(17)

Universitas Katolik Parahyangan, Sofyan Arief Vesa.

“Latihan ke tiga ini untuk mengetahui sejauh mana kesiapan fisik, penguasaan teknik dan kerjasama tim untuk mendaki Gunung Denali,” terang Roby, ketua operasional AIDeX dan salah satu calon atlet.

Para calon atlet berangkat dari Surabaya pada tanggal 21 Maret menuju Pos Baderan Situbondo. Setelah menyelesaikan administrasi, keesokan harinya mereka menuju titik Mata Air 1 yang ditempuh selama hampir enam jam. Mereka membawa beban yang proporsional sesuai berat badan masing-masing. Roby membawa beban seberat 38 kilogram, Faishal 32 kg, dan Yasak 30 kg.

Keesokan harinya, tim melanjutkan perjalanan menuju Cisentor sepanjang 15,2 kilometer. Keempat orang tersebut dibagi menjadi dua tim yakni Yasak dan Sofyan, serta Roby dan Faishal. Mereka dilatih untuk berjalan nonstop di atas waktu 12 jam. Sebab, rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk mencapai puncak adalah 12 jam. Tim Yasak-Sofyan berhasil mencapai Cisentor dalam waktu 11 jam 42 menit, sedangkan tim Roby-Faishal 14 jam 56 menit.

Dari Cisentor, mereka kemudian melanjutkan perjalanan ke Alun-alun Lonceng yang berjarak 5,7 kilometer. Rencananya, mereka menuju Rengganis dan Argopuro dengan teknik moving together. Teknik moving together adalah mendaki bersama-sama yang dihubungkan dengan tali.

“Plan (rencana) awalnya mau ke Rengganis dan Argopuro pakai

moving together, namun karena melihat kondisi yang tidak sama

dengan plan, akhirnya ditunda,” tutur Sofyan.

Pada tanggal 25 maret, tim melakukan pendakian menuju puncak Argopuro dan dilanjutkan turun ke Desa Bremi, Probolinggo dengan lama perjalanan selama 11 jam 41 menit. Selama perjalanan, cuaca tengah tak bersahabat. Sejak pagi, tim harus menerjang kabut tebal, dan berkawan dengan hujan yang turun

(18)

hampir setiap sore. Keesokan harinya, ketika tiba di Bromo, mereka beristirahat sejenak untuk menjaga dan mengembalikan stamina setelah berjalan seharian.

Ketika di Bromo, para calon atlet melakukan simulasi di medan salju. Mereka menggunakan peralatan-peralatan seperti crampon, kampak es, pengaman-pengaman salju seperti jangkar. “Fungsinya adalah untuk mengenalkan dan membiasakan mereka untuk menggunakan peralatan di medan bersalju,” terang Faishal.

Mereka kembali berlatih teknik moving together, melakukan

sledding atau menarik kereta luncur dengan ban, dan simulasi rescue atau penyelamatan diri.

Selama berlatih di Argopuro dan Bromo, mereka melakukan evaluasi diri dan kerjasama tim. Menurut Sofyan selaku pendamping, kondisi fisik masing-masing individu sudah siap untuk melakukan pendakian ke Denali. Selain itu, kerjasama dan kekompakan tim sangat erat. Hanya saja, mereka perlu lebih giat berlatih dengan penggunaan peralatan dan teknik pendakian di medan bersalju.

Menurut Faishal, meski latihan uji coba di area pegunungan sudah berakhir, para calon atlet AIDeX akan tetap berlatih fisik secara rutin. Rencananya, nama-nama para atlet terpilih akan diumumkan tanggal 4 April 2017 mendatang.

Penulis: Wahyu Nur Wahid Editor: Defrina Sukma S

(19)

WANALA

Seret

Ban

dan

‘Jatuhkan Diri’ di Bromo

UNAIR NEWS – Kelima atlet anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam (WANALA) Universitas Airlangga (UNAIR) yang tergabung dalam tim Airlangga Indonesia Denali Expedition (AIDEx) semakin intensif mempersiapkan diri untuk pendakian ke Gunung Denali, Alaska, Mei 2017 nanti. Salah satunya, melatih kemampuan pendakian secara fisik dan mental di kawasan Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru (TNBTS).

Melakukan pendakian ke Gunung Denali, Alaska, Amerika Serikat tentu saja memerlukan persiapan fisik dan mental yang matang. Selama 14 hari, sejak 20 November sampai 4 Desember, mereka digembleng latihan berbagai teknik pendakian di kawasan Bromo. Roby Yahya, Ketua AIDEx menyatakan, pelatihan di pegunungan Bromo ini termasuk agenda kegiatan pra operasional sebelum berangkat ke Denali. Tujuannya, untuk menyiapkan fisik dan mental sekaligus menghadapi berbagai kemungkinan yang dihadapi oleh atlet saat mendaki Denali. Sebelumnya, tim juga melakukan latihan pendakian (tryout) di Gunung Arjuno-Welirang selama 8 hari. Ini merupakan salah satu pendakian terlama yang kami lakukan.

Kawasan Bromo yang memiliki padang pasir luas dan ketebalan yang cukup, membuat atlet AIDEx memilih Bromo sebagai tempat menempa diri. Ditambah tumbuhnya vegetasi alam di kawasan itu, tim memanfaatkan keadaan tersebut untuk melatih berbagai teknik pendakian.

Hal yang menarik dari pendakian di Denali adalah penggunaan

sled (kereta luncur), karena tidak adanya porter di Alaska.

Kondisi ini mengharuskan setiap atlet untuk membawa seluruh beban bawaannya masing-masing.

(20)

Tim sedang istirahat sejenak di kawasan Gunung Bromo (Sumber: Istimewa)

“Untuk mengatasi sled, kami melakukan simulasi mengganti sled dengan ban, yang beratnya sekitar 15-20 kilogram,” terang Roby.

Selain penggunaan sled, mereka juga melatih kemampuan simulasi jatuh (self rescue). Self rescue atau simulasi jatuh dari tempat ketinggian enam sampai sepuluh meter. Ketika atlet sudah menjatuhkan diri, mereka langsung sigap menyelamatkan diri dengan menancapkan alat di permukaan berpasir sebelum jatuh ke dasar dengan menggunakan ice axe (alat pemecah batu dan alat bantu berjalan).

Ada juga simulasi tenik berjalan di permukaan bersalju dengan menggunakan crampon. Ini semacam alat bantu berjalan berbentuk paku-paku tajam yang dipasangkan di telapak sepatu dan berguna untuk mencengkram permukaan salju, sehingga mempermudah untuk berjalan di atas permukaan salju di Denali nantinya.

(21)

gunung es. Sebab, medan yang berpasir mirip dengan permukaan salju. Saya rasa Bromo tempat yang ideal untuk digunakan sebagai latihan para calon atlet tim AIDEx,” tutur Yasak atlet AIDEx.

Selain latihan teknik pendakian gunung es, kelima calon atlet AIDeX WANALA UNAIR juga melakukan latihan fisik dengan berlari

sprint, lari naik turun bukit selama 1 jam. Sprint berawal

dari base camp menuju titik B-29 di Bromo menuju puncak kawah Bromo dengan dihitung waktu.

“Lari di lautan pasir ini terasa sangat berat dibandingkan lari di kota. Mungkin karena permukaan yang berpasir tebal membuat langkah terasa lebih berat. Selain itu, debu yang dihasilkan oleh hentakan langkah kaki dan tiupan angin kencang membuat pasir debu di sekitar beterbangan, sehingga terasa sesak di tenggorokan. Jadi kami juga sedia untuk memakai masker,” terang salah satu atlet AIDeX WANALA UNAIR, Septian Rio. (*)

Penulis : Wahyu Nur Wahid Editor: Defrina Sukma S

Atlet Denali Latihan Tarik

Ban Truk Keliling Kampus

UNAIR NEWS – Mendaki Gunung Denali (6.190 mdpl) tak hanya membutuhkan keterampilan teknik pendakian yang memadai, tetapi pendaki juga harus pandai membawa beban bawaannya sendiri. Bila di gunung-gunung lainnya porter dapat ditemui dengan mudah, namun tidak bagi Denali. Ketidakberadaan porter menghendaki para pendaki untuk bisa mengatur barang bawannya sendiri.

(22)

Sedangkan, bila ditotal secara keseluruhan, beban yang dibawa pendaki untuk sampai ke puncak gunung tertinggi di Amerika Serikat bagian utara bisa mencapai 100 pon sampai 140 pon atau 50 hingga 70 kilogram. “Karena di Denali tidak ada porter, maka beban harus ditarik menggunakan kereta luncur,” terang M. Faishal Tamimi, ketua tim Airlangga Indonesia Denali Expedition (AIDEX) Wanala, Universitas Airlangga.

Agar misi menuju puncak gunung yang berlokasi di Amerika Serikat bagian utara bisa tercapai dengan lancar, tim AIDEX berlatih membawa beban yang ditarik menggunakan kereta luncur atau sleds. Latihan dilakukan di area kampus C UNAIR pada Minggu (30/10).

Jika seluruh barang bawaan dikemas dalam ransel, besar kemungkinan setiap pendaki membawa 2 ransel karier berukuran 60 liter dan 1 tas ransel daypack 35 liter. Karena itulah, setiap pendaki Denali membagi barang bawaannya di ransel dan kereta luncur.

Kereta luncur bukanlah benda asing yang ditemukan di Denali. Namun, atlet AIDEX –yang baru akan pertama kali mendaki Denali– masih merasa asing dalam menggunakan kereta luncur. Untuk mensiasati kereta luncur, selama berlatih, tim atlet mengganti kereta luncur dengan ban kendaraan truk atau kontainer dengan berat 15 hingga 20 kg.

“Kegiatan ini sangat berat dan melelahkan, tidak mudah dari yang terlihat,” terang Bernat Yogi Abrian, atlet AIDEX yang juga mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Tak hanya Bernat yang memandang pelatihan itu tak mudah. Rio, salah satu atlet AIDEX, bahkan turut membayangkan bagaimana cara menarik kereta luncur di McKinley –sebutan lain Denali– yang medannya bervariasi dan bersalju.

“Menarik ban bekas di medan datar ini saja terasa sulit, apalagi menarik kereta luncur di medan yang bervariasi dan bersalju,” terang Rio.

(23)

Dengan kondisi yang cukup berat, fisik atlet Denali juga harus terbiasa bekerja dalam tekanan dan fokus yang tinggi. Tentu saja, latihan ini harus dilakukan dengan frekuensi dan intensitas yang tinggi. Mulai dari jarak 0,5 mil hingga 1 mil. Yasak, atlet AIDEX yang juga pendaki Elbrus pada tahun 2011, menuturkan pendakian di Elbrus (5.642 mdpl) menuntut atlet melewati trek menanjak selama 6 jam tanpa henti. “Ibaratnya, mendaki Elbrus, rasa capeknya dikalikan 10 kali lipat. Bila Denali, rasa capeknya mungkin bisa 15 hingga 20 kali lipat,” tutur Yasak, mahasiswa FISIP.

Penulis : Wahyu Nur Wahid (anggota tim AIDEX) Editor: Defrina Sukma S

Menuju Denali, Tim Atlet

WANALA

UNAIR

Jalani

Pemeriksaan Kesehatan

UNAIR NEWS – Mencapai puncak salah satu gunung tertinggi dunia bukanlah perkara mudah. Seseorang perlu mempersiapkan keadaan fisik dan mental untuk dapat mencapai puncak dan kembali dalam keadaan selamat. Begitu pun dengan para anggota mahasiswa pencinta alam Universitas Airlangga (WANALA UNAIR) yang berencana mendaki puncak Gunung McKinley atau Denali di Amerika Serikat.

Tim atlet Airlangga Indonesia Denali Expedition (AIDEX) memeriksakan kesehatan fisik ke Rumah Sakit Pendidikan UNAIR, Senin (16/5). Pemeriksaan kesehatan ini merupakan pertama kalinya yang dilakukan oleh tim AIDEX.

(24)

Ada pun tim atlet yang terdaftar untuk menjalani pemeriksaan kesehatan berjumlah delapan orang, yaitu M. Robby Yahya (Fakultas Perikanan dan Kelautan/23 tahun), M. Faishal Tamimi (Fakultas Vokasi/22 tahun), Syaiful Akbaruddin (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik/23 tahun), Wahyu Nur Wahid (FISIP/23 tahun), Bernat Yogi Abrian (FISIP/21 tahun), Yasak (FISIP/26 tahun), Gangga Pamadya (Fakultas Ekonomi dan Bisnis/20 tahun), dan Suci Wulandari (FISIP/23 tahun).

“Ini merupakan medical checkup kami yang pertama. Medical

checkup pertama ini bertujuan untuk mengetahui kondisi

kesehatan dan kemampuan fisik tim atlet sebelum mereka menjalani serangkaian pelatihan nantinya,” terang Roby.

Sehari sebelum pemeriksaan, tim AIDEX diminta untuk tidak melakukan aktivitas berat dalam rentang waktu 24 jam. Selain itu, tim juga diminta untuk berpuasa sejak pukul 22.00 WIB hingga menjalani medical check up.

Pemeriksaan kesehatan dilakukan sebanyak tiga kali. Pertama, pemeriksaan alergi, pengukuran tinggi badan dan tekanan darah. Kedua, pengambilan sampel darah dan urin. Setelah pengambilan darah dan urin, dr. Wasis, selaku dokter pendamping tim atlet AIDEX menyarankan agar tim untuk makan siang dan minum selama 20 menit.

Pada tahap terakhir pemeriksaan, tim atlet AIDEX menjalani pemeriksaan faal paru-paru di ruang Poli Paru, RS UNAIR. Mengingat target pendakian adalah Denali dengan ketinggian mencapai 6196 mdpl, penting bagi tim atlet AIDEX untuk mengetahui kemampuan paru-paru tiap atlet. Sebab, dengan ketinggian diatas 6000 mdpl disertai suhu udara yang sangat dingin, kemungkinan seseorang untuk mengalami edema paru sangat tinggi.

Pada tes kemampuan paru-paru, setiap atlet diminta untuk memasukkan sebuah alat berbentuk pipa ke dalam mulut. Hidung ditutup sehingga udara dihirup melalui alat yang terpasang

(25)

pada mulut dan sesuai dengan instruksi dokter. Walau terlihat mudah, pada kenyataannya sebagian besar tim atlet harus mengulang beberapa kali untuk mendapatkan hasil yang valid. Hasil pemeriksaan kesehatan ini nantinya akan digunakan oleh tim atlet sebagai acuan guna mengetahui perkembangan fisiknya selama menjalani masa pelatihan hingga menjelang pendakian. Rencananya, tim atlet akan menjalani pemeriksaan kesehatan sebanyak tiga kali.

Setelah menjalani pemeriksaan kesehatan pertama, mereka akan memulai latihan pendakian di sejumlah gunung yang memiliki kriteria pendakian yang hampir sama dengan Denali. Salah satu gunung yang digunakan untuk latihan adalah Island Peak di Nepal.

Penulis: Ramadhanty Arish Syahputri (anggota WANALA UNAIR) Editor: Defrina Sukma S.

Referensi

Dokumen terkait

Nilai LQ>1 menunjukkan bahwa ikan selar (Selaroides leptolepis) merupakan komoditas basis di Kabupaten Rembang, sementara itu nilai differential shift dari

Analisis data dari penelitian ini adalah mendeskripsikan ciri-ciri ikan yang diperoleh dari tempat pelelangan ikan (TPI) kemudian dicocokan dengan sumber acuan kunci determinasi

Dalam penelitian yang berjudul “Kiprah Pendaki Perempuan di Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam WANALA Universitas Airlangga Surabaya Dan Relevansinya Dengan Feminisme”

sumber dan penggunaan dana harus sama dengan kenaikan atau penurunan kas pada laporan perubahan neraca.  Laba ditahan tidak

(1) Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), Direktur Jenderal Perbendaharaan mengajukan permintaan penyediaan dana untuk pos Belanja Pensiun,

Data tabel 1.4 menunjukkan bahwa banyak konsumen 2016 - 2018 yang menjalin kontrak pembiayaan di BFI Finance kantor cabang Jombang dengan total sebanyak

Harapannya, masyarakat bisa memiliki alternatif dan memanfaatkan tanaman pangan liar sehingga tidak khawatir kehabisan karena selama ini, mereka hanya bergantung

Terkait dengan konsolidasi pra-akreditasi tahun 2017, sivitas akademika prodi S-1 Sistem Informasi (SI), Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga mengadakan pertemuan