• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya diuraikan pada penjelesan berikut. Indonesia merupakan negara yang memiliki nilai konsumsi energi yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya diuraikan pada penjelesan berikut. Indonesia merupakan negara yang memiliki nilai konsumsi energi yang"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1 Bab I pada penelitian ini berisi tentang latar belakang, identifikasi masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, keaslian penelitian dan manfaat penelitian. Pada bab ini akan menjelaskan detail alasan penelitian ini dilakukan dan selanjutnya diuraikan pada penjelesan berikut.

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki nilai konsumsi energi yang cukup tinggi di dunia. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dalam beberapa tahun terakhir pertumbuhan konsumsi energi Indonesia mencapai 7% per tahun (ESDM, 2012). Hal ini diakibatkan oleh meningkatnya jumlah penduduk Indonesia setiap tahunnya. Pada tahun 2011, jumlah penduduk Indonesia mencapai 241 juta jiwa atau meningkat rata-rata sebesar 1,48% per tahun sejak tahun 2000 (BPPT, 2013). Dengan kata lain bahwa peningkatan jumlah penduduk mengakibatkan kebutuhan energi juga meningkat.

Rasio elektrifikasi Indonesia pada tahun 2013 mencapai angka 80,4%, artinya masih ada sekitar 19,6% rumah tangga di Indonesia yang belum terlistriki. Pencapaian ini menjadi landasan penting untuk pembangunan sub sektor ketenagalistrikan tahun-tahun mendatang dimana pada tahun 2014 rasio elektrifikasi ditargetkan mencapai 81,5% (ESDM, 2013).

(2)

Sumber energi yang digunakan sebagai bahan bakar pembakit listrik sebagian besar berasal dari energi fosil (minyak dan gas bumi serta batu bara). Konsumsi energi yang tinggi ini dapat menimbulkan masalah akan habisnya energi fosil yang lebih cepat, sehingga tidak menutup kemungkinan jika dalam jangka waktu yang tidak lama lagi cadangan energi fosil Indonesia akan habis dan kebutuhan energi dalam negeri akan sangat tergantung pada impor. Berdasarkan data dari ESDM (2013), ketersediaan sumber energi fosil Indonesia seperti minyak bumi diperkirakan masih sekitar 12 tahun ke depan, dengan asumsi tidak ditemukan lagi cadangan lagi dan sudah termasuk Blok Cepu. Sedangkan gas diperkirakan masih tersedia dalam 35 tahun lagi dan batu bara masih tersedia dalam 89 tahun ke depan. Ketersediaan sumber energi fosil Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.1 di bawah ini.

Tabel 1.1 Potensi Energi Tak Terbarukan Indonesia

No. Energi Tak Terbarukan Sumber Daya (SD) Cadangan Terbukti (CT) Rasio (CT/SD) Produksi (Prod) Rasio (CT/Prod) Tahun 1. Minyak (miliar barel) 7.408, 24 3.741,33 0,505 0,314 12 2. Gas (TSCF) 150,70 103,35 0,685 2,98 35 3. Batubara (miliar ton) 161,3 28,17 17 0,317 89 4. Gas Metana Batubara (TSCF) 453,3 - - - - 5. Shale Gas (TSCF) 574 - - - - Sumber : EBTKE 2013

Dengan menyadari kondisi tersebut diperlukan perubahan padigma pengelolaan energi yaitu dari energy supply side management menjadi energy demand side management. Dimana pada energy supply side management,

(3)

kebutuhan energi dipenuhi dengan energi fosil dan energi terbarukan hanya sebagai alternative. Sedangkan energy demand side management, kebutuhan energi dilakukan dengan maksimalkan penyediaan dan pemanfaatan energi terbarukan melalui diversifikasi energi, yaitu penganekaragaman pemakaian energi dengan meningkatkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) seperti tenaga surya, biomassa, angin, energi air dan panas bumi (ESDM, 2012), dan energi fosil dipakai sebagai penyeimbang.

Potensi EBT di Indonesia cukup besar, terutama energi hidro yang memiliki potensi dapat menghasilkan listrik mencapai 75.000 MW, namun sampai sekarang kapasitas terpasang masih belum maksimal yaitu 6.848,46 MW atau masih sekitar 9,13%. Begitu juga dengan potensi EBT lainnya seperti panas bumi, biomass, tenaga surya, tenaga angin, dll. Potensi EBT Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.2 di bawah ini.

Tabel 1.2 Potensi Energi Baru Terbarukan Indonesia

No. Energi Baru Terbarukan

Sumber Daya (SD) Kapasitas Terpasang (KT)

Rasio (KT/SD)

1. Hidro 75.000 MW 6.848,46 MW 9,13%

2. Panas Bumi 29.164 MW 1.341 MW 4,6%

3. Biomass 49.810 MW 1.644,1 MW 3,3%

4. Tenaga Surya 4,80 kWh/m2/day 27,23 MW -

5. Tenaga Angin 3 – 6 m/s 1,4 MW -

6. Samudera 49 GW ***) 0,01 MW ****) 0%

7. Uranium 3.000 MW *) 30 MW **) 0%

Sumber : EBTKE 2013

*)

Hanya di Kalan – Kalimantan Barat

**)

Sebagai Pusat Penelitian, non-energi

***)

Sumber Dewan Energi Nasional

****)

(4)

Saat ini pengembangan EBT mengacu kepada Peraturan Presiden (Perpres) No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). Dalam Perpres disebutkan bahwa kontribusi EBT dalam bauran energi primer nasional pada tahun 2025 adalah sebesar 17% dengan komposisi Bahan Bakar Nabati sebesar 5%, Panas Bumi 5%, Biomasa, Nuklir, Air, Surya, dan Angin 5%, serta batubara yang dicairkan sebesar 2%. Saat ini, telah berkembang wacana untuk mencapai target pangsa energi baru terbarukan yang lebih tinggi dalam bauran energi nasional, yaitu sebesar 25% pada tahun 2025, atau yang dikenal dengan “Visi Energi 25/25” (ESDM, 2010).

Sampai saat ini, pengembangan EBT di Indonesia masih berjalan lambat hal ini karena masih tingginya ketergantungan pada sumber energi fosil dan disisi lain Pemerintah terus memberikan subsidi terhadap energi fosil yang cenderung terus naik setiap tahunnya. Besar subsidi energi yang dikeluarkan oleh Pemerintah dapat dilihat pada Tabel 1.3.

Tabel 1.3 Pengeluaran Pemerintah Pusat dan Subsidi Tahun 2006 – 2013 (dalam triliun rupiah)

2006 LKPP 2007 LKPP 2008 LKPP 2009 LKPP 2010 LKPP 2011 LKPP 2012 APBN-P 2013 LKPP Subsidi energi - Subsidi bahan bakar minyak - Subsidi listrik 95 65 30 117 84 33 223 139 84 95 45 50 140 82 58 255 165 90 202 137 65 275 194 81 Sumber : International Institute for Sustainable Development’s (IISD), 2013

Data dari sejumlah penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar manfaat subsidi justru dinikmati oleh golongan berpendapatan tinggi atau mampu. Karena subsidi bahan bakar dijalankan berdasarkan hitungan liter, dan tidak didasarkan

(5)

pada perbedaan penghasilan, maka kalangan yang paling banyak menggunakan bahan bakarlah yang paling mendapatkan manfaat paling banyak dari subsidi. Konsumen energi terbesar adalah masyarakat golongan atas dan masyarakat di daerah perkotaan (IISD, 2013)

Harga energi yang berasal dari energi fosil sangat murah karena adanya subsidi dari pemerintah. Sedangkan untuk harga energi yang berasal dari energi terbarukan tidak menarik karena mahal. Namun harga energi yang berasal dari energi fosil tidak memperhitungkan environmental cost (biaya lingkungan), yaitu biaya yang dikeluarkan karena adanya kualitas lingkungan yang buruk. Hal ini menjadi penting karena pemakaian bahan bakar dari energi fosil secara berlebihan akan menyebabkan emisi gas rumah kaca, polusi udara.

Berdasarkan data dari Badan Energi Internasional (IEA – International Energy Agency), pemangkasan subsidi konsumsi untuk bahan bakar fosil antara 2011 dan 2020 akan mengurangi emisi CO2 global sebanyak 5,8 persen,

dibandingkan jika konsumsinya dilanjutkan seperti biasa (IEA, 2010). Yusuf, Komarulzaman, Hermawan, Hartono dan Sjahrir (2010), misalnya, menemukan bahwa penghentian subsidi BBM dan listrik akan mengurangi tingkat pengeluaran emisi CO2 nasional sebanyak 6,71 persen pada 2020 (6,66 persen dari pencabutan

subsidi BBM dan 0,92 persen dari pencabutan subsidi listrik).

Isu perubahan iklim ini berpengaruh dalam kebijakan sektor energi di Indonesia. Untuk itu seluruh masyarakat Indonesia bersama-sama mendukung upaya pengurangan emisi.

(6)

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DI Yogyakarta) merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang tidak memiliki sumber energi atau cadangan energi tak terbarukan. Selama ini, permintaan energi tak terbarukan seperti minyak bumi (BBM), batubara dan gas dipasok dari daerah lain. Dengan kondisi ketersediaan energi sekarang tidak mungkin kebutuhan tersebut dapat tercapai jika hanya akan mengandalkan pasokan dari energi tak terbarukan. Oleh karena itu diperlukan perencanaan energi yang baik yang dapat digunakan sebagai acuan yang mampu mendukung ketersediaan energi berkelanjutan dengan konsep bauran energi yang lebih mengarah kepada energi terbarukan (Badruzzaman, 2013).

Rasio Elektrifikasi Provinsi DI Yogyakarta pada tahun 2012 mencapai 77,1%. Peningkatan rasio elektrifikasi tersebut didorong dengan gencarnya pemanfataan energi terbarukan oleh masyarakat setempat sehingga dapat menjadi alternatif bagi daerah yang sulit dijangkau aliran listrik konvensional. Pada tahun 2013 PT. PLN Area Pelayanan dan Jaringan Yogyakarta menargetkan rasio elektrifikasi Provinsi DI Yogyakarta sebesar 81,42%. Namun saat ini masih ada 32 dusun di Provinsi DI Yogyakarta yang belum mendapatkan aliran listrik yang tersebar di tiga kabupaten yaitu 14 dusun Kabupaten Progo, satu dusun di Kabupaten Bantul dan 17 Dusun di Kabupaten Gunung Kidul.

Provinsi DI Yogyakarta mempunyai potensi energi terbarukan yang cukup besar, seperti: energi air, surya, angin, ombak dan biomasa. Untuk tenaga surya dan tenaga angin hampir merata di seluruh wilayah di Indonesia termasuk di Provinsi DI Yogyakarta. Potensi tenaga air di Provinsi DI Yogyakarta cukup besar. Hal ini disebabkan karena pengaruh kondisi geografis yaitu terdapatnya

(7)

Gunung Merapi sebagai sumber mata air sehingga banyak sungai besar mengalir di Provinsi DI Yogyakarta ini. Potensi tenaga air merata di seluruh Kabupaten di Provinsi DI Yogyakarta. Sampai saat ini, menurut data dari Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Energi dan Sumber Daya Mineral dan (Dinas PUP ESDM) Provinsi DI Yogyakarta, potensi tenaga air yang dapat dimanfaatkan untuk PLTMH mencapai 1673,4 kW seperti ditunjukkan pada Tabel 1.3.

Dari Tabel 1.4, potensi tenaga air untuk PLTMH di Kabupaten Kulon Progo jika dipetakan terlihat seperti Gambar 1.1. berikut.

Gambar 1.1 Peta Potensi Tenaga Air untuk PLTMH di Kabupaten Kulon Progo (Sumber : http://www.kulonprogokab.go.id) Keterangan : 1. Kedungrong 1, Purwoharjo, Samigaluh 2. Kedungrong 2, Purwoharjo, Samigaluh 3. Semawung, Banjarharjo, Kalibawang 4. Dusun Jurang, Banjarharjo, Kalibawang 5. Kalisonggo, Pendowoharjo, Girimulyo 6. Blumbang, Banjararum, Kalibawang 7. Bendung Kamal, Girimulyo 8. Tanjungharjo, Nanggulan

(8)

Tabel 1.4 Potensi Tenaga Air untuk PLTMH di Provinsi DI Yogyakarta

No. Lokasi Kabupaten Potensi

(kW)

1. Kedungrong 1, Purwoharjo, Samigaluh Kulon Progo 105,8

2. Kedungrong 2, Purwoharjo, Samigaluh Kulon Progo 123,4

3. Semawung, Banjarharjo, Kalibawang Kulon Progo 600

4. Dusun Jurang, Banjarharjo, Kalibawang Kulon Progo 6,2

5. Kalisonggo, Pendowoharjo, Girimulyo Kulon Progo 34

6. Blumbang, Banjararum, Kalibawang Kulon Progo 5

7. Bendung Kamal, Girimulyo Kulon Progo 34

8. Tanjungharjo, Nanggulan Kulon Progo 5,3

9. Desa, Sendangrejo, Minggir Sleman 8

10. Desa Klagaran, Sedangrejo, Mingir Sleman 17

11. Desa Kajoran, Banyurejo, Sayegan Sleman 23,5

12. Desa, Sendangrejo, Minggir Sleman 8

13. Talang Krasak Banyurip, Banyurejo, Tempel Sleman 20

14. Desa Gasiran, Banyuredjo, Sayegan Sleman 8,82

15. Desa Bluran, Tirtonadi, Mlati Sleman 29,4

16. Desa Trini, Trihanggo, Gamping Sleman 22

17. Gemawang, Mlati Sleman 77,8

18. Selokan Mataram - 5, Depok Sleman 47,1

19. Selokan Mataram - 6, Depok Sleman 20,1

20. Selokan Mataram - 7, Kalasan Sleman 47,1

21. Candisari, Kalasan Sleman 44,18

22. Sungai Duren, Turi Sleman 7

23. Bendung Klontongan, Sendangtirto, Berbah Sleman 11,7

24. Bendung Glendongan, Catur Tunggal, Depok Sleman 8

25. Bendung Sekarsuli, Berbah Sleman 14

26. Bendung Klampok, Berbah Sleman 9

27. Bendung Sidoarjo, Berbah Sleman 11

28. Ngipiksari, Hargobinangun Pakem Sleman 40

29. Bendung Landakan, Hargobinangun, Pakem Sleman 15

30. Kali Buntung, Tegalrejo, Yogyakarta Kota Ygy 12,4

31. Bendung Tegal, Gaten, Canden, Jetis Kota Ygy 180

32. Pendowoharjo, Sewon, Bantul Bantul 2

33. Desa Caturharjo, Pandak Bantul 20

34. Parangrejo, Beji, Purwosari Gunung Kidul 1,7

35. Klepu, Girijati, Playen Gunung Kidul 1,8

36. Gedad, Banyusoco, Playen Gunung Kidul 3,5

37. Gedad, Banyusoco, Playen Gunung Kidul 3

38. Mengguran, Bleberan, Playen Gunung Kidul 41

39. Sanggrahan, Sumbergiri, Ponjong Gunung Kidul 1,4

40. Bedoyo, Ponjong Gunung Kidul 1,4

41. Gelaran, Bejiharjo, Ponjong Gunung Kidul 1,4

42. Gelaran, Bejiharjo, Ponjong Gunung Kidul 1,4

Total 1673,4

(9)

Dari potensi tenaga air yang ada, di Provinsi DI Yogyakarta telah dibangun sebanyak 10 (sepuluh) PLTMH yang didanai dari berbagai sumber. Tabel 1.5 di bawah ini menunjukkan PLTMH Terpasang Provinsi DI Yogyakarta.

Tabel 1.5 PLTMH Terpasang Provinsi DI Yogyakarta No. Lokasi Sumber Air Kapasitas Sumber

Dana Kondisi Saat Ini Keterangan 1. PLTMH Minggir 1, Sleman

Saluran irigasi Van Der Wick, Sungai Progo 15 kW APBN 2006 Tidak beroperasi sejak 2007 Tidak beroperasi (sampah, debit, pengelolaan) 2. PLTMH Minggir 2, Sleman

Saluran irigasi Van Der Wick, Sungai Progo 15 kW APBN 2009 Tidak Beroperasi sejak 2010 Tidak beroperasi (sampah, debit, pengelolaan) 3. PLTMH Turi, Sleman

Mata air akuifer, Nyangkring 5 kW APBN 2004 Tidak beroperasi sejak 2005 Tidak beroperasi (sampah, debit, pengelolaan) 4. PLTMH Sewon, Bantul Saluran pembuangan IPAL 5 kW APBN 2003 Tidak beroperasi sejak 2006 (gempa) Rusak (infratruktur rusak karena gempa dan

dicuri) 5. PLTMH

Gabusan

Sungai Code dan Winongo 1,25 kW APBD DIY 2010 Tidak beroperasi sejak 2011 Tidak beroperasi (sampah, debit, pengelolaan) 6. PLTMH Kedungrong, Kulon Progo Saluran irigasi Kalibawang, pengambilan bebas Sungai Progo 30 kW APBD DIY 2011 Beroperasi - 7. PLTMH Blumbang, Kulon Progo Saluran irigasi Kalibawang, pengambilan bebas Sungai Progo 30 kW APBD DIY 2013 Proses Pemba- ngunan - 8. PLTMH Semawung, Kulon Progo Saluran irigasi Kalibawang pengambilan bebas Sungai Progo 600 kW Swasta 2013 Proses Pemba-ngunan Direncanakan on grid 9. PLTMH Bendo, Bantul Saluran irigasi, Sungai Opak Bendung Canden Kiri 2 kW Swadaya 2009, 2010 (redesign) Tidak beroperasi sejak 2010 Rusak (debit, kincir rusak, pengelolaan) 10. PLTMH Singosaren, Bantul Saluran irigasi, Sungai Opak 2 kW Swadaya 2007, 2009, 2010 Tidak beroperasi sejak 2010 Rusak (turbin berkarat, kopel rusak, generator rusak, sampah, pengelolaan) Sumber : Dari berbagai sumber

(10)

Dari Tabel 1.5, PLTMH Terpasang Provinsi DI Yogyakarta jika dipetakan terlihat seperti Gambar 1.2.

Sumber : http://www.pip2bdiy.org/sigperkim/peta.php

Gambar 1.2 PLTMH Terpasang Provinsi DI Yogyakarta

Potensi tenaga air yang cukup besar yang dimiliki Kabupaten Kulon Progo mendorong Pemerintah Kabupaten setempat untuk mengembangkan energi alternatif. Langkah ini ditempuh guna memenuhi kebutuhan energi seluruh masyarakat Kabupaten Kulon Progo. Salah satu langkah itu dengan memanfaatkan tenaga air menjadi energi potensial. Energi ini diharapkan dapat menopang kebutuhan listrik di sejumlah desa yang selama ini belum teraliri listrik bahkan masih sebagian teraliri listrik, salah satunya Dusun Kedungrong, Desa Purwoharjo, Kecamatan Samigaluh.

Program pengembangan energi berbasis mikrohidro yang dilakukan di tiap desa untuk meningkatkan pasokan energi, juga dapat memberdayakan masyarakat setempat untuk pengembangan ekonomi produktif.

(11)

Pengembangan pengelolaan sistem PLTMH yang berkelanjutan tidak mudah untuk dilaksanakan. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pada kenyataannya, banyak pengembangan sistem PLTMH yang gagal dan menyebabkan bangunan PLTMH menjadi ‘mangkrak’. Itu artinya bahwa banyak pembangunan PLTMH dilakukan namun tidak dapat dipertahankan keberlanjutannya.

Pengembangan pengelolaan sistem PLTMH Kedungrong diharapkan dapat menjadi model untuk pengembangan sistem PLTMH lainnya terutama di Kabupaten Kulon Progo, karena saat ini di Kabupaten Kulon Progo sedang dibangun 2 (dua) PLTMH baru yaitu PLTMH Blumbang dan PLTMH Semawung. Dua PLTMH ini sangat diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam penyediaan listrik di wilayah Kabupaten Kulon Progo dan dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakatnya.

Pengembangan pengelolaan sistem PLTMH di Dusun Kedungrong dijadikan sebagai lokasi penelitian karena PLTMH Kedungrong masih dapat beroperasi secara berkelanjutan dan listrik yang dihasilkan sudah dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk fasilitas umum seperti penerangan jalan dan usaha ekonomi produktif seperti jahit-menjahit dan pertukangan yang memberikan manfaat optimal kepada masyarakat. Dari best practice pada PLTMH Kedungrong diharapkan dapat dijadikan sebagai pembelajaran bagi PLTMH lain yang yang sedang dan akan dibangun atau yang sudah ‘mangkrak’ untuk bisa di operasikan kembali sehingga dapat berkelanjutan.

(12)

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah disampaikan di atas, identifikasi dari penelitian ini difokuskan tentang :

a. Pengelolaan sistem PLTMH Kedungrong ditinjau dari aspek teknis dan non-teknis.

b. Model pengelolaan PLTMH sebagai strategi pengembangan yang berkelanjutan.

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang ada, maka penelitian ini dibatasi pada : a. Lokasi penelitian berada di PLTMH Kedungrong Desa Purwoharjo

Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulon Progo.

b. Pengelolaan sistem PLTMH Kedungrong yang ditinjau dari aspek teknis dan non-teknis. Untuk aspek teknis difokuskan pada komponen sipil.

c. Prospek keberkelanjutan PLTMH Kedungrong.

d. Pengembangan model pengelolaan PLTMH yang berkelanjutan.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Mendeskripsikan pengelolaan sistem PLTMH Kedungrong ditinjau dari aspek teknis dan non-teknis.

(13)

1.5 Keaslian Penelitian

Pengembangan Model Pengelolaan Sistem PLTMH yang Berkelanjutan Studi Kasus PLTMH Kedungrong Desa Purwoharjo Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulon Progo Provinsi Di Yogyakarta belum pernah ada dipublikasi sebelumnya. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan belum adanya penelitian Pengembangan Model Pengelolaan Sistem PLTMH yang Berkelanjutan Studi Kasus PLTMH Kedungrong Desa Purwoharjo Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulon Progo Provinsi Di Yogyakarta.

Beberapa penelitian tentang pengembangan pengelolaan sistem PLTMH dapat dilihat pada Tabel 1.5.

Penelitian tentang pengembangan pengelolaan sistem PLTMH beberapa sudah dilakukan. Namun penelitian ini secara khusus yang membedakan dengan penelitian terdahulu adalah lokasi penelitian dan fokus pengembangan sistem PLTMH dilakukan pada PLTMH yang sudah beroperasi sehingga dapat diketahui kriteria keberhasilan PLTMH yang berkelanjutan dan dapat memformulasikan model pengelolaan sistem PLTMH yang berkelanjutan.

(14)

Tabel 1.6 Penelitian Sebelumnya Terkait Pengembangan Pengelolaan Sistem PLTMH No.

Nama Peneliti Judul

Penelitian Perencanaan Pengelolaan Aspek Teknis Aspek non-Teknis Aspek Teknis Aspek non-Teknis 1. Khaerul (2008) Prospek Pengembangan PLTMH Di Provinsi Papua Barat Studi kelayakan Analisis ekonomi - - 2. Aribowo, dkk (2012) Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan PLTMH di Desa Depok Kec. LebakBarang Kab. Pekalongan - - Pengelolaan PLTMH Partisipasi masyarakat & Pengelolaan lingkungan

3. Hanifah, dkk (2012) Evaluasi terhadap Kondisi Fisik,

Pengelolan PLTMH di Desa Palakka Kec. Maiwa Kab. Enrekang

- - Evaluasi kondisi fisik (Sipil, ME) Evaluasi Pengelolaan PLTMH 4. Koeswantoro (2011) Pengembangan Sistem PLTMH pada Saluran Irigasi Indukgung (Test Tedi) Sungai Gung Tegal Jawa Tengah

Studi potensi sungai dan saluran irigasi, Merancang turbin crossflow Pengemba ngan PLTMH sebagai alternatif pemecahan masalah kebutuhan listrik - - 5. Sugianto (2012) Perencanaan, Pembangunan dan Pengembangan Pemanfaatan Sistem PLTPH Pikohidro dengan Studi Karakteristik dan Desain Ulang Sudu Turbin Open Flume di Dusun Wanarata Desa Gumelem Kulon Kec. Susukan Kab. Banjarnegara Studi potensi PLTPH, Desain ulang sudu turbin PLTPH dikembang kan untuk menyediak an listrik dan meningkat kan usaha ekonomi produktif - - 6. Penelitian ini (2014) Pengembangan Model Pengelolaan Sistem PLTMH yang Berkelanjutan (Studi Kasus :PLTMH Kedungrong Desa Purwoharjo Kec. Samigaluh DIY) - - Pengelola- an sistem PLTMH Model pengelolaan PLTMH sebagai strategi pengembanga n yang berkelanjutan

(15)

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Bagi masyarakat, adanya perubahan sosial-ekonomi masyarakat yang lebih produktif serta alih teknologi untuk masyarakat pedesaan dalam operasional, manajemen sehingga pemanfaatan hasil pembangunan PLTMH dapat berkelanjutan.

b. Bagi instansi terkait, memberikan masukan sebagai landasan dalam membuat kebijakan untuk pengembangan PLTMH.

c. Bagi peneliti, memberikan informasi tentang model pengelolaan PLTMH sebagai strategi pengembangan yang berkelanjutan.

Dari penjelasan di atas diketahui bahwa dari penelitian ini didapatkan best practice keberhasilan pengelolaan pada PLTMH Kedungrong yang diharapkan dapat dijadikan sebagai pembelajaran bagi PLTMH lain yang yang sedang dan akan dibangun atau yang sudah ‘mangkrak’ untuk bisa di operasikan kembali sehingga dapat berkelanjutan.

Untuk bab selanjutnya, Bab II akan menjelaskan tentang tinjauan pustaka pada penelitian ini.

Gambar

Tabel 1.1 Potensi Energi Tak Terbarukan Indonesia  No.  Energi Tak
Tabel 1.2 Potensi Energi Baru Terbarukan Indonesia  No.  Energi Baru
Tabel 1.3 Pengeluaran Pemerintah Pusat dan Subsidi Tahun 2006 – 2013  (dalam triliun rupiah)
Gambar 1.1 Peta Potensi Tenaga Air untuk PLTMH di Kabupaten Kulon Progo  (Sumber : http://www.kulonprogokab.go.id)  Keterangan :  1
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dalam beberapa tahun terakhir, Nagarey yang merupakan toko furniture bekerja bersama sejumlah desainer dan pengusaha dari Skandinavia. Produk Skandinavia banyak

Materi teknis yang disajikan mencakup perencanaan program Pengembangan Kawasan Permukiman, Penataan Bangunan dan Lingkungan, Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum,

(2012) dan Sowmya dan Panchanatham (2011) juga menemukan adanya hubungan yang kuat antara kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional, yang menyatakan bahwa

RANGKA DAN NO.. Tun Abdul Razak, samping Rs.. RANGKA DAN NO.. Tun Abdul Razak, samping Rs. RANGKA DAN NO. TUN ABDUL RAZAK NO.. Bunderan Samata)..

Perusahaan Belanda, yang kini hampir selama satu abad memperluas perdagangan- nya di Kerajaan Siam di bawah nenek moyang Duli Yang Maha Mulia Paduka Raja yang sangat luhur,

kamar mandi” karya Gusmel Riyald, ald, dapat diketahui bahwa d dapat diketahui bahwa drama ini menggunakan rama ini menggunakan alur maju yaitu dari pertama terjadi suatu

Hasil reboisasi melalui GNRHL dan HKm tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 pada citra hasil klasifikasi tahun 2004 teridentifikasi sebagai semak belukar dan pertanian

Contoh, dalam beberapa kasus, memungkinkan untuk menggunakan penukar panas yang besar, pada biaya beban yang lebih rendah daripada operasi chiller bersuhu rendah, untuk