• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optirnasi Jaringan Saraf Tiruan Menggunakan Algoritme GenetH Untuk Peramalan Panjang Musim Hujan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Optirnasi Jaringan Saraf Tiruan Menggunakan Algoritme GenetH Untuk Peramalan Panjang Musim Hujan"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Optirnasi

Jaringan Saraf Tiruan Menggunakan Algoritme

GenetH

Untuk Peramalan Panjang Musim Hujan

1)AgusBuono, 2)Maulita Pangesti, 3)Ahmad faqih 1),2)Computer Science Department

Faculty of Mathematic and Natural Science Bogor Agriculture University Boger, Indonesia

3)Meteorology and Geophysics Department

Faculty of Mathematic and Natural Science Bogor Agriculture University Bogor, Indonesia

1)pudesha~gmail. com Z)maulitapangesti91 @yahoo.com

The focus of this research is to predict length of the rainy season in Indramayu using artificial neural networks (ANN) optimized by genetic algorithm (GA). The weights generated by the neural network is random, so the result of predictive value can change in each training. GA is a computational model that has operator selection, crossover, and mutation for generating a new population. The initialization of weights that is given by ANN will optimize using GA. The predictors which are used in this research are southern oscillation index (SOl) data and beginning of rainy season (AMH) data with the length of rainy season data in previous year to predict length of rainy season in current year. The best result is obtained from the model on average region. On this region, the RMSE is amount of 1.4 dasarian and the correlation coefficient between the observed values and predicted values is amount of 0.741 at 10%the significance level, the RMSE is amount of 1.9 dasarian and the correlation coefficient between the observed values and predicted values is amount of 0.694 at 5% the significance level.

I

.

PENDAHULUAN

Keywords- back propagation, genetic algorithm, length of rainy season, neural network

Indonesia sebagai negara agraris sangat berkepentingan terhadap

'

budidaya

pertanian, khususnya padi.

Adalah hal yang sudah dipahami bersama bahwa produktifitas pertanian padi di Indonesia sangat berkaitan erat dengan faktor ketersediaan air yang ditentukan oleh kondisi hujan. Salah satu peubah mengenai hujan adalah panjang musim hujan (PMH). Panjang musim hujan, selain menentukan distribusi hujan di musim penghujan juga berpengaruh pad a ketersediaan air di musim kemarau. Selain faktor lokal, panjang musim hujan juga dipengaruhi kondisi global. Salah satu index blobal yang mempunyai korelasi yang kuat dengan panjang musim hujan adalah Southern Oscillation Index (SOl),

Adhani dan Buono 2013. Dengan kemajuan teknologi informasi, maka nilai index global, termasuk 501, sudah tersedia secara bebas dan dapat diunduh melalui internet.

501 merupakan salah satu index global yang merepresentasikan kondisi global di lautan pacific, dan dikenal dengan nama ENSO (EI-Nino Southern Oscillation). ENSO merupakan gabungan antara proses di atmosfer dan di samudera yang disebabkan oleh sirkulasi panas dan momentum atmosferik di daerah Pasifik Ekuator, McPhaden

2002

.

Beberapa

vanast

hujan yang dipengaruhi ENSO adalah awal musim hujan, nilai curah hujan, serta panjang musim hujan, serta sifat

(2)

hujan di musim kemarau, Tjasyono B

2003.

Pada sektor pertanian khususnya di daerah Indramayu yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani yang memproduksi padi,musim hujan dapat menguntungkan yaitu dalamirigasi sebagai pengairan di sawah dan sebagai persediaan cadangan air pada saat musim kemarau tiba. Akan tetapi, faktor yang dapat merugikan adalah apabila hujan yang turun terlalu lama dan tidak normal akan menyebabkan gagal panen dalam proses produksinya akibat perairan yang terlalu berlebihan yang tidak mampu diserap oleh tanah. Dari masalah kerugian inilah, timbul suatu ide untuk mencegah terjadinya kegagalan panen tersebut dengan memberikan

ketersedian informasi yang akurat tentang lamanya musim hujan untuk para petani sebelum melakukan proses produksi.

Pada penelitian sebelumnya yang berkaitan panjang musim hujan pernah dilakukan oleh Said pada tahun

2011

yang menggunakan jaringan saraf tiruan

resilient backpropagotion dalam

l1emprakirakan panjang musim hujan didapatkan nilai RMSE sebesar

1.0

fasarian. Data yang digunakan sebagai orediktor adalah data suhu permukaan aut atau SST. Diponogoro pada tahun

~013

yang menggunakan adaptive neuro

'uzzy

inference

system dalam

neramalkan panjang musim hujan fidapatkan nilai RMSE

4.09

dasarian.

lata yang digunakan sebagai predictor

:dalah data SOl (Southern Oscillation

viex;

bulan Juli, September, Agustus,

iktober dan Februari, serta data awal tusirn hujan.

Jaringan saraf tiruan (JST) adalah stern pemodelan komputasi dengan

araktertstik

kinerja serupa dengan

i

r

i

ngan

saraf tiruan biologis manusia,

ausett

1994.

Jaringan saraf tiruan iasa digunakan untuk melakukan suatu erarnalan, klasifikasi pola, dan

ustering, Jain et at

1996.

Salah satu

algoritmeJST adalah backpropagation

atau "alurmundur". JST

backpropagation menggunakan error

untuk mengubah nilai bobot-bobot jaringan datam arah mundur, sehingga dapat meminimalkan error pada saat melakukan peramalan, Kumar,dkk

2008. JSTbackpropagation memiliki

kelemahan yaitu salah satunya adalah tidak stabilnya nilai yang dihasilkan dalam beberapa kali pengulangan pelatihan, faktor utamanya adalah data yang tidak mencukupi sebagai bahan pelatihan dalam JSTbackpropagation.

Sementara itu algoritme genetika adalah suatu model pencarian berdasarkan pada seleksi alam dan genetik alamo Algoritme genetika digunakan sebagai alat optimisasi yang handal dan efisien untuk ruang masalah yang kompleks, Goldberg

1989.

Bertolak dari hal di atas, maka pada paper ini disajikan suatu pemodelan

komputasional untuk memprakirakan panjang musim hujan berdasar index global, yang dalam hal ini adalah

southern oscillation index. Model

komputasional yang diterapkan adalah JST propagasi balik yang inisialisasi bobotnya menggunakan algoritma

genetika.

Selanjutnya, paper im disajikan dengan susunan sebagai berikut: bagian 2 mendeskripsikan metode percobaan,

data yang dipergunakan, serta pemrosesan yang dilakukan. Bagian berikutnya difokuskan pada diskusi mengenai hasil dan pembahasan.

Akhirnya, pada bagian 4 akan disajikan kesimpulan dari penelitian ini.

II. DATA DAN METODE

Ada dua jenis data yang dipergunakna dalam Penelitian ini, yaitu data SOl yang diperoleh dengan mengunduh pad a website http://reg.bom.gov.au/climate/

glossary/soi.shtml. Pada website ini tersedia data SOl bulanan sejak tahun

1887.

Data kedua adalah observasi

hujan harian yang diperoleh di beberapa stasiun hujan di Indramayu yang terbagi dalam 5 wilayah hujan (WH) seperti ditunjukkan Gambar

1.

(3)

Gambar 1 Peta wilayah stasiun cuaca Kabupaten Indramayu

Selanjutnya dari data harian

tersebut dikonversi menjadi data

dasaharian yang merupakan jumlah

hujan setiap 10 hari. Dengan demikian,

dalam satu tahun ada 36 dasarian.

Gambar 2 menyajikan pola hujan

dasarian, awal musim dan akhir musim

hujan. Panjang data observasi curah

hujan yang berhasil diperoleh adalah 30

hingga 40 tahun, sesuai dengan wilayah

hujannya. Model yang dibangun akan

memprediksi nilai rata-rata dari 5

wilayah hujan tersebut maupun per

wilayah hujan. Pembagian data latih

dan uji adalah seperti disajikan pada

Tabel

1.

Pengujian dilakukan dengan

pengujian 1 tahun ke depan dengan

Dalam prediksi tahun, dari tahun

ns

BatasI2..~..ngrr awal clan akhlr

Awal Musim

Hujan Huian

Gambar 2. Contoh pol a hujan dasarian, awal musim hujan dan akhir

musim hujan

Tabel

1.

Pembagian data latih dan data

uji per wilayah hujan 1 hingga 5 dan

rata-ratanya 1 2 4 R.?.\i!.im Data 30 20 20 34 29 34. Latih Data Uji 10 10 10 10 10 10 Jumlah 40 -30 ...30 44 39 44

Selanjutnya percobaan dilakukan

dengan mengikuti tahapan seperti

disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Blok Diagram Percobaan III.

PEMBAHASAN

Pemilihan Prediktor

Dalam penelitian

im,

data yang

digunakan ialah data 501 dan data awal

musim hujan. Data mencangkup lima

kelompok wilayah hujan dengan

prediktor sesuai taraf nyata 5% dan

10%. Kelompok data di wilayah hujan

pertama yaitu wilayah hujan

Pusakanagara, Losarang, Sukra, dan

Ujung Garis Kabupaten Indramayu pada

tahun 1969-2010, tidak termasuk data

tahun 200612007. Kelompok data di

wilayah hujan kedua yaitu wilayah

hujan Sudikampiran dan Sudimampir

pad a tahun 1978-2010, tidak termasuk

data tahun 2002/2003 dan 2006/2007.

Kelompok data di wilayah hujan ketiga

yaitu wilayah hujan Lw Semut, Teluk

Kacang, dan Wanguk pada tahun

1971-2004, tidak termasuk data tahun

1996/1997, 1997/1998, dan 2002/2003.

Kelompok data di wilayah hujan

keempat yaitu wilayah hujan Rentang,

Sukadana, dan Tugu pada tahun

1965-2010, tidak termasuk data tahun

200612007. Kelompok data di wilayah

pertama yaitu wilayah hujan Sumur

Watu, Taminyang, 5lamet pad a tahun

(4)

1970-2010,

tidak

termas

u

k

data

tahun

2

00

612007.

Gambar

4

menun

j

ukkan

nila

i

korelasi

data

501

dengan

data

panjang

musim

hujan

.

Dari

grafik

terseb

u

t

,

data

501

ya

n

g

m

emenuhi

syarat

sebagai

data

sampel

taraf

nyata

5% yait

u

bu

l

an Juli, Agustus,

September

d

a

n

F

e

bruari,

akan

tetapi

bulan

Februari

tidak

digunakan

sebagai

pr

e

dikt

o

r

dikarenakan

musim

hujan

terkadang

sudah

berhenti,

sedangkan

pada taraf

nyata

10% yaitu bulan Juni,

Juli, Ag

u

stus,

Se

p

tember,

Oktober,

dan

November.

1-, 1 0,9 'j O,B 'i

_

0

,7

/

~0,6'1 ~0,5

'

j

0,46 0,45 ;g04 '1 0,37 0,387 0,398 0345

"~

11

.

"

"

'1

"

ilIl

Mel Jun Jul AES sept oee Nav Des Jan reb Mar Apr

Jambar

4 Grafik nilai korelasi

data

501

Jengan

data panjang

musim hujan

~nalis

i

s RMSE

Prediksi

dilakukan

dengan

nenggunakan

JST

backpropagation

dan

ST

backpropagation

yang

dioptimasi

engan

algoritma

genetika

pada

setiap

rilayah

serta

rataan

wilayah

dengan

iembandingkan

nilai

RMSE

hasil

rediksi

.

Tabel

2 menunjukkan

nilai galat

di

-tiap

wilayah

dengan

menggunakan

iT

backpropagation

maupun

JST

ickpropagation

optimasi

pada

taraf

rata

5% dan

taraf

nyata

10

%.

Dari

bel

tersebut

terlihat

dengan

enggunakan

JST

backpropagation

telah

optimasi

algoritme

genetika

rkadang

tidak

membuat

nilai

galat

imrnurn

dan

maximum

menjadi

enurun

da

r

i

JST

backpropagation

belumnya,

melainkan

dapat

enurunkan

nilai

RMSE untuk

setiap

lompok

.

Nilai

p

e

nu

r

unan

tersebut

alah

untuk

kelompok

pertama

resar

0.6 dasarian

pada

taraf

nyata

5

%

dan sebesar

0

.

4 dasa

r

ian

p

ad a t

a

raf

nyata 10%, ke

lo

mp

o

k

kedu

a

s

e

besar

0

.

3

dasar

i

an

p

ada

taraf

nyata

5

% dan

sebesar

0

.

8 da

s

ar

i

an

pa

da

taraf

n

y

ata

1

0

%

,

kelo

m

pok

ketiga

s

e

besar

0.6

d

a

s

a

r

ian

pada

t

araf

nyata

5

%

d

an

sebesar

0

.

3 dasaria

n

p

a

d

a

taraf

nyata

10%, kel

o

mpok

k

e

empat

s

eb

e

s

a

r

0.6

das

a

rian

pada

taraf

nyata

5% dan

sebesar

0

.

6 dasarian

pada

taraf

nyata

10%,

kelompok

ke

l

ima

se

be

s

ar

0

.

6

dasarian

pada

taraf

nyata

5%

d

an

s

e

b

e

sar

0.6 dasarian

pada

ta

r

af

nyata

10%,

dan

kelompok

rataan

wilayah

sebesar

0

.

2 dasarian

pada

taraf

nyata

5% dan sebesar

0.1 dasarian

pada taraf

nyata 10%

.

Tabel

2.

NHai galat

setiap

kelompok

wilayah pada taraf nyata 5% dan 10%

5%

10% JST JST-GA JST JST-GA Min 0.05 0.4 0.9 0.2 WHI Max 4.9 4.5 5.8 4.4 RMSE 3.6 3.0 2.7 2.3 Min 0.11 0 0.2 0.75 WH" Max 5.6 5.6 7.0 5.1 RMSE 2.5 2.2 2.8 2.0 Min 0.35 0.22 0.19 0.6 WHIII Max 5.2 3.1 3.7 3.75 RMSE 2.6 1.8 2.4 2.1 Min 0.5 2.5 0.2 1.2 WH IV Max 8.5 6.18 7.4 6.1 RMSE 4.0 3.4 4.0 3.4 Min 0.4 0.2 0.56 0.2 WHY Max 9.1 7.0 5.8 8.4 RMSE 4.9 4.3 4.47 3.9 Rataa Min 0.7 0.8 0.07 0.03 n Max 4.6 4.5 3.7 3.5 Wilay ah RMSE 2.1 1.9 1.5 1.4

Dari

tabel

tersebut

juga

terlihat

rentang

nilai

ga

l

at

bervariasi,

pada

taraf

nyata

5% rentang

nHai

galat

tertinggi

hasH

JST

backpropagation

optimasi

sebesar

6

.

8

pada

kelompok

kelima

dengan

ni

l

ai

RMSE sebesar

4.3

(5)

dasarian.

Pada

taraf

nyata

10%

rentang

n

ilai galat

tertinggi

hasil JST

backpropagation

optimasi

sebesar

8.2

pada

kelompok

kelima

dengan

nilai

RMSE sebesar

3.9

dasarian.

Hal

ini

menunjukkan,

nilai

RMSE

tidak

dipengaruh

i

dengan

rentang

ga

l

at

,

Nilai

RMSE dipe

n

garuhi

dari

seba

r

an

galat

beragam

da

n

besar

yang

a

k

an

menyebabkan

n

i

la

i

R

MS

E

besar

.

Pad a

taraf nyata 5% rataa

n

nila

i

RMSEdengan

JS

T

backpropagation

d

i l

ima

w

i

layah

sebesar

3,28

dasarian

atau

kesalahan

dalam

memprediks

i

panjang

musim

hujan

sebesar

32

har

i

,

sedangkan

rataan

nilai

RMSE

dengan

J

ST

backpropagationyang

telah

d

i

optimas

i

di lima wilayah

sebesa

r

2,78

dasarian

a

t

au

kesalahan

dalam

mempred

i

ks

i

pa

n

jang

m

usi

m

hujan

sebesa

r

27 har

i

.

D

a

n

pad a

t

ara

f

nyata

1

0%

r

a

t

aan

ni

l

a

i

RMSE

d

engan

J

ST

backpropagation

d

i

lima wilayah sebesa

r

3,1

1 dasa

ri

an

ata

u

kesalahan

dalam

mempred

i

ksi

panjang

musim

hujan

sebesar

31

har

i

,

sedangkan

rataan

nilai

RMSE dengan

JST

backpropagationyang

telah

dioptimasi

di

l

ima wilayah

sebesar

2

.

51

dasarian

atau

kesalahan

dalam

memprediksi

panjang

musim

hujan

sebesar

25 hari

.

An

a

li

s

is Kor

e

l

as

i S

e

d

e

rhana

Hasil korelas

i

an

t

ara

nila

i

predi

k

s

i

.dengan

nilai

obse

r

vas

i

denga

n

menggu

n

a

k

an

JST

backpropagation

op

tim

asi

dilaku

k

an

d

engan

perh

it

ungan

d

i

setiap

wilayah

huja

n

.

Koefisien

korelasi

dibutuhkan

untuk

mengetahu

i

kete

r

ikatan

hubungan

antara

nilai

prediksi

dan

nil

a

i

observasi

,

jika ni

l

a

i

koefisien

ko

r

e

l

asi

be

r

nilai

positif

,

maka

nilai

pred

ik

s

i

dan

n

ilai

observasi

berband

i

ng

l

urus

.

Hal

ini

berarti,

semakin

tingg

i

nilai observasi

yang ada,

ma

k

a ni

l

a

i

pred

i

ksi juga semakin

t

inggi

.

Hasi

l

k

oefisie

n

kore

l

asi

di

setiap

wilayha

h

ujan

didapatka

n

d

e

n

gan

melakukan

pe

r

hitunga

n.

Pada

taraf

nyata

5%

nil

a

i

koefisien

korelasi

tertinggi

sebesar

0

.

714

pada

rataan

wilayah,

sedangkan

nilai

koefisien

korelasi

terkecil

sebesar

0

,

31

pada

wilayah

hujan

II

.

Dan pada taraf

nyata

10% nilai

koefisien

korelasi

tertinggi

sebesar

0

.

741

pad a

rataan

wilayah,

sedangkan

nilai

koefisien

korelasi

terkecil

sebesar

0.35 pada wilayah

I

I

I

.

0.8 0.714 0.741 V.I .~ (\.6

l

0.5 c

.

0.4 -;;:;

~

0.3 ~-:'10'%

'"

3 0.2 85% Z 0.1 Kalornpok data

Gamba

r

5

P

erband

i

ngan

nilai koefisien

korelasi

a

n

tara

nilai

prediksi

dengan

ni

l

ai observasi

di setiap

wilayah

pa

d

a

JST

backpropagation

yang d

i

op

t

imasi

.

RW merupakan

pe

r

ataan

wilayah

Gamba

r

5

menunjukkan

nilai

perbandingan

koefisien

korelasi

di

setiap

wilayah

hujan.

Pada taraf

nyata

10

%

nilai koefisien

korelasi

di kelompok

wilayah

hujan

I sebesar

0

.

49 sehingga

nilai koefisien

determinasi

di kelompok

ini

sebesar

0

.

24

atau

24%

.

Hal

ini

berart

i

sebanyak

24%

dari

nilai

obse

r

vasi

d

apat

d

i

gambarkan

hubungan

liniernya

t

e

r

hadap

nilai

pred

i

ksi

yang

terdapat

pad a kelompok

wilayah

hujan

tersebut,

sedangkan

Pad a ta

r

a

f

nyata

5% n

i

lai

k

oe

f

isie

n

korelasi

d

i

kelompok

wilayah

huja

n

I

sebesa

r

0

.

48 sehingga

n

i

l

a

i k

oefis

i

en

determ

i

nasi

di kelompok

in

i

sebesar

0

.

2

3

atau

23%

.

Hal

i

ni

berarti

sebanyak

23%

da

r

i

nilai

observasi

dapat

digambarkan

hubungan

liniernya

terhadap

nilai

prediksi

yang

terdapat

pada

kelompok

wilayah

hujan

tersebut

.

Pada taraf

nyata

1

0% n

i

lai koefisien

korelasi

d

i

kelompok

wi

l

ayah

hujan

I

I

sebesar

0

.

41

seh

i

ngga

nilai

koef

i

sien

de

t

erminas

i

di

k

e

l

ompok

in

i

sebesa

r

0.16 atau

1

6%. Ha

l

i

n

i berarti

sebanyak

16%

d

a

ri

n

i

la

i

observas

i

dapat

digamba

rk

an

hubungan

l

in

iernya

terhadap

nilai

prediksi

yang

terdapat

(6)

pada kelompok wilayah hujan tersebut, sedangkan pad a taraf nyata 5% nilai koefisien korelasi di kelompok wilayah hujan II sebesar 0.31 sehingga nilai koefisien determinasi di kelompok ini sebesar 0.10 atau 10%. Hal ini berarti sebanyak 10% dari nilai observasi dapat digambarkan hubungan liniernya terhadap nilai prediksi yang terdapat pada kelompok wilayah hujan tersebut.

Pada taraf nyata 10% nilai koefisien korelasi di kelompok wilayah hujan III sebesar 0.35 sehingga nilai koefisien determinasi di kelompok ini sebesar 0.12 atau 12%. Hal ini berarti sebanyak 12% dari nilai observasi dapat digambarkan hubungan liniernya terhadap nilai prediksi yang terdapat pad a kelompok wilayah hujan tersebut, sedangkan pad a taraf nyata 5% nilai koefisien korelasi di kelompok wilayah hujan III sebesar 0.63 sehingga nilai koefisien determinasi di kelompok ini sebesar 0.39 atau 39%. Hal ini berarti sebanyak 39% dari nilai observasi dapat digambarkan hubungan liniernya terhadap nilai prediksi yang terdapat pad a kelompok wilayah hujan tersebut.

Pada taraf nyata 10%nilai koefisien korelasi di kelompok wilayah hujan IV sebesar 0.52 sehingga nilai koefisien determinasi di kelompok ini sebesar 0.27 atau 27%. Hal ini berarti sebanyak 27% dari nilai observasi dapat digambarkan hubungan liniernya terhadap nilai prediksi yang terdapat pada kelompok wilayah hujan tersebut, sedangkan pada taraf nyata 5% nilai koefisien korelasi di kelompok wilayah hujan IV sebesar 0.714 sehingga nilai koefisien determinasi di kelompok ini sebesar 0.51 atau 51%. Hal ini berarti sebanyak 51% dari nilai observasi dapat digambarkan hubungan liniernya terhadap nilai prediksi yang terdapat pada kelompok wilayah hujan tersebut.

Pada taraf nyata 10% nilai koefisien korelasi di kelompok wilayah hujan V sebesar 0.51 sehingga nilai koefisien determinasi di kelompok ini sebesar 0.26 atau 26%. Hal ini berarti sebanyak

26% dari nilai observasi dapat digambarkan hubungan liniernya terhadap nilai prediksi yang terdapat pada kelompok wilayah hujan tersebut, sedangkan pada taraf nyata 5% nilai koefisien korelasi di kelompok wilayah hujan V sebesar 0.64 sehingga nilai koefisien determinasi di kelompok ini sebesar 0.40 atau 40%. Hal ini berarti sebanyak 40% dari nilai observasi dapat digambarkan hubungan liniernya terhadap nilai prediksi yang terdapat pada kelompok wilayah hujan tersebut.

, Pada taraf nyata 10% nilai koefisien korelasi di kelompok perataan wilayah hujan sebesar 0.741 sehingga nilai koefisien determinasi di kelompok ini sebesar 0.55 atau 55%. Hal ini berarti sebanyak 55% dari nilai observasi dapat digambarkan hubungan liniernya terhadap nilai prediksi yang terdapat pada kelompok wilayah hujan tersebut, .sedangkan pada taraf nyata 5% nilai

koefisien korelasi di kelompok perataan wilayah hujan sebesar 0.69 sehingga nilai koefisien determinasi di kelompok ini sebesar 0.47 atau 47%. Hal ini berarti sebanyak 47% dari nilai observasi dapat digambarkan hubungan liniernya terhadap nilai prediksi yang terdapat pad a kelompok wilayah hujan tersebut.

Analisis Kelompok Terbaik

Hasil yang telah didapatkan dari semua data kelompok wilayah hujan di Indramayu, dievaluasi berdasarkan nilai koefisein korelasi dan nilai RMSE. Dari

semua data kelompok, kelompok wilayah hujan rata-rata yang memiliki nilai koefisien korelasi dan nilai RMSE yang baik pada taraf nyata 5% dan 10%. Hasil nilai koefisien terkecil didapatkan pada kelompok data wilayah I sebesar 0.31 pada taraf nyata 5% dan pada taraf 10% sebesar 0.35di kelompok data wilayah III. Nilai RMSE terkecil pada taraf nyata 5% sebesar 1.8 dasarian yang terdapat pada kelompok wilayah III dan pada taraf nyata 10% sebesarn 1.6 dasarian pada perataan wilayah.

(7)

Dari hasil evaluasi terhadap data

prediksi yang didapatkan dari semua

kelompok data wilayah hujan masih

terdapat kekurangan. Ada beberapa

faktor yang mempengaruhi hasil

prediksi. Faktor pertama adalah data

latih yang tidak mencukupi, sehingga

pembentukkan pola yang tidak teratur

yang akan menghasilkan nilai prediksi

yang kuarang akurat. Faktor kedua

adalah program ini menggunakan nilai

peluang pad a saat melakukan

perpindahan silang, seringkali

mengakibatkan titik potong yang tidak

tepat sehingga hasil yang didapatkan

kurang maksimal. Faktor ketiga adalah

pola data latih yang tidak beraturan,

yang mengakibatkan hasil prediksi

memilliki nilai galat yang besar atau

kurang mendekati nilai observasi.

IV. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang dilakukan,

penggunaan algoritma genetika dalam

hal mengoptimasi bobot awal JST

backpropagation dapat menghasilkan

hasil prediksi yang mendekati nilai

observasi sehingga error yang

dihasilkan pun dapat diminimalkan

daripada menggunakan JST

backpropagation tanpa optimasi. Hasil

terbaik didapatkan pad a data kelompok

wilayah hujan rata-rata pad a taraf

nyata 5% ataupun 10% dengan nilai

koefisien korelasi sebesar 0.69 dan

0.741, serta nilai RMSE sebesar 1.4

dasa

r

ian

dan 1.6 dasarian. Prediktor

yang digunakan adalah data

501

bulan

Juni, Juli, Agustus, September,

Oktober, dan November untuk taraf

nyata 10% dan data

501

bulan Juli,

Agustus, dan Septemeber untuk taraf

nyata 5%, serta data awal musim hujan

baik taraf nyata 5% atau 10%.

Saran untuk penelitian selanjutnya

bisa menambahkan karakteristik lain

pad a algoritma genetika yaitu bisa

menambahkan elitisme atau metode

seleksi lainnya, metode crossover dalam

penentuan posisi gen saat pindah silang,

mutasi yang lebih terarah, serta metode

fungsi fitness yang lebih baik, sehingga

dapat menghasilkan nilai peramalan

panjang musim hujan yang memiliki

error yang lebih baik.

ACKNOWLEDGMENT

Penulisan mengucapkan terima kasih

kepada Center for Climate Risk and

Opportunity Management in Southeast

Asia and Pacific (CCROM-SEAPIPB) yang

telah menyediakan data dan

Kementrian Pendidikan Nasional atas

dukungan sebagian dana dalam

penulisan paper ini melalui skema

BOPTN IPB.

DAFT AR PUSTAKA

[I] Diponogoro AB. 2013. Peramalan

Panjang Musim Hujan Menggunakan

Adaptive Neuro Fuzzy

Ititerence

System

[Skripst].

Bogor: Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam, Institut Pertanian Bogor.

[2] Fausett L. 1994. Fudamentais of

Neural Networks. New

Jersey(US):Prentice Hall.

[3] Golberg DE. 1989. Genetic

Algorithms in Search, Optimization

& Machine Learning. Boston(US):

Addison-Wesley.

[4] Jain AK, Mao J, Mohiuddin K. 1996.

Artificial Neural Network : A

Tutorial. IEEE Comput. 29(3): 31~44.

[5] Kumar PR,Murthy MVR..;.Eashwar D,

Venkatdas M. 2005. Iimes Series

Modeling Using Artificial Neural

Networks. JATIT. Volume tidak

diketahui(Edisi tidak

diketahui): 1259-1264.

[6] McPhaden, M. J., 2002. El Nino and

La Nina: Causes and global

consequences. Encyclopedia of

Global Environmental Change,

Anonymous John Wiley and Sons,

LTD,353-370.

[7] Said MM. 2011. Peramalan Panjang

Musim Hujari: Ressilient

8ackpropagation

[

Skripsi].

Bogor:

Fakultas Matematika clan Ilmu

Pengetahuan Alam, Institut

Pertanian Bogor.

[8] Tjasyono B{ Bannu. 2003. Dampak

ENSO paaa Faktor Hujan di

Indonesia. Mathematics and

Sains.8(1):15-22.

Gambar

Gambar 2 menyajikan pola hujan dasarian, awal musim dan akhir musim hujan. Panjang data observasi curah hujan yang berhasil diperoleh adalah 30 hingga 40 tahun, sesuai dengan wilayah hujannya
Tabel 2. NHai galat setiap kelompok wilayah pada taraf nyata 5% dan 10%
Gambar 5 Perbandingan nilai koefisien korelasi antara nilai prediksi dengan nilai observasi di setiap wilayah pada JST backpropagation yang dioptimasi.

Referensi

Dokumen terkait

Definisi bencana menurut UN-ISDR tahun 2004 menyebutkan bahwa bencana adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat, sehingga

Meningkatkan Kapasitas sumber daya manusia Meningkatnya pengetahuan /keterampilan SDM aparatur dan Masyarakat Masyarakat dan Aparatur Program Pengembangan Pemasaran Pariwisata -

Masyarakat saat ini lebih senang akan hal-hal baru, berbagi informasi (sharing) dengan orang lain secara umum dan mendapatkan informasi terkini atau up to date , yang berguna

Agar pariwisata dapat terus berkembang dengan baik diperlukan konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan, yang merupakan sebuah konsep kepariwisataan yang

Hubungan antara komunikasi orangtua dan anak tentang seksual dengan persepsi remaja terhadap perilaku

Analisis nilai tambah nugget jamur rasa wortel keju yang dilakukan pada penelitian ini dimulai dari pengadaan bahan-bahan sampai dengan produk dapat dipasarkan.

Rencana Kerja Kecamatan Kedu Kabupaten Temanggung Tahun 2021 adalah dokumen perencanaan Kecamatan Kedu Kabupaten Temanggung untuk periode Tahun 2021 yang memuat

Disarankan kepada para pemain sering melakukan latihan tembakan bebas sesuai fase-fase dalam melakukan tembakan bebas, sehingga dengan sering melakukan tembakan bebas dengan