• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Terdahulu

Penelitian tentang idgam telah dikaji sebelumnya oleh Abdu Sio Pulungan (2000) dengan judul “Analisis Idgam Pada Ilmu Sharfi dan Tajwid dalam Tinjauan Ilmu Ashwat (fonologi)” yang membahas al-idgam dalam ilmu sharfi dan menjelaskan secara umum tentang wajib tidaknya penggabungan antara dua huruf yang memiliki kesamaan ataupun kedekatan makhraj (artikulasi) pada fi’l (verba) dan ism (nomina) atau rangkaian kata dalam tiga bentuk idgam. Idgam dalam ilmu tajwid mengkaji tentang wajibnya penggabungan dua huruf yang sama atau hampir sama makhrajnya dan antara ﻥ/n/ sukun atau tanwin dengan salah satu huruf yang enam, yakni

/y/,

/w/

,

/m/,

/n/,

/l/, dan

/r/. Pengaruh idgam terhadap bentuk kata diuraikan dalam tiga bentuk keadaan al-idgam. Idgam terjadi melalui tahapan-tahapan berikut: (a.) Bila huruf awal idgam sukun, maka kedua huruf yang sama itu dapat langsung diidgamkan tanpa proses pelenyapan atau pemindahan harkat. (b.) Bila huruf awal idgam yang sukun memiliki makraj yang berdekatan dengan huruf di depannya, maka dapat diidgamkan setelah pergantian huruf. (c.) bila ada dua huruf sejenis sama-sama berharakat, maka mesti digabungkan setelah melalui proses pelenyapan atau pemindahan harakat huruf awal idgam. Fungsi idgam dari disiplin ilmu yang berbeda ini terutama sekali ditujukan untuk memudahkan pengucapan yang diakibatkan penggabungan huruf atau bunyi huruf dalam kata atau di antara rangkaian kata bahasa Arab sehingga indah didengar dan tidak kaku. Berdasarkan sebab terjadi idgam ialah (1) huruf yang sama, (2) pada makhraj yang berdekatan, (3) pada /n/ sukun dan tanwin dan (4) al- syamsiyah. Kemudian, pengaruh idgam terhadap tajwid dalam tinjauan ilmu ashwat (fonologi), Pulungan (2000: 64).

2.2 pengertian Morfologi dan Fonologi 2.2.1 Morfologi

Morfem adalah bentuk linguistik yang paling kecil, bentuk linguistik yang tidak mempunyai bentuk lain sebagai unsurnya (Ramlan, 1980: 11). Samsuri (1980: 170) mendefinisikan morfem adalah menerangkan komposisi bentuk pengertian yang terkecl yang sama atau mirip yang berulang.

(2)

Betty (2009: 33) menyimpulkan bahwa morfem adalah bentuk bahasa terkecil berupa kata maupun imbuhan. Kata dan imbuhan tersebut dapat membentuk suatu kalimat, yang mana kalimat terdiri atas gabungan antara beberapa morfem, baik morfem bebas maupun morfem terikat.

Chaer (2007: 151) mengatakan yang dimaksud dengan morfem bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan. Misalnya, bentuk pulang, makan, rumah, dan bagus adalah termasuk morfem bebas. Sebaliknya, yang dimaksud dengan morfem terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan.

Bagian linguistik yang mempelajari morfem adalah morfofogi. Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau mempelajari seluk-beluk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata, serta fungsi perubahan bentuk kata itu. Baik fungsi gramatik maupun fungsi semanti (Ramlan, 2001: 191).

Perubahan bentuk kata dalam bahasa Indonesia dikenal dengan proses morfologis yang meliput i proses afiksasi. Verhaar (2008: 107) diantara proses-proses morfemis, yang terpenting adalah afiksasi, yaitu pengimbuhan afiks. Afiks ada empat macam:

Prefiks, yang diimbuhkan di sebelah kiri dasar dalam proses yang disebut “prefiksasi” Sufiks, yang diimbuhkan di sebelah kanan dasar dalam proses yang disebut “sufiksasi”

Infiks, yang diimbuhkan dengana penyisipan di dalam dasar itu dalam proses yang namanya “infiksasi”.

Konfiks, atau simulfiks, atau ambifiks, atau sirkumfiks, yang diimbuhkan untuk sebagian di sebelah kiri dasar dan untuk sebagian di sebelah kanan dasar dalam proses yang dinamai “konfiksasi”, “simulfiksasi”, “ambifiksasi”, atau “sirkumfiksasi”.

Proses afiksasi dalam bahasa Arab terdapat dalam beberapa pola kata kerja, yaitu pola yang mengalami penambahan satu, dua, dan tiga bunyi konsonan ataupun vokal. Dalam penelitian ini, yang dibahas adalah pola kata kerja yang mengalami penambahan dua huruf. Menurut Munawwir (1997: 253) pola

َﻞَﻌَﻔْﻧِﺇ

/

`infa’ala/ dan

َﻞَﻌَﺘْﻓِﺇ

/`ifta’ala/ adalah bentuk kata yang dapat merubah huruf yang sejenis dan berurutan, sedangkan menurut Ar-Rodi dalam Asy-syamsani (2007: 104) mengatakan beberapa pola yang mengalami penambahan huruf yang dapat merubah huruf yang berdekatan terdapat dalam pola seperti

,

ﻞﻌﻔﻧﺍ

,

ﻞّﻌﻔﺗ ﻭ

,

ﻞﻌﺘﻓﺍ

ﻞﻋﺎﻔﺗ ﻭ

,

(3)

2.2.2 Fonologi

Penambahan bunyi yang dapat merubah bunyi yang sejenis dan berurutan dapat dilihat dari jenis bunyi tersebut yang berhubungan dengan fonetiknya. Betty (2009: 30) menjelaskan bahwasannya bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia bermakna sehingga dikatakan bunyi bahasa. Ilmu yang mempelajari bunyi bahasa dengan segala proses terjadinya disebut fonetik. Di dalam fonetik dibicarakan bunyi –bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap yang sama atau bunyi-bunyi yang homorgan. Misalnya bunyi /p/, /b/, /m/ adalah bunyi bilabial, bunyi /t/, /d/, /n/ adalah bunyi apikodental, bunyi /k/, /g/, dan /ng/ adalah bunyi velar dan lain sebagainya

Dari beberapa sumber, pengertian fonologi dapat dikemukakan sebagai berikut: Fonologi ialah bagian dari tata bahasa yang memperlajari bunyi-bunyi bahasa (Keraf, 1984: 30), sedangkan Chaer, (2007: 102) menyatakan bahwa Fonologi ialah bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis, dan membicarakan runtutan bunyi-bunyi bahasa, yang secara etimologi terbentuk dari kata fon yaitu bunyi dan logi yaitu ilmu. Ilmu yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa itu lazim disebut dengan fonologi (Chaer, 2007: 102).

Dalam proses percakapan atau pengujaran yang wajar, sering terjadi saling pengaruh antara satu bunyi dan bunyi lain yang berdampingan. Dalam hal ini, setiap bunyi bahasa mempunyai ciri-ciri tersendiri yang mengakibatkannya mudah terpengaruh oleh (atau mempengaruhi) bunyi lainnya. Proses saling mempengaruhi antarbunyi itu dalam kajian fonologis disebut asimilasi. Menurut Laver dalam Kholisin (2005: 181) proses saling pengaruh antarbunyi mengakibatkan ciri-ciri bunyi yang dipengaruhi menjadi berubah untuk menyesuaikan dngan bunyi yang mmpengaruhi, dan pengaruh itu dapat terjadi antarsegmen dalam suatu kata atau antarkomponen dalam kata majemuk.

Kholisin (2005: 181) proses asimilasi itu terjadi akibat adanya kesamaan atau kemiripan alam beberapa ciri antara bunyi yang mempengaruhi dan bunyi lain yang dipengaruhi. Kesamaan itu mungkin terletak pada cara artikulasi, darah artikulasi, sifat bunyi, atau ciri-ciri fonetis lainnya.

Menurut Abercrombie (1974: 133-139) asimilasi dapat terjadi berdasarkan tiga faktor: getaran pita suara, pergerakan velum, dan perpindahan daerah artikulasi. Asimilasi yang berdasarkan getaran pita suara dapat mngakibatkan bunyi tak bersuara menjadi brsuara atau sebaliknya. Asimilasi yang mlibatkan pergerakan velum akan mngakibatkan bunyi non-nasal menjai berciri nasal. Asimilasi yang berdasarkan artikulator atau daerah artikulasi akan mengakibatkan suatu bunyi berubah menjadi bunyi lain yang berdekatan darah artikulasinya.

(4)

Asimilasi dapat dibagi berdasarkan beberapa segi, yaitu berdasarkan tempat fonem yang dihasilkan , dan sifat asimilasi itu sendiri (Keraf, 1984:37).

1) Penggolongan asimilasi berdasarkan tempat fonem yang diasimilasikan.

Berdasarkan tempat fonem yang diasimilasikan, asimilasi dapat dibedakan menjadi asimilasi progresif dan asimilasi regresif. Berikut ini penjelasannya.

a. Asimilasi progresif

Suatu asimilasi dikatakan asimilasi progresif apabila bunyi yang diasimilasikan terletak sesudah bunyi yang mengasimilasikan.

Contohnya: colnis (latin kuno) → collis (latin) peN- + sabar → penyabar meN- + pugar → memugar b. Asimilasi regresif

Suatu asimilasi dikategorikan asimilasi regresif apabila bunyi yang diasimilasikan mendahului bunyi yang mengasimilasikan.

Contohnya: in- + possible → impossible en- + power → empower peN- + bela → pembela meN- + dengar → mendengar

2) Penggolongan asimilasi berdasarkan sifat asimilasi itu sendiri.

Berdasarkan sifat asimilasi itu sendiri, asimilasi dapat dibedakan menjadi asimilasi total dan parsial.

(5)

a. Asimilasi Total

Yang dimaksud dengan asimilasi total yaitu penyamaan fonem yang diasimilasi benar-benar serupa, atau degnan perkataan lain dua buah fonem yang disamakan tersebut, dijadikan serupa betul.

Contohnya:

Proses Asimilasi Hasil Asimilasi Dalam Bahasa Indonesia ad + salam (Arab)

in + moral (Ingg.)

ad + similatino (Lat)

meN- + periksa (Ind)

Assalam Immoral assimilasi memeriksa Asalam imoral asimilasi memeriksa b. Asimilasi Parsial

Suatu asimilasi dikategorikan asimilasi parsial bila kedua fonem yang disarnakan itu tidak persis melainkan hanya sejenis secara artikulatoris.

Contohnya: in- + possible → impossible meN- + bawa → membawa en + bitter → embitter peN- + dengar → pendengar

bentuk asimilasi yang menyebabkan dua buah fonem yang disamakan tersebut dijadikan serupa atau digandakan. Penggandaan atau pemanjangan bunyi konsonan atau disebut dengan geminasi. Khuli (1982: 105) menjelaskan gemination dengan

ٌﻒْﻴْﻀَﺗ

/

taḍ’ifu/ ‘penggandaan’ atau

ﱠﺪَﺷ

,

َﻡﱠﺪَﻗ ُﻞْﺜِﻣ

,

ٍﺓَﺪِﺣﺍﻭ

ٍﺔَﻤِﻠَﻛ ﻰِﻓ ِﻦْﻴ

َﺘْﻴِﻟﺎَﺘَﺘُﻣ ِﻦْﻴَﺗﱠﺮَﻣ ﻑﺮﺤﻟﺍﺭﺍ

َﺮْﻜِﺗ

/

tikrāru l-ḥarfi marrataini mutatālītaini fī kalimatin wāḥidatin, miṡlu qaddama, syadda/ ‘pengulangan bunyi sebanyak dua kali secara berurutan dalam satu kata, seperti [qad:dama, Sad:da]’.

(6)

2.3 Morfofonemik

Samsuri (1980: 201) mengatakan: apabila dua morfem berhubungan atau diucapkan yang satu sesudah yang lain, adakalanya terjadi perubahan pada fonem atau fonem-fonem yang bersinggungan. Studi tentang perubahan-perubahan pada fonem-fonem yang disebabkan oleh hubungan dua morfem atau lebih itu serta pemberian tanda-tandanya disebut morfofonemik.

Ramlan (1987:83) menyatakan bahwa morfofonemik memperlajari perubahan-perubahan fonem yang timbul sebagai akibat pertemuan morfem dengan morfem. Arifin (2007:8), morfofonemik adalah proses berubahnya suatu fonem menjadi fonem lain sesuai dengan fonem awal kata yang bersangkutan. Morfofonemik, disebut juga morfonemik, morfofonologi, atau morfonologi atau peristiwa berubahnya wujud morfemis dalam suatu proses morfologis, baik afiksasi, reduplikasi, maupun komposisi (Chaer, 2007:194).

Dalam bahasa Arab asimilasi merupakan salah satu proses morfofonemis. Proses morfofonemis selain asimilasi antara lain adalah ibdal, qalab, tashil, waqaf, dan idgam.

Husain (1983:124) menjelaskan:

ﺕﺎﻤﻴﻧﻮﻔﻟﺍ ﻊﺑﺎﺘﺗ ﻦﻋ ﺔﺠﺗﺎﻨﻟﺍ ﺕﺍﺮﻴﻴﻐﺘﻟﺍ

/attagyīrātu nātijatu ‘an tatābu’il fūnimāti/. ‘Perubahan- perubahan bunyi yang

dikarenakan fonem’.

ﺔﻨﻴﻌﻣ ﺔﻴﻓﺮﺻ ﺔﻐﻴﺼﺑ ﻂﺒﺗﺮﻣ ﻱﺍ ﺪﻴﻘﻣ

/`aṡ-ṡānī muqīdun `ay murtabiṭun biṣīgatin ṣarfiyatin mu’ayyinatin/. ‘terikat atau

berhubungan dengan gaya morfologi yang disebutkan’

.

Perubahan terikat tersebut dijelaskan Husain (1983: 131) sebagai berikut:

ﻲﻠﻳ ﺎﻣ ﺓﺪﻴﻘﻤﻟﺍ ﺕﺍﺮﻴﻴﻐﺘﻟﺍ ﻞﻤﺸﺗ ﻭ

:

1

.

ﻥﻮﻜﺗ ﺎﻣﺪﻨﻋ ﺩﺮﺠﻤﻟﺍ ﻱﻭﺍﻮﻟﺍ ﻉﺭﺎﻀﻤﻟﺍ ﻲﻓ ﻭﺍﻮﻟﺍ ﻑﺬﺣ

ﺓﺭﻮﺴﻜﻣ ﻪﻨﻴﻋ

.

2

.

ﺒﺷﺍ ﻦﻴﺑ ﻭﺍ ﺖﻣﻮﺼﻟﺍ ﻦﻴﺑ ﻲﻧﺎﻜﻤﻟﺍ ﺐﻠﻘﻟﺍ

ﺖﻣﺍﻮﺼﻟﺍ ﻩﺎ

.

/wa tasymilut tagyīrātul muqīdatu mā yalī: ḥażful wawi fil mudhara’il wawil

mujarradi ‘indama takūnu ‘ainuhu maksūratun 2. Al-qalbul makāni baynaṣ

ṣawāmiti `aw bayna asybāhuṣ ṣawāmiti/. ‘Dan perubahan bunyi yang terikat

mencakup sebagai berikut : 1. penghilangan bunyi waw pada fi’l mudhori’ waw mujarad ketika terdapat ain fi’l yang bertanda kasrah. 2. Pemindahan tempat diantara dua bunyi konsonan atau di antara bunyi yang serupa konsonan’.

2.4 Batasan Idgam

Dalam kamus Munawwir (1997: 408) secara etimologi idgam berasal dari kata

ﻢﻏﺩﺍ

/adgama / ‘tertimpa’,

ﻡﺎﻏﺩﻻﺍ

/al-idgam/ artinya hal yang memasukkan satu huruf ke dalam yang lain. Ibnu Jazri dalam Asy-Syamsani (1997: 93) mengatakan :

ﻝﺎﺧﺩﻹﺍ ﺔﻐﻠﻟﺍ ﻲﻓ

(

-

-

)

/[d][g][m]fīllughati al-idkhālu/ ‘/da-ga-ma/ dalam segi bahasa ialah memasukkan.

(7)

Sibawaihi dalam Asy-Syamsani (1997: 93) menjelaskan idgam sebagai berikut:

"

ﻪﻟﺎﺣ ﻰﻠﻋ ﺮﺧﻻﺍﻭ ﺮﺧﻻﺍ ﻲﻓ ﻝﻭﻻﺍ ﻪﻴﻓ ﻞﺧﺪﻳ ﺎﻤّﻧﺍ ﻡﺎﻏﺩﻻﺍﻭ

,

ﻝﻭﻻﺍ ﺐﻠﻘﻳ ﻭ

ﻰﺘﺣ ﺮﺧﻻﺍ ﻲﻓ ﻞﺧﺪﻴﻓ

ﺪﺣﺍﻭ ﻉﻮﺿﻮﻣ ﻦﻣ ﺮﺧﻻﺍﻭ ﻮﻫ ﺮﻴﺼﻳ

,

ﺢﻧ

:

ﻚﺘﻛﺮّﺗ ﺪﻗ

/wal `idghāma innamā yudkhalu fīhil-`awwali fīl-akhari wal-`akhari ‘alā ḥālihi, wa yaqlubul-`awwalu fayudkhalu fīl-`akhiri ḥattā yaṣīra huwa wal -`akharu min mauḍū’in

wāḥidin. naḥwu: /qad taraktuka/  [qat taraktuka]/. ‘Ketika dimasukkan satu huruf ke

dalam huruf yang sejenis dengannya, dan dipindahkan huruf pertama maka dimasukkan ke dalam huruf yang lain itu sehingga huruf tersebut menjadi satu bunyi. Seperti: /qad taraktuka/ [qat taraktuka]’.

Hasan (tanpa tahun : 9) menjelaskan apabila dua huruf sejenis yang berdampingan yang terdapat dalam satu kata, sedang yang pertamanya sukun dan yang kedua berharkat, wajib diidgamkan dengan tidak ada syarat apa-apa, seperti

ًﺍﺭْﺮﻓ

/farra‚n/ dengan pola

ﻼﻌﻓ

/fa’la‚n/ diidgamkan bunyi konsonan vibran alveolar bersuara /r/ yang pertama pada bunyi konsonan vibran alveolar bersuara /r/ yang kedua, lalu menjadi

ًﺍّﺮﻓ

/farra‚n/.

2.7.1

Syarat- Syarat Idgam

Asy-Syamsani (1997: 95) menyatakan syarat-syarat idgam sebagai berikut:

ﺔﻴﻟﺎﺘﻟﺍ ﻁﻭﺮﺸﻟﺍ ﺎﻘﻘﺤﻳ ﻰﺘﺣ ﻥﺎﻤﻏﺪﻣ ﺎﻤﻬّﻧﺇ ﻦﻴﺗﻮﺼﻟﺍ ﻦﻋ ﻝﺎﻘﻳ ﻻ

:

/lā yuqālu ‘an aṣṣautayni innahumā mudghamāni ḥatta yuḥaqqiqan al -syurūṭi at

-taliyati/ ‘dua huruf yang sejenis dikatakn idgam jika telah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut’ :

1

ﺎّﻤﺗ ﻼﺛﺎﻤﺗ ﻦﻴﺗﻮﺼﻟﺍ ﻞﺛﺎﻤﺗ

,

ﻥﺎﻔﻠﺘﺨﻤﻟﺍ ﻥﺎﺗﻮﺼﻟﺍ ﻡﺎﻏﺪﻳ ﻼﻓ

,

ﺎﻬﻣﺎﻏﺩﺍ ﻞﺒﻗ ﻦﻴﺑﺭﺎﻘﺘﻤﻟﺍ ﻞﺛﺎﻤﺗ ﺐﺟﺍ ﻭ

1. /tumāṡilu aṣ-ṣautayni tumāṡilan tammān, falā yudghāmu aṣ-ṣautānil-mukhtalifāni,

wājibun tumāṡilal -mutaqaribayni qabla `idghāmuhā/. ‘Menyamakan dua bunyi

dengan bunyi yang sempurna, dua bunyi yang berbeda tidak bisa diidgamkan, dan harus menyamakan dua bunyi yang makhrajnya berdekatan sebelum menjadikanya idgam’.

2

ﻦﻴﺗﻮﺼﻟﺍ ﻊﺑﺎﺘﺗ

,

ﻡﺎﻏﺩﻻﺍ ﻊﻨﺘﻣﺍ ﺕﻮﺻ ﺎﻤﻬﻨﻴﺑ ﻝﺎﺣ ﻥﺈﻓ

2. /tutābi’u aṣ-ṣautayni, fa`inna ḥāla baynahumā ṣautun `imtinā’ul `idgami/. ‘dua

bunyi konsonan yang sama berurutan, apabila kedua konsonan yang berurutan itu diantaranya itu diantarai oleh satu bunyi konsonan yang lain, maka tidak terjadi idgam.

3

(8)

3. /sukūnul-`awwaalu wa taḥrīkuṡ -ṡānī/. ‘bunyi konsonan yang pertama tidak ada vokal setelahnya, dan bunyi konsonan yang kedua ada bunyi vokal sesudahnya atau dalam urutan (KKV)’.

4

ّﺪﻣ ﻱﺍ ﺔﻠﻳﻮﻁ ﺔﻛﺮﺣ ﻭﺍ ﺓﺮﻴﺼﻗ ﺔﻛﺮﺣ ﺎﻤﻬﻠﺒﻗ ﻥﻮﻜﻳ ﻥﺍ

4. /`an yakūna qablahumā ḥarkatun qaṣīratun au ḥarkatun ṭawīlatun ai madda/. ‘ada

bunyi vokal pendek atau vokal panjang hadir sebelum konsonan yang berurutan tersebut (VKK)’.

5

ﺎﺿﺮﻏ ﻊﻴﻀﻳ ﻭﺍ ﺎﺴﺒﻟ ﻡﺎﻏﺩﻻﺍ ﺙﺪﺤﻳ ﻻﺍ

5. /alā yaḥduṡul -`idghāmu labsan au yaḍī’u gharḍan/. Ketahuilah bahwa tujuan

terjadinya idgam adalah untuk menyamarkan atau menghapus sesuatu bunyi vokal atau konsonan dalam suatu kata.

2.7.2 Jenis Idgam

Asy-Syamsani (1997: 98) menjelaskan tentang jenis idgam, yaitu : 2.7.2.1 Idgam mutamasilaini

ﻦﻴﻠﺛﺎﻤﺘﻣ ﻡﺎﻏﺩﺍ

:

ﺪﺣﺍﻭ ﺲﻨﺟ ﻦﻣ ﻦﻴﺗﻮﺻ ﻡﺎﻏﺩﺍ

1

(

ﻡﺎﻜﺣﺍ ﺔﺛﻼﺛ ﻡﺎﻏﺩﻻﺍ ﻦﻣ ﻉﻮﻨﻟﺍ ﺍﺬﻬﻟ

:

ﺏﻮﺟﻮﻟﺍ

,

ﺯﺍﻮﺠﻟﺍ ﻭ

,

ﻉﺎﻨﺘﻣﻻﺍﻭ

/idgam mutamāṡilaini : idgāmu ṣautaini min jinsin wāḥidin. Lihāża an-nau’i min

al-idgāmi ṡalāṡatu aḥkāmin : al-wujūbu, wal-jawāzu, wal-imtinā’u/. ‘Idgam

mutamasilain ialah idgam yang terdiri dari dua bunyi yang sejenis. Idgam mutamasilain memiliki tiga kaidah, yaitu wajib, jaiz, dan imtina’.

Kaidah yang akan dibahas adalah wajib dan jaiz. a. Wajib idgam

Asy-syamsani (1997: 98-100) menyatakan ada dua jenis dalam wajib idgam :

1

ﻭ ﻝﻭﻻﺍ ﺕﻮﺼﻟﺍ ﻥﻮﻜﺳ

ﻰﻧﺎﺜﻟﺍ ﻙﺮﺤﺗ

,

ﻦﻴﺘﻤﻠﻛ ﻡﺍ ﺓﺪﺣﺍﻭ ﺔﻤﻠﻛ ﻲﻓ ﻚﻟﺫ ﻥﺎﻛﺍ ءﺍﻮﺳ

1. /sukūniṣ ṣautil- `awwali wa taḥrīku aṡṡānī, sawā`un akāna żalika fī kalimatin

wāḥidatin am kalimataini, bisyurūṭin hiya/ :’adanya urutan bunyi konsonan yang

sama berurutan yaitu urutan /KKV/ dalam satu kata atau dua kata’

2

(

ﻲﻫ ﻁﻭﺮﺸﺑ ﻦﻴﻠﺜﻤﻟﺍ ﻚﻳﺮﺤﺗ

(9)

2. /Taḥrīkul miṡlaini bisyurūtin hiya/. ’Dua bunyi konsonan yang sama setelahnya ada bunyi vokal yang sama atau dalam urutan /KVKV/ dalam satu kata dengan syarat sebagai berikut’ :

ﺓﺪﺣﺍﻭ ﺔﻤﻠﻛ ﻲﻓ ﻥﻮﻜﻳ ﻥﺍ

,

ﻥﺈﻓ

ﺰﺋﺎﺟ ﻮﻬﻓ ﻦﻴﺘﻤﻠﻛ ﻲﻓ ﺎﻧﺎﻛ

.

/An yakūna fī kalimatin wāḥidatin, fa `in kāna fi kalimataini fa huwa jāizun /.

jika bentuk ini terjadi dalam dua kata, maka boleh menjadi idgam boleh tidak.’.

ﺐﺟﺍﻮﻟﺍ ﻡﺎﻏﺩﻻﺍ ﻦﻣ ﻉﻮﻨﻟﺍ ﺍﺬﻫ ﻝﺎﺜﻣ ﻭ

:

/Wa miṡālun hażā `an-nau’i minal-`idgāmil wājibi/. ‘Contoh jenis idgam wajib yang seperti ini adalah :

1

(

ﻒﻌﻀﻤﻟﺍ ﺢﻴﺤﺼﻟﺍ ﻞﻌﻔﻟﺍ ﻦﻣ ﻉﺭﺎﻀﻤﻟﺍ ﻭ ﻰﺿﺎﻤﻟﺍ

,

ﻮﺤﻧ

:

ﺪﻗ

ﺪﻘﻳ

<

ّﺪﻗ

ﱡﺪﻘﻳ

1) /Al-māḍī wal muḍāri’i minal- fi’li ṣaḥiḥil muḍa’afu, naḥwu : qadada

yaqdudu qadda – yaquddu/. ‘Fi’il madhi dan mudari’ dari fi’il sahih muda’af, seperti : qadada –yaqdudu qadda – yaquddu’.

2

(

ءﺎﻨﺑ ﻰﻠﻋ ﻒﻌﻀﻤﻟﺍ ﺢﻴﺤﺼﻟﺍ ﻦﻣ ﻝﻮﻌﻔﻤﻟﺍ ﻭ ﻞﻋﺎﻔﻟﺍ ﻢﺳﺍ

"

َﻞَﻌَﺘْﻓﺍ

"

ﻮﺤﻧ

:

ٌﻢِﻤﺘﻬﻣ

ﱞﻢﺘﻬﻣ

2) /`Ismul- fā’ili wal- maf’uli min aṣ -ṣāḥiḥil- muḍa’afu ‘alā binā`i ‘ifta’ala’,

naḥwu muḥtamimun muḥtammun/. ‘Isim fi’il dan ism maf’ul dari pola

‘ifta’ala’, seperti muhtamimun – muhtammun pola dasarnya ialah ihtamama- yahtamimu- ihtimaman -muḥtamimunpada proses ini terjadi penghilangan vokal. b. Jaiz idgam

1

(

ﻥﺇ

ﻰﻧﺎﺜﻟﺍ ﻝﺎﺜﻤﻓ ﻩﺮﻴﻏ ﻦﻋ ﺎﺒﻠﻘﻨﻣ ﻥﻮﻜﻳ ﻥﺍ ﻰﻠﻋ ﻰﻧﺎﺜﻟﺍ ﻙﺮﺤﺗ ﻭ ﻝﻭﻷﺍ ﻦﻜﺳ

,

ﻮﺤﻧ

:

ﺎﻴْﺋﺭ

-)

ﺎﻔﻴﻔﺨﺗ ﺐﻠﻘﻟﺎﺑ

(

ﺎﻴْﻳﺭ

-)

ﻡﺎﻏﺩﻻﺎﺑ

(

ﺎّﻳﺭ

1. /`in sakanal `awwalu wa taḥ riku `aṡṡānī ‘alā `an yakūna munqaliban ‘an gairihi famiṡālu` aṡṡāni , naḥwu : ra`ya – qalbi takhfifan) ray ya- (bil-idgami) rayya/. ‘apabila terdapat dua bunyi konsonan yang berurutan/ berlainan, dan sebelum konsonan yang kedua ada bunyi vokal maka bunyi konsonan yang pertama yang berlainan itu mengikuti bunyi konsonan yan kedua yang ada dalam satu kata, seperti [ra/ya] menjadi [rajja].

(10)

2

(

ﻰﻧﺎﺜﻟﺍ ﻦﻜﺳ ﻭ ﻝﻭﻻﺍ ﻙﺮﺤﺗ ﻥﺇ

.

ﻪﻨﻣ ﺮﻣﻻﺍﻭ ﻡﻭﺰﺠﻤﻟﺍ ﻒﻌﻀﻤﻟﺍ ﻉﺭﺎﻀﻣ ﻚﻟﺫﻭ

,

ﻮﺤﻧ

:

ﻢﻟ

ّﺪﺷ ﻭ ّﺪﺸﻳ

.

2 /`in taḥrikil- `awwali wa sakana aṡṡāni. Wa żalika muḍāri’ul muḍā’afil - majzumi wal-` amri minhu naḥwu : lam yasyudda wa syaddu/. Apabila dua konsonan yang sama tanda harkat diawal bunyi konsonan sejenis dan sukun terdapat di bunyi konsonan sejenis selanjutnya yang terdapat pada fi’il mudhori muda’af majzum dan amr seperti : lam yasyudda wa syaddu’.

3

(

ﺎﺿﺭﺎﻋ ﺎﻋﺎﻤﺘﺟﺍ ﺎﻤﻬﻋﺎﻤﺘﺟﺍ ﺎﻧﺎﻛ ﻭ ﻥﻼﺜﻤﻟﺍ ﻙﺮﺤﺗ ﻥﺇ

,

ﺎﻬﻨﻣ ﺭﻮﺻ ﺍﺬﻬﻟ ﻭ

:

3./` in taḥrikil- miṡālāni wa kana ijtima’ihima ijtima’an ‘aridan, wa lihaza surun minha/ : ‘Apabila dua bunyi konsonan sejenis berharakat, maka kedua bunyi itu disatukan, dan untuk gambarannya adalah sebagai berikut’ :

(

ﻲﺿﺎﻤﻟﺍ ﻝﻭﺃ ﻲﻓ ﻥﺍءﺎﺘﻟﺍ

,

ﻞﺜﻣ

:

َﻊَﺒَﺗﺎَﺗ

<

َﻊَﺑﺎَﺘْﺗ

<

َﻊَﺑﺎﱠﺗِﺍ

.

a. /at-ta`ani fi awwalil- maḍi, misalu : tataba’a t-taba’a `ittaba’a/. Terdapat dua suku kata

َﺕ

/ta/ pada awal fi’il madhi, seperti

: /tataba’a/

/t-taba’a/ /`ittaba’a/’.

2

(

ﻥﺯﻭ ﻰﻠﻋ ﻞﻌﻓ ﻲﻓ ﻦﻴﺋﺎﺗ ﻥﻮﻜﻳ ﻥﺍ

"

َﻞَﻌَﺘْﻓِﺍ

"

ﻮﺤﻧ

:

َﻞَﺘَﺘﻘﻳ

<

ُﻞِﺘْﺘَﻘﻳ

<

ُﻞﱢﺘﻘﻳ

.

b. /`an yakuna ta`aini fi fi’lin ‘ala qazni “ifta’ala” nahwu : yaqtatala  yaqt-tilu  yaqattilu/. ‘Terdapat dua suku kata

َﺕ

/ta/ pada fi’il yang berada pada timbangan

َﻞَﻌَﺘْﻓِﺍ

” /Ifta’ala/, seperti :

َﻞَﺘَﺘْﻘَﻳ

َﻞﱠﺘَﻘَﻳ

/yaqtatala/ [jaqtatala]  /yaqattala/ [jaqattal]’.

3

(

ﻦﻴﺘﻤﻠﻛ ﻲﻓ ﻥﺎﻴﻘﺘﻠﻳ ﻥﺍ

,

ّﺪﻣ ﻭﺍ ﻙﺮﺤﺘﻣ ﺎﻤﻬﻠﺒﻗ

,

ﻚﻟﺫ ﻝﺎﺜﻣ

:

ْﻲِﻨَﻨﱠﻜﻣ

<

ْﻲِﻨْﻨﱠﻜﻣ

<

ْﻲﱢﻨﱠﻜﻣ

c. /an yaltaqiyani fi kalimataini, qablahuma mutaharrikun aw madda, misalu zalika : makkanani makkan-nani makkanni/. ‘Bertemunya dua bunyi konsonan pada dua kata yang pada bunyi konsonan dibelakangnya berharkat, sepertinya : /makkananī/ /makkan nī/

/makkannī.

2.7.2.2 idgam mutaqaribaini

Batasan idgam menurut Rimah (tanpa tahun: 12), adalah :

ﻭ ﺎﺟﺮﺨﻣ ﺏﺮﻘﺗ ﺎﻣ ﻮﻫ ﻦﻴﺑﺭﺎﻘﺘﻤﻟﺍ ﻡﺎﻏﺩﺍ

ﺔﻔﺻ

/

idgāmu l-mutaqāribaini huwa mā taqrabu makhrajān wa sifatan/. ‘idgam

mutaqaribain adalah bertemunya dua bunyi konsonan yang memiliki kedekatan dalam artikulasi dan sifat bunyi’.

(11)

Seperti yang dikatakan Asy-syamsani (1997: 103) idgam yang asli adalah bertemunya dua bunyi konsonan yang sama, tetapi banyak keinginan dalam mempermudah pengucapan dan menjadikannya dalam pemakaian bahasa maka tidak disimpulkan hanya dari idgam mutamasilain saja, tetapi sebagian ialah mutaqaribain dalam artikulasi atau sifat-sifat yang lain. Maka bunyi konsonan awal atau bunyi konsonan kedua itu diganti mengikuti bunyi konsonan kedua atau bunyi konsonan awal, kemudian diidgamkan, kadangkala pula terjadi pergantian fonem konsonan untuk menjadikan huruf keduanya sejenis dan pergantian huruf kedua dengan jenis huruf pertama.

Ar-Rodi dalam Asy-syamsani (2007: 104) mengatakan salah satu pergantian huruf dalam idgam mutaqaribain yang terdapat dalam dua kata seperti

,

ﻞﻌﻔﻧﺍ

,

ﻞّﻌﻔﺗ ﻭ

,

ﻞﻌﺘﻓﺍ

ﻞﻋﺎﻔﺗ

.

(`ifta’ala, wa tafa’’ala, wa infa’ala, wa tafā’ala). dengan contoh sebagai berikut :

ﻰﺤﻤﻧﺍ

ﻰﺤّﻣﺍ

(`inmaḥā immaḥā)

,

ﺩﺮﺘﻁﺍ

ﺩﺮّﻁﺍ

(i

ʈtarada iʈʈarada),

ﻞﻗﺎﺜﺗ

ﻞﻗﺎّﺛﺍ

(taṡāqala iṡṡāqala).

Dalam Hasan (1974: 792) mengatakan :

ﻝﺎﻌﺘﻓﻻﺍ ءﺎﺘﻟﺍ ﻦﻣ ءﺎﻄﻟﺍ ﻝﺍﺪﺑﺍ

:

ﺐﺠﻳ

ﺐﻠﻗ

"

ﻝﺎﻌﺘﻓﻻﺍ ءﺎﺗ

"

ﻪﺗﺎﻘﺘﺸﻣ ﻭ

"

ءﺎﻁ

"

ﻥﺍ ﻁﺮﺸﺑ

ﻕﺎﺒﻁﺍ ﻑﺮﺣﺍ ﻦﻣ ﺎﻫﺅﺎﻓ ﺔﻤﻠﻛ ﻲﻓ ءﺎﺘﻟﺍ ﻩﺬﻫ ﻥﻮﻜﺗ

)

ﺩﺎﺼﻟﺍ ﻲﻫ ﻭ

,

ﺩﺎﻀﻟﺍ ﻭ

,

ءﺎﻄﻟﺍ ﻭ

,

ءﺎﻈﻟﺍ

(

ءﺎﺘﻟﺍ ﻩﺬﻫ ﻩﺪﻌﺑ ﻭ

.

/`ibdālu ṭ-ṭā`i mina t-tāi l-`ifti’āli: yajibu qalbu “tā`i l-ifti’āli” wa musytaqātihi

“ṭā`u” bi syarṭin an takūna hażihi t-tā`u fī kalimatin fā`uhā min ahrufin itbāq (wa

hiya, ṣād, ḍād, ṭā, ẓā, ) wa ba’dahu hażihi tā`u/. ‘mengganti bunyi konsonan stop dental tidak bersuara [t] pada pola ifta’ala dengan bunyi konsonan stop dental velarized tidak bersuara [ˇ] dengan syarat konsonan [ˇ] tersebut pada sebuah kata yang fa fi’ilnya dari huruf itbaq (yaitu, ß, Í, ˇ, ¸) yang setelahnya konsonan dental [t].

Contoh :

ﺮﺒﺻ

/

ṣabara/ [ȿabara] 

ﺮﺒﺘﺻﺍ

/iṣtabara/ [iȿtabara] 

ﺮﺒﻄﺻﺍ

/iṣṭabara/ [iȿʈabara].

ﻊﻠﻁ

/

ṭala’a/ [ʈala÷a]

ﻊﻠﺘﻁﺍ

/iṭtala’a/

[/

ʈttala÷a]

ﻊﻠّﻁﺍ

/

iṭṭala’a/ [iʈʈala÷a].

ﻢﻠﻅ

/ẓalama/

[¸alama]

ﻢﻠﺘﻅﺍ

/

iẓtalama/ [i¸talama]

ﻢﻠﻄﻅﺍ

/

iẓtalama/ [i¸ʈalama]

ﻢﻠ

ّﻅﺍ

/

iẓẓalama/ [i¸¸alama].

Hasan (1974: 793) menambahkan:

ﻝﺎﻌﺘﻓﻻﺍ ءﺎﺗ ﻦﻣ ﻝﺍﺪﻟﺍ ﻝﺍﺪﺑﺍ

:

ﻝﺍﺪﻟﺍ ﻝﺍﺪﺑﻻﺍ ﺐﺠﻳ

ﻥﺍ ﻁﺮﺸﺑ ﻪﺗﺎﻘﺘﺸﻣ ﻭ ﻝﺎﻌﺘﻓﻻﺍ ءﺎﺗ ﻦﻣ

ﻝﺍﺪﻟﺍ ﺎﻫﺅﺎﻓ ﺔﻤﻠﻛ ﻲﻓ ءﺎﺘﻟﺍ ﻩﺬﻫ ﻥﻮﻜﺗ

,

ﻝﺍﺬﻟﺍ ﻭﺍ

,

ﻱﺍﺰﻟﺍ ﻭﺍ

.

(12)

/`ibdālu d-dāli min tā`i l-`ifti’āli: yajibu l-`ibdālu d-dāli min tā`i l-`ifti’āli wa

musytaqātihi bi syurṭin `an takūna hażihi t-tā`u fī kalimatin fā`uhā d-dālu, aż

-żālu, aw az-zai/. ‘Penggantian bunyi konsonan konsonan stop dental tidak

bersuara [t] pada pola ifta’ala dengan bunyi konsonan stop dental bersuara [d] dengan syarat bahwasannya terdapat konsonan stop dental tidak bersuara [t] pada sebuah kata yang fa fi’ilnya terdapat konsonan [d, atau [ż], atau [z]’.

Contoh :

ﻢﻏﺩ

/dagama/ [da

ɤ

ama] 

ﻢﻐﺗﺩﺍ

/`idtagama/ [/idta

ɤ

ama] 

ﻢﻏّﺩﺍ

/`iddagama/ [/idda

ɤ

ama]

ﺮﺧﺫ

/żakhara/ [Daxara] 

ﺮﺨﺗﺫﺍ

/`iżtakhara/ [/iDtaxara] 

ﺮﺧﺩﺫﺍ

/`iżdakhara/ [/iDdaxara] 

ﺮﺧّﺩﺍ

/ `iddakhara/ [/iddaxara].

2.7.3 Perubahan Bunyi yang Disebabkan Idgam

Dengan syarat-syarat tersebut maka perubahan bunyi yang disebabkan idgam dikatakan Asy-Syamsani (1997: 96) sebagai berikut :

ﺎﻬﻴﻀﺘﻘﻳ ﺪﻗ ﻲﺘﻟﺍ ﺔﻴﺗﻮﺼﻟﺍ ﺕﺍﺮﻴﻐﺘﻟﺍ

:

/at-taghyirātuṣ-ṣautiyati allatī qad yaqtaḍīhā/ . ‘perubahan-perubahan bunyi yang

menyebabkannya’

1

ﺔﻛﺮﺤﻟﺍ ﻑﺬﺣ

1. /ḥażful-ḥarakati/.’ Penghilangan bunyi vokal’. Contoh:

[

ﺩ ﺩ

] [

Ө

] [

ِﺵ

]

ّﺪﺷ

ﺩ ﺪﺷ

Dalam hal ini bunyi vokal [a] yang ada pada konsonan stop dental bersuara ﺩ [d] pada suku kata kedua dihilangkan sehingga bentuk kata berubah menjadi

َﺩْﺪَﺷ

[ßadda]. Pada hal ini bunyi konsonan ganda stop dental bersuara ﺩ [d] menjadi gugus konsonan [dd] karena salah satu bunyi vokal dihilangkan, diganti menjadi tanda tasydid

ﱠﺪَﺷ

/syadda/.

2

ﻲﻧﺎﻜﻤﻟﺍ ﺐﻠﻘﻟﺍ

2. /al-qalbul-makānī/. ‘membalikkan tempat’. Contoh :

ﱠﻞَﻘَﺘْﺳِﺇ

َﻞَﻠْﻘَﺘْﺳِﺇ

10 9 8 7 6 5 4 3 2 1  10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

(13)

Dari contoh di atas bunyi vokal [a] yang berada setelah konsonan lateral alveolar bersuara [l] dipindahkan ke depan konsonan konsonan lateral alveolar bersuara

[l] sehingga bentuk kata itu berubah menjadi

ﱠﻞَﻘَﺘْﺳِﺍ

[istaqalla]

3

ﻦﻴﺑ ﺔﻣﺎﺘﻟﺍ ﺔﻠﺛﺎﻤﻤﻟﺍ

ﻦﻴﺗﻮﺻ

3. /al-mumāṡalatut-tāmmati baina ṣautaini/. ‘Asimilasi total/ keseluruhan antara dua

bunyi konsonan’. Contoh :

ﻰﺤﻤﻧﺍ

/inmaḥā/ dengan bentuk morfem dasar

ﺎﺤﻣ

/maḥā/. Kata ini mengalami afiksasi yaitu dengan bertambahnya prefiks

ﻥﺇ

/`in/

menjadi

ﻰﺤﻤﻧﺍ

/inmaḥā/. Dengan demikian bunyi nasal alveolar

[n] pada prefiks

ﻥﺇ

[`in] berasimilasi dengan konsonan nasal bilabial pada morfem dasar

ﺎﺤﻣ

/maḥā/ sehingga kata itu berubah menjadi

ﻰﺤّﻣﺍ

[immaa:]. bunyi nasal alveolar ﻥ [n] mengalami asimilasi menjadi bunyi nasal bilabial

[m] yang ada didekatnya.

4

ﺔﻠﺛﺎﻤﻣ ﻭ ﺔﻛﺮﺤﻟﺍ ﻑﺬﺣ

4. /ḥażful-ḥarakati wa mumāṡalatu/. ‘penghilangan bunyi vokal dan penyamaan bunyi

konsonan’. Contoh:

/iṡṡāqaltum/

ﻢﺘﻠﻗﺎّﺛﺍ

/itṡāqaltum/

ﻢﺘﻠﻗﺎﺜﺗﺍ

/tṡāqaltum/

ﻢﺘﻠﻗﺎﺜﺗ

/tāṡāqaltum/

ﻢﺘﻠﻗﺎﺜﺗ

. Bunyi vokal [a] yang berada setelah bunyi konsonan dental

[t] pada suku kata pertama

َﺕ

[ta] dihilangkan sehingga bentuk kata menjadi

ْﻢُﺘﻠﻘَﺜْﺗ

[tPa:qaltum] kemudian pada gugus konsonan stop dental tidak bersuara

[t] dan frikatif interdental tidak bersuara

[T] ditambah huruf vokal [i] pada awal suku kata pertama menjadi

ﻢُﺘْﻠَﻗﺎَﺜْﺗِﺇ

[

itTa:qaltum].

Kemudian bentuk ini mengalami asimilasi bunyi konsonan stop dental tidak bersuara

[t] dengan konsonan frikatif interdental tidak bersuara

[T]. Sehingga bunyi konsonan dental

[t] diganti dengan konsonan interdental

[T] maka bentuk kata tersebut menjadi

ْﻢُﺘْﻠَﻗﺎﱠﺛِﺇ

[iTTa:qaltum].

(14)

2.5 Klasifikasi Bunyi Konsonan

Menurut Badri (1988), klasifikasi konsonan bahasa Arab berdasarkan titik artikulasi, hambatan udara, dan bergetar atau tidaknya pita suara dijelaskan sebagai berikut:

/b/ : stop, bilabial bersuara (waqfiyyah, syafatani, majhur )

/ t/ : stop, dental, tidak bersuara ( waqfiyyah, syafatani, mahmus )

/T/ : frikatif, inter dental, tidak bersuara ( ihtikaki, bay asnani, mahmus )

/∆/ : frikatif, alveo palatal, bersuara ( ihtikaki, lissah gariyyah, majhur )

// : frikatif, faringal, tak bersuara (ihtikaki, halqiyah, mahmus)

/ξ/ : frikatif, velar, tidak bersuara (ihtikaki, tabaq, mahmus)

/d/ : stop, dental, bersuara (waqfiyyah,asnani, majhur )

/D/ : Frikatif, I]interdental, bersuara ( waqfiyyah, mufakhkham, majhur )

/r/ : vibran, alveolar, bersuara ( tikrariyyah, lissah, majhur )

/Z/ : frikatif, alveolar, bersuara (ihtikaki,lissah, majhur )

/s/ : frikatif, alveolar, tidak bersuara ( ihtikaki,lissah, mahmus )

/S/ : frikatif, alveo palatal, tidak bersuara (ihtikaki, lissah gariyyah, mahmus )

/ß/ : frikatif, velarized, tidak bersuara (ihtikaki, mufakhkham, mahmus)

/Í/ : stop, dental velarized, bersuara ( waqfiyyah, mufakhkham, majhur )

/ˇ/ : stop, dental velarized, tidak bersuara (waqfiyyah, mufakhkham,mahmus )

/¸/ : frikatif, velarized, bersuara ( ihtikaki, mufakhkham, majhur )

/÷/ : frikatif, faringal, bersuara (ihtikaki,halqiyah, mahmus)

/F/ : frikatif, velar, bersuara (ihtikaki, tabaq, mahmus)

/f/ : frikatif, labio dental, tidak bersuara (ihtikaki, syafawi asnani,mahmus )

/q/ : stop, uvular, tidak bersuara ( waqfiyyah, halqiyyah, mahmus )

/k/ : stop, velar, tidak bersuara (waqfiyyah,tabaq, mahmus)

/l/ : lateral alveolar, bersuara ( janibiyah, lissah, majhur)

/m/ : nasal, bilabial, bersuara ( ‘anfiyyah, syafatani, majhur )

(15)

/n/ : nasal, alveolar, bersuara ( ‘anfiyyah, lissah, majhur )

/w/ : semi vokal, palatal, bersuara (syibhu sa’itah, syafatani, majhur )

ء

/// : stop, glottal, tak bersuara ( waqfiyyah, halqiyyah, mahmus )

/j/ : semi vokal, palatal, bersuara ( syibhu sa’itah, gariyyah, majhur )

Referensi

Dokumen terkait

Jenis Serangga apa sajakah yang ditemukan di wilayah sekitar pantai Drini?.. Bagaimana klasifikasi dan ciri serangga yang telah didapatkan di wilayah sekitar

Efektivitas Elektrokoagulasi Terhadap Waktu Proses pada Pengolahan Limbah Cair Songket dengan Rapat Arus 85 A/m 2 ..... Songket

SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PELAKSANA

Surat berharga yang dijual dengan janji dibeli kembali (repo ) Tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (reverse repo ) LAPORAN KEUANGAN NERACA BANK POS

Manfaat yang diperoleh guru setelah memahami kebutuhan siswa, yaitu guru lebih mudah dalam merencanakan tujuan pembelajaran, bahan materi, dan prosedur yang akan

Langkah- langkah yang dilakukan sebelum verifikasi dosis radiasi adalah menentukan faktor kalibrasi TLD-100, mengukur dosis radiasi permukaan pasien kanker payudara

Sebaliknya individu yang memiliki tingkat pe- ngetahuan tentang agama yang rendah akan melakukan perilaku seks bebas tanpa berpikir panjang terlebih dahulu sehingga

Fenomena anak jalanan dengan beragam permasalahannya tersebut, tidak bisa menghindarkan dari konflik batin yang kerap kali mereka alami, karena pada dasarnya apa