• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Prosedur Ekuivalensi adalah cara penerjemahan istilah bahasa sumber, tentang apa saja, kedalam bahasa penerima. (Syihabuddin, 2002:109). Istilah adalah kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas di bidang tertentu. (Hasan Alwi dkk, 2007:446). Kamus bahasa Indonesia mengartikan Istilah dengan Kata atau gabungan kata, yang dengan cermat mengungkapkan suatu makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang tertentu. (Sugono, dkk., 2008: 584).

Menurut Syihabuddin (2002 :108-127), Prosedur Ekuivalensi terdiri dari tiga teknik, yakni Teknik korespondensi, Teknik Deskripsi dan Teknik Integratif.

1. Teknik Korespondensi

Teknik Korespondensi adalah teknik penyamaan konsep bahasa sumber dengan bahasa penerima melalui penerjemahan kata dengan kata dan frase dengan frase, yang berlandaskan asumsi bahwa ada kesamaan konseptual antara keduanya. (Syihabuddin, 2002 : 118).

Kata disimbolkan dengan “ Kt “, dan Frase disimbolkan dengan “ F ”. Kata (Kt) adalah satuan (unsur) bahasa yang terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas ; satuan (unsur) bahasa yang berupa morfem bebas. (KBBI, 2008:648). Frase (F) ialah satuan yang terdiri atas dua kata atau lebih yang menduduki satu fungsi kalimat. (http://www.sentra-edukasi.com/2010/04/definisi-jenis-macam-frasa.html). Frase bertingkat adalah frasa yang terdiri atas inti dan atribut.( http://www.sentra-edukasi.com/2010/04/definisi-jenis-macam-frasa.html). Frase bertingkat mempunyai pola : DM, MD dan MDM (dalam frase bertingkat

(2)

hanya ada satu unsur inti (D) sedangkan penjelasnya boleh lebih dari satu). (http://bagas.wordpress.com/2007/10/25/frase/).

Menurut Syihabuddin (2002 : 111-112) Penyamaan konsep Bahasa Sumber dengan konsep Bahasa Penerima pada teknik korespondensi memiliki 3 Pola, yakni : Kt1 + Kt2 = Kt, Kt = Kt, F = F.

Contoh penerjemahan menggunakan pola-pola diatas : Pola Kt1 + Kt2 = Kt

(Q.Surah Al-Kahfi ; 30) /...innâ lanadî’u ajra man ahsana ‘amalan/

‘...Kami benar-benar tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang mengerjakan perbuatan baik itu.’ ( = Kt1).

(Q.surah Ali imran ; 145) /...wa man yurid śawâba d-dunyâ nu’tîhi minha.../

‘...dan barangsiapa menghendaki pahala dunia, niscaya kami berikan kepadanya pahala dunia itu...’ ( = Kt2)

(Q.Surah Al-Kahfi ; 20) /...au yu‘ίdūkum fί millatihim.../

‘...Atau memaksamu kembali kepada agama mereka’. ( = Kt1)

/inna d-dίna ‘inda l-lāhi l-islām.../ (Q.Surah Ali-imran ; 19)

(3)

Rumusan pola diatas berarti makna suatu istilah atau kata (Kt1) didalam BS dianggap bersinonim dengan kata BS lainnya (Kt2), kemudian makna kedua kata itu disamakan dengan makna sebuah kata (Kt) didalam bahasa Penerima (BP). Syihabuddin (2002: 111).

Pola Kt = Kt.

(Q.Surah Al-Baqarah ; 185) /...hudan linnāsi.../

‘...Petunjuk bagi manusia...’. ( = Kt)

Rumusan ini berarti penerjemah menyamakan makna kata (Kt) BS dengan makna kata (Kt) BP. Syihabuddin (2002:111)

Pola F = F

(Q.Surah Ali Imran ; 51) /...hāźā şirāţim mustaqίm/

‘...Inilah jalan yang lurus’. ( = F)

Rumusan ini berarti penerjemah menyamakan suatu makna frase (F) dalam BS dengan makna frase (F) dalam BP. Syihabuddin (2002: 112)

Ketepatan makna penerjemahan dengan menggunakan pola diatas :

Penerjemahan / / ad-dîn / dan / / millatun / dengan agama menghilangkan keumuman konteks, karena / / ad-dîn / memiliki makna lebih banyak daripada / / millatun / dan konteksnya lebih umum. (‘Udah (1985:114-115), dalam Syihabuddin (2002 : 15) mengartikan / / ad-dîn / dengan pemaksaan supaya taat dengan menggunakan kekerasan, kekuatan, syariat, dan pembalasan.dalam kamus Al-Akbar (t.t :416) mengartikan /

(4)

sebagai kepercayaan kepada Tuhan atau dewa serta dengan ajaran dan kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu.

Maka, penerjemahan / / ad-dîn / dan / / millatun / dengan Agama kurang tepat, karena / / ad-dîn / berarti umum sedangkan / / millatun / memiliki mana khusus, yaitu syari’at dan dipakai dalam konteks yang khusus pula.

2. Teknik Deskripsi

Teknik deskripsi adalah teknik penerjemahan dengan menjelaskan makna kata Bahasa Sumber di dalam bahasa penerima seperti tampak pada perubahan kata menjadi frase atau frase yang sederhana menjadi frase yang kompleks. (Syihabuddin, 2002 : 124).

Menurut Syihabuddin (2002 : 120-121) Penyamaan konsep Bahasa Sumber dengan konsep Bahasa Penerima pada Teknik Deskripsi memiliki 4 Pola, yakni : Kt  F (Kt + Kt), Kt  F=F1 (Kt+Kt), Kt = Kt F(Kt+Kt), Kt  F=F1{Kt=F2(Kt +Kt)}.

Contoh penerjemahan menggunakan pola-pola diatas :

Pola Kt  F (Kt + Kt)

Rumusan ini berarti penerjemah menjelaskan makna kata (Kt) BS dengan sebuah frase (F) didalam BP yang terdiri atas beberapa kata (Kt+Kt) (Syihabuddin, 2002 : 120). Misalnya, pada makna kata / / al-‘azίz / (Kt) dideskripsikan () dengan frase Maha perkasa (F) yang terdiri atas kata Maha (Kt) + perkasa (Kt).

/lā ilāha illā huwa al-‘azίzu l-hakίm/

(5)

Bijaksana.‘

Pola Kt

F=F1 (Kt+Kt)

Rumusan ini berarti penerjemah menjelaskan makna kata (Kt) BS dengan sebuah Frase bertingkat satu (F1) didalam BP yang terdiri atas dua kata (Kt + Kt) (Syihabuddin, 2002 : 120).

/walākin kāna hanίfan musliman/

‘...akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah)...’

/wa tawaffanā ma‘a al-abrāri/

‘...dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti’

Pola Kt= Kt  F (Kt + Kt)

Rumusan ini berarti penerjemah menyamakan sebuah Kata (Kt) dengan Kata (Kt) lain didalam BS. Kemudian makna kata tersebut dijelaskan dengan sebuah Frase (F) didalam BP yang terdiri atas dua kata (Kt + Kt). (Syihabuddin, 2002: 120).

/wallāhu khabίrun bimā ta‘malūna/

(6)

Pola Kt  F=F1{Kt=F2(Kt +Kt)}

Rumusan ini berarti bahwa makna kata (Kt) BS dideskripsikan dengan frase bertingkat (F2) (Syihabuddin, 2002 : 121). Misalnya, makna kata / / Muhsinîna / dijelaskan frase Orang-orang yang berbuat kebajikan. Sebenarnya pola ini sama dengan pola Kt  F, tetapi penjelasannya lebih luas, seperti tercermin dari struktur frase.

/wallāhu yuhibbu l-muhsinίna/

‘...dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan’

Ketepatan makna penerjemahan dengan menggunakan pola diatas :

Pemakaian pola seperti diatas menimbulkan masalah hilangnya unsur-unsur makna kata BS. Penerjemahan / / al-‘azίz / dengan Maha Perkasa menghilangkan komponen-komponen semantis yang terkandung didalamnya, karena maha perkasa hanya menggambarkan satu dari empat makna yang ada : (a) sangat langka, (b) sangat dibutuhkan oleh semua orang, (c) sangat mulia, (d) tidak dapat dikalahkan oleh hal lain. (Syihabuddin, 2002:122).

KBBI (2007) mengartikan perkasa dengan kuat dan tangguh serta berani, gagah berani, kuat dan berkuasa, hebat dan keras. Kamus Umum Bahsa Indonesia (1886:740) mengartikan perasa dengan gagah berani, kuat, berkuasa, hebat, gagah. Maka penerjemahan kata / / al-‘azίz / dengan Maha Perkasa kurang tepat, karena menghilangkan banyak makna BS. Sebaiknya ia dialihkan ke BP menjadi al-‘azίz. (Syihabuddin, 2002 : 122).

Namun secara umum, pemakaian pola-pola penerjemahan diatas menghasilkan terjemahan yang tepat dan dapat difahami oleh pemakai BP. Minimnya kasus-kasus kekurangtepatan dalam penerjemahan menunjukkan suatu kecenderungan bahwa pada

(7)

umumnya cara penjelasan dapat mengungkapkan makna BS di dalam BP. (Syihabuddin, 2002 : 122).

3. Teknik Integratif

Teknik Integratif adalah pemakaian dua teknik sekaligus dalam memproduksi makna bahasa sumber (BS) di dalam bahasa penerima (BP). (Syihabuddin, 2002 : 126)

Teknik ini hanya memiliki satu pola, yaitu : F (Kt+Kt)  F {F1(Kt+Kt)}

Pola F (Kt+Kt)  F {F1(Kt+Kt)}

Pola ini berarti bahwa makna suatu frase (F) didalam BS dijelaskan dengan frase (F) di dalam BP. Pola ini terlihat pada penerjemahan / / ûlul albâbi / dengan orang-orang yang berakal.

/wa mā yażżakkaru illā ūlūl l-bābi/

“...dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” Pada ayat di atas terjadi penerjemahan frase (F) dengan Frase (F). Frase BS terdiri atas mudhaf dan mudhaf ilaih, sedangkan frase BP terdiri atas sub frase (F1) yang terdiri atas dua kata (Kt+Kt). Makna rumusan deskripsinya ialah F F {F1(Kt+Kt)}.

Ketepatan makna penerjemahan dengan menggunakan pola diatas :

Istilah / / ûlul albâbi / diterjemahkan dengan orang-orang yang berakal. / / ülū / merupakan bentuk jamak yang berarti memiliki (Ma’luf, 1977: 22) dalam Syihabuddin (2002:125). Dalam terjemahan, bentuk ini diungkapkan dengan menjamakkan kata orang

(8)

melalui reduplikasi dan pemakaian prefix ber- untuk menyatakan memiliki. Jadi, terjemahan / / ülū / adalah orang-orang yang ber-. Adapun / / al-albâbi / berasal dari / / labiba/ yang salah satu bentuk masdarnya ialah / / lubban / dengan bentuk jamaknya / / albâb / (Ma’luf, 1977:709) dalam Syihabuddin (2002:125). Kata ini bersinonim dengan / / al-‘aqlu / yang berarti akal. Meskipun jamak, kata ini tidak diterjemahkan dengan akal-akal, karena dalam BP tidak perlu adanya konkordensi antara unsur-unsur frase dalam hal kejamakan.

Hassan (1972:98) dalam Syihabuddin (2002:125) menerjemahkan / / ülul albâbi / dengan orang-orang yang mempunyai fikiran. Jassin (1991:66) dalam Syihabuddin (2002:125) dengan orang-orang yang mempunyai fikiran, dan Bakri (1984:95) dalam Syihabuddin (2002:126) dengan orang-orang yang berakal. Penerjemahan / / ülul albâbi / dengan orang-orang yang berakal kurang tepat, karena / / lubbun / berarti akal yang bersih. Sebaiknya frase BS diterjemahkan dengan orang-orang yang berakal jernih.

Analisis semantik yang disajikan di atas menunjukkan bahwa cara penjelasan secara integratif itu cukup mengungkapkan makna BS di dalam BP. Pada pola yang Integratif ini, cara penjelasan merupakan hal yang utama. Sedangkan cara lain sebagai tambahan.

Referensi

Dokumen terkait

There always exists a pair of strictly positive implicit price vectors under which the MS-DEA cost ratio exceeds that associated with any other element of the ecient

Semoga buku ini memberi manfaat yang besar bagi para mahasiswa, sejarawan dan pemerhati yang sedang mendalami sejarah bangsa Cina, terutama periode Klasik.. Konsep

ditemukan seropositif MAP pada sapi perah dengan jumlah yang lebih banyak dari tahun sebelumnya bahkan diperoleh 2 isolat positif MAP yang tumbuh pada HEYM dan telah

Sebaiknya, sekarang, saya segera pergi dari sini, dengan begitu ia tahu sikap saya yang tetap balk kepadanya, tetapi tidak bisa membaias cintanya. ia iebih cocok untuk adik

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Jurusan Pendidikan Teknik Arsitektur. Fakultas Pendidikan Teknologi

12.9 Validasi proses (VP) adalah bukti terdokumentasi yang menunjukkan bahwa proses yang dioperasikan dalam parameter yang ditetapkan dapat terlaksana secara

Ruang lingkup yang digunakan dalam penelitian ini tentu saja dari dua media online yang dijadikan sebagai objek utama penelitian pencalonan Tri Risma Harini sbegai

Judul yang diambil dalam penelitian ini adalah ““ Pengaruh Dosis Kompos Bulu Ayam (dengan Metode Perebusan) pada Pertumbuhan Bibit Lada ( Piper nigrum L.) Tiga Ruas di