• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI. dukungan baik yang berupa dukungan finansial maupun dukungan non finasial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI. dukungan baik yang berupa dukungan finansial maupun dukungan non finasial"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

6 2.1 Pengertian Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat dimaksudkan sebagai suatu dukungan yang diberikan oleh masyarakat yang berada di lingkungan sekolah dalam rangka memberikan dukungan baik yang berupa dukungan finansial maupun dukungan non finasial

Dalam buku pedoman pelatihan BOS 2009 (Depdiknas 2009) beberapa jenis-jenis partisipasi masyarakat : 1) Partisipasi dengan menggunakan jasa yang tersedia, 2) Partisipasi dengan memberikan konstribusi dana, bahan dan tenaga, 3) Partisipasi secara pasif, 4) Partisipasi melalui konsultasi, 5) Partisipasi dalam pelayanan, 6) Partisipasi sebagai pelaksanaan kegiatan yang didelegasikan/dilimpahkan, 7) Partisipasi dalam pengambilan keputusan.

Dalam Permendiknas nomor 19 tahun 2007 tentang standar pengelolaan dijelaskan bahwa peran serta masyarakat antara lain meliputi : 1) Sekolah / madrasah melibatkan warga dan masyarakat pendukung sekolah/ madrasah dalam mengelola pendidikan, 2) Warga sekolah / madrasah dilibatkan dalam pengelolaan akademik, 3) Masyarakat pendukung sekolah / madratsah dilibatkan dalam pengelolaan non-akademik.

Partisipasi masyarakat mengacu kepada adanya keikutsertaan masyarakat secara nyata dalam suatu kegiatan. partisipasi itu bisa berupa gagasan, kritik membangun, dukungan pelaksanaan pendidikan. dalam sistem pemerintahan yang kebijakannya bersifat top-dawn, partisipasi masyarakat dalam kebijakan-kebijakan

(2)

yang dibuat dan diimplementasikan tidak begita dipermasalahkan, namun pada sistem pemerintahan yang bottom-up, tingginya partisipasi masyarakat dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan kebijakan tersebut.

Koentjaraningrat dalam Mulyasa (2011:170) menggolongkan partisipasi masyarakat ke dalam tipologinya, ialah partisipasi kuantitatif dan partisipasi kualitatif. Partisipasi kuantitatif menunjuk pada frekuensi keikutsertaan masyarakat terhadap implementasi kebijakan, sedangkan partisipasi kualitatif menunjuk kepada tingkat dan derajatnya. Partisipasi masyarakat juga dapat dikelompokkan berdasarkan posisi individu dalam kelompoknya, pertama partisipasi masyarakat dalam aktivitas bersama dalam proyek khusus. kedua, partisipasi anggota masyarakat sebagai individu dalam aktifitas bersama pembangunan.

Sagala (2011:247) mengungkapkan partisipasi masyarakat antara lain (1) mengembangkan sikap demokrasi di sekolah dan berupaya memenuhi harapan masyarakat; (2) peningkatan peran serta masyarakat dalam hal membuat perencanaan sekolah dan pemantauan pelaksanaannya, dengan pembelajaran anak, dukungan fisik ke sekolah, adanya kontrol dari masyarakat, dan pemikiran, keahlian dan keterampilan; (3) terjalinnya hubungan yang setara dan harmonis antara sekolah dan stakeholders; dan (4) tumbuhnya kepercayaan timbal balik antara sekolah dan stakeholders; dan (5) tumbuhnya rasa tanggungjawab dari masyarakat terhadap kemajuan dan kualitas sekolah.

Saat ini, dengan adanya kebijakan nasional untuk memajukan pemikiran mengenai partisipasi masyarakat, sebagaimana ditegaskan UUSPN No. 20 Tahun

(3)

2003 pasal 8 dalam Sagala (2011:248) menyatakan masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.

Pernyataan ini memberi ruang yang lebih luas kepada masyarakat untuk ikut langsung dalam manajemen sekolah seperti dalam merencanakan program dan kegiatan sekolah. keikutsertaan masyarakat yaitu seperti apa sekolah itu diinginkan masyarakat.

Keikutsertaan masyarakat dalam pelaksanaan dan pengawasan dimaksudkan untuk menjamin bahwa program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh sekolah sesuai yang direncanakan. pengawasan yang dilakukan masyarakat untuk memastikan bahwa program dan kegiatan betul-betul mencapai sasaran yang ditetapkan sebelumnya.

2.2 Kompetensi Kepala Sekolah

Dalam suatu lembaga (institusi) pendidikan khususnya lingkungan sekolah yang memiliki visi dan misi pengembangan atau peningkatan kualiatas pendidikan, maka yang dapat dijadikan tolok ukur terhadap keberhasilan pendidikan dilingkungan sekolah itu sendiri adalah salah satu komponen sistem, komponen yang dimaksud adalah pihak kepala sekolah .

Keberadaan kepala sekolah sangat terkait dengan dua hal yaitu kepemimpinan dan manajer pendidikan di sekolah. Kepemimpinan adalah suatu kegiatan dalam membimbing suatu kelompok sedemikian rupa hingga tercapai tujuan dari kelompok tersebut, yakni tujuan bersama.

(4)

Secara umum kepemimpinan adalah kemampuan dan kesiapan yang dimiliki seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, menuntun, menggerakan dan kalau perlu memaksa orang lain agar ia menerima pengaruh itu. Selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat membantu pencapaian suatu maksud atau tujuan tertentu.

Oleh karena itu sangat relevan apa yang disampaikan oleh S. P. Siagian bahwa kepemimpinan merupakan motor atau daya penggerak dari semua sumber-sumber dan alat (resaurces) suatu organisasi. Kepala sekolah adalah seorang guru (jabatan fungsional) yang diangkat untuk menduduki jabatan struktural di sekolah. Ia adalah pejabat yang ditugaskan untuk mengelolah sekolah. (Siagian, 2004:9)

Seiring dengan adanya peran yang dimainkan oleh kepala sekolah yang menjadi tugas yang harus diemban,baik terkait dengan administratif manajerial maupun kepemimpinan pengajaran dari kedua tugas yang diperankan oleh kepala sekolah tersebut, maka persoalan administratif manajerial merupakan tugas yang banyak menyita waktu kepala sekolah di bandingkan tugas pengajaran.

Karena pentingnya pengelolan administratif manajerial yang harus dilakukan kepala sekolah , maka untuk menjadi kepala sekolah yang efektif diperlukan lima ketrampilan administrasi yang kompetensinya terdiri dari ketrampilan tehnis, ketrampilan hubungan manusia, ketrampilan membuat konsep, ketrampilan pendidikan dan pengajaran, serta ketrampilan kognitif.(Atmowidirio, 2001: 162-163)

Adapun kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang kepala sekolah adalah sebagai berikut: 1) Komitmen terhadap misi sekolah, 2) Orientasi kepemimpinan pro aktif, 3) Ketegasan (decisiveness), 4) Sensitif terhadap hubungan yang bersifat

(5)

interpersonal dan organisasi (mencari hubungan interpersonal), 5) Mengumpulkan informasi, menganalisis dan pembentukan konsep, 6) Fleksibelitas intelektual (fleksibelitas konsepsi), 7) Persuasif dan memanejemeni interaksi, 8) Kemampuan beradaptasi secara taktis. 9) Motivasi dan perhatian terhadap pengembangan (motivasi keberhasilan), 10) Kontrol dan evaluasi, 11) Kemampuan berorganisasi dan pendelegasian, 12) Komunikasi (penyampaian gagasan secara pribadi). (Atmowidirio,

2001: 163-165)

Dari uraian di atas posisi kepala sekolah menempati tempat yang sangat penting dan strategis dalam mengendalikan sekolah sehingga untuk mencapai keberhasilan yang maksimal kepala sekolah harus memiliki ketrampilan dan kompetensi serta harus menjalankannya dengan baik. Kepala sekolah memiliki kompotensi dan ketrampilan yang sebagaimana yang telah disyaratkan untuk menjadi seorang kepala sekolah.

Sehingganya kita mengenal bahwa tugas kepala sekolah tersebut memiliki dua peran baik berperan dalam segi manajerial dan dalam segi Administrator sekolah. Oleh sebab itu peran kepala sekolah sebagai administrator sekolah sangatlah menonjol bila dibandingkan dengan perannya sebagai pelaksana pengajaran. Untuk dapat menjadi kepala sekolah yang efektif diperlukan adanya lima ketrampilan administrasi dan kompetensi sebagai berikut:

1. Keterampilan teknis meliputi pengetahuan khusus dan keahlian khusus pada suatu kegiatan khusus yang berkaitan dengan fasilitas yaitu dalam cara penggunaan alat dan tehnik pelaksanaan kegiatan.

2. Keterampilan hubungan manusia, berkaitan dengan kerja sama dengan orang lain. Kemampuan untuk memberikan bantuan dan bekerja sama dengan orang

(6)

lain, maupun kelompok untuk mencapai tujuan oragnisasi (sekolah yang lebih efesien dan efektif).

3. Keterampilan membuat konsep (konsepsional), kemampuan untuk merangkum menjadi satu dalam bentuk gagasan atau ide-ide melihat organisasi sebagai suatu keseluruhan situasi yang relevan dengan organisasi itu.

4. Keterampilan pendidikan dan pengajaran, meliputi penguasaan pengetahuan tentang belajar-mengajar.

5. Keterampilan kognitif, meliputi kemampuan dan pengetahuan yang bersifat intelektual. (Atmodiwirio, 2001: 162-163)

Syah (2000:229) mengemukakan pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan. Usman (1994:1) mengemukakan kompentensi berarti suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif. McAhsan (1981:45), sebagaimana dikutip oleh Mulyasa (2003:38) mengemukakan bahwa kompetensi: “…is a knowledge, skills, and abilities or capabilities that a person achieves, which become part of his or her being to the extent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and psychomotor behaviors”. Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya. Sejalan dengan itu Finch & Crunkilton (1979:222), sebagaimana dikutip oleh Mulyasa (2007:38) mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan Sofo (1999:123) mengemukakan “A competency is composed of skill, knowledge, and attitude, but in particular the consistent applications of those skill, knowledge, and attitude to the standard of

(7)

performance required in employment”. Dengan kata lain kompetensi tidak hanya mengandung pengetahuan, keterampilan dan sikap, namun yang penting adalah penerapan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan tersebut dalam pekerjaan.Robbins (2001:37) menyebut kompetensi sebagai ability, yaitu kapasitas seseorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Selanjutnya dikatakan bahwa kemampuan individu dibentuk oleh dua faktor, yaitu faktor kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.

Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan mental sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang di perlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan, dan keterampilan.Spencer & Spencer (1993:9) mengatakan “Competency is underlying characteristic of an individual that is causally related to criterion-reference effective and/or superior performance in a job or situation”. Jadi kompetensi adalah karakteristik dasar seseorang yang berkaitan dengan kinerja berkriteria efektif dan atau unggul dalam suatu pekerjaan dan situasi tertentu. Selanjutnya Spencer & Spencer menjelaskan, kompetensi dikatakan underlying characteristic karena karakteristik merupakan bagian yang mendalam dan melekat pada kepribadian seseorang dan dapat memprediksi berbagai situasi dan jenis pekerjaan. Dikatakan causally related, karena kompetensi menyebabkan atau memprediksi perilaku dan kinerja. Dikatakan criterion-referenced, karena kompetensi itu benar-benar memprediksi siapa-siapa saja yang kinerjanya baik atau buruk, berdasarkan kriteria atau standar tertentu.

(8)

Muhaimin (2004:151) menjelaskan kompetensi adalah seperangkat tindakan intelegen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksankan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Sifat intelegen harus ditunjukan sebagai kemahiran, ketetapan, dan keberhasilan bertindak. Sifat tanggung jawab harus ditunjukkan sebagai kebenaran tindakan baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan, teknologi maupun etika. Depdiknas (2004:7) merumuskan definisi kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.

Dalam Permendiknas Nomor 13 tahun 2007 dijelaskan bahwa seorang kepala sekolah harus mempunyai lima kompetensi yaitu kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi akademik dan sosial. Dengan kelima kompetensi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kinerja kepala sekolah dalam mengelola sekolahnya sehingga visi, misi dan tujuan sekolah tersebut dapat tercapai secara optimal. Dengan kompetensi sosial seorang kepala sekolah akan terampil bekerja sama dengan orang lain berdasarkan prinsip yang saling menguntungkan dan memberi manfaat bagi sekolah, mampu berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, dan memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain.

2.3 Pengertian Kompotensi Sosial

Pada hakekatnya manusia adalah makluk individu sekaligus sosial, dari sejak lahir hingga meninggal manusia perlu dibantu atau bekerjasama dengan manusia lain. Segala kebahagiaan yang dirasakan manusia pada dasarnya adalah berkat bantuan dan kerjasama dengan manusia lain. Manusia sadar bahwa dirinya harus merasa

(9)

terpanggil hatinya untuk berbuat baik bagi orang lain dan masyarakat (Retno Sriningsih,1999:89).

Kompetensi sosial menurut Sumardi (2006:90) adalah kemampuan seseorang dalam berkomunikasi, bergaul, bekerjasama, dan memberi kepada orang lain. Sejalan dengan pemikiran ini Komara (2007:78) mendefinisikan kompetensi sosial sebagai (1) kemampuan seseorang untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman sejawat untuk meningkatkan kemampuan profesional (2) kemampuan untuk mengenal dan memahami fungsi-fungsi setiap lembaga kemasyarakatan dan (3) kemampuan untuk menjalin kerjasama baik secara individual maupun kelompok.

Subagyo (2008:76) mengemukakan bahwa kompetensi sosial adalah kemampuan untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien, baik dengan peserta didik, guru ,orang tua/wali, dan masyarakat sekitar, sehingga seseorang yang memiliki kompetensi sosial akan nampak menarik, empati, kolaboratif, suka menolong, menjadi panutan, komunikatif, dan kooperatif. Sedangkan Sumardi (2007:10) menyatakan bahwa kompetensi sosial adalah kemampuan untuk berkomunikasi, membangun relasi, dan kerjasama, menerima perbedaan, memikul tanggung jawab, menghargai hak orang lain, serta kemampuan memberi manfaat bagi orang lain.

Wina Sanjaya (dalam Hidayat 2009:56) menyatakan bahwa kompetensi sosial adalah kemampuan seseorang sebagai bagian dari masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi kompetensi untuk berkomunikasi secara lisan, tulisan, dan atau

(10)

isyarat, menggunakan tehnologi informasi secara fungsional, bergaul secara efektif dengan sesama profesi, orang tua/wali secara efektif.

Pakar psikologi pendidikan Gadner (1983) menyebut kompetensi sosial itu sebagai social intellegence atau kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial merupakan salah satu dari sembilan kecerdasan (logika, bahasa, musik, raga, ruang, pribadi, alam, dan kuliner) yang berhasil diidentifikasi oleh Gadner. Kompetensi sosial yang harus dimiliki oleh seorang pendidik yang diamanatkan oleh UU Guru dan Dosen, yang pada gilirannya harus dapat ditularkan kepada anak-anak didiknya.

Untuk mengembangkan kompetensi sosial kita perlu tahu target atau dimensi-dimensi kompetensi ini. Beberapa dimensi-dimensi ini, misalnya, dapat kita saring dari konsep life skills (www.lifeskills4kids.com). Dari 35 life skills atau kecerdasan hidup itu, ada 15 yang dapat dimasukkan ke dalam dimensi kompetensi sosial, yaitu: (1) kerja tim, (2) melihat peluang, (3) peran dalam kegiatan kelompok, (4) tanggung jawab sebagai warga, (5) kepemimpinan, (6) relawan sosial, (7) kedewasaan dalam berelasi, (8) berbagi, (9) berempati, (10) kepedulian kepada sesama, (11) toleransi, (12) solusi konflik, (13) menerima perbedaan, (14) kerja sama, dan (15) komunikasi.

Menurut Sudjarat (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/) kompotensi sosial meliputi 3 keterampilan, (a) terampil bekerjasama dengan orang lain, (b) mampu berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, (c) memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok.

Terampil bekerja sama dengan orang lain berdasarkan prinsip yang saling menguntungkan dan memberi manfaat bagi sekolah mencakup :

(11)

1. Mampu bekerja sama dengan atasan bagi pengembangan dan kemajuan sekolah.

2. Mampu bekerja sama dengan guru, staf/karyawan, komite sekolah, dan orang tua siswa bagi pengembangan dan kemajuan sekolah.

3. Mampu bekerja sama dengan sekolah lain dan instansi pemerintah terkait dalam rangka pengembangan sekolah.

4. Mampu bekerja sama dengan dewan pendidikan kota/kabupaten dan stakeholders sekolah lainnya bagi pengembangan sekolah.

Mampu berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan mencakup 1. Mampu berperan aktif dalam kegiatan informal di luar sekolah. 2. Mampu berperan aktif dalam organisasi sosial kemasyarakatan.

3. Mampu berperan aktif dalam kegiatan keagamaan, kesenian, olahraga atau kegiatan masyarakat lainnya.

4. Mampu melibatkan diri dalam pelaksanaan program pemerintah. Memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain mencakup : 1. Mampu menggali persoalan dari lingkungan sekolah (berperan sebagai

problem finder).

2. Mampu dan kreatif menawarkan solusi (sebagai problem solver).

3. Mampu melibatkan tokoh agama, masyarakat, & pemerintah dalam memecahkan masalah kelembagaan.

4. Mampu bersikap obyektif/tidak memihak dalam mengatasi konflik internal sekolah.

(12)

5. Mampu bersikap simpatik/tenggang rasa terhadap orang lain. 6. Mampu bersikap empatik/sambung rasa terhadap orang lain,

Ross-Krasnor (dalam Denham & Queenan, 2003) mendefinisikan kompetensi sosial sebagai keefektifan dalam berinteraksi, hasil dari perilaku-perilaku teratur yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan pada masa perkembangan dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.

Menurut Fisher dan Katherine (1994) kompetensi sosial merupakan suatu respon yang efektif dari seseorang terhadap beragam situasi kehidupan atau kesanggupan untuk berinteraksi secara efektif dengan lingkungan. (http://tendik.org)

Menurut Hurlock (1980), kompetensi sosial merupakan suatu kemampuan atau kecakapan seseorang untuk berhubungan dengan orang lain dan untuk terlibat dalam situasi-situasi sosial dengan memuaskan. Kompetensi sosial merupakan suatu sarana untuk dapat diterima dalam masyarakat. Dengan kompetensi sosial seseorang menjadi peka terhadap berbagai situasi sosial yang dihadapinya. Sedangkan menurut Santrock (1990), kompetensi sosial dapat diartikan sebagai kemampuan individu untuk berinteraksi secara efektif dengan lingkungannya.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi sosial adalah keefektifan seseorang dalam berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain dan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar. (http://tendik.org). 2.4 Komponen Kompetensi Sosial

Peran penting kompetensi sosial ini terletak pada dua hal yakni pertama, terletak pada peran pribadi kepala sekolah yang hidup ditengah masyarakat untuk

(13)

berbaur dengan masyarakat. Untuk itu seorang kepala sekolah perlu memiliki kemampuan untuk berbaur dengan msayarakat, kemampuan ini meliputi kemampuan berbaur secara santun, luwes dengan masyarakat, dapat melalui kegiatan olahraga, keagamaan, dan kepemudaan, kesenian dan budaya. Keluwesan bergaul harus dimiliki oleh kepala sekolah selain sebagai kepala maupun sebagai guru.

Ketrampilan hubungan manusiawi adalah kecekatan untuk menempatkan diri di dalam kelompok kerja. Juga, ketrampilan menjalin komunikasi yang mampu menciptakan kepuasan kerja pada kedua belah pihak. Hubungan manusiawi melahirkan suasana kooperatif dan menciptakan kontak manusiawi antar pihak yang terlibat. Kepala atau manajer sekolah, disamping berhadapan dengan benda, konsep-konsep dan situasi, juga manusianya. Bahkan inilah yang paling banyak porsinya.

Bahkan bagi pimpinan puncak (Top management) yang disebutkan terakir menduduki posisi terbesar, lebih dari separoh aktifitasnya yang rutin. Manusia yang menduduki posisi sentral itu sering dilukiskan sebagai the man behind the gun, manusialah yang mengendalikan senjata. Tanpa memiliki kemampuan dalam hubungan manusiawi, kelompok kerja sama tidak mungkin terjalin dengan harmonis. Ketrampilan hubungan manusiawi ini antara lain tercermin dalam (Sudarwan Danim,2009:99) : (1) ketrampilan menempatkan diri dalam kelompok, (2) ketrampilan menciptakan kepuasan pada diri bawahan, (3) sikap terbuka terhadap kelompok kerja, (4) kemampuan mengambil hati melalui keramahtamahan dan (5) penghargaan terhadap nilai-nilai etis, (6) pemerataan tugas dan tanggung jawab (7) itikad baik, adil, menghormati, dan menghargai orang lain.

(14)

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah, kompetensi sosial kepala sekolah meliputi : (1) bekerja sama dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah/madrasah, (2) berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, (3) memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain.

Pada sisi lain realitas peran dan kiprah seorang kepala sekolah dinilai dan diamati baik oleh guru, anak didik, teman sejawat, dan atasannya maupun oleh masyarakat. Bahkan tidak jarang juga kebaikan dan kekurangan kepala sekolah dibicarakan oleh masyarakat secara luas, oleh karena itu penting bagi seorang kepala sekolah untuk meminta pendapat baik dari guru, karyawan, siswa maupun teman sejawat tentang penampilannya sehari-hari baik di sekolah, di masyarakat dan segera memanfaatkan pendapat/kritik untuk memperbaiki.

Menurut Mulyasa (2007:176) ada tujuh kompetensi sosial yang harus dimiliki agar dapat berkomunikasi dan bergaul secara efektif dan efisien yakni (1) memiliki pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama (2) memiliki pengetahuan tentang budaya dan tradisi (3) memiliki pengetahuan tentang inti demokrasi (4) memiliki pengetahuan tentang estetika (5) memiliki pengetahuan tentang apresiasi dan kesadaran sosial (6) memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan (7) memiliki kesetiaan terhadap harkat dan martabat manusia. Ketujuh kompetensi sosial ini penting, agar seseorang dapat melaksanakan dua fungsi di sekolah yakni : (a) fungsi pelestarian dan pewarisan nilai-nilai kemasyarakatan dan (b) fungsi agen perubahan. Sekolah berfungsi untuk menjaga

(15)

kelestarian nilai-nilai kemasyarakatan yang positif agar pewarisan nilai tersebut dapat berjalan secara baik. Di samping itu sekolah juga berfungsi sebagai lembaga yang dapat mendorong perubahan nilai dan tradisi menuju kemajuan dan tuntutan kehidupan dan pembangunan bangsa.

Menurut Adam (dalam Martani & Adiyanti, 1991) tiga komponen yang memungkinkan seseorang bagaimana menjalin hubungan positif dengan orang lain, yaitu:

1. Pengetahuan tentang keadaan emosi yang tepat untuk situasi sosial tertentu. 2. Kemampuan berempati dengan orang lain.

3. Percaya pada kekuatan diri sendiri.

Sedangkan La Fontana dan Cillesen (dalam Papalia, Olds & Feldman, 2002) menuliskan bahwa kompetensi sosial dapat dilihat sebagai perilaku prososial, altruistik, dan dapat bekerja sama.

Rydell, Hagekull dan Bohlin (1997) mengemukakan aspek kompetensi sosial adalah aspek prosocial orientation (perilaku prososial) yang terdiri dari kedermawanan (generosity), empati (emphaty), memahami orang lain (understanding of others), dan suka menolong (helpfulness) serta aspek sosial (social initiative) yang terdiri dari aktif untuk melakukan inisiatif dalam situasi sosial dan withdrawal behavior (perilaku menarik diri) dari situasi tertentu. (http://tendik.org)

Menurut Buhrmester, Furman, Wittenberg, dan Reis (1988) kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain dibagi dalam lima kriteria yaitu:

(16)

1. Kemampuan untuk memulai interaksi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menjalin kontak sosial dengan orang lain.

2. Kemampuan untuk menyatakan hak-hak pribadi dan ketidaksenangan kepada orang lain, adalah kemampuan seseorang untuk menyatakan secara tegas akan hak-hak pribadinya serta perlakuan yang dirasa tidak disukai dari orang lain. 3. Kemampuan untuk membuka diri, adalah kemampuan seseorang untuk

membuka diri dan mengungkapkan hal- hal yang bersifat pribadi.

4. Pemberian dukungan emosional, adalah kemampuan seseorang untuk memberikan dukungan sosial pada orang lain.

5. Penanganan konflik, adalah kemampuan seseorang untuk menangani konflik yang ada.

Menurut Mahdiannur (2009:67) dimensi kompetensi sosial pada seorang pendidik, yaitu: kerja tim, melihat peluang, peran dalam kegiatan kelompok, tanggung jawab sebagai warga, kepemimpinan, relawan sosial, kedewasaan dalam berelasi, berbagi, berempati, kepedulian kepada sesama, toleransi, solusi konflik, menerima perbedaan, kerja sama, dan komunikasi.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek kompetensi sosial adalah pengetahuan tentang keadaan emosi yang tepat untuk situasi sosial tertentu, kemampuan berempati dengan orang lain dan percaya pada kekuatan diri sendiri dan aspek prosocial orientation (perilaku prososial) yang terdiri dari kedermawanan (generosity), empati (emphaty), memahami orang lain (understanding of others), dan suka menolong (helpfulness) serta aspek sosial (social initiative) yang

(17)

terdiri dari aktif untuk melakukan inisiatif dalam situasi sosial dan withdrawal behavior (perilaku menarik diri) dalam situasi tertentu.

2.5 Faktor-faktor yang Menyebabkan Kompetensi Sosial yang Baik

Hurlock (1980) mengungkapkan bahwa seseorang yang memiliki kompetensi sosial yang baik juga mempunyai fungsi sosial yang baik. Faktor yang menyebabkan seseorang memiliki fungsi sosial yang baik menurut Hurlock (1980), yaitu:

1. Kesehatan yang baik menyebabkan orang dapat berpartisipasi dalam kegiatan sosial.

2. Kaitan yang erat dengan kegiatan sosial dapat melahirkan motivasi yang perlu untuk ambil bagian dalam kegiatan sosial.

3. Kemahiran dan keterampilan sosial yang diperoleh sebelumnya dapat memperkuat kepercayaan diri dan dapat mempermudah masalah sosial.

4. Status sosial yang sesuai dengan teman sebayanya tentang keinginan kelompok sosial yang memungkinkan bergabung dengan organisasi masyarakat.

Selain itu, Argyle (1980) menyatakan bahwa kompetensi sosial di lingkungan masyarakat dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yaitu:

a. Persepsi.

Untuk bereaksi secara efektif terhadap stimulus, diperlukan pengamatan dan perhatian yang cermat. Proses persepsi yang dilakukan individu membentuk sejumlah kategori atau dimensi yang disesuaikan dengan situasi yang menyertainya. Dengan demikian, persepsi yang dilakukan oleh individu

(18)

membentuk impresi bagi orang lain, yang dapat dipergunakan dalam berbagai situasi sosial. Ketidakmampuan dalam persepsi menimbulkan kecemasan dan melemahkan kemampuan seseorang dalam berinteraksi secara sepantasnya.

b. Pertukaran Peran.

Persepsi seseorang terhadap reaksi orang lain merupakan hal yang penting. Demikian pula halnya dalam mempersepsikan pandangan orang lain terhadap situasi yang terjadi, hal ini disebut dengan metapersepsi. Metapersepsi berlaku disaat seseorang merasa dinilai dan berada dihadapan orang lain. Ada perbedaan individu dalam kemampuan melihat sudut pandang orang lain secara berbeda. Oleh karena itu, kompetensi sosial membutuhkan kecakapan dalam mengambil alih peran orang lain serta motivasi untuk melaksanakannya secara tepat dan sesuai.

c. Komunikasi Non-Verbal.

Interaksi sosial dipengaruhi oleh komunikasi non-verbal, yang sering tidak disadari oleh orang yang terlibat di dalamnya. Pesan yang disampaikan melalui komunikasi non-verbal merupakan sikap terhadap orang lain. Tanda-tanda komunikasi non-verbal meliputi ekspresi wajah, tinggi rendah suara dan sikap tubuh (gesture). Tanda-tanda non-verbal memiliki dampak yang kuat dibandingkan dengan tanda verbal dalam menilai tingkah laku apakah bersahabat atau bermusuhan, dominan atau patuh. Kegagalan dalam relasi sosial seringkali berkaitan dengan hambatan menyampaikan tanda non-verbal seperti ekspresi

(19)

wajah atau suara dan ketidakmampuan memahami tanda non-verbal yang disampaikan orang lain.

d. Imbalan.

Penilaian terhadap interaksi sosial didasari pula oleh perasaan suka erat kaitannya dengan imbalan yang diterima dan perasaan tidak suka berhubungan dengan sanksi yang diterimanya. Berdasarkan penelitian, tampak bahwa jika seseorang memberikan penguatan (reinforcement) terhadap perilaku orang lain, maka orang lain itu akan meneruskan perilakunya. Dampak perilaku ini memberikan pengaruh yang bersifat timbal balik. Bila seseorang memperoleh imbalan yang sesuai, maka interaksi sosial itu dianggap menyenangkan. Sebaliknya jika ia tidak memperoleh imbalan yang sesuai maka interaksi sosial tersebut ditinggalkan.

e. Situasi dan Aturan.

Dalam menjalin relasi sosial, seseorang melakukan klasifikasi terhadap situasi yang dialaminya agar dapat bertindak sesuai dengan keadaan yang menyertainya. Argyle (1980) mengemukakan bahwa terdapat tujuh kelompok yang tergolong dalam situasi dan aturan yang menyertai keberhasilan menjalin relasi sosial, yaitu adanya peraturan, proses pengulangan, kebutuhan akan motivasi, tuntutan peran sosial, perkembangan struktur kognitif, dan setting yang menyertai serta keterampilan sosial.

(20)

f. Presentasi Diri (Self Presentation).

Kontak sosial yang terjadi antara sesama individu memberikan implikasi adanya kebutuhan untuk menampilkan diri secara lebih baik sebagai upaya untuk memperoleh penilaian atau impresi yang positif dari orang lain. Kompetensi seseorang dalam relasi sosial dipengaruhi oleh cara-cara menampilkan diri mereka dalam situasi sosial yang ada. Secara umum, seseorang akan menampilkan perilaku yang khusus untuk membentuk social image yang dikehendakinya.

Berkaitan dengan pembudayaan nilai-nilai ini Sudibyo (2008) menjelaskan bahwa pendidikan hakikatnya merupakan proses pelembagaan nilai-nilai budaya nasional, termasuk dalam hal ini adalah budaya daerah. Banyak nilai budaya lokal atau daerah yang mempunyai keberlakuan secara nasional. Lebih lanjut dikatakan bahwa membangkitkan etos kerja juga berdimensi sosial ini selain kewirausahaan. Etos kerja yang melingkupi sikap positif terhadap pekerjaan antara lain menghargai setiap bentuk kerja halal, kerja keras, untuk meningkatkan taraf hidup, motif untuk maju, sikap rajin dan tekun dalam mengelola waktu, ingin bersaing secara sehat, ingin berprestasi, kreatif dan sebagainya.

Untuk mengembangkan kompetensi sosial ini Sudibyo (2008) menyatakan bahwa setidaknya ada beberapa kegiatan yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan kompetensi sosial ini yakni (1) pendidikan dan latihan pengembangan kompetensi baik dilakukan secara reguler maupun insidental tergantung situasi dan tujuan yang hendak dicapai, pelatihan yang dapat membangkitkan kepekaan sosial , keraifan budaya, merupakan linji yang dapat

(21)

dipilih, (2) berbagi pengelaman melalui forum yang dapat merupakan bentuk untuk saling merefleksi masing-masing (3) penyusunan program dan kegiatan secara teratur di sekolah.

Sedangkan menurut Mudiyono (2008 :12) mengusulkan bahwa ada beberapa kegiatan yang dapat dijadikan sarana peningkatan kompetensi sosial kepala sekolah antara lain : (1) mengidentifikasi kebutuhan pengembangan kompetensi sosial atau subkompetensi sosial, identifikasi ini pada satu sisi harus tepat dari sisi kebutuhan kepala sekolah dan guru dan pada sisi lain mengidentifikasi kebutuhan masyarakat. Hasil dari kedua kepentingan ini kita gunakan untuk merancang program kerjasama antara kepala sekolah/guru dalam sekolah, antara guru/kepala sekolah dalam satu sub rayon maupun rayon, serta antar guru, kepala sekolah dan masyarakat sekitar, (2) melakukan kegiatan kerjasama antar kepala sekolah terutama baik dalam satu sub-rayon, rayon terdekat secara terprogram dalam rangka mengembangkan sekolah pada umumnya dan pengembangan kompetensi kepala sekolah khususnya, (3) implementasi pengembangan kompetensi kepala sekolah dilakukan dengan pendampingan konsultan atau bantuan tehnis dari pakar, sehingga pengembangan sekolah akan berjalan seimbang, (4) segera setelah kegiatan pelaksanaan pengembangan kompetensi sosial ini perlu dilakukan refleksi secara kolaboratif bersama dengan kepala sekolah lain, guru dan bahkan masyarakat sekitar, (5) hasil laporan final pengembangan kegiatan ini dapat dipresentasikan pada forum ilmiah yang bermanfaat.

(22)

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki kompetensi sosial yang baik juga memiliki fungsi sosial yang baik.

Referensi

Dokumen terkait

Perbanyakan dilakukan melalui kultur biji anggrek hitam pada berbagai medium kultur Knudson C (KC), Vacin & Went (VW), New Phalaenopsis (NP), dan Murashige & Skoog

Melihat potensi untuk perluasan areal pertanaman Jarak pagar pada tanah Latosol masih terbuka luas dan Jarak pagar merupakan komoditi yang dapat dikembangkan dan

Nilai rata-rata Aroma dari Berbagai Level Buah Sirsak ( Annona muricata L.) yang Ditambahkan pada Susu Pasteurisasi HTST dan LTLT

9. Selama Peserta Didik mengerjakan tugas, guru melakukan pengamatan terhadap kerja Peserta Didik dalam kelompok mereka, dan mengingatkan Peserta Didik

Dari penyebab timbulnya pencemaran air seperti yang telah di utarakan di atas telah membawakan banyak dampak terhadap manusia itu sendiri, terutama dalam mensejahterakan taraf

Menurut Bapak/Ibu/Sdr, dengan mulai dibangunnya Kawasan Hutan Kota Cadika menjadi Kawasan Wisata Lokal di daerah Bapak/Ibu/Sdr, berpengaruh terhadap peningkatan

selaku Apoteker Pengelola Apotek Kimia Farma Gedangan 2 sekaligus Pembimbing I yang telah meluangkan banyak waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing dan memberikan

diterima secara umum sebagai alat pembayaran dalam suatu wilayah tertentu atau sebagai alat pembayaran hutang atau sebagai alat untuk.. melakukan pembelian barang