• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gangguan Medula Spinalis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gangguan Medula Spinalis"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama mari kita panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan berkat karunia-Nya akhirnya saya dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Gangguan Medula Spinalis”. Referat disusun agar berguna bagi para pembacanya untuk memperluas pengetahuannya tentang Gangguan Medula Spinalis dan serta dalam rangka memenuhi tugas saya selama mengikuti Kepaniteraan Klinik dalam bagian Ilmu Penyakit Saraf di Rumah Sakit Angkatan Udara Dr. Esnawan Antariksa, Jakarta periode 10 Juni 2013 – 13 Juli 2013.

Pada kesempatan kali ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Rini Ismarijanti, Sp.S selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini hingga selesai. Terima kasih pula kepada teman – teman sejawat koas saraf Rumah Sakit Angkatan Udara Dr. Esnawan Antariksa serta semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang sedikit banyak juga turut membantu dalam menyelesaikan referat ini.

Akhir kata saya sangat menyadari bahwa pengumpulan data-data dan penyusunan referat ini masih sangat jauh dari sempurna dan banyak sekali kekurangan. Oleh karena itu saya sangat akan menerima kritik dan saran yang membangun terhadap referat ini. Sekali lagi saya berharap semoga referat ini bermanfaat bagi kita semua para pembaca. Terima kasih.

Jakarta, Juni 2013

(2)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...1

DAFTAR ISI...2

BAB I PENDAHULUAN...3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA …..………..……….……....4

Cedera Medulla Spinalis………...7

Tumor dan Kompresi Spinalis ………..………....11

Mielopati Vaskuler ……….………..12

Infark Medulla Spinalis.………..…...12

Hematom Epidural dan Subdural …...13

Mielopati Mielinisasi………….……….…...13

Multiple Sclerosis…….………...13

Mielopati Traumatik...15

(3)

BAB I PENDAHULUAN

Medulla spinalis adalah saraf yang tipis yang merupakan perpanjangan dari system saraf pusat dari otak dan melengkungi serta dilindungi oelh tulang belakang. Fungsi utama medulla spinalis adalah transmisi pemasukan rangsangan antara perifer dan otak.

Medulla spinalis merupakan bagian dari susunan saraf pusat. Terbentang dari foramen magnum sampai dengan L1, di L1 melonjong dan agak melebar yang disebut conus terminalis atau conus medularis. Terbentang dibawah cornu terminalis serabut-serabut bukan saraf yang disebut bukan filum terminale yang merupakan jaringan ikat. Terdapat 31 pasang saraf spinal, 8 pasang saraf servikal, 12 pasang saraf torakal, 5 pasang saraf lumbal, 5 pasang saraf sakral dan 1 pasang saraf coxigeal. Akar saraf lumbal dan sakral terkumpul yang disebut dengan cauda equine. Setiap pasangan saraf keluar melalui intervertebral foramina. Saraf spinal dilindungi oleh tulang vertebra dan ligamen dan juga oleh meningen spinal dan CSF.

(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA GANGGUAN MEDULA SPINALIS

Lesi pada medula spinalis susah dibedakan dengan lesi pada myelum karena keduanya berjalan pada jaras yang sama. Lesi medula spinalis yang mengalami lesi sampai pada myelum akan didapatkan gengguan pada saraf otonomnya misalnya adanya gangguan kencing menandakan adanya manifestasi klinis dari gangguan myelum. Lesi pada medula spinalis atau lesi myelum kita bagi menjadi dua yaitu: 1. Lesi ekstradural :

• Partial block yaitu dura terdorong sebagian akibat adanya kelainan dari vertebra. Misalnya akibat fraktur atau dislokasi yang ringan dari vertebra servikal, thorakal bawah, atau bagian lumbal atas

• Complete block yaitu lesi pada vertebra yang menyebabkan spinalis tertekan ke salah satu sisi vertebra secara total. Misalnya transeksi total.

2. Lesi intradural :

• Ekstramedulary block yaitu spinal tertekan kesatu sisi dari vertebra sama Seperti akstradura. Misalnya akibat neurofibromas, meningiomas, metastase carsinoma, myeloma.

• Intramedulary block yaitu akibat lesi yang menyerang antara dura dan medula spinal sehingga pada myelografi terlihat kontras mengisi seluas spinal. Misalnya pada myelitis, meningitis dan berbagai jenis gliorna dan trauma yang menyebakan perdarahan.

Tiap gangguan diatas bisa menyebabkan berbagai macam manifestasi klinis tergantung dimana tempat terdapatnya lesi. Tiap lesi di medula spinalis yang merusak daerah jaras kortikospinal lateral menimbulkan kelumpuhan UMN pada otot-otot bagian tubuh yang terletak dibawah lesi. Misalnya lesi C5 berarti lesi pada kedua lengan yang berasal dari miotom C6 sampai miotom C8 dan otot toraks dan abdomen serta segenap muskular kedua tungkai. Kelumpuhannya dinamakan tetraplegi atau kuadriplegi dengan gejala klinis :

(5)

 Tidak bisa buang air besar dan kecil

 Tidak memperlihatkan reaksi neuro vegetatif

Lesi transversal yang merusak segmen C.5 itu tidak saja memutuskan jaras kortikospinal lateral, melainkan ikut memotong segenap lintasan asendens dan desendens lain. Disamping itu kelompok motorneuron yang berada didalam segmen C.5 ikut terusak. Ini berarti bahwa pada tingkat lesi kelumpuhan ini bersifat LMN.

Lesi transversal yang memotong medula spinalis pada tingkat torakal atau tingkat lumbal atas mengakibatkan kelumpuhan yaitu pada tingkat lesi terjadi kelumpuhan LMN dan dibawah Lesi terdapat kelumpuhan UMN. Tingkat lesi transversal dimedula spinalis mudah terungkap oleh batas defisit sensorik. Dibawah defisit tersebut tanda UMN dapat ditemukan pada kedua tungkai secara lengkap, namun pada thoraks tanda-tanda UMN tidak dapat diungkapkan. Tanda UMN satu-satunya yang dapat dibangkitkan pada.otot abdominal ialah hipertonia. Oleh karena tonun otot perut meningkat maka refleks dinding, perut menghilang. Kelumpuhan yang melanda bagian bawah tubuh yang terlukis diatas dinamakan paraplegia.

Paraplegia da kuadriplegia dapat disebabkan oleh infeksi (mielitis transversa). Satu sampai dua seglnen medula spinalis dapat terusak sekaligus. Infeksi dapat terjadi melalui emboli septik, luka terbuka dari tulang belakang, penjalaran osteornielitis atau perluasan proses meningitis piogenik. Adakalanya reaksi imunologik dapat timbul dimedula spinalis, setelah beberapa minggu sembuh dari penyakit viral, seperti varisella, veriola dan morbili dijuluki mielitis disaminata difusa. Serabut-serabut asendens dan desendens panjang dapat terputus oleh salah satu lesi sehingga dapat timbul kelumpuhan parsial dan defisit sensorik yang tidak masif disekujur badan (kuadriparesis) atau bagian bawahnya saja (paraparesis).

Pada umumnya, lesi menduduki sebagian besar atau sebagian kecil potongan medula spinalis yang disebut hemilesi. Akibat hemilesi di medula spinalis timbul sindroma Brown Sequard, yang terdiri dari dua bagian. Yang pertama : manifestasi ditingkat lesi dan kedua manifestasi dibawah tingkat lesi. Setinggi lesi terdapat

(6)

kelumpuhan LMN ipsilateral pada otot yang dipersarafi oleh kelompok motorneuron yang terkena hemilesi. Pada hemilesi juga terdapat pada sisi ipsilateral defisit sensorik yang terbatas pada kawasan sensorik segmen medula spinalis yang terkena hemilesi. Dibawah tingkat lesi terdapat pada sisi ipsilateral kelumpuhan UMN dan defisit sensorik proprioseptik (tidak dapat merasakan getaran, gerakan dan posisi bagian tubuh). Sedangkan pada sisi kontralateralnya terdapat defisit sensarik protopatik (tidak dapat merasakan nyeri, suhu, dan perabaan).

Proses patologik yang mendesak/menindih medula spinalis dari samping dapat menghasilkan sindroma Brown - Sequard pula dan secara berangsur-angsur terjadi kuadriplegia dan paraplegia yang akhirnya dikenal dengan sindroma kompresi medula spinalis. Dimana daerah kortikospinallah yang terlebih dim mengalami gangguan karena desakan atau tindihan. Penyakitnya dikenal dengan nama Hidromielia, dimana daerah kortikospinal justru tertekan/terdesak dari medial. Pada Hidromielia terdapat lubang substansia grisea sentralis, yang menggembung karena penuh terisi oleh cairan. Penggembungan ini akan mendesak medulaspinalis sehingga mengganggu fungsi jaras kortikospinalis berikut lintasan asendens/desendens dan motorneuron-motorneuron dari dalam. Dibawah tingkat hidromielia terdapat tanda-tanda kelumpuhan UMN.

Selain pada mielitis dan kompresi medula spinalis, kelumpuhan UMN akibat gangguan terhadap serabut-serabut kortikospinal dapat dijumpai pada penderita amyotropik lateral sklerosis. Penyebabnya ialah slow viral infection yang merusak serabut-serabut kortikospinal dan motorneuron di trunkus serebri dan merula spinals secara selektif Susunan somatosensorik sama sekali tidak tergenggu. Manifestasinya terdiri atas gangguan gerakan yang memperlihatkan tanda kelumpuhan UMN dan LMN secara berbauran. Seperti hiperrefleksia, klonus, dan refleks patologik dapat ditemukan secara berdampingan dengan atrofi otot dan arefleksi pada satu penderita yang sama.

Tanda-tanda kelumpuhan UMN ialah: • Tonus otot meninggi atau hipertonia • Hiperrefleksia

(7)

• Klonus

• Refleks patologik misalnya fleksi jari-jari atas akibat perangsangan terhadap kuku jari tengah

• Tidak ada atrofi pada otot yang lumpuh

• Refleks automatisme spinal misalnya lengan yang lumpuh bergerak waktu menguap

Tanda-tanda kelumpuhan LMN ialah :

• Seluruh gerakan, baik involunter maupun reflektorik tidak dapat dibangkitkan seperti : hilangnya refleks tendon dan tak adanya refleks patologik

• Bagian aferen lengkung refleks, gamma gallop, tidak berfungsi sehingga tonus otot hilang

• Akibat musnahnya motorneuran dan aksonnya kesatuan motorik runtuh sehingga atrofi otot cepat terjadi.

Lesi pada medula spinalis dapat menyebabkan gangguan motorik, sensorik, dan gangguan otonom atau kombinasi dari gangguan tersebut. Lesi yang lebih rendah dari sedvikal melibatkan ekstermitas atas, dan pada lesi yang lebih rendah dari T1 hanya mempengaruhi satu atau kedua sisi, tapi perlu diingat bahwa lesi pada kolom posterior ipsilateral bisa menyebabkan gangguan proprioseptik ipsilateral.

CEDERA MEDULLA SPINALIS

Akibat cedera pada medulla spinalis dan kauda ekuina telah dikenal oleh manusia purba, namun sumbangan yang berharga ketika Perang Dunia II dimana George Ridoch, memutuskan untuk mengobati penderita medulla spinalis pada suatu unit khusus yaitu unit trauma spinal. Kecelakaan lalu lintas, terjatuh, kecelakaan industri , luka tembak dan luka bacok, ledakan bom merupakan penyebab cedera medulla spinalis.

Patogenesis. Efek trauma terhadap tulang belakang bis berupa fraktur dislokasi, fraktur, dan dislokasi. Dengan perbandingan frekuensi ketiga jenis adalah 3 : 1 : 1. Medulla spinalis dan radiks dapat rusak melalui empat mekanisme berikut :

(8)

1. Kompresi oleh tulang, ligamentum, herniasi discus intervertebralis dan hematom. Yang paling berat adalah kerusakan akibat kompresi tulang dan kompresi oleh korpus vertebra yang mengalami dislokasi ke posterior dan trauma hiperekstensi. 2. Regangan jaringan yang berlebihan akan menyebabkan gangguan pada jaringan,

hal ini biasanya terjadi pada hiperfleksi. Toleransi medulla spinalis terhadap regangan akan menurun dengan bertambahnya usia.

3. Edema medulla spinalis yang timbul segera setelah trauma menyebabkan gangguan aliran darah kapiler dan vena.

4. Gangguan sirkulasi akibat kompresi tulang atau system arteri spinalis anterior dan posterior.

Manifestasi lesi traumatic : 1. Commotio medulla spinalis

Jarang terjadi, dianggap analog dengan commotio otak, bersifat sementara akibat trauma yang sembuh setelah beberapa jam atau beberapa hari tanpa menimbulkan gejala sisa. Hilangnya fungsi medulla spinalis menyebabkan paralisis motorik, menghilangnya sensasi dan paralisis sphincter yang akan dapat pulih kembali/reversible. Bila paralysis total dan hilangnya sensibilitas menetap lebih dari 48 jam kemungkinan sembuh sempurna menipis.

2. Contusio medulla spinalis

Terjadi setelah fraktur atau dislokasi tulang belakang, atau akibat hiperekstensi, hiperfleksi, atau rotasi tulang belakang tanpa kelainan tulang belakang pada foto Rontgen. Gejala berat yaitu hilangnya fungsi medulla spinalis dini, namun derajat akhir dari kepulihannya hanya dapat dinilai setelah observasi lama. Pada stadium akut biasanya disertai LCS yang berdarah. Posisi/Jolly’s sign menunjukan lesi unilateral pada segmen radiks C7. Lengan bawah penderita dalam keadaan fleksi dengan abduksi bahu. Bila kelainan ini bilateral, dinamakan Bradburne’s sign atau Thornburn’s sign.

(9)

3. Compressi medulla spinalis.

Dislokasi fraktur pada tulang belakang cenderung menyebabkan kompresi tranversal yang dapat total kalau terjadi cedera tulang derajat berat. Pada kompresi medulla spinalis dapat terjadi blok total atau parsial di dalam saluran subarachoid. Sering terdapat sequele hilangnya fungsi di bawah level lesi bersifat total. Biasanya terdapat kerusakan parenkim yang parah dan ireversibel, fibrosis elemen saraf, glia, perlengketan meningen.

Di samping itu dijumpai juga gangguan otonom yang berupa retensio urin serta pada pria dapat terjadi impotensi. Kompresi kauda ekuina akan menimbulkan gejala, yang bergantung pada serabut saraf spinalis mana yang terlibat. Akan dijumpai paralysis flaksid dan atrofi otot. Gangguan sensorik sesuai dengan dermatom yang terlibat. Kompresi pada saraf spinalis S2,S3, dan S4 akan menyebabkan retensio urin dan hilangnya control voluntary vesika urinaria, inkontinensia alvi dan impotensi.

Diagnosis

1. Pemeriksaan neurologis lengkap secara teliti segera setelah pasien tiba di rumah sakit.

2. Pemeriksaan tulang belakang : deformitas, pembengkakkan,. nyeri tekan, gangguan gerakan (terutama leher). Jangan banyak manipulasi tulang belakang.

3. Pemeriksaan radiologis : foto polos vertebra AP dan lateral. Pada servikal diperlukan proyeksi khusus mulut terbuka (odontoid). Bila hasil meragukan lakukan CT Scan. Bila terdapat defisit neuroligis, harus dilakukan MRI atau CT mielografi.

Penatalaksanaan

1. Lakukan tindakan segera pada cedera medulla spinalis. Tujuannya adalah mencegah kerusakan lebih lanjut pada medulla spinalis. Sebagian cedera medulla spinalis diperburuk oleh penanganan yang kurang tepat, efek hipotensi atau hipoksia pada jaringan saraf yang terganggu.

(10)

a. Letakkan pasien pada alas yang keras dan datar untuk pemindahan b. Beri bantal, guling atau bantal pasir pada sisi pasien untuk mencegah

pergeseran

c. Tutupi dengan selimut untuk menghindari kehilangan panas badan. d. Pindahkan pasien ke rumah sakit yang memiliki fasilitas penangan

kasus cedera medulla spinalis.

2. Perawatan khusus.

a. Komosio medula spinalis : fraktur atau dislokasi tidak stabil harus disingkirkan. Jika pemulihan sempurna pengobatan tidak diperlukan

b. Kontusio/transeksi/kompresimedula spinalis. • Kortikosteroid:

- Metil prednisolon 30 mg/kgBB bolus intravena selama 15 menit dilanjutkan dengan 5,4 mg/kgBB/jam, 45 menit. Setelah bolus, selama 23 jam hasil optimal bila pemberian dilakukan < 8 jam onset.

- Deksametason ( dosis : 16-48 mg/hari)

• Tambahkan profilaksis stres ulkus : antasid/antagonis H2

3. Tindakan operasi diindikasikan pada : a. Reduksi terbuka pada dislokasi

b. Fraktur servikal dengan lesi parsial medulla spinalis.

c. Cedera terbuka dengan benda asing/tulang dalam kanalis spinalis d. Lesi parsial medula spinalis dengan perdarahan yang progresif

4. Perawatan umum.

a. Perawatan vesika urinaria dan fungsi defekasi b. Perawatan kulit/dekubitus

c. Nutrisi yang adekuat

d. Kontrol nyeri : analgetik, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), dll.

(11)

pasien yang mengalami skuele neurologis berat dan permanen. TUMOR DAN KOMPRESI SPINALIS

Penyebab kompresi spinalis biasanya karena disk protrusion, trauma, tumor, dan penyakit tuberkulosis.

Klasifikasi

Tumor dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni intramedular (10%) dan ekstramedular (90%). Ependymomas merupakan tumor intramedular tersering selain beberapa jenis glioma. Tumor ekstramedular dapat terletak ekstradural ataupun intradural. Diantara tumor-tumor ekstramedular, neurifibromas dan meningiomas paling sering dan bersifat jinak. Metastase karsinoma (biasanya dari bronkus, mammae, dan prostat), dan myeloma bianya terletak ekstradural.

Gambaran klinik

Tumor dapat menyebabkan :

• Disfungsi spinal dan defisit neurologi oleh kompresi langsung • Sekunder iskemik

• Obstruksi arteri dan vena

• Infiltrasi invasif pada kasus intramedular.

Gejala klinik dapat berkembang secara perlahan-lahan atau secara cepat pada kasus metastase karsinoma. Nyeri merupakan gejala yang paling menonjol pada pasien tumor ekstradural, yang dapat terlokalisir pada belakang maupun tersebar. Gejala motorik berupa kelemahan, kekakuan pada satu atau lebih ekstrenmitas, juga bisa ditemukan parastesia terutama pada ekstremitas bawah, serta gangguan sfinter.

Pemeriksaan penunjang

Cairan serebrospinal biasanya xanthocromic akibat peningkatan konsentrasi protein, hitung sel darah putih yang normal atau meningkat, konsentrasi glikosa yang normal atau menurun; Queckenstedt’s test pada fungsi lumbal bisa terblok sebagian atau total. Foto spinal dapat abnormal, myelografi, CT scan, MRI sangat akurat dalam rnenentukan lokasi tumor.

(12)

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan tergantung lokasi tumor. Pada metastase estradural harus ditangani segera. Tergantung pada neoplasma primernya, penanganan berupa pemberian analgesik, kortikosteroid, radioterapi, dan terapi hormorial; laminectomi dekompresi sering tidak diperlukan. Tumor ekstramedular; intradural sebaiknya dioperasi jika memungkinkan. Pada tumor intramedular dapat diangkat jika memungkinkan dan perlu radioterapi.

Pada prinsipnya apapun gejala klinis yang muncul pada lesi akibat gangguan medula spinalis kita perlu melakukan CT-scan, MRI, atau Myelografi untuk menentukan setinggi mana lesi dan apakah lesi akibat gangguan pada medula atau myelum dan apaka lesi ada di ekstradural atau di intradural. Untuk mengetahui lesi intradural yang akstramedular atau intramedular dilakukan pemeriksaan Myelografi dimana bila lasi ekstramedular gambaran kontras tertekan kesatu sisi mengikuti saraf yang terdesak tapi bila lesi intrameduler maka kontras akan mengisi seluruh permukaan madula spinalis yang terkena lesi.

MIELOPATI VASKULER Infark Medula spinalis

Kasus jarang ini hanya terjadi pada daerah arteri spinal anterior yang memperdarahi 2/3 anterior medula spinalis, yang mendapat suply darah yang terbatas. Sindrom arteri spinal anterior disebabkan oleh gangguan aliran pada salah satu pembuluh darah yang mensuplinya. Penyebabnya dapat berupa trauma, pembedahan aneurisma aorta, aortografi, poliartritis nodosa, dan krisis hipotensi.

Gambaran kliniknya berupa flaksid yang onsetnya akut, paraparesis areflek, ketika syok spinal berlalu setelah beberapa hari atau minggu, keadaan akan berkembang menjadi paraperesis spastik, disertai reflek tendon dan respon plantar ekstensor yang tajam. Sebagai tambahan, terdapat kerusakan sistem sensorik berupa kehilangan sensasi terhadap suhu dan nyeri, namun sensorik propioseptiknya masih

(13)

bagus karena mendapat supli darah dari arteri spinal posterior. Pengobatan bersifat simptomatik.

Hematom Epidural Dan Subdural

Hematom epidural dan subdural spinalis biasanya akibat dari kecelakaan, tumor, pengobatan antikoagulan, terapi aspirin, trombositopenia, kateter epidural atau fungsi lumbal. Biasanya muncul spontan. Pada pungsi lumbal sebaiknya dilakukan pemeriksaan trombosit, protrombine time, partial protromboplastin time sebelum tindakan dilakukan. Jika trombosit kurang dari 20.000 perlu dilakukan transfusi dahulu.

Gejala biasanya berupa nyeri pada bagian belakang punggung (back pain), paraparese, quadriparesis, gangguan sensorik pada ekstermitas bawah, disfungsi kandung kemih dan rektum dapat berkembang cepat. Untuk melihat setinggi mana lesinya maka segera dilakukan pemeriksaan CT scan, MRI, atau Myelografi segera. Setelah diketahui lokasi lesi segera lakukan operasi untuk menghilang hematomnya. Bila kita mencurigai adanya lesi setinggi L3 maka pada pemeriksaan myelografi kita lakukan pada pada T12-Ll karena lesi akibat myelum menyebabkan manifestasi klinis dibawah lesi mengikuti jaras myelum setinggi lesi.

MIELOPATI DEMIELINISASI

Multiple Sclerosis

Multiple Sclerosis merupakam salah satu gangguan neurologi yang tersering, dengan insiden tinggi pada dewasa muda dan wanita 2 kali lebih sering dibandingkan pria. Suatu epidemiologi menunjukan bahwa penyalit ini lebih sering pada daerah dingin.

Patofisiologi

Penyebab multiple sclerosis tidak diketahui. Tetapi kerusakan jaringan dan geala neurologi dan diperkirakan akibat mekanisme imunitas yang menyerang antigen myelin. Virus infeksi dan beberapa faktor pencetus lain dapat meningkatkan pemasukkan sel T dan antibody kedalam system saraf pusat dengan menembus sawar otak. Hal ini menyebabkan peningktan molekul adhesi sel, metalloproteinase matrik,

(14)

sitokin proinflamasi yang akan meningkatkan sel imun yang mnerang antigen seperti protein dasar myelin, glikoprotein myelin, protein protelipid, fosfoclieterase dan S-100. Autoimun menyerang akson myelin yang gundul (myelin denudes axon), yang menyebabkan konduksi nervus menjadi lambat dan gejala neurologi.

Gambaran klinik

Gejala awal sangat bervariasi, biasanya berupa :

• Kelemahan, kekebasan dan perasaan geli pada ekstermitas • Visus turun mendadak pada satu mata (neuritis optikus)

• Diplopia

• Disequilibrium

• Gangguan saluran kemih (urgensi atau hesistensi)

Gangguan ini biasanya bersifat sementara, akan menghilang dalam beberapa hari atau minggu.

Gejala berikutnya dapat terjadi dalam interval beberapa bulan atau tahun dari gejala awal. Gejala baru bisa muncul atau gejala lama muncul kembali atau bertambah parah. Kekambuhan mungkin dipicu oleh infeksi, dan 3 bulan setelah melahirkan. Peningkatan suhu tubuh dapat memperburuk keadaan pasien. Dengan berjalannya waktu, setelah beberapa hari relaps dan remisi yang inkomplit gejala menjadi semakin parah, berupa kelemahan, kekakuan, gangguan sensorik, visus terganggu, ketidaknyamanan ekstermitas dan inkontinensia urin.

Pada pemeriksaan fisik kasus yang parah sering ditemukan atrofi optikus, nystagmus, dysatria, defisit sereberal, gangguan sensorik pada ekstremitas.

Pada pemeriksaan laboratorium cairan serebrospinal ditemukan lymfositosis dan peningkatan konsentrasi protein.

Penatalaksanaan

Pada penyakit relaps-remisi, pemberian interferon β 1a secara intramuskulus sekali per minggu atau interferon β 1b secara subkutaneus pada hari tertenu dapat

(15)

menurunkan tingkat kekambuhan. Pemberian Glatiramer acetate secara subkutaneus setiap hari juga dapat menurunkan kekambuhan.

MIELOPATI TRAUMATIK

Kerusakan medula spinalis bisa disebabkan oleh whiplash, tetapi seringnya berhubungan dengan fraktur atau dislokasi vertebra servikal, thorakal bawah, atau bagian lumbal atas.

Gambaran klinik a. Transeksi Total

Transeksi total segera menyebabkan paralysis permanen dan kehilangan sensasibitas dibawah lesi. Walaupun aktivitas refleks hilang dalarn beberapa waktu setelah cedera, peningkatan fungsi reflek yang persisten akan menyusul.

Pada stadium akut, terjadi paralisis flaksid disertai kehilangan reflek tendon dan reflek lainnya, gangguan sensorik, rentensi urin dan feses. Stadium ini dikenal sebagai tahap dari spinal syok.

Setelah beberapa minggu, fungsi reflek kembali, gambaran klinik berupa paraplegia atau quadriplegia spastik, disertai reflek tendon dan respon plantar ekstensor yang tajam namun, paralisis atrofi dapat terjadi pada otot-otot yang diinervasi oleh segmen medula spinalis di bawah lesi, di mana sel kornu anteriornya cedera.

Spasme fleksor dan ekstensor pada kaki meningkat, bahkan oleh rangsangan ringan pada kulit.

b. Cedera yang lebih ringan.

Pada cedera yang lebih ringan, gejalanya lebih ringan dan tidak komplit, bisa terjadi hemiparesis atau quadriparesis dan gangguan sensorik bawah, bisa juga terjadi sfinter yang menyebabkan urgensi (tidak dapat menahan kencing).

Penatalaksanaan a. lmobilisasi

(16)

Penanganan imobilisasi segera sampai tingkat kerusakan dapat ditentukan. b. Kortikosteroid.

Kortikosteroid (misalnya metlrylprenidsolone, 30 mg/kgBB bolus intravena, dilanjutkan 5,4 mg/kgBB/24jam per drip/infuse) dapat memperbaiki fungsi motorik dan sensorik dalam waktu 6 bulan, jika pemberian kortikosteroid dalam waktu tidak lebih dari 8 jam setelah cedera.

c. Penanganan nyeri spasme.

Nyeri akibat spasme dapat diatasi dengan pemberian obat yang meningkatkan mekanisme inhibisi spinal (baclofen 5 mg per oral 2 kali sehari, atau diazepam 2 mg per oral 2 kali sehari) .

d. Perawatan kulit

Cegah kulit dan infeksi dan dekubilus dengan menggunakan tempat tidur khusus.

e. Perawatan kandung kemih dan rectum.

Tujuan perawatan kandung kemih dan rectum supaya pasien dapat mengontrol reflek kandung kemih dan defekasi. Lakukan kateterisasi dan pemberian vitamin C 1 gram 4 kali per hari untuk mencegah infeksi saluran kemih dan batu saluran kemih. Berikan enema atau rektal tube, jika peristaltik sudah timbul berikan pencahar dan jika rektum sudah aktif berikan supositoria.

Ada karakteristik khusus dalam lesi transversal pada segmen bawah saraf spinal yaitu sindroma epiconus dan conus medularis :

• Sindroma epiconus

- pemeliharaan dari fleksi pinggul dan ekstensi lutut

- perbedaan luasnya gerakan ekstensi dan rotasi dari pinggul, fleksi lutut dan pergerakan kaki dan jari kaki.

- Pemeliharaan dari menyentakkan pinggul - Tidak ada sentakan jari kaki

- Melemahnya sensorik dibawah dermotom L4 - Melemahnya fungsi kandung kencing dan rectal

• Sindroma conus : S3 dan distal dari segmennya sering terkena lesi trauma, tumor, hernia hal ini akan menyebabkan lesi pada akar spinal pada segmen lesi L3

(17)

dan dibawah radiksnya,hal ini tidak selalu memberi efek pada pergerakan tapi bisa menimbulkan :

- Saddle anestesia

- Flaksid dari kandung kencing atau paralisis dari spingter anus

- Tidak adanya refleks anus dan bulbocavernosa dengan miotik yang normal dan tidak adanya tanda pyramidal.

Penatalaksaan : • Imobilisasi

• Kortikosteroid sebelum 8 jam setelah cedera lebih efektif untuk memperbaiki fungsi motorik dan sensorik.

• Penanganan nyeri spasme dengan memberi diazepam 2 mg 2x1hari • Cegah kulit jangan sampai dekubitus

(18)

DAFTAR PUSTAKA

1. Kenneth W.Linsay : Spinal cord compresion Neurology and neurosurgery Ilustrated, department of neurosurgery Southern General Hospital,Glosgow 377 - 388.

2. Hamid. A. Penatalaksanaan Kedaruratan medulla Spinal Gya Baru, Jakareta 2004 : 83-93

3. Marjono.M : Neurologik klinis dasar, Mekanisme Proses Imunologik di Susunan Saraf Dian Ralcyat. Jakarta. 1997:346-347 dan Petofisiologi susunan Neuromuskular hal : 27-3 7.

4. Mark Mumenthaler,M.D, Neurologic Diffential Diagnosis, Thieme Siratton Inc, New York 1985: 12-14.

Referensi

Dokumen terkait

Tumor testis adalah pertumbuhan sel-sel ganas di dalam testis (buah zakar), yang bisa Tumor testis adalah pertumbuhan sel-sel ganas di dalam testis (buah zakar), yang bisa

Seperti mengendari sepeda motor tidak menggunakan helm, boncengan tiga orang satu motor dan lain-lain, serta adanya pola perilaku sebagian masyarakat dalam berlalu lintas

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, karunia dan anugerah yang di berikanNya kepada saya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu tahap modifikasi dan karakterisasi tepung jagung native serta tepung jagung HMT, penentuan pengaruh substitusi

Analisis total asam dilakukan dengan menitrasi (iltrat dari buah yang telah ditambahkan indikator phenolphthalein +** dan dititrasi dengan a/! sampai

Kajian pustaka yang telah diuraikan di atas, menjadi acuan untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang sistem kesehatan dalam kaitannya dengan sistem penyembuhan atau

I Samuel 2:29, Tuhan berkata &#34;Dan mengapa engkau menghormati anak-anakmu lebih daripada-Ku sambil kamu menggemukkan dirimu dengan bagian terbaik dari setiap korban sajian

yan ang g ak akan an se seiim mba bang ng de deng ngan an ar arus us k kas as m mas asuk uk y yan ang g dihasilkan dari in!estasi&#34; rus kas yang mengambil