• Tidak ada hasil yang ditemukan

IKTERUS NEONATORUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IKTERUS NEONATORUM"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

Case Report

BERAT BADAN LAHIR RENDAH

DENGAN IKTERUS NEONATORUM

Oleh :

Sigit Aryanto

Nyoman Satriyawan

Pembimbing

dr.Prambudi Rukmono. Sp.A

dr.Etty Widyastuti.Sp.A

SMF ILMU KESEHATAN ANAK

RSUD Dr. Hi. ABDOEL MOELOEK

BANDAR LAMPUNG

DESEMBER 2011

(2)

I. STATUS PASIEN

No RM : 199173

MRS : 21 Desember 2011

PUKUL : 20.03 WIB

I. Anamnesa

Alloanamnesa dari ibu dan bapak pasien, 24 Desember 2011

IDENTITAS

• Nama penderita : By.S

• Umur : 3 hr

• Jenis kelamin : Perempuan

• Nama ayah : Tn. D

Umur : 28 tahun

Pekerjaan : Buruh

Pendidikan : SMP

• Nama Ibu : Ny. M

Umur : 27 tahun

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan : SMP

• Hubungan dengan orangtua : Anak kandung

• Agama : Islam

• Suku : Jawa

(3)

Riwayat Penyakit

Keluhan utama : Bayi kecil Keluhan tambahan : Kuning, Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke perinatologi dengan post SC a.i eklampsia. Pasien lahir cukup bulan (usia kehamilan 39-40 minggu). Pada saat lahir keadaan umum pasien tidak langsung menangis begerak pasif, kulit kemerahan dengan A/S : 4/5 dengan berat badan lahir 2300 gr, serta tidak dijumpai kelainan bawaan. Kemudian dilakukan resusitasi di OK dan A/S menjadi 9. Setelah dua hari dirawat di bagian perinatologi RSAM kulit pasien terlihat berwarna kekuningan. Kekuningan tampak di wajah, leher, dan dada sampai ke perut. Selama di rawat di Perinatologi pasien tidak pernah mengalami kejang maupun penurunan kesadaran. Buang air besar tidak tampak seperti dempul. Pasien sempat diberikan minum susu formula 3cc/3 jam.

Menurut keterangan ayah pasien, ibu pasien mempunyai golongan darah O dan golongan darah ayah B, sedangkan rhesus tidak diketahui pasien.

Riwayat Kehamilan:

Ibu pasien berumur 27 tahun dan hamil yang kedua dengan jarak antara hamil pertama dan hamil kedua ± 2,5 tahun. Selama kehamilan berat badan ibu naik 8 kg. Ibu pasien mempunyai riwayat dengan tekanan darah tinggi selama kehamilan pada trimester ketiga dengan HpHt 17 Maret 2011. Riwayat sakit kuning selama hamil dan kencing manis disangkal oleh ibu pasien. Riwayat mengkonsumsi obat-obatan selama hamil tidak ada dan tidak ada riwayat memelihara kucing.

(4)

Riwayat Persalinan:

Penderita lahir pada tanggal 21 Desember 2011 pada pukul 19.27 WIB. Dari seorang ibu G2P1A0 hamil aterm dengan eklamsi janin ganda hidup presentasi kepala. Anak lahir post SC a.i eklampsia dengan asfiksia sedang. Pada saat lahir pasien tidak langsung menangis, kulit kemerahan, sianosis (-), retraksi (-), anus (+). BB :2300 gr PB : 48 cm A/S :4/5, lalu dilakukan resusitasi dan A/S menjadi 9.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat lahir dengan berat badan lahir rendah dan kuning pada anak pertama disangkal ibu. Riwayat darah tinggi dan kencing manis dalam keluarga tidak ada.

Riwayat keluarga

Riwayat Makanan :

Pasien diberikan susu formula 3cc

Riwayat Imunisasi :

Pasien belum mendapatkan imunisasi.

PEMERIKSAAN FISIK Status Present

• Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

• Kesadaran : Compos mentis

Tn.D Ny .M

B y. S

(5)

• Nadi : 128 x/mnt

• Frekuensi nafas : 44 x/mnt

• Suhu : 37,10C

• Berat badan : 2,3 kg

STATUS GENERALIS

Kelainan mukosa kulit/subkutan yang menyeluruh : - Bercak-bercak hiperpigmentasi : (-) - Pucat : (-) - Sianosis : (-) - Ikterus : (+) Kramer II - Perdarahan : (-) - Edema umum : (-) - Turgor : baik

- Lemak di bawah kulit : cukup

- Pemb. Kelenjar generalisata : (-)

Kepala

- Bentuk : normal, simetris

- Rambut : hitam, menyeluruh

- Kulit : ikterus (+)

- Mata : konjungtiva ananemis, sklera kuning, kornea jernih, pupil isokor, refleks cahaya(+).

- Telinga : bentuk normal, simetris, liang lapang, serumen (-) - Hidung : bentuk normal, sekret (-), septum tidak deviasi - Mulut : bibir tidak sianosis, lidah tidak kotor (-)

Leher

- Bentuk : simetris

- Trakhea : di tengah

(6)

- Kulit : Tampak kuning Thorak

- Bentuk : normal, simetris

- Retraksi : (-)

- Columna vertebralis : gibbus (-)

- Kulit : Tamapak Kuning

Jantung

- Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat

- Palpasi : iktus cordis teraba sela iga IV garis midclavicula kiri

- Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni,murmur (-)

Paru

ANTERIOR POSTERIOR KIRI KANAN KIRI KANAN INSPEKSI Pergerakan pernafasan simetris Pergerakan pernafasan simetris Pergerakan pernafasan simetris Pergerakan pernafasan simetris PALPASI Fremitus taktil = kanan Fremitus taktil = kiri Fremitus taktil = kanan Fremitus taktil = kiri AUSKULTASI Suara nafas

vesikuler Ronkhi (-) Wheezing (-) Suara nafas vesikuler Ronkhi (-) Wheezing (-) Suara nafas vesikuler Ronkhi (-) Wheezing (-) Suara nafas vesikuler Ronkhi (-) Wheezing (-) Abdomen

- Inspeksi : Perut datar, simetris dan umbilikus berwarna kehitaman - Palpasi : turgor kulit cukup, hepar dan lien tidak teraba

- Auskultasi : bising usus (+) normal

Genitalia eksterna

- Kelamin : Perempuan, tidak ada kelainan. Ekstremitas

(7)

- Superior : Oedem (-/-), sianosis (-/-), akral dingin (-/-), ikterus (+/+) - Inferior : Oedem (-/-), sianosis (-/-), akral dingin (-/-), ikterus (+/+) - Neurologis : Refleks fisiologis (+) normal

Refleks patologis (-) Rangsang meningeal (-) PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah (21/12/11) - Hb : 15,3 gr/dl (12-16 gr/dl) - Leukosit : 18.600 /uL (4.500-10.700) - LED : -- Trombosit : 227.000/uL (150.000-450.000) - Diff.count : B=0, E=5, Bt=0, S=63, L=27, M=5 - IT ratio : 0:63 = 0 - Kesan : Leukositosis Laboratorium (24/12/11) - Bilirubin total : 13,5 mg/dl (0,2-1,0 mg/dl) - Bilirubin direct : 0,4 mg/dl (0-0,25 mg/dl) - Bilirubin indirect : 13,1 mg/dl (0,1-0,8 mg/dl) - CRP : -- Kesan : Hiperbilirubin

(8)

RESUME Anamnesis

- Seorang bayi perempuan umur 4 hari, post partus S.C atas indikasi Eklamsi dan gemeli anak I dengan berat badan 2300 gr

- Lahir dengan A/S : 4/5 setelah diresusitasi 5 menit ketiga menjadi 9

- Tampak kuning pada wajah leher, dada, dan perut pada hari kedua setelah lahir

- BAB normal tidak seperti dempul.

- Riwayat ibu sakit kuning, kencing manis, dan merokok pada saat hamil tidak ada,

- Golongan darah ibu O dan golongan darah ayah B,rhesus tidak diketahui. Pemeriksaan Fisik

- Keadaan umum : Tampak sakit sedang

- Nadi : 128 x/menit

- Respirasi : 44 x/menit

- Suhu : 37,1 ºC

- BB : 2300 gr

- Kulit : ikterus(+) Kramer II

- Mata : Konjungtiva ananemis, sklera ikterik,

- Mulut : Tak Ada Kelainan

- Thorak : Tak Ada Kelainan

- Abdomen : Datar Simetris, hepatosplenmegali (-)

Laboratorium Darah (21/12/11) - Hb : 15,3 gr/dl (12-16 gr/dl) - Leukosit : 18.600 /uL (4.500-10.700) - Trombosit : 227.000/uL (150.000-450.000) - Diff.count : B=0, E=5, Bt=0, S=63, L=27, M=5 - IT ratio : 0:63 = 0

(9)

Lab (24/12/11) - Bilirubin total : 13,5 mg/dl (0,2-1,0 mg/dl) - Bilirubin direct : 0,4 mg/dl (0-0,25 mg/dl) - Bilirubin indirect : 13,1 mg/dl (0,1-0,8 mg/dl) - CRP : (-) - Kesan : Hiperbilirubin DIAGNOSIS KERJA

Neonatus Cukup Bulan Kecil Masa Kehamilan dengan Berat Badan Lahir Rendah + Ikterus Neonatorum fisiologis

DIAGNOSIS BANDING

Neonatus Cukup Bulan Kecil Masa Kehamilan dengan Berat Badan Lahir Rendah + Ikterus Neonatorum e.c hemolisis

PENATALAKSANAAN

- Umum :

o Puasa bila residu (+)

o Pertahankan suhu 36,5o-37,5o C dalam inkubator

- Medikamentosa :

 Ceftazidim 115 mg/12 jam  Aminofuschin 10gtt/menit micro  R/ Foto terapi

PEMERIKSAAN ANJURAN - Bilirubin direk/indirek setiap hari - Golongan darah bayi dan rhesus PROGNOSA

Quo ad vitam : dubia ad bonam Quo ad functionam : dubia ad bonam

(10)

FOLLOW UP TANGGAL 21-12-11 22-12-11 23-12-11 24-12-11 Keluhan: - Demam -Residu - BAB - Ikterik - Menangis (+) (-) (+) (-) (+) (-) (+) (+) (-) (+) (-) (+) (+) (+) (+) (-) (+) (+) (+) (+) Keadaan Umum Tampak sakit

sedang Tampak sakit sedang Tampak sakit sedang Tampak sakit sedang Kesadaran Compos Mentis Compos Mentis Compos Mentis Compos Mentis Vital Sign: - Nadi - Pernafasan - Suhu 147x/menit, reguler,kuat 43x / menit 38,10C 145x/menit, reguler,kuat 46x / menit 37,50C 140x/menit, reguler,kuat 38x / menit 36,90C 128x/menit, reguler,kuat 44x / menit 37,10C Pemeriksaan Fisik - Mata - Hidung - Telinga Sklera anikterik, ananemis Tidak ada deviasi Tidak ada serumen, tidak hiperemis Sklera anikterik,ana nemis Tidak ada deviasi Tidak ada serumen, tidak hiperemis Sklera ikterik, ananemis Tidak ada deviasi Tidak ada serumen, tidak hiperemis Sklera ikterik, ananemis Tidak ada deviasi Tidak ada serumen, tidak hiperemis Pemeriksaan Penunjang Lab : Hb = 15,3

Lab : Lab : Lab :

(11)

Leukosit= 18.600 Trombosit= 227.000 DC=0/5/0/6 3/27/5 CRP= (-) 13,5 mg/dl Bill direk : 0,4 mg/dl Bill indirek : 13,1 mg/dl Terapi Pasang infus Minum 3 cc Ceftazidim 115mg/12 jam Puasa Ceftazidim 115 mg/dl Aminofusc hin 25cc/hr Rawat tali pusat Loading Nacl 25cc Puasa Ceftazidim 115 mg/12 jam Aminofusc hin 22cc/hr Amikasin 18 mg/12 jam Puasa Ceftazidim 115 mg/12 jam Aminofusc hin 22cc/hr Amikasin 18 mg/12 jam

(12)

ANALISA KASUS

1. Apakah diagnosa kerja pada kasus ini sudah tepat ? Diagnosa pada kasus ini sudah tepat, hal ini berdasarkan dari :

 Usia kehamilan : HpHt : 17 Maret 2011, dengan bayi lahir pada tanggal 21 Desember 2011 dengan usia kehamilan 39-40 minggu yang berarti lahir dengan usia cukup bulan. K ecil masa kehamilan (berdasarkan kurva Lubchenko)

(13)

 BBLR :

 Ibu hamil dengan hipertensi (eklamsi)  Ibu dengan kehamilan ganda

 Berat Badan Lahir 2300 gr

Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya BBLR : 1. Ibu yang hamil pada umur < 20 th, jarak kehamilan kurang dari

1 tahun

2. Ibu yang menggunakan obat terlarang

3. Ibu dengan kehamilan anemia berat, darah tinggi, infeksi selama kehamilan, dan kehamilan ganda

4. Bayi dengan infeksi selama kehamilan.

Klasifikasi berat badan bayi baru lahir :

 Bayi berat badan lahir amat sangat rendah, yaitu bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 1000 gram.

 Bayi berat badan lahir sangat rendah adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 1500 gram

 Bayi berat badan lahir rendah adalah bayi yang baru lahir dengan berat badan 1501-2500 gram.

 Ikterus fisiologis :

 Terjadi setelah 24 jam pertama  Terjadi pada hari kedua setelah lahir

 Nilai dari bilirubin total 13,5 mg/dL (pada hari ke empat)  Bilirubin direk tidak lebih dari 2 mg/dL

Adapun Kriteria Sepsis atau infeksi Berdasarkan kriteria mayor dan minor :

Faktor risiko mayor:

(14)

o Ibu demam o Korioamnionitis

o Denyut jantung janin menetap >160kali/menit o Ketuban berbau

Faktor risiko minor:

o Ketuban pecah>12 jam o Ibu demam

o Nilai APGAR o BBLSR

o Usia gestasi <37minggu o Kehamilan ganda

o Keputihan yangtidak diobati o ISK tidakdiobati

(15)

SEPTIC MARKER

• Hitung leukosit (N 5000-30000/µL) • Hitung trombosit (N>150.000/µL)

• IT rasio yaitu rasio neutrofil imatur dengan neutrofil total (normal: <0,2)

• CRP (N 1.0 mg/dl atau 10 mg/l)

SEPTIC WORKUP (septic marker + pemeriksaan kultur darah)

Pada pasien ini hanya didapatkan 2 faktor resiko minor yaitu nilai APGAR yang kurang baik 4/5 dan kehamilan ganda. Gejala klinis pada pasien ini yaitu demam pada hari pertama 38,1o C, tidak ditemukan tanda-tanda gangguan pernapasan, gastointestinal, gangguan neurologis, gangguan sirkulasi, dan gangguan metabolik kemudian didukung dengan hasil laboratorium yaitu :

o Hb : 15,3 gr/dl (12-16 gr/dl) o Leukosit : 18.600 /uL (4.500-10.700) o LED : -o IT Rati-o : 0:63 = 0 o Trombosit : 227.000/uL (150.000-450.000) o Diff.count : 0/5/0/63/27/5 o CRP : (-)

Kesan : Berdasarkan Septic marker pada pasien ini tidak ditemukan kelainan. Berdasarkan data-data yang terdapat pada pasien ini ditemukan 2 kriteria pada faktor resiko minor dan dilakukan septic marker (-) sehingga jelaslah bahwa pada kasus ini bukan merupakan ikterus yang disebabkan oleh sepsis. Untuk itu berdasarkan alogaritma sepsis neonatorum dianjurkan untuk pemeriksaan ulang septic marker 12-24 jam.

(16)

2. Apakah penatalaksanaan terapi pada kasus ini sudah tepat?

Penatalaksanaan pada kasus ini menurut kami kurang tepat, penggunaan antibiotik Ceftazidim yang merupakan golongan sefalosporin generasi ketiga kami rasa tidak tepat dimana yang seharusnya pilihan pertama adalah ampicilin yang dikombinasi dengan golongan aminoglikosida. Ceftazidime aktif terhadap beberapa strain resisten terhadap ampisilin dan sefalosporin lainnya. Secara in vitro Ceftazidime dapat mempengaruhi mikroorganisme dalam range/spektrum yang luas, termasuk strain yang resisten terhadap gentamicin dan aminoglikosid lainnya. Maka dari itu sebaiknya digunakan

(17)

terlebih dahulu antibiotic golongan B-lacktam untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat. menurut WHO tahun 2003 Ampicilin adalah Antibiotik pilihan pertama di Rumah Sakit (WHO 2003). Ampicillin 50 mg.kg (setiap 12 jam pada minggu pertama kehidupan bayi) atau (setiap 8 jam pada usia 2-4 minggu) ditambah gentamisin satu kali sehari.

Ceftazidime merupakan antibiotika sefalosporin semisintetik yang bersifat bakterisidal. Mekanisme kerja antibakteri dengan menghambat enzym yang bertanggung jawab terhadap sintesis dinding sel. Selain itu Ceftazidime sangat stabil terhadap sebagian besar beta-laktamase, plasmid dan kromosomal yang secara klinis dihasilkan oleh kuman gram negatif

Penggunaan ceftazidime yang dikombinasikan dengan amikasin kami rasa kurang tepat, karena ceftazidime adalah antibiotik spectrum luas yang digunakan untuk strain yang resisten terhadap gentamicin dan aminoglikosid. sedangkan amikasin adalah antibiotik golongan aminoglikosid yang termasuk spectrum sempit, jadi penggunaan amikasin bersamaan dengan ceftazidime tidak efektif.

Pemberian aminofusin pada kasus ini sudah tepat karena pada kasus ini pasien puasa yang membutuhkan energi kalori selama perawatan di samping nutrisi untuk BBLR. Pemberian aminofusin seharusnya diberikan mulai hari ketiga 0,5 gr/hari dinaikan bertahap sampai 2-3 gr/hari. Aminofusin dalam 50 ml mengandung 2,5 gr asam amino. Dosis yang diberikan juga tidak tepat yang seharusnnya diberikan mulai dari 0,5 gr/hr atau 10 cc hari pertama. Loading NaCl juga kurang tepat karena pada pasien ini tidak ditemukan tanda-tanda syok, dimana penggunaan NaCl pada neonatus untuk mengatasi syok.

Pada terapi pemberian tropik feeding sebanyak 3 cc (hari pertama) pada pasien sudah benar namun pasien terdapat residu dan dilakukan puasa pada hari berikutnya sampai residu tidak ada lagi

(18)

3. Apakah kemungkinan penyebab ikterus pada kasus ini?

Berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan laboratrium yang telah dijelaskan sebelumnya, etiologi ikterus pada pasien ini bukan karena sepsis melainkan karena faktor fisiologis. Pada pasien ini tidak ditemukan tanda-tanda perdarahan tertutup, dan perdarahan intraventikular.. Namun Inkompatibilitas ABO belum terbukti dengan jelas karena belum dilakukannya pemeriksaan golongan darah oleh karena faktor lain. Jadi kemungkinan penyebab ikterus ini dapat disebabkan oleh faktor fisiologis yang dipengaruhi oleh :

 Fungsi hepar belum sempurna

 Masa hidup eritrosit lebih pendek (90hari) dan terjadi pemecahan eritrosit yang menyebabkan ikterik

 Sirkulasi enterohepatik meningkat sehingga reabsorbsi juga meningkat

 Defek konjugasi bilirubin

 Ekskresi bilirubin menurun oleh karena bayi puasa sehingga urine sedikit

(19)

4. Kapan diperlukan foto terapi dan transfusi tukar pada kasus ini ?

Pada kasus ini fototerapi dilakukan pada hari ke-5 karena pemeriksaan bilirubin baru dilakukan pada hari ke-4. Hasil laboratorium pada tanggal 24/12/2011 :

- Bilirubin total : 13,5 mg/dl (0,2-1,0 mg/dl) - Bilirubin direct : 0,4 mg/dl (0-0,25 mg/dl) - Bilirubin indirect : 13,1 mg/dl (0,1-0,8 mg/dl)

Berdasarkan pada bagan diatas, kondisi yang didapat pada pasien ini yaitu : - Bilirubin adalah >72 jam,

- Berat badan lahir 2300 gr - Hasil bilirubin total 13,% mg/dl

Sehingga penatalaksanaan pada pasien ini seharusnya adalah TERAPI

SINAR (fototerapi)

(20)

Berdasarkan grafik fototerapi diatas menunjukan bahwa pasien termasuk golongan bayi dengan resiko sedang. Pada kasus ini dilakukan fototerapi pada hari ke lima kurang tepat karena seharusnya pemeriksaan laboratorium bilirubin dilakukan secepatnya setelah bayi kuning dan langsung dilakukan fototerapi.

(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Bayi Berat Lahir Rendah 1. Definisi

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir.

2. Epidemiologi

Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram. BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya dimasa depan . Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah multicenter diperoleh angka BBLR dengan rentang 2.1%-17,2 %. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5 %.

(22)

Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7%

3. Etiologi

 Persalinan kurang bulan/prematur

Bayi lahir pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu. Pada umumnya bayi kurang bulan disebabkan tidak mampunyai uterus menahan janin, gangguan selama kehamilan, lepasnya plasenta lenih cepat dari waktunya atau rangsangan yang memudahkan terjadinya kontraksi uterus sebelum cukup bulan. Bayi lahir kurang bulan mempunyai organ dan alat tubuh yang belum berfungsi normal untuk bertahan hidp di luar rahim. Semakin muda umur kehamilan, fungsi organ tubuh semakin berkurang dan prognosanya semakin kurang baik. Kelompok BBLR ini sering mendapatkan penyulit atau komplikasi akibat kurang matangnya organ karena masa gestasi yang kurang (prematur)

 Bayi lahir kecil untuk masa kehamilan

Bayi lahir kecil untuk masa kehamilan adalah bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan saat dalam kandungan (janin tumbuh lambat atau retardasi pertumbuhan intrauterin) dengan berat lahir < persentil ke 3 grafik pertumbuhan janin (Lubchenco). Hal ini dapat disebabkan oleh terganggunya sirkulasi dan efisiensi plasenta, kurang baiknya keadaan umum ibu atau gizi ibu, atau hambatan pertumbuhan yang berasal dari bayinya sendiri. Kondisi bayi lahir kecil sangat tergantung pada usia kehamilan saat dilahirkan dan berapa lama terjadinya hambatan pertumbuhan itu dalam kandungan.

Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor ibu yang lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta seperti

(23)

penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin juga merupakan penyebab terjadinya BBLR .

(1) Faktor ibu  Penyakit

Seperti malaria, anaemia, sipilis, infeksi TORCH, dan lain-lain  Komplikasi pada kehamilan.

Komplikasi yang tejadi pada kehamilan ibu seperti perdarahan antepartum, pre-eklamsia berat, eklamsia, dan kelahiran preterm.

 Usia Ibu dan paritas

Angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu dengan usia muda

 Faktor kebiasaan ibu

Faktor kebiasaan ibu juga berpengaruh seperti ibu perokok, ibu pecandu alkohol dan ibu pengguna narkotika.

(2) Faktor Janin

Prematur, hidramion, kehamilan kembar/ganda (gemeli), kelainan kromosom.

(3) Faktor Lingkungan

Yang dapat berpengaruh antara lain; tempat tinggal di daratan tinggi, radiasi, sosio-ekonomi dan paparan zat-zat racun

4. Komplikasi

Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara lain :

 Hipotermia  Hipoglikemia

 Gangguan cairan dan elektrolit  Hiperbilirubinemia

 Sindroma gawat nafas  Paten duktus arteriosus

(24)

 Infeksi

 Perdarahan intraventrikuler  Apnea of Prematurity  Anemia

Masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi-bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) antara lain:

 Gangguan perkembangan  Gangguan pertumbuhan

 Gangguan penglihatan (Retinopati)

 Gangguan pendengaran Penyakit paru kronis

 Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit  Kenaikan frekuensi kelainan bawaan

5. Diagnosis

Menegakkan diagnosis BBLR adalah dapat diketahui dengan dilakukan anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

 Anamnesis

• Umur ibu

• Riwayat persalinan sebelumnya

• Jumlah paritas, jarak kelahiran sebelumnya

• Kenaikan berat badan ibu selama hamil

• Aktivitas ibu yang berlebihan

• Trauma pada ibu (termasuk post coital trauma)

• Penyakit yang diderita selama hamil

• Obat-obatan yang diminum selama hamil  Pemeriksaan fisik

• Berat badan lahir <2500 g  Untuk BBLR kurang bulan

 Tanda prematuritas

(25)

 Masih terdapat lanugo (rambut halus pada kulit)  Refleks masih lemah

 Alat kelamin luar : pada perempuan labium mayus belum menutup labium minus, pada laki-laki belum terjadi penurunan testis dan kulit testis rata (rugae testis belum terbentuk)

 Untuk BBLR Kecil untuk Masa Kehamilan  Tanda janin Tumbuh Lambat

 Tidak dijumpai tanda prematuritas seperti tersebut diatas  Kulit keriput

 Kuku lebih panjang

6. Manajemen Umum

Setiap menemukan BBLR, lakukan manajemen umum sebagai berikut : 1. Stabilisasi suhu, jaga bayi tetap hangat (KMC)

2. Jaga jalan nafas tetap bersih dan terbuka

3. Nilai segera kondisi bayi tentang tanda vital : pernafasan, denyut jantung, warna kulit dan aktifitas

4. Bila bayi mengalami gangguan nafas, dikelola dengan gangguan nafas

5. Bila bayi kejang, hentikan kejang dengan antikonvulsan

6. Bila bayi dehidrasi, pasang jalur intravena, berikan cairan rehidrasi IV

7. Kelola sesuai dengan kondisi spesifik atau komplikasinya 7. Pemantauan

a) Kenaikan berat badan dan pemberian minum setelah umur 7 hari

Bayi akan kehilangan berat badan selama 7-10 hari pertama. Bayi dengan berat lahir >1500 g dapat kehilangan berat sampai 10%. Berat lahir biasanya tercapai kembali dalam 14 hari kecuali apabila terjadi kmplikasi.

(26)

Setelah berat lahir tercapai kembali, kenaikan berat badan selama tiga bulan seharusnya :

b) 150-200 g seminggu untuk bayi <1500 g (misalnya 20-30 g/hari)

c) 200-250 g seminggu untuk bayi 1500-2500 g (misalnya 30-35 g/hari)

 Bila bayi sudah mendapat ASI secara penuh (pada semua kategori berat) dan telah berusia lebih dari 7 hari :

d) Tingkatkan jumlah ASI dengan 20 mL/kg/hari sampai tercapai jumlah 180 mL/kg/hari

e) Apabila kenaikan berat tidak adekuat, tingkatkan jumlah pemberian ASI sampai 200 mL/kg/hari

f) Apabila kenaikan berat tetap kurang dari batas yang telah disebutkan di atas dalam waktu lebih dari seminggu padahal bayi sudah mendapat ASI 200 mL/kg/hari, tangani sebagai Kemungkinan kenaikan berat bdan tidak adekuat.

g) Tanda kecukupan pemberian ASI

h) Buang air kecil minimal 6 kali dalam 24 jam i) Bayi tidur lelap setelah pemberian ASI

j) Peningkatan berat badan setelah 7 hari pertama sebanyak 20 gram setiap hari

k) Periksa pada saat ibu meneteki, apabila pada satu payudara dihisap, ASI akan menetes dari payudara yang lain.

8. Pemulangan penderita 1. Suhu bayi stabil

2. Toleransi minum per oral baik, diutamakan pemberian ASI 3. Ibu sanggup merawat BBLR di rumah.

(27)

B. Ikterus Neonatorum 1. Pendahuluan

Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan 80% bayi kurang bulan. Di RSU Dr. Soetomo Surabaya ikterus patologis 9,8% (tahun 2002) dan 15,66% (tahun 2003). RSAB Harapan Kita Jakarta melakukan transfusi tukar 14 kali/bulan (tahun 2002). Di Hospital Bersalin Kualalumpur dengan ‘tripple phototherapy’ tidak ada lagi kasus yang memerlukan tindakan transfusi tukar (tahun 2004), demikian pula di Vrije Universitiet Medisch Centrum Amsterdam dengan ’double phototherapy’ (tahun 2003).

Ikterus ini pada sebagian penderita dapat bersifat fisiologis dan pada sebagian lagi mungkin bersifat patologis yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian. Oleh karena itu, setiap bayi dengan ikterus harus mendapatkan perhatian, terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau bila kadar bilirubin meningkat > 5 mg/dL (> 86µmol/L) dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk >1 mg/dL juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologis. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan. Walaupun pada tahun 1970-an kasus kernikterus sudah tidak ditemukan lagi di Washington, namun pada tahun 1990-an ditemukan 31 kasus kernikterus (data Georgetown University Medical Centre Washington D.C. tahun 2002).

2. Definisi

Ikterus (‘jaundice’) terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah, sehingga kulit (terutama) dan atau sklera bayi (neonatus) tampak

(28)

kekuningan. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin > 2 mg/dL (> 17 µmol/L), sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin > 5 mg/dL ( >86µmol/L).

Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin. Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan terapi sinar, tetap tergolong non patologis sehingga disebut ‘Excessive Physiological Jaundice’.Digolongkan sebagai hiperbilirubinemia patologis (‘Non Physiological Jaundice’) apabila kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus > 95 0/00 menurut Normogram Bhutani.

3. Metabolisme Bilirubin

Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau proses eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX α (Gbr. 2). Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak.

Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hepar dan masuk ke dalam hepar. Segera setelah ada dalam sel hepar terjadi persenyawaan ligandin (protein Y), protein Z dan glutation hepar lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hepar, tempat terjadinya konjugasi. Proses ini timbul berkat adanya enzim glukoronil transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal. Sebagian besar

(29)

bilirubin yang terkonjugasi ini diekskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urubilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus, sebagian di absorpsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorpsi entero hepatik.

Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologis tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar.

Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2 – 3 dan mencapai puncaknya pada hari ke 5 – 7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10 – 14. Kadar bilirubinpun biasanya tidak > 10 mg/dL (171 µmol/L) pada bayi kurang bulan dan < 12 mg/dL (205 µmol/L) pada bayi cukup bulan.

Masalah timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjungasi hepar menurun sehingga terjadi kumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh tertentu, misalnya kerusakan sel otak yang akan mengakibatkan gejala sisa dikemudian hari, bahkan terjadinya kematian. Karena itu bayi ikterus sebaiknya baru dianggap fisiologis apabila telah dibuktikan bukan suatu keadaan patologis. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada hiperbilirubinemia, pemeriksaan lengkap harus dilakukan untuk mengetahui penyebabnya, sehingga pengobatanpun dapat dilaksanakan dini. Tingginya kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologis tersebut tidak selalu sama pada tiap bayi. Di RS Dr. Soetomo Surabaya, bayi dinyatakan menderita bilirubinemia apabila kadar bilirubin total > 12 mg/dL (> 205 µmol/L) pada bayi cukup bulan,

(30)

sedangkan pada bayi kurang bulan bila kadarnya > 10 mg/dL (>171 µmol/L).

4. Etiologi

Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh berbagai keadaan: A. Penyebab yang sering:

1. Hiperbilirubinemia fisiologis 2. Inkompatibilitas golongan darah ABO 3. ‘Breast Milk Jaundice’ 4. Inkompatibilitas golongan darah rhesus 5. Infeksi 6. Hematoma sefal, hematoma subdural, ‘excessive bruising’ 7. IDM (‘Infant of Diabetic Mother’) 8. Polisitemia / hiperviskositas 9. Prematuritas / BBLR 10. Asfiksia (hipoksia, anoksia), dehidrasi – asidosis, hipoglikemia 11. Lain-lain

B. Penyebab yang jarang:

1. Defisiensi G6PD (Glucose 6 – Phosphat Dehydrogenase) 2. Defisiensi piruvat kinase 3. Sferositosis kongenital 4. Lucey – Driscoll syndrome (ikterus neonatorum familial) 5. Hipotiroidism 6. Hemoglobinopathy

(31)

5. Diagnosis

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium terdapat beberapa faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia berat.

 Ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama (usia bayi < 24 jam)  Inkompatibilitas golongan darah (dengan ‘Coombs test’ positip)  Usia kehamilan < 38 minggu

 Penyakit-penyakit hemolitik (G6PD, ‘end tidal’ CO ) �  Ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya  Hematoma sefal, ‘bruising’

 ASI eksklusif (bila berat badan turun > 12 % BB lahir)  Ras Asia Timur, jenis kelamin laki-laki, usia ibu < 25 tahun  kterus sebelum bayi dipulangkan

 Infant Diabetic Mother’, makrosomia  Polisitemia

Anamnesis

 Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat janin, malnutrisi intra uterin, infeksi intranatal)  Riwayat persalinan dengan tindakan / komplikasi

 Riwayat ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya

 Riwayat inkompatibilitas darah

 Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa.

Pemeriksaan Fisik

Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa hari kemudian. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa

(32)

tidak terlihat dengan penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang kulitnya gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar.

Tekan kulit secara ringan memakai jari tangan untuk memastikan warna kulit dan jaringan subkutan. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut.

Tabel 1. Perkiraan klinis derajat ikterus

Usia Ikterus terlihat pada Klasifikasi Hari 1

Hari 2 Hari 3 dst.

Setiap ikterus yang terlihat Lengan dan tungkai

Tangan dan kaki

Ikterus berat

(Dikutip dari Peter Cooper, A.Suryono, Indarso F, et al. Jaundice. In : Managing Newborn Problems : a guide for doctor, nurses and midwives, WHO, 2003 : F-77-F-89)

Tabel 2. Klasifikasi Ikterus

Tanya dan Lihat Tanda / Gejala Klasifikasi

Mulai kapan ikterus ? Daerah mana yang ikterus ? Bayinya kurang bulan ? Warna tinja ?

Ikterus segera setelah lahir Ikterus pada 2 hari pertama Ikterus pada usia > 14 hari Ikterus lutut/ siku/ lebih Bayi kurang bulan Tinja pucat

Ikterus patologis

Ikterus usia 3-13 hari Tanda patologis (-)

Ikterus fisiologis

(Dikutip dari Depkes RI. Klasifikasi Ikterus Fisiologis dan Ikterus Patologis. Dalam : Buku Bagan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda Sakit). Metode Tepat Guna untuk Paramedis, Bidan dan Dokter. Depkes RI, 2001)

(33)

Gejala dan tanda klinis

Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:

a) Dehidrasi

o Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum,

muntah-muntah) b) Pucat

o Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis.

Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular.

c) Trauma lahir

o Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan

tertutup lainnya. d) Pletorik (penumpukan darah)

o Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan

memotong tali pusat, bayi KMK e) Letargik dan gejala sepsis lainnya f) Petekiae (bintik merah di kulit)

o Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau

eritroblastosis

g) Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal)

o Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital,

penyakit hati

h) Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa) i) Omfalitis (peradangan umbilikus)

j) Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)

k) Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus) l) Feses dempul disertai urin warna coklat

o Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan

(34)

6. Kern ikterus

Gejala kernikterus dikelompokkan menjadi :

 Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.

 Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis).

7. Komplikasi

Terjadi kern ikterus yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak. Pada kernikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus. bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis

8. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan serumbilirubin (bilirubin total dan direk) harus dilakukan pada neonatus yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi yang tergolong risiko tinggi terserang hiperbilirubinemia berat. Namun pada bayi yang mengalami ikterus berat, lakukan terapi sinar sesegera mungkin, jangan menunda terapi sinar dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar serumbilirubin.

‘Transcutaneous bilirubin (TcB)’ dapat digunakan untuk menentukan kadar serum bilirubin total, tanpa harus mengambil sampel darah. Namun alat ini hanya valid untuk kadar bilirubin total < 15 mg/dL (<257 µmol/L), dan tidak ‘reliable’ pada kasus ikterus yang sedang mendapat terapi sinar.

(35)

Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan penyebab ikterus antara lain :

1• Golongan darah dan ‘Coombs test’ 2• Darah lengkap dan hapusan darah

3• Hitung retikulosit, skrining G6PD atau ETCOc 4• Bilirubin direk

Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga perlu diukur untuk menentukan pilihan terapi sinar ataukah tranfusi tukar.

9. Penatalaksanaan

Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menbimbulkan kern-ikterus/ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab langsung ikterus tadi. Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukoronil transferase dengan pemberian obat-obatan (luminal).

Phenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan Phenobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus enterohepatika

Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian

(36)

kolesteramin), terapi sinar atau transfusi tukar, merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin. Dikemukakan pula bahwa obat-obatan (IVIG : Intra Venous Immuno Globulin dan Metalloporphyrins) dipakai dengan maksud menghambat hemolisis, meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin.

Tabel 3. Penanganan ikterus berdasarkan kadar serum bilirubin Usia

Terapi sinar Transfusi tukar

Bayi sehat Faktor Risiko* Bayi sehat Faktor Risiko* mg/dL µmol/L mg/dL µmol/L mg/dL µmol/L mg/dL µmol/L Hari

1

Setiap ikterus yang terlihat 15 260 13 220

Hari 2 15 260 13 220 25 425 15 260 Hari 3 18 310 16 270 30 510 20 340 Hari 4 dst 20 340 17 290 30 510 20 340

(Dikutip dari American Academy of Pediatrics. Subcommittee on Hyperbilirubinemia. Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Pediatrics 2004 ; 114 : 294)

10. Terapi Sinar

Pengaruh sinar terhadap ikterus telah diperkenalkan oleh Cremer sejak 1958. Banyak teori yang dikemukakan mengenai pengaruh sinar tersebut. Teori terbaru mengemukakan bahwa terapi sinar menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin. Energi sinar mengubah senyawa yang berbentuk 4Z, 15Z-bilirubin menjadi senyawa berbentuk 4Z, 15E-bilirubin yang merupakan bentuk isomernya. Bentuk isomer ini mudah larut dalam plasma dan lebih mudah diekskresi oleh hepar ke dalam saluran empedu. Peningkatan bilirubin isomer dalam empedu menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus, sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus halus.

(37)

Di RSU Dr. Soetomo Surabaya terapi sinar dilakukan pada semua penderita dengan kadar bilirubin indirek >12 mg/dL dan pada bayi-bayi dengan proses hemolisis yang ditandai dengan adanya ikterus pada hari pertama kelahiran. Pada penderita yang direncanakan transfusi tukar, terapi sinar dilakukan pula sebelum dan sesudah transfusi dikerjakan.

Peralatan yang digunakan dalam terapi sinar terdiri dari beberapa buah lampu neon yang diletakkan secara pararel dan dipasang dalam kotak yang berfentilasi. Agar bayi mendapatkan energi cahaya yang optimal (380-470 nm) lampu diletakkan pada jarak tertentu dan bagian bawah kotak lampu dipasang pleksiglass biru yang berfungsi untuk menahan sinar ultraviolet yang tidak bermanfaat untuk penyinaran. Gantilah lampu setiap 2000 jam atau setelah penggunaan 3 bulan walau lampu masih menyala. Gunakan kain pada boks bayi atau inkubator dan pasang tirai mengelilingi area sekeliling alat tersebut berada untuk memantulkan kembali sinar sebanyak mungkin ke arah bayi.

Pada saat penyinaran diusahakan agar bagian tubuh yang terpapar dapat seluas-luasnya, yaitu dengan membuka pakaian bayi. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 6-8 jam agar bagian tubuh yang terkena cahaya dapat menyeluruh. Kedua mata ditutup namun gonad tidak perlu ditutup lagi, selama penyinaran kadar bilirubin dan hemoglobin bayi di pantau secara berkala dan terapi dihentikan apabila kadar bilirubin <10 mg/dL (<171 µmol/L). Lamanya penyinaran biasanya tidak melebihi 100 jam.

Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila ditemukan efek samping terapi sinar. Beberapa efek samping yang perlu diperhatikan antara lain : enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit, gangguan minum, letargi dan iritabilitas. Efek samping ini biasanya bersifat sementara dan kadang-kadang penyinaran dapat diteruskan sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki.

(38)

11. Transfusi Tukar

Transfusi tukar merupakan tindakan utama yang dapat menurunkan dengan cepat bilirubin indirek dalam tubuh selain itu juga bermanfaat dalam mengganti eritrosit yang telah terhemolisis dan membuang pula antibodi yang menimbulkan hemolisis. Walaupun transfusi tukar ini sangat bermanfaat, tetapi efek samping dan komplikasinya yang mungkin timbul perlu di perhatikan dan karenanya tindakan hanya dilakukan bila ada indikasi (lihat tabel 3). Kriteria melakukan transfusi tukar selain melihat kadar bilirubin, juga dapat memakai rasio bilirubin terhadap albumin (Tabel 4)

Tabel 4. Kriteria Transfusi Tukar Berdasarkan Berat Bayi dan Komplikasi

(39)

Berat Bayi (gram) Tidak Komplikasi (mg/dL) Rasio Bili/Alb Ada Komplikasi (mg/dL) Rasio Bili/Alb < 1250 13 5.2 10 4 1250 – 1499 15 6 13 5.2 1500 – 1999 17 6.8 15 6 2000 – 2499 18 7.2 17 6.8 ≥ 2500 20 8 18 7.2

Konversi mg/dL menjadi mmol/L dengan mengalikan 17.1

(Dikutip dari American Academy of Pediatrics. Subcommittee on Hyperbilirubinemia. Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Pediatrics 2004 ; 114 : 294)

Yang dimaksud ada komplikasi apabila : 11. Nilai APGAR < 3 pada menit ke 5 22. PaO2 < 40 torr selama 1 jam 33. pH < 7,15 selama 1 jam 44. Suhu rektal ≤ 35 O C 55. Serum Albumin < 2,5 g/dL

66. Gejala neurologis yang memburuk terbukti 77. Terbukti sepsis atau terbukti meningitis 88. Anemia hemolitik

99. Berat bayi ≤1000 g 12,15

Dalam melakukan transfusi tukar perlu pula diperhatikan macam darah yang akan diberikan dan teknik serta penatalaksanaan pemberian. Apabila hiperbilirubinemia yang terjadi disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ABO, darah yang dipakai adalah darah golongan O rhesus positip. Pada keadaan lain yang tidak berkaitan dengan proses aloimunisasi, sebaiknya digunakan darah yang bergolongan sama dengan bayi. Bila keadaan ini tidak memungkinkan, dapat dipakai darah golongan O yang kompatibel dengan serum ibu. Apabila hal inipun tidak ada, maka dapat dimintakan darah O dengan titer anti A atau anti B yang rendah. Jumlah darah yang dipakai untuk transfusi tukar berkisar antara 140-180 cc/kgBB.

(40)

Macam Transfusi Tukar:

11. ‘Double Volume’ artinya dibutuhkan dua kali volume darah, diharapkan dapat mengganti kurang lebih 90 % dari sirkulasi darah bayi dan 88 % mengganti Hb bayi.

22. ‘Iso Volume’ artinya hanya dibutuhkan sebanyak volume darah bayi, dapat mengganti 65 % Hb bayi.

33. ‘Partial Exchange’ artinya memberikan cairan koloid atau kristaloid pada kasus polisitemia atau darah pada anemia.

Tabel 5. Volume Darah pada Transfusi Tukar Kebutuhan Rumus*

‘Double

Volume’

BB x volume darah x 2

‘Single Volume’ BB x volume darah

Polisitemia BB x volume darah x (Hct sekarang –Hct yang diinginkan) Hct sekarang

Anemia BB x volume darah x (Hb yang diinginkan – Hb sekarang) (Hb donor – Hb sekarang)

BB x volume darah x (PCV yang diinginkan – PCV sekarang) (PCV donor)

* Volume darah bayi cukup bulan 85 cc / kg BB * Volume darah bayi kurang bulan 100 cc /kg BB

Dalam melaksanakan transfusi tukar tempat dan peralatan yang diperlukan harus dipersiapkan dengan teliti. Sebaiknya transfusi dilakukan di ruangan yang aseptik yang dilengkapi peralatan yang dapat memantau tanda vital bayi disertai dengan alat yang dapat mengatur suhu lingkungan. Perlu diperhatikan pula kemungkinan terjadinya komplikasi transfusi tukar seperti asidosis, bradikardia, aritmia, ataupun henti jantung.

Untuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia berat dimana fasilitas sarana dan tenaga tidak memungkinkan dilakukan terapi sinar atau transfusi

(41)

tukar, penderita dapat dirujuk ke pusat rujukan neonatal setelah kondisi bayi stabil (‘transportable’) dengan memperhatikan syarat-syarat rujukan bayi baru lahir risiko tinggi.

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Etika Risa, dkk. 2007. Hiperbilirubinemia pada Neonatus. Divisi Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak. FK UNAIR/RSU Dr. Soetomo-Surabaya

Kosim, M. Sholeh, dkk. 2008. Buku Ajar Neonatologi. Ed.I. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.’

Tim Paket Pelatihan Klinik PONED. 2008. Buku Acuan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Jakarta.

Gambar

Tabel 1. Perkiraan klinis derajat ikterus
Tabel 3. Penanganan ikterus berdasarkan kadar serum bilirubin  Usia
Tabel   4.   Kriteria   Transfusi   Tukar   Berdasarkan   Berat   Bayi   dan  Komplikasi
Tabel 5. Volume Darah pada Transfusi Tukar

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini jumlah populasi tidak dapat diketahui secara pasti sehingga untuk menentukan ukuran sampel, peneliti berpedoman pada pendapat yang dikemukakan

Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu warga negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak.. tersebut

Mata kuliah MBS pada kurikulum Program Studi PGSD, FKIP Universitas Tadulako telah dikembangkan secara bertahap dan pada tahun 2012 jumlah SKS MK MBS yang tadinya 2

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karuia-Nya, Tugas Askhir Skripsi dalam rangka untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar

Dari latar belakang masalah tersebut di atas hasil penelitian dapat ditulis dengan judul “Kabupaten Martanimpoena di Praja Mangkunegaran tahun 1942 – 1947”, karena pada

Melihat pada karya Motzki, penulis sependapat dengan Kamaruddin Amin bahwa bahwa Motzki terlihat tidak sepenuhnya membantah pendapat aliran skeptis tentang common link, sebab,

Dalam bagian ini penulis akan melakukan pembahasan tentang kajian representasi analisis semiotika pesan moral yang mengandung unsur makna atau nilai cinta dan kasih

Perjalanan penyakit appendisitis akut bisa terhenti pada stadium akut fokal, namun mukosa yang telah mengalami iritasi akan menyisakan jaringan parut dalam proses