3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) di dua lokasi, masing-masing mewakili daerah padat nelayan dan daerah yang relatif rendah kegiatan perikanannya. Daerah padat kegiatan perikanan dengan orientasi komersial adalah perairan Tegal Jawa Tengah dengan daerah sampelnya adalah kelompok nelayan di desa Munjung Agung dan Suradadi. Alasan pemilihan wilayah ini karena dengan tingkat kepadatan yang tinggi dapat berimplikasi pada status keberlanjutan perikanan di lokasi tersebut.
Untuk daerah yang rendah kegiatan nelayan adalah komunitas nelayan di Kabupaten Serang di mana terdapat perairan pantai tempat komunitas nelayan tradisional yaitu di perairan Pasauran, Desa Umbul Tanjung, Kecamatan Cinangka. Penelitian difokuskan pada nelayan skala kecil di sekitar Pasauran yang merupakan daerah bagi nelayan tradisional dengan tingkat adaptasi teknologi penangkapan yang relatif masih terbatas. Penelitian dilakukan dalam kurun waktu selama lebih kurang 6 bulan.
3.2 Tahapan-Tahapan Penelitian
Untuk melakukan penelitian ini dilakukan beberapa tahapan yang dimulai dari penelitian pendahuluan, pengumpulan fakta dan data dan persepsi responden serta data sekunder. Data tersebut di atas mencakup seluruh dimensi yaitu dimensi ekologi, ekonomi, teknologi, sosial, hukum dan kelembagaan. Keseluruhan data ini kemudian diolah melalui berbagai analisis yaitu analisis bioekonomi, analisis
financial performance analysis, analisis deskriptif, analisis Rapfish (termasuk multidimensional scaling, Monte Carlo dan Leverage analysis). Tahapan
Keterangan :
--- : Batasan analisis Rapfish ... : Implementasi kebijakan
3.3 Pengumpulan Data, Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan adalah data aspek ekologi, ekonomi, teknologi, sosial, hukum dan kelembagaan yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan para pelaku (nelayan, pemilik kapal, pengumpul, petugas TPI, PPNS, dan stakeholders lainnya) dengan menggunakan instrumen terstruktur (kuisioner) dan pengamatan langsung di lokasi terpilih. Sampling data untuk 165 nelayan dilakukan secara purposive (penunjukkan) dengan cara memilih jenis usaha penangkapan yang memiliki keragaman ukuran kapal dan jenis alat tangkap yang mewakili populasi perikanan tangkap skala kecil di kedua wilayah penelitian yaitu perairan pantai Pasauran Serang dan Tegal. Beberapa sumber informasi lainnya adalah petugas pengelola sumber daya berbasis komunitas (PSBK), Polairud, Lanal serta Balai Diklat Perikanan terkait. Penelusuran pustaka dari berbagai sumber yang relevan, di antaranya kantor desa, kecamatan, dinas perikanan dan kelautan, serta lembaga atau instansi terkait lainnya. Untuk kemutahiran data dilakuakan pula konsultasi ahli untuk mengklarifikasi kebenaran informasi yang sebelumnya telah terkumpul sehingga terjadi penyempurnaan informasi. Verifikasi lapang dilakukan melalui berbagai cara di antaranya wawancara dengan pengambil kebijakan lokal (dinas terkait, pengayaan dengan fakta-fakta terbaru dengan perkembangan laporan atau dokumen dinas atau pengalaman lapang pejabat tertentu).
Untuk memenuhi kriteria data yang relevan dengan pendekatan aplikasi Rapfish, maka kegiatan pengumpulan data dan tahapan penelitian yang dilakukan dilakukan sebagai berikut:
1) Desk study, pencarian informasi terkait dengan perikanan di lokasi penelitian melalui internet, lembaga penelitian dan instansi terkait. Data ini digunakan untuk mengisi kolom-kolom nilai atribut Rapfish di lokasi studi.
2) Konsultasi ahli, untuk mengisi kolom-kolom yang belum terisi oleh informasi sekunder dan untuk mengklarifikasi kebenaran informasi yang sebelumnya telah terkumpul sehingga terjadi penyempurnaan informasi.
3) Verifikasi lapang :
(a) Untuk melakukan verifikasi dilakukan wawancara dengan pengambil kebijakan lokal (dinas terkait, pengayaan dengan fakta-fakta terbaru
dengan perkembangan laporan atau dokumen dinas atau pengalaman lapang pejabat tertentu). Konten yang dibahas adalah jenis perikanan yang akan dianalisis, perikanan dominan yang dapat mewakili kawasan perairan tersebut dan penentuan lokasi pengumpulan data primer berdasarkan konsentrasi kegiatan perikanan yang telah ditentukan sebelumnya.
(b) Wawancara dengan pelaku usaha, dipilih pelaku yang dapat merepresentasikan pelaku usaha terkait dengan penggambaran kondisi perikanan di lokasi studi. Misalnya ABK penangkap, nelayan, pengumpul, pemasok faktor produksi, penyedia jasa di lokasi TPI. Konfirmasi dengan pejabat dinas terkait, pencocokan dengan data tambahan darin peninjauan. (c) Pengolahan data:
1) Mentabulasi data, hasilnya dientri ke program Rapfish
2) Entri data ke program Rapfish: data hasil tabulasi data dikonversi ke dalam angka skor menurut standar Rapfish.
3) Interpretasi hasil: pengamatan aspek perikanan yang berkinerja baik, sedang dan buruk, lihat atribut yang sensitif (yang paling berpengaruh terhadap kinerja masing-masing aspek) dengan analisis leverage.
(d) Diskusi dan reinterpretasi hasil : hasil interpretasi awal kaji ulang berdasarkan catatan lapang dan data relevan untuk mempertajam dan lebih meningkatkan akurasi hasil running program Rapfish.
3.4 Responden
Responden diambil dari kelompok nelayan di daerah pilihan alternatif pertama yaitu nelayan di Tegal Jawa Tengah dengan pertimbangan jumlah kelompok nelayan cukup besar dan beragam tingkat kemampuan, beragam jenis alat tangkap yang digunakan, terdapat nelayan dengan skala usaha kecil dan alasan teknis operasional penelitian. Di samping itu, penelitian ini juga menggunakan wilayah penelitian alternatif kedua yaitu kelompok nelayan di Pasauran Kabupaten Serang dengan pertimbangan terdapat nelayan kecil yang tingkat adaptasi teknologi penangkapan relatif masih terbatas. Kedua kelompok ini sangat menarik untuk diteliti, karena dengan kedua karakteristik perikanan tangkap tersebut dapat diperoleh gambaran jelas status keberlanjutan perikanan tangkap dengan karakter yang berbeda.
Penentuan responden untuk masing-masing wilayah terpilih, dilakukan secara acak berdasarkan jenis alat tangkap di masing-masing wilayah penelitian secara proporsional. Responden dalam penelitian ini adalah :
(1) Dari kalangan kelompok kegiatan perikanan tangkap perjenis alat tangkap (165 responden).
(2) Dari kalangan kelembagaan yang terkait dengan kegiatan perikanan tangkap yaitu departemen dan dinas terkait, organisasi pemerintahan daerah, organisasi pemerintahan desa, koperasi nelayan, lembaga swadaya masyarakat, dan lainnya (42 responden).
(3) Pihak swasta yang terkait dengan kegiatan organisasi di wilayah pantai termasuk pedagang, tengkulak (8 responden).
(4) Tokoh masyarakat setempat (10 responden).
(5) Key person lainnya yang relevan dengan aktivitas perikanan tangkap di lokasi penelitian (9 responden).
3.5 Metode Analisis Data
Permasalahan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan mencakup interaksi komponen sumberdaya alam (ikan) dan sumberdaya manusia (nelayan) sebagai stakeholder utama dalam mengendalikan ekologi perikanan. Perilaku nelayan sangat berkait dengan alat tangkap dan kapal (aspek teknologi); aspek pasar, aspek manajemen, aspek biologi serta upaya pemulihan kembali sumberdaya. Oleh karena itu, menurut Pitcher dan Preikshot (2001) penelitian dibidang perikanan sangat komplek atau bersifat multidisiplin. Dengan demikian, penilaian terhadap kelestarian atau keberlanjutan sumberdaya perikanan tidak dipetakan pada kriteria tunggal, tetapi menyangkut berbagai aspek (multi dimensi).
Berdasarkan kondisi permasalahan di atas, maka penelitian ini didasarkan pada analisis multivariate. Salah satu aplikasi multivariate sederhana adalah
multidimensional scaling (MDS). Aplikasi multidimensional scaling untuk
analisis multivariate dalam sektor perikanan telah dibuktikan oleh Alder et al. (2000) dan hasilnya sangat memuaskan.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada teknik Rapfish (Rapid Appraissal for Fisheries) adalah teknik terbaru yang dikembangkan oleh University of British Columbia Canada suatu teknik analisis untuk mengevaluasi sustainability dari perikanan secara multidisipliner. Rapfish didasarkan pada teknik ordinasi yaitu menempatkan sesuatu pada urutan atribut yang terukur dengan menggunakan multidimensional scaling (MDS). Aspek dalam Rapfish menyangkut aspek keberlanjutan dari ekologi, ekonomi, teknologi, sosial dan etika. Setiap aspek memiliki atribut atau indikator yang terkait dengan
sustainability sebagaimana yang disyaratkan oleh FAO-CCRF 1995. Dengan
Rapfish, atribut-atribut tersebut diadaptasikan dari atribut yang telah dikembangkan oleh Pitchert et al. (2000) yang telah terbukti sejalan dengan indikator FAO Code of Conduct for Responsible Fisheries. Rapfish adalah metode yang sangat tepat sebagai pendiagnosis yang komprehensif terhadap status perikanan di suatu wilayah pengelolaan.
Keluaran analisis Rapfish, yaitu status keberlanjutan perikanan ditinjau dari berbagai dimensi secara komprehensif yang menyangkut dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan hukum serta kelembagaan, adalah dasar untuk menyusun strategi pengelolaan selanjutnya berdasarkan atribut-atribut sensitif yang mempengaruhi status perikanan pada dimensi yang dianalisis. Kelebihan lain dan merupakan daya tarik tersendiri dari teknik Rapfish adalah bahwa teknik ini dapat diaplikasikan pada setiap kondisi dari perikanan di suatu wilayah tanpa harus melihat kondisi-kondisi atau indikator prasarat suatu metode analisis. Dengan kata lain, kondisi seperti apapun objek penelitiannya, Rapfish dapat diaplikasikan dan bahkan dapat melakukan diagnosis dengan keluaran status perikanan yang dianalisis.
Dalam teknik Rapfish ini, analisis sumberdaya perikanan diperlukan sebagai salah satu analisis penting, namun bukan merupakan penentu utama dalam menentukan strategi pengelolaan karena kondisi sumberdaya hanya salah satu atribut yang dapat menentukan status salah satu dimensi yaitu dimensi ekologi. Sedangkan dimensi ekologi merupakan salah satu dari lima dimensi keberlanjutan perikanan yang dianalisis sehingga dimensi ekologi merupakan dimensi sama pentingnya dengan dimensi lainnya seperti ekonomi, sosial,
teknologi dan hukum serta kelembagaan. Status setiap dimensi dalam penelitian ini akan ditentukan oleh atributnya masing-masing seperti halnya atribut kondisi sumberdaya pada dimensi ekologi. Prosedur dari Rapfish mengikuti struktur sebagai berikut (Gambar 3.2).
Gambar 3.2 Proses/tahapan aplikasi Rapfish dalam perikanan (sumber : Alder,
et al.(2000) yang diacu dalam Fauzi dan Anna (2002) 3.6 Aplikasi Pendekatan Rapfish
Analisis keberlanjutan dengan teknik Rapfish ini dimulai dengan
me-review atribut dan mendefinisikan atribut perikanan yang akan digunakan,
mengidentifikasi dan melakukan penilaian (scoring) perikanan yang akan
Penilaian Keberlanjutan (Assess Sustainability)
Identifikasi dan Pendefinisian Perikanan berdasarkan kriteria yang ditentukan
Analisis Leverage untuk Mengidentifikasi Anomali
Atribut yang Dianalisis Simulasi Monte Carlo untuk
Mengecek Ketidakpastian dari Analisis
Ordinasi MDS untuk Tiap Set Atribut, Rotasi Plot Ordinasi Bad dan Good dalam Garis
Horisontal Penyususnan Nilai Skor
dan Penentuan Titik Referensi Nilai Tengah,
Bad dan Good. Review Atribut dalam
Beberapa kategori dan kriteria
dianalisis (Pitcher, 1999 yang diacu dalam Alder et al., 2000). Tahapan dalam metode pendekatan Rapfish yang dicakup dalam penelitian ini dibatasi pada
vessel-base dan area-base. Kemudian akan dilanjutkan dengan scoring yang
didasarkan pada ketentuan yang sudah ditetapkan dalam teknik Rapfish. Setelah itu dilanjutkan MDS untuk menentukan posisi relatif dari perikanan terhadap ordinasi good atau bad. Selanjutnya analisis Monte Carlo dan Leverage dilakukan untuk menentukan aspek ketidakpastian dan anomali dari atribut yang dianalisis. Didalam MDS, obyek atau titik yang diamati dipetakan kedalam ruang dua atau tiga aspek, sehingga titik atau obyek tersebut diupayakan ada sedekat mungkin terhadap titik asal. Dalam metode ini dua titik atau obyek yang sama dipetakan dalam satu titik yang saling berdekatan satu sama lain. Sebaliknya obyek atau titik yang tidak sama digambarkan dengan titik titik yang berjauhan.
Dalam analisis dengan pendekatan teknik Rapfish ini, akan digunakan metode Algoritma ALSCAL yang merupakan metode aplikatif yang sudah tersedia dalam sofware statistika (SPSS). Secara detail prosedur analisis dengan teknik Rapfish ini akan melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
1) Analisis terhadap data perikanan lokasi studi melalui data statistik. 2) Analisis data pengamatan lapangan dan studi literature.
3) Melakukan skoring aspek keberlanjutan perikanan.
4) Melakukan analisis multidimensional scaling (MDS) dengan sofware SPSS untuk menentukan ordinasi dan nilai stress melalui ALSCAL Algoritma 5) Melakukan rotasi untuk menentukan posisi perikanan pada ordinasi bad dan
good.
6) Melakukan sensitivity analysis (Leverage analysis) dan Monte Carlo
analysis untuk memperhitungkan aspek ketidakpastian.
Dengan teknik Rapfish ini dapat dilihat performa perikanan tangkap di wilayah studi di mana masing-masing aspek (ekologi, sosial, ekonomi, teknologi dan etika), hasilnya digambarkan dalam bentuk axis. Axis horizontal menunjukkan perbedaan dari campuran skor atribut di antara perikanan yang dievaluasi. Analisis ordinasi menunjukkan variasi keberlanjutan antar alat tangkap. Keragaan (variasi) di antara alat tangkap untuk setiap aspek dapat juga
tergambarkan skornya. Dari skoring tersebut dapat dideterminasi status perikanan dan keberlanjutannya.
Selanjutnya teknik analisis Monte Carlo digunakan untuk mengevaluasi dampak kesalahan dari kesalahan acak (random error) terhadap seluruh aspek. Dalam penelitian ini digunakan metode analisis Monte Carlo algoritma dengan metode scatter plot yang menunjukkan ordinasi dari setiap aspek.
Dalam prakteknya metode analisis dengan teknik Rapfish harus didukung oleh pendekatan-pendekatan teknis dan analisis yang secara substansial dianggap relevan seperti analisis bioekonomi sumberdaya perikanan, analisis kinerja usaha (financial performance analysis), penentuan atribut pada setiap dimensi, penskalaan secara multi dimensi (multdimentional scaling), dan pembuatan skor (scoring) pada setiap atribut.
3.6.1 Atribut-atribut dalam analisis rapfish pada setiap dimensi dan skala yang digunakan
Hasil penelitian di lapang baik dengan menggunakan data primer (wawancara, pengamatan, dan diskusi dengan stakeholder) maupun data sekunder ditemukan 44 atribut yang terpenuhi untuk 5 dimensi dalam analisis Rapfish. Ke-44 atribut tersebut terbagi ke dalam masing-masing dimensi yaitu 6 atribut ekologi, 11 atribut ekonomi, 9 atribut sosial, 8 atribut teknologi, dan 10 atribut hukum/kelembagaan.
Rapfish merupakan salah satu metode dalam menganalisis keberlanjutan perikanan dan termasuk baru dalam penerapan multidimensional scaling di bidang perikanan. Metode Rapfish pada dasarnya menggunakan pendekatan
multidimensional scaling (MDS).
Seluruh atribut yang diperoleh dari hasil penelitian ini dianalisis secara multidimensi. Analisis multidimensi ini untuk menentukan titik-titik dalam Rapfish yang dikaji relatif terhadap dua titik yang menjadi acuan. Titik yang menjadi acuan tersebut adalah baik (good) dan buruk (bad), di mana ada titik ekstrem good dan titik ekstrem bad. Posisi titik-titik dalam Rapfish sangat banyak dan sangat sulit untuk digambarkan, oleh karena itu diperlukan suatu
teknik dalam penentuan posisi titik-titik tersebut secara visual yang dikenal dengan metode multidimensional scaling (MDS) dalam Fauzi dan Anna (2003).
Sebagaimana diuraikan di dalam Fauzi dan Anna (2002), MDS pada Rapfish dilakukan dengan menghitung jarak terdekat dari Euclidean distance pada persamaan (3.1) berikut :
(
1 2) (
2 1 2)
2 ... 2 , 1 = x −x + y −y + d ... (3.1)Jarak Euclidean multi dimensi antara dua titik tersebut (d12) kemudian di
dalam MDS diproyeksikan ke dalam jarak Euclidean dua dimensi (D12)
berdasarkan rumus regresi menurut Fauzi dan Anna (2002) pada persamaan (3.2) berikut :
d12 = a + b D12 + e; e adalah error. ... (3.2)
Proses regresi tersebut di dalam Rapfish menggunakan algoritma ALSCAL (Fauzi dan Anna, 2002) yang pada prinsipnya membuat iterasi proses regresi tersebut di atas sedemikian sehingga didapatkan nilai e yang terkecil. Algoritma ALSCAL yang digunakan pada Rapfish menurut Kavanagh (2001) juga berusaha memaksa agar intercept pada persamaan tersebut sama dengan nol (a = 0) sehingga persamaan (3.2) di atas menjadi persamaan (3.3) berikut :
d12 = b D12 + e. ... (3.3)
Iterasi berhenti jika stress lebih kecil dari 0,25 (Fauzi dan Anna, 2002).
Stress ini dapat dirumuskan dalam persamaan (3.4) yaitu :
(
)
∑
∑∑
∑∑
= ⎥⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − = m k i j ijk i j ijk ijk d d D m Stress 1 2 2 1 ... (3.4)Kavanagh (2001) mengemukakan bahwa iterasi berhenti jika S-stress kurang dari 0,005. Menurutnya S-stress = (stress)1/2 sementara stress didefinisikan dalam persamaan (3.5) :
ijk ijk d MSS e MSS Stress= ; ... (3.5) MSS adalah “mean sum of squares”.
SPSS (Statistical Package for the Sosial Science) digunakan untuk
melakukan analisis MDS berikut dengan algoritma ALSCAL yang memang ada di dalam perangkat lunak SPSS. Iterasi ALSCAL yang digunakan oleh Alder et al.
(2002) di dalam Rapfish berhenti pada saat nilai stress antara 0,28 dan 0,29 . Metode MDS merupakan salah satu metode ordinasi pada ruang (dimensi) yang diperkecil. Ordinasi suatu obyek pengamatan yang diukur dengan menggunakan banyak variabel sulit dilihat secara visual mengingat bahwa posisi obyek di dalam ruang berdimensi lebih dari 3 tidak mungkin digambarkan.
Metode MDS mempunyai tahapan sebagai berikut:
(1) Standardisasi (normalisasi). Variabel yang mempunyai unit dan besaran yang
berbeda harus distandardisasi terlebih dahulu agar dapat dianalisis. Normalisasi ini dapat dilakukan sekaligus pada perangkat lunak SPSS.
(2) Pengukuran jarak multidimensi. Dalam penelitian ini pada prinsipnya terdapat dua “obyek wilayah” yaitu kondisi perairan Pantai Pasauran Kabupaten Serang dan perairan Pantai Tegal dengan banyak variabel (dimensi) yang diukur. Jarak antara dua kondisi tersebut terhadap titik pusat koordinat dapat dihitung. Pengukuran jarak ini juga dilakukan dengan perangkat lunak SPSS. (3) Analisis reduksi dimensi. Analisis ini juga dilakukan dalam SPSS dengan
metode MDS di mana posisi obyek dalam ruang multidimensi di atas diplotkan kembali pada ruang dua dimensi.
(4) Pengukuran jarak dua dimensi. Dua obyek penelitian tersebut sekali lagi diukur jaraknya, tetapi sekarang di dalam dua dimensi.
(5) Pengukuran nilai stress. Stress merupakan “nilai simpangan baku” dari
metode MDS. Makin kecil stress tentunya makin baik. Stress ini pada prinsipnya mengukur seberapa dekat nilai jarak dua dimensi dengan nilai jarak multi dimensi. Jika jarak antara dua nilai jarak ini dekat berarti simpangannya
kecil dan berarti juga nilai stress-nya kecil. Nilai stress terbesar yang masih
dapat diterima biasanya adalah 25%.
3.6.2 Pembuatan skor setiap atribut
Pembuatan skor setiap atribut dalam setiap dimensi harus mempunyai dasar atau acuan ilmiah yang jelas sumbernya. Namun jika penentuan skor tidak ditemukan acuannya maka dapat ditentukan berdasarkan perhitungan-perhitungan atau analisis yang jelas mencerminkan dari dimensi yang bersangkutan (Susilo, 2003). Skor yang diberikan bukan berdasarkan nilai yang terendah ke nilai yang tertinggi seperti dari angka 0 yang menyatakan buruk namun jika semakin besar maka semakin baik nilainya. Akan tetapi skor yang diberikan berdasarkan nilai terburuk dan nilai terbaik secara kualitatif dan kuantitatif dari atribut yang mencerminkan persepsi dari dimensinya dan jelas secara definisi dalam penentuan skornya. Oleh karena itu, dalam penentuan skor ini sangat tergantung dari persepsi dimensi yang dianalisis, sebagai contoh semakin tinggi tingkat eksploitasi perikanan secara ekonomi semakin baik namun secara ekologi hal tersebut sangat merusak dari keberlanjutan sumberdaya perikanan itu sendiri. Selengkapnya berdasarkan atribut-atribut yang ditemukan dari masing-masing dimensi dan berdasarkan acuannya dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Hasil survei penelitian di lapang dan nilai skor atribut
No. Atribut Pilihan
skor Baik Buruk Keterangan 1 Dimensi Ekologi 1.1 Tingkat eksploitasi perikanan 0; 1; 2; 3; 4
0 4 FAO dan Rapfish : relatif
terhadap MSY (0) kurang; (1) sama atau seimbang; (2) lebih sedikit; (3) sangat berat; (4) collapsed / hancur 1.2 Discard dan by catch (Proporsi ikan yang dibuang) 0; 1; 2 0 2 Rapfish : (0) rendah 0-10%; (1) sedang 10-40%; (2) tinggi > 40%
No. Atribut Pilihan
skor Baik Buruk Keterangan
pemanfaatan perairan (1) sedang; (2) tinggi 1.4 Perubahan ukuran ikan tertangkap dalam 10 tahun terakhir
0; 1; 2 0 2 Rapfish : (0) tidak berubah;
(1) sedikit menurun; (2) menurun banyak 1.5 Perubahan jenis ikan yang tertangkap dalam 10 tahun terakhir 0; 1; 2; 3 0 3 Modifikasi Rapfish : (0) tidak ada; (1) berkurang 1-2 jenis; (2) berkurang 3-24 jenis; (3) berkurang > 25 jenis 1.6 Pemanfaatan pariwisata bahari 0; 1; 2; 3 3 0 Susilo (2003) : (0)
melebihi kapasitas atau tidak ada; (1) rendah; (2) sedang; (3) optimal 2 Dimensi Ekonomi 2.1 Keuntungan 0; 1; 2; 3; 4 0 4 Rapfish : (0) sangat menguntungkan; (1) menguntungkan; (2); sedikit menguntungkan (3) mendekati impas atau kembali modal; (4) merugi 2.2 Kontribusi perikanan terhadap PDRB 0; 1; 2 2 0 Rapfish : (0) rendah; (1) sedang; (2) tinggi 2.3 Pendapatan per kapita 0; 1; 2; 3 3 0 Modifikasi Rapfish : (0)
sangat jauh di bawah Kebutuhan Hidup Minimum (KHM); (1) di bawah KHM; (2) seimbang atau mendekati KHM; (3) di atas KHM 2.4 Kepemilikan (penerima keuntungan dari kepemilikan)
0; 1; 2 0 2 Rapfish : (0) pemilik lokal;
(1) pemilik lokal dan non lokal; (2) pemilik non lokal
2.5 Tingkat subsidi
terhadap perikanan
0; 1; 2; 3; 4
0 4 Rapfish : (0) tidak ada;
(1) sedikit; (2) besar; (3) sangat tergantung; (4) keharusan mutlak 2.6 Alternatif pekerjaan dan pendapatan
0; 1; 2 2 0 Rapfish : (0) tidak ada; (1)
No. Atribut Pilihan
skor Baik Buruk Keterangan
2.7 Lokasi tujuan
atau orientasi pemasaran perikanan
0; 1; 2 0 2 Rapfish : (0) pasar lokal;
(1) pasar nasional; (2) pasar internasional 2.8 Rata-rata penghasilan relatif ABK terhadap UMR 0; 1; 2;
3; 4 4 0 (0) sangat jauh di bawah; (1) di bawah; (2) sama atau seimbang; (3) lebih tinggi; (4) sangat tinggi 2.9 Penerimaan relatif nelayan setiap alat tangkap terhadap waktu bekerja
0; 1; 2 2 0 (0) rendah; (1) sedang atau
mendekati UMP; (2) tinggi
2.10 Transfer keuntungan antara orang / pelaku ekonomi lokal dan orang / pelaku
ekonomi luar daerah
0; 1; 2 0 2 Susilo (2003) : (0)
terutama berada di orang lokal; (1) seimbang antar orang lokal dan orang luar; (2) keuntungan lebih banyak diperoleh orang luar 2.11 Penyerapan tenaga kerja 0; 1; 2 2 0 Modifikasi Rapfish : (0) rendah; (1) sedang; (2) tinggi 3 Dimensi Sosial 3.1 Jumlah RTP dibandingkan jumlah penduduk di wilayah itu 0; 1; 2 0 2 Rapfish : (0) < 30%; (1) 30-60%; (2) > 60% 3.2 Pengetahuan lingkungan perikanan
0; 1; 2 2 0 Rapfish : (0) sangat minim;
(1) cukup; (2) sangat luas 3.3 Tingkat pendidikan nelayan 0; 1; 2 2 0 Rapfish, dibandingkan terhadap rata-rata penduduk : (0) rendah; (1) sedang; (2) tinggi 3.4 Status dan frekuensi konflik 0; 1; 2 0 3 (0) tidak berpengaruh; (1)
biasa; (2) berat; (3) Sangat berat 3.5 Partisipasi keluarga dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan 0; 1 1 0 Modifikasi Rapfish : (0)
No. Atribut Pilihan
skor Baik Buruk Keterangan
3.6 Frekuensi pertemuan antar warga berkaitan pengelolaan sumberdaya perikanan 0; 1; 2 2 0 Susilo (2003): (0) tidak
pernah ada; (1) sekali dalam 5 tahun; (2) lebih dari sekali dalam setahun 3.7 Sosialiasi
pekerjaan (individual atau kelompok)
0; 1; 2 2 0 Rapfish : (0) Individual;
(1) hanya satu keluarga; (2) kelompok masyarakat pengeksploitasi 3.8 Frekuensi penyuluhan dan pelatihan untuk nelayan 0; 1; 2; 3 3 0 Susilo (2003) : (0) tidak
pernah ada; (1) sekali dalam lima tahun; (2) 1-5 kali dalam setahun; (3) > 5 dalam setahun 3.9 Pertumbuhan pekerja / RTP pengeksploitasi SDI (5-10 tahun terakhir) 0; 1; 2; 3 0 3 Rapfish : (0) < 10 %; (1) 10-20 %; (3) 20-30 %; (4) > 30 % 4 Dimensi Teknologi 4.1 Tempat pendaratan ikan 0; 1; 2 0 2 Rapfish : (0) sangat
tersebar; (1) agak terpusat; (2) terpusat
4.2 Lama trip
penangkapan
0; 1; 2 0 2 Modifikasi Rapfish: (0) 0-5
jam; (1) >5jam-10 jam; (2) > 10 jam
4.3 Jenis / sifat alat tangkap 0; 1; 2 0 2 Rapfish dimodifikasi Susilo (2003): (0) mayoritas pasif; (1) seimbang; (2) mayoritas aktif 4.4 Selektivitas alat tangkap 0; 1; 2 2 0 Rapfish dimodifikasi Susilo (2003): (0) kurang selektif; (1) agak selektif; (2) sangat selektif
4.5 Penggunaan alat
bantu
penangkapan (FADs)
0; 1; 2 0 2 Rapfish : (0) tidak ada; (1)
digunakan umpan saja; (2) digunakan alat atraktif yang lain 4.6 Ukuran kapal penangkapan 0; 1; 2 0 2 Modifikasi Rapfish: (0) 2-5 m; (1) >5-10 m; (2) >10 m 4.7 Penanganan pasca panen
0; 1; 2 2 0 Rapfish : (0) tidak ada; (1)
No. Atribut Pilihan
skor Baik Buruk Keterangan
4.8 Penggunaan alat
bantu perikanan yang destruktif
0; 1; 2; 3 0 3 Modifikasi Rapfish : (0)
tidak ada; (1) sedikit; (2) sedang; (3) banyak dan dominan 5 Dimensi Hukum/Kelembagaan 5.1 Ketersediaan peraturan formal dan Informal pengelolaan perikanan 0; 1; 2 2 0 Susilo (2003) : (0) kurang; (1) cukup; (2) banyak 5.2 Keadilan dalam hukum 0; 1; 2 2 0 Susilo (2003) : (0) tidak adil; (1) kadang-kadang tidak adil; (2) adil 5.3 Ketersediaan personil penegak hukum di lokasi atau lembaga pengawas local 0; 1; 2 2 0 Susilo (2003) : (0) tidak
ada; (1) sedikit atau jarang berada di lokasi; (2) banyak atau sering berada di lokasi 5.4 Demokrasi dalam penentuan kebijakan 0; 1; 2 2 0 Susilo (2003) : (0) tidak demokratis; (1) kadang-kadang demokratis; (2) sangat demokratis
5.5 Illegal Fishing 0; 1; 2 0 2 Rapfish : (0) tidak pernah
terjadi; (1) kadang terjadi; (2) sering terjadi 5.6 Peranan kelembagaan formal yang mendukung pengelolaan sumberdaya perikanan
0; 1; 2; 3 3 0 (0) tidak ada; (1) ada tapi
tidak berperan; (2) cukup berperan; (3) sangat berperan 5.7 Ketersediaan peraturan informal pengelolaan perikanan 0; 1 1 0 (0) tidak ada (1) ada 5.8 Ketersediaan dan peran tokoh masyarakat lokal
0, 1, 2 2 0 (0) tidak ada
(1) ada, kurang berperan (2) ada, cukup berperan
No. Atribut Pilihan
skor Baik Buruk Keterangan
5.9 Peranan kelembagaan lokal (informal) yang mendu-kung pengelo-laan sumber daya perikanan 0, 1, 2 2 0 (0) tidak ada (1) ada, kurang
(2) ada cukup berperan
5.10 Manfaat aturan formal untuk nelayan 0, 1, 2 2 0 (0) tidak ada (1) ada, sedikit (2) ada,banyak
Sumber : FAO (1999), Kavanagh (2001), Pitcher, T. J. and D. Preiskhot (2001) dan Susilo (2003).
Pada Bab 6 penelitian ini (dimensi ekonomi) penulis telah melakukan modifikasi model pendekatan Rapfish berupa penambahan atribut rata-rata penghasilan relatif anak buah kapal (ABK) terhadap upah minimum regional (UMR). Di samping itu penulis juga menambahkan atribut penerimaan relative setiap alat tangkap terhadap waktu bekerja yang dibanding dengan standar upah minimum provinsi (UMP), mengingat kedua hal tersebut menjadi patokan pendapatan masyarakat di Indonesia namun tidak terakomodir dalam pendekatan Rafish. Seperti pada Bab 6 (pada dimensi ekonomi), dalam Bab 8 penelitian ini (dimensi teknologi) penulis untuk kedua kalinya melakukan modifikasi model pendekatan Rapfish berupa penambahan atribut lama trip penangkapan berkaitan
dengan ditemukannya trip penangkapan yang kurang dari 1 hari bahkan kurang
dari 5 jam. Untuk mengakomodir kondisi riil dilapangan kedalam pendekatan Rapfish, penulis membuat kisaran lama trip penangkapan 0-5 jam, >5-10 jam dan
>10 jam. Di samping itu penulis juga menambahkan atribut ukuran kapal penangkapan dengan kisaran 2-5 m, > 5 – 10 m dan > 10 m. Kedua hal tersebut tidak terakomodir dalam pendekatan Rafish mengingat karakteristik perikanan skala kecil di Indonesia berbeda dengan karakteristik perikanan tangkap di negara asal Rapfish seperti Canada.
3.7 Pendugaan Status Sumberdaya Perikanan
Pendugaan status sumberdaya perikanan di perairan Kabupaten Tegal dan perairan Pasauran, Kabupaten Serang dilakukan dua metode, yaitu metode
Schaefer (1954) dan metode CYP (Clark, Yoshimoto & Polley, 1992). Alasan penggunaan kedua metode ini untuk melihat sampai sejauh mana metode tersebut lebih realistik sesuai dengan kondisi lapang dan diperkuat dengan beberapa literatur sebagai pendukung. Sehingga pada analisis selanjutnya hanya akan digunakan salah satu metode yang paling sesuai dan paling realistik dengan kondisi lapang agar tidak terjadi bias dalam perhitungan-perhitungan maupun analisa yang dilakukan. Kondisi realistik atau kondisi lapang tersebut diketahui dari survei terhadap para pelaku yang menjadi responden (sub.bab 5.2).
3.7.1 Indeks kemampuan tangkap (Fishing Power Index / FPI)
Input atau upaya yang digunakan adalah jumlah trip penangkapan dari
semua jenis alat tangkap dengan indeks penangkapan yang telah disamakan atau distandardisasi. Nilai indeks kemampuan tangkap (fishing power index = FPI)
masing-masing alat tangkap setiap tahun diperoleh dari formula yang dikemukakan Tampubolon et al. (1983) yang diacu dalam Tinungki (2005) yaitu :
st st st E C CPUE = st st st CPUE CPUE FPI = i i i E C CPUE = st i i CPUE CPUE FPI = Di mana: st
C : Jumlah hasil tangkapan alat standar
i
C : Jumlah hasil tangkapan alat i
st
E : Jumlah upaya penangkapan alat standar
i
E : Jumlah upaya penangkapan alat i
st
FPI : Fishing power index alat standar
i
FPI : Fishing power index alat i
st
CPUE : Hasil tangkapan per upaya penangkapan alat standar
i
CPUE : Hasil tangkapan per upaya penangkapan alat i
Fishing power index atau FPI setiap tahun dari masing-masing alat
tangkap kemudian dirata-rata. Selanjutnya, FPI ini dikalikan dengan effort atau trip masing-masing alat sehingga diperoleh nilai effort standar. Setelah melalui
standardisasi ini akan diperoleh total produksi aktual dan total effort standar yang
akan digunakan dalam kedua metode analisis selanjutnya.
3.7.2 Pendugaan sumberdaya perikanan dengan metode Schaefer (1954)
Setelah data produksi perikanan dan data effort standard diperoleh,
selanjutnya dilakukan analisis menggunakan metode Schaefer (1954). Metode Schaefer tentang sustainable catch berdasarkan data produksi dan effort (upaya
penangkapan) secara time series. Untuk memperoleh produksi lestari tahunan
digunakan formula : 2 t t t aE bE Y = + ... 3.7 Di mana : Yt = produksi lestari
a = intercept atau CPUE maksimum
b = slope
ft = effort pada tahun ke-t
Produktifitas atau CPUE setiap tahun diperoleh dengan membagi kedua sisi dari persamaan dengan effort, sehingga diperoleh :
t t bE a E Y = + ... 3.8
Dengan mengetahui koefisien dari nilai a dan b tersebut maka dapat diperoleh kondisi pemanfaatan dari MSY, MEY dan open access, yaitu :
1. Kondisi pemanfaatan MSY
Tingkat produksi lestari maksimum MSY diperoleh :
b a YMSY 4 − = ... 3.9
Pada tingkat effort MSY sebesar : b a EMSY 2 − = ... 3.10 Penerimaan atau revenue (R) dari pemanfaatan sumberdaya perikanan pada kondisi MSY yaitu :
MSY MSY c E
Y p
R= ⋅ − ⋅ ... 3.11
2. Kondisi pemanfaatan Open Access
Tingkat effort pada kondisi open access yaitu :
b a p c EOA − ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = ... 3.12 sehingga tingkat produksi maksimum open access diperoleh :
2 OA OA
OA a E b E
Y = ⋅ + ⋅ ... 3.13 Penerimaan atau revenue (R) dari pemanfaatan sumberdaya perikanan pada kondisi open access yaitu :
OA OA c E
Y p
R = ⋅ − ⋅ ... 3.14
3. Kondisi pemanfaatan MEY
Tingkat effort pada kondisi MEY yaitu :
b a p c EMEY 2 − ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = atau EMEY EOA 2 1 = ... 3.15 sehingga tingkat produksi lestari optimum MEY diperoleh :
2 MEY MEY
MEY a E b E
Y = ⋅ + ⋅ ... 3.16 Penerimaan atau revenue (R) dari pemanfaatan sumberdaya perikanan pada kondisi MEY yaitu :
MEY MEY c E
Y p
3.7.3 Analisis Bioekonomi dengan Metode CYP (Clark, Yosimoto dan Poley, 1992)
Salah satu metode yang digunakan Rapfish dalam atribut ekologi adalah penilaian atau pendugaan sumberdaya perikanan. Dalam penilaian sumberdaya perikanan, hal terpenting yang perlu diketahui adalah nilai estimasi tangkapan lestari dari stok ikan. Penilaian sumberdaya perikanan ini idealnya dilakukan pada setiap spesies (stock-by-stock basis). Untuk mengetahui nilai estimasi tangkapan lestari tersebut terlebih dahulu perlu diketahui produktifitas dari stok ikan, yang biasanya diestimasi dengan model kuantitatif.
Dalam perhitungan nilai sumberdaya ekologi ini digunakan model surplus produksi. Model ini mengasumsikan stok ikan sebagai penjumlahan biomass dalam persamaan yang diacu dalam Fauzi, 2004 yaitu :
( )
Xt ht F t X − = ∂ ∂ ... 3.18 Di mana :( )
XtF : Fungsi pertumbuhan alami biomas ikan
t
h : Laju penangkapan
Untuk menggambarkan stok biomass ini menggunakan model logistik. Persamaan dari model logistik tersebut adalah :
t t t t h K X rX t X − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = ∂ ∂ 1 ... 3.19 Di mana :
r : laju pertumbuhan intrinsik
K : daya dukung lingkungan
Bentuk fungsi logistik adalah bentuk simetris di mana ada titik puncak kuadratik. Jika stok sumberdaya perikanan mulai dieksploitasi oleh nelayan, maka laju eksploitasi sumberdaya perikanan dalam satuan waktu tertentu diasumsikan merupakan fungsi dari input (effort) yang digunakan dalam menangkap ikan dan stok sumberdaya yang tersedia. Dalam fungsi hubungan itu dapat digambarkan sebagai berikut :
( )
t H(
E( ) ( )
t X t)
h = , ... 3.20
Selanjutnya diasumsikan bahwa laju penangkapan linier terhadap biomass dan effort yaitu :
( )
t qEt Xth = ... 3.21 Di mana :
q : Koefisien kemampuan penangkapan (catchability coefisien)
Et : Upaya penangkapan
Asumsi kondisi keseimbangan (equilibrium) maka kurva tangkapan upaya lestari (yield-effort-curve) dari fungsi di atas dapat ditulis sebagai berikut :
2 2 E r K q qKE ht t ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = ... 3.22
Estimasi parameter r, K dan q untuk persamaan yield-effort dari model logistik di atas melibatkan teknik non linier. Namun demikian dengan menuliskan Ut = ht / Et , persamaan (3.10) di atas dapat ditransformasikan menjadi persamaan linier sehingga metode regresi biasa dapat digunakan untuk mengestimasi parameter biologi dari fungsi di atas. Dalam penelitian ini teknik untuk mengestimasi parameter biologi dari model surplus produksi adalah melalui pendugaan koefisien yang dikembangkan oleh Clarke, Yoshimoto, dan Polley (1992) atau sering dikenal dengan metode CYP yang diacu dalam Fauzi (2004). Persamaan CYP dalam bentuk matematis dapat ditulis sebagai berikut :
(
1) ( ) ( )
(
2) ( )
ln(
2)
(
1)
2 ln 2 2 ln + + + + − + − + + = t t t t r E E q U r r qK r r U ... 3.23Dengan meregresikan hasil tangkap per unit input (effort) yang dilambangkan dengan U pada periode t+1 dan dengan U pada periode t, serta penjumlahan input pada periode t dan t+1, akan diperoleh koefisien r, q dan K secara terpisah. Selanjutnya setelah disederhanakan persamaan (3.23) dapat diestimasikan dengan OLS melalui :
(
Un+1)
=C1+C2ln( )
Un +C3(
En +En+1)
Ln ... 3.24
Sehingga nilai parameter r, q dan K pada persamaan (3.22) dapat diperoleh melalui persamaan berikut :
r = C2) (1 C2) -2(1 + q = -C3(2+ ... r) 3.25 K = ( ) ( ) q eC12+r / 2r
Dengan mengetahui koefisien ini maka dapat diketahui kondisi optimal pemanfaatan pada setiap kondisi pengelolaan, yaitu :
1. Kondisi MEY (Maximum Economic Yield)
Pengelolaan perikanan pada kondisi MEY juga dikenal dengan rejim pengelolaan Sole Owner. Manfaat ekonomi dari ekstraksi sumberdaya ikan pada kondisi MEY yaitu :
cE E r q pqKE ⎟− ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = 1 π ... 3.26 Menggunakan hasil dari persamaan (3.25) terhadap effort (E) akan menghasilkan :
⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = ∗ pqK c q r E 1 2 ... 3.27 Dengan tingkat panen optimal sebesar :
⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + = ∗ pqK c pqK c rK h 1 1 4 ... 3.28 h X q E ∗= ⋅ ... 3.29 Dengan mensubtitusikan persamaan (3.27) dan persamaan (3.28) ke dalam persamaan (3.26), akan diperoleh manfaat ekonomi yang optimal.
2. Kondisi Maximum Sustainable Yield (MSY)
Manfaat ekonomi dari ekstraksi sumberdaya ikan pada kondisi pengelolaan MSY yaitu :
MSY MSY
p h
c E
π
=
−
... 3.30 Menggunakan hasil dari persamaan (3.25) terhadap effort (E) akan menghasilkan :2 MSY r E q = ... 3.31 Dengan tingkat panen optimal sebesar :
4 MSY
r K
h =
... 3.32 Dengan tingkat biomas optimal sebesar :
2 MSY r x q = ... 3.33
3. Kondisi Open Access (OA)
Manfaat ekonomi dari ekstraksi sumberdaya ikan pada kondisi open
access yaitu:
OA OA
p h c E
π= − ... 3.34 Menggunakan hasil dari persamaan (3.25) terhadap effort (E) akan menghasilkan :
1 OA r c E q pqK ⎛ ⎞ = ⎜ − ⎟ ⎝ ⎠ ... 3.35 Dengan tingkat panen optimal sebesar :
1 OA r c c h p q pqK ⎛ ⎞ ⎛ ⎞ =⎜ ⎟ ⎜ − ⎟ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ ... 3.36 Dengan tingkat biomas optimal sebesar :
OA c x p q = ... 3.37
Menurut Fauzi dan Anna (2005), ada beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam pemodelan bioekonomi Gordon Schaefer :
(1) Menyusun data produksi dan upaya (input dan effort) dalam bentuk series (urut waktu), sedapat mungkin data 15 tahun yang lalu dari data tahun terakhir).
(2) Melakukan standardisasi alat tangkap. Langkah ini diperlukan karena ada variasi atau keragaman dari kekuatan alat tangkap.
(3) Melakukan uji stationery data. Langkah ini khusus diperlukan bagi mereka
yang sudah berpengalaman di bidang pemodelan, karena kompleksitas pengujian tersebut sehingga langkah ini untuk sementara dapat ditunda dulu. (4) Melakukan pendugaan terhadap parameter biologi dengan teknik ordinary
least square (OLS).
(5) Melakukan estimasi parameter ekonomi berupa harga per kg atau per ton dan biaya memanen per trip atau per hari melaut
(6) Melakukan perhitungan nilai optimal berdasarkan formula yang sudah ditetapkan. Langkah ini dapat dilakukan dengan software microsoft excel
maupun MAPLE 10.1 yang memudahkan repetisi (untuk analisis sensitivitas) maupun untuk keperluan membuat grafik.
(7) Melakukan analisis kontras dengan data riil untuk melihat sejauh mana hasil pemodelan dapat diterima sesuai dengan data riil yang ada.
Secara diagramatis, keseluruhan langkah tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3 Langkah-langkah dalam pemodelan bioekonomi Gordon Schaefer diacu dalam Fauzi dan Anna (2004)
3.8 Analisis Kinerja Usaha (Financial Performance Analysis)
Kinerja usaha perikanan tangkap skala kecil atau financial performance analysis dilakukan dengan mencari NPV, RTO, RTL, ROI, dan PP pada dua
wilayah studi yaitu perairan Pantai Pasauran Kabupaten Serang dan perairan Pantai Kabupaten Tegal, sebagai berikut:
(1) NPV (Net Present Value) merupakan selisih antara nilai sekarang dari
penerimaan dengan nilai sekarang dari pengeluaran pada tingkat bunga tertentu, yang dinyatakan dengan rumus:
( )
∑
+− = n t t t t i C B NPV 1 ...3.38 keterangan : t = 1, 2, …, 10;i = interest rate (discount rate);
( )
ti
+
(2) RTO (Return to Owner) yaitu untuk mengetahui net benefit yang diterima oleh pemilik
-RTO = Penerimaan Total Biaya ………..………3.39
(3) RTL (Return to Labour) yaitu untuk mengetahui penerimaan yang
diterima oleh masing-masing ABK pada usaha perikanan
(
Penerimaan Biaya operasional)
RTL ABK ω − =
∑
……….3.40 keterangan : = ω bagi hasil(4) ROI (Return of Investment) yaitu untuk mengetahui tingkat pengembalian investasi dari benefit (pendapatan) yang diterima pemilik
Investasi Benefit
ROI=
………3.41
(5) PP (Payback Period) yaitu untuk mengetahui lamanya pengembalian
investasi dari benefit (pendapatan) yang diterima pemilik
Benefit Investasi PP=
………3.42 Di dalam melaksanakan kegiatan perikanan tangkap dapat disusun analisis kinerja usaha dan Net Present Value (NPV) pada dua wilayah studi yaitu perairan pantai Pasauran Kabupaten Serang dan perairan Pantai Kabupaten Tegal.
Kegiatan perikanan tangkap dianalisis berdasarkan jenis alat tangkap yang digunakan. Jenis alat tangkap di Kabupaten Serang adalah payang bugis dan jaring udang lobster (jaring insang dasar/klitik, bottom gill net/coral reef gill net). Jenis ikan dominan yang tertangkap dengan alat tangkap tersebut adalah layang, kembung, selar, tembang dan udang lobster. Sedangkan alat tangkap yang digunakan di Kabupaten Tegal adalah payang gemplo (payang jabur), bundes dan jaring rampus. Jenis ikan dominan yang tertangkap dengan menggunakan alat tangkap tersebut adalah teri nasi, teri jawa, rebon, peperek, tenggiri, tigawaja, leres/julung-julung, tembang, beloso, kembung, udang dan rajungan. Kinerja usaha dapat dilakukan untuk semua jenis perikanan tangkap di kedua wilayah dan pada setiap jenis alat tangkap.