• Tidak ada hasil yang ditemukan

PETA SOSIAL KOMUNITAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PETA SOSIAL KOMUNITAS"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PETA SOSIAL KOMUNITAS

Pada kegiatan Praktek Lapangan satu yang telah dilaksanakan di Gampong Telaga Tujuh Kecamatan Langsa Timur Pemerintah Kota Langsa, Pengkaji telah melaksanakan pemetaan sosial dan masalah sosial yang dialami oleh masyarakat nelayan diwilayah pesisir, sehingga perlu dicari solusi pemecahan masalahnya. Masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat nelayan adalah masalah kemiskinan, maka perlu adanya suatu peran kelembagaan yang dapat mengayom masyarakat nelayan di wilayah pesisir.

Data Geografis, Demografis dan dan Kondisi Masyarakat

Gampong Telaga Tujuh (Pusong) yang berada di wilayah Kecamatan Langsa Timur Pemeritah Kota Langsa Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, terletak pada 04º24’35,68” - 04º33’47,03” Lintang Utara dan 97º55’16,22” - 98º04’42,16” Bujur Timur. Gampong Telaga Tujuh mempunyai batas wilayah sebagai berikut:

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kuala Langsa.

- Sebelah Utara berbatasan dengan Gampong Langsa Lama.

- Sebelah Timur berbatasan dengan Gampong Manyak Pahed (Kabupaten

Aceh Temiang).

- Sebelah selatan berbatasan dengan Salat Malaka.

Gampong Telaga Tujuh terdiri dari empat Dusun yaitu dusun Damai, Dusun Sentosa, Dusun sejahtera dan Dusun Aman. Gampong Telaga Tujuh ini sering disebut oleh masyarakat Gampong Pusong. Semua Penduduk beragama Islam (100%) dan mayoritas penduduk tergolong suku Aceh. Untuk lebih jelas dapat dilihat Gampong Telaga Tujuh pada Gambar 2.

(2)

Gambar 2. Gampong Telaga Tujuh Kecamatan Langsa Timur Kota Langsa. Gampong Telaga Tujuh Kecamatan Langsa Timur merupakan wilayah beriklim tropis yang memiliki dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan berlangsung antara bulan September sampai dengan Februari sedangkan musim kemarau berkisar antara bulan Maret sampai dengan Agustus. Rata-rata curah hujan tiap Tahun adalah antara 500 mm sampai dengan 504 mm sedangkan suhu rata-rata 28ºC-32ºC. Gampong Telaga Tujuh merupakan Gampong pesisir yang memiliki luas wilayah 600 hektar dengan ketinggian dua meter diatas permukaan air laut. Jarak dan waktu yang ditempuh dapat dilihat pada Tabel 3:

Tabel 3, Jarak dan Waktu Tempuh dari Gampong Telaga Tujuh Ke Ibukota

No Orbitasi Jarak (Km) Waktu tempuh (Jam) 1. 2. 3. Ibukota Kecamatan Ibukota Pemkot Langsa Ibukota Provinsi 22 10 424 1,5 1 12 Sumber data : BPS Kota Langsa di analisis

Alat transportasi yang tersedia di Gampong Telaga Tujuh adalah kapal/boat penumpang yang berukuran 10 GT sampai dengan 30 GT. Transportasi kapal/boat ini, mengangkut penumpang yang akan menuju ke Gampong Telaga Tujuh satiap satu jam sekali keberangkatan, biaya transportasi

(3)

kapal pengangkut penumpang per jiwa Rp. 3.000,- (keberangkatan). Jarak tempuh dari dermaga Kuala Langsa ke Gampong Telaga Tujuh 45 menit. Kapal transportasi Gampong Telaga Tujuh untuk menuju ke Kota Langsa dapat dilihat pada Gambar 3:

Gambar 3. Kapal transportasi ke Gampong Telaga Tujuh Kecamatan Langsa Timur Pemerintah Kota Langsa.

Komposisi Penduduk.

Penduduk Gampong Telaga Tujuh Kecamatan Langsa Timur berjumlah 2.883 jiwa. Tahun 2007, jumlah penduduk laki-laki berjumlah 1.497 jiwa ( 51,93 %), perempuan 1.386 jiwa ( 48,07 %) . Kepala Keluarga berjumlah 583 KK. Komposisi jumlah penduduk berdasarkan usia disajikan pada Tabel 4:

(4)

Tabel. 4 Komposisi Penduduk Gampong Telaga Tujuh Bedasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2007.

Jenis Kelamin No Kelompok Umur Laki-laki

(Jiwa)

Perempuan (Jiwa)

Jumlah (Jiwa) Persentase

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 0 – 4 5 – 9 10 – 14 15 – 19 20 – 24 25 - 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 55 – 59 60 – 64 65 – 69 70 – 74 75 Keatas 139 147 141 142 135 122 118 116 110 102 86 68 40 18 8 5 152 150 152 137 124 112 104 96 86 75 62 52 38 22 16 8 291 297 293 279 259 234 222 212 196 177 148 120 78 40 24 13 10.09 10.30 10.16 9.68 8.98 8.12 7.70 7.35 6.80 6.14 5.13 4.16 2.71 1.39 0.83 0.45 J U M L A H 1.497 1.386 2.883 100

Sumber : Data BPS Kota Langsa 2007.

Apabila disajikan ke dalam bentuk piramida penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin, dapat dilihat pada Gambar 4:

(5)

LK PR 75 + 5 8 70 - 74 8 16 65- 69 PR 18 22 60- 64 40 38 55- 59 68 52 50- 54 86 62 45- 49 102 75 40- 44 110 86 35- 39 116 96 30- 34 118 104 25- 29 122 112 20- 24 135 124 15- 19 142 137 10- 14 142 152 5- 9 146 150 0- 4 139 152 1,497 1386

Gambar 4, Piramida Penduduk berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Gampong Telaga Tujuh 6 8 10 0 10 12 14 16 LK 16 14 12 4 2 2 4 6 8 1:20

Piramida penduduk diatas yang menggambarkan bentuk melebar bagian bawah untuk laki-laki dan perempuan menunjukan kelahiran beberapa Tahun terakhir masih cukup tingggi. Gampong Telaga Tujuh berkepadatan penduduk 481 jiwa per km².

Sehubungan dengan piramida penduduk, tentang perubahan kelahiran dan kematian menurut Peserikatan Bangsa-Bangsa dapat dikatagorikan sebagi berikut :

1. Kelahiran sedang menurun kematian rendah. 2. Kelahiran rendah kematian rendah .

3. Kelahiran tinggi kematian tinggi.

4. Kelahiran tinggi kematian cukup tinggi/sedang menurun.

Menurut Jenis Kelamin piramida penduduk Gampong Telaga Tujuh menunjukkan besarnya penduduk usia 0 - 4 Tahun hampir sama dengan jumlah penduduk usia 5 - 9 Tahun dan 10 - 14 Tahun. Penduduk tampaknya angka pertilitas penduduk Gampong Telaga Tujuh terjadi penurunan dalam 15 Tahun terakhir, usia 0 - 14 Tahun adalah 881 jiwa (30,56%), sedangkan penduduk

(6)

dengan usia kerja/usia produktif 15 – 59 Tahun mencapai 1.847 jiwa (64,07%), dan usia konsuntif 60 Tahun ke atas hanya 155 jiwa (5,38%). Angka rasio beban tanggungan Tahun 2007 diperhitungkan sekitar 56,09%.

Berdasarkan kenyataan ini, kemudian dilakukan verifikasi data Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2007, menyimpulkan bahwa kepala keluarga tergolong katagori miskin di Gampong Telaga Tujuh berjumlah 505 KK (86,62%), dan warga masyarakat yang tergolong katagori sejahtera 78 KK (13,38%). Pertimbangan ini mengingat memang ditemui adanya keluarga nelayan devisit pendapatan, karena dalam usaha menangkap ikan di laut alat tangkap/perahu yang digunakan masih tradisional, dan sebagian nelayan masih ketergantungan kepada pedagang perantara (toke bangku).

Berarti kesimpulannya, permasalahan kemiskinan disini dapat teratasi jika angka fertilitas tidak lebih tinggi dan dapat ditekan dengan program KB ke depan. Dikatakan bawa penduduk dapat keluar dari kemisiknan karena daya dukung sumberdaya alam (SDA) mengcukupi. Sebaliknya jika potensi alam dimanfaakan dengan tidak memperhatikan keseimbangannya, dikhawatirkan permasalahan angka kemiskinan akan lebih tinggi bagi keturunan selanjutnya.

Mata Pencaharian Penduduk

Mata pencaharian Penduduk Gampong Telaga Tujuh pada umumnya menangkap ikan di laut dan hanya sebagian kecil yang berdagang atau menjual jasa transportasi penyeberangan. Komposisi penduduk dan Gampong Telaga Tujuh berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 5:

(7)

Tabel 5, Komposi Penduduk Gampong Telaga Tujuh Menurut Jenis Mata Pencaharian. J u m l a h No Mata Pencaharian Jiwa % 1. 2. 3. 4. 5. Nelayan PNS Pedagang Jasa Transportasi Petani Tambak 1.783 5 152 10 32 89.96 0.25 7.67 0.50 1.61 J u m l a h 1982 100

Sumber : data potensi Gampong Telaga Tujuh Tahun 2007.

Dari 583 KK penduduk Gampong Telaga Tujuh, jika dilihat dari jenis kegiatannya dapat diklasifikasikan dalam lima jenis mata pencaharian tetap yang meliputi; sektor nelayan 1.783 jiwa, PNS 5 Jiwa, pedagangan 152 jiwa, Jasa Transportasi 10 jiwa, dan petani tambak 32 jiwa.

Dari Tabel diatas jelas menerangkan bahwa mata pencaharian sangat dominan penduduk Gampong Telaga Tujuh yaitu ketergantungan pada sektor nelayan, dengan jumlah nelayan sebanyak 1.783 orang ( 90.0%), dan urutan selanjutnya pedagang sebanyak 152 orang (7,7%), sedangkan mata pencaharian sebagai petani tambak sebagian telah mengalihkan propesinya sebagai nelayan. Petani tambak sering mengalami kerugian dalam budidaya udang yang jarang sekali berhasil, disebabkan oleh penyakit udang MBV (Monodon Munacula Virus) yang tidak bisa diatasi.

Kehidupan Rumah Tangga Nelayan

Sebagai Kepala Keluarga bertanggung jawab atas kelangsungan hidup

rumah tangganya, terutama dalam usaha mencari nafkah. Meskipun tidak melaut namun bagi nelayan Gampong Telaga Tujuh selalu disibukkan dengan rutinitas kenelayanan. Kegiatan sehari-hari jika nelayan tidak dapat melaut yaitu memperbaiki kapal, perahu atau menyiapkan peralatan pancing, jaring, sehingga perhatian untuk rumah tangga berkurang. Berkurangnya perhatian nelayan yang

(8)

disibukkan rutinitas tersebut, maka peran utama didalam keluarga nelayan secara dominan dipegang oleh ibu rumah tangga.

Peran yang dijalankan oleh ibu rumah tangga sebagai pendidik anak, diterima dengan iklas oleh istri nelayan. Sesuai dengan penuturan informan, nelayan sadar akan tugas seorang ayah. Meskipun seorang nelayan disibukkan dengan pekerjaan kenelayanan, bukan berarti peran ayah sebagai kepala keluarga tidak dijalankan. Apabila ada masalah yang sulit berhubugan dengan mendidik atau membina anak, istri-istri nelayan selalu meminta pendapat kepada suaminya. Bahkan apabila ada masalah yang dapat berakibat fatal, misal pergaulan muda mudi hal ini langsung ditangani oleh suami.

Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari dikalangan keluarga nelayan, tidak begitu berbeda dengan keluarga bukan nelayan yang berdomisili di wilayah pesisir. Pembagian tugas selalu diterapkan bagi anak-anaknya. Dalam hal tertentu dalam menghadapi permasalahan keluarga, misalnya pernikahan anak, seluruh keluarga dilibatkan dengan memberi peran atau tugas sesuai dengan kemampuan masing-masing. Sebenarnya dalam membina anak, seorang ayah yang mata pencahariannya sebagai nelayan tidaklah membuat dirinya asing bagi keluarga, justru senda gurau sering terdengar dalam keluarga nelayan.

Struktur Komunitas

Masyarakat pesisir memiliki lingkungan budaya yang berbeda dengan masyarakat agraris pedalaman atau masyarakat perkotaan. Sistem nilai budaya yang berkembang dalam masyarakat pesisir terbentuk oleh faktor alam geografis yang berbeda, juga ada yang terbentuk bedasarkan kesepakatan, seperti aturan-aturan khusus yang kemudian menjadi norma-norma sebagai pedoman dalam setiap interaksi antar sesama warganya.

Koentjaningrat dalam ”Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan” (1985), menjelaskan sistem nilai budaya seolah-olah berada diluar dan diatas dari para individu yang menjadi warga masyarakat yang bersangkutan. Para individu sejak kecil telah diresapi dengan nilai-nilai budaya yang ada dalam masyarakat, sehingga konsepsi-konsepsi telah berakar dalam alam jiwa mereka.

(9)

Demikian pula dengan masyarakat Gampong Telaga Tujuh yang dominan hidup melaut atau menjadi nelayan. Meskipun dalam masyarakat Gampong Telaga Tujuh terdapat warganya yang tidak menggantungkan hidupnya atau mata pencahariannya pada sumberdaya laut, namun secara kultural mereka harus tunduk pada sistem sosial budaya Gampong Telaga Tujuh.

Jalinan hubungan sosial dan kerja sama antar sesama warga masyarakat

nelayan Gampong Telaga Tujuh tidak hanya ketika mereka berada di daratan (perkampungan). Jalinan kerjasama itu malah lebih terlihat ketiga nelayan melakukan aktifitas ditengah laut yang saling bekerja sama dengan penuh tanggung jawab. Masing-masing nelayan telah mempunyai tugas sesuai dengan struktur di dalam sebuah kapal ikan, sehingga mereka tidak saling menyalahkan apabila terjadi hal-hal yang mengganggu keselamatan di laut atau didalam pekerjaan.

Dalam struktur didalam kapal penangkapan ikan yang bertanggung jawab dalam hal keselamatan di lautan adalah Pawang Laôt. Pawang Laôt merupakan pemimpin anak buah kapal (ABK) atau dalam bahasa Aceh disebut aneuk bot dalam melakukan penangkapan ikan di lautan. Tanggung jawab lain Pawang

Laôt adalah menyelesaikan setiap perselisihan yang terjadi dengan bantuan Panglima Laôt setempat, jika terjadi kesalah pahaman yang dianggap menyalahi

aturan-aturan kelautan yang telah disepakati diwilayah Gampong tersebut.

Pelapisan sosial ini terjadi karena adanya penilaian terhadap hal-hal tertentu dalam komunitas masyarakat Gampong Telaga Tujoh Kecamatan Langsa Timur. Terdapat warga masyarakat yang di nilai lebih tinggi dari warga lainnya dalam Gampong tersebut. Penilaian tersebut bedasarkan pada kategori; mempunyai kekayaan, kekuasaan, pendidikan yang tinggi, tokoh agama, pemangku pranata adat.

Proses intraksi dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan masyarakat pesisir berlangsung dengan saling menghormati antara lapisan sosial, baik lapisan sosial bawah atau lapisan sosial atas. Tidak pernah terjadi konflik di antara lapisan masyarakat Gampong Telaga Tujuh. Interaksi sosial ini terjalin sangat bagus, sesuai dengan norma-norma agama dan adat istiadat. Sistem pelapisan sosial penduduk Gampong Telaga Tujuh dapat dilihat pada Gambar 5.

(10)

Gambar 5. Piramida Pelapisan Sosial Penduduk Gampong Telaga Tujuh.

Pelapisan sosial di masyarakat GampongTelaga Tujuh yaitu: satu, tokoh

agama, Panglima Laôt, Keuchik7, dan Juragan. Keempat unsur tersebut

menduduki setara pada lapisan atas di masyarakat Gampong Telaga Tujuh. Tokoh agama berpengaruh dalam lingkungan masyarakat Gampong Telaga Tujuh karena sebagai tokoh panutan dalam agama (agama Islam). Panglima

Laôt sebagai mitra kerja Keuchik yaitu sama-sama sebagai pengayom

masyarakat nelayan. Sedangkan Juragan (toke) yaitu pemilik modal atau merupakan pemilik kapal penangkapan ikan yang ukuran 20 GT keatas. Dalam aktifitas penangkapan ikan dilaut banyak masyarakat Gampong Telaga Tujuh bekerja pada kapal ikan milik juragan atau miminjam modal usaha menangkap ikan di laut. Hal ini membuat masyarakat Gampong Telaga Tujuh menghormati juragan tersebut.

Kedua, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan PNS menduduki strata

pada lapisan ketiga yang berperan aktif dalam kemasyarakatan untuk mendukung kegiatan di masyarakat Gampong Telaga Tujuh. Ke tiga tokoh tersebut sangat menghormati setrata lapisan pertama segala kegiatan yang dilaksanakan di Gampong Telaga Tujuh selalu dikonsultasi pada tokoh tersebut.

Ketiga; Pawang Laôt yaitu seorang yang ahli dibidang usaha penangkapan ikan

7

Keuchik artinya Kepala Desa

Tokoh Agama, Panglima Laôt, Keuchik, dan Juragan

Tokoh Masyarakat, Tokoh Pemuda, dan PNS Masyarakat Nelayan (ABK) Pawang Kawe, Pawang Jhareng, Pawang Pukat

(11)

dilaut dan sebagai pemimpin di kapal penangkapan ikan di laut. Hal ini membuat

Pawang Laôt di masyarakat nelayan Gampong Telaga Tujuh menduduki strata

pada pelapisan sosial pada tingkat kedua. Keempat, nelayan atau anak buah kapal ikan di Gampong Telaga Tujuh yaitu sebagai pekerja pada kapal penangkapan ikan dilaut menepati strata lapisan bawah.

Kepemimpinan di Gampong Telaga Tujuh muncul dikalangan mereka yang memiliki harta, mampu membuka jejaring dengan komunitas luar yang sifat membangun, sedang memangku jabatan, dan mempunyai pendidikan yang tinggi (Sekolah/agama).

Masyarakat Gampong Telaga Tujuh sangat demokratis dalam memilih seorang pemimpin. Pemimpin yang dipilih adalah pemimpin yang diharapkan mampu membawa aspirasi masyarakat, tidak KKN dan dapat menyelesaikan hal-hal yang terjadi dalam masyarakat.

Gampong Telaga Tujuh mempunyai Kepala Gampong (Keuchik) yang dipilih oleh masyarakat secara langsung dan demokratis. Kepala Gampong yang dipilih mempunyai peranan yang menyangkut hal-hal administrasi kemasyarakatan, seperti pembuatan KTP, pengurusan izin, administrasi jual beli, dan administrasi pemerintah. Kepala Gampong Telaga Tujuh dalam memimpin masyarakat bekerjasama dengan Panglima Laôt, sehingga tanggung jawab Kepala Gampong dalam memimpin masyarakat tidak begitu berat.

Panglima Laôt dipilih oleh masyarakat pesisir secara langsung dan

demokratis. Peran Panglima Laôt di daerah pesisir sangat besar sesuai dengan Pasal, 6, 4, 2, Perda No. 2 Tahun 1990. Dalam pasal 2 Perda No. 2 Tahun 1990, lembaga Panglima Laôt menjadi lembaga resmi keberadaannya diakui yang oleh Negara.

Kelembagaan dan Organisasi sosial

Secara konseptual kelembagaan sosial adalah tata abtraksi yang lebih tinggi dari kelompok, organisasi dan sistem sosial. Kelembagaan sosial diistilahkan oleh Koentjaraningrat (1985), sebagai pranata sosial yang merupakan suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktiftas-aktifitas untuk memenuhi kebutuhan kompleks-konplek khusus dalam kehidupan masyarakat.

(12)

Organisasi sosial adalah organisasi formal yang fungsi utamanya menyelenggarakan pelayanan kesejahteraan sosial yang ditujukan untuk memecahkan masalah atau memenuhi kebutuhan masyarakat. Organisasi ini berperan sebagai mediator antara kepentingan dan program pemerintah disatu pihak dan kebutuhan masyarakat dilain pihak. (Suharto, 1997).

Organisasi sosial masyarakat dapat terbentuk berdasarkan inisiatif komunitas lokal ataupun terbentuk oleh pihak luar ataupun pemerintah. Organisasi yang muncul dari inisiatif oleh masyarakat lokal adalah organisasi tarikat/pengajian, organisasi remaja mesjid, organisasi arisan. Sedangkan organisasi yang terbentuk dari pihak luar atau pemerintah seperti, Pos yandu, PKK, karang taruna.

Organisasi sosial yang dibentuk oleh Pemerintah banyak yang tidak berjalan atau tidak aktif. Organisasi-organisasi tersebut umumnya hanya aktif bila ada acara pejabat yang berkunjung ke wilayah Gampong Telaga Tujuh. Setelah acara selesai lembaga tersebut menjadi fakum kembali. Organisasi sosial yang aktif adalah organisasi yang dibentuk oleh masyarakat seperti; lembaga tarikat/pengajian. Organisasi ini bagi masyarakat Gampong Telaga Tujuh berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pedoman hidup dunia dan akhirat. Organisasi tarikat/pengajian ini di adakan dimesjid Nurul Huda pada setiap malam Senin dan Jum’at.

Dalam Gampong Telaga Tujuh kelembagaan atau organisasi yang sangat berperan dimasyarakat pesisir adalah kelembagaan Panglima Laôt. Panglima

Laôt merupakan kelembagaan adat dan karena berfungsi sebagai ketua adat

bagi kehidupan nelayan di Gampong Telaga Tujuh, serta unsur penghubung pemerintah dan rakyat (nelayan) di tepi laut guna mengsuseskan program pembangunan perikanan dan program pemerintah lainnya, yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat yang bermukim di pesisir.

Panglima Laôt adalah pemimpin nelayan yang secara hukum adat laut

bertugas mengkoordinasi satu atau lebih wilayah operasional nelayan, dan minimal satu pemukiman nelayan. Dengan demikian tugas dan tanggung jawab

Panglima Laôt di antaranya “ mengawasi dan memelihara pelaksana hukum

adat laut, menyelesaikan berbagai pertikaian sehubungan dengan penangkapan ikan dan menyelenggarakan upacara-upacara adat laut, dan lainnya “ (Djuned,

(13)

2001). Rasa hormat dan kepatuhan nelayan kepada Panglima Laôt, disebabkan kewibawaan Panglima Laôt sebagai pengayom masyarakat nelayan, terlihat pada pengambilan keputusan dalam masalah-masalah yang dialami oleh nelayan. Dalam mengabil keputusan, biasanya tidak hanya pengurus lembaga ini saja, namun seluruh komponen nelayan di ikut sertakan.

Kepemimpin kepala Gampong yang amat bersahaja dan penuh perhatian terhadap warga tampa membedakan latar belakang pekerjaan, menimbulkan rasa persaudaraan antar warga. Begitu juga dengan tokoh masyarakat dan Alim Ulama di Gampong Telaga Tujuh sangat dihormati oleh masyarakat dan di segani. Hal itu dapat dilihat dalam interaksi sehari-hari dengan tokoh tersebut, seperti ketika mengadakan kanduri mereka akan meminta pendapat kepada tokoh-tokoh tersebut.

Jejaring sosial antara tokoh-tokoh dengan warga masyarakat cukup harmonis tidak ada kesenjangan sosial. Tokoh masyarakat yang diakui dikalangan masyarakat Gampong Telaga Tujuh, dalam aktifitas bergaul dengan sesama warga Gampong terjalin akrab. Keakraban timbul atas kesadaran bersama-sama warga, dengan memegang falsafah hidup “ di mana kaki berpijak disitu langit dijunjung’, rupanya falsafah itu berlaku umum di antara warga Gampong. Selain itu yang lebih mengikat jejaring sosial adalah sebagai aqidah sesama ajaran agama yang mayoritas agama Islam. Kepercayaan dan agama yang dianut mengeratkan jejaring sosialnya antara nelayan dan tokoh-tokoh masyarakat setempat.

Panglima Laôt, sebagai pengayom masyarakat nelayan memiliki jejaring

hubungan dengan bebagai pihak guna meningkatkan sumberdaya nelayan. Hubungan tersebut terjalin mulai dari tingkat Kepala Gampong hingga ke Pemerintahan Kota Langsa. Sebagai warga masyarakat Gampong, kedudukan

Panglima Laôt adalah sebagai mitra kerja Kepala Gampong. Seperti dalam

melaksanakan kegiatan Kanduri Laôt (kanduri laut), Panglima Laôt melibatkan seluruh unsur dalam mengambil keputusan yang terdiri dari; Keuchik, Imeum

Meunasah, Unsur nelayan, Tuha Peut, Perangkat Gampong dan Pemerintah

(14)

Gambar 6. Pola Hubungan Jejaring Panglima Laôt Gampong Telaga Tujuh Kecamatan Langsa Timur Pemerintah Kota Langsa.

Sumberdaya Lokal

Berdaya masyarakat Gampong Telaga Tujuh terhadap ekosistemnya adalah alam sebagai sumber penyedia kebutuhan hidup. Pandang ini diwujudkan dalam aktivitas yang masih memanfaatkan sumber alam bagi kebutuhan keluarga seperti pemanfaatan sumberdaya laut.

Adaptasi ekologi adalah sistem yang dianut dan diterapkan dalam hidup yang erat berhubungan dengan pekerjaan sebagai nelayan, termasuk penyesuaian dalam lingkungan hidup pemukiman, baik dalam hal, bagaimana manusia dapat menyesuaikan diri dengan alam sebagai lahan tempat beraktifitas guna kebutuhan hidup, dan bagaimana nelayan menyesuaikan diri dengan tuntutan tradisi/adat yang menjadi pedoman dalam masyarakat nelayan. Hubungan antara masyarakat Gampong Telaga Tujuh dengan ekosistem dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang ada pada lingkungannya. Warga masyarakat tidak sulit dalam mengakses sumberdaya alam yang terdapat dilikungan tersebut. Carryng capacity ekosistem (daya dukung alam yang seimbang), tampak mempu mendukung jumlah penduduk untuk memperoleh penghidupan yang diperlukan. .

Sumberdaya lahan seluas lahan 600 hektar di wilayah pemukiman Gampong Telaga Tujuh terletak di daerah pesisir. Sebagian lahan tersebut

Perangkat Gampong Tuha Peut Imeum Meunasah Panglima Laôt Keuchik Nelayan/masyarakat Pemerintah

(15)

terpisah dengan sungai. Kondisi lahan berpasir, dengan ketinggian dua meter diatas permukaan air laut. Lahan yang ada pada pemukiman penduduk tersebut tidak dimanfaatkan oleh masyarakat, karena penduduk yang bermukim di Gampong Telaga Tujuh pada umumnya bermata pencaharian menangkap ikan di laut. Pekerjaan menangkap ikan di laut telah menjadi budaya penduduk Gampong Telaga Tujuh.

Gambar

Gambar 2. Gampong Telaga Tujuh Kecamatan Langsa Timur Kota Langsa.
Gambar 3.   Kapal transportasi ke  Gampong  Telaga Tujuh Kecamatan Langsa  Timur   Pemerintah Kota Langsa
Gambar 5. Piramida Pelapisan Sosial Penduduk Gampong Telaga Tujuh.
Gambar 6. Pola Hubungan Jejaring Panglima Laôt Gampong Telaga Tujuh  Kecamatan Langsa Timur Pemerintah Kota Langsa

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Manisha Behal tahun 2015 didapatkan hasil bahwa kematian perinatal paling banyak terjadi pada kelompok yang melakukan persalinan

Hasil yang diperoleh dari pengujian hipotesis dengan teknik analisis korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara identitas sosial dengan

Hasil menunjukkan bahwa galur IPB 161-F-6-1-1 merupakan galur terbaik dibandingkan galur-galur lainnya, dan menunjukkan sifat-sifat penting padi tipe baru antara

'en.aga pola makan pasien dengan die rendah kar-ohidra& sera menghindari konsumsi makanan mengandung '* sudah dapa men9egah aau mengurangi

dialami pasien kepada pasien dan keluarganya, memberikan informasi tentang penyebab dan prognosis penyakit yang dialami kepada pasien dan keluarganya dan meminta kerjasama

Permusyawaratan Desa Dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa Di Desa Long Bawan Kecamatan Krayan.Badan Permusyawaratan Desa melakukan pengawasan pengelolaan Alokasi Dana Desa

Air (H2O) sangat penting bagi semua makhluk hidup terutama bagi kehidupan manusia. Beragam aktivitas manusia selalu berhubungan dengan air, seperti mencuci, mandi, dan minum. Dalam

Dan komunikasi antarpribadi dalam keluarga yang terjalin secara terus menerus, maka dapat terlihat bahwa pola komunikasi yang terbentuk adalah pola komunikasi kelengkapan,