• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia mempunyai pola struktur kalimat SPO (Subjek-Predikat-Objek) begitu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia mempunyai pola struktur kalimat SPO (Subjek-Predikat-Objek) begitu"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karakteristik yang berbeda di antara bahasa-bahasa di dunia merupakan objek yang menarik untuk diteliti oleh para linguis. Karakteristik tersebut umumnya berkaitan dengan struktur kalimat, ada tidaknya pemarkah dalam sebuah bahasa, atau kajian terhadap verba dalam sebuah kalimat. Unsur-unsur sebuah bahasa, baik kata, frase, maupun klausa dapat dikaji dari berbagai pendekatan yang ada.

Bahasa Arab adalah bahasa yang memiliki beberapa persamaan dan perbedaan dengan bahasa Indonesia (Rohim, 2013:39). Jika dilihat dari struktur kalimatnya, bahasa Arab dan bahasa Indonesia memiliki persamaan. Bahasa Indonesia mempunyai pola struktur kalimat SPO (Subjek-Predikat-Objek) begitu juga dengan bahasa Arab. Akan tetapi secara tipologi, bahasa Arab berbeda dengan bahasa Indonesia. Bahasa Arab bertipe fleksi, yaitu perubahan bentuk katanya sesuai dengan perbedaan waktu, jenis kelamin, dan jumlah (2013:39). Adapun, bahasa Indonesia bertipe aglutinatif, yaitu bahasa yang pembentukan katanya melalui penambahan pada akar kata.

Seperti halnya bahasa-bahasa lain, verba sebagai predikat dalam bahasa Arab memiliki peranan sangat penting dalam kalimat karena verba merupakan komponen utama pembentuk sebuah klausa. Verba sebagai predikat menentukan jumlah argumen. Selain itu, umumnya beberapa bahasa melekatkan atau

(2)

mengubah bentuk verba untuk mengungkapkan hal-hal, seperti aspek dan kala. Jadi aspek sebuah kalimat dapat diketahui melalui verbanya. Misalnya dalam bahasa Arab verba

برض

/dharaba/ „telah memukul‟,

برضي

/yadhribu/ „sedang memukul‟ sedangkan dalam bahasa Indonesia verba tidak berubah ketika diberi pananda kala, seperti telah memukul atau sedang memukul.

Perbedaan lainnya, yaitu setiap konstituen kalimat dalam bahasa Arab memiliki pemarkah masing-masing, sedangkan bahasa Indonesia tidak memiliki pemarkah. Konstituen subjek dalam bahasa Arab dimarkahi dengan tanda baca

dhammah ( ُ) „u‟, konstituen objek dimarkahi dengan tanda baca fatchah ( ُ) „a‟.

Perbedaan struktur dasar mempengaruhi konstruksi-konstruksi dasar yang lain, baik frasa maupun klausa. Untuk menunjukkan struktur dasar kalimat dan pemarkah bahasa Arab, berikut contoh kalimat dasar (al-Ghula>yaini>, 2007:30)

َحَتَ ف

َسُلَدْنَْلْا ٌقِراَط

/Fatacha Tha>riqun al-Andalusa/ „Thariq membuka kota Andalusia‟ yang digambarkan di bawah ini.

s

V NP NP

Fatacha Tha>riqun (u) al-Andalusa (a) membuka Tha>riq Andalusia

Berkaitan dengan struktur klausa, perbedaan lain antara bahasa Indonesia dan bahasa Arab adalah dalam konstruksi klausa relatif. Klausa relatif bahasa Indonesia bisa dikenali dengan pronomina relatif „yang‟. Misalnya, orang yang berdiri di sana adalah Mira (Dewi, 2013:3), sedangkan klausa relatif bahasa

(3)

Arab tidak selalu terdapat pronomina relatif. Kemunculan pronomina relatif tergantung pada bentuk nomina inti.

Badawi (2004:489) memberikan contoh gambaran klausa relatif bahasa Arab seperti berikut :

1.

ثّدحتي

يذّلا

لجرلا سلج

/Jalasa’r-rajulu’l-ladzi> [yatachaddatsu]/ „Laki-laki yang berbicara itu duduk‟ 2.

ثّدحتي لجر سلج

/Jalasa rajulun yatachaddatsu/ „Laki-laki yang berbicara itu duduk‟

Contoh (1) terdiri dari klausa utama /jalasa’r-rajulu/ „laki-laki itu duduk‟ dan klausa relatif /yatachaddatsu/ „berbicara‟. Selain itu terdapat pronomina relatif /a’l-ladzi>/ „yang‟. Kemunculan pronomina relatif /a’l-ladzi>/ „yang‟ disebabkan oleh nomina inti yang berbentuk definit, yaitu /a’r-rajulu/ „laki-laki‟. Sebuah kata bisa disebut kata definit jika terdapat (

لا

) /alif lam/ yang berfungsi memberikan makna definit pada sebuah kata. Apabila kita perhatikan pada contoh (2), maka terdapat perbedaan dengan contoh (1). Pada contoh (2) tidak terdapat pronomina relatif /a’l-ladzi>/ „yang‟. Hal tersebut disebabkan oleh nomina inti yang berbentuk non-definit, yaitu /rajulun/ ‘laki-laki’. Meskipun kedua contoh di atas adalah klausa relatif akan tetapi perbedaan bentuk dari nomina inti akan berpengaruh dalam konstruksi klausa relatif.

Badawi (2004:506) juga menambahkan klausa relatif dengan pronomina relatif

نم

/man/ dan

ام

/ma>/ sebagai berikut.

(4)

3.

تي

داهش لي عّقوي نم سيل

/Laisa [man yuwaqqi’ li> syaha>dati>]/

„Orang itu bukan yang menandatangani ijazahku‟ 4.

ولهيج ام

ى

لع فّرعتلا

/At-Ta’arrufu ‘ala> [ma> yajhaluhu]/ „Mengenali sesuatu yang tidak dia tahu‟

Pada contoh (3) dan (4) ini, kata /man/ dan /ma>/ adalah pronomina relatif sebagaimana pronomina relatif /a’l-ladzi>/ dan /a’l-lati>/ yang telah disebutkan dalam contoh di atas. Hanya saja /a’l-ladzi>/ dan /a’l-lati>/ lebih spesifik dan terikat oleh jumlah dan gender sedangkan /man/ dan /ma>/ lebih umum dan tidak terikat jumlah dan gender.

Dari beberapa contoh di atas terlihat bahwa bahasa Arab memiliki konstruksi klausa relatif yang beragam dan perelatif yang beragam pula. Cerpen Ali> Ba>ba> karya Ka>mil Ki>la>ni> dan cerpen A’r-Ra>‘i> A’sy-Syujja>‘ karya „Athiyyah Al-Ibra>syi> dipilih sebagai objek penelitian karena di dalam cerpen tersebut terdapat cukup banyak klausa relatif dengan susunan bahasa yang sederhana, sehingga memudahkan untuk memahami klausa relatif bahasa Arab. Penelitian-penelitian yang sudah dilakukan oleh beberapa peneliti lain mempunyai hubungan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan penelitian klausa relatif bahasa Arab dalam cerpen ‘Ali> Ba>ba> karya Ka>mil Ki>la>ni dan cerpen A’r-Ra>‘i> A’sy-Syujja>‘ karya „Athiyyah Al-Ibra>syi> ini. Adapun penelitian-penelitian yang telah dilakukan mengenai klausa relatif adalah sebagai berikut :

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Djumingin (2010) dengan judul Skripsi “Suatu Analisis Transformasi Generatif (The Relative Clause in The

(5)

Gorontalo Language : A Transformation Generative Analysis)”. Penelitian ini membahas mengenai klausa relatif bahasa Gorontalo (BG) dengan teori analisis Generatif Transformatif. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa kaidah struktur frase klausa relatif BG adalah sama dengan klausa relatif BG. Klausa relatif BG diklasifikasikan ke dalam bentuk, yaitu klausa relatif restriktif, klausa relatif nonrestriktif, nomina plus klausa relatif, dan klausa relatif bebas.. Ada dua tipe pemarkah yaitu u dan ta. Perilaku pemarkah klausa relatif BG letaknya selalu mendahului klausanya, bersifat opsional dan dapat muncul berulang-ulang, serta dapat muncul bersama-sama komplemen. Transformasi yang berlaku adalah pemindahan dan pelesapan untuk posisi subjek, pada posisi objek langsung dan objek tak langsung terjadi transformasi berurutan yakni pemindahan frase nomina objek langsung, pergantian frase verba aktif lampau menjadi frase verba pasif lampau, lalu pelesapan frase nomina objek langsung. Posisi oblik bisa langsung direlatifkan dan juga dengan syarat preposisinya diubah dulu menjadi objek tak langsung. Perelatifan posisi pemilik berlaku transformasi pergantian pronomina -tio (-io) 'dia' sehingga secara otomatis pelesapan frase preposisi li atau lo 'oleh' di depan pronomina tersebut.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Setia (2008) dengan judul Artikel “Klausa Kompleks dan Variannya”. Penelitian ini membahas mengenai struktur segmental yaitu metafungsi logis yang diwujudkan dalam klausa kompleks. Klausa yang dihubungkan bersama dengan hubungan semantik/makna logis untuk membentuk rangkaian. Ada dua dimensi dasar yang menjadi pertimbangan dalam mengkaji dan menganalisis klausa kompleks yang berhubungan satu sama lain. Dimensi pertama yang berkaitan dengan kesaling tergantungan atau taksis

(6)

(parataksis dan hipotaksis) dan dimensi kedua berkaitan dengan hubungan semantik/makna logis (elaborasi, ekstensi, ganda, proyeksi ide, dan proyeksi lokusi) dalam bentuk parataksis dan hipotaksis.

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Supriyanto (2007) dengan judul Artikel “Reduksi Klausa Relatif Restriktif Lengkap dalam Bahasa Inggris dan Padanannya dalam Bahasa Indonesia”. Penelitian ini membahas mengenai struktur klausa relatif restriktif lengkap yang dapat direduksi dan bentuk dan kontruksi hasil dari reduksi klausa relatif lengkap. Dari hasil penelitian, menunjukkan bahwa klausa relatif restriktif lengkap yang bisa direduksi, yaitu yang mempunyai konstruksi (1) who/which + be + Noun, (2) Prep + who/which + Subject + Verb, (3) Who/which + Subject + Modal (except can/should), and (4) When/ where/why/ whose+ Subject/Verb.

Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Susilo (2013) dengan judul Skripsi “Klausa Relatif Bahasa Indonesia”. Penelitian ini menekankan pada strategi perelatifan obliteration/gapping pada klausa relatif bahasa Indonesia, kata-kata yang bisa menjadi penanda klausa relatif, dan fungsi gramatikal klausa relatif dalam bahasa Indonesia. Strategi perelatifan obliteration/gapping pada klausa relatif bahasa Indonesia dengan melesapkan nomina yang tedapat pada klausa relatif, kata-kata yang menjadi penanda klausa relatif adalah kata yang dan tempat. Fungsi klausa relatif dalam gramatikal bisa menduduki subjek, objek, dan keterangan.

Kelima penelitian sudah dilakukan oleh Saputra (2003) dengan judul Tesis “Klausa Relatif Bahasa Arab”. Penelitian ini membahas mengenai struktur klausa

(7)

relatif, kedudukan pronomina relatif, dan relator di dalam klausa relatif. Saputra menyebutkan bahwa struktur klausa relatif dikelompokkan menjadi enam kelompok, yaitu sebagai berikut :

1. Struktur frase nomina dan frase verba (FN + FV)

ّيلع تفطع تيّلا ةديحولا ةلفطلا تنأ كّنإ

/Innaki anti a’th-thiflatul-wachi>datu’l-lati> „athafat „alayya/ „Kamulah satu-satunya anak yang baik kepada saya‟

2. Struktur frase verba dan frase nomina (FV + FN)

ينسح هاط وبتك يذّلا باتكلا ذاتسلْا أرق

/Qara„a’l-Usta>dzul-kita>ba’l-ladzi> katabahu Tha>ha Chusain/ „Profesor itu telah membaca buku yang ditulis oleh Thaha Husain‟ 3. Struktur frase nomina dan frase adjektiva (FN + FAdj)

ةايلحا نم نثمأ وى ام لي تمّدق دقل

/Laqad qaddamti li> ma> huwa atsmanu minal-chaya>h/

„Kamu telah memberikan kehidupan yang lebih berharga kepadaku‟ 4. Struktur frase nomina dan frase preposisi (FN + FPre)

ويف وى امم وصلتخو

/Wa tukhallishuhu mimma> huwa fi>hi/

„Dia membebaskannya dari derita yang dialaminya/ 5. Struktur frase preposisi dan frase nomina (FPre + FN)

ذ ويف اباتك مكيلإ انلزنأ دقل

رك

مك

/Laqad anzalna> ilaikum kita>ban fi>hi dzikrukum/

„Telah kami turunkan kepadamu sebuah kitab yang di dalamnya kemuliaanmu‟ 6. Struktur frase preposisi (FPre)

ناف اهيلع نم ّلك

/Kullu man „alaiha> fa>nin/

(8)

Pada kalimat (1), klausa relatif /„athafat „alayya/ „dia baik kepada saya‟ mempunyai struktur FN + FV. FN /hiya/ ‘dia’ dan FV /„athafat „alayya/ „baik kepadaku‟. Pada kalimat (2), klausa relatif /katabahu Tha>ha Chusain/ „buku yang ditulis oleh Thaha Husein‟ mempunyai struktur FV + FN. FV /katabahu/ „ditulis‟ dan FN /Tha>ha Chusain/. Pada kalimat (3), klausa relatif /huwa atsmanu minal-chaya>h/ „dia lebih berharga daripada kehidupan‟ mempunyai struktur FN + FAdj. FN /huwa/ „dia‟ dan FAdj /atsmanu/ „lebih berharga‟. Pada kalimat (4), klausa relatif /huwa fi>hi/ „dia di dalamnya‟ mempunyai struktur FN + FPre. FN /huwa/ „dia‟ dan FPre /fi>hi/ „di dalamnya‟. Pada kalimat (5), klausa relatif /fi>>hi dzikrukum/ „di dalamnya kemuliannmu‟ mempunyai struktur FPre /fi>hi/ „di dalamnya‟ dan FN /dzikrukum/ „kemuliaanmu‟. Pada Kalimat (6), klausa relatif /„alaiha> fa>nin/ „di atasnya binasa‟ mempunyai struktur FPre. FPre /„alaiha/ „di atasnya‟.

Seperti contoh-contoh di atas, kedudukan pronomina relatif tidak masuk dalam klausa relatif dan relator harus ada dalam klausa relatif kecuali dalam kondisi tertentu saja relator dilesapkan. Jadi, penelitian Saputra ini fokus pada struktur dan hal-hal yang berkaitan dengan klausa relatif. Penelitian ini menjadi acuan untuk mengembangkan penelitian klausa relatif bahasa Arab ini yang menekankan pada unsur gramatikal yang bisa diikuti oleh klausa relatif, strategi yang digunakan dalam pembentukan klausa relatif dan relasi gramatikal yang diperoleh dari nomina inti di dalam klausa relatif. Jika penelitian Saputra di atas menggunakan pendekatan tata bahasa transformasi, maka penelitian klausa relatif bahasa Arab dalam cerpen ‘Ali> Ba>ba> karya Ka>mil Ki>la>ni dan cerpen A’r-Ra>‘i> A’sy-Syujja>‘ karya „Athiyyah Al-Ibra>syi> ini menggunakan teori tipologi yang

(9)

dikemukakan oleh Comrie. Pemilihan teori ini untuk mengidentifikasi strategi yang digunakan dalam klausa relatif bahasa Arab, dan relasi gramatikal dari nomina inti dalam klausa relatif bahasa Arab.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut.

1. Unsur gramatikal apa saja yang dapat diikuti klausa relatif dalam cerpen Ali> Ba>ba> dan cerpen A’r-Ra>‘i> A’sy-Syujja>‘?

2. Strategi apa saja yang digunakan dalam pembentukan klausa relatif bahasa Arab dalam cerpen ‘Ali> Ba>ba> dan cerpen A’r-Ra>‘i> A’sy-Syujja>‘?

3. Bagaimanakah relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti dari klausa relatif bahasa Arab dalam cerpen „Ali> Ba>ba> dan cerpen A’r-Ra>‘i> A’sy-Syujja>‘?

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, dapat diketahui bahwa tujuan penelitian ini sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan unsur gramatikal yang dapat diikuti klausa relatif dalam cerpen ‘Ali> Ba>ba> dan cerpen A’r-Ra>‘i> A’sy-Syujja>‘.

2. Mendeskripsikan strategi yang digunakan dalam pembentukan klausa relatif bahasa Arab dalam cerpen ‘Ali> Ba>ba> dan cerpen A’r-Ra>‘i> A’sy-Syujja>‘.

(10)

3. Mendeskripsikan relasi gramatikal yang diperoleh nomina inti dari klausa relatif bahasa Arab dalam cerpen ‘Ali> Ba>ba> dan cerpen A’r-Ra>‘i> A’sy-Syujja>‘.

D. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah merupakan aspek yang penting di dalam suatu penelitian. Pembatasan masalah dilakukan untuk mencegah meluasnya topik bahasan dalam suatu penelitian. Apabila dalam suatu penelitian tidak ditemukan adanya pembatasan masalah maka di dalam penelitian tersebut akan ditemukan bahasan yang sangat luas dan tidak terfokus pada satu hal.

Mengingat pembahasan mengenai klausa relatif ini bisa sangat luas, maka penelitian ini membatasi permasalahan dalam hal :

1. Unsur- unsur gramatikal yang dapat diikuti oleh klausa relatif 2. Strategi yang digunakan dalam klausa relatif bahasa Arab.

3. Kedudukan nomina inti dan relasinya di dalam klausa relatif bahasa Arab.

E. Landasan Teori

Dalam subbab teori ini diuraikan mengenai (1) sintaksis, (2) klausa relatif, (3) klausa relatif restriktif, (4) klausa relatif non-restriktif, (5) pronomina relatif, (6) relator, (7) strategi perelatifan, dan (8) teori tipologi.

1. Sintaksis

Istilah sintaksis secara langsung terambil dari bahasa Belanda syntaxis. Dalam bahasa inggris digunakan istilah syntax. Sintaksis adalah bagian atau

(11)

cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase (Ramlan, 1996:18).

Al-Khuli (1982:279) mengatakan sintaksis adalah

اهنيب ةيوحنلا تاقلاعلاو ةلملجا لخاد تلايملجاو تارابعلاو تاملكلا بيترت ماكحأ ةسارد

".

/Dira>satu achka>mi tarti>bil-kalima>ti wal-„iba>ra>ti wal-jumaila>ti da>khilal-jumlati wal-„ala>qa>ti’n-nachwiyyati bainaha>/

„Sintaksis adalah ilmu yang mengkaji kaidah susunan kata, ujaran, dan klausa yang masuk ke dalam kalimat serta hubungannya secara sintaksis‟. Dari batasan-batasan yang diberikan oleh para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa sintaksis adalah ilmu yang membicarakan tentang tata bahasa atau gramatikal. Pemahaman tentang sintaksis itu penting mengingat penelitian ini mengkaji tentang klausa relatif yang termasuk bagian dari sintakis.

a. Frasa

Frasa adalah kelompok kata yang merupakan bagian fungsional dari tuturan yang lebih panjang (Verhaar, 2004:291). Menurut Ramlan (1996:151) frasa adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa, maksudnya frasa itu selalu terdapat dalam satu fungsi unsur klausa, yaitu S, P, O, PEL, atau KET.

b. Klausa

Klausa adalah satuan gramatik yang terdiri dari Predikat (P), baik disertai Subjek (S), Objek (O), Pelengkap (Pel), dan Keterangan (Ket) ataupun tidak, maksudnya dalam klausa tidak harus menghendaki adanya S, O, Pel, dan Ket. (Ramlan, 1981:62 dalam Pateda, 1990:88). Menurut pendapat Chaer (2009:41) klausa adalah satuan sintaksis yang berada di atas satuan frase dan di bawah satuan kalimat, berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif. Dari pendapat

(12)

Chaer di atas, artinya di dalam konstruksi itu ada komponen berupa kata atau frase yang berfungsi sebagai predikat dan yang lain berfungsi sebagai subjek, sebagai objek, dan sebagainya. Keberadaan fungsi predikat di dalam klausa itu wajib ada, sedangkan fungsi lainnya seperti fungsi subjek, fungsi objek, fungsi pelengkap, dan fungsi keterangan tidak wajib ada.

Al-Khuli (1982:42) menyatakan bahwa /jumailah/ adalah susunan kebahasaan yang menyerupai kalimat dalam hal unsur-unsurnya. Susunan kebahasaan tersebut membentuk bagian dari kalimat. /Jumailah/ dapat berupa /jumailah ta>bi„ah/ „klausa sematan‟ dan /jumailah ra‘i>siyyah/ „klausa inti‟. /Jumailah ta>bi„ah/ „klausa sematan‟ adalah klausa yang berperan sebagai sesuatu yang berada di dalam /jumailah ra‘i>siyyah „klausa inti‟. /Jumailah ta>bi„ah/ „klausa sematan‟ tersebut bisa menduduki fungsi /na„at/ „adjektif‟, /ism/ „kata benda‟, dan /zharaf/ „keterangan‟.

Alwi, dkk (2003:313) mengungkapkan bahwa setiap konstruksi sintaksis yang terdiri atas unsur subjek dan predikat (tanpa memperhatikan intonasi atau tanda baca akhir) adalah klausa. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai pembeda antara klausa dengan kalimat karena sebagaimana diatur dalam ejaan, penulisan kalimat selalu diawali dengan huruf besar dan diakhiri dengan tanda titik, tanya, atau seru. Pemakaian tanda baca ini tergantung pada jenis kalimat tersebut. Kalimat berita diakhiri dengan tanda titik, kalimat tanya diakhiri dengan tanda tanya, dan kalimat seru diakhiri dengan tanda seru.

Sama halnya dengan kalimat, klausa juga mempunyai unsur-unsur fungsional, kategorial, dan peran. Unsur fungsional adalah unsur-unsur fungsi yang terdapat di dalam klausa seperti subjek predikat, objek, pelengkap, dan

(13)

keterangan (Ida, 2010:12). Asrori (2004:77) menyebutkan struktur intern klausa dalam bahasa Arab setidaknya ada dua unsur, yaitu /musnad ilaih/ (MI) atau subjek (S) dan /musnad/ (M) atau predikat (P). Meskipun MI atau S merupakan unsur inti klausa, dia sering tidak dimunculkan sebagai akibat dari penggabungan klausa, atau berada dalam kalimat jawaban, ataupun dalam klausa –khususnya klausa bahasa Arab- yang fungtor MI/S-nya dapat diindikasikan secara spesifik oleh morfem yang ada pada P/M. Klausa yang memiliki fungtor S dan P atau MI dan M disebut klausa lengkap, sedangkan yang tidak memiliki fungtor S/MI disebut klausa tidak lengkap. Kedua klausa ini dapat dijelaskan pada contoh di bawah ini.

a.

ًةَيِلاَخ

ًةَيْر

َ ق

ْتَناَك َو ٌةّيِرْصَع

ٌةَنْ يِدَم َن ْلْا ُةَّكَم

/Makkatul-a>na madi>natun„ashriyyatun wa ka>nat qaryatan kha>liyatan/ „Sekarang Makkah adalah kota yang maju, dahulu adalah desa yang sepi‟

b.

َقْوُّسلا َنْوُلُخْدَي َو ُراَّجُّتلا ُرُضَْيَ

/Yachdhuru’t-tujja>ru wa yadkhulu>na’s-su>qa/ „Para pedagang datang dan memasuki pasar‟

Dua kalimat di atas, masing-masing terdapat dua klausa. Kalimat (a) mengandung klausa /Makkatul-a>na madi>natun „ashriyyatun/ „sekarang Makkah adalah kota yang maju‟ dan klausa /ka>nat qaryatan kha>liyatan/ „dahulu adalah desa yang sepi‟. Kalimat (b) mengandung klausa /yachdluru’t-tujja>ru/ „para pedagang datang‟ dan klausa /yadkhulu>na’s-su>qa/ „memasuki pasar‟. Klausa /Makkatul-a>na madi>natun „ashriyyatun/ terdiri atas S/MI yaitu /makkatu/ dan P/M yaitu /madi>natun „ashriyyatun/demikian halnya klausa /yachdluru’t-tujja>ru/

(14)

terdiri atas S/MI yaitu

/a’t-tujja>ru/ dan P/M yaitu /yachdluru/ Kedua klausa ini merupakan klausa lengkap

.

Adapun klausa

ًةَيِلاَخ

ًةَيْر

َ ق

ْتَناَك

dan

َقْوُّسلا َنْوُلُخْدَي

secara eksplisit berunsur P/M saja dan tidak secara eksplisit berunsur S/MI. Demi efektifitas, pada klausa terakhir ini tidak dimunculkan S/MI, karena S/MI pada klausa tersebut hakikatnya sama dengan S/MI pada klausa sebelumnya. Dalam hal ini cukup ditempelkan pemarkah S/MI pada P/M, yaitu

ت

pada

ْتَناَك

dan

نو

pada

َنْوُلُخْدَي .

Klausa yang secara tidak eksplisit memunculkan S/MI ini disebut klausa tidak lengkap.

Dikaji dari tipe predikatnya, jenis klausa dapat dibedakan menjadi, yaitu klausa verbal transitif /fi„l muta„adi/ dan klausa verbal intransitif /fi„l lazim/ (al-Ghula>yaini>, 2007:30).

a). Klausa verbal transitif /fi„l muta„adi/

/Fi„l muta„adi/ adalah kata kerja yang membutuhkan /maf’u>l bih/ „objek‟. (al-Ghula>yaini>, 2007:30).

َسُلُدْنَْلْا ٌقِراَط َحَتَ ف

O S P

/Fatacha Tha>riqun al-Andalusa/ membuka Thariq Andalusia „Thariq membuka kota Andalusia‟ b). Klausa verbal intransitif /fi„l la>zim/.

/Fi„l la>zim/ adalah kata kerja yang tidak membutuhkan /maf’u>l bih/ „objek‟ (al-Ghula>yaini>, 2007:39)

(15)

ٌدْيِعَس َبَىَذ

S P

Dzahaba Sa„i>dun pergi Sa‟id „Sa‟id (telah) pergi‟

Hasan (2008:151) menyebut /fi„l la>zim/sebagai /fi„l/ „kata kerja‟ yang tidak me-nashab-kan /maf’u>l bih/ „objek‟ dengan kata kerja itu sendiri, akan tetapi me-nashab-kan dengan bantuan huruf /jar/. /Fi„l/ „kata kerja‟ ini disebut dengan /muta‘adi lighairihi/. Seperti contoh di bawah ini.

إ

اذ

هتنا ولام في قحمأ فرسأ

ى

لىإ هرمأ

رقفلا

/Idza> asrafa achmaqu fi> ma>lihi intaha> amruhu> ilal-faqri/

‘Jika si tamak berlebih-lebihan terhadap hartanya, maka perkaranya habis pada kefakiran’

Kata kerja /asrafa/ „berlebih-lebihan‟ dan /intaha>/ „habis‟ me-nashab-kan /maf’u>l bih/ (objek) menggunakan bantuan huruf /jar/ atau preposisi /fi>/ dan /ila>/. Meskipun secara formal /maf’u>l bih/ yaitu /fi> ma>lihi/ ‘hartanya‟ dan /ilal-faqri/ „kefakiran‟ tersebut berupa /jar majru>r/ „frasa preposisi‟ yang menunjukkan keterangan akan tetapi secara makna menjadi /maf’ul bih/ „objek‟ dari /fi„l/ „kata kerja‟ yang terletak sebelumnya. Sehingga kata /ma>lihi/ „hartanya‟ dan /al-faqri/ „kefakiran‟ adalah objek langsung dari /fi„l/ „kata kerja‟ /asrafa/ „berlebih-lebihan‟ dan /intaha>/ „habis‟.

(16)

2. Klausa Relatif

Lapoliwa (1990:47) dalam tulisannya membahas klausa pewatasan dalam bahasa Indonesia. Jika dilihat dari contohnya, klausa pewatasan merupakan nama lain dari klausa relatif. Klausa pewatasan adalah klausa subordinatif yang kehadirannya berfungsi mewatasi atau mempertegas makna kata atau frasa yang diikutinya. Menurut Samsuri (1985:302) klausa relatif adalah kalimat dasar yang menjadi kalimat pemadu dalam kalimat rumit yang subjeknya berubah menjadi partikel yang.

Dhaif (2003:261) membahas klausa relatif dalam subbab /jumlatu a’sh- shilah/, yaitu kalimat yang di dalamnya terdapat /ism maushu>l/ yang diikuti oleh kalimat yang terikat dengan kata atau frasa sebelumnya. Dhaif juga menyebutkan bahwa termasuk pula dalam /ism maushu>l/ adalah

ام

/ma>/ dan

نم

/man/. /ma>/ digunakan untuk benda yang tidak berakal dan /man/ digunakan untuk benda yang berakal.

a.

ْمُكْيَلَع

ُتْمَعْ نَأ ِتَِّلا َِتيَمْعِن اْوُرُكْذُا

/Udzkuru> ni„matiya’l-lati> an„amtu „alaikum/

„Ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku berikan kepada kalian‟

b.

ٌرْ يِصَب َنْوُلَمْعَ ت اَِبِ َللها َّنِإ

/Inna’l-Laha bima> ta„malu>na bashi>run/

„Sesungguhnya Allah mengetahui segala sesuatu yang kamu kerjakan‟

c.

ِسْمَْلْاِب ُهاَنْ يَقَل ْنَم َءاَج

/Ja>’a man laqaina>hu bil-amsi/

(17)

Contoh (a) sampai (c) di atas dapat dianalisis sebagai berikut. Pada kalimat (a), /udzkuru>/ adalah /fi„l/ dan /fa>„il/ yang menduduki fungsi subjek dan predikat; /ni„matiya/ adalah /maf’ul bih/ yang menduduki fungsi objek; /a’l-lati>/ adalah /ism maushu>l/ „pronominal relatif‟ feminim tunggal yang menyifati /ni„matiya/; dan /an„amtu „alaikum/ adalah klausa relatif. Pada kalimat (b), /ma/> adalah /ism maushu>l/ „pronomina relatif‟ yang digunakan untuk benda yang tidak berakal; /ta„malu>na/ adalah klausa relatif. Pada kalimat (c), /man/ adalah /ism maushu>l/ „pronomina relatif‟, digunakan untuk benda yang berakal kedudukannya sebagai /fa>„il/ (subjek) dari /fi„l/ „kata kerja‟ /ja>‘a/; dan /laqaina>hu bil amsi/ adalah klausa relatif.

Badawi (2004:489) menyatakan bahwa dalam analisis bahasa Arab tradisional, klausa adjektiva/sifat dan kata benda non-definit diklasifikasikan sama, yaitu sebagai kata sifat. Keduanya dalam bahasa Arab disebut dengan /shifah/ „kata sifat‟. Klausa yang menyifati dengan kata benda definit diperlakukan sebagai adjunct „ajung/pelengkap‟ dan disebut dengan istilah /shilah/. Keduanya adalah klausa adjektiva/sifat atau yang lebih dikenal dengan sebutan klausa relatif.

Badawi (2004:490) menyatakan bahwa ciri yang menentukan perilaku sintaktik dari kedua klausa relatif tersebut sebagai kata sifat adalah ketidakdefinitan, yang menggabungkan dengan asyndetic untuk menghasilkan struktur sebagai berikut :

(18)

a). Nomina hulu definit + klausa syndetic = klausa relatif

ثّدحتي يذّلا لجرلا سلج

/Jalasa’r-rajulu’l-ladzi> yatachaddatsu/ „Laki-laki yang berbicara itu duduk‟

b). Nomina hulu definit + klausa asyndetic = keterangan keadaan atau cara

ثّدحتي لجرلا سلج

/Jalasa’r-rajulu yatachaddatsu/

„Laki-laki itu duduk sambil berbicara‟

c). Nomina hulu non-definit + klausa asyndetic = struktur relatif atau keterangan keadaan atau cara.

ثّدحتي لجر سلج

/Jalasa rajulun yatachaddatsu/

„Laki-laki yang berbicara itu duduk‟ atau „Laki-laki itu duduk sambil berbicara‟ akan tetapi lebih umum diartikan sebagai „laki-laki yang berbicara itu duduk‟. Sebab verba /yatachaddatsu/ „berbicara‟ menjadi sifat dari kata /rajulun/ „laki-laki.

d). Kategori keempat yaitu nomina hulu non-definit + klausa syndetic, tidak termasuk dari struktur di atas (struktur relatif atau keterangan keadaan atau cara).

ثّدحتي يذّلا لجر سلج

/Jalasa rajulu’l-ladzi> yatachaddatsu/

„Laki-laki, seseorang yang berbicara, itu duduk‟

Kalimat (a) sampai (d) di atas, yang termasuk klausa relatif adalah kalimat (a), (b), dan (c). Kalimat (a) terdiri dari nomina hulu definit /a’r-rajulu/ „laki-laki‟ diikuti dengan klausa syndetic yaitu /a’l-ladzi>/ „yang‟ dan kata yang terletak

(19)

setelah /a’l-ladzi>/ „yang‟ adalah berfungsi sebagai pelengkap. Kalimat (b) terdiri dari nomina inti non-definit /rajulun/ „laki-laki‟ diikuti dengan klausa asyndetic yaitu tanpa ada kata /a’l-ladzi>/ „yang‟ dan kata yang terletak setelah nomina hulu adalah berfungsi sebagai pelengkap. Untuk kalimat (c) yang terdiri dari nomina hulu definit /a’r-rajulu/ „laki-laki‟ diikuti dengan klausa asyndetic yaitu tanpa kata /a’l-ladzi>/ „yang‟ dan kata yang terletak setelah nomina hulu berfungsi sebagai keterangan keadaan. Sedangkan untuk kalimat (d) tidak masuk dalam kedua tipe struktur di atas (struktur relatif atau keterangan keadaan atau cara).

Berdasarkan nomina inti, klausa relatif dikelompokkan menjadi empat jenis. Nomina inti adalah nomina atau frasa nominal yang diwatasi oleh klausa relatif (Lapoliwa, 1990:49). Sementara itu, Verhaar (2004:328) menyatakan bahwa nomina inti dengan klausa relatif sebagai atribut adalah anteseden dari klausa relatif. Pengelompokan klausa relatif menjadi empat jenis tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Badawi.

Badawi (2004:494) mengelompokkannya menjadi empat, yaitu (1) relative clause with definite heads (klausa relatif dengan nomina inti definit), (2) relative clause with indefinite heads (klausa relatif dengan nomina inti non-indefinit), dan (3) nominal relative clauses (klausa relatif nomina), dan (4) the indefinite pronouns (klausa relatif dengan kata ganti non-definit).

Pertama, klausa relatif dengan nomina hulu definit menggunakan kata relatif (noun relative), yaitu

َنْيِذَّلا ,

ِْتي

َّلا ,

ْي

ِذ

َّلا

تيّلا ةيربكلا ةرايسلا

اهلمتح

a

.

/A’s-sayya>ratu l-kabi>ratu’l-lati> tachmiluha>/ „Mobil besar yang kamu bawa‟

(20)

يذّلا لجرلا

فأ

ولاوقأ قبست ولاع

b

.

/A’r-rajulu’l-ladzi> af’a>luhu tasbiqu aqwa>luhu>/

„Laki-laki yang perbuatannya mendahului perkataannya‟

ّلا لافطلْا ءلاؤى

مهتلوفط في نوناعي نيذ

c.

/Ha>ula>il-athfa>lu’l-ladzi>na yu’a>nu>na fi> thufu>latihim/

„Mereka adalah anak-anak yang menderita di masa anak-anaknya‟

Kedua, klausa relatif dengan nomina hulu non-definit yang tidak menggunakan kata relatif (noun relative).

ول يرظن لا ردق

a.

/Qadrun la> nazhi>ra lahu/ „Jumlah yang tidak sama‟

تمّدق ثيداحأ ةدام

b

.

/Ma>ddatu acha>di>tsa quddimat/

„Materi kuliah yang telah dipresentasikan‟ 27

ةىافش اهنع بيجأ لااؤس

c

.

/Itsna>ni wa sab„u>na su’a>lan uji>ba „anha> syafa>hatan/ ‟Tujuh puluh dua pertanyaan yang dijawab secara lisan‟

Ketiga, klausa relatif nomina. Klausa relatif nomina ini adalah klausa relatif yang tanpa nomina inti. Artinya, klausa relatif ini tidak terdapat nomina inti dan pronomina relatif menggantikan posisi nomina inti. Pronomina relatif tersebut memiliki kedudukan atau fungsi gramatikal di dalam klausa relatif. Klausa relatif ini terjadi dalam semua fungsi kata (subjek/topik, predikat/komen, objek langsung, setelah kata depan, dan setelah kata tanya). Sebagai catatan bahwa struktur klausa relatif tetap ada, sama seperti contoh-contoh di atas. Keberadaan relator (pronomina yang kembali kepada nomina inti) tetap harus ada.

(21)

a. Subjek/topik

ّلاذ

ي

أ نأ ديرأ

ولوق

/A’l-ladzi> uri>du an aqu>lahu/ „Yang aku ingin katakan (adalah)‟

ّلا ّنأ ظحلا

تِ

ءادوسلا داّدلحا سبلام يدترت لا وتثدح

/La>chazha anna’l-lati> chadatsathu la> tartadi> mala>bisal-hadda>di’s-sauda>i/ „Dia (laki-laki) memperhatikan bahwa orang yang berbicara kepadanya tidak memakai baju hitam perkabungan‟

b. Predikat/komen.

ذّلا كلذ

ي

شيعتل داكلاب اهيفكي

/Dzalika’l-ladzi> yakfi>ha> bil-ka>di li-ta’i>sya/

„Itu adalah yang mencukupinya dengan layak untuk dia hidup‟

c. Objek Langsung.

ّلا تنعل

ذ

ي

راّيسلا هاطعأ

ة

/La’anat a’l-ladzi> a„tha>hu’s-sayya>rata/ „Dia mencela yang telah memberinya mobil‟ d. Setelah Preposisi.

ّلا نم باوثلا

ذ

ي

انرطف

/A’ts-tsawa>bu mina’l-ladzi> fatharana>/ „Hadiah dari yang menciptakan kita‟ e. Setalah kata interogatif.

ّلا نيأ

ذ

ى

ةمهبلما تاراشلإا يى ام مهفي

/Aina’l-ladzi> yafhamu ma> hiyal-isya>ratul-mubhamatu/

„Di mana orang yang memahami apa itu tanda-tanda yang tidak jelas ?‟ Keempat, klausa relatif dengan kata ganti tidak tentu (noun relative) berupa

نم

/man/ dan

ام

/ma>/

(22)

a.

وتفص كلذ ناك نم عيجم

/Jami>„u man ka>na dza>lika shifatuhu/ „Seluruh orang yang memiliki sifat‟ b.

تيداهش لي عّقوي نم سيل

/Laisa man yuwaqqi’u li> syaha>dati>/

„Tidak ada orang yang menanda tangani ijazahku‟ 3. Klausa Relatif Restriktif

Comrie (1989:131) memberikan contoh klausa relatif restriktif dalam bahasa Inggris, the man that I saw yesterday left this morning. Klausa relatif that I saw yesterday left this morning membatasi referen untuk kata the man dan menunjukkan secara khusus pria mana yang sedang dibicarakan dalam kalimat.

Dalam bahasa Arab, klausa relatif restriktif dan klausa relatif non restriktif secara formal sulit untuk dibedakan. Menurut Badawi (2004:490) klausa relatif restriktif dan klausa relatif non-restriktif dibedakan secara semantik bukan dari refleksi struktural.

4. Klausa Relatif Non-Restriktif

Comrie (1989:132) memberikan contoh klausa relatif non-restriktif dalam bahasa Inggris, yaitu Fred who had arrived yesterday, left this morning. Klausa relatif dalam kalimat tersebut, yaitu who had arrived yesterday „yang tiba kemarin‟ memberikan informasi tentang sesuatu yang teridentifikasi, yaitu Fred.

Badawi (2004:503) memberikan contoh dalam bahasa Arab sebagai berikut.

فقو

ذّلا لئاسرلا ليجست كاّبش مامأ ت

ي

دعب حتفي لم

/Waqaftu ama>ma syubba>kin tasji>li’r-rasa>i’l-ladzi> lam yuftach ba’d/

„Aku telah berdiri di depan jendela mendaftarkan karya ilmiah, yang belum dibuka‟

(23)

Klausa relatif /lam yuftach ba„d/ „belum dibuka‟ memberikan informasi tentang sesuatu yang sudah teridentifikasi secara makna, yaitu /syubba>k/ „jendela‟ meskipun secara bentuknya termasuk sesuatu yang masih umum.

5. Pronomina Relatif

Ba‟albaki (1990:214) menyebut pronomina relatif dengan ism maushu>l.

لىإ لييَ يرمض وأ مسا وى لوصوم مس

ةيعابتلإا ةرابعلا رّدصتي و ةلملجا في ةقباس ةملك

".

/Ism maushu>l huwa ismun au dhami>run yuchi>lu ila kalimatin sa>biqatin fi’l- jumlati wa yatashaddarul-„iba>ratal-ittiba>’iyyah/

“Ism maushu>l adalah ism (kata) atau dhami>r (kata ganti) yang merujuk kepada kata yang terletak sebelumnya di dalam sebuah kalimat dan merupakan dari klausa sematan”

Al-Ghula>yaini> (2007:100) dalam bukunya Jami’ud-Duru>si’l-‘Arabiyyah membahas mengenai /ism maushu>l/ „pronomina relatif‟. Dia mengelompokkan pronomina relatif /ism maushu>l/ menjadi dua, yaitu /ism maushu>l kha>s/ (pronomina relatif khusus) dan /ism maushu>l musytarak/ (pronomina relatif umum). Pronomina relatif khusus adalah pronomina relatif yang memiliki bentuk yang sesuai dengan jenis frase nomina inti untuk laki-laki /mudzakkar/ atau frase nomina inti perempuan /muannats/ sesuai dengan jumlah frasa nomina inti tunggal, dua, atau jamak, dan sesuai dengan keadaan kasus frasa nomina inti nominatif /rafa’/, akusatif /nashb/, dan genitif /jar/. Pronomina relatif khusus ini antara lain adalah

ِْتي

َّلالا

,

َن

ِذ ْي

َّلا

,ِْينَ تَّلا

,

ِنا

َت

َّلا ,َنْيِذَّلا

,نا

َذ

َّلا ,

ِتي

َّلا ,ي

ِذ

َّلا

. Untuk /ism maushul musytarak/ (pronomina relatif umum) adalah pronomina relatif yang memiliki satu bentuk yang bisa digunakan oleh semua, baik itu frase nomina inti untuk laki-laki /mudzakkar/ atau frase nomina inti perempuan /muannats/; dan frase nomina

(24)

inti tunggal, dua, atau jamak. Contoh pronomina relatif yang dikemukakan oleh Ryding (2004:232) sebagai berikut.

Maskulin Feminim Tunggal

ي

ِذ

َّلا

ِتي

َّلا

Dua Nominatif Genitif/Akusatuf

ِنا

َذ

َّلا

ْيَذّلا

ِن

َّلا

َات

ِن

ِْينَ تّلا

Jamak

َن

ِذ ْي

َّلا

ِتي

َّلالا

ِتيا

َو

َّللا

Tabel 1 : Pronomina relatif definit

Al-Ghula>yaini (2007:106) menyebutkan contoh ism maushu>l musytarak sebagai berikut.

Pronomina Relatif Untuk Benda Berakal Untuk Benda Tidak Berakal

م

ن

/man/ V -

ام

/ma/ - V

اذ

/dza>/ V V

يأ

/ayyu/ V V

وذ

/dzu>/ V -

Tabel 2. Pronomina relatif non-definit

Pronomina relatif

ن

م

/man/,

ام

/ma/ ,

اذ

/dza>/,

يأ

/ayyu/,

وذ

/dzu>/ .

نم

/Man/ dan

وذ

/dzu>/ untuk sesuatu yang berakal dan

ام

/ma>/ untuk sesuatu yang tidak berakal. Adapun,

اذ

/dza>/,

يأ

/ayyu/ untuk sesuatu yang berakal dan tidak berakal. Ryding (2004:232) menyebutkan pronomina relatif non-definit, yaitu (1)

(25)

pronomina relatif yang dihilangkan, (2)

َما

, dan (3)

َم ْن.

/ma>/ digunakan untuk benda tak berakal dan /man/ digunakan untuk benda berakal.

6. Relator

Saputra (2003:70) menyatakan relator adalah pronomina yang berkoreferensi kepada nomina inti. Menurut Ryding (2004:324) relator adalah pronomina yang kembali kepada nomina inti. Nomina inti tersebut menduduki fungsi objek atau preposisi.

Al-Ghula>yaini> (2007:106) menyatakan bahwa /„a>id/ „relator‟ adalah pronomina yang kembali pada nomina inti dan terdapat di dalam klausa sematan. Contoh

وب

عفنت ام مّلعت

/ta„allam ma> tanfa„u bihi/ „belajarlah (sesuatu) yang bermanfaat bagimu‟. ‘A>id atau relatornya adalah /hi/, karena kembali kepada /ma>/. Contoh yang lain

كعفني ام مّلعت

/ta„allam ma> yanfa„uka/ „belajarlah (sesuatu) yang memberimu manfaat‟. /‘A>id/ atau relatornya adalah /dhami>r mustatir/ „pronomina yang tidak tampak‟ pada verba /yanfa„u/ ‟bermanfaat‟ yang kembali kepada /ma>/.

7. Strategi Perelatifan

Comrie (1989:147) menyatakan bahwa ada empat tipe strategi perelatifan dalam klausa relatif. Strategi tersebut antara lain adalah.

a. Non-reduction Type

Non-reduction type yaitu nomina inti muncul seutuhnya, tidak

(26)

yang biasa untuk frasa nominal untuk mengekspresikan fungsi khususnya di dalam klausa.

Contoh dari tipe ini banyak dijumpai pada bahasa Bambara. Tye be [n ye so min ye] dyo

Man the PRESENT I PAST house see build „The man is building the house that I saw‟

Dalam konstruksi ini, klausa n ye so min ye berfungsi sebagai objek langsung dari klausa utama, tetapi secara makna termasuk klausa relatif. Bahasa Bambara memiliki struktur dasar SOV, oleh karena itu klausa di atas memiliki urutan subjek- kata kerja bantu – objek langsung – kata kerja. Fakta bahwa klausa tersebut berfungsi sebagai frasa nomina yang merujuk pada nomina inti lebih jelasnya dalam bahasa Diegueno.

[ Tanay ?tva :?wu :w]-pu –L ?ciyawx. Yesterday house I- saw DEFINITE LOCATIVE I-will-sing „I will sing in the house that I saw yesterday.‟

Di sini, akhiran -pu –L melekat pada akhir klausa relatif. Tipe konstruksi klausa relatif ini lebih merujuk pada fungsi keterangan.

b. Pronoun-retention Type

Pronoun-retention type yaitu nomina inti tersisa dalam embedded

sentence (kalimat yang disematkan) dalam bentuk pronominal. Tipe ini ditemukan pada bahasa Inggris nonstandar, contohnya dari kalimat I know where the road leads dibentuk sebuah klausa relatif this is the road that I know where it leads. Pronomina it menunjukkan posisi yang direlativisasi.

(27)

Contoh dari tipe ini juga terdapat di dalam bahasa Persia.

Mard-i [ke (*u) bolandqadd bud] juje -ra kosr. man that he tall was chicken ACCUSATIVE killed „The man that was tall killed the chicken.‟

c. Relative-pronoun Type

Relative pronoun type, yaitu sama halnya dengan strategi

pronoun-retention bahwa dalam strategi relative pronoun ini terdapat pronomina di dalam klausa relatif yang mengindikasikan nomina inti. Pronomina tersebut dipindah ke posisi awal untuk menunjukkan sebagai nomina inti (Comrie, 1989:149). Song (2001:219) menyatakan bahwa strategi relative pronoun secara formal berhubungan dengan kata tunjuk atau kata tanya yang digunakan untuk merepresentasikan peran nomina inti dalam klausa relatif. Dalam bahasa Inggris dibedakan antara nominatif who dan akusatif whom untuk memperoleh tipe pronomina dalam klausa relatif. Song (2001:221) memberikan contoh strategi ini sebagai berikut.

The girl who won the game

The girl whom Miss Edge coached

Pronomina relatif who digunakan untuk kasus nominatif, sedangkan whom digunakan untuk kasus akusatif.

d. Gap Type

Gap type yaitu adanya celah kosong dalam klausa sematan atau

klausa relatif yang bisa dimasuki oleh nomina inti. Song (2001:217) memberikan contoh dalam bahasa Jepang sebagai berikut.

[Yamada-san ga ka’t-te ] i-ru sa’ru Yamada-Mr SBJ keep-PART be-PRS monkey „the monkey which Mr. Yamada keeps.

(28)

Klausa relatif Yamada-san ga ka’t-te „Yamada menjaga‟ kehilangan satu konstituen yaitu objek. Konstituen objek tersebut dapat diisi oleh nomina inti sa’ru „monyet‟.

8. Teori Tipologi

Penelitian ini menggunakan teori tipologi bahasa. Awal berkembangnya teori tipologi bahasa dimulai sekitar tahun 1960-an yang dipelopori oleh Greenberg yang menyatakan bahwa bahasa-bahasa dapat dikelompokkan berdasarkan urutan dasar subjek, objek, dan verba (S-O-V). Berkembangnya teori tipologi bahasa merupakan reaksi terhadap teori Tata Bahasa Transformasi Generatif yang cenderung didasarkan pada perilaku kebahasaan bahasa Inggris. Perkembangan teori tipologi bahasa kemudian dilanjutkan oleh Comrie pada awal tahun 1980-an.

Penerapan teori tipologi bahasa ini adalah untuk mengkaji seberapa luas jangkauan hierarki aksesibilitas dalam klausa relatif bahasa Arab dan strategi apa saja yang bisa diterapkan. Comrie (1981:156) mengemukakan hierarki aksesibilitas dimulai dari subjek > objek langsung > objek tak langsung > oblik > posesor. Artinya, aksesbilitas untuk formasi klausa relatif, secara intuitif, lebih mudah untuk merelatifkan subjek daripada merelatifkan posisi lain dan lebih mudah merelatifkan objek langsung daripada posesor.

Comrie juga menyatakan jika dilihat dari urutan katanya, ada dua tipe klausa relatif, yaitu tipe postnominal dan tipe prenominal. Tipe postnominal, klausa relatif mengikuti intinya (seperti dalam bahasa Inggris), sedangkan tipe prenominal, klausa relatif mendahului inti. Namun, ada juga tipe ketiga, yaitu tipe

(29)

internal-head, nomina inti muncul atau terjadi di dalam klausa relatif dan nomina inti diekspresikan di dalam klausa relatif

Kemudian untuk empat strategi perelatifan yang sudah disebutkan di atas, tidak semua strategi tersebut bisa diterapkan kepada semua bahasa di dunia. Sebagai contoh, Comrie (1981:147) menyatakan bahwa untuk strategi non-reduction banyak didapati pada bahasa Diegueno.

[ Tanay ?tva :?wu :w]-pu –L ?ciyawx. Yesterday house I- saw DEFINITE LOCATIVE I-will-sing „I will sing in the house that I saw yesterday.‟

Akhiran -pu –L melekat pada akhir klausa relatif. Tipe konstruksi klausa relatif ini lebih merujuk pada kata keterangan tempat, yaitu ?tva ‘house’.

Untuk strategi pronoun-retention banyak didapati dalam bahasa Persia. Di dalam bahasa Persia strategi ini digunakan untuk merelativisasi pada objek langsung. (Comrie, 1981:148).

Hasan mard-i-ra [ke zan (u -ra) zad] tnisenasad.

Hasan man ACCUSATIVE that woman he ACCUSATIVE hit knows „Hasan knows the man that the woman hit.‟

Klausa relatif ke zan (u -ra) zad „the woman hit‟ memperjelas dari nomina inti mard-i-ra „man‟. Dalam klausa relatif tersebut terdapat pronomina yang merujuk pada nomina inti, yaitu u –ra pemarkah akusatif pada mard „man‟.

Untuk strategi relative-pronoun banyak didapati pada bahasa-bahasa Eropa (Comrie, 1981:149).

1. the girl who arrived 2. the girl whom I saw

Pronomina relatif who digunakan untuk kasus nominatif, sedangkan whom digunakan untuk kasus akusatif.

(30)

Terakhir, strategi Gap. Untuk strategi gap ini bisa diterapkan pada semua bahasa karena strategi ini sering digunakan untuk merelativisasi subjek (Comrie, 1981:151).

Pemaparan Comrie tentang hierarki aksesibilitas dan strategi perelatifan di atas menjadi pijakan untuk menerapkan di dalam klausa relatif bahasa Arab. Seberapa luas jangkauan hierarki aksesibilitas dan strategi apa saja yang bisa diterapkan di dalam bahasa Arab.

F. Sumber Data

Jenis sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tertulis. Setelah mengadakan pengamatan awal terlihat bahwa penggunaan klausa relatif dalam bahasa lisan bisa dikatakan sama dengan klausa relatif yang muncul dalam bahasa tertulis. Dengan pertimbangan untuk mengefektifkan waktu penelitian, data tertulis dijadikan sebagai data utama. Selain itu, data tertulis digunakan untuk mempermudah proses pengumpulan data. Ada dua buah sumber data tertulis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu (1) cerpenAli> Ba>ba> „Ali Baba‟ karya Ka>mil Ki>la>ni> dan (2) cerpen A’r-Ra>‘i A’sy-Syujja>‘ „Penggembala yang Pemberani‟ karya „Athiyyah al-Ibra>syi>. Cerpen berjudul ‘Ali> Ba>ba> terdiri dari 43 halaman dan cerpen berjudul A’r-Ra>‘i A’sy-Syujja>‘ terdiri dari 46 halaman. Pengambilan sumber data dari kedua cerpen di atas karena merupakan karya sastra kontemporer sehingga bisa mewakili fenomena kebahasaan saat ini.

(31)

G. Metode Penelitian

Sebagai upaya memecahkan permasalahan, penelitian ini dilakukan dengan melewati tiga tahapan strategi, yaitu tahap penyediaan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis data (Sudaryanto, 1993:5-7)

1. Metode Penyediaan Data

Penyediaan data merupakan upaya peneliti menyediakan data secukupnya. Data di sini dimengerti sebagai fenomen lingual khusus yang mengandung dan berkaitan langsung dengan masalah yang dimaksud (Sudaryanto, 1993:6).

Penyediaan data dilakukan dengan memanfaatkan metode simak. Metode simak dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa dalam cerpen ‘Ali> Ba>ba> karya Ka>mil Ki>la>ni> dan cerpen A’r-Ra>‘i A’sy-Syujja>‘ karya „Athiyyah al-Ibra>syi >. Teknik yang digunakan adalah teknik sadap sebagai teknik dasarnya dan teknik simak bebas libat cakap sebagai teknik lanjutan pertama serta teknik catat sebagai teknik lanjutan kedua. Adapun data yang dicatat adalah penggalan kalimat yang mengandung klausa relatif dalam cerpen ‘Ali> Ba>ba> karya Ka>mil Ki>la>ni> dan cerpen A’r-Ra>‘i A’sy-Syujja>‘ karya „Athiyyah al-Ibra>syi >.

2. Metode Analisis Data

Data penelitian yang sudah tersedia kemudian dianalisis dengan metode agih. Metode agih adalah metode analisis yang alat penentunya berada di dalam dan merupakan bagian dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993:15). Teknik ini digunakan untuk membagi suatu konstruksi menjadi beberapa bagian atau unsur. Bagian-bagian atau unsur-unsur tersebut dipandang sebagai bagian

(32)

atau unsur yang langsung membentuk konstruksi yang dimaksud. Teknik ini digunakan untuk membagi unsur klausa utama dan klausa relatif.

Contoh data 1 :

علا دلاب لىإ رفاس دق كذقنأ يذّلا باشلا ّنإ

لما

/Inna’sy-sya>bba’l-ladzi> [anqadzaka] qad sa>fara ila bila>dil-‘a>lami/

„Sesungguhnya pemuda yang telah menolongmu telah pergi ke negara- negara di dunia‟ (Al-Ibrasyi>, tt : 20)

Menggunakan teknik bagi unsur langsung kalimat di atas dapat dibagi menjadi dua bagian atau unsur, yaitu /inna’sy-sya>bba qad sa>fara ila bila>dil-‘a>lami/ „sesungguhnya pemuda itu telah pergi ke negara-negara di dunia‟ sebagai klausa utama dan /anqadzaka/ „menolongmu‟ sebagai klausa relatif.

Selain teknik dasar, penelitian ini juga menggunakan tiga teknik lanjutan, yaitu teknik lesap, teknik perluas, dan teknik balik. Teknik lesap digunakan untuk melesapkan klausa relatif sehingga terlihat unsur inti klausa utama.

Dari data 1 di atas, setelah mengetahui klausa relatif dengan menggunakan teknik dasar bagi unsur langsung, yaitu /anqadzaka/ „menolongmu‟. Selanjutmya klausa relatif /anqadzaka/ „menolongmu‟ dilesapkan sehingga akan tampak klausa inti yaitu, /inna’sy-sya>bba qad sa>fara ila bila>dil-‘a>lami/ „sesungguhnya pemuda itu telah pergi ke negara-negara di dunia‟.

Teknik perluas digunakan untuk mengetes kegramatikalan sebuah kalimat setelah salah satu unsurnya direlatifkan. Hal tersebut nantinya akan menunjukkan unsur yang sebenarnya dapat direlatifkan.

(33)

Nomina inti dari data 1 di atas adalah /a’sy-sya>bba/ „pemuda‟ ditandai dengan pronomina relatif /a’l-ladzi>/ „yang‟ yang terletak setelahnya. Jika klausa relatif /anqadzaka/ „menolongmu‟ merelatifkan kata selain /a’sy-sya>bba/ „pemuda‟, misalnya kata /bila>dil-‘a>lami/ „negara-negara di dunia, sehingga menjadi /inna’sy-sya>bba qad sa>fara ila bila>dil-‘a>lami’l-ladzi> [anqadzaka]/ „sesungguhnya pemuda itu telah pergi ke negara-negara di dunia yang menyelamatkanmu‟, maka kalimat tersebut tidak berterima. Jadi, unsur yang dapat direlatifkan adalah kata /a’sy-sya>bba/ „pemuda‟.

Teknik balik digunakan untuk memindahkan konstituen dalam kalimat, khususnya nomina inti ke posisi yang kosong dalam klausa relatif. Dengan menggunakan teknik ini akan terlihat kategori konstituen yang direlatifkan. Teknik ini digunakan ketika membahas strategi perelatifan.

Contoh data 1 :

/Inna’sy-sya>bbal- ladzi> [____anqadzaka] qad sa>fara ila bila>dil-‘a>lami/ S PR.MT S‟ P‟ OL‟ P

„Sesungguhnya pemuda yang telah menolongmu telah pergi ke negara- negara di dunia‟ (Al-Ibrasyi>, tt : 20)

Nomina inti pada contoh di atas, yaitu /a’sy-sya>bba/ „pemuda‟ sebenarnya adalah konstituen yang hilang pada klausa relatif. Jika /a’sy-sya>bba/ „pemuda‟ dimasukkan ke posisi yang hilang tersebut, maka klausa relatif akan menjadi kalimat lengkap /a’sy-sya>bba anqadzaka/ „pemuda itu menolongmu‟ dengan /a’sy-sya>bba/ „pemuda‟ menempati posisi subjek.

(34)

3. Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Hasil analisis data dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk laporan informal, yaitu laporan yang berwujud perumusan dengan kata-kata biasa (Sudaryanto, 1993:145). Penyajian hasil analisis data dalam bentuk informal bertujuan untuk memudahkan pembaca dalam memahamin hasil dari analisis tersebut.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari tiga bab, yaitu (1) pendahuluan, (2) pembahasan, (3) penutup. Pada bab pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, landasan teori, dan tinjauan pustaka. Dalam latar belakang masalah berisi tentang alasan pemilihan topik menjadi objek penelitian dan alasan satuan kebahasaan menarik untuk diteliti. Rumusan masalah berisi tentang masalah yang akan dipecahkan. Tujuan penelitian menjawab rumusan masalah. Landasan teori berisi tentang teori-teori yang akan dipakai dalam memecahkan sebuah masalah. Kajian pustaka berisi tentang penelitian-penelitian yang terdahulu yang berhubungan dengan penelitian baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek penelitian. Bab II berisi analisis data dan pembahasan mengenai unsur-unsur yang dapat diikuti oleh klausa relatif dalam cerpen ‘Ali> Ba>ba> dan cerpen A’r-Ra>‘i> A’sy-Syujja>‘, strategi perelatifan yang digunakan klausa relatif bahasa Arab dalam cerpen ‘Ali> Ba>ba> dan cerpen A’r-Ra>‘i> A’sy-Syujja>‘, dan relasi gramatikal nomina inti dari klausa relatif bahasa Arab dalam cerpen ‘Ali> Ba>ba> dan cerpen A’r-Ra>‘i> A’sy-Syujja>‘, Bab III Penutup, pada bab penutup ini berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan dan saran

(35)

ini diuraikan mengenai inti dari hasil peneitian yang disajikan secara singkat dan saran mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan.

Gambar

Tabel 1 : Pronomina relatif definit

Referensi

Dokumen terkait

Objek material pada penelitian ini adalah istilah ekonomi Islam yang berupa bahasa Arab dalam buku yang terdapat dalam buku Islamic Economics and Finance: A

Hal ini menjadi, salah satu alasan penulis untuk meneliti satu bagian dari tata bahasa bahasa Mandarin dan bahasa Inggris, dengan fokus penelitian pada penggunaan

Manfaat teoritis didalam penelitian ini adalah hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan pengetahuan tambahan mengenai pengaruh

Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat diketahui bahwa tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan struktur frasa berdasarkan jenis kata unsur pembentuknya pada wacana

Oleh karena itu, penelitian dengan judul Alih Kode dan Campur Kode pada Tuturan Guru dan Siswa dalam Proses Pembelajaran Bahasa Arab Kelas XI Jurusan Bahasa di

Penelitian ini dapat memacu guru untuk terus meningkatkan kemampuan dalam mengembangkan model pembelajaran, terutama keterampilan menulis dalam pembelajaran Bahasa Indonesia,