• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini akan menjelaskan tinjauan teori baik itu defenisi, konsep atau hasil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini akan menjelaskan tinjauan teori baik itu defenisi, konsep atau hasil"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

Bab ini akan menjelaskan tinjauan teori baik itu defenisi, konsep atau hasil penelitian ilmiah yang berkaitan dengan Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam rangka pengelolaan keuangan daerah, serta menentukan teori yang digunakan dalam menjelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Kinerja SKPD dalam rangka Pengelolaan Keuangan Daerah.

2.1.1. Kinerja SKPD

Menurut Marsdiasmo (2007) pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk memenuhi tiga maksud. Pertama, pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk membantu perbaikan kinerja pemerintah yang berfokus kepada tujuan dan sasaran program unit kerja. Hal ini pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik dalam memberikan pelayanan publik. Kedua, ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumberdaya dan pembuatan keputusan. Ketiga, ukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.

Disamping itu pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan manajer dalam menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas bukan sekedar kemampuan menunjukkan bagaimana uang publik dibelanjakan, akan tetapi meliputi kemampuan menunjukkan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan secara ekonomis, efisien, dan efektif.

(2)

Peningkatan kinerja sektor publik merupakan hal yang bersifat komprehensif, dimana setiap SKPD sebagai pengguna anggaran (badan/dinas/biro/kantor) akan menghasilkan tingkat kinerja yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan dan rasa tanggung jawab yang mereka miliki. Semakin bagus tingkat pengelolaan keuangan oleh pengguna anggaran maka akan semakin tinggi tingkat kinerja SKPD.

Kinerja merupakan suatu prestasi atau tingkat keberhasilan yang dicapai oleh individu atau suatu organisasi dalam melaksanakan pekerjaan pada suatu periode tertentu. Menurut Tika (2006) Kinerja sebagai hasil-hasil fungsi pekerjaan/kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu. Dalam sektor publik, khususnya sektor pemerintahan, kinerja dapat diartikan sebagai suatu prestasi yang dicapai oleh pegawai pemerintah dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat dalam suatu periode. Menurut Rivai dan Basri (2005) pengertian kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawab dengan hasil seperti yang diharapkan.

Menurut Mahoney, et.al (1965) kinerja manajerial (Managerial

Performance) merupakan kinerja para individu dalam kegiatan-kegiatan

manajerial seperti : perencanaan, investigasi, koordinasi, evaluasi, pengawasan, pengaturan staf, negosiasi dan perwakilan. Sedangkan menurut Maryanti (2002) ”Kinerja mengacu pada sesuatu yang terkait dengan kegiatan melakukan pekerjaan, dalam hal ini meliputi hasil yang dicapai kerja tersebut”. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa kinerja adalah hasil dari kegiatan yang telah

(3)

dilaksanakan. Berdasarkan pengertian tersebut jelas kinerja dapat dilihat dan diukur dari berbagai sudut jika dihubungkan dengan pengertian prestasi yang diperlihatkan. Prestasi kantor dinas pemerintah dapat dilihat dari tingkat penyelesaian tugas-tugas pengayoman masyarakat.

Kimsean, et.al, (2004) mengungkapkan tiga konsep yang bisa dipergunakan untuk mengukur kinerja birokrasi publik/organisasi non bisnis, yakni responsivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas. Dalam menilai kinerja organisasi pelayanan publik, banyak indikator yang dapat dipergunakan, yaitu: (1) Produktivitas

Yaitu dari aspek kuantitas dapat dikatakan sudah memadai. Dari aspek efesiensi, masih kurang karena memakan waktu yang relatif cukup lama. Akan tetapi kalau dilihat dari aspek efektivitas sudah mencapai tujuan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat pengguna jasa.

(2) Kualitas layanan

Dapat diketahui bahwa dalam pemberian pelayanan kepastian waktu dan biaya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(3) Responsivitas

Dapat diketahui baik karena kehendak masyarakat pengguna jasa didengar oleh aparatur birokrasi untuk menjadi satu feedback dalam program penyelenggaraan pelayanan publik kepada masyarakat pengguna jasa. (4) Responsibilitas

Dapat dikatakan bahwa aparatur melaksanakan tugasnya sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi dan kebijakan UPTSA, karena paratur

(4)

birokrasi dalam memberikan pelayanan mengacu ke aturan main secara benar.

(5) Akuntabilitas

Dapat diketahui jika tingkat akuntabilitas terhadap pelayanan yang diselenggarakan oleh aparatur birokrasi cukup baik. Hal tersebut dapat dilihat dari tanggung jawab dalam penyelenggaraan pelayanan dan penilaian dari masyarakat dan tokoh masyarakat, tetapi belum mencapai tingkat yang optimal.

Dalam konteks organisasi pemerintah daerah, pengukuran kinerja SKPD dilakukan untuk menilai seberapa baik SKPD tersebut melakukan tugas pokok dan fungsi yang dilimpahkan kepadanya selama periode tertentu. Pengukuran kinerja SKPD merupakan wujud dari vertical accountability yaitu pengevaluasian kinerja bawahan oleh atasannya dan sebagai bahan horizontal accounntability pemerintah daerah yaitu pertanggungjawaban kepada masyarakat atas amanah yang diberikan kepadanya. Dalam melakukan proses pengelolaan keuangan daerah masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sesuai dengan ketetapan Permendagri No.13 tahun 2006 diubah menjadi Permendagri No 21 tahun 2011 tentang perubahan kedua Permendagri No 13 tahun 2006 dikatakan sebagai pengguna anggaran melakukan tugas antara lain dari proses penyusunan APBD, pelaksanaan dan penatausahaan belanja, pelaksanaan dan penataan pendapatan, akuntansi dan pelaporan sampai kepada perubahan APBD. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam siklus pengelolaan keuangan daerah berada pada tingkatan ketiga dalam sistem manajemen dan pertanggungjawaban keuangan daerah yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala Daerah

(5)

(Gubernur) melalui Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD). Kepala SKPD juga membawahi Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran SKPD. Berdasarkan struktur dan tanggungjawab dapat dilihat bahwa satuan kerja perangkat daerah mempunyai partisipasi dan peran yang sangat penting dalam pengelolaan keuangan daerah.

Peran dan fungsi SKPD menjadi sangat penting karena sebagai pengguna anggaran tiap SKPD yang ada pada Badan/Dinas/Kantor/Biro pada pemerintah daerah melakukan hampir seluruh siklus pengelolaan keuangan daerah minus pemeriksaan. Keluarnya Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 yang menetapkan bahwa APBD harus disusun berdasarkan pendekatan prestasi kerja membuat SKPD sebagai unit yang menggunakan anggaran dituntut untuk dapat mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD) yang benar-benar baik, artinya sesuai dengan kebutuhan, efektif, ekonomis dan efisien.

2.1.2. Pengelolaan Keuangan Daerah

Berdasarkan Pasal 1 PP 58 Tahun 2005 Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan anggaran, penyusunan anggaran, pelaksanaan dan penatausahaan anggaran, pelaporan anggaran, pertanggungjawaban dan pengawasan. Dalam Permendagri Nomor 21 tahun 2011 pasal (4) dan Peraturan Pemerintah Nomor 105 tahun 2000 pasal (4) dan (5) bahwa Pengelolaan keuangan berarti mengurus dan mengatur keuangan daerah itu sendiri dengan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah yang dilakukan secara :

(6)

a. Tertib

Keuangan daerah dikelola secara tepat waktu dan tepat guna yang didukung dengan bukti-bukti administrasi yang dapat dipertanggungjawabkan.

b. Taat pada peraturan perundang-undangan

Pengelolaan keuangan daerah harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Efektif

Pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil.

d. Efesien

Pencapaian keluaran yang maksimal dengan masukan tertentu atau penggunaan masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu.

e. Ekonomis

Pemerolehan masukan dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada tingkat harga yang terendah.

f. Transparan

Prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang keuangan daerah.

g. Bertanggung jawab

Perwujudan kewajiban seseorang untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

(7)

h. Keadilan

Keseimbangan distribusi kewenangan dan pendanaannya dan / atau keseimbangan distribusi hak dan kewajiban berdasarkan pertimbangan yang obyektif.

i. Kepatutan

Tindakan atau suatu sikap yang dilakukan dengan wajar dan proposional. j. Manfaat untuk masyarakat

Keuangan daerah diutamakan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan dasar pengelolaan Keuangan Daerah dalam tahun anggaran tertentu. Selain itu Anggaran Pendapatan Belanja Daerah merupakan salah satu alat untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan otonomi daerah yang luas nyata dan bertanggung jawab.

Asnawi (1997) menyatakan manajemen keuangan daerah dapat dilakukan dengan baik jika pemerintah daerah dapat mendefinisikan secara jelas tujuan dari manajemen keuangan. Hal ini menandakan bahwa bila pemerintah daerah secara jelas dapat mendefinisikan atau merumuskan tujuan pengelolaan keuangan daerah, maka kebijakan tentang alokasi sumber daya daerah untuk kepentingan publik dapat tercapai.

Konsekuensi dari hal di atas menunjukkan adanya kehati-hatian pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah dan menghendaki adanya bentuk pertanggungjawaban dalam penggunaan setiap rupiah selama satu periode tahun anggaran.

(8)

Anthony dan Govindarajan (2005), menegaskan bahwa anggaran perlu disiapkan secara detail dan melibatkan manajer pada setiap level organisasi. Keterlibatan manajer dalam penyusunan anggaran khususnya dalam anggaran sektor publik diharapkan berpengaruh positif terhadap kinerja pelayanan yang diberikan. Pernyataan ini menunjukkan bahwa keterlibatan setiap pegawai yang kompeten pada setiap level instansi dapat mendorong peningkatan kerja instansi. Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, implementasi program pemerintah daerah yang mengkonsumsi sejumlah sumber daya tertentu dapat dievaluasi melalui kinerja yang dihasilkan oleh setiap satuan kerja.

2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja SKPD dalam rangka Pengelolaan Keuangan Daerah

Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja SKPD dalam pengelolaan keuangan daerah antara lain faktor Kualitas SDM, Komunikasi, Sarana pendukung dan Komitmen Organisasi , serta Motivasi Kerja;

2.1.3.1. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)

Sumber daya manusia merupakan elemen organisasi yang sangat penting karenanya harus dipastikan sumber daya manusia ini harus dikelola sebaik mungkin agar mampu memberikan kontribusi secara optimal dalam upaya pencapaian tujuan organisasi. Sumber daya manusia harus dipandang sebagai suatu sistem di mana tiap-tiap karyawan merupakan bagian yang saling berkaitan satu dengan lainnya dan bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan organisasi.

Menurut Azhar (2007) bahwa ”Sumber daya manusia merupakan pilar peyangga utama sekaligus penggerak roda organisasi dalam usaha mewujudkan visi dan misi serta tujuan dari organisasi tersebut”. Sumber daya manusia

(9)

merupakan elemen organisasi yang sangat penting, karenanya harus dipastikan sumber daya manusia ini harus dikelola sebaik mungkin agar mampu memberikan kontribusi secara optimal dalam upaya pencapaian tujuan organisasi. Menurut Matindas ( 2003) Sumber Daya Manusia adalah kesatuan tenaga manusia yang ada dalam suatu organisasi dan bukan sekedar penjumlahan karyawan-karyawan yang ada. Sebagai kesatuan, sumber daya manusia harus dipandang sebagai suatu sistem dimana tiap-tiap karyawan merupakan bagian yang saling berkaitan satu dengan lainnya dan bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan organisasi.

Dapat disimpulkan bahwa sumber daya manusia adalah kekuatan daya pikir dan berkarya manusia yang masih tersimpan dalam dirinya yang perlu dibina dan digali serta dikembangkan untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan kehidupan manusia. Jika pengeluaran untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia ditingkatkan, nilai produktifitas dari sumber daya manusia tersebut akan menghasilkan nilai balik (rate of return) yang positif.

Tinggi rendahnya kualitas sumber daya manusia antara lain dengan adanya unsur kreatifitas dan produktifitas yang direalisasikan dengan hasil kerja atau kinerja yang baik secara perorangan atau kelompok. Permasalahan ini akan dapat diatasi apabila sumber daya manusia mampu menampilkan hasil kerja produktif secara rasional dan memiliki kompetensi-kompetensi dalam kinerja.

Menurut Dharma (2005) berikut ini terdapat beberapa daftar kompetensi dalam kinerja yaitu :

1. Pengetahuan kerja dan profesional.

Knowledge, informasi seseorang dalam lingkup tertentu. Komponen kompetensi ini sangat kompleks. Nilai dari knowledge test, sering gagal

(10)

untuk memprediksi kinerja karena terjadi kegagalan dalam mengukur pengetahuan dan kemampuan sesungguhnya yang diperlukan dalam pekerjaan. Sedangkan profesional merupakan suatu julukan bagi seseorang yang memiliki profesi dimana dalam menjalankan profesinya, orang tersebut memiliki keahlian khusus dan bekerja sesuai kode etik yang berlaku dan profesi tersebut mengharuskan adanya pembayaran atas keahlian orang tersebut. Jadi seorang profesional harus memadukan dalam diri pribadinya, kecakapan teknik yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaannya dan juga kematangan etik.

2. Kesadaran organisasi/konsumen.

Seluruh aktivitas organisasi harus diukur agar dapat diketahui tingkat keberhasilan pelaksanaan tugas organisasi, pengukuran dapat dilakukan terhadap masukan (input) dari program organisasi yang lebih ditekankan pada keluaran (output), proses, hasil (outcome), manfaat (benefit) dan dampak (impact) dari program organisasi tersebut bagi kesejahteraan masyarakat (konsumen).

3. Komunikasi.

Defenisi komunikasi secara umum adalah suatu proses pembentukan, penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan yang terjadi di dalam diri seseorang dan atau diantara 2 atau lebih dengan tujuan tertentu. Defenisi tersebut memberikan beberapa pengertian pokok yaitu komunikasi adalah suatu proses mengenai pembentukan, penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan. Dalam suatu organisasi biasanya selalu menekankan bagaimana pentingnya berkomunikasi dengan pihak lain atau antar anggota

(11)

organisasi untuk menekan segala kemungkinan kesalahpahaman yang bisa saja terjadi.

4. Keahlian interpersonal.

Diartikan sebagai kemampuan seseorang secara efektif untuk berinteraksi dengan orang lain maupun dengan rekan kerja, seperti pendengar yang baik, menyampaikan pendapat secara jelas, dan bekerja dalam 1 tim.

Juga dapat diartikan sebagai kecakapan atau keterampilan yang dimiliki oleh seseorang dalam hubungannya dengan orang lain untuk berkomunikasi baik verbal maupun non verbal.

5. Kerjasama tim.

Team adalah sekelompok orang yang enerjik dan memiliki komitmen untuk mencapai tujuan umum dengan membangun dan membentuk kerjasama guna memperoleh hasil dengan kualitas tertinggi.

Untuk mencapai keharmonisan dan penyatuan yang solid, setiap individu harus memiliki keterampilan dasar yang diperlukan untuk bekerja secara tim. Tujuan dibentuknya team adalah untuk mengumpulkan sumber daya kolektif guna mencapai keputusan yang lebih baik, dengan asumsi bahwa kemampuan dan pengalaman anggota dapat dimanfaatkan secara optimal.

6. Inisiatif.

Inisiatif berarti usaha sendiri, langkah awal, ide baru, berinisiatif berarti mengembangkan dan memberdayakan sector kreatifitas daya pikir manusia, untuk merencanakan ide atau buah pikiran menjadi konsep yang baru yang pada gilirannya diharapkan dapat berdaya guna dan bermanfaat.

(12)

Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang baik, SKPD harus memiliki kualitas sumber daya manusia yang didukung dengan latar belakang pendidikan akuntansi, sering mengikuti pendidikan dan pelatihan, dan mempunyai pengalaman di bidang keuangan karena permasalahannya adalah untuk menerapkan akuntansi double entry berbasis akrual diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang memahami logika akuntansi secara baik. Aparatur Pemda yang menangani masalah keuangan tidak cukup hanya menguasai penatausahaan anggaran melainkan juga harus memahami karakteristik transaksi yang terjadi dan pengaruhnya terhadap rekening-rekening dalam laporan keuangan pemda. Kegagalan SDM pemda dalam memahami dan menerapkan logika akuntansi akan berdampak pada kekeliruan laporan keuangan yang dibuat dan ketidaksesuaian laporan dengan standar yang ditetapkan pemerintah.

2.1.3.2. Komunikasi

Kata komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu communis, yang berarti berbagi atau bersama. Menurut Suranto (2005) mendefenisikan komunikasi sebagai proses yang didalamnya menunjukkan arti pengetahuan dipindahkan dari seorang kepada orang lain, biasanya dengan maksud mencapai beberapa tujuan khusus. Suranto (2005) menyatakan bahwa komunikasi ialah proses yang didalamnya terdapat suatu gagasan yang dikirimkan dari sumber kepada penerima dengan tujuan mengubah perilakunya.

Menurut Arep dan Tanjung (2004) Komunikasi adalah informasi mengalir secara bebas dari atas ke bawah atau sebaliknya. Dalam pengelolaan keuangan daerah di suatu SKPD, komunikasi yang baik dan lancar antara Pengguna Anggaran dengan bawahannya atau sebaliknya sangat dibutuhkan dalam

(13)

menyamakan persepsi untuk menyusun dan merumuskan serta melaksanakan dengan baik rencana kerja yang ingin dicapai oleh SKPD. Meskipun begitu cemerlangnya hasil berpikir seseorang baik pimpinan maupun bawahan tidak akan ada artinya jika tidak dinyatakan dan dikomunikasikan dengan baik Pimpinan tidak hanya memiliki kemampuan membuat komitmen atau keputusan, tetapi harus diterjemahkan menjadi gagasan, prakarsa, inisiatif, kreatifitas, pendapat, saran, perintah, dan lainnya yang sejenis itu melalui komunikasi yang baik. Oleh karena itu kemampuan mengambil keputusan akan kehilangan artinya tanpa kemampuan mengkomunikasikannya (Nawawi dan Martini, 2004). Dengan komunikasi yang baik maka seluruh komponen dalam SKPD dapat secara sistimatis bekerja dalam satu arah yang sama yaitu untuk meningkatkan produktifitas instansi (Suranto, 2005). Jika terjadi kesalahpahaman dalam SKPD, khususnya dalam pengelolaan keuangan daerah akan menimbulkan dampak negatif yang berakibat buruk bagi kinerja SKPD.

Pengelolaan keuangan daerah tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya komunikasi yang baik antara pimpinan dan bawahan. Kemampuan berkomunikasi secara efektif bagi seorang pimpinan erat kaitannya dengan kepemimpinan yang berwibawa. Kalau seorang pimpinan ingin memiliki kepemimpinan yang berwibawa, maka ia perlu mempunyai kemampuan berkomunikasi secara efektif. Kemahiran berkomunikasi bagi seseorang pimpinan dapat memperkecil, bahkan menghilangkan konflik antara kepentingan pribadi dengan kepentingan organisasi (Effendi, 1989:134, 141). Untuk itulah komunikasi yang baik dan lancar tersebut selalu ditumbuhkembangkan dalam instansi pemerintah yang salah satunya dengan cara melibatkan para pejabat dan staf

(14)

dalam merumuskan dan memutuskan sesuatu keputusan atau hal-hal penting dalan instansi, terlebih khusus tentang pengelolaaan keuangan daerah di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

2.1.3.3. Sarana Pendukung

Sarana Pendukung yang dimaksud dalam penelitian ini ialah ketersediaan perangkat pendukung yang akan membantu kinerja SKPD dalam rangka pengelolaan keuangan daerah guna menunjang pelaksanakan tugas seperti tersedianya komputer dan software yang berkaitan dengan kebutuhan SKPD. Berdasarkan Permendagri Nomor 13 tahun 2006 pasal 225 untuk memudahkan pelaksanaan pembukuan bendahara pengeluaran diperkenankan menggunakan

software aplikasi, tetapi konsekuensinya pada bendahara pengeluaran harus

mampu dan mahir dalam mengoperasikan komputer serta memahami aplikasi prosedur penatausahaan keuangan daerah dan pembukuan bendahara pengeluaran. Sistem akuntansi pemerintahan adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran dan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pemerintahan. Berdasarkan defenisi tersebut, agar sistem akuntansi keuangan pemerintahan daerah berjalan secara efektif maka diperlukan sarana pendukung baik perangkat keras maupun perangkat lunak. Menurut Kenneth dan Jane (2005) perangkat keras adalah perlengkapan fisik yang digunakan untuk aktifitas input, proses dan output dalam sebuah sistem akuntansi. Perangkat keras ini terdiri dari komputer yang memproses, perangkat penyimpanan dan perangkat untuk menghasilkan output serta media fisik untuk menghubungkan semua unit tersebut. Sedangkan perangkat lunak menurut Kenneth dan Jane (2005) adalah sekumpulan

(15)

rincian instruksi praprogram yang mengendalikan dan mengkoordinasikan perangkat keras komponen di dalam sebuah sistem informasi.

Jadi dapat dikatakan bahwa sarana pendukung ini sangat mempengaruhi kinerja, dimana sarana pendukung ini diperlukan untuk mengolah data yang diperoleh melalui sistem pengumpulan data yang akan menghasilkan data laporan mingguan, bulanan, triwulan serta laporan tahunan dan perangkat pendukung ini juga mempengaruhi kinerja yang dilihat dari ketersediaan perangkat pendukung dan kemutakhirannya.

2.1.3.4. Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi merupakan salah satu konsep sikap kerja karena sikap terhadap pekerjaan berkaitan dengan ada tidaknya keterikatan dan keterlibatan seseorang terhadap organisasi (organizational commitment).

Darma (2005) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai tingkat kekuatan identifikasi individu, dan keterikatan individu kepada organisasi yang memiliki ketiga karakteristik. Pertama, memiliki kepercayaan yang kuat dan menerima nilai-nilai dan tujuan perusahaan. Kedua, kemauan yang kuat untuk berusaha atau bekerja keras untuk organisasi. Ketiga, keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi. Identifikasi dimaksud adalah pemahaman atau penghayatan terhadap tujuan organisasi. Keterikatan dimaksudkan adalah perasaan terlibat dalam suatu pekerjaan atau perasaan bahwa pekerjaan adalah menyenangkan.

Menurut Darma (2005) Komitmen organisasi merupakan keyakinan dan dukungan yang kuat terhadap nilai dan sasaran (goal) yang ingin dicapai organisasi. Menurut Simanjuntak (2005) komitmen adalah kesanggupan untuk

(16)

bertanggungjawab terhadap hal-hal yang dipercayakan kepada seseorang, komitmen tidak ada hubungannya sama sekali dengan bakat, kepintaran atau talenta. Dengan komitmen yang kuat akan memungkinkan seseorang bisa mengeluarkan sumber daya fisik, mental dan spiritual tambahan yang bisa diperoleh, sebaliknya tanpa komitmen maka pekerjaan-pekerjaan besar akan sulit terlaksana.

Menurut Yuwono (2005) merumuskan tiga komponen yang mempengaruhi komitmen organisasi sehingga karyawan memilih tetap atau meninggalkan organisasi berdasarkan norma yang dimilikinya. Komponen-komponen tersebut adalah:

1. Komitmen afektif (affective commitment), berkaitan dengan keinginan untuk terikat pada organisasi. Individu menetap dalam organisasi karena keinginannya sendiri. Kunci dari komitmen ini adalah want to. Individu merasakan adanya kesesuaian antara nilai pribadinya dan nilai-nilai organisasi.

2. Komitmen kontinuan (continuance commitment), suatu komitmen yang didasarkan akan kebutuhan rasional. Komitmen ini terbentuk atas dasar untung rugi, dipertimbangkan atas apa yang harus dikorbankan bila menetap pada organisasi. Kunci dari komitmen ini adalah kebutuhan untuk bertahan (need to). Komitmen ini lebih mendasarkan keterikatannya pada cost benefit analysis.

3. Komitmen Normative (normative commitment), komitmen yang didasarkan pada norma yang ada dalam diri karyawan, berisi keyakinan individu akan tanggung jawab terhadap organisasi. Dia merasa harus bertahan karena loyalitas. Kunci dari komitmen ini adalah kewajiban untuk bertahan dalam organisasi (ough

(17)

to). Tipe komitmen ini lebih dikarenakan nilai-nilai moral yang dimiliki karyawan

secara pribadi.

Setiap karyawan memiliki dasar dan tingkah laku yang berbeda berdasarkan komitmen organisasi yang dimilikinya. Perwujudan tingkah laku pada karyawan yang memiliki komitmen organisasi dengan dasar afektif akan berbeda dengan karyawan yang memiliki komitmen organisasi dengan dasar

continuance. Karyawan yang ingin menetap dalam organisasi karena

keinginannya sendiri (afektif), memiliki keinginan menggunakan usaha agar sesuai dengan tujuan organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen organisasi dengan dasar continuance cenderung menghindari kerugian financial sehingga usaha yang dilakukan untuk organisasi kurang maksimal. Sementara itu, komponen normative yang berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh mana perasaan kewajiban yang dimiliki karyawan. Komponen normative menimbulkan perasaan kewajiban pada karyawan untuk memberikan balasan atas apa yang diterimanya dari organisasi.

2.1.3.5. Motivasi Kerja

Menurut Hasibuan (2007) motivasi berasal dari kata Latin “movere” yang berarti dorongan atau menggerakkan, motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan pada SDM umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan.

(18)

Jadi motivasi merupakan subjek yang penting bagi pimpinan karena harus bekerja dengan melalui orang lain. Pimpinan perlu memahami orang berprilaku tertentu agar dapat mempengaruhi mereka untuk bekerja sesuai dengan yang diinginkan perusahaan.

Menurut Soejitno (2005), motivasi kerja berasal dari dua arah, yaitu motivasi dari luar dan motivasi dari dalam. Motivasi dari luar berarti bahwa munculnya motivasi karena sangat dipengaruhi hal-hal yang datangnya dari luar diri seseorang, seperti karena lingkungan, karena atasan, karena orang lain, karena perubahan situasi atau karena tekanan. Sedangkan motivasi dalam diri yaitu dorongan melakukan sesuatu karena kesadaran diri, seperti melakukan kerja dengan ikhlas, menikmati kepuasaan dari hasil kerja, merasa senang menjadi contoh orang lain.

Menurut Suwatno (2001), adapun alat-alat motivasi yang dapat diberikan kepada pegawai sesuai dengan kinerjanya, adalah sebagai berikut :

1. Material Incentive

Adalah alat motivasi yang diberikan kepada pegawai yang bersifat material, sebagai imbalan prestasi yang diberikannya, seperti upah, barang-barang dan hal sejenisnya.

2. Non-Material Incentive

Adalah alat motivasi yang berbentuk non materi, seperti penempatan kerja yang tepat, latihan yang sistematis, promosi yang objektif, pekerjaan yang terjamin dan hal sejenisnya.

(19)

Dari hal di atas, dapat disimpulkan bahwa salah satu cara menggerakkan pegawai adalah dengan pemberian motivasi dimaksudkan sebagai pemberian daya perangsang bagi pegawai untuk bekerja lebih baik lagi. Untuk dapat melakukan motivasi secara efektif, maka harus diperhatikan atau dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip motivasi, sebab dengan demikian seluruh kegiatan dari satuan unit organisasi dapat disatukan, diselenggarakan secara selaras dan dipadukan sehingga organisasi dapat bergerak sebagai kesatuan yang bulat dan terpadu, tidak berjalan sendiri-sendiri. Oleh karena itu pimpinan dalam menggerakkan atau memotivasi pegawainya harus mengetahui kebutuhan-kebutuhan dasar para pegawainya.

2.1. Review Peneliti Terdahulu

Yusriati (2008) meneliti tentang pengaruh penerapan anggaran berbasis kinerja terhadap Kinerja SKPD di Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal, dengan variabel independen adalah anggaran berbasis kinerja, sedangkan variabel dependen adalah kinerja SKPD. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh penerapan anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja SKPD. Hal ini menunjukan jika masing-masing SKPD yang ada di Mandailing Natal telah menerapkan anggaran berbasis kinerja dengan baik dan menerapkannya, maka akan meningkatkan kinerja SKPD tersebut.

Warisno (2007) telah meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemerintah Propinsi Jambi, dengan variabel independen adalah kualitas sumber daya manusia, komunikasi, sarana pendukung dan komitmen organisasi sedangkan variabel dependen adalah kinerja SKPD. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa

(20)

kualitas sumber daya manusia, komunikasi, sarana pendukung, dan komitmen organisasi secara simultan berpengaruh positif secara signifikan terhadap kinerja SKPD.

Tuasikal (2007) melakukan penelitian tentang pengaruh pemahaman sistem akuntansi pengelolaan keuangan daerah terhadap kinerja satuan kerja Pemerintah Daerah (di Kab. Maluku Tengah di Provinsi Maluku), dengan variabel independennya adalah pemahaman sistem akuntansi keuangan daerah dan pengelolaan keuangan daerah, sedangkan variabel dependen adalah kinerja unit satuan kerja pemerintah daerah. Penelitian ini menyimpulkan baik secara simultan maupun parsial pemahaman mengenai sistem akuntansi dan pengelolaan keuangan berpengaruh terhadap kinerja satuan kerja pemerintah daerah, artinya bila pengelolaan keuangan daerah dikelola sesuai mekanisme yang berlaku dan didukung oleh peningkatan pemahaman tentang akuntansi keuangan daerah maka dapat mendorong kinerja masing-masing satuan kerja pemerintah daerah.

Haykal (2007) telah menganalisis ”Peran dan fungsi SKPD dalam Pengelolaan keuangan daerah serta pengaruhnya terhadap kinerja (Studi kasus pada Pemkab Aceh Timur). Pengaruh Pemahaman Sistem Akuntansi Pengelolaan Keuangan Daerah terhadap Kinerja Satuan Kerja Pemerintah Daerah, dengan variabel independen adalah perencanaan anggaran, penyusunan anggaran, pelaksanaan anggaran dan pelaporan anggaran, sedangkan variabel dependen adalah kinerja SKPD. Penelitian ini menyimpulkan Dalam pengujian secara simultan perencanaan anggaran, penyusunan anggaran, pelaksanaan anggaran dan pelaporan anggaran berpengaruh signifikan terhadap kinerja SKPD pada Pemkab Aceh Timur, sedangkan pengujian secara parsial dapat diketahui hanya variabel

(21)

penyusunan anggaran yang secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja SKPD. Variabel perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran dan pelaporan anggaran tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja SKPD.

Secara singkat tinjauan atas penelitian terdahulu berupa nama peneliti, tahun penelitian, variabel yang dipergunakan serta hasil penelitiannya dapat dilihat seperti pada tabel 2.1 berikut ini :

Tabel. 2.1 Tinjauan atas Penelitian Terdahulu No Nama

Peneliti/ Tahun

Judul Penelitian Variabel yang dipergunakan Hasil Penelitian 1. Yusriati (2008) Pengaruh Penerapan Anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja SKPD di Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal. Independen Variabel nya Anggaran Berbasis Kinerja dan dependen variabel Kinerja SKPD Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh penerapan anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja SKPD di Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal. 2. Warisno (2007) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Satuan Perangkat Daerah (SKPD) di Lingkungan Pemerintah propinsi Jambi. Independen Variabel nya Kualitas SDM, Komunikasi, Sarana Pendukung, Komitmen Organisasi dan dependen variabelnya Kinerja SKPD Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas SDM, komunikasi, sarana pendukung dan komitmen secara simultan berpengaruh positif secara signifikan terhadap kinerja SKPD.

(22)

3. Tuasikal (2007) ”Pengaruh Pemahaman Sistem Akuntansi Pengelolaan Keuangan Daerah terhadap Kinerja Satuan Kerja Pemerintah Daerah” (Studi pada Kab. Maluku Tengah di Provinsi Maluku), Variabel independen adalah pemahaman sistem akuntansi keuangan daerah dan pengelolaan keuangan daerah, sedangkan variabel dependen adalah kinerja unit satuan kerja pemerintah daerah. Baik secara simultan maupun parsial pemahaman mengenai sistem akuntansi dan pengelolaan keuangan berpengaruh terhadap kinerja satuan kerja pemerintah daerah. 4. Haykal (2007)

Analisis Peran dan Fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam pengelolalan Keuangan Daerah Serta pengaruhnya terhadap Kinerja (Studi kasus pada Pemkab Aceh Timur) Perencanaan Anggaran, Penyusunan Anggaran, Pelaksanaan Anggaran dan Pelaporan Anggaran Dalam pengujian secara simultan perencanaan anggaran, penyusunan anggaran, pelaksanaan anggaran dan pelaporan anggaran berpenga ruh signifikan terhadap kinerja SKPD pada Pemkab Aceh Timur, sedangkan pengujian secara parsial dapat diketahui hanya variabel penyusunan anggaran yang secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja SKPD. Variabel perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran dan pelaporan

(23)

anggaran tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap kinerja SKPD.

Referensi

Dokumen terkait

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan

Penelitian ini berjudul “Uji Potensi Beberapa Isolat Bakteri Pereduksi Sulfat Terhadap Perubahan Kemasaman Tanah Sulfat Masam dan Pertumbuhan Tanaman Jagung” yang merupakan

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan melalui penerapan model mind mapping berbantu media visual dapat meningkatkan pemahaman konsep IPS, keterampilan

Beban belajar yang diatur pada ketentuan ini adalah beban belajar sistem paket yaitu sistem penyelenggaraan program pendidikan yang peserta didiknya diwajibkan

[r]

Kelapa sawit juga dapat tumbuh baik pada daerah dengan curah hujan diatas 3.000 mm/tahun, asal distribusinya tidak merata sepanjang tahun karena curah hujan yang

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana situs berita online kompas.com dan tempointeraktif.com dalam membingkai pemberitaan pernyataan Gubernur

Pengkajian ini bertujuan untuk melihat keragaan pertumbuhan dan hasil beberapa varietas unggul baru (VUB) jagung hibrida hasil Badan Litbang Pertanian terhadap