• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGETAHUAN WANITA USIA DEWASA TENTANG OSTEOPOROSIS DI CISALAK PASAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGETAHUAN WANITA USIA DEWASA TENTANG OSTEOPOROSIS DI CISALAK PASAR"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENGETAHUAN WANITA USIA DEWASA TENTANG OSTEOPOROSIS DI

CISALAK PASAR

Dewi Lesmana1, Wiwin Wiarsih2.

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Kampus FIK UI, Jl. Prof. Dr. Bahder Djohan, Depok Jawa Barat -16424

E-mail: rafadewi09@yahoo.com  

________________________________________________________________________________

ABSTRAK

Osteoporosis merupakan kelainan metabolik tulang dan terdapat penurunan massa tulang tanpa disertai kelainan pada matriks tulang yang ditandai nyeri, deformitas tulang, dan kerapuhan tulang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran pengetahuan wanita usia dewasa tentang osteoporosis. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif dan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel wanita dewasa berjumlah 150 responden. Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan osteoporosis didapat tinggi (54%), sedang (45%) dan rendah (1%). Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi dasar untuk pengembangan program kesehatan masyarakat dalam memberikan pencegahan primer terkait osteoporosis.

Kata kunci : osteoporosis, pengetahuan, wanita

Abstract

Osteoporosis is a metabolic bone disorder in which the reabsoption rate exceeds the bone mass formation characterized by pain, bone deformity and fragility of bone formation. This study aims to identify knowledge level of osteoporosis in young adult women. This is a descriptive study with cross sectional approach. The subjects was 150 women. The result found that 54% of respondents have a high level of knowledge, 45% moderate level and only 1% of respondents have a poor level of knowledge on osteoporosis. It is recommend to develop the public health programs regarding to primary prevention of osteoporosis.

Key words : osteoporosis, knowledge, women

Pendahuluan

Menurut Health Technology Assasement (HTA) Indonesia, peningkatan usia harapan hidup menyebabkan peningkatan penyakit akibat proses menua, antara lain osteoporosis (HTA, 2005). Dalam penelitian oleh Puslitbang Gizi Depkes RI pada 16 wilayah di Indonesia dimana Provinsi Jawa Barat adalah salah satunya menyebutkan bahwa angka prevalensi osteopenia sebesar 41,7% dan prevalensi osteoporosis sebesar 10,3%.

Penelitian ini menunjukkan bahwa 2 dari 5 penduduk Indonesia memiliki risiko untuk terkena osteoporosis (Kepmenkes No.1142, 2008). Osteoporosis menyebabkan lebih dari 8,9 juta fraktur tiap tahun dengan hasil setiap 3 detik terjadi fraktur akibat osteoporosis (IOF, 2012). Di Indonesia, tahun 2000 dengan 227.850 kasus fraktur osteoporosis yang membutuhkan dana sekitar $2,7 milyar, dan perkiraan pada tahun 2020 dengan 426.300 fraktur osteoporosis dibutuhkan dana $ 3,8 milyar (HTA Indonesia, 2005). Dampak

(2)

lanjut dari osteoporosis yaitu penderita kehilangan waktu kerja, produktivitas berkurang, ketakutan, cemas, depresi dan juga terdapat beban biaya lain yang dikeluarkan selain untuk pengobatan seperti transportasi dan akomodasi selama perawatan pasien (Kepmenkes No.1142, 2008). Osteoporosis dapat terjadi pada semua orang, terutama yang memiliki faktor risiko penyakit osteoporosis. Menurut Stanley dan Beare (2007) usia tua, ras kulit putih atau Asia, berat badan rendah, riwayat keluarga dengan osteoporosis, jenis kelamin wanita, menopause, serta gaya hidup kurang baik dikatakan sebagai faktor risiko osteoporosis. Gaya hidup dapat berpengaruh terhadap kesehatan tulang. Adanya pola makan rendah kalsium dan rendah vitamin D, kurang olah raga, penyalahgunaan obat termasuk minuman beralkohol, merokok, merupakan faktor risiko penyebab osteoporosis (Tandra, 2009). Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Wamenkes RI) di Hari Osteoporosis Sedunia tahun 2012 mengatakan bahwa upaya pencegahan osteoporosis terutama dengan gaya hidup yang baik, di anjurkan juga untuk mengelola stress, istirahat cukup dan cek kesehatan secara berkala, termasuk juga pencegahan secara dini mengingat usia harapan hidup masyarakat Indonesia telah meningkat, maka kondisi untuk masa tua tanpa osteoporosis diharapkan dapat terwujud ( Depkes, 2012).

Program peningkatan pengetahuan masyarakat sangat penting. Beberapa penelitian tentang penyakit osteoporosis mengatakan bahwa tingkat pengetahuan tentang osteoporosis masih tergolong rendah. Puspadamayanti (2012) mengidentifikasi 43,6% responden memiliki tingkat pengetahuan rendah, 30 % memiliki tingkat pengetahuan sedang, 26,4% pengetahuan tinggi. Penelitian pada 768 wanita di Turki mengatakan bahwa hanya 44,9% yang benar dalam mendefinisikan osteoporosis (Gemalmaz & Oge, 2007).

Penelitian yang dilakukan di Arab menyatakan bahwa sumber pengetahuan tentang osteoporosis didapat terutama dari koran atau majalah, televisi, dokter, perawat, dan internet (Al Attia, Abu Merhi & al Farhan, 2008). Kepmenkes No.1142 adalah salah satu sumber yang mengandung informasi tentang Pedoman Pengendalian Osteoporosis diharapkan bermanfaat bagi institusi pelayanan terkait di Indonesia dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi pasien osteoporosis, membuat perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi upaya pengendalian osteoporosis, serta melakukan pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan osteoporosis. Masyarakat bisa saja sudah mengetahui dengan baik penyakit osteoporosis, namun bisa juga penyakit osteoporosis belum diketahui sehingga memerlukan program edukasi atau promosi terkait pentingnya pencegahan

(3)

osteoporosis. Program osteoporosis telah dilaksanakan di fasilitas kesehatan di wilayah Cisalak Pasar, namun hasil wawancara terhadap petugas pemeriksaan kepadatan tulang, bahwa masih banyak warga yang tridentifikasi dengan osteopenia dan osteoporosis. Oleh karena itu, pengkajian tingkat pengetahuan tentang osteoporosis akan sangat membantu dalam intervensi pengendalian penyakit osteoporosis di wilayah Kelurahan Cisalak Pasar.

Metode

Desain yang digunakan dalam penelitian ini deskriptif sederhana bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan tentang osteoporosis serta mengidentifikasi karakteristik responden. Responden adalah 150 wanita usia dewasa yang diseleksi menggunakan teknik cluster sampling.

Hasil Penelitian

Karakteristik responden menggambarkan tentang usia, pendidikan, pekerjan, frekwensi terpaparnya informasi, dan sumber informasi

Tabel 1. Distribusi karakteristik responden

Variabel Jumlah (%) Usia Dewasa awal 109 72,7 Dewasa akhir 41 27,3 Pendidikan SD 59 39,3 % SMP 38 25,3 % SMA 50 33,3 % Perguruan Tinggi 3 2,0% Pekerjaan IRT 119 79,3 % Buruh harian 21 14,0 % Pedagang 3 2,0 % Guru 2 1,3 % Pelajar 5 3,4 % Paparan informasi Pernah 150 100% Tidak pernah 0 0% Sumber informasi Dokter 39 26 % Perawat 36 24% Bidan 20 13,3 % Televisi 147 98 % Majalah 17 12,7 % Koran 12 8 %

Analisis data menunjukkan bahwa responden usia dewasa awal lebih banyak daripada dewasa tengah. Pendidikan responden mayoritas adalah SD dan paling sedikit Perguruan Tinggi. Mayoritas responden adalah ibu rumah tangga yang tidak bekerja. Penelitian ini menunjukkan bahwa semua responden pernah mendengar tentang osteoporosis. Responden mendapatkan informasi osteoporosis terbanyak melalui televisi. Sumber yang lain yaitu dari dokter, perawat, bidan, majalah, koran.

Penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden berpengetahuan osteoporosis tinggi, dan sangat sedikit yang berpengetahuan osteoporosis rendah.

Tinggi   54%   Sedang   45%   Rendah   1%  

Diagram 1. Proporsi responden berdasarkan tingkat pengetahuan tentang

osteoporosis di RW 01 Kelurahan Cisalak Pasar, Mei 2013 (n= 150)

(4)

Tabel 5.3 Distribusi tingkat pengetahuan berdasarkan karakteristik responden di RW 01 Kelurahan Cisalak Pasar, Mei 2013 (n=150)

Pengetahuan (%) Total Tinggi Sedang Rendah

Usia Dewasa Awal 58 42 0 100 Dewasa Tengah 41 54 5 100 Pendidikan SD 46 52 2 100 SMP 58 39 3 100 SMA 58 42 0 100 PT 67 33 0 100 Pekerjaan IRT 50 48 2 100 Buruh harian 67 33 0 100 Pedagang 67 33 0 100 Guru 100 0 0 100 Pelajar 40 60 0 100 Frekwensi informasi Pernah 54 45 1 100 Tidak pernah 0 0 0 0 Sumber informasi Perawat 61 39 0 100 Dokter 64 36 0 100 Bidan 50 50 0 100 Televisi 53 46 1 100 Majalah 63 32 5 100 Koran 67 25 8 100

Karakteristik responden akan berkaitan dengan pengetahuan osteoporosis dengan proporsi sesuai katagori yang ada. Pengetahuan tinggi cenderung lebih banyak

pada usia yang lebih muda, pendidikan tinggi dan bekerja.

Pembahasan

Pembahasan hasil penelitian ini akan dijelaskan sebagai berikut:

Tingkat pengetahuan osteoporosis

Proporsi tingkat pengetahuan osteoporosis dikatagorikan menjadi tinggi (54%), sedang (45%), dan rendah (1%) meliputi definisi, tanda dan gejala, faktor risiko, akibat, dan pencegahan osteoporosis, menunjukkan bahwa mayoritas responden berpengetahuan tinggi tentang osteoporosis. Hasil penelitian ini tidak sama hasilnya dengan penelitian oleh Puspadamayanti (2012) dimana sebanyak 48 orang atau 43,6 % memiliki tingkat pengetahuan osteoporosis rendah, 33 responden (30%) memiliki tingkat pengetahuan osteoporosis sedang, dan 29 responden (26,4%) memiliki tingkat pengetahuan osteoporosis tinggi. Perbedaan tersebut terjadi karena kemungkinan disebabkan faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seperti usia, pendidikan, pekerjaan, frekwensi penerimaan informasi dan sumber informasi yang didapatkan. Pengetahuan responden berdasarkan usia dan pendidikan

Penelitian ini menunjukkan bahwa wanita usia dewasa awal cenderung lebih tinggi pengetahuan osteoporosisnya daripada

(5)

dewasa tengah. Penelitian ini juga menujukkan responden yang berpendidikan Perguruan Tinggi cenderung lebih tinggi pengetahuan osteoporosisnya bila dibandingkan tingkat pendidikan SMA dan SMP. Responden yang tingkat pendidikannya SD cenderung rendah pengetahuan osteoporosisnya meskipun jumlahnya paling banyak dalam penelitian ini. Mei Saw dkk (2003) dalam penelitian terhadap wanita Cina usia dewasa tengah dan akhir di Singapura bahwa usia dewasa tengah lebih baik pengetahuannya tentang osteoporosis bila dibandingkan dengan dewasa akhir. Pada penelitian di Turki menemukan bahwa wanita dengan usia yang lebih muda dan berpendidikan lebih tinggi mampu mendefinisikan osteoporosis dengan benar. Kesadaran dan pendefinisian yang tepat tentang osteoporosis ditemukan terbanyak pada usia yang lebih muda (Gemalaz & Oge, 2007). Penelitian tersebut menggambarkan bahwa semakin tinggi pendidikan semakin tinggi pula pengetahuan tentang osteoporosis. Pengetahuan berdasarkan pekerjaan Penelitian ini menunjukkan mayoritas responden tidak bekerja atau hanya sebagai ibu rumah tangga. Kecenderungan pengetahuan osteoporosis tinggi terlihat pada responden yang bekerja (Guru, pedagang, buruh harian) daripada yang tidak bekerja (IRT, pelajar). Situasi ini diasumsikan tejadi karena kesempatan dalam menerima

informasi lebih luas pada responden yang bekerja daripada yang tidak bekerja.

Pengetahuan berdasarkan sumber dan frekwensi informasi osteoporosis.

Paparan terhadap frekwensi osteoporosis sangat membantu dalam pengetahuan osteoporosis, seperti dikatakan dalam penelitian ini bahwa seluruh responden pernah mendengar osteoporosis. Televisi memberikan fungsi peran terbanyak sebagai sumber informasi osteoporosis bagi responden. Sumber informasi osteoporosis dari tenaga kesehatan seperti dokter sebanyak 26 %, perawat 24%, dan bidan 13 %. Media elektronik merupakan salah satu sarana dalam program pencegahan osteoporosis selain edukasi oleh pemberi layanan kesehatan dan sumber layanan lainnya, namun bukan berarti peran tenaga kesehatan harus menjadi menurun. Penelitian ini menggambarkan bahwa responden yang berpengetahuan tinggi mayoritas menerima informasi dari televisi selanjutnya dokter, perawat dan sedikit peran oleh bidan dan majalah atau koran sementara yang berpengetahuan osteoporosis rendah hanya menerima informasi osteoporosis dari koran dan televisi. Dalam penelitian Mei Saw dkk (2003) menjelaskan bahwa sebanyak 57,9 % dari 749 responden pernah mendengar osteoporosis, proporsi terbesar bersumber dari televisi sebanyak 76,4 %, koran 70,5 %, dari teman sebanyak 55,5 %, dan majalah 47,1 % dan sedikit proporsi yang mendengar osteoporosis dari medikal klinik yaitu 31,2 %

(6)

serta sumber lainnya kurang dari 20 % (grup komunitas, poster, bis, kereta api, pembicaraan masyarakat). Sumber informasi tentang osteoporosis dalam penelitian Gemalmaz dan Oge (2007) mengatakan terutama 55 % sumber informasi osteoporosis dari televisi, dokter19,2 %, perawat atau bidan 16,5 %, serta dari teman 9,3 %, dan penelitian ini menunjukkan bahwa 60,8 % yang pernah mendengar osteoporosis. Peran majalah atau koran dua kali lebih besar dibandingkan dengan petugas kesehatan dalam memberikan sarana sumber pengetahuan mengenai penyakit osteoporosis (Al Atta dkk, 2008). Puspadamayanti (2012) juga mengatakan dalam penelitiannya bahwa sebagian besar sumber informasi wanita staf administrasi di tiap Fakultas Universitas Indonesia tentang osteoporosis adalah media cetak, sehingga penelitian ini turut memperkuat bahwa peran tenaga kesehatan dalam pelayanan primer masih perlu dioptimalkan.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa

1. Pengetahuan wanita di Cisalak Pasar terdiri dari 54% pengetahuan osteoporosis tinggi, 45% pengetahuan osteoporosis sedang serta 1% pengetahuan osteoporosis rendah. Penelitian ini memperlihatkan bahwa mayoritas berpengetahuan osteoporosis tinggi.

2. Pengetahuan osteoporosis berdasarkan usia adalah responden usia dewasa awal cenderung lebih baik pengetahuannya dibandingkan usia dewasa tengah sehingga simpulannya adalah yang lebih muda cenderung lebih baik pengetahuannya tentang osteoporosis. 3. Berdasarkan karakteristik pendidikan,

mayoritas responden berpendidikan rendah. Pengetahuan osteoporosis berdasarkan pendidikan menggambarkan bahwa yang lebih baik pendidikannya cenderung lebih baik pula pengetahuan tentang osteoporosis.

4. Pekerjaan dapat berkaitan dengan pengetahuan osteoporosis dimana dalam penelitian ini yang bekerja cenderung lebih baik pengetahuan osteoporosisnya dibandingkan yang tidak bekerja. Pekerjaan dapat memungkinkan seseorang berkesempatan menerima informasi lebih banyak daripada yang tidak bekerja.

5. Semua wanita dalam penelitian ini pernah mendengar osteoporosis. Terpaparnya seseorang tentang informasi osteoporosis akan memberikan gambaran tentang informasi terkait osteoporosis. Tingkatan pengetahuan osteoporosis tergantung dari penerimaan seseorang dalam memproses informasi tersebut.

6. Sumber informasi akan lebih mendukung peningkatan pengetahuan osteoporosis. Peran televisi lebih banyak memberikan informasi tentang

(7)

osteoporosis. Peran profesi pelayanan kesehatan seperti dokter, perawat, dan bidan dalam penelitian ini mampu meningkatkan pengetahuan osteoporosis pada tingkatan yang lebih tinggi. Kompleksitas dari kedua peran tersebut memudahkan peran perawat untuk memodifikasi cara dalam promosi kesehatan yang optimal misalnya perawat turut serta dalam menyalurkan informasi osteoporosis melalui televisi, radio, majalah atau media lainnya.

Referensi

Al Attia, Abu Merhi, Al Farhan. (2008). How much do the Arab females know about osteoporosis? The scope and the sources of knowledge.http://www.proquest.com   Departemen Kesehatan RI (2012) Melalui

peringatan hari osteoporosis sedunia tahun 2012, Indonesia bergerak cegah

Osteoporosis pppl.depkes.go.id Gemalmaz, Ayfer& Oge,Aysin (2007).

Knowledge and awareness about

osteoporosis and its related factors among rural Turkish women.

http://www.proquest.com    

Kepmenkes RI No.1142, 2008 tentang Pencegahan Osteoporosis

Mei Saw, Yee Hong, Lee, Lian Wong, Fen Chan, Cheng, Hong Leong (2003) Awareness and Health belief of women

towards osteoporosis. International

Osteoporosis Foundation and National Osteoporosis Foundation Article Puskesmas Cimanggis (2011). Profil

Puskesmas Cimanggis 2011. Depok; Dinas

Kesehatan

Puspadamayanti (2012). Gambaran tingkat pengetahuan osteoporosis pada pegawai

administrasi perempuandi UI. Skripsi.FIK

Universitas Indonesia

Potter dan Perry (2005) Buku ajar

fundamental Keperawatan : konsep, proses

dan praktik (edisi 4) volume 1 Penerjemah

Yasmin Asih Jakarta: EGC

Rahman , I.A et al (2005). Penggunaan Bone

Densitometri pada Osteoporosis. dalam

HTA Indonesia 2005

Stanley, M., & Beare, P. G. (2007). Buku Ajar

Keperawatan Gerontik (2 ed.). (E. Meiliya,

Ed., N. Juniarti, & S. Kurnianingsih, Trans.) Jakarta: EGC.

Tandra, H. (2009). Segala sesuatu yang harus anda ketahui tentang osteoporosis ,

mengenal, mengatasi dan mencegah,

tulang keropos . Jakarta: PT Gramedia

Gambar

Diagram 1. Proporsi responden  berdasarkan tingkat pengetahuan tentang
Tabel  5.3  Distribusi  tingkat  pengetahuan  berdasarkan  karakteristik  responden  di  RW 01 Kelurahan Cisalak Pasar, Mei 2013  (n=150)

Referensi

Dokumen terkait

pengajaran yang mencakup kondisi pembelajaran ( tujuan dan karakteristik bidang studi, kendala dan karakteristik bidang studi, karateristik siswa), metode,( strategi

Perkembangan tingkat penggunaan sarana akomodasi di Sulawesi Tengah pada bulan Agustus 2011 dapat dilihat dari beberapa indikator, seperti tingkat penghunian kamar,

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Pembebasan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

(2) Dalam hal perhitungan batas maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), khusus untuk BTP Pemanis Glikosida steviol dihitung sebagai ekivalen steviol dengan

laporan akhir yang berjudul “Perhitungan Drop Tegangan Pada Jaringan Distribusi Primer 20 kV Gardu Induk Sungai Juaro Dengan Menggunakan Software Matlab”

Fanani (2009) juga menemukan hal yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Asiah (2004), yaitu kualitas pelaporan keuangan berpengaruh negatif dan signifikan

Bagaimana strategi non-hukum Yayasan Kesenian Sobokartti dan Perkumpulan Kesenian Sobokartti dalam mempertahankan Gedung Kesenian Jawa Sobokartti?...7.D. Sejauh mana

dukungan tingkat fisik (PD) yang tinggi untuk menjalankan kegiatan pekerjaan pada bagian proses manufaktur tersebut guna mencapai tingkat keberhasilan output (OP)