FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KETERLAMBATAN RUJUKAN IBU BERSALIN KE RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH GUNUNGSITOLI, KABUPATEN NIAS TAHUN 2014
SKRIPSI
OLEH :
NIM. 111021083
CHRISTIANTY OLIVIA ZEBUA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KETERLAMBATAN RUJUKAN IBU BERSALIN KE RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH GUNUNGSITOLI KABUPATEN NIAS TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH :
NIM. 111021083
CHRISTIANTY OLIVIA ZEBUA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
RSUD Gunungsitoli merupakan rumah sakit pemerintah yang menjadi pusat rujukan di pulau Nias. Ibu bersalin yang dirujuk ke rumah sakit, masih banyak yang mengalami keterlambatan. Dilakukan penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan keterlambatan rujukan ibu bersalin ke RSUD Gunungsitoli, Kabupaten Nias.
Jenis penelitian ini adalah observasional dengan metode pengumpulan data secara cross sectional. Populasi adalah semua ibu bersalin yang dirujuk ke RSUD Gunungsitoli. Sampel berjumlah 19 orang dan teknik pengambilan sampel secara
consecutive artinya pasien yang datang pada saat penelitian dijadikan sebagai sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keputusan keluarga, dana, dan geografis tidak memiliki hubungan bermakna dengan keterlambatan rujukan ibu bersalin ke RSUD Gunungsitoli. Sedangkan faktor penolong persalinan memiliki hubungan bermakna dengan keterlambatan rujukan ibu bersalin ke RSUD Gunungsitoli dengan nilai p = 0,005 (<0,05). Penolong persalinan yang kompeten ada 10 orang, yaitu 8 orang (80%) tidak terlambat dan 2 orang (20%) terlambat dirujuk. Sedangkan penolong persalinan yang tidak kompeten, yaitu 1 orang (11,1%) tidak terlambat dan 8 orang (88,9%) terlambat dirujuk.
Saran adalah petugas kesehatan terutama bidan desa atau puskesmas diharap lebih peduli terhadap ibu hamil melalui pengawasan antenatal care dan ibu bersalin dalam proses persalinan serta lebih peka terhadap masalah atau adanya indikasi yang membutuhkan penanganan segera dan perlu dirujuk ke rumah sakit. Pemerintah daerah diharapkan lebih memperhatikan akses masyarakat dalam mencapai tempat pelayanan kesehatan dan melakukan upaya penyuluhan serta pelatihan terhadap tenaga tradisional atau dukun.
ABSTRACT
Gunungsitoli Hospital is a government hospital that became a referral centers in Nias Island. Referred to the maternity hospital, there are many who experience delays. Conducted this study in order to determine the factors associated with maternal referral delay to Gunungsitoli Hospital, in Nias Regency.
The kind of this research was observational by the collection method of data was cross sectional. Population is all maternal who were referred to Gunungsitoli Hospital. The number of sample was 19 persons and this research used consecutive as technique sampling. It means that the sample were patients who were coming to the hospital when the research was done.
The result of the research got that family decision, fund, and geographic did not have a significant relationship with maternal referral delay to Gunungsitoli Hospital. While the birth attendants factor have a significant relationship with maternal referral delay to Gunungsitoli Hospital by p value = 0,005 (<0,05). Competent birth attendants there are 10 people, which is 8 people (80%) is not too late and 2 (20%) were referred late. While birth attendants who are not competent, ie 1 (11.1%) is not too late and 8 (88.9%) were referred late.
Advice is mainly health workers midwife or health centers are expected to more concerned about pregnant through antenatal surveillance and maternal and delivery is more sensitive to problems or indications that require immediate action and should be referred to hospital. Region governments are expected to pay more attention to public access to reach the health services and counseling efforts and training of the tradisional healer or shaman.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : CHRISTIANTY OLIVIA ZEBUA
Tempat/Tanggal Lahir : Gunungsitoli, 29 Septermber 1987
Agama : Kristen Protestan
Status : Belum Menikah
Alamat Rumah : Jl. Sutomo No. 26, Desa Lasara Bahili, Kec. Gunungsitoli, Kota Gunungsitoli.
Riwayat Pendidikan :
1. TK Cendrawasih (1992-1993) 2. SD Swasta RK Mutiara (1993-1999) 3. SMP Swasta Bunga Mawar (1999-2002) 4. UPT SPK Gunungsitoli (2002-2005)
5. Akademi Kebidanan Darmo Medan (2005-2008) 6. Fakultas Kesehatan Masyarakat USU (2011-2014)
Riwayat Pekerjaan :
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugrahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor Yang Berhubungan Dengan Keterlambatan Rujukan Ibu Bersalin Ke RSUD Gunungsitoli, Kabupaten Nias Tahun 2014”.
Penyusunan skripsi ini telah mendapatkan bantuan berupa materi dan motivasi serta bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Heru Santosa, MS, Ph.D selaku Ketua Departemen Kependudukan dan Biostatistik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 3. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, Msi, selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan saran dan masukan untuk kelancaran skripsi ini.
4. Bapak Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan saran dan masukan demi kelancaran skripsi ini.
5. Ibu Asfriyati, SKM, M.Kes, selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan demi kelancaran skripsi ini.
6. Seluruh Dosen beserta seluruh pegawai (terkhusus buat bg. Romzzi) dan karyawan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah membantu demi kelancaran skripsi ini.
7. Bapak Drs. Sokhiatulo Laoli, MM, selaku Bupati Nias yang memberikan izin untuk melakukan penelitian di Kabupaten Nias.
8. Bapak dr. Julianus Dawolo, M.Kes, selaku Direktur RSUD Gunungsitoli yang telah memberi izin untuk melakukan penelitian di RSUD Gunungsitoli
9. Ibu Nurhayati Zendrato selaku kepala ruangan dan staf perawat diruangan Kamar Bersalin yang telah membantu saya dalam memperoleh data.
membiayai perkuliahan ini dan adik-adik tersayang Ruthy dan Lyus suaminya; Sally (yang mau mengantarkan ke kampus walau sesaat), Dandy dan Billy yang juga turut mendukung dalam doa sehingga bisa kuat melewati perkuliahan ini. 11. Untuk B’Aroziduhu Lase (my dear fiance) dan papa mama di Bawalato yang
selalu mendukung dan mendoakan penulis agar tetap semangat menjalani perkuliahan hingga selesai.
12. Teman-teman departemen kependudukan dan biostatistik (khususnya buat kk’Iska) yang membantu mengolah data dan teman-teman lain yang saling memberi support selama proses penyusunan skripsi.
13. Sahabat terbaik Desta Zebua (dan dede bayi) yang mendukung dan mendoakan serta percaya kalau penulis sanggup melewati semua proses ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan penulisan selanjutnya dari berbagai pihak.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua yang memerlukannya. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkat dan karuniaNya kepada kita semua.
Medan, Juli 2014
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN... i
ABSTRAK ... ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP... iv
KATA PENGANTAR ... v
2.1 Keterlambatan Rujukan ... 10
2.2 Antenatal Care ... 16
2.2.1 Tujuan Pengawasan Dalam Antenatal Care ... 17
2.2.2 Kehamilan dan Janin Dengan Resiko Tinggi ... 18
2.2.3 Jadwal Antenatal Care ... 20
2.4 Penanganan Kegawatdaruratan... ... 31
2.4.1 Penilaian Awal... 31
2.4.2 Penilaian Klinik Lengkap... 32
2.4.3. Prinsip Umum Penanganan Gawatdarurat ... 33
2.4.4. Upaya Pemerintah Dalam Menurunkan AKI dan AKB ... 34
2.5 Kerangka Konsep Penelitian... 36
BAB III METODE PENELITIAN ... 37
3.1 Jenis Penelitian ... 37
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 37
3.2.1. Lokasi Penelitian... 37
3.2.2. Waktu Penelitian... 37
3.6.2 Variabel Independen ... 46
3.7 Teknik Pengolahan Data... 47
3.8 Analisi Data ... 48
BAB IV HASIL PENELITIAN... 49
4.1 Gambaran Umum RSUD Gunungsitoli... 49
4.1.1 Lokasi RSUD Gunungsitoli... 49
4.1.2 Fasilitas Pelayanan yang Tersedia ... 49
4.2 Hasil Analisis Univariat... 51
4.2.1 Umur ... 51
4.2.2 Pekerjaan... 51
4.2.3 Frekuensi Kehamilan ... 52
4.2.4 Frekuensi Persalinan ... 53
4.2.5 Frekuensi Abortus... 53
4.2.6 Keterlambatan Rujukan Ibu Bersalin... 54
4.2.7 Keputusan Keluarga... 56
4.2.8 Faktor Dana ... 59
4.2.9 Faktor Geografis ... 63
4.2.10 Penolong Persalianan... 67
4.3 Hasil Analisis Bivariat... 70
4.3.1 Hubungan Keputusan Keluarga dengan Keterlambatan Rujukan Ibu Bersalin ... 71
4.3.2 Hubungan Faktor Dana dengan Keterlambatan Rujukan Rujukan Ibu Bersalin... 71
4.3.3 Hubungan Faktor Geografis dengan Keterlambatan Rujukan Ibu Bersalin... 72
BAB V PEMBAHASAN... 74
5.1 Pengaruh Keputusan Keluarga dengan Keterlambatan Rujukan Ibu Bersalin... 74
5.2 Pengaruh Faktor Dana dengan Keterlambatan Rujukan Ibu Bersalin... 75
5.3 Faktor Geografis dengan Keterlambatan Rujukan Ibu Bersalin... 76
5.4 Faktor Penolong Persalianan dengan Keterlambatan Rujukan Ibu Bersalin... 77
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN... 80
5.1 Kesimpulan... 80
5.2 Saran ... 80
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Pedoman Rujukan Terencana... 15
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur ... 51
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan... 52
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Kehamilan ... 52
Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Persalinan... 53
Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Abortus ... 53
Tabel 4.6 Distribusi Intervensi Tindakan Sebelum Dirujuk Ke RSUD Gunungsitoli ... 54
Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Keterlambatan Rujukan Ibu Bersalin ... 56
Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Keputusan Keluarga Terhadap Keterlambatan Rujukan ... 56
Tabel 4.9 Distribusi Gambaran Jawaban Responden Berdasarkan Keputusan Keluarga ... 57
Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Dana Terhadap Keterlambatan Rujukan ... 60
Tabel 4.11 Distribusi Gambarana Jawaban Responden Berdasarkan Faktor Dana... 60
Tabel 4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Geografis Terhadap Keterlambatan Rujukan ... 63
Tabel 4.13 Distribusi Gambaran Jawaban Responden Berdasarkan Faktor Geografis... 64
Tabel 4.14 Distribusi Responden Berdasarkan Penolong Persalinan Terhadap Keterlambatan Rujukan... 67
Tabel 4.16 Hubungan Keputusan Keluarga dengan Keterlambatan Rujukan
Ibu Bersalin... 71
Tabel 4.17 Hubungan Faktor Dana dengan Keterlambatan Rujukan Ibu
Bersalin... 72
Tabel 4.18 Hubungan Faktor Geografis dengan Keterlambatan Rujukan Ibu
Bersalin... 73
Tabel 4.19 Hubungan Penolong Persalinan dengan Keterlambatan Rujukan
DAFTAR GAMBAR
Halaman
ABSTRAK
RSUD Gunungsitoli merupakan rumah sakit pemerintah yang menjadi pusat rujukan di pulau Nias. Ibu bersalin yang dirujuk ke rumah sakit, masih banyak yang mengalami keterlambatan. Dilakukan penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan keterlambatan rujukan ibu bersalin ke RSUD Gunungsitoli, Kabupaten Nias.
Jenis penelitian ini adalah observasional dengan metode pengumpulan data secara cross sectional. Populasi adalah semua ibu bersalin yang dirujuk ke RSUD Gunungsitoli. Sampel berjumlah 19 orang dan teknik pengambilan sampel secara
consecutive artinya pasien yang datang pada saat penelitian dijadikan sebagai sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keputusan keluarga, dana, dan geografis tidak memiliki hubungan bermakna dengan keterlambatan rujukan ibu bersalin ke RSUD Gunungsitoli. Sedangkan faktor penolong persalinan memiliki hubungan bermakna dengan keterlambatan rujukan ibu bersalin ke RSUD Gunungsitoli dengan nilai p = 0,005 (<0,05). Penolong persalinan yang kompeten ada 10 orang, yaitu 8 orang (80%) tidak terlambat dan 2 orang (20%) terlambat dirujuk. Sedangkan penolong persalinan yang tidak kompeten, yaitu 1 orang (11,1%) tidak terlambat dan 8 orang (88,9%) terlambat dirujuk.
Saran adalah petugas kesehatan terutama bidan desa atau puskesmas diharap lebih peduli terhadap ibu hamil melalui pengawasan antenatal care dan ibu bersalin dalam proses persalinan serta lebih peka terhadap masalah atau adanya indikasi yang membutuhkan penanganan segera dan perlu dirujuk ke rumah sakit. Pemerintah daerah diharapkan lebih memperhatikan akses masyarakat dalam mencapai tempat pelayanan kesehatan dan melakukan upaya penyuluhan serta pelatihan terhadap tenaga tradisional atau dukun.
ABSTRACT
Gunungsitoli Hospital is a government hospital that became a referral centers in Nias Island. Referred to the maternity hospital, there are many who experience delays. Conducted this study in order to determine the factors associated with maternal referral delay to Gunungsitoli Hospital, in Nias Regency.
The kind of this research was observational by the collection method of data was cross sectional. Population is all maternal who were referred to Gunungsitoli Hospital. The number of sample was 19 persons and this research used consecutive as technique sampling. It means that the sample were patients who were coming to the hospital when the research was done.
The result of the research got that family decision, fund, and geographic did not have a significant relationship with maternal referral delay to Gunungsitoli Hospital. While the birth attendants factor have a significant relationship with maternal referral delay to Gunungsitoli Hospital by p value = 0,005 (<0,05). Competent birth attendants there are 10 people, which is 8 people (80%) is not too late and 2 (20%) were referred late. While birth attendants who are not competent, ie 1 (11.1%) is not too late and 8 (88.9%) were referred late.
Advice is mainly health workers midwife or health centers are expected to more concerned about pregnant through antenatal surveillance and maternal and delivery is more sensitive to problems or indications that require immediate action and should be referred to hospital. Region governments are expected to pay more attention to public access to reach the health services and counseling efforts and training of the tradisional healer or shaman.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatan status kesehatan masyarakat di Indonesia sudah mulai
menunjukkan hasil nyata. Keberhasilan pembangunan kesehatan ini, salah satunya
dapat dilihat dari periode 2004 sampai dengan 2007 terjadi penurunan Angka
Kematian Ibu (AKI) dari 307 per 100.000 kelahiran hidup menjadi 228 per 100.000
kelahiran hidup. Walau keberhasilan tersebut masih perlu terus ditingkatkan,
mengingat AKI di Indonesia masih cukup tinggi dibandingkan dengan negara
ASEAN lainnya. Berdasarkan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014, mengupayakan agar AKI dapat diturunkan
menjadi 118 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2014. Selain itu, kesepakatan
global Millennium Development Goals (MDGs) menargetkan AKI di Indonesia
dapat diturunkan menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 (Kemkes,
2011).
Menurut Diah Saminarsih (2011) sebagai Asisten Utusan Khusus Presiden
Indonesia untuk tujuan pembangunan Millennium Development Goals (MDGs),
tingginya AKI dipengaruhi banyak faktor, diantaranya pembangunan yang belum
merata sehingga infrastruktur maupun layanan kesehatan antara satu provinsi dengan
provinsi lainnya berbeda. Terkadang, satu daerah hanya memiliki satu puskesmas dan
jaraknya sangat jauh serta dengan kondisi jalan yang tidak baik. Selain itu,
pengetahuan masyarakat agar bisa hidup sehat juga masih sangat kurang. Tersedianya
juga merupakan salah satu penyebab masih tingginya angka kematian ibu melahirkan.
Kebanyakan dari masyarakat yang hidup di daerah terpencil masih percaya dukun
beranak. Menurut Riskesdas 2010, sekitar 43,2 % persalinan masih dilakukan di
rumah, dan itu pun hampir separuhnya masih dibantu oleh tenaga non kesehatan atau
dukun bersalin (Kemkes, 2011).
Dalam upaya menjamin akses pelayanan persalinan yang dilakukan oleh
dokter atau bidan, maka pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan meluncurkan upaya
terobosan berupa Jaminan Persalinan (Jampersal). Jampersal dimaksudkan untuk menghilangkan hambatan finansial bagi ibu hamil untuk mendapatkan jaminan
persalinan, yang di dalamnya termasuk pemeriksaan kehamilan, pelayanan nifas
termasuk KB pasca persalinan, dan pelayanan bayi baru lahir. Dengan demikian,
kehadiran Jampersal diharapkan dapat mengurangi terjadinya hambatan dalam
pertolongan persalinanan sehingga dapat mengakselerasi tujuan pencapaian MDGs,
khususnya MDGs 4 dan 5 (Kemkes, 2011).
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012,
mengeluarkan data hasil suvei terbaru tentang AKI. Menurut SDKI 2012, AKI
tercatat 359 per 100.000 kelahiran hidup. AKI ini jauh melonjak dibanding hasil
SDKI 2007, yaitu 228 per 100.000. Dalam hal ini, harapan pencapaian penurunan
AKI jauh dari harapan pemerintah, yang bertekad menurunkan AKI menjadi 118 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2014 (Sindonews, 2013).
Menteri Kesehatan RI, dr.Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH, mengatakan dalam
rangka memfokuskan percepatan pencapaian target Millennium Development Goals
dan efisien serta konsisten dari seluruh pemangku kepentingan untuk ikut
bersama-sama berupaya dalam mempercepat penurunan AKI. Untuk itu, Kementerian
Kesehatan RI menyusun Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu (RAN PPAKI) tahun 2013-2015(Depkes, 2013).
Estimasi berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 1990-2007 dengan perhitungan exponensial, AKI di Indonesia pada
tahun 2015 diperkirakan baru mencapai 161 per 100.000 kelahiran hidup, sementara
target MDGs yang harus dicapai adalah 102 per 100.000 kelahiran hidup. Untuk itu,
Kemenkes RI menyusun RAN PP AKI 2013-2015 yang berfokus pada 3 strategi dan
7 program utama (Depkes, 2013).
Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2011, termasuk dalam 5 provinsi
penyumbang Angka Kematian Ibu (AKI) karena termasuk dalam provinsi dengan
jumlah penduduk yang besar. Provinsi Sumatera Utara menduduki urutan ke empat
setelah Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur dan pada
urutan ke lima ada Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Menurut Dr. dr. Slamet
Riyadi Yuwono, DTM&H, MARS, selaku Direktur Bina Gizi Kesehatan Ibu dan
Anak Kemenkes dalam acara seminar Hospital Expo di JCC, Jakarta, Rabu
(19/10/2011); penyebab kematian untuk ibu kebanyakan perdarahan dan eklampsia
(keracunan saat kehamilan), sedangkan untuk bayi paling banyak masalah neonatal
seperti asfiksia (sesak napas), berat badan lahir rendah dan juga prematur. Untuk
menangani hal ini sudah dimulai dengan melakukan analisis agar diketahui apa
kesehatan di desa-desa, adanya Jampersal, BOK (Bantuan Operasional Kesehatan)
serta mengirim dokter spesialis untuk rujukan (Data dan Informasi Kesehatan, 2011).
Di Provinsi Sumatera Utara sampai saat ini tingginya AKI masih merupakan
masalah prioritas di bidang kesehatan. AKI ini menggambarkan status kesehatan/gizi
ibu selama hamil yang rendah, kondisi wanita pada umumnya, kondisi lingkungan
dan masih belum memadainya tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil,
melahirkan dan menyusui. Pada tahun 2007 misalnya, AKI yaitu 231 per 100.000
kelahiran hidup. Sedangkan pada tahun 2008, AKI ini meningkat menjadi 258 per
100.000 kelahiran hidup. Selanjutnya di tahun 2009 AKI menjadi 260 per 100.000
kelahiran hidup. Sementara di tahun 2010 per Agustus data tersebut adalah 249 per
100.000 kelahiran hidup (Nazhrah, 2012).
Di Kabupaten Nias tahun 2008, AKI tercatat 286 per 100.000 kelahiran hidup.
Data ini diperoleh dari Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten
Nias, dari kejadian AKI yang dilaporkan di puskesmas. Hasil penelitian ini kemudian
tidak dapat dijadikan patokan karena data yang diperoleh hanya dari puskesmas, dan
tidak melibatkan pusat pelayanan kesehatan yang lain seperti dari klinik, balai
pengobatan dan terutama dari RSUD Gunungsitoli sebagai rumah sakit rujukan dan
merupakan satu-satunya rumah sakit pemerintah di pulau Nias (Dinkes Nias, 2008).
Tingginya AKI disebabkan oleh berbagai faktor, seperti umur ibu, paritas,
kehamilan yang tidak dikehendaki (unwanted pregnancy), komplikasi kehamilan
seperti perdarahan, infeksi masa nifas, pre-eklampsi, eklampsi, partus macet, ruptur
uteri, komplikasi abortus provokatus. Faktor lain yang mempengaruhi tingginya AKI
tenaga kesehatan yang terampil dan kompeten, serta kemiskinan. Tingginya AKI juga
dipengaruhi oleh tiga terlambat yang kemudian dikembangkan menjadi empat
terlambat, yaitu terlambat pengenalan dini adanya tanda bahaya atau masalah atau
faktor resiko melalui skrining antenatal proaktif; terlambat mengambil keputusan oleh
keluarga tentang persiapan dan perencanaan persalinan, tempat dan penolong yang
sesuai dengan ibu hamil, didukung dengan kesiapan mental, biaya, transportasi dan
kesiapan persalinan yang aman; terlambat pengiriman dan transportasi ke pusat
rujukan, mencegah keterlambatan ini adalah bertujuan agar sampai di rumah sakit
rujukan dengan keadaan ibu dan bayi masih baik; penanganan yang adekuat di rumah
sakit rujukan, penanganan diberikan dengan segera, oleh tenaga professional secara
efektif dan efesien, baik dilihat dari segi waktu dan biaya (Wahyuningsih, 2009).
Meskipun penanggulangan biaya telah diupayakan melalui program
Jamkesmas, namun ada faktor lain yang menghambat penurunan AKI terutama di
daerah terpencil seperti di Pulau Nias. Seperti halnya faktor non medik terlambatnya
rujukan masih sangat besar pengaruhnya. Hal ini disebabkan karena pengaruh
komplikasi persalinan yang tidak terduga, penolong pertama, jumlah penolong dan
lama pertolongan di luar rumah sakit, pertolongan estafet atau berantai dan faktor
geografis.
Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti di Rumah Sakit Umum
Gunungsitoli Kabupaten Nias, jumlah ibu bersalin yang dirujuk yaitu antara 40-70
orang disetiap bulannya pada Januari 2012 sampai dengan Oktober 2013. Pada tahun
2012, jumlah rujukan ibu bersalin yang masuk ke kamar bersalin mencapai 1210
dirujuk sebagian besar dirujuk oleh dokter bersalin dari tempat praktek dokter.
Namun walau telah memeriksakan diri pada tenaga kesehatan, seringkali ibu bersalin
tidak langsung datang untuk mendapat perawatan di rumah sakit. Beberapa
diantaranya ada yang pulang ke kampung untuk mencari pengobatan tradisional atau
malah pergi ke praktek bidan. Selain itu, masih ada juga yang dibantu oleh dukun
bersalin dan kemudian dilarikan ke tempat praktek bidan dan akhirnya terlambat
untuk dirujuk ke rumah sakit. Banyaknya tenaga kesehatan yang tidak kompeten pun
mempengaruhi banyaknya masalah terlambat rujukan ibu bersalin. Meski mengetahui
bahwa kondisi ibu bersalin harus dirawat di rumah sakit, namun tidak sedikit yang
mencoba untuk menangani sendiri sehingga kondisi ibu sudah parah ketika akhirnya
dibawa ke rumah sakit. Faktor lain yang turut menunjang terlambatnya rujukan,
diantaranya karena yang mengambil keputusan adalah laki-laki atau suami dan
keluarga. Sangat jarang untuk meminta atau mendengar pendapat ibu, memutuskan
apa yang diinginkannya untuk persalinannya. Hal ini juga membuat terlambatnya ibu
untuk datang dirujuk ke rumah sakit.
Survei awal peneliti dilakukan dengan mewawancarai 2 orang ibu bersalin
yang dirujuk dengan kondisi yang berbeda. Ibu Y, berumur 32 tahun, telah
melahirkan 3 orang anak hidup, pendidikan terakhir kelas II SD, persalinan terakhir
ditolong oleh dukun beranak dan karena mengeluarkan banyak darah setelah plasenta
lahir ibu dibawa ke bidan dan dirujuk ke RSUD Gunungsitoli. Ibu mengatakan
selama kehamilan dan proses persalinan, dia tidak pernah dilibatkan atau ditanyakan
pendapatnya. Suami dan keluarga (mertua) yang mengambil keputusan tentang
penghasilan kurang dari Rp. 500.000,- per bulan. Keluarga enggan membawa ke
puskesmas karena merasa kurang diperhatikan dan pengobatannya juga biasa-biasa
saja. Jarak RSUD Gunungsitoli dengan Desa Tetehosi, sekitar 35-37 km dan butuh
biaya besar dan tidak selalu ada kendaraan angkutan yang membawa. Karena hal
tersebut, keluarga memutuskan untuk memanggil dukun beranak yang sudah biasa
menolong persalinan di desa tersebut. Ibu mengatakan telah merasakan perutnya
mules sejak kemarin malam dan oleh dukun, ibu Y diurut dengan tujuan agar cepat
melahirkan kemudian disuruh mengedan. Pagi hari ibu baru melahirkan dan
merasakan kelelahan karena sepanjang malam disuruh mengedan. Setelah plasenta
lahir ibu merasakan keluar darah dari jalan lahir terus menerus. Hingga siang hari,
darahnya masih keluar. Karena melihat tidak ada perubahan pada kondisi ibu,
akhirnya keluarga memutuskan untuk membawa ibu ke tempat bidan. Setelah
diperiksa oleh bidan, ibu Y dianjurkan untuk dirujuk ke RSUD. Sore hari, keluarga
baru mendapatkan kendaraan untuk membawa ibu ke RS dan memerlukan waktu
sekitar 45 menit sampai 1 jam selama diperjalanan.
Ibu X, berumur 35 tahun, memiliki 5 orang anak hidup dan 2 kali mengalami
keguguran. Ibu X tidak pernah bersekolah, dan riwayat persalinan yang lalu hanya
dilakukan dirumah dan ditolong oleh dukun beranak. Ibu mengatakan kalau sesekali
memeriksakan diri ke bidan desa setempat. Kehamilan ini merupakan kehamilan yang
tidak direncanakan dan terjadi karena ibu lupa untuk menyuntikan dirinya ke tempat
bidan. Ibu bekerja sebagai petani sama dengan anggota keluarga lainnya. Ibu tinggal
di Kecamatan Gunungsitoli Selatan tepatnya kurang lebih 8 km dari pusat kota atau
spesialis Obgin, oleh dokter ibu dirujuk ke RSUD atas indikasi plasenta previa totalis
dan dianjurkan untuk opname. Namun mendengar hal tersebut, suami memutuskan
untuk mengumpulkan semua keluarga untuk merembukannya dulu. Ibu baru dibawa
ke rumah sakit karena rasa sakit yang menjalar dan darah yang banyak keluar dari
jalan lahir, setelah sebelumnya ditolong oleh dukun beranak.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang “faktor yang berhubungan dengan keterlambatan rujukan ibu bersalin ke
RSUD Gunungsitoli, Kabupaten Nias”.
1.2 Rumusan Masalah
Banyaknya ibu bersalin yang terlambat dirujuk ke RSUD Gunungsitoli,
Kabupaten Nias.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan
keterlambatan rujukan ibu bersalin ke RSUD Gunungsitoli, Kabupaten Nias.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya hubungan antara keputusan keluarga dengan keterlambatan
rujukan ibu bersalin ke RSUD Gunungsitoli, Kabupaten Nias.
2. Diketahuinya hubungan antara faktor dana dengan keterlambatan rujukan ibu
bersalin ke RSUD Gunungsitoli, Kabupaten Nias.
3. Diketahuinya hubungan antara faktor geografis (jarak, waktu dan akses)
dengan keterlambatan rujukan ibu bersalin ke RSUD Gunungsitoli, Kabupaten
4. Diketahuinya hubungan antara penolong persalinan ibu bersalin dengan
keterlambatan rujukan ibu bersalin ke RSUD Gunungsitoli, Kabupaten Nias.
1.4 Manfaat Peneliltian
1. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan dalam rangka
meningkatkan upaya pencegahan terlambatnya rujukan terhadap ibu bersalin.
2. Hasil penelitian untuk menambah wawasan dan pengetahuan kesehatan
masyarakat dalam upaya peningkatan derajat kesehatan ibu.
3. Hasil penelitian sebagai referensi kepada pemerintah dalam mengoptimalkan
upaya penurunan AKI di pulau Nias dan Provinsi Sumatera Utara khususnya,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keterlambatan Rujukan
Keterlambatan mendapatkan pelayanan kesehatan yang tepat merupakan salah
satu penyebab kematian yang tinggi pada ibu bersalin, khususnya di negara
berkembang dengan sarana dan fasilitas terbatas. Di negara Indonesia sendiri, sarana
dan fasilitas kesehatan masih belum merata diberbagai daerah dan ditambah lagi
dengan biaya kesehatan yang tidak murah. Hal ini mengakibatkan masyarakat masih
memilih pengobatan tradisional yang mudah ditemukan dengan biaya lebih
terjangkau. Namun penanganan yang tidak tepat membuat timbulnya penyakit lain
atau komplikasi dari penyakit sehingga lebih parah. Padahal sebagaian besar
kematian yang dihadapi masih dapat diselamatkan, bila pertolongan pertama dapat
diberikan secara adekuat (Wahyuningsih, 2009) .
Sumber keterlambatan adalah kemiskinan dan pengetahuan yang rendah dan
kurangnya pengertian kesejajaran antara pria dan wanita. Keterlambatan pengambilan
keputusan untuk merujuk karena perlu mendapat restu suami, keluarga, dan pemuka
masyarakat. Selain itu, keterlambatan terjadi karena kekurangan dana dan pada
akhirnya keterlambatan memberikan pertolongan di tempat rujukan darurat dan
komprehensif (Manuaba, 2001).
Sistem rujukan merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan di mana terjadi
pelimpahan tanggung jawab timbal balik atas kasus atau masalah kesehatan yang
timbul secara horizontal maupun vertikal, baik kegiatan pengiriman penderita,
Sistem rujukan di Indonesia adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggungjawab dan wewenang secara
timbal balik dalam pelayanan kesehatan terhadap satu kasus penyakit atau masalah
kesehatan secara vertikal dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit
yang lebih mampu atau secara horizontal dalam arti antar unit-unit yang setingkat
kemampuannya untuk menciptakan suatu pelayanan kesehatan yang paripurna.
Tujuan utama sistem rujukan adalah mampu menyelamatkan ibu, anak dan bayi baru
lahir, melalui program rujukan terencana dalam satu wilayah kabupaten, kotamadya,
atau provinsi (Wahyuningsih, 2009).
Di Indonesia keterlambatan rujukan dimungkinkan terjadi, mengingat keadaan
geografis dengan daerah luas dan distribusi penduduk yang tidak merata. Di samping
itu, rumah sakit kabupaten belum seluruhnya mampu memberikan pertolongan
pertama yang sangat diperlukan. Keterlambatan dalam mendapatkan pertolongan
menjadi kunci utama penyebab tingginya AKI dan AKB di Indonesia. Keterlambatan
yang terjadi, dikelompokkan menjadi :
a. Terlambat memutuskan rujukan yang disebabkan :
- Kemiskinan dan pengetahuan yang rendah.
- Faktor kultur keluarga dan masyarakat.
- Kekurangan sarana penunjang.
b. Terlambat dalam perjalanan :
- Distribusi penduduk yang tidak merata
- Dapat dilihat bahwa Indonesia memiliki daerah luas dan kepulauan.
c. Terlambat dalam memberikan pertolongan di pusat kesehatan.
- Kekurangan sarana penunjang.
- Kesiapan memberikan pertolongan belum memadai.
- Terlambat mengambil keputusan tindakan.
d. Terlambat diterima di pusat pelayanan kesehatan.
- Keadaan umum penderita yang tidak memungkinkan untuk melakukan
tindakan segera.
- Diterima dalam keadaan kritis.
- Obat-obatan “live saving” tidak tersedia (Manuaba, 2001).
Dalam buku Modul Dasar : Bidan di Masyarakat, dikatakan bahwa
keterlambatan berarti kematian. Keterlambatan dapat terjadi dimana saja dan untuk
alasan yang berbeda; bahwa keterlambatan dapat menyebabkan kematian atau
komplikasi yang serius yang dapat mengakibatkan morbiditas; bahwa keterlambatan
dapat dicegah; dan bahwa mengatasi masalah ini akan membantu mengurangi
masalah kematian ibu. Tahap-tahap keterlambatan, digambarkan dalam 3 tahap :
1. Keterlambatan dalam keputusan untuk mencari pelayanan, hal ini dipengaruhi
oleh :
- Status ekonomi,
- Status pendidikan,
- Status wanita,
- Karakteristik penyakit.
2. Keterlambatan dalam mencapai fasilitas kesehatan, hal ini disebabkan oleh :
- Transportasi
- Jalan
- Biaya
3. Keterlambatan dalam menerima penanganan yang tepat (Widyastuti, 2001).
Sistem rujukan merupakan masalah tersendiri dalam mata rantai tingginya
AKI dan AKB. Beberapa faktor yang menyebabkan terlambat melakukan rujukan,
diantaranya :
- Faktor kemiskinan dan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang arti
penting rujukan untuk mendapatkan pertolongan tepat, cepat, dan adekuat.
- Sistem komunal masyarakat dapat menghambat rujukan karena masih
memerlukan persetujuan keluarga dan pemuka masyarakat.
- Belum tersedianya sarana angkutan khusus dari masyarakat dan pemerintah
sehingga hambatan dapat diatasi dengan mudah, murah, dan aman (Manuaba,
2001).
Sebagai negara dengan daerah yang luas serta penduduk yang padat, tetapi
distribusi tidak merata, masih sulit untuk mengatasi sistem rujukan sehingga
menimbulkan faktor keterlambatan rujukan, terlambat diterima di tempat pelayanan,
terlambat dikirimkan karena perjalanan yang ditempuh panjang serta memerlukan
waktu, dan terlambat mengambil tindakan merupakan masalah tersendiri untuk dapat
dikendalikan.
Keterlambatan rujukan juga tergantung pada penolong pertama ibu untuk
bersalin. Tingkat pendidikan dan pengalaman dari penolong sangat membantu untuk
ibu bersalin ditolong oleh keluarga sendiri atau dukun beranak karena pengalaman
persalinan terdahulu. Padahal setiap persalinan berbeda-beda bawaan dan masalah
yang dapat terjadi. Komplikasi dan penyakit lain dapat timbul seiring dengan
bertambahnya usia, jumlah kelahiran, banyaknya kehamilan dan abortus, dan
lain-lain. Ketidaktahuan akan tanda-tanda bahaya ini, mengakibatkan tingkat morbiditas
ibu menjadi lebih tinggi (APN, 2011).
Sistem rujukan paripurna terpadu merupakan suatu tatanan, di mana berbagai
komponen dalam jaringan pelayanan kebidanan dapat berinteraksi dua arah timbal
balik, antara bidan di desa, bidan dan dokter di puskesmas di pelayanan kesehatan
dasar, dengan para dokter spesialis di RS kabupaten untuk mencapai rasionalisasi
penggunaan sumber daya kesehatan dalam penyelamatan ibu dan bayi baru lahir yaitu
penanganan ibu risiko tinggi dengan gawat-obstetrik atau gawat-darurat-obstetrik
secara efisien, efektif, profesional, rasional, dan relevan dalam pola rujukan
terencana.
1. Rujukan Terencana
Menyiapkan dan merencanakan rujukan ke rumah sakit jauh-jauh hari bagi
ibu risiko tinggi. Ada dua macam rujukan terencana, yaitu :
a. Rujukan Dini Berencana (RDB) untuk ibu dengan APGO (Ada Potensi
Gawat Obstetri) dan AGO (Ada Gawat Obstetri) – ibu risiko tinggi masih
sehat belum inpartu, belum ada komplikasi, ibu berjalan sendiri dengan
suami, ke RS naik kendaraan umum dengan tenang, santai, mudah, murah,
b. Rujukan Dalam Rahim (RDR) di dalam RDB terdapat pengertian RDR
atau Rujukan In Utero bagi janin ada masalah, janin risiko tinggi masih
sehat misalnya kehamilan dengan riwayat obstetri jelek pada ibu diabetes
mellitus, partus prematurus iminens. Bagi janin, selama dalam pengiriman
rujukan; rahim ibu merupakan alat transportasi dan inkubator alami yang
aman, nyaman, hangat, steril, murah, mudah, memberi nutrisi dan O2,
tetap ada hubungan fisik dan psikis dalam lindungan ibunya.
2. Rujukan Tepat Waktu/RTW (‘prompt timely referral’) untuk ibu dengan
gawat-darurat-obstetrik, pada kelompok AGDO (Ada Gawat Darurat
Obstetrik), perdarahan antepartum dan preeklampsia berat/eklampsia dan ibu
dengan komplikasi persalinan dini yang dapat terjadi pada semua ibu hamil
dengan atau tanpa faktor risiko. Ibu GDO (Gawat Darurat
Obstetrik)/Emergency Obstetric membutuhkan RTW dalam penyelamatan
ibu/bayi baru lahir (Saifuddin, 2010).
Tabel 2.1 Pedoman Rujukan Terencana
Kelompok Faktor Risiko Masalah Medik Jenis Rujukan
Kelompok FR I :
Ada Potensi Gawat Obstetrik (APGO)
1. Primi muda 2. Primi tua
3. Primi tua sekunder 4. Anak kecil < 2 tahun 5. Grande multi
6. Umur ibu > 35 tahun 7. Tinggi badan ± 145 cm 8. Pernah gagal kehamilan 9. Persalinan yang lalu
dengan tindakan 10.Bekas seksio sesarea
Rujukan Dini Berencana (RDB)
Rujukan Dalam Rahim (RDR)
Kelompok FR II : 11.Penyakit ibu
12.Preeklampsia ringan
Ada Gawat Obstetrik (AGO)
13.Gameli 14.Hidramnion 15.IUFD
16.Hamil serotinus 17.Letak sungsang 18.Letak lintang
Berencana (RDB)
Rujukan Dalam Rahim (RDR)
Kelompok III :
Ada Gawat Darurat Obstetrik (AGDO)
19.Perdarahan antepartum 20.Preeklampsia berat/
eklampsia
Rujukan Tepat Waktu (RTW)
Kelompok Risiko :
Kelompok Risiko Rendah (KRR)
Kelompok Risiko Tinggi (KRT)
Kelompok Risiko Sangat Tinggi (KRST)
KOMPLIKASI PERSALINAN
Dini
Lanjut
Rujukan Tepat Waktu (RTW)
Rujukan Terlambat
Rujukan terencana berhasil menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir,
pratindakan tidak membutuhkan stabilisasi, penanganan dengan prosedur standar,
alat, obat generik, dengan biaya murah terkendali. Sedangkan rujukan terlambat
membutuhkan stabilisasi, alat, obat dengan biaya mahal, dengan hasil ibu dan bayi
mungkin tidak dapat diselamatkan.
2.2 Antenatal Care
Pemeriksaan antenatal care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan untuk
mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil, sehingga mampu menghadapi
persalinan, kala nifas, persiapan pemberian ASI dan kembalinya reproduksi secara
wajar. Asuhan antenatal care juga merupakan pengawasan sebelum persalinan
1. Maternity care : pelayanan kebidanan pada ibu hamil.
2. Antepartum care : perawatan selama kehamilan sebelum bayi lahir dan lebih
ditekankan pada kesehatan ibu.
3. Prenatal care : perawatan sebelum janin lahir dan lebih ditekankan pada
kesehatan janin dalam rahim (Manuaba, 1998).
2.2.1 Tujuan Pengawasan Dalam Antenatal Care, yaitu :
1. Antepartum care (antenatal care) yaitu pengawasan hamil yang bertujuan
untuk :
a. Kesehatan umum ibu.
b. Menegakkan secara dini penyakit yang menyertai kehamilan.
c. Menegakkan secara dini komplikasi kehamilan.
d. Menetapkan risiko kehamilan.
e. Menyiapkan persalinan menuju well born baby dan well health mother. f. Mempersiapkan pemeliharaan bayi dan laktasi.
g. Mengantarkan pulihnya kesehatan ibu yang optimal, pada saat akhir masa
nifas.
2. Prenatal care :
a. Pengawasan janin dalam rahim yang ditentukan dengan pemeriksaan
khusus.
b. Mengurangi kejadian abortus, prematuritas, dan gangguan neonatus.
c. Evaluasi kala I dan II sehingga terjadi well born baby dan well health mother (Manuaba, 2001).
- Mempersiapkan remaja baru kawin, menjadi orang tua efektif.
- Meningkatkan pengertian bahwa keluarga bagian dari masyarakat.
- Mencari faktor sosial-budaya yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang
dan kesehatan umum ibu hamil.
- Meningkatkan pengertian merencanakan keluarga dengan keluarga berencana,
untuk meningkatkan kesejahteaan umum keluarga.
- Menanamkan pengertian hubungan seksual yang sehat, untuk meningkatkan
keharmonisan keluarga.
- Menghidari PID dan infertilitas (Manuaba, 2001).
2.2.2 Kehamilan dan Janin Dengan Risiko Tinggi
Menurut Ida Bagus Gde Manuaba (2001), faktor risiko yang perlu diperhatian
sebagai berikut :
1. Berdasarkan anamnesa
a. Umur penderita :
- Kurang dari 19 tahun.
- Umur diatas 35 tahun.
- Perkawinan diatas 5 tahun.
b. Riwayat operasi :
- Operasi plastik pada vagina-fistel atau tumor vagina.
- Operasi persalinan atau operasi dalam rahim.
c. Riwayat kehamilan :
- Keguguran berulang.
- Sering mengalami perdarahan saat hamil.
- Terjadi infeksi saat hamil.
- Anak terkecil 5 tahun tanpa KB.
- Riwayat molahidatidosa atau korio karsinoma.
d. Riwayat persalinan :
- Persalinan prematur.
- Persalinan dengan berat bayi lahir rendah.
- Persalinan lahir mati.
- Persalinan dengan induksi.
- Persalinan dengan plasenta manual.
- Persalinan dengan perdarahan pascapartus.
- Persalinan dengan tindakan (ekstraksi forceps, ekstraksi vakum, letak
sungsang, ektraksi versi, dan operasi S.C.).
2. Hasil pemeriksaan fisik.
a. Hasil pemeriksaan fisik umum :
- Tinggi badan kurang dari 145 cm.
- Defermitas pada tulang panggul.
- Kehamilan disertai : anemia, penyakit jantung, diabetes mellitus,
paru-paru, hepar, atau ginjal.
b. Hasil pemeriksaan kehamilan :
- Kehamilan trimester satu : hiperemesis gravidarum berat, perdarahan,
infeksi intrauterin, nyeri abdomen, serviks inkompeten dan kista
- Kehamilan trimester kedua dan ketiga : preeklampsia/eklampsia,
perdarahan, kehamilan ganda, hidramnion, dan dismaturitas atau
gangguan pertumbuhan.
- Kehamilan dengan kelainan letak : sungsang, lintang, kepala belum
masuk PAP minggu ke-36 pada primigravida, dan hamil dengan
dugaan disproporsi sefalopelvik kehamilan lewat waktu (diatas 42
minggu).
2.2.3 Jadwal Antenatal Care
Pemeriksaan antenatal care yang dianjurkan minimal dilakukan 4 kali yaitu 1
kali pada trimester I, 1 kali pada trimester II dan 2 kali pada trimester III.
1. Trimester I dan II :
a. Setiap sebulan sekali.
b. Pemeriksaan laboratorium.
c. Pemeriksaan ultrasonografi.
d. Nasehat diet :
- Empat sehat lima sempurna.
- Protein
½
gr/kg BB atau tambah satu telur/hari.e. Observasi :
- Penyakit yang dapat mempengaruhi kehamilan.
- Komplikasi kehamilan.
f. Rencana :
- Menghindari terjadinya komplikasi kehamilan.
- Imunisasi tetanus I.
2. Trimester II dan III :
a. Setiap dua minggu dilanjutkan setiap minggu sampai ada tanda kelahiran
tiba.
b. Evaluasi data laboratorium.
c. Diet empat sehat lima sempurna.
d. Pemeriksaan ultrasonografi.
e. Imunisasi tetanus II.
f. Observasi :
- Penyakit yang menyertai kehamilan.
- Komplikasi hamil trimester III.
- Berbagai kelainan kehamilan trimester III.
g. Rencana pengobatan.
h. Nasehat dan petunjuk mengenai :
- Tanda Inpartu.
- Kemana harus datang untuk melahirkan (Manuaba, 2001).
2.3 Asuhan Persalinan Normal
Asuhan persalinan normal adalah asuhan yang bersih dan aman selama
persalinan dan setelah bayi lahir, serta upaya pencegahan komplikasi terutama
perdarahan pascapersalinan, hipotermia, dan asfiksia bayi baru lahir (APN, 2011).
Terdapat lima aspek dasar yang penting dan saling terkait dalam asuhan
persalinan, baik normal maupun patologis. Lima aspek dasar ini, juga dikenal dengan
Lima Benang Merah, yaitu :
1. Membuat keputusan klinik.
2. Asuhan sayang ibu dan sayang bayi.
3. Pencegahan infeksi.
4. Pencatatan (rekam medik) asuhan persalinan.
5. Rujukan (APN, 2011).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa banyak ibu di Indonesia yang masih
tidak mau meminta pertolongan tenaga penolong persalinan terlatih untuk
memberikan asuhan selama persalinan dan kelahiran bayi. Sebagian beralasan bahwa
penolong persalinan terlatih tidak benar-benar memperhatikan kebutuhan atau
kebudayaan, tradisi dan keingingan pribadi para ibu dalam persalinan dan kelahiran
bayinya. Alasan lainnya yang juga berperan karena sebagian besar fasilitas kesehatan
memiliki peraturan dan prosedur yang tidak bersahabat dan menakutkan bagi para
ibu, seperti tidak memperkenankan ibu untuk berjalan-jalan selama proses persalinan,
tidak mengijinkan anggota keluarga menemani ibu, membatasi ibu hanya pada posisi
tertentu selama persalinan dan kelahiran bayi dan memisahkan ibu dari bayi segera
setelah bayi lahir (APN, 2011).
Indikasi untuk melakukan tindakan dan rujukan segera apabila ditemukan
salah satu atau lebih penyulit yang tidak dapat ditangani oleh bidan sendiri, yaitu :
1. Riwayat bedah saesar.
2. Perdarahan pervaginam.
4. Ketuban pecah disertai dengan mekonium kental.
5. Ketuban pecah lama (lebih dari 24 jam).
6. Ketuban pecah pada kehamilan kurang bulan (usia kehamilan < 37 minggu).
7. Ikterus.
8. Anemia berat.
9. Tanda/gejala infeksi.
10. Pre-eklampsia atau hipertensi dalam kehamilan.
11. Tinggi fundus 40 cm atau lebih.
12. Gawat janin.
13. Primipara dalam fase aktif kala satu persalinan dan kepala janin masih 5/5.
14. Presentasi bukan belakang kepala.
15. Presentasi ganda (majemuk).
16. Kehamilan ganda atau gameli.
17. Tali pusat menumbung.
18. Syok (Varney, 2007).
2.3.1 Proses Persalinan
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar
dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia
kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit (APN,
2011).
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang
jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan ibu sendiri) (Sulistyawati,
2010).
Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan
perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya
plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan
perubahan serviks (Saifuddin, 2010).
Tanda dan gejala inpartu termasuk :
- Penipisan dan pembukaan serviks
- Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviks (frekuensi minimal 2
kali dalam 10 menit)
- Cairan lendir bercampur darah (show) melalui vagina (APN, 2011).
2.3.2 Kala Satu Persalinan
Kala satu persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan
meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10 cm).
Kala satu persalinan terdiri atas dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif.
Indikasi untuk melakukan tindakan dan rujukan segera selama kala satu
persalinan, apabila ada temuan anamnesis atau hasil pemeriksaan yaitu :
1. Riwayat bedah sesar.
2. Perdarahan per vaginam selain lendir bercampur darah (show).
3. Persalinan dengan kehamilan kurang dari 37 minggu.
4. Ketuban pecah disertai dengan keluarnya mekonium kental.
5. Ketuban pecah dan air ketuban bercampur dengan mekonium disertai
6. Ketuban pecah (lebih dari 24 jam) atau ketuban pecah pada kehamilan kurang
bulan (usia kehamilan kurang dari 37 minggu).
7. Tanda atau gejala infeksi :
- Temperatur > 38 °C.
- Menggigil.
- Nyeri abdomen.
- Cairan ketuban berbau.
8. Tekanan darah lebih dari 160/110 mmHg dan/atau terdapat protein dalam
urine (pre-eklampsia berat).
9. Tinggi fundus uteri 40 cm atau lebih (makrosomia, polihidramnion, kehamilan
ganda).
10. Djj kurang dari 100 x/menit atau lebih dari 180 x/menit pada dua kali
penilaian dengan jarak 5 menit (gawat janin).
11. Primipara dalam fase aktif kala satu persalinan dengan penurunan kepala
janin 5/5.
12. Presentasi bukan kepala (sungsang, letak lintang).
13. Presentasi ganda (majemuk) : adanya bagian lain dari janin, misalnya lengan
atau tangan bersamaan dengan presentasi belakang kepala.
14. Tali pusat menumbung (jika tali pusat masih berdenyut).
15. Tanda dan gejala syok :
- Nadi cepat, lemah (lebih dari 110 x/menit).
- Tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg).
- Berkeringat atau kulit lembab, dingin.
- Nafas cepat (> 30 x/menit).
- Cemas, bingung atau tidak sadar.
- Produksi urin sedikit (< 30 ml/jam).
16. Tanda dan gejala fase laten berkepanjang :
- Pembukaan serviks kurang dari 4 cm setelah 8 jam.
- Kontraksi teratur (lebih dari 2 kali dalam 10 menit).
17. Tanda dan gejala belum inpartu :
- Frekuensi kontraksi kurang dari 2 kali dalam 10 menit dan lamanya
kurang dari 10 detik.
- Tidak ada perubahan pada serviks dalam waktu 1 hingga 2 jam.
18. Tanda dan gejala partus lama :
- Pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada patograf.
- Pembukaan serviks kurang dari 1 cm per jam.
- Frekuensi kontraksi kurang dari 2 kali dalam 10 menit dan lamanya
kurang dari 40 detik (APN, 2011).
2.3.3 Kala Dua Persalinan
Kala dua persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm)
dan berakhir dengan lahirnya bayi atau disebut sebagai kala pengeluaran bayi.
Indikasi untuk melakukan tindakan dan rujukan segera selama kala dua
persalinan, bila ditemukan :
1. Tanda dan gejala syok :
- Tekanan darah rendah (sistolik < 90 mmHg).
- Pucat pasi.
- Berkeringat atau dingin, kulit lembab.
- Nafas cepat (> 30 x/menit).
- Cemas, bingung atau tidak sadar.
- Produksi urin sedikit (< 30 cc/jam).
2. Tanda atau gejala dehidrasi :
- Perubahan nadi (110 x/menit atau lebih).
- Urin pekat.
- Produksi urin sedikit (< 30 cc/jam).
3. Tanda atau gejala infeksi :
- Nadi cepat (110 x/menit atau lebih).
- Suhu lebih dari 38 ºC.
- Menggigil.
- Air ketuban atau cairan vagina yang berbau.
4. Tanda atau gejala pre-eklampsia ringan :
- Tekanan darah diastolik 90-110 mmHg.
- Proteinuria hingga 2+.
5. Tanda atau gejala preeklampsia berat atau eklampsia :
- Tekanan darah diastolik 110 mmHg atau lebih.
- Tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih dengan kejang.
- Nyeri kepala.
- Kejang (eklampsia).
6. Tanda-tanda inersia uteri :
- Kurang dari 3 kontraksi dalam waktu 10 menit, dan lama kontraksi kurang
dari 40 detik.
7. Tanda gawat janin :
- DJJ < 120 x/menit atau > 160 x/menit, mulai waspada tanda awal gawat
janin.
- DJJ < 100 x/menit atau > 180 x/menit.
8. Kepala bayi tidak turun :
- Jika bayi tidak lahir setelah 2 jam meneran pada primigravida atau 1 jam
pada multigravida.
9. Tanda-tanda distosia bahu :
- Kepala bayi tidak melakukan putar paksi luar.
- Kepala bayi keluar kemudian tertarik kembali ke dalam vagina (kepala
kura-kura).
- Bahu bayi tidak lahir.
10. Tanda-tanda cairan ketuban bercampur mekonium :
- Cairan ketuban berwarna hijau (mengandung mekonium).
11. Tanda-tanda tali pusat menumbung :
- Tali pusat teraba atau terlihat saat periksa dalam.
2.3.4 Kala Tiga Persalinan
Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan
lahirnya plasenta dan selaput ketuban.
Persalinan kala tiga dilaksanakan dengan melakukan manajemen aktif kala
tiga. Tujuan manajemen aktif kala tiga adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus
yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan
mengurangi kehilangan darah kala tiga persalinan jika dibandingkan dengan
pelaksanaan fisiologis. Sebagian besar kasus kesakitan dan kematian ibu di Indonesia
disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan dimana sebagian besar disebabkan oleh
atonia uteri dan retensio plasenta yang sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan
manajemen aktif kala tiga (Saifuddin, 2010).
2.3.5 Kala Empat Persalinan
Persalinan kala empat dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam
setelah itu.
Indikasi untuk melakukan tindakan dan rujukan segera selama kala tiga dan
empat persalinan, bila ditemukan :
1. Tanda atau gejala retensio plasenta.
2. Tanda atau gejala avulsi (putus) tali pusat.
3. Tanda atau gejala bagian plasenta yang tertahan (plasenta rest).
4. Tanda atau gejala atonia uteri :
- Perdarahan pascapersalinan.
- Uterus lembek dan tidak berkontraksi.
6. Tanda atau gejala syok :
- Nadi cepat, lemah (110 x/menit atau lebih).
- Tekanan darah rendah (sistolik < 90 mmHg).
- Berkeringat atau dingin, kulit lembab.
- Nafas cepat (> 30 x/menit).
- Cemas, kesadaran menurun atau tidak sadar.
- Produksi urin sedikit (< 30 cc/jam).
7. Tanda atau gejala dehidrasi :
- Meningkatnya nadi (100 x/menit atau lebih).
- Temperatur tubuh diatas 38ºC.
- Urin pekat.
- Produksi urin sedikit (< 30 cc/jam).
8. Tanda atau gejala infeksi :
- Nadi cepat (110 x/menit atau lebih).
- Temperatur tubuh diatas 38ºC.
- Kedinginan.
- Cairan vagina yang berbau busuk.
9. Tanda atau gejala preeklampsia :
- Tekanan darah diastolik 90-110 mmHg.
- Proteinuria.
10. Tanda atau gejala preeklampsia berat atau eklampsia :
- Tekanan darah diastolik 90-110 mmHg.
2.4 Penanganan Kegawatdaruratan
Kasus gawatdarurat obstetri ialah kasus obstetri yang apabila tidak segera
ditangani berakibat kesakitan yang berat, bahkan kematian ibu dan janinnya. Kasus
ini merupakan penyebab utama kematian ibu, janin, dan bayi baru lahir.
Mengenal kasus gawat darurat obstetri secara dini sangat penting agar
pertolongan yang cepat dan tepat dapat dilakukan. Mengenal kasus tersebut tidak
mudah dilakukan, bergantung pada pengetahuan, kemampuan daya pikir dan daya
analisis, serta pengalaman tenaga penolong. Karena kesalahan ataupun keterlambatan
dalam menentukkan kasus dapat berakibat fatal (Trijatmo, 2010).
2.4.1 Penilaian Awal
Dalam menentukan kondisi yang dihadapi, harus dilakukan pemeriksaan
secara sistematis meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik umum, dan pemeriksaan
obstetrik. Penilaian awal ialah langkah pertama untuk menentukan dengan cepat
kasus obstetri yang dicurigai dalam keadaan gawat darurat dan membutuhkan
pertolongan segera dengan mengidentifikasi penyulit (komplikasi) yang dihadapi.
Fokus utama penilaian adalah apakah pasien mengalami syok hipovolemik, syok
septik, syok jenis lain (syok kardiogenik, syok neurologik, dan sebagainya), koma,
kejang-kejang, atau koma disertai kejang-kejang dan hal itu terjadi dalam kehamilan,
persalinan, pascapersalinan atau masa nifas (Trijatmo, 2010).
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi penilaian awal, yaitu :
1. Penilaian dengan melihat keadaan umum ibu (inspeksi) :
a. Menilai kesadaran penderita : pingsan, koma, kejang-kejang, gelisah,
b. Menilai wajah penderita : pucat, kemerahan, banyak berkeringat.
c. Menilai pernapasan : cepat, sesak napas.
d. Menilai perdarahan dari kemaluan.
e. Penilaian dengan periksa raba (palpasi) :
- Kulit : dingin, demam.
- Nadi : lemah/kuat, cepat/normal.
- Kaki atau tungkai bawah bengkak.
2. Penilaian tanda vital :
Tekanan darah, nadi, suhu dan pernapasan.
2.4.2 Penilaian Klinik Lengkap
Apabila pada penilaian awal tidak ditemukan tanda-tanda syok, maka
dilanjutkan dengan pemeriksaan klinik lengkap meliputi anamnesis, pemeriksaan
fisik umum, dan pemeriksaan obstetri termasuk pemeriksaan panggul secara
sistematis meliputi :
1. Anamnesis : diajukan kepada pasien atau keluarganya.
- Masalah/keluhan utama.
- Riwayat penyakit/masalah tersebut, termasuk obat-obatan yang sudah
didapat.
- Tanggal haid pertama yang terakhir dan riwayat haid.
- Riwayat kehamilan sekarang.
- Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu termasuk kondisi
anaknya.
- Riwayat pembedahan.
- Riwayat alergi terhadap obat.
2. Pemeriksaan fisik umum :
- Penilaian keadaan umum dan kesadaran penderita.
- Penilaian tanda vital (tekanan darah, suhu, nadi dan pernapasan).
- Pemeriksaan kepala dan leher.
- Pemeriksaan dada (pemeriksaan jantung dan paru-paru).
- Pemeriksaan perut (kembung, nyeri tekan atau nyeri lepas, tanda
abdomen akut, cairan bebas dalam rongga perut).
- Pemeriksaan anggota gerak.
3. Pemeriksaan obstetri :
- Pemeriksaan vulva dan perineum.
- Pemeriksaan vagina.
- Pemeriksaan serviks.
- Pemeriksaan rahim (besarnya, kelainan bentuk, tumor, dan sebagainya).
- Pemeriksaan adneksa.
- Pemeriksaan his frekuensi, lama, kekuatan, relaksasi, simetri dan
dominasi fundus.
- Pemeriksaan janin :
4. Pemeriksaan panggul.
5. Pemeriksaan laboratorium.
2.4.3 Prinsip Umum Penanganan Gawatdarurat
2. Pemberian oksigen.
3. Pemberian cairan intravena.
4. Pemberian transfusi darah.
5. Pasang kateter kandung kemih.
6. Pemberian antibiotika.
7. Obat pengurang rasa nyeri.
8. Penanganan masalah utama.
9. Rujukan (Trijatmo, 2010).
2.4.4 Upaya Pemerintah dalam Menurunkan AKI dan AKB
Dalam upaya pemerintah untuk menurunkan AKI dan AKB dilaksanakan
dengan jalan :
1. Mendekatkan pelayanan pada masyarakat.
a. Mendekatkan fasilitas kesehatan tingkat puskesmas dan puskesmas
pembantu ditengah masyarakat sehingga memudahkan masyarakat
memanfaatkannya.
b. Menempatkan bidan, di desa dengan kemampuan fasilitas dan tugas
khusus.
2. Meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat.
3. Penempatan bidan desa :
- Diharapkan dapat menggantikan dukun.
- Dapat melakukan pertolongan persalinan dengan risiko rendah.
- Melaksanakan pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat.
- Pendidikan dan pelatihan terhadap dukun beranak.
- Meningkatkan rujukan.
4. Meningkatkan partisipasi masyarakat.
a. Meningkatkan tatap muka melalui posyandu.
b. Meningkatkan penerimaan “Gerakan Sayang Ibu” dengan partisipasi
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah observasional, dengan metode pengumpulan data
secara cross sectional yaitu pengumpulan seluruh variabel dilakukan pada waktu yang bersamaan.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUD Gunungsitoli Kabupaten Nias, terletak di
Jl. Dr. Cipto Mangunkusumo No. 15, Kota Gunungsitoli, Kabupaten Nias, Provinsi
Sumatera Utara.
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu dalam penelitian dimulai dari Februari sampai dengan Mei 2014.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi adalah seluruh ibu bersalin yang dirujuk di RSUD Gunungsitoli,
tahun 2014.
3.3.2 Sampel
Teknik pengambilan sampel secara consecutive artinya pasien yang datang pada saat penelitian dijadikan sebagai sampel. Sampel yaitu seluruh ibu bersalin yang
datang dirujuk ke RSUD Gunungsitoli tanggal 20 – 31 Mei 2014, yang berjumlah 19
3.4 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder.
3.4.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden atau keluarga
melalui teknik wawancara sesuai dengan kuesioner yang telah dipersiapkan
sebelumnya dan observasi menggunakan cheklist.
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari rekam medik dan catatan
medik ruang kamar bersalin RSUD Gunungsitoli.
3.5 Definisi Operasional 3.5.1 Variabel Dependen
Keterlambatan rujukan ibu bersalin adalah terlambatnya proses mendapatkan
pelayanan kesehatan yang lebih adekuat bagi ibu dalam proses persalinan.
Batasannya dikatakan terlambat yaitu apabila ditemukan salah satu atau lebih indikasi
yang memerlukan rujukan segera dalam proses kala persalinan namun penolong
persalinan tidak segera merujuk dan melakukan tindakan intervensi lain untuk
melanjutkan proses persalinan.
I. Kala I Persalinan
Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan
meningkat (frekuensi dan kekuatannya) serta terjadi pembukaan serviks sampai
pembukaan serviks lengkap (10 cm). Kondisi tidak terlambat jika dalam proses kala I
persalinan ditemui indikasi rujukan segera, oleh penolong persalinannya ibu bersalin
Indikasi untuk melakukan tindakan dan rujukan segera apabila dalam proses
persalinan kala I ditemukan salah satu atau lebih penyulit, yaitu :
19. Riwayat bedah saesar.
20. Perdarahan pervaginam, dengan indikasi plasenta previa, plasenta letak
rendah, solutio plasenta.
21. Persalinan kurang bulan (usia kehamilan < 37 minggu).
22. Ketuban pecah disertai dengan keluarnya mekonium kental.
23. Ketuban pecah lama (lebih dari 24 jam) atau ketuban pecah pada kehamilan
kurang bulan (usia kehamilan < 37 minggu).
24. Tanda atau gejala infeksi :
- Temperatur > 38ºC.
- Menggigil.
- Cairan vagina dan cairan ketuban berbau busuk.
25. Pre-eklampsia atau hipertensi dalam kehamilan.
26. Tinggi fundus uteri 40 cm atau lebih (makrosomia, polihidramnion, kehamilan
ganda).
27. Gawat janin, ditandai dengan djj kurang dari 100 x/menit atau lebih dari
180 x/menit.
28. Primipara dalam fase aktif kala satu persalinan dengan penurunan kepala
janin 5/5.
29. Presentasi bukan belakang kepala, seperti presentasi puncak kepala, presentasi
dahi, presentasi muka, presentasi letak lintang, presentasi bokong, presentasi
30. Presentasi ganda (majemuk), misalnya presentasi belakang kepala bersamaan
dengan tangan.
31. Tali pusat menumbung (jika tali pusat masih berdenyut).
32. Syok, ditandai dengan :
- Nadi cepat, lemah (110 x/menit atau lebih).
- Tekanan darah rendah (sistolik < 90 mmHg).
- Berkeringat atau dingin, kulit lembab.
- Nafas cepat (> 30 x/menit).
- Cemas, kesadaran menurun atau tidak sadar.
- Produksi urin sedikit (< 30 cc/jam).
33. Tanda dan gejala fase laten berkepanjang :
- Pembukaan serviks kurang dari 4 cm setelah 8 jam.
- Kontraksi teratur (lebih dari 2 kali dalam 10 menit).
34. Tanda dan gejala belum inpartu :
- Frekuensi kontraksi kurang dari 2 kali dalam 10 menit dan lamanya
kurang dari 10 detik.
- Tidak ada perubahan pada serviks dalam waktu 1 hingga 2 jam.
35. Tanda dan gejala partus lama :
- Pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada patograf.
- Pembukaan serviks kurang dari 1 cm per jam.
- Frekuensi kontraksi kurang dari 2 kali dalam 10 menit dan lamanya
- Ibu sudah dipimpin meneran 2 jam untuk primigravida dan 1 jam untuk
multigravida.
36. Gagal induksi dengan tanda :
- Fetal distres.
- Prolapus punikuli atau tangan.
- Terjadi kelainan letak kepala janin.
- Ketuban telah pecah lebih dari 6 jam.
- Cairan induksi telah diberikan 1000 cc cairan dan dengan jumlah tetesan
masimum (40 tetes/menit), namun his tidak adekuat.
II. Kala II Persalinan
Kala dua persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm)
dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kondisi tidak terlambat, jika ibu bersalin dalam
proses kala II persalinan ditemui adanya penyulit yang memerlukan tindakan rujukan,
segera dirujuk oleh penolong pertama persalinannya ke RSUD Gunungsitoli. Indikasi
untuk melakukan tindakan dan rujukan segera selama kala II persalinan, bila
ditemukan :
1. Syok, ditandai dengan :
- Nadi cepat, lemah (110 x/menit atau lebih).
- Tekanan darah rendah (sistolik < 90 mmHg).
- Berkeringat atau dingin, kulit lembab.
- Nafas cepat (> 30 x/menit).
- Cemas, kesadaran menurun atau tidak sadar.
2. Tanda dan gejala infeksi :
- Nadi cepat (110 x/menit atau lebih).
- Suhu lebih dari 38ºC.
- Menggigil.
- Air ketuban atau cairan vagina yang berbau.
3. Tanda dan gejala preeklampsia berat atau eklampsia :
- Tekanan darah diastolik 110 mmHg atau lebih.
- Tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih dengan kejang.
- Nyeri kepala.
- Gangguan penglihatan.
- Kejang (eklampsia).
4. Gawat janin, ditandai dengan djj kurang dari 100 x/menit atau lebih dari
180 x/menit.
5. Kepala bayi tidak turun :
- Jika bayi tidak lahir setelah 2 jam meneran pada primigravida atau 1 jam
pada multigravida.
6. Tanda-tanda distosia bahu :
- Kepala bayi tidak melakukan putar paksi luar.
- Kepala bayi keluar kemudian ditarik kembali ke dalam vagina (kepala
kura-kura).
- Bahu bayi tidak lahir.
7. Cairan ketuban berwarna hijau, dapat diakibatkan karena kehamilan postdate
8. Tanda tali pusat menumbung :
- Tali pusat teraba atau terlihat pada waktu pemeriksaan dalam.
9. Kehamilan kembar tak terdeteksi.
III. Kala III dan IV Persalinan
Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban. Kala IV persalinan dimulai setelah lahirnya plasenta
dan berakhir setelah 2 jam. Kondisi tidak terlambat, jika dalam proses persalinan
pada kala III atau kala IV ditemui indikasi rujukan segera, oleh penolong pertama
persalinannya ibu bersalin segera dirujuk ke RSUD Gunungsitoli.
Indikasi untuk melakukan tindakan dan rujukan segera selama kala III dan
kala IV persalinan, bila ditemukan :
1. Tanda retensio plasenta yaitu plasenta tidak lahir dalam waktu 30 menit walau
manajemen aktif kala tiga telah dilaksanakan.
2. Tanda atau gejala avulsi (putus) tali pusat :
- Tali pusat putus.
- Plasenta belum atau tidak lahir.
3. Tanda atau gejala bagian plasenta yang tertahan :
- Bagian permukaan plasenta yang menempel pada ibu hilang.
- Bagian selaput ketuban hilang/robek.
- Perdarahan pasca persalinan.
4. Tanda atau gejala atonia uteri, yaitu tidak adanya kontraksi uterus setelah
plasenta lahir, ditandai dengan :
- Uterus lembek dan tidak berkontraksi.
5. Tanda atau gejala robekan vagina, perineum atau serviks, terutama pada
tingkat III dan tingkat IV.
6. Tanda atau gejala syok :
- Nadi cepat, lemah (110 x/menit atau lebih).
- Tekanan darah rendah (siastolik < 90 mmHg).
- Berkeringat atau dingin, kulit lembab.
- Nafas cepat (> 30 x/menit).
- Cemas, kesadaran menurun atau tidak sadar.
- Produksi urin sedikit (< 30 cc/jam).
7. Tanda atau gejala dehidrasi :
- Meningkatnya nadi (100 x/menit).
- Temperatur tubuh diatas 38°C.
- Urine pekat.
- Produksi urin sedikit (< 30 cc/jam).
8. Tanda atau gejala infeksi :
- Nadi cepat (110 x/menit atau lebih).
- Temperatur tubuh diatas 38ºC.
- Menggigil.
- Cairan vagina yang berbau.
9. Tanda atau gejala preeklampsia berat atau eklampsia :
- Tekanan darah diastolik 90-110 mmHg.