BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cedera kepala merupakan salah satu kondisi yang sangat membahayakan bagi kehidupan manusia. Setiap tahun di Amerika Serikat hampir 1.500.000 kasus cedera kepala. Dari jumlah tersebut 80.000 di antaranya mengalami kecacatan dan 50.000 orang meninggal dunia. Saat ini di Amerika Serikat terdapat sekitar 5.300.000 orang dengan kecacatan akibat cedera kepala (Centres for Disease Control, 2002). Indonesia belum memiliki laporan yang pasti tentang angka kejadian cedera kepala. Namun, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, pada tahun 2005 dilaporkan bahwa angka kejadian cedera kepala mencapai 750 kasus dengan mortalitas sebanyak 23 kasus dan di Rumah Sakit Dr. Soetomo dilaporkan bahwa angka kejadian cedera kepala mencapai 1.578 pada tahun 2009 dan 1.402 pada tahun 2011 data Bagian Bedah Saraf FK Unair/Dr. Soetomo. Untuk mengatasi hal tersebut telah dilakukan berbagai upaya antara lain pemberian manitol, hiperventilasi dan cairan hipertonis. Upaya tersebut belum memberikan hasil yang optimal.
Setelah terjadi cedera kepala primer, ditemukan berbagai rangkaian peristiwa kimia yang bertujuan untuk mempertahankan agar sel tetap hidup. Namun, dalam kenyataannya reaksi kimia tersebut sering
kepala sekunder tersebut ditandai dengan edema serebri. Apabila edema serebri pada cedera kepala tidak ditangani dengan baik, akan mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan kemudian mengakibatkan iskemia pada sel otak sehingga memicu terjadinya kematian.
Edema serebri merupakan bertambahnya volume otak karena adanya peningkatan kadar air dan natrium. Edema serebri memiliki dua tipe, yaitu edema intraselular dan ekstraselular. Terjadinya edema intraselular karena faktor iskemia mengakibatkan pembengkaan sel (cell swelling), sedangkan edema ekstraselular mengakibatkan peningkatan cairan interstitial (Kaal Evert, Charles, 2004).
Cedera kepala akan memicu kerusakan sel. Bila makrofag (monosit pada jaringan) memfagositosis sel debris, akan merespon sebagai sinyal inflamasi (Murray, 2011). Pada respon inflamasi, monosit yang terinduksi lipopolisakarida (LPS) akan mengekspresikan interleukin (IL)-1, IL-6, IL-8 dan tumor necrosis factor (TNF)-α (Agarwal, 1995). Tumor necrosis
factor-α menginduksi reactive oxygen species (ROS) pada endotel sehingga endotel mensekresikan e-selektin. E-selektin merupakan molekul adhesi dari neutrofil (Rahman, 1998) dan IL-8 merupakan neutrofil protraktan atau
neutrofil chemotactic factor (NCF) yang menginduksi neutrofil migrasi ke perifer (Holston, 1997) sehingga sel tersebut dapat diikat oleh e-selektin dipermukaan endotel. Interleukin-1 sangat berperan dalam menginduksi
endotel untuk mensekresikan vascular cell adhesion molecule (VCAM) yang merupakan molekul adhesi terhadap monosit (Kuby, 2000).
Myeloperoxidase (MPO) merupakan enzim yang disekresi oleh neutrophil dan makrofag atau mikroglia aktif. Enzim ini memicu pembentukan ROS yang selanjutnya akan terjadi iskemia. Iskemia inilah yang kemudian mengakibatkan gangguan pompa natrium pada astrosit sehingga membengkak (swelling) dan terjadi edema serebri (Breckwoldt et al., 2008). Interleukin-1 menginduksi endotel pada vaskuler otak dan mengakibatkan endotel melepaskan vascular endothel growth factor
(VEGF) (Mei Bin, Susan, Victor, 2007). Selain bersifat otokrin dalam proses angiogenesis (Villegas, Baerbel, Alda Tufro, 2005), VEGF juga menginduksi astrosit untuk melepaskan aquaporin (AQP)-4. Selanjutnya, AQP4 ini menginduksi dinding vaskuler untuk memfasilitasi air keluar ke jaringan interstitial otak sehingga terjadi edema serebri (Rite, 2008). Untuk mengatasi cedera kepala telah diupayakan berbagai cara antara lain metode terapi osmolaritas, pemberian diuretik (Puri, Patna, Bihar, 2003), dan kortikosteroid (Puri, Patna, Bihar, 2003; Kaal Evert, Charles, 2004). Namun, terapi tersebut belum memberikan hasil yang optimal, sehingga untuk mengatasi edema serebri dikembangkan pemberian Melatonin.
Melatonin dapat berperan sebagai antioksidan (Reiter et al., 1997; Reiter, 1998; Reiter et al., 2003), modulator biologis untuk mood, tidur, perilaku seksual, sistem reproduksi, ritme sirkadian (Beyer, Steketee,
Singh,Guchait, 2001; Maestroni, 2001). Selain itu, Melatonin juga dapat berperan sebagai antikonvulsan (Turgut et al., 2003; Yahyavi-Firouz-Abadi, 2006; Yildirimdan Marangouz, 2006). Beberapa studi mendapatkan bahwa Melatonin bersifat neuroprotektif di SSP, seperti pada keadaan cedera kepala (Beni, Kohen, Reiter, Tan, Shohami, 2004), cedera kepala iskemia (Gupta, Kohil, 2003; Pei, Cheung, 2004), alzheimer (Feng, Chang,Cheng, 2004), amyotrophic lateral sclerosis (Weishaupt et al.,
2006), parkinson (Mayo et al., 2005; Sharma, Mcmillan, Tenn, Niles, 2006), gangguan neuropsikiatri (Srinivasan et al., 2006). Melatonin juga dapat mengurangi kebocoran vaskular pada otak dan retina ketika terjadi kerusakan SDO dan sawar darah retina (SDR) (Kaur, Sivakumar, Foulds, 2006; Kaur, Sivakumar, Yong,2007).
Sifat antioksidan Melatonin adalah karena kemampuannya dalam membersihkan radikal bebas dan menginduksi ekspresi enzim antioksidan (Burkhardt et al., 2001). Aktivitas dan ekspresi enzim antioksidan, seperti superoksid dismutase, katalase, glutation peroksidase, dan glutation reduktase meningkat karena Melatonin (Pablos Agapito, Guiterrez, 1995; Ozturk, Cokun, Erba, Hasanoglu, 2000; Meki Hussein, 2011; Reiter et al.,
2004; Subramania, Mirunalini, Pandi, 2007).
Studi terbaru mendapatkan bahwa Melatonin berperan dalam menurunkan peroksidasi lipid (Kacmaz et al., 2005). Melatonin diketahui dapat melawan efek destruktif hipoksia melalui pencegahan akumulasi radikal bebas yang berlebih (Li, Gu, Pan, Sun, 1999). Melatonin diketahui
dapat menurunkan kerusakan oksidatif selama iskemia dan reperfusi (Tan
et al., 1999). Suplementasi Melatonin efektif menurunkan stres oksidatif pada cedera kepala karena dapat menurunkan kadar malondialdehid (MDA) plasma (Tutunculer et al., 2005), yang merupakan penanda peroksidasi lipid. Selain itu, Melatonin juga membantu perbaikan fungsi mitokondria pada iskemia dan reperfusi. Gangguan fungsi mitokondria ini menyebabkan produksi ROS berlebih (Bai, Cederbaum, 2001). Perbaikan fungsi mitokondria oleh Melatonin akan menekan stres oksidatif mitokondria (Alonso,Collado, Gonzales, 2006). Namun, sampai saat ini mekanisme kerja Melatonin pada hambatan edema serebri belum jelas.
Oleh karena penelitian tentang penurunan MDA dan MPO dari sel mikroglia, AQP-4 dan VEGF SDO tidak mungkin dilakukan pada manusia, penelitian dilakukan pada hewan coba yang mengalami cedera otak. Berdasarkan latar belakang pemikiran tersebut, dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah peran Melatonin pada ekspresi MDA sel mikroglia hewan coba yang mengalami cedera kepala?
2. Apakah peran Melatonin pada ekspresi MPO sel mikroglia hewan coba yang mengalami cedera kepala?
3. Apakah peran Melatonin pada produksi VEGF SDO hewan coba yang mengalami cedera kepala?
4. Apakah peran Melatonin pada ekspresi AQP-4 SDO pada hewan coba yang mengalami cedera kepala?
5. Bagaimana korelasi antara VEGF dengan AQP-4 pada SDO hewan coba yang diberi Melatonin?
1.3 Tujuan Umum
Mengetahui peran Melatonin pada ekspresi MDA dan MPO sel mikroglia, serta VEGF dan AQP4 dari SDO setelah cedera kepala pada hewan coba.
1.4 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya peran Melatonin dalam ekpresi MDA pada sel mikroglia hewan coba yang mengalami cedera kepala.
2. Diketahuinya peran Melatonin dalam ekspresi MPO pada sel mikroglia hewan coba yang mengalami cedera kepala.
3. Diketahuinya peran Melatonin dalam produksi VEGF pada SDO hewan coba yang mengalami cedera kepala.
4. Diketahuinya peran Melatonin dalam ekspresi AQP4 pada SDO hewan coba yang mengalami cedera kepala.
5. Diketahuinya korelasi antara VEGF dengan AQP-4 pada SDO hewan coba yang diberi Melatonin.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Akademis
1. Memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan bedah saraf dari sudut ilmu dasar dan klinis. 2. Memberikan informasi tambahan tentang peran Melatonin
dalam menurunkan edema serebri.
1.5.2 Manfaat Klinis
1. Dapat digunakan sebagai alternatif penatalaksanaan edema serebri.
2. Dapat menghambat berlanjutnya edema serebri dan kerusakan jaringan otak.
1.5.3 Manfaat Masyarakat Luas
Membantu mempercepat proses pemulihan pascacedera kepala, sehingga dapat mengurangi biaya perawatan pasien cedera kepala.
Atas dasar uraian di atas penelitian ini berpotensi memberikan hak atas kekayaan intelektual (HAKI), yaitu penemuan peran Melatonin dalam menurunkan edema serebri melalui ekspresi MDA dan MPO pada sel mikroglia, serta ekspresi VEGF dan AQP4 pada SDO pascacedera kepala.