• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

H

HHAAASSSIIILLLPPPEEENNNEEELLLIIITTTIIIAAANNN

PENGEMBANGAN JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN

MASYARAKAT (JPKM) MENUJU KEPESERTAAN SEMESTA

(UNIVERSAL COVERAGE) DI KABUPATEN PURBALINGGA

PROVINSI JAWA TENGAH

Budi Aji1 dan Eri Wahyuningsih2

1,2Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah

ABSTRACT

JPKM became a health development priority for District of Purbalingga since their development prone was not only focused in infrastructure development but also increasing quality of human resource. Issue of universal coverage became main objective as an effort to strengthening district health system, but similar with other developing countries, prepaid system in Purbalingga also faced lack of budget and problem of accessing to the health care provider. This study tried to design a strategy by propose a road map how JPKM system in the future by analyze the existing condition, premium resetting and optimizing the role of village clinic or PKD as the nearest health care provider that people can easily to access. It is a descriptive study design by analyzing using secondary data i.e. health service utilization report, JPKM members report, district health account and district health profile. The results showed that it was possible to develop JPKM became universal coverage system if there is any law enforcement and based on premium resetting, it indicated that there was a large different between the existing premium with the real need of premium by calculating the last year health service utilization.

Keywords: Health development, Universal coverage PENDAHULUAN

Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah yang sejak tahun 2001 melakukan suatu upaya pembenahan mekanisme pembiayaan kesehatan berbasis pre-paid payment dalam bentuk program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) telah menjadikan Kabupaten Purbalingga menjadi percontohan nasional bidang kesehatan masyarakat berdasarkan surat Menko Kesra No. B 179/MMENKO/KESRA/IX/2006 tertanggal 18 September 2006. Pada saat ini cakupan peserta JPKM telah mencapai 72% dari total penduduk di Kabupaten Purbalingga sehingga tidaklah salah jika keinginan menuju kepesertaan semesta atau universal coverage dengan mewajibkan seluruh

penduduk di Kabupaten Purbalingga menjadi peserta JPKM menjadi salah satu obsesi dari Pemerintah Daerah Purbalingga (Mukti dkk., 2006).

Selain itu, pembangunan kesehatan di Kabupaten Purbalingga pada saat ini juga mencoba meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dengan mengembangkan Poliklinik Kesehatan Desa (PKD) dengan konsep Desa Sehat Mandiri (DSM) mencerminkan Sistem Kesehatan Daerah (SKD) mengarah kepada efisiensi dan keadilan dalam pelayanan kesehatan.

Untuk mencapai obsesi universal coverage merupakan suatu keinginan yang sangat rasional sebab jika dikaitkan dengan prinsip asuransi the law of the large number atau hukum bilangan besar akan menjadikan JPKM memiliki risk pooling yang besar, hal

(2)

ini akan menghasilkan skala ekonomi yang besar terhadap pemerolehan premi yang nantinya berdampak pada semakin banyaknya benefit pelayanan kesehatan yang bisa ditawarkan. Perlu suatu kajian yang menghasilkan suatu road map pengembangan yang memberikan suatu strategi dan operasionalisasi kemana arah pengembangan program JPKM di Kabupaten Purbalingga dalam upaya menuju universal coverage dengan mempertimbangkan kekuatan dan potensi yang dimiliki sehingga menghasilkan sistem yang lebih sempurna menuju upaya peningkatan derajat status kesehatan masyarakat di Kabupaten Purbalingga itu sendiri.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menganalisis data sekunder yang berasal dari laporan Badan Pelaksana (Bapel) mengenai angka utilisasi pelayanan kesehatan tahun 2001 sampai dengan 2006 untuk menganalisis kecukupan premi, data kepesertaan JPKM tahun 2001 sampai

dengan 2006, Profil Kesehatan Kabupaten Purbalingga Tahun 2005 serta Akuntasi Kesehatan Kabupaten Purbalingga Tahun 2002 sampai dengan 2006. Kerangka berpikir yang menjadi dasar dalam kajian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi JPKM Saat Ini

Perjalanan program JPKM telah berlangsung selama 6 tahun sejak tahun 2001 dengan skema yang tergolong ideal yaitu terjadi risk pooling antara peserta miskin dan yang tidak miskin. Kepesertaan JPKM di Kabupaten Purbalingga mencapai 70% Kepala Keluarga (KK) dimana kepesertaannya dibagi menjadi 3 strata; Strata I adalah peserta keluarga miskin (gakin) dimana premi 100% disubsidi oleh Pemkab Purbalingga, Strata II adalah peserta dimana preminya 50% disubsidi oleh Pemkab dan Strata III yang merupakan peserta dengan premi tanpa subsidi.

Gambar 1. Kerangka Berpikir Proyeksi Lingkungan

Analisis JPKM Portofolio Bisnis Y.A.D

ƒ

Produk dan Jasa

ƒ

Segmen Pasar

ƒ

Kompetensi yang dibutuhkan

Aspirasi Manajemen

Aspirasi Stakeholder Utama

Persaingan

Regulasi

Sumber Daya

Kompetensi

Portofolio Bisnis Saat

ROAD MAP PENGEMBANGAN

Sasaran Strategi Program

(3)

Setelah pelaksanaan program JPKMM oleh pemerintah pusat dengan menunjuk PT Askes sebagai pelaksana kegiatan untuk mengelola asuransi kesehatan untuk penduduk miskin di seluruh Indonesia, hal tersebut juga berdampak pada pelaksanaan JPKM di Kabupaten Purbalingga tidak terkecuali. Peserta gakin pada program JPKM yang tadinya dikelola dan menjadi tanggung jawab Pemkab Purbalingga setelah pelaksanaan program JPKMM menjadi tanggungan pemerintah pusat dan kepesertaannya di bawah program JPKMM dengan skema benefit pelayanan kesehatannya disesuaikan dengan program yang baru tersebut. Sehingga saat ini program JPKM di Kabupaten Purbalingga terjadi kekurangan jumlah pesertanya sebagai konsekuensi adanya program JPKMM tersebut.

Proyeksi Lingkungan

Tersusunnya Undang-Undang (UU) Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) No. 40 Tahun 2004 merupakan suatu peluang besar bagi bangsa Indonesia dalam upaya penataan sistem pembiayaan kesehatan yang lebih ideal. Dalam UU SJSN ditetapkan bahwa akan dikembangankan asuransi kesehatan sosial yang nantinya akan mencakup seluruh penduduk di Indonesia.

Keinginan untuk mengembangkan program JPKM di Kabupaten Purbalingga menuju universal coverage dengan mewajibkan semua penduduk yang belum mempunyai jaminan asuransi kesehatan menjadi peserta JPKM merupakan sesuatu yang sangat rasional dan suatu breakthrough atau terobosan yang sangat jitu untuk dapat melanggengkan program JPKM sekaligus sebagai pelopor sistem jaminan kesehatan bagi penduduk yang terutama berpekerja di sektor informal. Sebab jika dilihat dari kepesertaan JPKM di Kabupaten Purbalingga pada tahun 2006 sebanyak 40.299 Kepala

Keluarga (KK) merupakan penduduk yang bekerja di sektor informal, menunjukkan bahwa selama ini Kabupaten Purbalingga telah sukses mengelola asuransi kesehatan bagi penduduk sektor informal. Dimana pelaksanaan asuransi kesehatan bagi pekerja sektor informal mempunyai keunikan dan kekhususan dalam penanganan pengumpulan premi dikarenakan karakteristik penghasilan yang sangat berbeda antar masing-masing peserta serta tingkat kesulitan yang tinggi dalam collecting premi dan menjaga keberlanjutan kepesertaan.

Arah Pengembangan

Pengembangan JPKM menuju universal coverage memerlukan rancangan yang mencakup 3 aspek yaitu aspek operasional, aspek finansial dan aspek sumber daya manusia, fasilitas dan infrastruktur. Ketiga aspek tersebut akan menjadi portofolio pengelolaan JPKM di Kabupaten Purbalingga yang mencerminkan produk dan jasa yang dihasilkan, segmen pasar serta kompetensi yang dibutuhkan oleh JPKM untuk mencapai goal universal coverage. a. Aspek operasional

JPKM di Kabupaten Purbalingga yang telah berjalan selama 6 tahun, kepesertaan hingga tahun 2006 yang sebesar 40.299 KK masih perlu ditingkatkan jumlahnya agar hukum bilangan besar (the law of the large number) dapat terpenuhi sehingga mampu menciptakan subsidi silang yang bermakna diantara para peserta. Sistem managed care juga perlu diterapkan karena sistem tersebut akan dapat menyeimbangkan antara peningkatan mutu dan pengendalian biaya pelayanan kesehatan. Tahapan sebagai agenda untuk pengembangan program JPKM ke depan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Agenda untuk pengembangan program JPKM ke depan

Tahun Tahapan Agenda

2007-2009 I Penetapan kebijakan, penguatan skema yang telah

dilaksanakan.

2010-2012 II Pengembangan skema asuransi, kemantapan operasional

(badan penyelenggara dan mekanisme penyelenggaraan).

2013-2015 III Transisi dan penyesuaian dengan penyelenggaraan asuransi

kesehatan sosial nasional.

2016-seterusnya IV Kemandirian sistem asuransi kesehatan sosial menuju sistem yang lebih mantap.

(4)

Pada tahap I perlu adanya payung kebijakan yaitu adanya Perda yang merujuk pada peraturan pemerintah (PP) pusat mengenai asuransi kesehatan sosial nasional, perda tersebut menjadi landasan hukum penyelenggaraan program JPKM wajib. Skema benefit yang diberikan disesuaikan dengan skema benefit yang telah ada untuk memudahkan operasionalisasi dan kaitannya dengan besaran iuran untuk premi.

Pada Tahap II perlu mulai dikembangkan skema benefit dan jaringan PPK yang lebih luas akan tetapi memperhatikan ability to pay (ATP) dan willingness to pay (WTP) masyarakat untuk membayar premi. Pengembangan skema benefit lebih diarahkan untuk mencakup jenis-jenis layanan yang bersifat catastrophic seperti penyakit ginjal akut dan penyakit-penyakit kronis lainnya dikarena jenis layanan ini sangat memberatkan si penderita dari sisi finansial. Pengembangan jaringan PPK yang dikontrak perlu dilaksanakan untuk meningkatkan akses ke pelayanan kesehatan seperti pengembangan konsep dokter sehat dan kontrak dengan rumah sakit swasta di Kabupaten Purbalingga (public-private mix). Pengembangan mekanisme pembayaran ke PPK pun perlu dilaksanakan seperti mekanisme pembayaran dengan sistem paket, DRG ataupun global budget. Sistem pembayaran tersebut akan meningkatkan incentive bagi PPK sehingga PPK akan meningkatkan kualitas pelayanan selain itu sistem pembayaran tersebut sebagai upaya cost containment inflasi biaya pelayanan kesehatan.

Tahap III merupakan tahap penyesuaian terhadap kebijakan nasional asuransi kesehatan sosial. Ada 2 skenario yang perlu dipersiapkan sebagai antisipasi yaitu pertama, jika kebijakan asuransi kesehatan sosial bisa mandiri di tiap-tiap kabupaten maka program JPKM yang sudah ada bisa tetap berjalan sesuai dengan perkembangan di tahap II. Akan tetapi dari sisi portabilitas, jaringan PPK hingga top referal tingkat nasional dan hukum bilangan besar, skenario ini kurang ideal untuk memberikan

pelayanan kesehatan yang lebih komprehensif.

Skenario yang kedua yaitu penyesuaian untuk melebur menjadi satu pooling asuransi kesehatan nasional. Kondisi ini akan memenuhi 3 kriteria diatas, akan tetapi bukan berarti bahwa fungsi di tingkat kabupaten berhenti namun peran daerah seperti halnya subsidi premi untuk strata II, kegiatan safe guarding, verifikasi kepesertaan kaitannya dengan status ekonomi serta pembuatan kebijakan terhadap sistem pelayanan kesehatan (healthcare delivery system) daerah yang mendukung program asuransi kesehatan nasional sangatlah diperlukan.

Tahap IV sebagai tahap kemandirian dari program yang ada baik skenario pertama maupun kedua pada tahap III. Tahap ini mencerminkan stabilitas sistem dan pengembangan-pengembangan yang dapat meningkatkan kualitas pelayanan bagi masyarakat.

b. Aspek finansial

Secara administratif ada 3 masalah pokok dalam aspek pendanaan yang perlu diperhatikan dalam perancangan program JPKM menjadi sistem yang bersifat semesta dan terjaga keberlanjutannya, yaitu sumber dana, premi dan pengunaan dana. Aspek finansial akan berkembang menyesuaikan tahap-tahap perkembangan program JPKM sebagai berikut:

Tahap I (2007-2009) 1) Sumber dana

Sumber dana untuk pelaksanaan program JPKM pada tahap ini berasal dari premi masyarakat dan subsidi premi dari APBD untuk peserta strata II. Karena pada tahap ini skema benefits yang diberikan adalah sama seperti skema benefits pada program sebelumnya maka besarnya premi masih sama.

2) Premi

Pada tahun 2006, besarnya premi yang ditetapkan untuk setiap KK adalah sebesar Rp. 80.000,00 dimana untuk peserta strata II memperoleh subsidi dari ABPD sebesar Rp. 40.000,00. Besaran premi Rp. 80.000,00 masih menjadikan suatu pertanyaan apakah sebenarnya

(5)

besaran tersebut telah benar-benar mencakup unit cost taip-tiap jenis pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis.

Hasil dari kajian data sekunder utilisasi pelayanan kesehatan pada tahun 2005 dari dari peserta JPKM sebanyak 40.299 KK dan kajian tarif Puskesmas berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten

Purbalingga No. 6 Tahun 2003 dan tarif RSUD berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga No. 7 Tahun 2000, diperoleh perhitungan besaran premi yang hasilnya ternyata sangat berbeda dengan besaran premi yang telah ditetapkan pada tahun 2006. Perhitungan secara rinci dari besaran premi tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perhitungan premi program JPKM

No Jenis Pelayanan Ket. Angka

Utilisasi (%) satuan (Rp.) Tarif/Biaya Kapitasi/ Bulan 1 Rawat Jalan Tingkat Pertama

a. Insentif dokter umum 17,00 2.500,00 425,00

b. Tindakan dokter umum 0,09 20.000,00 18,00

c. Insentif dokter gigi 0,40 15.000,00 60,00

d. Tindakan dokter gigi 0,04 25.000,00 10,00

e. Obat-obatan 17,40 10.000,00 1.740,00

f. Persalinan 0,18 85.000,00 153,00

g. Pemeriksaan laboratorium 0,03 10.000,00 3,00

h. Kamar perawatan termasuk

obat 0,06 100.000,00 60,00

Sub total 2.469,00

2 Rawat Jalan Tingkat Lanjut

a. Pelayanan Dokter spesialis 1,25 5.500,00 68,75

b. Tindakan dokter spesialis 0,12 45.000,00 54,00

c. Penunjang diagnostik - Rontgen 0,05 25.000,00 12,50 - Laboratorium 0,20 15.000,00 30,00 - USG 0,20 30.000,00 60,00 - EKG 0,03 10.000,00 3,00 d. Obat 1,25 30.000,00 375,00 e. Fisioterapi 0,02 25.000,00 5,00 f. Konsultasi gizi 0,03 3.500,00 1,05 Sub total 609,30 3 Rawat Inap a. Mondok Maximum 30 hari 0,25 345.000,00 862,50 b. Operasi 0,05 500.000,00 250,00 c. Obat-obatan 0,25 75.000,00 187,50 d. Visite 0,25 5.500,00 13,75

e. Perawatan khusus (ICU) 0,02 570.000,00 114,00

f. Persalinan normal 0,15 90.000,00 135,00

g. Persalinan dengan penyakit 0,05 150.000,00 75,00

h. Penunjang diagnostik - Rontgen 0,02 25.000,00 5,00 - Laboratorium 0,02 15.000,00 3,00 - Pemeriksaan khusus 0,05 25.000,00 12,50 j. Transfusi khusus 0,01 25.000,00 2,50 k. Fisioterapi 0,02 25.000,00 5,00 4 Gawat darurat 0,05 11.500,00 5,75 Sub total 1.671,50 Total 4.749,80

(6)

Besaran premi per jiwa dalam 1 tahun adalah Rp 4.749,80 x 12 bulan = Rp 56.997,60/jiwa/tahun. Untuk premi per KK dalam 1 tahun jika asumsi rata-rata dalam satu keluarga terdapat 4 anggota keluarga maka besaran premi yang harus ditarik adalah Rp 56.997,60 x 4 orang = Rp 227.990,40/KK/tahun.

Jika dibandingkan dengan besaran premi pada tahun 2006 terlihat bahwa seharusnya besaran premi tidak lagi Rp 80.000,00/KK/tahun. Jauhnya premi yang ditetapkan dengan kebutuhan premi riil menyebabkan ketidakcukupan pengembalian klain kepada PPK kecuali jika adanya subsidi premi dari pemerintah daerah. Selama ini sebagai upaya subsidi yang dilakukan pemerintah selain subsidi premi untuk peserta strata II, layanan kesehatan juga disubsidi melalui dana lain seperti sumbangan rutin oleh pemerintah daerah untuk mensubsidi biaya operasional Puskesmas. Puskesmas juga menerima subsidi dari pemerintah untuk membeli obat-obatan dan perlengkapan medis, hal itu juga berlaku juga pada RSUD.

Beberapa alternatif yang mungkin dilakukan agar kekurangan dana pelayanan kesehatan dapat tercukupi pada tahap I ini adalah dengan pertama, subsidi dari sisi penawaran (supply side) berupa subsidi obat dengan kalkulasi sebagai berikut:

- Pada program JPKM pada tahun 2006 jumlah total peserta adalah 40.299 KK atau 72% dari total penduduk termasuk penduduk yang belum menjadi peserta skema asuransi kesehatan. Pada tahap I ini sudah status kepesertaan sudah diwajibkan sehingga total KK yang akan menjadi peserta JPKM adalah 100/72 x 40.299 KK = 55.970 KK - Total kebutuhan biaya pelayanan

kesehatan dalam satu tahun berdasarkan utilisasi adalah Rp 227.990,40 x 55.970 KK = Rp 12.760.622.690,00

- Dana yang diperoleh dari pengumpulan premi peserta dalam satu tahun (ditambah subsidi premi untuk peserta strata II sebesar Rp 40.000,00) adalah Rp 80.000,00 (disamakan dengan premi tahun

2006) x 55.970 KK = Rp 4.477.600.000,00

- Total biaya obat dalam satu tahun berdasarkan utilisasi pelayanan adalah Rp 2.302,50 x 12 bulan x 55.970 KK x 4 jiwa = Rp 6.185.804.400,00

- Seandainya dilakukan subsidi terhadap obat maka masih terdapat kekurangan biaya total pelayanan kesehatan sebesar Rp 2.097.218.290,00.

Subsidi dari sisi penawaran berupa subsidi obat masih menyisakan kekurangan penutupan biaya kesehatan sebesar Rp 2.097.218.290,00. Alternatif kedua untuk dapat menutup kebutuhan biaya pelayanan kesehatan adalah dari sisi penawaran (demand side) yaitu dengan menaikkan premi sebesar Rp 37.470,00 sehingga premi yang sesuai untuk tahap I ini adalah sebesar Rp 117.470,00. Besaran premi tersebut harus memperhatikan juga ATP dan WTP masyarakat sehingga dapat menyusuaikan tingkat kemampuan masyarakat untuk bergabung menjadi peserta JPKM.

Dari perhitungan tersebut total subsidi yang harus disediakan oleh pemda Kabupaten Purbalingga adalah sebagai berikut:

- Asumsi peserta strata II sejumlah 30.000 KK maka subsidi premi (setengah dari total premi) dari pemda sebesar Rp 58.735,00 x 30.000 KK = Rp 1.762.050.000,00. - Subsidi obat sebesar Rp

6.185.804.400,00

- Total subsidi yang diperlukan sebesar Rp 7.947.854.400,00.

Selain 2 alternatif tersebut sebagai upaya untuk menutupi kecukupan biaya pelayanan kesehatan dari sisi penawaran (demand side) adalah dengan iur biaya (cost sharing). Paling potensial untuk iur biaya tersebut diberlakukan untuk jenis pelayanan rawat jalan tingkat lanjut spesialis dan rawat inap. Hal ini selain untuk menutup kecukupan biaya pelayanan kesehatan berfungsi pula sebagai upaya cost containment untuk mengurangi moral hazard dan overutilization dari peserta JPKM.

(7)

Mekanisme pengumpulan premi yang telah dilaksanakan pada program sebelumnya dilakukan dengan mengandalkan peran kader kesehatan. Pengumpulan premi program merupakan salah satu kendala yang perlu mendapatkan perhatian dikarenakan ketidakseragaman besar dan waktu pemerolehan penghasilan peserta program JPKM yang mayoritas adalah penduduk yang bekerja di sektor informal. Untuk peningkatan kemudahan proses pengumpulan premi beberapa alternatif yang dapat digunakan adalah:

- Pembayaran dilakukan di tiap-tiap Poliklinik Kesehatan Desa (PKD) atau di kantor kepala desa/kelurahan jika desa/kelurahan tersebut tidak memiliki PKD.

- Pembayaran dilakukan bersamaan dengan pembayaran rekening PLN. Mekanisme ini potensial dijadikan sarana pembayaran premi JPKM karena dimungkinkan setiap peserta JPKM juga berlangganan listrik PLN. - Pembayaran dilakukan bersamaan

dengan pembayaran pajak. Mekanisme ini sangat ideal akan tetapi relisasinya masih sulit dikarenakan sistem perpajakan kita yang belum baik.

3) Penggunaan dana

Pembayaran kepada PPK menggunakan pendekatan prospektif yaitu dengan sistem kapitasi. Hal ini akan mendorong terjadinya insentif finansial bagi PPK, sehingga dapat dicegah penggunaan sarana pelayanan kesehatan yang berlebihan (overutilization).

Tahap II (2010-2012) 1) Sumber dana

Tahap kedua adalah tahap pengembangan program JPKM semesta. Sumber dana untuk pelaksanaan program harus sudah berdasarkan pengumpulan premi dari peserta dan semakin sedikit subsidi yang diberikan oleh pemda. 2) Premi

Besaran premi pada tahap ini perlu disesuaikan lagi terhadap kenaikan tarif pelayanan kesehatan dan juga mempertimbangkan faktor inflasi. Inovasi-inovasi penentuan besaran premi perlu dikembangkan. Selama ini penetapan premi

berdasarkan community rating dan experience based pada utilisasi pelayanan dan besarannya dihitung menggunakan sistem kapitasi.

Teknik penetapan premi berdasarkan tingkat penghasilan atau kekayaan perlu diujicobakan dalam tahap ini. Akan tetapi teknik ini membutuhkan ketepatan dalam penilaian tingkat penghasilan atau kekayaan seseorang. Teknik ini secara nilai keadilan atau equity lebih progresif dibanding teknik kapitasi atau community rating.

3) Penggunaan dana

Pengembangan mekanisme pembayaran (payment system) kepada PPK seperti Diagnostic Related Groups (DRGs), sistem paket maupun sistem budget (global budget) perlu diujicobakan. Payment system tersebut lebih mampu memprediksi kecukupan unit cost masing-masing pelayanan kesehatan dibanding sistem kapitasi. Dengan semakin baiknya mekanisme reimbursement tersebut akan meningkatan insentif bagi PPK dan meningkatkan kepuasan PPK. Tahap III (2013-2015)

Tahap ini merupakan tahap transisi yaitu disesuaikan dengan kebijakan yang berkembang khususnya kebijakan nasional mengenai asuransi kesehatan sosial nasional. Selagi grand design secara nasional belum jelas bagaimana pengembangan asuransi kesehatan sosial di Indonesia, 2 skenario pada tahap ini yaitu tetap berbentuk JPKM atau melebur menjadi bagian dari skema nasional akan mempengaruhi sumber pendanaan program, besaran premi dan penggunaan dana. Jika skenario pertama dijalankan maka dana untuk program JPKM sama seperti program sebelumnya dengan melakukan pengembangan-pengembangan untuk meningkatkan kualitas pelayanan, akan tetapi jika skenario kedua yang berjalan, maka sumber dana, besaran premi dan penggunaan dana akan menyesuaikan dengan kebijakan nasional.

Tahap IV (2016-seterusnya)

Desain premi, sumber dan pemanfaat dana pada tahap ini lebih mencerminkan kemandirian suatu program. Apapun grand design yang akan terbentuk dalam tahap ini haruslah bertujuan menciptakan performa

(8)

sistem kesehatan yang memenuhi 2 kriteria keberhasilan yaitu fairness financing dan responsiveness pelayanan kesehatan terhadap kebutuhan masyarakat.

c. Aspek sumber daya manusia, fasilitas dan infrastruktur untuk pelaksanaan program

Aspek SDM, fasilitas dan infrastruktur berkaitan dengan peran Bapel JPKM selaku badan penyelenggara program. Bapel haruslah semakin mandiri dan profesional dalam menjalankan fungsinya sehingga kegiatan administrasi operasional semakin efektif dan efisien. Beberapa aspek dari bapel yang perlu dikembangkan yaitu struktur organisasi Bapel haruslah mencerminkan profesionalisme kerja dan efisien namun kaya fungsi, Bapel haruslah memiliki SDM yang berkompeten dalam bidang perasuransian, pengembangan sistem informasi, serta Bapel haruslah memposisikan diri sebagai badan asuransi kesehatan yang berfungsi untuk mengelola kepesertaan, manajemen pelayanan kesehatan dan keuangan penyelanggaraan program.

KESIMPULAN

Dari hasil kajian di atas dapat bahwa upaya menuju program JPKM dengan kepesertaan semesta (universal coverage) merupakan upaya yang rasional dan akan memberikan dampak yang baik bagi sistem pembiayaan dan penataaan pelayanan kesehatan di Kabupaten Purbalingga. Aspek kebijakan sangat menentukan keberhasilan program dikarenakan dengan peraturan yang ada akan memberikan payung hukum bagi operasional dan perkembangan JPKM menuju universal coverage yang mana kepesertaannya bersifat wajib. Selain itu Aspek operasional, finansial, SDM, fasilitas dan infrastruktur perlu dirancang sedimikan rupa menjadi bagian yang saling mendukung dalam upaya mensuskseskan program JPKM semesta di Kabupaten Purbalingga.

DAFTAR PUSTAKA

Aji, B., 2005. Road map of PT ASKES for preparing the implementation of social security act. Laporan Magang, Asia University, Taiwan.

Aji, B., 2006. Equitable financing, out-of-pocket payments and the effects of mandatory health insurance in Indonesia. Laporan Thesis, Asia University, Taiwan.

Anonim, 2005. Kabupaten Purbalingga dalam angka 2004. Bapedda dan BPS Kabupaten Purbalingga.

Arifianto, A., Marianti, R., Budiyati, S., dan Tan, E., 2005. Menyediakan layanan efektif bagi kaum miskin di Indonesia: laporan mekanisme pembiayaan kesehatan (JPK-GAKIN) di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah: Sebuah studi kasus. Lembaga Penelitian SMERU, Jakarta.

Carrin, G., dan Hanvoravongchai, P., 2003. Provider payments and patient charges as policy tools for cost-containment: How successful are they in high-income countries? BioMed Central Ltd.

Habsyi, A. dkk., 2002. Kurikulum dan kumpulan materi pelatihan Bapim JPKM. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Mukti, A.G., Chriswardani, S., Efriandi, S., dan Puspandari, D.A., 2006. Evaluasi program jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat miskin (JPKMM) tahun 2005 (Studi di dua kabupaten). Makalah pada seminar nasional reformasi sektor kesehatan dalam desentralisasi kesehatan di Bandung tanggal 6-8 Juni 2006.

Mukti, A.G., dan Servais, G., 2004. Pengembangan sistem jaminan kesehatan bagi keluarga miskin di Kabupaten Sumba Timur. Berita Daerah Volume II/01/2004 Desentralisasi Kesehatan PMPK UGM, Yogyakarta.

Soetadji, O.A., 2002. Peran PT ASKES dalam mensukseskan sistem jaminan sosial bidang kesehatan bagi keluarga miskin. PT (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia, Jakarta.

Sulastomo, 2005. Sistem jaminan sosial nasional, penyelenggaraan jaminan kesehatan. Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia, Jakarta.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Berpikir Proyeksi Lingkungan
Tabel  1. Agenda untuk pengembangan program JPKM ke depan
Tabel 2. Perhitungan premi program JPKM

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian yang dilakukan oleh Sardjito dan Osmad Muthaher (2007) mengenai Pengaruh partisipasi anggaran terhadap kinerja aparat pemerintah daerah:

Cara menemukan atau menyusun pengetahuan memerlukan kajian atau pemahaman tentang metode-metode.Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman untuk membedakan

sejarah macam-macam tarian, ragam tarian lilin, makna tari merak jawa barat, sejarah tari klasik, filosofi gerakan tari merak, gambar tarian dayak dan asal

Buku adalah ibarat gudang ilmu yang mempunyai arti penting dalam dunia pendidikan Hasil penelitian menggambarkan pembelajaran yang berbasis Sotf skill pada siswa SD kelas II

Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa uang persediaan adalah uang muka dalam bentuk kas kecil yang diberikan kepada Bendahara Pengeluaran pada Instansi Pemerintah

Sejak zaman dahulu kala pandai besi mengetahui bahwa sifat bahan dapat dirubah melalui pemanasan yang disusul dengan pendinginan, mereka mengenal berbagai proses perlakuan panas

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan- pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan laboratorium

Ketika kita tidak memanfaatkan tumbuhan dengan baik berarti kita sudah mengambil hak orang lain untuk menikmati lingkungan yang nyaman.. Sekarang, lihatlah