• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Asap Kebakaran Hutan dan Indeks Pencemar Udara (ISPU)

Indonesia dikaruniai dengan salah satu hutan tropis yang paling luas dan paling kaya keanekaragaman hayatinya di dunia. Selama ini kekayaan dan keanekaragaman hutan tropis tersebut telah dimanfaatkan secara langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia, masyarakat dan negara Indonesia.

Seratus tahun yang lalu Indonesia masih memiliki hutan yang melimpah, pohon-pohonnya menutupi 80 sampai 95 persen dari luas lahan total. Tutupan hutan total pada waktu itu diperkirakan sekitar 170 hektar ha. Saat ini, tutupan hutan sekitar 98 juta hektar, paling sedikit setengahnya diyakini sudah mengalami degradasi akibat kegiatan manusia.

Banyak sekali ancaman terhadap hutan Indonesia, mulai dari berbagai kegiatan pembalakan skala besar sampai pembukaan hutan skala kecil oleh para keluarga petani, tebang habis untuk pembukaan lahan industri pertanian sampai kehancuran akibat kebakaran hutan yang berulang[3].

2.1.1 Karakteristik Asap Kebakaran Hutan

Kejadian kebakaran hutan dan lahan terjadi semakin intensif dan meningkatkan kerusakan hutan dan lahan. Kebakaran hutan semula

(2)

7

dianggap sebagai kejadian dan siklus alami, tetapi kemudian dipertimbangkan adanya kemungkinan bahwa kebakaran lahan dan hutan dipicu oleh faktor kesengajaan, seperti misalnya untuk berburu dan pembukaan lahan atau bisa disebut terjadi pembakaran hutan.

Sejumlah besar bahan kimia asap kebakaran hutan akan menyebar ke udara secara bebas yang meliputi partikel dan komponen gas seperti sulfur dioksida (SO2), karbon monoksida (CO), formaldehid, akrelein, benzen, nitrogen oksida (NOx) dan ozon ( )[4].

Asap merupakan perpaduan atau campuran karbon dioksida, air, zat yang terdisfusi di udara, zat partikulat, hidrokarbon, zat kimia organik, nitrogen oksida dan mineral. Ribuan komponen lainnya dapat ditemukan tersendiri dalam asap. Komposisi asap tergantung dari banyak faktor, yaitu jenis bahan, kelembapan beban, temperatur api, kondisi angin dan hal lain yang mempengaruhi cuaca. Jenis kayu dan tumbuhan lain yang terdiri dari selulosa, lignin, tanin, polifenol, minyak, lemak, resin, lilin dan tepung, akan membentuk campuran yang berbeda saat terbakar.

Materi partikulat atau Particulate Matter (PM) merupakan bagian penting dalam asap kebakaran. Materi partikulat merupakan partikel tersuspensi, yang merupakan campuran partikel solid dan droplet cair.

Partikel debu atau materi partikulat melayang merupakan campuran sangat rumit berbagai senyawa organik dan anorganik di udara dengan diameter <1 m sampai maksimal 500 m. Materi partikulat akan berada di udara dalam waktu relatif lama dalam keadaan melayang. Partikel asap cenderung sangat kecil dengan ukuran hampir sama dengan panjang

(3)

8

gelombang cahaya yang terlihat atau 0,4 – 0,7 mm. Terutama partikulat halus yang disebut PM10. Particulat Matter 10 (PM10) adalah partikel debu yang berukuran ≤ 10 mikron[4].

Beberapa faktor yang berperan seperti cuaca, fase kebakaran dan struktur tanah dapat mempengaruhi sifat api dan efek asap kebakaran. Secara umum cuaca berangin membuat konsentrasi asap lebih rendah karena asap akan bercampur dengan udara. Sistem cuaca regional akan membuat api kebakaran menyebar lebih cepat dan membawa dampak yang lebih besar. Intensitas panas, khususnya saat awal kebakaran akan membawa asap keudara dan menetap, kemudian turun jika suhu menurun. Asap kebakaran pertama biasanya langsung dibawa angin sehingga menjadi prediksi area yang terbakar.

Beberapa produk pembakaran dikategorikan sebagai berikut : 1. Partikel

2. Polynuclear aromatic hydrocarbon 3. Karbon monoksida

4. Aldehid 5. Asam organik

6. Semivolatile dan senyawa organik yang mudah menguap 7. Radikal bebas

8. Ozon

(4)

9

Gambar 2.1 Kabut Asap Hasil Kebakaran Hutan[5]

Gambar tersebut merupakan gambar dari citra satelit resolusi tinggi MODI NASA pada tanggal 28 Februari 2014 yang memperlihatkan kabut asap yang terdeteksi akibat dampak asap kebakaran lahan gambut di Riau. Credit: NASA image courtesy Jeff Schmaltz, MODIS Rapid Response Team.

2.1.2 Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU)

Saat ini indeks standar kualitas udara yang dipergunakan secara resmi di Indonesia adalah indek Standar Pencemar Udara (ISPU), hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP 45 / MENLH / 1997 Tentang Indeks Standar Pencemar Udara[6].

(5)

10

Kualitas udara disampaikan ke masyarakat dalam bentuk indeks standar pencemar udara atau disingkat ISPU. ISPU adalah laporan kualitas udara kepada masyarakat untuk menerangkan seberapa bersih atau tercemarnya kualitas udara dan bagaimana dampaknya terhadap kesehatan setelah menghirup udara tersebut selama beberapa jam atau hari. ISPU ini mempertimbangkan tingkat mutu udara terhadap kesehatan manusia, hewan, tumbuhan, bangunan dan nilai estetika.

Dalam keputusan tersebut yang dipergunakan sebagai bahan pertimbangan diantaranya : bahwa untuk memberikan kemudahan dari keseragaman informasi kualitas udara ambien kepada masyarakat di lokasi waktu tertentu serta sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan upaya-upaya pengendalian pencemaran udara perlu disusun Indeks Standar Pencemar Udara.

Indeks Standar Pencemar Udara ditetapkan dengan cara mengubah kadar udara yang terukur menjadi satu angka yang tidak berdimensi. Yang memiliki rentang seperti pada Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Angka dan Rentang ISPU

Rentang 0 -50 51 - 100 101- 199 200 - 299 300 - lebih

Kategori Baik Sedang

Tidak Sehat

Sangat Tidak Sehat

Berbahaya

Untuk setiap parameter pencemar, memiliki batas Indeks Standar Pencemar Udara dalam Satuan SI (Pada suhu 25C dan 760 mmHg) yang dapat dilihat dalam Tabel 2.2 berikut:

(6)

11

(2.1)

Tabel 2.2 Batas Indeks Standar Pencemar Udara

Indeks Standar Pencemar Udara 24 jam PM10 g/m3 24 Jam SO2 g/m3 8 jam CO mg/m3 1 jam O3 mg/m3 1 jam NO2 g/m3 50 50 80 5 120 100 150 365 10 235 200 350 800 17 400 1130 300 420 1600 34 800 2260 400 500 2100 46 1000 3000 500 600 2620 57.5 1200 3750

Untuk mencari besar nilai ISPU di luar nilai yang tertera pada Tabel 2.2, maka angka nyata ISPU dapat dihitung dengan rumus Persamaan 2.1 :

( )

di mana:

I = ISPU terhitung Ia = ISPU batas atas Ib = ISPU batas bawah Xa = Ambien batas atas Xb = Ambien batas bawah

(7)

12 2.2 Asap Cair Kayu Pinus

Pengasapan hasil bakar kayu yang mengenai suatu benda dalam jangka waktu tertentu, akan menyebabkan benda tersebut terpolusi. Dalam hal ini, polusi tersebut berupa cairan dengan komponen kimia tersendiri yang menempel pada permukaan benda yang terkena asap.

Selain proses pembakaran, asap cair dapat diperoleh melalui proses pirolisis yaitu proses dekomposisi senyawa kimia dengan suhu tinggi dengan pembakaran tidak sempurna atau proses perubahan kimia melalui aksi panas. Hasil dari proses pirolisa dapat berupa gas, cairan dan padatan[7]. Berikut komponen kimia dalam hasil pirolisis asap cair kayu pinus hasil deteksi GC-MC :

Tabel 2.3 Komponen Kimia Dalam Asap Cair Kayu Pinus Hasil Deteksi GC-MC[8]

No. Komponen Kimia % Relatif

1.

Asap Cair 110o C

2 Propanon Asam Asetat

2 Heptanal, 1 pentena, 2 metil butana 1-ol 4 Asam Pentanoat, 3 Asam oktanoat, Asam deka-2 enoa 35,06 31,65 6,77 1,08 2. Asap Cair 200o C

2 Propanon (CAS) aseton

Asam isosianat, propil trikloroasetat 2 Asetal tetrazole dan siklobutilamin

19,48 3,18 17,01

(8)

13  Lanjutan Tabel 2.3.

No. Komponen Kimia % Relatif

2. Asam asetat, metil dan 2,4 toluenadione 17,01

3.

Asap Cair 300o C

2 Propanon, n butana, 1 propena 2 ol Asam isosianat, propil trikhloroasetat, 1 Kloroetil asetat Asam Asetat 1,3 Benzenadiamin 9,02 2,88 14,09 36,81 4. Asap Cair 400o C n-Butana, 1-propena-2-ol 1,3 Benzenadiamin, 4 metil Asam asetat

2 Propanon 1 hidroksi, asetaldehida

7,26 34,14 19,60 15,02 5. Asap Cair 400o C

2 Propanon aseton, 1 propena- 2-ol Asam Asetat, 1,3 benzenadiamin Furan

2(1H)-Piridin, ekso-2 bromonorbornan

25,64 29,91 4,94 3,64

Berdasarkan data pada Tabel 2.3, senyawa dominan yang terdapat pada asap cair kayu pinus adalah asam asetat. Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian.

(9)

14

Dengan kondisi berada dalam daerah medan tinggi, asam ini akan menjadi salah satu pengaruh besar terhadap fenomena flashover pada isolator piring yang akan menjadi media konduktif pada permukaan isolator tersebut

2.3 Teori Isolator

Isolator mempunyai peranan penting pada sistem tenaga listrik untuk mengisolasi bagian yang bertegangan dan bagian yang tidak bertegangan. Tingkat isolasi yang digunakan tergantung dari besar tegangan tertinggi sistem dan juga besarnya polutan yang dapat menggangu kinerja isolator tersebut. Besarnya tingkat isolasi ini juga sangat perlu diperhatikan untuk mencegah terjadi kegagalan isolasi yang dapat menyebabkan kualitas kontinuitas pelayanan listrik akan menjadi tidak baik.

Isolator dapat ditemui pada setiap bagian sistem tenaga listrik. Selain pada transmisi, isolator juga dapat ditemui pada jaringan distribusi hantaran udara, gardu induk dan panel pembagi daya. Pada jaringan distribusi hantaran udara, isolator digunakan sebagai penggantung atau penopang konduktor. Pada gardu induk, isolator digunakan sebagai pendukung sakelar pemisah, pendukung konduktor penghubung dan penggantung rel dengan kerangka pendukung pemisah.

(10)

15

Jenis isolator dilihat dari konstruksi dan bahannya dapat dibagi :

Gambar 2.2 Jenis Isolator Tegangan Tinggi[9]

2.3.1 Isolator Piring

Dalam jaringan transmisi hantaran udara, isolator yang umumnya dipakai adalah isolator rantai yang terdiri dari beberapa isolator piring yang dihubung seri. Jumlah piringan tersebut ditentukan oleh tingkat isolasi yang diperlukan dan tingkat polusi daerah yang dilaluinya.

Isolator pada umumnya memiliki tiga bagian utama yaitu bahan dielektrik, kap dan fitting. Selain itu juga terdapat semen yang berfungsi sebagai bahan perekat yang merekatkan ketiga bagian itu yang dapat dilihat pada Gambar 2.3[10].

Isolator Tegangan Tinggi

Isolator

Keramik Isolator Polimer

Kaca Porselen Isolator Piring Isolator Pin Isolator Pos Bushing Isolator Long Rod Isolator Komposit : Batang Fiberglass dengan sirip polimer. Karet EPDM Karet Silikon Isolator Cyclo Aliphatic Epoxy Resin

(11)

16

Gambar 2.3 Konstruksi Isolator Piring

Adapun persyaratan umum yang harus dipenuhi dalam merancang suatu isolator adalah sebagai berikut[10]:

1. Isolator harus memiliki kekuatan mekanis yang kuat untuk menahan beban konduktor, terpaan angin dan lain-lain.

2. Isolator harus menggunakan bahan dengan resistansi yang tinggi adar tidak terjadi arus bocor yang besar ke tanah.

3. Isolator harus memiiki kekuatan permitivitas yang tinggi agar memiliki kemampuan dielektrik yang baik.

4. Isolator harus padat dan tidak memiliki celah udara karena dapat menimbulkan peluahan sebagian.

5. Isolator dapat menahan flashover.

6. Tidak memiliki lekukan runcing agar pada isolator tidak terjadi medan elektrik yang tinggi.

7. Permukaan isolator harus licin dan bebas partikel runcing. 8. Tidak ada resiko meledak dan pecah.

(12)

17

9. Jarak rambat isolator harus diperbesar jika isolator ditempatkan pada kawasan yang dihuni banyak burung.

10. Bahan perekat harus memiliki kekuatan adhesi yang tinggi.

11. Bentuk dan dimensi sirip harus dibuat sedemikian rupa agar dapat dengan mudah dibersihkan.

Dilihat dari bentuknya, isolator dibagi menjadi 3 jenis seperti yang ditunjukan Gambar 2.4[11].

Gambar 2.4 a. Isolator Piring Standar b. Isolator Anti-Fog c. Isolator Aerodinamis

(13)

18 Keterangan gambar[12] :

a. Isolator piring dengan desain standar. Isolator ini digunakan pada daerah dengan bobot polusi rendah seperti yang daerah yang tidak ada industri.

b. Isolator piring dengan desain anti-fog. Isolator ini dirancang memiliki kelengkungan yang lebih dalam untuk memperpanjang jarak rambat arus, digunakan pada daerah dengan polusi tinggi seperti daerah industri berat.

c. Isolator piring dengan desain aerodinamis. Isolator ini dirancang memiliki daerah permukaan yang licin sehingga polutan sulit untuk menempel pada permukaannya. Isolator ini digunakan didaerah gurun.

Dilihat dari bentuk sambungannya, isolator piring dibagi dua, yaitu isolator dengan kopling bola-sendi dan isolator dengan kopling

clevis-tounge. Isolator piring dengan kopilng bola sendi dapat dilihat pada

Gambar 2.4a dan isolator piring dengan kopling clevis-tounge dapat dilihat pada Gambar 2.5.

(14)

19 2.4 Lewat Denyar (Flashover)

Flashover pada isolator hantaran udara merupakan peristiwa pelepasan

muatan melalui permukaan isolator dari konduktor yang bertegangan yang dipikul isolator ke lengan menara. Peristiwa ini menyebabkan kegagalan isolator dalam mengisolasi konduktor transmisi dengan lengan menara.

Flashover dapat terjadi pada beberapa kondisi, yaitu pada kondisi

permukaan isolator bersih dan pada kondisi permukaan isolator terpolusi. Saat permukaan isolator bersih, flashover yang terjadi disebabkan oleh tembusnya udara di sekitar permukaan. Bila permukaan isolator dilapisi polutan, tahanan permukaan isolator akan turun sehingga arus bocor akan semakin besar.

2.4.1 Mekanisme Lewat Denyar Pada Isolator Bersih

Pada kondisi isolator bersih, peristiwa lewat denyar terjadi karena tembusnya udara di sekitar permukaan isolator tersebut. Udara umumnya memiliki sifat isolatif yaitu tidak menghantarkan arus listrik karena memiliki sedikit elektron bebas. Tetapi sifat udara ini dapat berubah menjadi konduktif. Berubahnya sifat isolatif menjadi konduktif karena terjadinya ionisasi dan emisi. Berikut ini akan dijelaskan tentang ionisasi dan emisi :

Ionisasi

Ionisasi adalah peristiwa terlepasnya elektron dari ikatan inti atom netral (molekul netral) sehingga menghasilkan satu elektron bebas dan ion positif yang dapat dilihat pada Gambar 2.6.

(15)

20

Berdasarkan penyebabnya ionisasi dapat dibagi menjadi : a. Ionisasi Radiasi Sinar Kosmis

Ruang diatas bumi secara terus menerus dibombardir dengan partikel-partikel submikroskopis yang berenergi tinggi. Sebagian berasal dari matahari (sinar kosmis) dan sebagian berasal dari pemisahan bahan radio aktif yang setiap menit terjadi di dalam bumi. Partikel berenergi tinggi ini membentur elektron molekul netral sehingga elektron terlepas dari molekul netral.

b. Ionisasi Benturan

Gambar 2.6 Proses Ionisasi [12]

Pada Gambar 2.7 diperlihatkan jika dua elektroda dihubungkan ke sumber tegangan searah, maka diantara kedua elektroda itu timbul medan elektrik yang arahnya dari anoda ke katoda. Dalam perjalanannya menuju anoda, elektron itu membentur molekul-molekul netral gas.

(16)

21

Jika energi kinetis elektron bebas ( ) >> energi ikat elektron terikat maka akan terjadi ionisasi. Dimana ion positif akan mengalami gaya dan bergerak ke katoda dan ion elektron bebas baru menuju anoda.

Gambar 2.7 Ionisasi Benturan[13]

c. Ionisasi Termal

Jika temperatur gas dalam suatu bejana tertutup dianikkan, maka molekul-molekul gas akan bersirkulasi dengan kecepatan tinggi sehingga terjadi benturan antar molekul. Jika temperatur semakin tinggi, maka kecepatan molekul semakin tinggi, sehingga benturan antar molekul semakin keras dan dapat membuat terlepasnya elektron dari molekul netral.

Emisi

Emisi adalah peristiwa terlepasnya elektron dari permukaan logam menjadi elektron bebas.

(17)

22 a. Emisi Termal

Suatu logam jika dipanaskan hingga bertemperatur tinggi maka dari permukaannya akan dilepaskan elektron-elektron. Elektron tersebut keluar dari permukaannya dan menjadi elektron bebas di dalam gas.

b. Emisi Medan Tinggi

Gambar 2.8 Permukaan Logam dan Medan Tinggi[13]

Permukaan suatu logam tidak semuanya mulus, tetapi selalu ada titik-titik yang runcing seperti pada Gambar 2.8. Elektron pada ujung runcing akan mengalami gaya yang lebih besar karena intensitas medan elektrik di titik tersebut relatif lebih besar dibandingkan dengan intensitas medan elektrik dibagian datar.

c. Emisi Benturan Ion Positif

Suatu ion positif yang berada dalam medan listrik akan bergerak menuju katoda. Ion postif ini memmiliki energi kinetik saat membentur permukaan katoda. Bila energi kinetik ion positif lebih

(18)

23

besar dari gaya elektrostatik logam, maka elektron di permukaan logam akan keluar dari permukaannya. Jumlah elektron bebas yang keluar tergantung dari besarnya energi kinetik ion positif saat membentur permukaan katoda.

2.4.2 Teori Townsend Mekanisme Terjadinya Tembus Listrik Udara

Didalam udara terdapat elektron bebas hasil ionisasi radiasi dan molekul-molekul netral. Apabila kedua elektroda dihubungkan dengan sumber tegangan, maka akan timbul medan listrik E yang arahnya dari anoda ke katoda.

Akibat adanya medan listrik, maka elektron bebas mengalami gaya F yang arahnya berlawanan dengan arah medan listrik.

Karena adanya gaya F maka elektron bebas bergerak dari katoda ke anoda. Dalam perjalanannya menuju anoda, elektron bebas membentur molekul netral. Jika energi kinetik elektron awal lebih besar dari pada energi ikat elektron molekul netral maka akan terjadi ionisasi.

Ionisasi benturan menghasilkan suatu elektron bebas baru dan satu ion positif. Elektron-elektron tersebut terus bergerak menuju anoda. Dalam perjalanannya menuju anoda, elektron-elektron tersebut membentur lagi molekul netral sehingga terjadi lagi ionisasi. Akibatnya jumlah elektron bebas dan ion positif semakin banyak.

Ion positif bergerak menuju katoda. Terjadilah benturan ion positif dengan dinding katoda. Timbul emisi benturan ion positif. Dari permukaan katoda muncul elektron-elektron baru hasil benturan ion

(19)

24

positif dengan dinding katoda. Elektron-elektron baru ini bergerak menuju anoda. Dalam perjalanannya menuju anoda, elektron-elektron baru hasil emisi ion positif membentur lagi molekul netral sehingga terjadi lagi ionisasi. Jumlah elektron bebas dan ion positif semakin banyak.

Selama medan listrik masih ada maka proses ionisasi benturan dan emisi ion positif akan terus berlangsung sehingga terjadi banjiran elektron dan ion positif. Akibatnya muatan yang berpindah dari katoda ke anoda semakin banyak. Perpindahan muatan sama dengan arus , sehingga arus semakin besar maka terjadilah tembus listrik.

2.4.3 Mekanisme Lewat Denyar Pada Isolator Terpolusi

Setelah melalui waktu yang lama, isolator- isolator pasangan luar akan dicemari oleh polutan yang dibawa oleh udara. Polutan tersebut dapat berupa garam, limbah pabrik dalam bentuk gas seperti gas karbon dioksida dan sulfur oksida, asap produksi pabrik, kotoran burung, pasir daerah gurun pasir dan lain sebagainya yang dapat menganggu kinerja isolator. Polutan ini dapat mempengaruhi konduktivitas permukaan dari isolator tersebut sehingga dapat menyebabkan kegagalan isolasi.

Proses tersebut dimulai dari polutan yang terkandung diudara dapat menempel pada permukaan isolator dan berangsur-angsur membentuk suatu lapisan tipis pada permukaan isolator. Unsur yang paling berpengaruh pada unjuk kerja isolator adalah garam yang terbawa oleh angin laut. Lapisan garam ini bersifat konduktif terutama pada keadaan

(20)

25

cuaca lembab, berkabut atau ketika hujan gerimis. Jika cuaca seperti ini terjadi, maka akan mengalir arus bocor dari kawat fasa jaringan ke tiang penyangga melalui lapisan konduktif yang menempel di permukaan isolator dimana resistansi lapisan polutan jauh lebih rendah daripada resistansi dielektrik padat isolator. Jika jepitan a bertegangan dan jepitan b dibumikan, maka arus bocor akan mengalir melalui lapisan konduktif dari jepitan a ke b, sedangkan arus yang melalui dielektrik padat dapat diabaikan.

Adanya arus bocor ini akan menimbulkan panas yang besarnya sebanding dengan kuadrat arus bocor dikalikan dengan resistansi lapisan polutan dari a ke d ( ). Panas yang terjadi mengeringkan lapisan polutan dan mengakibatkan resistansi lapisan polutan dikawasan jepitan isolator akan semakin besar. Akibatnya, beda tegangan pada lapisan polutan yang kering (Vab) semakin besar dan menimbulkan kuat medan elektrik diantara titik a dan b semakin tinggi. Jika kuat medan elektrik ini melebihi kekuatan dielektrik udara sekitar isolator, maka akan terjadi peluahan dari titik a ke titik b. Busur api akibat peluahan ini membuat lapisan polutan yang kering terhubung singkat, akibatnya arus bocor akan semakin besar. Proses tersebut akan terus berulang-ulang dan terus berangsur-angsur sehingga busur api akan semakin panjang dan akhirnya busur api telah menghubungkan kedua jepitan yang akan berujung pada peristiwa lewat-denyar pada isolator. Proses tersebut dapat dibuat rangkaian ekuivalennya seperti pada Gambar 2.9.

(21)

26

Gambar 2.9 Rangkaian Ekuivalen Isolator Terpolusi

Oleh karena hal tersebut, perlu diketahuinya informasi tentang tingkat bobot polusi dikawasan yang akan dilintasi jaringan tersebut. Informasi tersebut digunakan sebagai parameter penentu isolator yang layak. Dengan standar tersebut, dapat dihitung juga besar jarak rambat isolator untuk suatu kawasan yang telah diketahui tingkat bobot polusinya yang dapat dilihat pada Persamaan 2.2[14].

ln = J

RS

x V x k

d

(2.2)

di mana :

ln = Jarak Rambat nominal minimum (mm) JRS = Jarak rambat spesifik minimum (mm/kV)

V = Tegangan fasa ke fasa tertinggi sistem (kV) kd = Faktor koreksi tergantung pada diameter isolator

(22)

27

Tabel 2.4 Nilai Jarak Spesifik Untuk Berbagai Tingkat Bobot Polusi

Tingkat Bobot Polusi JRS (mm/kV)

Ringan 16

Sedang 20

Berat 25

Sangat Berat 31

2.4.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tegangan Lewat Denyar

Karena peristiwa lewat denyar disebabkan tembusnya udara di sekitar permukaan isolator, jadi faktor-faktor yang mempengaruhi lewat denyar adalah kondisi udara disekitar pemukaan isolator tersebut, yaitu: a. Temperatur udara. Temperatur yang tinggi akan meningkatkan jumlah

proses ionisasi thermis dan emisi thermis.

b. Tekanan udara. Bila tekanan udara besar, jumlah molekul didalam udara semakin banyak yang berarti proses ionisasi dapat terjadi lebih banyak. Tetapi bila tekanan terlalu tinggi, gerakan muatan dari proses ionisasi akan terhambat sehingga proses ionisasi berikutnya akan berkurang. Bila tekanan udara terlalu rendah, jumlah molekul yang sedikit akan menyebabkan proses ionisasi sangat sedikit. Persamaan faktor koreksi () untuk tegangan pada suhu t C dan tekanan p mmHg dapat dilihat pada Persamaan 2.3 dan persamaan tegangan lewat denyar pada suhu 20 C dan tekanan 760 mmHg dapat dilihat pada Persamaan 2.4[13].

(23)

28

(2.3)

di mana :

 = faktor koreksi suhu dan tekanan udara

p = tekanan udara (mmHg) T = suhu udara (C)

(2.4)

di mana :

vus

= tekanan lewat denyar pada suhu 20C dan tekanan 760 mmHg (kV)

v

= tegangan lewat denyar pada suhu t C dan tekanan p mmHg

(kV)

c. Kelembaban udara. Bila kelembaban tinggi, maka kandungan air dalam udara meningkat sehingga terjadi ionisasi karena air memiliki energi ikat yang lebih rendah dari kandungan lain dalam udara. Bila kandungan air semakin banyak maka udara akan lebih mudah terionisasi dan menyebabkan kekuatan dielektrik udara turun. Kekuatan dielektrik merupakan kuat medan listrik yang mampu dipikul oleh suatu bahan dielektrik tanpa kandungan air dalam udara menyebabkan uadara semakin mudah terionisasi. Hal ini menyebabkan turunnya tegangan yang diperlukan unutk membuat udara tersebut tembus llistrik[12].

(24)

29 2.5 Pengukuran Tingkat Bobot Polusi

Berdasarkan standar IEC 815, bobot polusi ditetapkan 4 tingkat, yaitu ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Ada banyak metode untuk menentukan bobot polusi isolator. Metode yang umum digunakan adalah metode ESDD (Equivalent Salt Density Deposit) dan tinjauan lapangan. Metode ESDD dilakukan dengan mengukur deposit garam ekuivalen dari polutan yang menempel di permukaan isolator.

Penentuan tingkat bobot polusi isolator berdasarkan analisis kualitatif dan metode ESDD ditunjukan pada Tabel 2.5 berikut:

Tabel 2.5 Tingkat Bobot Polusi Berdasarkan analisis kualitatif dan metode ESDD[14]

No.

Tingkat Bobot Polusi

Ciri Lingkungan Berdasarkan Analisis Kualitatif

ESDD (mg/cm2)

1. Ringan

 Kawasan tanpa industri dan pemukiman yang dilengkapi sarana pembakaran dengan kepadatan rumah rendah.

 Kawasan dengan kepadatan industri rendah atau pemukiman, tetapi sering terkena angin dan/atau hujan.

 Kawasan pertanian.

 Kawasan pegunungan.

Semua kawasan ini harus terletak paling sedikit 10 – 20 km dari laut dan bukan kawasan tebuka bagi hembusan angin langsung dari laut.

(25)

30  Lanjutan Tabel 2.5.

No.

Tingkat Bobot Polusi

Ciri Lingkungan Berdasarkan Analisis Kualitatif

ESDD (mg/cm2)

2. Sedang

 Kawasan industri, khususnya yang tidak menghasilkan asap polusi dan/atau pemukiman yang dilengkapi sarana pembakaran dengan kepadatan rumah sedang.

 Kawasan dengan kepadatan rumah tinggi dan/atau kawasan industri kepadatan tinggi, tetapi sering terkena angin dan/atau hujan.

 Kawasan terbuka bagi angin laut tetapi tidak terlalu dekat dengan pantai (paling sedikit berjarak beberapa kilometer dari pantai).

0,20

3. Berat

 Kawasan dengan kepadatan industri tinggi dan pinggiran kota besar dengan kepadatan sarana pembakaran yang tinggi dan menghasilkan polusi.

 Kawasan dekat laut atau kawasan yang senantiasa terbuka bagi hembusan angin laut yang relatif kencang.

(26)

31  Lanjutan Tabel 2.5.

No.

Tingkat Bobot Polusi

Ciri Lingkungan Berdasarkan Analisis Kualitatif

ESDD (mg/cm2)

4. Sangat Berat

 Kawasan yang umumnya cukup luas, terkena debu konduktif dan asap industri yang khususnya menghasilkan endapan konduktif tebal.

 Kawasan yang umumnya cukup luas sangat dekat dengan pantai dan terbuka bagi semburan air laut atau hembusan angin laut yang sangat kencang dan mengandung polutan.

 Kawasan padang pasir yang ditandai dengan tidak adanya hujan untuk jangka waktu lama, terbuka bagi angin kencang yang membawa pasir dan garam, serta terkena kondensasi yang tetap.

Gambar

Gambar  tersebut  merupakan  gambar  dari  citra  satelit  resolusi  tinggi  MODI NASA pada tanggal 28 Februari 2014 yang memperlihatkan kabut  asap yang terdeteksi akibat dampak asap kebakaran lahan gambut di Riau
Tabel 2.1 Angka dan Rentang ISPU
Tabel 2.3 Komponen Kimia Dalam Asap Cair Kayu Pinus Hasil Deteksi GC-MC[8]
Gambar 2.2  Jenis Isolator Tegangan Tinggi[9]
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisa iodine number menunjukkan bahwa metode gas-treatment horizontal lebih baik dibandingkan dengan metode gas-treatment vertical dan dengan dominan waktu aktivasi yang

Kesimpulan ada hubungan status gizi bawah normal dengan perkembangan motorik kasar pada balita usia 6-60 bulan, sesuai hasil penelitian disarankan sebagai masukan

Pada penelitian ini mendapatkan 9 dari 64 sampel menunjukkan hasil resisten terhadap rifampisin pada pemeriksaan GeneXpert /MTB RIF tetapi menunjukkan hasil sensitif

Model Stimulasi Kecerdasan Visual Spasial Dan Kecerdasan Kinestetik Anak Usia Dini Melalui Metode Kindergarten Watching Siaga Bencana Gempa Bumi Di Paud

Pada bab kedua menjelaskan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu mengenai Teori Kebijakan Program UPK MP, Syarat Penerima SPP,

Sedangkan perbedaan penelitiaan yang dilakukan Paina dengan penelitian ini adalah pada objek kajian yang mana pada penelitian Paina meneliti tindak tutur komisif khusus

LAPORAN LABA RUGI KOMPREHENSIF Untuk Periode yang berakhir pada tanggal 30 November 2017. (dalam