• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN LAMA PERAWATAN PASCA SEKSIO SESAREA DI INSTALASI RAWAT INAP OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU PERIODE 1 JANUARI-31 DESEMBER 2006

SKRIPSI

Diajukan ke Fakultas Kedokteran Universitas Riau sebagai pemenuhan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran

Oleh: LIZA NOVITA NIM. 0210333

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2007

(2)

ABSTRAK

Tinjauan Lama Perawatan Pasca Seksio Sesarea di Instalasi Rawat Inap Obstetri dan Ginekologi

RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari-31 Desember 2006

Oleh LIZA NOVITA

Latar belakang: Masa perawatan setelah persalinan perabdominal lebih lama dibandingkan dengan setelah persalinan pervaginam. Seorang pasien yang baru menjalani seksio sesaria lebih aman bila diperbolehkan pulang pada hari keempat atau kelima post partum dengan syarat tidak terdapat komplikasi selama masa puerperium. Banyak hal yang dapat mempengaruhi lamanya perawatan di rumah sakit diantaranya adalah komplikasi, indikasi pembedahan, rencana pembedahan, penggunaan antibiotik dan jenis insisi abdomen.

Tujuan: Mengetahui jumlah kasus pasca seksio sesaria dengan lama perawatan lebih dari 5 hari di Instalasi Rawat Inap Obstetri dan Ginekologi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember 2006.

Metode Penelitian: Penelitian ini dilakukan deskriptif retrospektif terhadap 99 pasien seksio sesarea yang menjalani perawatan lebih dari 5 hari. Pencatatan dilakukan terhadap lama hari perawatan, komplikasi, indikasi, rencana pembedahan, penggunaan antibiotik dan jenis insisi abdomen. Data kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan diagram.

Hasil penelitian : Dari 99 sampel didapatkan bahwa lama hari perawatan terbanyak adalah 6-8 hari sebanyak 62,63%, komplikasi tersering adalah luka basah yaitu 48,49%, cephalopelvik disproporsi merupakan indikasi terbanyak yaitu 20,20%, sebanyak 86,87% kasus dilakukan pembedahan dalam keadaan darurat atau tidak terencana, sebagian besar kasus diberiakan antibiotik setelah pembedahan dilaksanakan yaitu sebanyak 94,95% dan sebanyak 33,33% insisi abdomen dilakukan dengan jenis longitudinal (midline).

Kesimpulan: Sebagian besar kasus dirawat selama 6-8 hari, komplikasi tersering adalah luka basah, indikasi terbanyak adalah cephalopelvik disproporsi, seksio sesarea lebih banyak dilakukan dalam keadaan darurat atau tidak terencana, sebagian besar kasus diberikan antibiotik setelah pembedahan dilakukan dan jenis longitudinal merupakan jenis insisi abdomen terbanyak dilakukan.

Kata kunci: Seksio sesarea, lama perawatan, morbiditas pasca seksio sesarea.

(3)

Evaluation of Treatment Period After Secsio Cesarea at Department of Obstetric and Ginaecology

RSUD Arifin Achmad Pekanbaru in Period 1th January-31th December 2006

By LIZA NOVITA

Back ground: Period of treatment after the abdominal delivery longer then after

the vaginal delivery. A new sectio caesarea patient is more safety if the patient allowed to leave the hospital after 4th or 5th days after fetus delivery with

condition there was not complication in puerperium period. Many things could effected treatment period in hospital, they are; complication, indication for surgery, surgery planning, antibiotic consumptive, and type of abdominal surgery.

Purpose: To know the amount of after section cesarean cases with treated period

more than 5 days at department of obstetric and gynaecologi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru in perio 1st January-31stDecember 2006.

Design methods: The research is done to 99 sectio caesarea patient that was

treated for more than 5 days. The noted is done to days of treatment, complication, indication, surgery planning, antibiotic consumptive, and type of abdominal surgery. Then, data will displayed in tables and diagrams.

Results: From 99 samples known that the most period of treatment is 6-8 days

(62,63%), the most complication is wet injury (48,49%), cephalopelvic disproportion is the most indication (20,20%), surgery are done to 86,89% case in emergency situation or non planning, more than half case given antibiotic after the surgery was done (94,95%), and 33,33% abdominal surgery are longitudinal (midline) type.

Conclusion: Most from the case treated for 6-8 days, most complication is wet

injury, most indication is cephalopelvic disproportion, sectio caesarea are more likely done in emergency or non planning situation, most of the case given antibiotic after the surgery and the longitudinal (midline) is the most abdominal surgery type.

Keywords: Sectio caesarea, period of treatment, and morbiditas pasca section

caesarea.

(4)

Assalammua’laikum wr.wb. Bismillahirrohmanirrohim.

Alhamdulillah, segala puja dan puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta memberikan kesehatan, motivasi dan kekuatan pada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Tinjauan Lama Perawatan Pasca Seksio Sesarea di Instalasi Rawat Inap Obstetri dan Ginekologi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari-31 Desember 2006”.

Skripsi ini diajukan ke Fakultas Kedokteran Universitas Riau sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked). Dalam pelaksanaan Skripsi ini penulis banyak menerima bantuan dan dorongan baik secara moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak dekan Fakultas Kedokteran Universitas Riau dan staf pengajar yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama ini. 2. Bapak dr. Syamsul Bahri, Sp.OG sebagai pembimbing I dan Ibu Fifia

Chandra, SKM. M.K.M sebagai pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dan fikiran dengan penuh kesabaran untuk membimbing penulis demi kesempurnaan skripsi ini.

3. Bapak dr. M. Yusuf, Sp.OG, dr. Laode Burhanuddin, M. Kes, dan Ibu drg. Tuti Restuastuti, M. Kes sebagai penguji Skripsi.

4. Ibu dr. Ismawati, M. Biomed selaku pembimbing akademis yang telah memberikan bimbingan dan dorongan dalam menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Riau.

(5)

5. Kedua orangtuaku tercinta, Ayahanda Drs. Zakaria dan Ibunda Herlina, S.Pd yang senantiasa mendo’akan, memberikan semangat dan mencurahkan kasih sayang yang tiada tara.

6. Adik-adikku tersayang Yeni Fitria, Jefri Hendranata, Deni Wiratama, Diana Devilia, Nadia Zariska dan Ilham Hernanda yang telah memberikan perhatian dan kasih sayang yang begitu besar kepada penulis selama ini.

7. M. Fatwa, atas kesabaran, perhatian, dan kasih sayangnya selama penulisan skripsi ini.

8. Sahabat-sahabatku Rendra, Rio, Kak Nola, Mira, Sari, bang Yayan, bang Heru yang telah begitu banyak membantu dan memberikan semangat selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

Semoga semua bantuan, bimbingan, dorongan, saran-saran, dan amal kebaikan yang telah diberikan mendapat imbalan rahmat dari Allah SWT.

Dengan keterbatasan ilmu dan pengalaman yang dimiliki, penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat memperkaya ilmu pengetahuan dan berguna bagi kita semua di masa yang akan datang.

Pekanbaru, Agustus

2007

Penulis

DAFTAR ISI

(6)

ABSTRACT... iii

ABSTRAK... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan Masalah... 3 1.3. Tujuan Penelitian... 3 1.3.1. Tujuan Umum... 3 1.3.2. Tujuan Khusus... 3 1.4. Manfaat Penelitian... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Seksio Sesarea... 5

2.2. Epidemiologi... 5

2.3. Klasifikasi... 6

2.4. Jenis Insisi Dinding Abdomen... 7

2.5. Penutupan Luka Insisi... 9

2.6. Indikasi Seksio Sesarea... 10

2.7. Kontraindikasi Seksio Sesarea... 11

2.8. Perawatan Pasca Pembedahan... 11

2.8.1. Perawatan Luka Insisi... 13

2.8.2. Pemberian Cairan... 13 2.8.3. Diit... 13 2.8.4. Pengelolaan nyeri... 14 2.8.5. Mobilisasi... 14 2.8.6. Kateterisasi... 14 2.8.7. Antibiotik... 15 2.8.8. Perawatan Rutin... 16 2.9. Pemulangan Pasien... 16

2.10. Komplikasi Pasca Seksio Sesarea... 16

2.10.1. Faktor Predisposisi... 17

2.10.2. Macam Komplikasi... 17

2.10.2.1. Demam Puerperalis... 17

2.10.2.2. Perdarahan... 19

2.10.2.3. Emboli Cairan Amnion... 21

2.11.Pengelolaan... 21

2.12.Kerangka Penelitian... 22

2.12.1. Kerangka Teori... 22

2.12.2. Kerangka Konsep... 23

BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Jenis Penelitian... 24

3.2.Lokasi Penelitian... 24

(7)

3.4.Populasi dan Sampel... 24

3.5.Variabel Penelitian... 25

3.6.Cara Pengumpulan dan Pengolahan Data... 25

3.7.Definisi Operasional... 26

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1.Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Lama Hari Perawatan... 27

4.2.Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Komplikasi... 28

4.3.Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Indikasi... 30

4.4.Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Rencana Pembedahan... 31

4.5.Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Pemberian Antibiotik... 32

4.6.Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Jenis Insisi Abdomen... 34

BAB V PEMBAHASAN 5.1.Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih Dari 5 hari Berdasarkan Lama Hari Perawatan... 36

5.2.Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Komplikasi... 37

5.3.Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Indikasi... 38

5.4.Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Rencana Pembedahan... 39

5.5.Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Pemberian Antibiotik... 40

5.6.Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Jenis Insisi Abdomen... 41

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1.Simpulan... 43 6.2.Saran... 44 DAFTAR PUSTAKA... 44 LAMPIRAN DAFTAR TABEL Halaman

(8)

Tabel 2.1. Indikasi Seksio Sesarea di 4 Negara Maju; Norwegia, Skotlandia, Swedia dan USA, 1990...27 Tebel 4.1. Distribusi Frekuensi Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama

Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Lama Hari Perawatan di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari-31 Desember 2006...29 Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama

Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Komplikasi Pasca Pembedahan di RSUD ARifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari-31 Desember 2006...30 Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama

Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Indikasi pembedahan di RSUD Aifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari-31 Desember 2006...32 Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama

Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Rencana Pembedahan di RSUD ARifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari-31 Desember 2006...33 Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama

Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Pemberian Antibiotik di RSUD ARifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari-31 Desember 2006...33 Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama

Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Jenis Insisi Abdomen di RSUD ARifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari-31 Desember 2006...34

(9)

Halaman

Skema 2.11.1. Kerangka Teori...22 Skema 2.11.2. Kerangka Konsep...23 Diagram 4.1. Distribusi Frekuensi Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama

Perawatan Lebih dari 5 Hari Berdasarkan Lama Perawatan di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari-31 Desember 2006...28 Diagram 4.2. Distribusi Frekuensi Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama

Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Komplikasi Pasca Pembedahan di RSUD ARifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari-31 Desember 2006...29 Diagram 4.3. Distribusi Frekuensi Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama

Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Indikasi di RSUD ARifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari-31 Desember 2006...31 Diagram 4.4. Distribusi Frekuensi Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama

Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Rencana Pembedahan di RSUD ARifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari-31 Desember 2006...32 Diagram 4.5. Distribusi Frekuensi Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama

Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Pemberian Antibiotik di RSUD ARifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari-31 Desember 2006...33 Diagram 4.6. Distribusi Frekuensi Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama

Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Jenis Insisi Abdomen di RSUD ARifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari-31 Desember 2006...34

(10)

Lampiran 1. Instrumen Penelitian

Lampiran 2. Tabel distribusi frekuensi kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari yang memenuhi lebih dari 5 variabel yang diteliti.

Lampiran 3. Surat Permohonan Izin Pra Riset Untuk Bagian Bina Program dan Rekam Medik

Lampiran 4. Surat Pengangkatan/Pemberhentian Tim Pembimbing dalam Penulisan Skripsi dan Penelitian

Lampiran 5 Riwayat Hidup Penulis

(11)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angka kematian maternal dan perinatal di Indonesia masih relatif tinggi, dimana angka kematian maternal menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 adalah 369 dalam 100.000 kelahiran hidup dengan penyebab utama terfokus pada komplikasi kehamilan, persalinan, dan masa nifas. Angka tersebut merupakan angka kematian maternal tertinggi di kawasan Asia Tenggara yang rata-rata hanya 5-142 dalam 100.000 kelahiran hidup (Budiarta, 2004).

Persalinan yang dilakukan di klinik dengan ketersediaan tenaga kesehatan terlatih, peralatan dan obat-obatan lebih memberikan jaminan kesehatan daripada persalinan yang dilakukan di rumah. Cara persalinan di klinik dapat dilakukan melalui dua cara yang berbeda, yaitu persalinan perabdominal dan persalinan pervaginam. Persalinan perabdominal atau seksio sesaria (SS) biasanya dilakukan bila penundaan kelahiran bayi yang lebih lama akan menimbulkan bahaya yang serius bagi ibu, janin ataupun keduanya. Menurut surat edaran Dirjen Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI tahun 2002, salah satu indikator mutu pelayanan obstetri dan ginekologi adalah “Caesarian Section Rate (CSR)”. Untuk rumah sakit pendidikan atau rujukan angka seksio sesaria tidak lebih dari 20% dari total persalinan pertahun sedangkan bagi rumah sakit non pendidikan tidak lebih dari 15% dari total persalinan dalam setahun (Birza, 2003). Di Rumah Sakit RSUD Arifin Achmad pada tahun 2006 didapatkan sebanyak 996 kasus seksio sesarea dari 3361 total persalinan (29,63%).

Tindakan seksio sesaria saat ini semakin baik dengan adanya antibiotik, transfusi darah yang memadai, teknikoperasi yang lebih sempurna dan anestesi

(12)

yang lebih baik. Morbiditas maternal setelah menjalani tindakan seksio sesaria masih 4-6 kali lebih tinggi daripada persalinan pervaginam, karena ada peningkatan risiko yang berhubungan dengan proses persalinan sampai proses perawatan setelah pembedahan. Komplikasi utama bagi wanita yang menjalani seksio sesaria berasal dari tindakan anestesi, risiko perdarahan, keadaan sepsis, dan serangan tromboemboli serta transfusi. Hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas maternal lebih sering terjadi setelah tindakan seksio sesaria daripada setelah tindakan persalinan pervaginam. Komplikasi yang ditimbulkan pada pembedahan seksio sesarea darurat atau yang tidak direncanakan lebih tinggi dibandingkan dengan seksio sesarea yang telah direncanakan sebelumnya. Anestesi berperan 4-12% dari seluruh kematian maternal. Dan dari seluruh angka kematian maternal 0,33-1,5 % diantaranya terjadi setelah seksio sesaria sebagai akibat dari prosedur pembedahan maupun keadaan yang mengindikasikan suatu seksio sesarea (Chesnut, 1994).

Lama perawatan setelah persalinan perabdominal lebih lama dibandingkan dengan persalinan yang dilakukan pervaginam. Seorang pasien yang baru menjalani seksio sesaria lebih aman bila diperbolehkan pulang pada hari keempat atau kelima post partum dengan syarat tidak terdapat komplikasi selama masa puerperium. Komplikasi setelah tindakan pembedahan dapat memperpanjang lama perawatan di rumah sakit dan memperlama masa pemulihan (Cunningham dkk, 2005). Namun tidak semua kasus seksio di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru yang dipulangkan setelah lebih dari 5 hari selalu dikarenakan oleh komplikasi. Hal ini dapat dipengaruhi oleh masih banyaknya jenis jahitan yang digunakan pada penutupan abdomen dengan menggunakan jahitan simpul diluar. Jenis

(13)

jahitan ini mengharuskan pasien tetap berada di rumah sakit sampai hari kelima atau keenam sampai dilakukannya proses pemotongan benang jahitan.

1.2 Perumusan Masalah

Belum adanya data dasar mengenai lama perawatan pasca seksio sesarea di RSUD Arifin Achmad mendorong penulis untuk melakukan penelitian secara deskriptif retrospektif untuk mengetahui bagaimanakah gambaran kasus seksio sesaria dengan lama perawatan lebih dari 5 hari berdasarkan komplikasi pasca seksio sesarea, indikasi seksio sesarea, rencana seksio sesarea, penggunaan antibiotik dan jenis insisi abdomen di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember 2006.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui jumlah kasus pasca seksio sesaria dengan lama perawatan lebih dari 5 hari di Instalasi Rawat Inap Obstetri dan Ginekologi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember 2006.

1.3.2 Tujuan Khusus

Mengetahui jumlah kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari di Instalasi Rawat Inap Obstetri dan Ginekologi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember 2006 berdasarkan:

1. Lama hari perawatan

2. Komplikasi pasca seksio sesarea 3. Indikasi seksio sesarea

(14)

4. Rencana seksio sesarea 5. Penggunaan antibiotik 6. Jenis insisi abdomen

1.4 Manfaat Penelitian a. Penulis

1. Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai morbiditas pasca seksio sesaria dengan lama perawatan lebih dari 5 hari.

2. Menambah wawasan mengenai tata cara melakukan penelitian deskriptif retrospektif dengan baik dan benar.

b. RSUD Arifin Achmad

Memberikan informasi mengenai morbiditas pasca seksio sesaria dengan lama perawatan lebih dari 5 hari kepada pihak RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.

c. Masyarakat ilmiah

Menjadi data dasar bagi penelitian selanjutnya.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Seksio Sesarea

Seksio sesarea merupakan suatu pembedahan untuk melahirkan janin melalui insisi pada dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus (histerotomi). Definisi ini tidak termasuk pengangkatan janin dari kavum abdomen pada kasus ruptur uteri atau kehamilan abdominal (Hacker, 2001). Tindakan ini dilakukan untuk mencegah kematian ibu dan bayi karena kemungkinan-kemungkinan komplikasi yang dapat timbul bila persalinan tersebut berlangsung pervaginam (Sari, 2005).

2.2 Epidemiologi

Menurut Bensons dan Pernolls, angka kematian pada operasi seksio sesarea adalah 40-80% dalam 100.000 kelahiran hidup. Angka ini menunjukkan resiko yang ditimbulkan setelah pembedahan 25 kali lebih besar dibandingkan persalinan pervaginam. Untuk kasus karena infeksi mempunyai angka 80 kali lebih tinggi dibandingkan dengan persalinan pervaginam, sedangkan komplikasi akibat tindakan anestesi sekitar 10% dari seluruh angka kematian ibu setelah seksio sesarea (Marcello, 1991). Dari seluruh angka kematian maternal 0,33-1,5% diantaranya terjadi setelah seksio sesaria sebagai akibat dari prosedur pembedahan maupun keadaan yang mengindikasikan suatu seksio sesarea. Daniel dkk melaporkan dari hasil penelitian terhadap 100 orang wanita yang telah menjalani operasi seksio sesarea diberikan secara acak placebo atau antibiotik profilaksis dosis tunggal ceftizoxime, diperoleh hasil dari kelompok yang mendapat placebo jumlah kasus demam pasca pembedahan sebanyak 32,7% dari seluruh populasi, endometritis terjadi 24%, infeksi pada dinding abdomen 4,1%. Sedangkan kelompok yang mendapatkan antibiotik profilaksis dosis tunggal ceftizoxime

(16)

jumlah kasus demam pasca bedah hanya 14%, endometritis 6%, dan infeksi dinding abdomen 2%. Kurang lebih 90% dari morbiditas ibu pasca operasi disebabkan oleh infeksi, termasuk didalamnya infeksi pada rahim, organ-organ saluran kemih, usus, dan pada luka operasi. Komplikasi lain yang dapat terjadi saat seksio sesarea dengan frekuesi di atas 11% antara lain; cedera kandung kemih, cedera pada pembuluh darah, cedera pada usus dan dapat pula terjadi cedera pada bayi. Pada operasi seksio sesarea yang direncanakan resiko untuk terjadinya komplikasi setelah pembedahan kurang lebih 4,2%, sedangkan operasi seksio sesarea darurat didapatkan kurang lebih 19% dari total kasus pembedahan (Mary dkk, 1998).

2.3 Klasifikasi Seksio Sesarea

Ada beberapa jenis seksio sesarea, yaitu:

a. Seksio sesarea transperitoneal profunda merupakan suatu pembedahan dengan melakukan insisi pada segmen bawah uterus (Prawiroharjo, 2002). Hampir 99% dari seluruh kasus seksio sesarea dalam praktek kedokteran dilakukan dengan menggunakan teknik ini, karena memiliki beberapa keunggulan seperti kesembuhan lebih baik, dan tidak banyak menimbulkan perlekatan. Adapun kerugiannya adalah terdapat kesulitan dalam mengeluarkan janin sehingga memungkinkan terjadinya perluasan luka insisi dan dapat menimbulkan perdarahan (Manuaba, 1999).

b. Seksio sesarea klasik, yaitu insisi pada segmen atas uterus atau korpus uteri. Pembedahan ini dilakukan bila segmen bawah rahim tidak dapat dicapai dengan aman (misalnya karena perlekatan yang erat pada vesika urinaria akibat pembedahan sebelumnya atau terdapat mioma pada segmen bawah uterus atau karsinoma serviks invasif), bayi besar dengan kelainan letak

(17)

terutama jika selaput ketuban sudah pecah (Charles, 2005). Teknik ini juga memiliki beberapa kerugian yaitu, kesembuhan luka insisi relatif sulit, kemungkinan terjadinya ruptur uteri pada kehamilan berikutnya dan kemungkinan terjadinya perlekatan dengan dinding abdomen lebih besar (Manuaba, 1999).

c. Seksio sasarea yang disertai histerektomi, yaitu pengangkatan uterus setelah seksio sesarea karena atoni uteri yang tidak dapat diatasi dengan tindakan lain, pada uterus miomatousus yang besar dan atau banyak, atau pada ruptur uteri yang tidak dapat diatasi dengan jahitan (Cunningham dkk, 2005).

d. Seksio sesarea vaginal, yaitu pembedahan melalui dinding vagina anterior ke dalam rongga uterus. Jenis seksio ini tidak lagi digunakan dalam praktek obstetri (Charles, 2005).

e. Seksio sesarea ekstraperitoneal, yaitu seksio yang dilakukan tanpa insisi peritoneum dengan mendorong lipatan peritoneum ke atas dan kandung kemih ke bawah atau ke garis tengah, kemudian uterus dibuka dengan insisi di segmen bawah (Charles, 2005).

2.4 Insisi Dinding Abdomen

Ada dua macam bentuk insisi dinding abdomen yang lazim dilakukan pada operasi seksio sesarea, yaitu (Manuaba, 1999):

a. Insisi menurut Pfannenstiel

- Insisi dilakukan di suprapubis, pada perbatasan rambut pubis sampai mencapai fasia abdominalis.

(18)

- Fasia dipotong melintang dengan memisahkannya dari muskulus abdominalis dan muskulus piramidalis.

- Perdarahan arteri/vena epigastrika inferior rawat.

- Tepi atas dan bawah fasia dapat diikatkan pada kulit abdomen.

- Muskulus rektus dan piramidalis dipisahkan pada garis tengahnya sehingga peritoneum terlihat.

- Peritoneum dibuka dengan cara mengangkatnya menggunakan pinset dan dipotong dengan pisau atau gunting. Insisi peritoneum diperlebar sehingga uterus terlihat.

b. Insisi longitudinal (mid line)

- Insisi dilakukan antara umbilikus sampai suprapubis. - Perdarahan dirawat dengan tindakan ligasi atau kauterisasi.

- Fasia dibuka sepanjang insisi, kemudian dibebaskan dari otot dinding abdomen.

- Otot dinding abdomen dipisahkan ke samping sehingga peritoneum terlihat.

- Peritoneum dibuka, dipegang dengan Mikuliez.

- Insisi peritoneum diperlebar ke atas dan ke bawah sehingga seluruh uterus terlihat.

Dari kedua jenis insisi ini, Schorr dkk (1998) melaporkan bahwa komplikasi luka insisi yang ditimbulkan dengan teknik longitudinal dua kali lebih sering dari pada teknik pfannenstiel.

(19)

Penutupan luka insisi abdomen dimaksudkan untuk mempertemukan dan mempertahankan posisi kedua permukaan luka tanpa mengganggu peredaran darah setempat supaya luka dapat sembuh dengan sempurna. Ada beberapa cara untuk menjahit kulit:

− Cara jahit simpul tunggal, dibuat dengan jarak kira-kira 1 cm antar jahitan. Keuntungan jahitan ini adalah apabila benang putus, hanya satu tempat yang terbuka, dan bila terjadi infeksi luka, cukup dibuka jahitan ditempat yang terinfeksi. Akan tetapi dibutuhkan waktu yang lebih lama dalam melakukan teknik jahitan ini.

− Cara jahitan jelujur, digunakan satu benang untuk seluruh panjang luka sehingga pengerjaannya lebih cepat. Akan tetapi bila ada benang yang putus maka seluruh panjang luka akan terbuka.

− Jahitan matras vertikal, dilakukan dengan menjahit sedalam penampang vertikal luka. Keuntungan cara ini adalah luka tertutup rapat sampai ke dasar luka sehingga dapat dihindari terjadi rongga dalam luka.

− Cara jahit subkutikuler, yaitu dengan melakukan jahitan jelujur pada jaringan lemak tepat dibawah dermis. Hasil jahitan ini sangat rapi dan sering tidak tampak.

2.6 Indikasi Seksio Sesarea

Dalam persalinan ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan suatu persalinan, yaitu passage (jalan lahir), passenger (janin), power (kekuatan ibu), psikologi ibu dan penolong. Apabila terdapat gangguan pada salah satu faktor tersebut akan mengakibatkan persalinan tidak berjalan dengan lancar bahkan

(20)

dapat menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan ibu dan janin jika keadaan tersebut berlanjut (Manuaba, 1999).

Seksio sesarea dilakukan bila diyakini bahwa penundaan persalinan yang lebih lama akan menimbulkan bahaya yang serius bagi janin, ibu, atau bahkan keduanya, atau bila persalinan pervaginam tidak mungkin dapat dilakukan dengan aman. Berdasarkan laporan mengenai indikasi terbanyak di negara-negara maju seperti yang diperlihatkan pada tabel 2.1, di Norwegia diperoleh hasil bahwa indikasi terbanyak untuk seksio sesarea adalah distosia 3,6%, diikuti oleh presentasi bokong 2,1%, gawat janin 2,0%, riwayat seksio sesarea sebelumnya 1,4% dan lain-lain 3,7% dari 12,8% kasus seksio sesarea yang terjadi (Cunningham dkk, 2005).

Di Skotlandia diperoleh bahwa distosia sebagai indikasi seksio sesarea terbanyak yaitu 4,0%, sedangkan riwayat seksio sesarea sebelumnya 3,1%, gawat janin 2,4%, presentasi bokong 2,0% dan lain-lain 2,7% dalam 14,2% kasus seksio sesarea. Riwayat seksio sesarea sebelumnya merupakan indikasi terbanyak dari 10,7% kasus seksio sesarea yang terjadi di Swedia yaitu 3,1%, diikuti oleh distosia dan presentasi bokong yang masing-masing berkisar 1,8%, sedangkan gawat janin hanya 1,6% dan lain-lain 2,4%. Di USA, riwayat seksio sesarea sebelumnya merupakan indikasi terbanyak dari 23,6% kasus seksio sesarea yang terjadi yaitu 8,5%, dan distosia berperan dalam 7,1%, presentasi bokong 2,6%, gawat janin 2,2% dan lain-lain 3,2% (Cunningham dkk, 2005). Sebaran indikasi seksio sesarea di negara-negara maju tersebut dapat disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Table 2.1 Indikasi seksio sesarea di 4 negara maju; Norwegia, Skotlandia, Swedia dan USA, 1990

(21)

Indikasi

Seksio sasarea tiap 100 persalinan Norwegia Skotlandia Swedia USA

Distosia 3,6 4,0 1,8 7,1

Riwayat seksio sebelumnya 1,4 3,1 3,1 8,5

Presentasi bokong 2,1 2,0 1,8 2,6

Gawat janin 2,0 2,4 1,6 2,2

Lainnya 3,7 2,7 2,4 3,2

Seksio sesarea 12,8 14,2 10,7 23,6

Di negara-negara berkembang dilaporkan dari penelitian selama 15 tahun terhadap indikasi seksio sesarea, ada empat faktor klinis utama yang menjadi indikasi seksio sesarea yang tidak berubah, yakni gawat janin (22%), partus tidak maju (20 %), seksio sesarea ulangan (14%), dan presentasi bokong (11 %). Alasan kelima yang paling sering membuat tindakan seksio sesarea adalah permintaan ibu (7%). Di RSUP H Adam Malik dan RS Dr Pirngadi Medan dilaporkan oleh Mahdi (1997) bahwa kejadian seksio sesarea dengan indikasi terbanyak adalah gawat janin (15,85%), dan diikuti oleh kelainan letak (13,94%), panggul sempit (13,76%), dan plasenta previa (12,20 %) (Birza, 2003).

2.7 Kontraindikasi Seksio Sesarea

Pada prinsipnya seksio sesarea dilakukan untuk kepentingan ibu dan janin sehingga dalam praktik obstetri tidak terdapat kontraindikasi pada seksio sesarea. Dalam hal ini adanya gangguan mekanisme pembekuan darah ibu, persalinan pervaginam lebih dianjurkan karena insisi yang ditimbulkan dapat seminimal mungkin (Cunningham dkk, 2005).

(22)

Perawatan pasca bedah sangat diperlukan untuk mencegah timbulnya komplikasi pasca seksio sesarea. Perawatan pertama yang harus dilakukan setelah operasi adalah pembalutan luka (wound dressing) dengan baik (Mochtar, 1998). Sebelum penderita dipindahkan dari kamar operasi periksa terlebih dahulu tanda-tanda vital, yaitu tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernafasan, frekuensi jantung, jumlah cairan yang masuk dan keluar dan suhu tubuh. Pengukuran dan pencatatan terhadap tanda-tanda vital ini diteruskan sampai beberapa jam pasca bedah dan beberapa kali sehari untuk perawatan selanjutnya (Cunningham dkk, 2005).

2.8.1 Perawatan luka insisi

Luka insisi dibersihkan dengan alkohol atau cairan suci hama, dan ditutup dengan kain penutup luka. Pembalut luka diganti dan luka dibersihkan setiap hari. Perhatikan pula apakah luka sembuh perprimum atau dibawah luka terdapat eksudat. Pada luka yang mengalami komplikasi seperti hanya sebagian luka yang sembuh sedangkan sebagian mengalami infeksi dengan eksudat, luka terbuka sebagian, atau luka terbuka seluruhnya, memerlukan perawatan khusus bahkan memerlukan reinsisi. Komplikasi-komplikasi tersebut sering dijumpai pada kasus-kasus kebidanan dengan diabetes mellitus, obesitas dan partus lama atau partus terlantar.

2.8.2 Pemberian cairan

Selama 24 jam pertama pasca pembedahan pasien diharuskan untuk berpuasa, maka pemberian cairan perinfus harus cukup banyak dan mengandung elektrolit yang diperlukan agar tidak terjadi hipertermia, dehidrasi, dan komplikasi pada organ-organ tubuh lainnya. Bila kadar haemoglobin darah rendah berikan transfusi darah atau packed-cell sesuai dengan kebutuhan. Jumlah cairan yang keluar

(23)

ditampung, untuk dijadikan pedoman pemberian cairan. Pemberian cairan perinfus dihentikan setelah pasien flatus, dan mulailah pemberian makanan dan cairan peroral.

2.8.3 Diit

Kemajuan yang pesat dalam bidang anestesi dapat mengurangi timbulnya keluhan mual dan muntah pasca pembedahan yang sampai saat ini bahkan jarang ditemukan, kecuali bila peristaltik usus kurang baik dan perut kembung. Setelah cairan infus dihentikan, berikan makanan bubur saring, minuman air buah dan susu dan selanjutnya secara bertahap pasien diperbolehkan makan bubur dan makanan biasa. Pemberian obat-obatan peroral sudah boleh diberikan sejak pemberian minum pertama kali. Pemberian makanan rutin tersebut dapat berubah bila dijumpai komplikasi pada saluran pencernaan seperti adanya kembung pada perut, meteorismus dan peristaltik usus yang abnormal.

2.8.4 Pengelolaan Nyeri

Sejak penderita sadar, sadar dalam 24 jam pertama rasa nyeri masih dirasakan di daerah operasi. Untuk mengurangi rasa nyeri tersebut dapat diberikan obat-obatan analgesik dan penenang seperti suntikan intramuskular pethidin atau morfin secara perinfus. Setelah hari pertama atau kedua rasa nyeri akan hilang dengan sendirinya seiring dengan penyembuhan luka.

2.8.5 Mobilisasi

Mobilisasi segera secara bertahap sangat berguna untuk membantu penyembuhan luka insisi. Kemajuan mobilisasi tergantung pada jenis operasi yang dilakukan dan komplikasi yang mungkin ditemukan. Mobilisasi berguna untuk mencegah terjadinya trombosis dan emboli. Sebaliknya bila terlalu dini melakukan mobilisasi dapat mempengaruhi penyembuhan luka.

(24)

2.8.6 Kateterisasi

Perawatan pengosongan kandung kemih pada bedah kebidanan perabdominal sama saja dengan persalinan pervaginam tanpa perlukaan yang luas pada jalan lahir. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah iritasi dan pencemaran luka oleh urin. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Karena itu dianjurkan pemasangan kateter tetap selama 24 sampai 48 jam atau lebih pasca pembedahan. Selain itu tindakan kateterisasi dapat diketahui jumlah urin yang keluar secara periodik.

2.8.7 Antibiotik

Obat-obatan ini sangat diperlukan pasca pembedahan, karena dapat mengurangi atau mencegah terjadinya infeksi puerperalis. Pemberian antibiotik biasanya diberikan hanya berdasarkan pengalaman atau secara empiris tanpa berdasarkan hasil dari pemeriksaan laboratorium. Dengan berkembangnya obat-obat antibiotik, sejumlah percobaan pernah dilakukan untuk mencatat nilai pemberian antibiotik sebagai profilaksis. Febris merupakan salah satu komplikasi pasca seksio sesarea yang sering ditemukan. Banyak laporan yang menunjukkan bahwa morbiditas febris mengalami penurunan setelah antibiotik diberikan secara profilaksis. Di rumah sakit Parkland, Cunningham dkk melaporkan pernah diidentifikasi sekelompok wanita dengan resiko tinggi untuk terjadinya infeksi panggul yang serius setelah pembedahan. Dilaporkan bahwa infeksi terjadi pada 85% wanita inpartu dengan ketuban yang sudah pecah lebih dari 6 jam dan kemudian melahirkan dengan seksio sesarea. Angka kejadian infeksi tersebut hanya terjadi 29% pada wanita yang menjalani seksio sesarea setelah menjalani seksio sesarea dengan ketuban yang masih utuh. Depalma dkk mengevaluasi

(25)

intervensi terapeutik pada wanita nullipara kelompok resiko tinggi yang menjalani persalinan sesarea atas indikasi disproporsi sefaloselfik. Mereka mempertimbangkan pemberian antibiotik lebih sebagai pengobatan daripada profilaksis. Dilaporkan bahwa pemberian penicillin plus gentamisin atau pemberian sefamandol dosis tunggal segera setelah tali pusat diklem, yang diikuti dengan pemberian obat yang sama dengan interval 6 jam, telah menurunkan angka morbiditas akibat infeksi seperti metritis, abses pada luka insisi dan tromboflebitis panggul. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bambang Wibowo dkk di Rumah dr. Kariadi Semarang tahun 2004, pemberian antibiotik sebelum pembedahan dapat menurunkan morbiditas pasca seksio sesarea menjadi 7%.

2.8.8 Perawatan rutin

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan dan pengukuran, yaitu; tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan, jumlah cairan masuk dan keluar, suhu tubuh, dan pemeriksaan lainnya menurut kasus yang ditemukan seperti pemeriksaan terhadap abnormalitas atau komplikasi yang terjadi dan pemberian terapi. Pengukuran ini sekurang-kurangnya dilakukan setiap 4 jam.

2.9 Pemulangan Pasien

Seorang pasien yang baru menjalani tindakan seksio sesaria lebih aman bila diperbolehkan pulang pada hari keempat atau kelima post partum dengan syarat tidak terdapat komplikasi selama masa puerperium dan telah dinyatakan sehat dari luka operasi. Aktivitas ibu selama seminggu berikutnya harus dibatasi hanya

(26)

untuk perawatan diri sendiri dan perawatan bayi dengan bantuan orang lain (Cunningham dkk, 2005).

2.10 Komplikasi Pasca Seksio Sesarea

Faktor-faktor yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas pembedahan adalah keadaan yang menjadi indikasi untuk melakukan pembedahan dan komplikasi yang terjadi pada seksio sesarea (Boggs, 2006). Morbiditas maternal pada seksio sesarea jauh lebih besar jika dibandingkan dengan persalinan pervaginam Ancaman utama bagi wanita yang menjalani seksio sesarea berasal dari tindakan anestesi, keadaan sepsis yang berat, serangan tromboemboli, perdarahan dan perlukaan pada traktus urinarius (Manuaba, 2003).

2.10.1 Faktor Predisposisi

Komplikasi setelah seksio sesarea umumnya disebabkan oleh adanya perdarahan, emboli cairan ketuban dan infeksi selama masa nifas. Infeksi setelah pembedahan seksio sesarea menyebabkan 15% kematian ibu di Negara-negara berkembang. Pemberian antibiotik profilaksis yang adekuat juga dapat mengurangi angka kejadian infeksi pasca bedah seksio sesarea. Selain itu ada beberapa hal yang memudahkan terjadinya komplikasi pasca seksio sesarea antara lain; persalinan dengan ketuban pecah lama, ibu menderita anemia, obesitas, gizi buruk, dan dapat juga disebabkan oleh penyakit lain pada ibu seperti ibu penderita diabetes mellitus (Cunningham dkk, 2006; Garrey dkk, 1980).

2.10.2 Macam komplikasi 2.10.2.1 Demam puerperalis

Didefinisikan sebagai peningkatan suhu mencapai 38,5oC pasca bedah (Heler, 1997). Demam pasca bedah hanya merupakan sebuah gejala bukan sebuah

(27)

diagnosis, yang menandakan adanya suatu komplikasi serius. Morbiditas febris merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pasca pembedahan seksio sesarea dan lebih sering ditemui pada wanita dengan ekonomi rendah dibandingkan wanita dengan ekonomi menengah ke atas (Rayburn, 2001). Ada beberapa diagnosis banding yang dapat dianggap sebagai penyebab terjadinya demam pasca bedah (Cunningham dkk, 2005).

a. Infeksi luka insisi

- Abses dinding abdomen

Biasanya menyebabkan demam yang dimulai pada hari keempat atau lebih sesudah pembedahan. Pada kebanyakan kasus, abses dinding abdomen didahului oleh adanya infeksi pada uterus dan menyebabkan demam persisten meskipun terapi antimikroba sudah memadai. Namun kemungkinan adanya infeksi kuman patogen yang diperoleh dari rumah sakit (infeksi nosokomial) juga harus dicurigai (Cunningham dkk, 2005). - Infeksi uterus

Infeksi yang terjadi berkaitan erat dengan faktor sosioekonomi, lamanya pembedahan berlangsung dan pecah ketuban. Penyebaran infeksi ke rongga peritoneum dapat menyebabkan peritonitis yang lebih lanjut akan menghambat proses penyembuhan luka (Cunningham, 2005). Profilaksis sebagai pencegahan timbulnya infeksi pasca bedah dapat menggunakan antibiotik berspektrum luas terutama terhadap bakteri aerob yang dalam hal ini sangat dominan sebagai penyebab infeksi (Danforth, 2002).

b. Pembengkakan payudara

Terjadi oleh karena pembendungan payudara yang juga dapat menyebabkan terjadinya peningkatan suhu sesaat. Sekitar 15 % wanita post partum

(28)

mengalami demam akibat pembengkakan payudara yang jarang melebihi 39oC dan biasanya berlangsung tidak lebih dari 24 jam (Cunningham dkk, 2005). c. Komplikasi respiratorik

Merupakan komplikasi pasca bedah seksio sesaria yang paling sering terlihat dalam waktu 24 jam pertama setelah menjalani persalinan perabdominal dengan teknik anestesi umum. Komplikasi yang terjadi mencakup pneumonia aspirasi, atelektasis, atau pneumonia bakterialis yang disebabkan oleh kuman aerob Gram-positif atau mikoplasma. Atelektasis paling baik dicegah dengan cara batuk dan bernafas dalam secara rutin setiap 4 jam selama sedikitnya 24 jam setelah anestesi umum (Heller, 1997).

d. Tromboflebitis

Trombosis vena superfisialis atau profunda di tungkai dapat menyebabkan peningkatan suhu ringan pada masa nifas. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pengamatan di tungkai yang membengkak dan nyeri. Terapi antikoagulansia merupakan strategi penanganan yang primer pada trombosis vena (Cunningham dkk, 2005).

e. Pielonephritis

Radang pada ginjal juga dapat dicurigai sebagai penyebab demam pasca bedah, dengan terjadinya peningkatan suhu yang tinggi, nyeri ketok di sudut kostovertebra, bakteriuria dan piuria menunjukkan adanya infeksi ginjal. Diagnosis klinik pielonephritis dipastikan dengan pemeriksaan mikroskopik dan kultur urin yang diperoleh melalui kateterisasi. Tapi terapi secara empiris dimulai segera tanpa menunggu hasil pemeriksaan kultur (Cunningham dkk, 2005).

(29)

2.10.2.2 Perdarahan

Perdarahan masa nifas pasca seksio sesarea didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih dari 1000 ml. Dalam hal ini perdarahan terjadi akibat kegagalan mencapai hemoestasis di tempat insisi uterus maupun pada placental bed akibat atoni uteri (Karsono dkk, 1990).

a. Atoni uteri

Atonia uteri merupakan sebagian besar penyebab terjadinya perdarahan pasca bedah (Rabe, 2002). Ada beberapa keadaan yang menjadi predisposisi terjadinya atoni uteri, yaitu distensi dinding rahim yang berlebihan (kehamilan ganda, polihidramnion atau makrosomia janin), pemanjangan masa persalinan dan grandemultiparitas (Taber, 2004).

b. Ligasi luka yang terlepas

Terlepasnya ligasi pada bekas jahitan merupakan suatu komplikasi postoperatis yang cukup serius. Adanya infeksi pada luka, distensi dinding abdomen, dan hematoma merupakan beberapa keadaan yang dapat menyebabkan terlepasnya ligasi pada bekas insisi. Untuk itu perlu dilakukan operasi pembedahan yang segera dan penggantian darah yang cukup (Rabe, 2002).

c. Cedera organ sekitar insisi

Usus besar, kandung kemih, pembuluh darah dalam ligament yang lebar dan ureter merupakan organ intraabdomen yang secara anatomi berada di sekitar daerah insisi sehingga memiliki resiko besar mengalami cedera terutama pada proses pembedahan (Garrey dkk, 1980).

(30)

Dapat terjadi karena ketidakmampuan darah ibu untuk membentuk bekuan darah yang stabil di luka insisi. Akibat kerusakan di dinding abdomen dan dinding uterus menyebabkan terjadinya pelepasan tromboplastin yang banyak ke dalam sirkulasi ibu, sehingga terjadi pembekuan intravaskuler dimana-mana, yang akan menghabiskan persediaan fibrinogen (Charles, 2005).

2.10.2.3 Emboli Cairan Amnion

Cairan amnion masuk ke sirkulasi akibat terbukanya pembuluh darah ibu setelah insisi dan akan menyumbat mikrovaskular pulmonal. Hal ini menyebabkan terjadinya hipoksia dan hipotensi secara mendadak pada ibu (Manuaba, 1999).

2.11 Pengelolaan

Hampir tidak ada regimen antimikroba yang efektif terhadap semua patogen yang menjadi penyebab infeksi. Walaupun demikian, terapi awal setelah seksio sesarea ditujukan kepada sebagian besar flora campuran dan polimikroba yang biasanya menyebabkan infeksi pada masa nifas. Pada tahun 1979, Dizerega dkk membandingkan efektifitas klindamisin plus gentamisin dengan penisilin G plus gentamisin yang diberikan untuk mengobati infeksi panggul pasca seksio sesarea. Sembilan puluh lima persen wanita yang mendapat regimen klindamisin-gentamisin memperlihatkan respon yang memuaskan, dan sampai saat ini regimen ini masih dianggap sebagai regimen standart untuk menilai regimen lain. Brumfield dkk, melaporkan 54% dari 322 yang diterapi dengan klindamisin plus gentamisin dapat disembuhkan dari infeksi panggul, dan 40% lainnya memberikan respon positif setelah mendapatkan tambahan ampisilin, sedangkan 7 orang dari 6% wanita yang tidak memberikan respon positif terhadap terapi tripel ini, mengalami infeksi luka insisi yang memerlukan drainase (Cunningham dkk, 2005).

(31)

Pada kasus perdarahan yang disebabkan oleh atonia uteri, berikan infus oksitosin untuk memacu kontraksi otot rahim. Apabila uteri tetap atonik maka berikan secara intramuskular ergonovin maleat atau metilergonovin. Pada perdarahan yang disertai dengan cedera organ sekitar, lakukan segera perbaikan dengan cara pembedahan. Sedangkan perdarahan yang disebabkan oleh kelainan pembekuan darah ibu, lakukan transfusi sesuai dengan komponen darah yang diperlukan.

Tujuan utama penatalaksanaan pada emboli cairan ketuban adalah mempertahankan sistem pernapasan dan mengoreksi syok yang terjadi.

2.12 Kerangka Penelitian 1.12.1 Kerangka Teori

Berdasarkan uraian teori yang telah dikemukakan di atas dapat dibuat sebuah kerangka teori sebagai berikut:

Indikasi seksio sesarea Rencana seksio

sesarea Tindakan anestesi Jenis insisi abdomen

Komplikasi pasca seksio

sesarea

Lama hari perawatan Status gizi

Penyakit yang menyertai ibu Status ekonomi

(32)

Skema 2.12.1 Kerangka teori

11.12.2Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori di atas penulis mencoba melakukan penelitian terhadap jumlah kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari dengan kerangka konsep sebagai berikut:

Skema 2.12.2 Kerangka konsep

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan cara deskriptif retrospektif yang menggunakan data sekunder yang tercatat di Rekam Medik dari Instalasi Rawat Inap Obstetri dan Ginekologi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari– 31 Desember 2006.

Indikasi seksio sesarea Rencana seksio sesarea Penggunaan antibiotik Komplikasi pasca seksio sesarea

Lama hari perawatan

(33)

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di bagian Rekam Medik RSUD Arifin Achmad Pekanbaru .

3.3 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 12 April sampai 12 Mei 2007.

3.4 Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah semua kasus seksio sesaria dengan lama perawatan lebih dari 5 hari yang tercatat di Bagian Rekam Medik RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember 2006. Sedangkan sampel pada penelitian ini adalah semua kasus seksio sesaria yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut:

− Tercatat di Bagian Rekam Medik RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember 2006.

− Telah menjalani seksio sesarea dan telah menjalani lama perawatan selama lebih dari lima hari.

− Seluruh variabel yang diteliti tercatat di dalam Rekam Medik pasien.

Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah semua pasien di Instalasi rawat inap RSUD Arifin Achmad yang telah mendapat seksio sesarea yang tercatat di Bagian Rekam Medik RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari–31 Desember 2006 tetapi tidak memiliki data yang lengkap.

3.5 Variabel Penelitian

(34)

1. Lama perawatan

2. Komplikasi pasca seksio sesarea 3. Indikasi seksio sesarea

4. Rencana seksio sesarea 5. Penggunaan antibiotik 6. Jenis insisi

3.6 Cara Pengumpulan dan Pengolahan Data

Data yang diteliti dikumpulkan secara manual, kemudian diolah secara komputerisasi dan disajikan ke dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan diagram.

3.7 Definisi Operasional

Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Lama perawatan adalah lama perawatan pasien di rumah sakit setelah menjalani seksio sesarea yang tercatat di Rekam Medik RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari–31 Desember 2006, yang dikelompokkan dalam; 6-8 hari, 9-11 hari dan >11 hari.

2. Komplikasi pasca seksio sesarea adalah macam keadaan patologis yang muncul setelah seksio sesarea dan tercatat di rekam medik.

3. Indikasi seksio sesarea adalah faktor yang menjadi penyebab dilakukannya suatu seksio sesarea yang tercatat di rekam medik.

4. Rencana seksio sesarea adalah rencana seksio sesarea sebelum seksio sesarea dilaksanakan dan tercatat di rekam medik.

(35)

5. Penggunaan antibiotik adalah pemberian antibiotik kepada pasien pada seksio sesarea dan tercatat di rekam medik yang dikelompokkan dalam; sebelum dan sesudah seksio sesarea, dan sesudah seksio sesarea.

6. Jenis Insisi abdomen adalah teknik sayatan abdomen yang digunakan dalam seksio sesarea dan tercatat di rekam medik yang dikelompokkan dalam;

pfannenstiel dan longitudinal (mid line).

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Dari hasil penelitian yang dilakukan di Bagian Obsteri dan Ginekologi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember 2006 didapatkan 996 kasus seksio sesarea dan 242 kasus (24,29%) diantaranya adalah kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari.

Dari total 242 kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari hanya 99 kasus yang memenuhi kriteria inklusi sebagai sampel dalam penelitian

(36)

ini. Sedangkan 143 kasus lainnya tidak diambil sebagai sampel penelitia karena tidak memiliki catatan rekam medik yang lengkap.

4.1 Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Lama perawatan

Dari hasil penelitian yang dilakukan di Rekam Medik RSUD Arifin Achmad Pekanbaru terhadap kasus seksio sesarea yang menjalani perawatan lebih dari 5 hari dan tercatat di bagian Rekam Medik pada tahun 2006, dapat disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari berdasarkan lama hari perawatan di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari-31 Desember 2006

Lama perawatan (hari) Jumlah kasus Persentase (%)

6-8 62 62,63

9-11 17 17,17

>11 20 20,20

Total 99 100

Dari tabel 4.1 terlihat distribusi kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari terbanyak berkisar antara 6-8 hari yaitu 62 kasus (62,63%), diikuti oleh kelompok 9-11 hari sebanyak 17 kasus (17,17%) dan kelompok >11 hari sebanyak 20 kasus (20,20%). Dan dapat digambarkan kedalam bentuk diagram di bawah ini:

Diagram 4.1 Distribusi frekuensi kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari berdasarkan lama perawatan di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari-31 Desember 2006

(37)

6-8 hari

9-11 hari

>11 hari

62,63% 20,20%

17,17%

4.2 Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih dari 5 Hari Berdasarkan Komplikasi pasca seksio sesarea

Dari hasil penelitian yang dilakukan di Rekam Medik RSUD Arifin Achmad Pekanbaru berdasarkan jumlah kasus seksio sesarea yang menjalani perawatan lebih dari 5 hari dan tercatat di bagian Rekam Medik pada tahun 2006 berdasarkan komplikasi pasca seksio sesarea dapat disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari berdasarkan komplikasi pasca seksio sesarea di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember 2006

Macam komplikasi Jumlah kasus Persentase (%)

Luka basah 48 48,49 Luka terbuka 18 18,18 Febris 16 16,16 Hematuri 9 9,09 Retensi urine 4 4,04 Anemis 3 3,03

(38)

Flebitis 1 1,01

Total 99 100

Dari tabel 4.2 tersebut terlihat bahwa komplikasi yang paling banyak terjadi setelah pembedahan dilaksanakan adalah luka basah sebanyak 48 kasus (48,49%), diikuti oleh luka terbuka sebanyak 18 kasus (18,18%), febris sebanyak 16 kasus (16,16%), hematuri sebanyak 9 kasus (9,09%), retensi urin sebanyak 4 kasus (4,04%), anemis sebanyak 3 kasus (3,03%), dan flebitis sebanyak 1 kasus (1,01%). Hasil tersebut dapat disajikan dalam bentuk diagram sebagai berikut: Diagram 4.2 Distribusi frekuensi kasus seksio sesarea dengan lama

perawatan lebih dari 5 hari berdasarkan komplikasi pasca seksio sesarea di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember 2006 48,49% 18,18% 16,16% 9,09% 4,04% 3,03% 1,01%

Luka basah

Luka terbuka

Febris

Hematuri

Retensi urin

Anemis

Flebitis

4.3 Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih dari 5 Hari Berdasarkan Indikasi

Dari hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru pada kasus seksio sesarea yang menjalani perawatan lebih dari 5 hari berdasarkan indikasi seksio sesarea dapat disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari berdasarkan indikasi di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember 2006

(39)

Cephalopelvik disproporsi

20 20,20

Perdarahan Antepartum 16 16,17

Kelainan letak janin 14 14,14

Gagal induksi 10 10,10 Bekas SC 7 7,07 Preeklamsia 7 7,07 Partus lama 6 6,06 Fetal distress 6 6,06 Eklamsia 5 5,05 Gagal vakum 4 4,04 Tangan menumbung 1 1,01 Kehamilan+Myoma 1 1,01

Ketuban Pecah Dini 1 1,01

Anak mahal 1 1,01

Total 99 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa CPD merupakan indikasi terbanyak pada kasus seksio sesarea yaitu sebanyak 20 kasus (20,20%), diikuti oleh perdarahan antepartum (HAP) sebanyak 16 kasus (16,17%), kelainan letak janin 14 kasus (14,14%), gagal induksi 10 kasus (10,10%), bekas seksio sesarea sebelumnya 7 kasus (7,07%), preeklamsia 7 kasus (7,07%), partus lama sebanyak 6 kasus (6,06%), fetal disstress sebanyak 6 kasus (6,06%), eklamsia sebanyak 5 kasus (5,05%), gagal vakum sebanyak 4 kasus (4,04%), tangan menumbung sebanyak 1 kasus (1,01%), kehamilan yang disertai myoma uteri sebanyak 1 kasus (1,01%), ketuban pecah dini (KPD) sebanyak 1 kasus (0,53%), dan tindakan seksio sesarea atas indikasi anak mahal sebanyak 1 kasus (0,53%). Dalam bentuk diagram dapat digambarkan sebagai berikut:

Diagram 4.3 Distribusi frekuensi kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari berdasarkan indikasi di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember 2006

(40)

20,20% 16,17% 14,14% 10,10% 7,07% 6,06% 7,07% 6,06% 5,05% 1,01% 4,04% 1,01% 1,01% 1,01%

CPD

HAP

Kelainan letak janin

Gagal induksi

Bekas Seksio sesarea

Preeklamsia

Partus lama

Fetal disstress

Eklamsia

Gagal vakum

Tangan menumbung

Kehamilan+myoma uteri

Ketuban pecah dini

Anak mahal

4.4 Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama perawatan Lebih dari 5 Hari Berdasarkan Rencana seksio sesarea

Sebaran kasus seksio sesarea di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru yang menjalani perawatan lebih dari 5 hari berdasarkan rencana seksio sesarea dapat disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari berdasarkan rencana seksio sesarea di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember 2006

Rencana seksio sesarea Jumlah kasus Persentase (%)

Terencana 13 13,13

Tidak terencana 86 86,87

Total 99 100

Dari tabel di atas dapat dilihat sebanyak 13 kasus (13,13%) memiliki rencana seksio sesarea dan 86 kasus lainnya tidak memiliki rencana seksio sesarea

(41)

sebelumnya (86,87%). Distribusinya juga dapat disajikan dalam bentuk diagram sebagai berikut:

Diagram 4.4 Distribusi frekuensi kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari berdasarkan rencana seksio sesarea di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember 2006 Terencana Tidak terencana 13,13% 86,87% .

4.5 Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama perawatan Lebih dari 5 Hari Berdasarkan Pemberian Antibiotik

Dari hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru pada kasus seksio sesarea yang menjalani perawatan lebih dari 5 hari terhadap jenis insisi abdomen seksio sasarea dapat disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut: Tabel 4.5 Distribusi frekuensi kasus seksio sesarea dengan lama perawatan

lebih dari 5 hari berdasarkan Pemberian Antibiotik di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember 2006

Pemberian antibiotik Jumlah kasus Persentase (%)

Pra+Post op 5 5,05

Post op 94 94,95

Total 99 100

Dari tabel 4.5 di atas dapat diketahui bahwa dari total 99 kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru

(42)

ditemukan hanya5 kasus (5,05%) yang mendapatkan antibiotik sebelum dan sesudah pembedahan dilaksanakan, sedangkan 94 kasus lainnya (94,95%) mendapatkan antibiotik setelah pembedahan dilaksanakan. Distribusinya dapat disajikan dengan diagram sebagai berikut:

Diagram 4.5 Distribusi frekuensi kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari berdasarkan Pemberian Antibiotik di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember 2006

Pra+Post Operasi

Post Operasi

5,05%

94,95%

4.6 Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama perawatan Lebih dari 5 Hari Berdasarkan Jenis Insisi Abdomen

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru pada kasus seksio sesarea yang menjalani perawatan lebih dari 5 hari terhadap jenis insisi abdomen seksio sasarea dapat disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel 4.6 Distribusi frekuensi kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari berdasarkan Jenis Insisi Abdomen di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember 2006

(43)

Pfannenstiel 33 33,33

Longitudinal (mid line) 66 66,67

Total 99 100

Dari tabel 4.6 ini dapat dilihat bahwa jenis insisi terbanyak yang dilakukan pada kasus seskio sesarea adalah Longitudinal (mid line) sebanyak 66 kasus (66,67%), diikuti oleh jenis insisi Pfannenstiel sebanyak 33 kasus (33,33%). Dalam bentuk diagram dapat dilihat sebagai berikut:

Diagram 4.6 Distribusi frekuensi kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari berdasarkan Jenis Insisi Abdomen di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember 2006

Midline Pfannenstiel 33,33%

66,67%

Berdasarkan diagram di atas dapat diketahui bahwa jenis insisi abdomen terbanyak pada kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember 2006 adalah jenis insisi mid line, yaitu sebanyak 66,67%.

(44)

BAB V PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian retrospektif pada catatan rekam medik pasien seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember 2006 dapat dilakukan pembahasan sebagai berikut:

(45)

5.1 Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Lama perawatan

Dari hasil penelitian yang disajikan dalam tabel 4.1, yaitu distribusi kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari didapatkan terbanyak pada kelompok 6-8 hari yaitu sebanyak 62 kasus (62,63%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Agus Suwarni pada tahun 1999 di rumah sakit pemerintah dan swasta provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu didapatkan bahwa rerata lama perawatan adalah 6-8 hari. Hal ini mungkin dapat dipengaruhi oleh teknik seksio sesarea yang digunakan di RSUD Arifin Achmad, seperti jenis jahitan yang mengharuskan pembukaan jahitan dilakukan pada hari ke5-7 yang nantinya akan memperlama masa perawatan di rumah sakit. Rendahnya kasus lama perawatan 9-11 hari dan >11 hari dalam penelitian ini dapat disebabkan oleh sudah optimalnya perawatan yang diberikan pasca pembedahan sehingga komplikasi yang muncul setelah seksio sesarea dapat segera diatasi dengan penatalaksanaan dan pemberian antibiotik yang tepat dan optimal.

Hal serupa juga didapatkan pada keseluruhan kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari berdasarkan lama hari perawatan (242 kasus) bahwa kelompok dengan lama perawatan 6-8 hari merupakan kasus terbanyak yaitu sebanyak 175 kasus (72,31%).

5.2 Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Komplikasi pasca seksio sesarea

Dari hasil penelitian yang diperoleh di bagian Rekam Medik RSUD Arifin Achmad Pekanbaru terhadap kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari berdasarkan komplikasi pasca seksio sesarea didapatkan bahwa luka

(46)

basah merupakan komplikasi terbanyak yang timbul pasca seksio sesarea, yaitu sebanyak 48,49%. Luka basah atau luka yang terinfeksi dapat terjadi pada beberapa kondisi seperti persalinan dengan ketuban pecah yang lama, ibu menderita anemia, hipertensi, obesitas, gizi buruk, dan dapat juga disebabkan oleh penyakit lain yang diderita ibu seperti Diabetes mellitus. Selain dari beberapa hal yang disebutkan di atas, ada beberapa keadaan yang dapat menyebabkan tingginya kasus infeksi pasca seksio sesarea di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru seperti kurangnya kesadaran pasien dalam menjaga kebersihan diri, dan masih kurangnya kebersihan lingkungan ruang perawatan sehingga memungkinkan untuk terjadinya infeksi nosokomial. Tingginya kasus infeksi pasca pembedahan dalam penelitian ini juga didapatkan oleh Bensons dan Pernolls bahwa 90% dari morbiditas pasca seksio sesarea disebabkan oleh infeksi puerperalis.

Dari 242 kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari didapatkan hanya 132 kasus yang memiliki catatan rekam medik yang lengkap terhadap variabel yang diteliti yaitu komplikasi pasca seksio sesarea. Dan didapatkan bahwa kelompok dengan komplikasi luka basah merupakan kasus terbanyak yaitu sebanyak 48 kasus (36,36%).

5.3 Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Indikasi seksio sesarea

Dari hasil penelitian berdasarkan indikasi seksio sesarea terhadap 99 sampel dengan lama perawatan lebih dari 5 hari di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru didapatkan bahwa Cephalopelvik disproporsi (CPD) merupakan kasus terbanyak, yaitu sebanyak 20 kasus (20,20%). Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Anna Sari bahwa HAP atau perdarahan antepartum adalah indikasi

(47)

terbanyak yang ditemukan yaitu sebanyak 23,9%. Dalam setiap seksio sesarea memiliki tingkat kesulitan yang berbeda-beda. Pada kasus operasi dengan indikasi bekas seksio sesarea sebelumnya dapat ditemukan perlekatan organ dalam panggul, atau dalam keadaan persalinan macet dikarenakan janin yang besar sering menyulitkan dalam mengeluarkan janin sehingga dapat memperluas luka insisi. Tingginya kasus CPD dalam penelitian ini dapat disebabkan oleh kurangnya kesadaran ibu hamil dalam memeriksakan kandungannya secara berkala sehingga tidak dapat diketahui secara dini kondisi yang seharusnya memerlukan tindakan khusus saat persalinan, seperti seksio sesarea. Selain itu keterlambatan pertolongan yang diberikan dapat menimbulkan komplikasi baik pada ibu, janin atau keduanya. Hal inilah yang pada akhirnya akan meningkatkan risiko morbiditas pasca pembedahan.

Hal serupa juga didapatkan dari keseluruhan kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari berdasarkan indikasi seksio sesarea (242 kasus), didapatkan bahwa kelompok dengan indikasi cephalopelvik disproporsi merupakan kasus terbanyak yaitu sebanyak 44 kasus (18,18%).

5.4 Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Rencana seksio sesarea

Dari hasil penelitian terhadap kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember 2006 diketahui bahwa sebagian besar seksio sesarea dilaksanakan dalam keadaan darurat atau tanpa direncanakan sebelumnya sebanyak 86 kasus (86,87%). Tindakan darurat dilakukan karena kehamilan harus segera diakhiri dengan segera, karena penundaan persalinan akan memperburuk keadaan ibu,

(48)

janin atau keduanya. Sementara tindakan elektif atau seksio sesarea yang direncanakan dapat dilakukan pada indikasi seksio sesarea ulangan atau kondisi lain yang tidak begitu mengancam jiwa ibu dan janin. Anna Sari melaporkan bahwa risiko morbiditas wanita dengan persalinan seksio sesarea dalam keadaan darurat 3 kali lebih besar daripada seksio sesarea elektif. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Bensons dan Pernolls bahwa kemungkinan munculnya komplikasi pada seksio sesarea yang direncanakan berkurang menjadi 4,2%. Tingginya kasus seksio sesarea darurat atau tidak terencana di RSUD Arifin Achmad mungkin dapat disebabkan oleh pasien yang datang adalah pasien rujukan dari puskesmas-puskesmas atau praktek dokter/bidan yang tidak memiliki sarana dan prasarana yang memadai sehingga pasien yang datang sudah membutuhkan tindakan yang segera.

Dari 242 kasus seksio sesarea dengan lama perawatan lebih dari 5 hari didapatkan hanya 188 kasus yang memiliki catatan rekam medik yang lengkap terhadap variabel yang diteliti yaitu rencana seksio sesarea. Dan didapatkan bahwa kelompok seksio sesarea yang tidak terencana merupakan kasus terbanyak yaitu sebanyak 165 kasus (87,77%).

5.5 Kasus Seksio Sesarea Dengan Lama Perawatan Lebih Dari 5 Hari Berdasarkan Pemberian Antibiotik

Berdasarkan hasil penelitian terhadap pemberian antibiotik didapatkan bahwa dari seluruh sampel (242) didapatkan sebanyak 10 kasus atau sebanyak 4,13% diberikan antibiotik baik sebelum maupun sesudah seksio sesarea sedangkan sebanyak 232 kasus (95,87%) mendapatkan antiobiotik sesudah pembedahan dilaksanakan. Sehubungan dengan jumlah sampel yang memenuhi syarat atau kriteria inklusi hanya 99 kasus, didapatkan sebanyak 5 kasus (5.05%) dari kasus

Gambar

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi kasus seksio sesarea dengan lama perawatan  lebih   dari   5   hari   berdasarkan   lama   hari   perawatan   di   RSUD  Arifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari-31 Desember 2006 Lama perawatan (hari) Jumlah kasus Persentase
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi kasus seksio sesarea dengan lama perawatan  lebih  dari 5 hari berdasarkan komplikasi pasca seksio sesarea di  RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1 Januari-31 Desember  2006
Diagram   4.2   Distribusi   frekuensi   kasus   seksio   sesarea   dengan   lama  perawatan   lebih    dari  5 hari  berdasarkan  komplikasi  pasca  seksio sesarea di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru periode 1  Januari-31 Desember 2006 48,49% 18,18%16,16%9,09
Diagram   4.3   Distribusi   frekuensi   kasus   seksio   sesarea   dengan   lama  perawatan   lebih   dari   5   hari   berdasarkan   indikasi   di   RSUD  Arifin  Achmad   Pekanbaru   periode   1   Januari-31   Desember  2006
+4

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Hasil: Setelah dilakukan asuhan keperawatan didapatkan hasil nyeri sudah berkurang dari skala 6 ke 3, memerlukan perawatan luka post operasi, aktifitas

etika pada hewan coba, yaitu: a) memberikan teknik perawatan luka pada 2 kelompok tikus. Kelompok 1 dengan pemberian rawat luka menggunakan balutan basah olive

Mengetahui perilaku pasien diabetes melitus dalam upaya pencegahan komplikasi luka gangren pada ekstremitas bawah yang dilakukan dengan perawatan kaki di Puskesmas

Dimana sebelum dilakukan perawatan didapatkan skor luka pada responden satu 57 menjadi 34 dan responden dua 55 menjadi 32, setelah dilakukan perawatan luka dengan metode moist

Pengurangan waktu penyembuhan, antisipasi dan penanganan secara dini untuk mencegah komplikasi, pemeliharaan fungsi tubuh dalam perawatan luka dan

Hasil penelitian: Berdasarkan dari 74 sampel diatas didapatkan karakteristik sampel berdasarkan kejadian spotting didapatkan kejadian spotting terbanyak adalah 2x

62 INDUSTRI KUE BASAH YUS KP KEBON SAWO 02 01 YUSI PEMBUATAN KUE BASAH BOTOK 1 63 INDUSTRI KUE BASAH HAPSAH KP KEBON SAWO 02 01 HAPSAH PEMBUATAN KUE BASAH BOTOK 1 64 INDUSTRI

Lampiran 5 SOP PERAWATAN LUKA SAYAT MENGGUNAKAN GEL LIDAH BUAYA Aloe vera Perawatan luka sayat menggunakan gel lidah buaya Aloe vera akan dilakukan 2 hari sekali, luka dibersihkan