BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Proses peradangan dapat mengenai selaput otak (meningitis), jaringan otak (ensefalitis), dan medulla spinalis (mielitis), walaupun yang paling sering terjadi adalah meningitis.
Selaput otak terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam, yaitu durameter, araknoid, piameter. Durameter adalah membrane putih tebal yang kasar, dan menutupi seluruh otak dan medulla spinalis. Araknoid merupakan membrane lembut yang bersatu di tempatnya denga piameter, diantaranya terdapat ruang subaraknoid di mana terdapat arteri dan vena serebral dan dipenuhi oleh cairan serebrospinal. Piameter merupakan membrane halus yang kaya akan pemburu darah kecil yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Piameter adalah lapisan yang langsung melekat dengan permukaan otak dan seluruh medulla spinalis.
Meningitis dapat dibedakan oleh berbagai organisme yang bervariasi, tetapi ada tiga tipe utama yaitu :
1. Infeksi bakteri, piogenik yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pus, terutama mengikoku, pneumokokus, dan basil influenza.
2. Tuberculosis, yang disebabkan oleh basil tuberkel (M.Tuberculosa)
3. Infeksi virus, yang disebabkan oleh agen-agen virus yang sangat bervariasi.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apakah definisi dari meningitis?
2. Faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya meningitis? 3. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan meningitis?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi dari meningitis.
2. Untuk mengetahui factor penyebab terjadinya meningitis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Meningitis adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan piamater). Bakteri dan virus merupakan penyebab utama dari meningitis.
2.2 ETIOLOGI
Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi kebanyakan pasien dengan meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi otak atau sum-sum tulang belakang. Seperti disebutkan di atas bahwa meningitis itu disebabkan oleh virus dan bakteri, maka meningitis dibagi menjadi dua bagian besar yaitu : meningitis purulenta dan meningitis serosa.
a. Meningitis Bakteri
Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah haemofilus influenza, Nersseria,Diplokokus pnemonia, Sterptokokus group A, Stapilokokus Aurens, Eschericia colli, Klebsiela dan Pseudomonas. Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.
b. Meningitis Virus
Tipe dari meningitis ini sering disebut aseptik meningitis. Ini biasanya disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti; gondok, herpez simplek dan herpez zoster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh koteks cerebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respon dari jaringan otak terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang terlibat.
2.3 PATOFISIOLOGI
Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu : duramater, arachnoid, dan piamater. Cairan otak dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak / mengalir melalui sub arachnoid dalam sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jari-jari di dalam lapisan subarachnoid.
Organisme (virus / bakteri) yang dapat menyebabkan meningitis, memasuki cairan otak melaui aliran darah di dalam pembuluh darah otak. Cairan hidung (sekret hidung) atau sekret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan meningitis karena hubungan langsung antara cairan otak dengan lingkungan (dunia luar), mikroorganisme yang masuk dapat berjalan ke cairan otak melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme yang patologis merupakan penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak dan ventrikel.
Invasi kuman ke selaput otak
Gangguan fungsi sistem regulasi Peningkatan TIK ↓
Hipertemia Gangguan persepsi Gangguan kesadaran ↓ sensori ↓
Gangguan metabolisme otak Gangguan rasa nyama Gangguan mobilitas ↓ fisik
Perubahan keseimbangan dan sel netron ↓
Difusi ion kalium dan natrium Gangguan perfusi ↓ jaringan
Lepas muatan listrik ↓
Kejang ↓
Berkurangnya koordinasi otot Resiko trauma fisik 2.4 PENGKAJIAN PASIEN DENGAN MENINGITIS
Riwayat penyakit dan pengobatan
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk mengetahui jenis kuman penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk. Setelah itu yang perlu diketahui adalah status kesehatan masa lalu untuk mengetahui adanya faktor presdiposisi seperti infeksi saluran napas, atau fraktur tulang tengkorak, dll.
2.4 MANIFESTASI KLINIK
• Pada awal penyakit, kelelahan, perubahan daya mengingat, perubahan tingkah laku. • Sesuai dengan cepatnya perjalanan penyakit pasien menjadi stupor.
• Sakit kepala
• Sakit-sakit pada otot-otot
• Reaksi pupil terhadap cahaya. Photofobia apabila cahaya diarahkan pada mata pasien • Adanya disfungsi pada saraf III, IV, dan VI
• Pergerakan motorik pada masa awal penyakit biasanya normal dan pada tahap lanjutan bisa terjadi hemiparese, hemiplegia, dan penurunan tonus otot.
• Refleks Brudzinski dan refleks Kernig (+) pada bakterial meningitis dan tidak terdapat pada virus meningitis.
• Nausea • Vomiting
• Demam
• Takikardia
• Kejang yang bisa disebabkan oleh iritasi dari korteks cerebri atau hiponatremia • Pasien merasa takut dan cemas.
Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan otak. Lumbal punksi tidak bisa dikerjakan pada pasien dengan peningkatan tekanan tintra kranial. Analisa cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa.
Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang biasanya meningkat diatas nilai normal.
Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi.
Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.
2.6 PEMERIKSAAN RADIOLOGI
CT-Scan dilakukan untuk menentukan adanya edema cerebral atau penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit yang sudah sangat parah.
2.7 TINJAUAN KASUS 1. Pengkajian
a. Biodata
b. Keluhan utama Kejang.
c. Riwayat penyakit sekarang
Sebelumnya di rumah klien sudah seminggu menderita demam, flu dan batuk. klien mulai kejang pada tanggal 13 Februari 2010 jam 23.00 (pada saat kejang mata melirik ke atas, kejang pada seluruh badan, setelah kejang klien sadar dan menangis pada saat kejang keluar buih lewat mulut) dan langsung dibawa ke IRD RSUD.
d. Riwayat penyakit dahulu
Sebelumnya klien pernah MRS dengan diare pada saat berumur 1 bulan. e. Riwayat penyakit keluarga
Ibu mengungkapkan bahwa saat klien menderita panas dan kejang didalam keluarga tidak ada yang menderita sakit flu/ batuk.
Ibu mengungkapkan bahwa selama hamil ia rajin kontrol ke bidan didekat rumahnya, ia mengatakan bahwa ia juga mengkonsumsi jamu selama hamil. Menurut ibu, klien lahir kembar di rumah sakit dengan berat badan lahir 1200 gram, tidak langsung menangis, menurut ibu air ketubannya berwarna kehitaman dan kental.
g. Status imunisasi
Menurut ibu anaknya telah mendapatkan imunisasi BCG, polio I, DPT I dan hepatitis h. Status nutrisi
Ibu mengungkapkan An.L diberikan ASI mulai lahir sampai berumur 1 bulan, setelah dirawat di ruang anak ibu tidak meneteki dan diganti dengan PASI Lactogen. Pada saat pengkajian BB 3700 gram, panjang badan 56 cm, lingkar lengan atas 7 cm. Ibu mengungkapkan anak tidak mual dan tidak pernah muntah.
i. Riwayat perkembangan
Pada saat ini anak memasuki masa basic trust Vs Mistrust (dimana rasa percaya anak kepada lingkungan terbentuk karena perlakuan yang ia rasakan). Ia juga berada pada fase oral dimana kepuasan berasal pada mulut.
j. Data Psikososial
Ibu mengungkapkan bahwa ia menerima keadaan anaknya, dan berharap agar anaknya bisa cepat sembuh dan pulang berkumpul bersama dengan keluarga serta kakak klien. Ibu dan nenek klien selalu menunggui klien dan hanya pada hari minggu ayah dan kakak klien datang mengunjungi klien, karean harus bekerja dan sekolah.
k. Pemeriksaan fisik 1) Keadaan Umum
Anak tampak tidur dengan menggunakan IV Cath pada tangan kanan, kesadaran compomentis, nadi 140 x/mnt, suhu 385 OC, pernafasan 40 x/mnt teratur.
2) Kepala dan Leher
• Kepala berbentuk simetris, rambut bersih, hitam dan penyebarannya merata, ubun-ubun besar masih belum menutup, teraba lunak dan cembung, tidak tegang. Lingkar kepala 36 cm.
• Reaksi cahaya +/
+, mata nampak anemi, ikterus tidak ada, tidak terdapat sub
kunjungtival bleeding. • Telinga tidak ada serumen.
• Hidung tidak terdapat pernafasan cuping hidung. • Mulut bersih, tidak terdapat moniliasis.
• Leher tidak terdapat pembesaran kelenjar, tidak ada kaku kuduk. 3) Dada dan Thoraks
Pergerakan dada simetris, Wheezing -/
-, Ronchi -/-, tidak terdapat retraksi otot
bantu pernafasan. Pemeriksaan jantung, ictus cordis terletak di midclavicula sinistra ICS 4-5, S1S2 tunggal tidak ada bising/ murmur.
4) Abdomen
Bentuk supel, hasil perkusi tympani, tidak terdapat meteorismus, bising usus+ normal 5 x/ mnt, hepar dan limpa tidak teraba. Kandung kemih teraba kosong. 5) Ekstremitas
Tidak terdapat spina bifida pada ruas tulang belakang, tidak ada kelainan dalam segi bentuk, uji kekuatan otot tidak dilakukan. Klien mampu menggerakkan ekstrimitas sesuai dengan arah gerak sendi. Ekstrimitas kanan sering terjadi spastik setiap 10 menit selama 1 menit.
6) Reflek
Pada saat dikaji refleks menghisap klien +, refleks babinsky + 7) Pemeriksaan Penunjang
− Kalium serum normal 3,5-5,5 mEq/L
− Na Serum normal 135-145 mEq/L
− Kalsium serum normal 8,0-10 mg/dl
− Hemoglobine 2. Diagnose Keperawatan
• Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan peningkatan tekanan intracranial • Resiko terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi
• Resiko terjadinya injuri sehubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran
3. Rencana Tindakan
No Diagnosa
keperawatan Tujuan Kriteria hasil Rencana tindakan Rasional
1 Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial •Pasien kembali pada, keadaan status neurologis sebelum sakit •Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris - Tanda-tanda vital dalam batas normal - Kesadaran meningkat - Adanya peningkata n kognitif dan tidak ada atau hilangnya tanda-tanda tekanan intrakranial yang meningkat 1. Pasien bed
rest total dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal 2. Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS. 3. Monitor
intake dan output
4. Monitor
tanda-tanda vital seperti TD, Nadi, Suhu, Respirasi dan hati-hati pada hipertensi sistolik
5. Bantu
pasien untuk membatasi gerak atau berbalik di tempat tidur.
1. Perubahan pada tekanan intakranial akan dapat meyebabkan resiko untuk terjadinya herniasi otak
2. Dapat mengurangi
kerusakan otak lebih lanjut
3. Pada keadaan normal
autoregulasi mempertahankan
keadaan tekanan darah sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan autoreguler akan menyebabkan kerusakan vaskuler cerebral yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diikuti oleh penurunan tekanan diastolik. Sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi.
4. hipertermi dapat
menyebabkan peningkatan IWL dan meningkatkan resiko dehidrasi
Kolaborasi
6. Berikan
cairan perinfus dengan perhatian ketat.
7. Monitor
AGD bila diperlukan pemberian oksigen 8. Berikan terapi sesuai advis dokter seperti:
Steroid, Aminofel,
Antibiotika
terutama pada pasien yang tidak sadar, nausea yang menurunkan intake per oral
5. Aktifitas ini dapat
meningkatkan tekanan intrakranial dan intraabdomen. Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau merubah posisi dapat melindungi diri dari efek valsava
6. Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskuler dan tekanan intrakranial, vetriksi cairan dan cairan dapat menurunkan edema cerebral
7. Adanya kemungkinan
asidosis disertai dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya iskhemik serebral
8. Terapi yang diberikan dapat menurunkan permeabilitas kapiler.
Menurunka metabolik sel / konsumsi dan kejang
No Diagnosa
keperawatan Tujuan Kriteria hasil Rencana tindakan Rasional
2 Resiko terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi. Klien tidak mengalami kejang selama berhubungan dengan hiperthermi • Tidak terjadi serangan kejang ulang. • Suhu 36,5 – 37,5 º C (bayi), 36 – 37,5 º C (anak) • Nadi 110 – 120 x/menit (bayi) • 100-110 x/menit (anak) • Respirasi 30 – 40 x/menit (bayi) • 24 – 28 x/menit (anak) • Kesadaran composmentis 1. Longgark an pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat
2. Berikan
kompres dingin
3. Berikan
ekstra cairan (susu, sari buah, dll)
4. Observasi
kejang dan tanda vital tiap 4 jam
5. Batasi
aktivitas selama anak panas
6. Berikan
1. proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak menyerap keringat.
2. perpindahan panas secara konduksi
3. saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat
4. Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan
5. aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas
6. Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai propilaksis
anti piretika dan pengobatan sesuai advis
No Diagnosa
keperawatan Tujuan Kriteria hasil Rencana tindakan Rasional
3 Resiko terjadinya injuri sehubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran Pasien bebas dari injuri yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran Klien bebas dari resiko injuri 1. Independent
monitor kejang pada tangan, kaki, mulut dan otot-otot muka lainnya
2. Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat suction selalu berada dekat pasien 3. Pertahankan bedrest total selama fase
akut Kolaborasi
4. Berikan terapi sesuai advis dokter seperti; diazepam, phenobarbital, dll.
1. Gambaran tribalitas sistem saraf pusat memerlukan evaluasi yang sesuai dengan intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi.
2. Melindungi pasien bila
kejang terjadi
3. Mengurangi resiko jatuh / terluka jika vertigo, sincope, dan ataksia terjadi
4. Untuk mencegah atau
mengurangi kejang.
Catatan : Phenobarbital dapat menyebabkan respiratorius depresi dan sedasi
keperawatan 4 Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan keterbataaan informasi Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya • Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya. • Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses keperawatan. • keluarga mentaati setiap proses keperawatan
1. Kaji tingkat pengetahuan
keluarga
2. Beri penjelasan kepada
keluarga sebab dan akibat kejang
3. Jelaskan setiap tindakan
perawatan yang akan dilakukan
4. Berikan Health Education
tentang cara menolong anak kejang dan mencegah kejang, antara lain :
o Jangan panik saat kejang o Baringkan anak ditempat rata dan lembut.
o Kepala dimiringkan.
o Pasang gagang sendok yang
telah dibungkus kain yang basah, lalu dimasukkan ke mulut.
o Setelah kejang berhenti dan pasien sadar segera minumkan obat tunggu sampai keadaan tenang.
o Jika suhu tinggi saat kejang lakukan kompres dingin dan beri
1 Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga dan kebenaran informasi yang didapat
2. penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat membantu menambah wawasan keluarga
3. agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan
4. sebagai upaya alih informasi dan mendidik keluarga agar mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan 5. mencegah peningkatan suhu lebih
tinggi dan serangan kejang ulang 6. sebagai upaya preventif serangan
ulang
7. imunisasi pertusis memberikan reaksi panas yang dapat menyebabkan kejang demam
banyak minum
5. Berikan Health Education
agar selalu sedia obat penurun panas, bila anak panas
6. Jika anak sembuh, jaga agar
anak tidak terkena penyakit infeksi dengan menghindari orang atau teman yang menderita penyakit menular sehingga tidak mencetuskan kenaikan suhu
7. Beritahukan keluarga jika
anak akan mendapatkan imunisasi agar memberitahukan kepada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah menderita kejang demam
4. Pelaksanaan (Implementasi)
Tgl/Pukul No. DP Pelaksanaan tindakan
1. 1. Melakukan bedrest total pada klien dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal
2. Memonitor tanda-tanda status neurologis 3. Memonitor intake dan output
4. memonitor tanda-tanda vital seperti TD, Nadi, Suhu, Resoirasi dan hati-hati pada hipertensi sistolik
5. Membantu pasien untuk membatasi gerak atau berbalik di tempat tidur.
6. Kolaborasi
• Berikan cairan perinfus dengan perhatian ketat.
• Monitor AGD bila diperlukan pemberian oksigen
• Berikan terapi sesuai advis dokter seperti: Steroid, Aminofel, Antibiotika
2. 1. Melonggarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat
2. Memberikan kompres dingin di daerah kepala, leher dan ketiak
3. Memberikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll) 4. Mengobservasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam 5. Membatasi aktivitas selama anak panas
- Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advis.
3 Independent
1. Monitor kejang pada tangan, kaki, mulut dan otot-otot muka lainnya
2. Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat suction selalu berada dekat pasien
Kolaborasi
1. Berikan terapi sesuai advis dokter seperti; diazepam, phenobarbital, dll..
4 1. Mengkaji tingkat pengetahuan keluarga
2. Memberi penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang
3. Menjelaskan setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan
4. Memberikan Health Education tentang cara menolong anak kejang dan mencegah kejang, antara lain :
• Jangan panik saat kejang
• Baringkan anak ditempat rata dan lembut. • Kepala dimiringkan.
• Pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain yang basah, lalu dimasukkan ke mulut.
• Setelah kejang berhenti dan pasien sadar segera minumkan obat tunggu sampai keadaan tenang. • Jika suhu tinggi saat kejang lakukan kompres
dingin dan beri banyak minum
• Segera bawa ke rumah sakit bila kejang lama 5. Berikan Health Education agar selalu sedia obat penurun panas, bila anak panas
6. Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena penyakit infeksi dengan menghindari orang atau teman yang menderita penyakit menular sehingga tidak mencetuskan kenaikan suhu
7. Beritahukan keluarga jika anak akan mendapatkan imunisasi agar memberitahukan kepada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah menderita kejang demam
5. Evaluasi
No.DP Tanggal SOAP
1 S : Ibu klien mengatakan bahwa tanda –tanda spastik masih terjadi
O : - Tangan dan kaki klien masih terlihat kaku dan tegang - Keadaan umum klien masih lemah
A : Masalah belum teratasi P : Lanjutkan intervensi
2 S : Ibu klien mengatakan bahwa kejang masih terjadi
O : - Jam 11.00 klien kejang
- Suhu tubuh jam 11.00 38,6 0 C
- Keadaan umum klien masih lemah A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
3 S : Ibu klien mengatakan tidak terjadi injuri pada tubuh klien O : - Klien masih terjadi spastik
- Lingkungan tempat tidur terlihat aman -Klien masih bedrest total ditempat tidur A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
4 S : Ibu klien mengatakan sudah mengerti apa yang sudah dijelaskan
O : Ibu klien terlihat lebih tenang A : Masalah teratasi
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari pembahasan mengenai meningitis di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu : 1. Meningitis adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan piamater).
2. Meningitis dapat disebabkan oleh dua hal utama yaitu bakteri dan virus. Namun tidak hanya disebabkan oleh bakteri dan virus, namun ada beberapa factor predisposisi yang juga cukup berperan dalam terjadinya meningitis seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi otak atau sum-sum tulang belakang.
3. Berdasarkan penyebabnya, meningitis dibagi menjadi dua, yaitu meningitis purulenta dan meningitis serosa.
3.2 SARAN
Dengan terselesaikannya Makalah Asuhan Keperawatan Anak dengan Meningitis ini diharapkan bagi mahasiswa keperawatan agar lebih bisa mengidentifikasi dan membedakan gejala meningitis dengan gejala penyakit yang ada pada selaput otak.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1999
Kapita Selekta Kedokteran FKUI, Penerbit: Media Aesculapius, Jakarta, 1999
Brunner / Suddarth, Buku Saku Keperawatan Medikal Bedah, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2000
Indah. P, Elizabeth. 1998. Asuhan Keperawatan Meningitis. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama