• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENELITIAN EKSPERIMENTAL INTONASI PEMARKAH KETAKSAAN UJARAN (Kajian Fonetik)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENELITIAN EKSPERIMENTAL INTONASI PEMARKAH KETAKSAAN UJARAN (Kajian Fonetik)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Diterima 02 Maret 2017; Revisi 15 Maret 2017; Disetujui 15 Maret 2017

PENELITIAN EKSPERIMENTAL

INTONASI PEMARKAH KETAKSAAN UJARAN

(Kajian Fonetik)

Juniato Sidauruk1, Jimmi2

1

AMIK / ABA BSI JAKARTA

juniato276@gmail.com; junianto.jnd@bsi.ac.id

2

ABA BSI JAKARTA jimmi.jmm@bsi.ac.id

Abstrak

Unsur segmental dan suprasegmental atau prosodi berperan dalam membentuk ujaran. Prosodi (variasi nada) mampu menimbulkan ketaksaan atas suatu ujaran. Ketaksaan merupakan persepsi makna ujaran yang berterima atau lazim pada suatu bahasa. Suatu ujaran ketika diperdengarkan kepada pengguna bahasa akan mendapatkan respons yang mungkin sama bahkan juga berbeda. Perbedaan ini diyakini menciptakan ketaksaan. Tujuan penelitian ini untuk mengungkap bagaimana ketaksaan suatu ujaran terjadi, dan untuk mengetahui apa saja pesan atau ekspresi yang tercipta atas ketaksaan sesuai respons penutur bahasa pada umumnya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan melakukan analisis akustik terhadap ujaran dari satu (1) informan, kemudian diujipersepsikan pada lima (5) responden. Penelitian ini menggunakan skema aplikasi ancangan IPO (Instituut voor Perceptie Onderzoek) yakni ancangan pada signal akustik sampai analisis parameter akustik ujaran. Ditemukan bahwa hipotesa yang dikemukakan peneliti adalah terbukti. Ketaksaan makna pada saat inklinasi cenderung tidak mengalami ketaksaan makna. Modifikasi dengan inklinasi 20Hz secara berurut hingga pada inklinasi 20Hz berikutnya tidak secara signifikan menciptakan atau berpotensi menghadirkan ketaksaan makna. Suatu ujaran dapat menjadi taksa jika mengalami modifikasi baik secara inklinatif 20Hz, maupun modifikasi secara deklinatif 20Hz. Kategori atas ketaksaan yang diujipersepsikan pada responden dianggap berterima karena tidak satupun dari sembilan (9) stimuli yang mutlak berskor nol (0). Ada lima (5) ekspresi yang taksa berdasarkan persepsi responden yaitu ujaran sebagai ekspresi tidak senang, kurang senang, senang, sangat senang, dan luar biasa senang. Hasil penelitian dan penerapan skema IPO sangat bermanfaat dalam mengkaji makna ujaran sehari-hari baik untuk kebutuhan akademik maupun untuk kebutuhan khusus seperti pengkajian ujaran dalam urusan pengadilan.

Keywords : akuistik, deklinasi, inklinasi, ketaksaan ujaran, prosodi

1. Pendahuluan

Unsur segmental dan suprasegmental atau prosodi berperan dalam membentuk ujaran. Satuan-satuan struktural konstituen tuturan merupakan ciri unsur segmental sedangkan

unsur nonsegmental yang menyertai

realisasi pengujaran unsur-unsur segmental itu sendiri merupakan karakteristik unsur suprasegmental. Eksistensi dari kedua unsur dimaksud berperan secara bersama-sama dalam membentuk makna sebuah tuturan.

Salah satu objek penelitian yang menarik adalah penelitian seputar ciri prosodi sebuah bahasa. Prosodi di sini merupakan

variasi nada. Variasi nada mampu

menimbulkan ketaksaan suatu tuturan atau ujaran hanya jika tidak didapati keteraturan

nada sepanjang ujaran dimaksud

sebagaimana dihayati oleh para penutur ujaran tersebut. Persepsi makna ujaran atau sering dipahami sebagai ciri ketaksaan sangat mungkin terjadi oleh akibat adanya kekeliruan dalam penerapan variasi prosodi yang berterima atau lazim pada suatu bahasa. Tentu, pengetahuan tentang ciri-ciri prosodi oleh setiap orang (pengguna

bahasa) akan mampu meminimalisir

(2)

KNiST, 30 Maret 2017 58 Suatu ujaran ketika diperdengarkan kepada

pengguna bahasa tentu akan mendapatkan respons yang mungkin sama bahkan

berbeda. Perbedaan ini tentu

dilatarbelakangi oleh berbagai faktor,

sehingga diyakini telah tercipta ketaksaan. Ketaksaan yang mencakup makna ujaran, pesan, dan respons yang dapat jelas mendukung atau menolak suatu makna asal dari ujaran tersebut. Atas hal inilah penulis berpedoman bahwa sangat menarik untuk meneliti (mencari tahu) pada saat mana intonasi suatu ujaran ketika dilakukan eksperimen akan menimbulkan respons yang beragam.

Beberapa hal ingin diungkap lewat

penelitian ini terkait dengan ketaksaan atas ujaran tertentu. Maka dari itu, tujuan penelitian ini dapat dikategorikan atas: 1. Bagaimana ketaksaan suatu ujaran

terjadi?

2. Apa saja pesan atau ekspresi yang

tercipta atas ketaksaan dimaksud

sesuai respons penutur bahasa

(responden) pada umumnya.

Intonasi sebagai salah satu aspek yang menimbulkan ketaksaan, lebih jauh lagi pesan. Pesan yang dimaksudkan di sini merupakan tingkat keberterimaan para penutur bahasa tersebut. Sikap pembicara dalam berujar, intonasi yang bergradasi barangkali sangat tinggi, tinggi, sedang, kurang tinggi, dan datar berperan dalam menciptakan ketaksaan dan perbedaan pesan dimaksud.

Intonasi dapat mengubah makna sebuah kalimat dari bentuk pernyataan ke bentuk pertanyaan tanpa mengubah susunan kata (Ladefoged, 1982). Dalam bentuk tulisan dapat kita sebut kalimat. Sama halnya dengan bentuk ujaran. Dengan mengubah intonasi berarti juga dapat mengubah makna atau dalam skala lebih luas menimbulkan ketaksaan. Maka perlu dibuat hipotesa terlebih dahulu.

Hipotesis mengacu pada ide yang

menjelaskan tentang data (Roca dan Johnson, 1999). Data di sini adalah intonasi

ujaran. Intonasi menempatkan nada

sebagai unsur utama dalam intonasi. Adanya variasi nada membentuk suatu melodi (ritme) ujaran; dan lalu alir nada tercipta pada segmen-segmen struktur ujaran, yang tentu akan membentuk kontur

nada pada ujaran dimaksud secara

menyeluruh („t Hart, et.al., 1990).

Lehiste (1970) berpostulat bahwa intonasi

sebagai ciri tonal (tonal features) dan ada

pada tingkat kalimat. Ciri tonal pada kalimat

tertentu juga mengandung makna

nonlinguistis. Pembicara dalam bersikap dan syarat pesan yang ingin disampaikan melalui ujaran (dalam kalimat) itu menjadi ciri tonal.

„t Hart et.al. (1990) mengemukakan bahwa

satuan terkecil analisis perseptual adalah alir nada; lalu membentuk kontur nada sebagai satuan yang lebih besar dan merupakan satuan terbesar dalam hal

analisis intonasi. Dalam pelaksanaan

analisis dimaksud dapat dilakukan dalam wujud klausa atau kalimat; tetapi dapat juga dianalisis per bagian yang sering disebut dengan silabe bunyi (proses segmentasi). Kontur nada tersebut memiliki pola yang mana setiap pola menghasilkan sejumlah varian yang lalu membentuk seperangkat kontur yang serupa sesuai keadaan semula.

Pada suatu ujaran, ada kecenderungan nada pada akhir kalimat adalah menurun

dan penurunan ini dikenal dengan

deklinasi. Ide ini dirujuk oleh peneliti pada

pendapat „t Hart et.al. (1990) bahwa

frekuensi fundamental ujaran dalam bahasa cenderung berangsur-angsur menurun dari

permulaan hingga akhir dari ujaran

dimaksud. Frekuensi diukur dengan Hertz (Gussenhoven dan Jacobs, 1998).

Analisa untuk menguji ketaksaan makna atas suatu ujaran menggunakan ancangan

IPO (Instituut voor Perceptie Onderzoek).

Ancangan IPO bertolak pada signal akustik sampai analisis parameter akustik ujaran („t

Hart, et.al., 1990) merupakan skema yang

akan diterapkan dalam penelitian ini. Pemilihan skema ini karena berfokus pada analisis akustik suatu ujaran hingga pada

persepsi (keberterimaan). Ancangan

(skema) ini diaplikasikan pada saat suatu ujaran tercipta, lalu dilakukan proses uji persepsi. Skema IPO mencakup tiga kegiatan inti yaitu ujaran, pengolahan data dengan analisis akustik, serta uji persepsi (Rahyono, 2003).

Manipulasi salin-serupa atas frekuensi

dasar sebagai serangkaian deskripsi

intonasi dan menjadi sintesis perkiraan rangkaian nada alami. Lalu, hasil sintesis itu dijadikan dasar untuk melakukan eksperimen dengan memodifikasi kontur

intonasi. Selanjutnya, hasil modifikasi

intonasi diujipersepsikan kepada penutur untuk menentukan keberterimaan ujaran sebagai tuturan yang bermakna (Rahyono, 2003).

(3)

KNiST, 30 Maret 2017 59

Metode Penelitian

Penelitian ini dirancang melalui beberapa

metodologi, yakni tahapan/prosedur,

informan, responden, serta teknik

penjaringan data dan materi ujaran yang diuraikan seperti di bawah ini.

Tahapan yang diaplikasikan dalam

penelitian ini adalah: 1. Produksi Ujaran

Pada tahapan ini peneliti melakukan perekaman secara alami. Maksudnya penutur ujaran tidak mengetahui ada proses perekaman. Tetapi penutur tetap diberitahu setelah terjadi proses rekaman untuk menjelaskan tujuan perekaman dan meminta ijin atas ujaran tersebut untuk dianalisis. 2. Analisis Akustik

Peneliti menggunakan program

Praat.exe (Boersma dan Weenink,

1992)untuk melakukan proses editing

atas ujaran, lalu melakukan

segmentasi hingga stilisasi

salin-serupa dan memanipulasi data untuk mendapatkan stimuli.

3. Uji Persepsi

Data hasil manipulasi diujipersepsikan pada penutur bahasa, lalu atas respon para responden dilakukan analisis statistik. Uji persepsi atas jenis ujaran dilakukan terlebih dahulu kepada lima

(5) orang responden untuk

mengkategorikan jenis ujaran asli informan dan ujaran hasil manipulasi. Lalu setelah jenis ujaran diperoleh, peneliti melakukan uji persepsi untuk mendapatkan tingkat keberterimaan atas ujaran dimaksud kepada tiga puluh (30) responden.

Pemilihan informan mengacu pada kriteria dari Samarin (1988) yaitu informan adalah

penutur asli dan memiliki kefasihan

sehingga mampu memberi korpus data yang melimpah, cermat, dan benar-benar mewakili; berusia cukup dewasa minimal tiga puluh (30) tahun sehingga memiliki pengetahuan bahasa dan budaya yang cukup luas dan mampu memahami maksud dan / atau instruksi peneliti serta tidak

memiliki gangguan wicara maupun

pendengaran.

Penelitian ini menggunakan seorang

informan wanita berusia tiga puluh (30)

tahun, berprofesi sebagai karyawan.

Informan ini dipilih karena memenuhi kriteria sebagaimana dikemukakan Samarin tentang kriteria pemilihan informan.

Keobjektifan penelitian diterapkan oleh peneliti sejak pemerolehan kategori jenis

ujaran/ekspresi yang kemudian

diujipersepsikan kepada lima (5) responden rekan kerja peneliti (dosen bahasa). Peneliti melakukan hal ini untuk mengkategorikan jenis ujaran. Setelah data jenis ujaran diperoleh, lalu dilakukan analisis kualitatif dimana jenis ujaran yang senada atau

hampir sama diklasifikasikan menjadi

sembilan (9) variabel. Lalu demi

kemudahan persepsi saat diujipersepsikan nanti pada responden maka variabel tersebut diformulasikan atas lima (5) kategori. Lima (5) kategori inilah yang kemudian diujipersepsikan kepada tiga puluh (30) responden (mahasiswa/i); lima belas (15) orang pria dan lima belas (15) orang wanita. Pemilihan responden terkait dengan hasil yang diharapkan berhubung

ujaran yang diujipersepsikan sering

digunakan oleh kalangan muda-mudi;

sehingga diharapkan akan tercipta

spontanitas dalam menanggapi tipe ujaran yang diperdengarkan.

Dalam hal penjaringan data, alat perekam

telepon genggam HT63 double-X

digunakan sehingga lebih mudah

dioperasikan; dan upaya menghindari

kesadaran informan akan adanya

perekaman.

Pada sisi materi ujaran, intonasi ujaran yang akan dianalisis, dimanipulasi serta diujipersepsikan diperoleh dengan teknik perekaman alamiah. Peneliti lebih dahulu menciptakan situasi dan memang situasi yang tercipta sesuai dengan kejadian sebenarnya. Untuk mendapatkan ujaran yang sebenar-benarnya, maka peneliti melakukan beberapa sisi teknik. Peneliti pada pagi hari melakukan kontak lewat telepon memastikan bahwa dikarenakan kesibukan maka peneliti tidak sempat dan meminta maaf tidak akan datang ke rumahnya bahkan peneliti memastikan tidak ada waktu untuk bersua. Lalu peneliti menonaktifkan telepon selular. Menjelang petang hari, peneliti menyempatkan diri

singgah ke rumah informan seraya

membawakan kado. Tentu dengan izin ibu informan pada sesi telepon lain, saya masuk tanpa mengucapkan salam dan meminta harap dimaklumkan.

Situasi yang tercipta seperti berikut ini

pada saat informan berulang tahun,

dibawakan kado ulang tahun. Saat itu, informan lagi asyik menonton acara TV

(4)

KNiST, 30 Maret 2017 60 sepertinya tidak ada yang spesial. Berikut

hasil rekaman dari tuturan informan.

Peneliti : Sayang selamat ulang tahun

ya. Nih gua bawain kado. Informan : Aduh makasih ya, kok

repot-repot amat sih. Waduh bagus banget. Makasih ya sayang.

Peneliti : Ya. Nih pakein nih.

Hasil rekaman atas ujaran yang diperoleh sangat alami sesuai teknik yang dirancang

peneliti sebelumnya. Sehingga dalam

ujaran tersebut ada ujaran yang

mengekspresikan kegembiraan yang

benar-benar alami.

Peneliti menentukan tuturan yang akan dijadikan sebagai korpus data dari data yang telah diperoleh. Intonasi atau korpus data pemarkah ketaksaan yang akan dianalisis adalah tuturan “Waduh bagus banget”. Pilahan pada ujaran ini tidak sembarang pilih. Selain ekspresi tersirat disana, bahwa ujaran dimaksud tidak lagi

terkait atau tergantung dari ujaran

sebelumnya “Aduh makasih ya, kok repot-repot amat sih.” Ujaran “Waduh bagus banget” terucap setelah informan membuka isi kado; dan ujaran tersebut sekali lagi sangat tidak pernah diduga oleh peneliti. Ketaksaan makna atas ujaran inilah yang akan dianalisis peneliti. Tentu ketaksaan yang dimaksudkan di sini adalah analisis statistika setelah dilakukan uji persepsi berdasarkan respon dari para responden.

2. Pembahasan 3.1 Digitalisasi Akustik

Ujaran hasil rekaman ditransfer oleh peneliti ke komputer guna digitalisasi

sehingga memungkinkan untuk

dilakukan proses pengeditan.

Selanjutnya, bunyi tutur yang diedit tersebut disimpan ke dalam format .wav

3.2 Segmentasi Ujaran Silabe

Ujaran hasil proses pengeditan

tersebut dianalisis dengan melakukan segmentasi per silabe. Segmentasi ini

dilakukan dengan penempatan pitchtier

atas tiap silabe dengan sangat teliti. Lalu, ditampilkan dalam gambar di bawah ini dalam bentuk pola nada atau sinyal suara.

Gambar 1. Segmentasi pola nada ujaran “Waduh bagus banget”

Gambar 2. Base-line slope ujaran “Waduh

bagus banget”

Pada gambar di atas terdapat dua sumbu, yakni horisontal dan vertikal.

Sumbu horisontal dengan angka 0 –

1.311 menunjukkan bahwa ujaran yang digunakan sebagai base-line slope berdurasi 1.311 detik. Sumbu vertikal

menunjukkan frekuensi dari base-line

slope ujaran.

3.3 Stilisasi Salin-Serupa Kontur

Stilisasi salin-serupa bertujuan untuk membuat salin serupa kontur dengan

tuturan aslinya. Ujaran tersebut

distilisasi dan dilakukan manipulasi yang bertujuan untuk menaikkan titik

pitch (nada) sehingga mengalami kenaikan dan penurunan frekuensi

secara teratur sebesar 20Hz.

Manipulasi dengan menaikkan serta

menurunkan pitch ini dilakukan untuk

memperoleh ketaksaan dari ujaran itu

sendiri yang nantinya akan

diujipersepsikan kepada penutur

bahasa.

Dipilih naik – turun pitch 20Hz untuk

mempertajam uji persepsi ketika

diperdengarkan kepada penutur

wa duh ba gus ba nget

Time (s)

0 1.311

wa duh ba gus ba nget

Time (s) 0 1.311 Time (s) 0 1.311 0 600 F re q u e n c y ( H z )

(5)

KNiST, 30 Maret 2017 61 sehingga dapat diperbandingkan antara

ujaran suara asli (sebelum

dimanipulasi) dan ujaran hasil

manipulasi. Warna merah pada kontur nada digunakan untuk menegaskan kontur nada asli. Berarti nada dengan warna berbeda baik di atas maupun di bawah kontur nada asli (warna merah)

mengalami manipulasi pitch sebesar

20Hz.

Gambar 3. Stilisasi Ujaran “Waduh bagus banget”

Keterangan warna kontur nada pada Gambar 3:

Merah = sebagai patokan kontur nada (base-line slope)

Hijau = modifikasi kontur „Merah‟+20Hz Biru = modifikasi kontur „Hijau‟+20Hz Ungu = modifikasi kontur „Merah‟-20Hz Merah muda = modifikasi kontur „Ungu‟-20Hz Biru tua = modifikasi kontur „Merahmuda‟-20Hz Merah maron= modifikasi kontur „Biru tua‟-20Hz Abu-abu = modifikasi kontur „Merah maron‟-20Hz Hijau muda= modifikasi kontur „Abu-abu‟-20Hz Merah muda (paling bawah) = modifikasi kontur „Hijau muda‟-20Hz

Tanda + berarti modifikasi naik 20Hz Tanda - berarti modifikasi turun 20Hz

3.4 Hipotesa

Untuk mencapai tujuan penelitian, unsur ketaksaan ujaran pada modifikasi alir nada dibuat berdasarkan 2 hipotesa.

Hipotesis 1:

Ungkapan kegembiraan ditandai dengan

inklinasi pada base-line slope.

Gambar 4. Base-line slope

Gambar 5. Inklinasi

Gambar 6. Deklinasi

Gambar 4 di atas merupakan alir nada ujaran pada korpus data. Gambar 5 di atas merupakan alir nada dengan kenaikan 20Hz; dan turun serta cenderung turun 20Hz pada gambar 6.

Dari hipotesis di atas dapat diisyaratkan

bahwa jika modifikasi naik 20Hz dari

base-line slope maka secara signifikan

mengekspresikan kegembiraan yang

berlebih. Untuk melihat kemungkinan taksa, maka diajukan hipotesis dua.

Hipotesis 2:

Jika modifikasi turun dan memiliki

kecenderungan turun 20Hz, maka secara signifikan cenderung mulai menghadirkan ketaksaan (ambiguitas) makna atas ujaran

tersebut; dan berpotensi mengubah

ketaksaan makna secara signifikan tidak gembira.

Ujaran yang diujipersepsikan adalah

ekspresi itu sendiri dengan modifikasi alir nada secara inklinasi dan deklinasi yang mungkin akan menimbulkan ketaksaan makna akibat dari modifikasi alir nada dari alir nada pada korpus data. Korpus data dimaksudkan di sini adalah data rerata keberterimaan atas ujaran.

Berikut digambarkan alir nada pada (5a) korpus data, (5b) deklinasi.

wa duh ba gus ba nget

Time (s) 0 1.311 Time (s) 0 1.311 0 500 F re q u e n c y ( H z ) Time (s) 0 1.311 0 500 F re q u e n c y ( H z ) Time (s) 0 1.311 0 500 F re q u e n c y ( H z ) Time (s) 0 1.311 0 500 F re q u e n c y ( H z ) Time (s) 0 1.311 0 500 F re q u e n c y ( H z ) Time (s) 0 1.311 0 500 F re q u e n c y ( H z ) Time (s) 0 1.311 0 500 F re q u e n c y ( H z ) Time (s) 0 1.311 0 500 F re q u e n c y ( H z ) Time (s) 0 1.311 0 500 F re q u e n c y ( H z ) Time (s) 0 1.311 0 500 F re q u e n c y ( H z )

wa duh ba gus ba nget

Time (s) 0 1.311 Time (s) 0 1.311 0 500 F re q u e n c y ( H z )

wa duh ba gus ba nget

Time (s) 0 1.311 Time (s) 0 1.311 0 600 F re q u e n c y ( H z )

wa duh ba gus ba nget

Time (s) 0 1.311 Time (s) 0 1.311 0 500 F re q u e n c y ( H z )

(6)

KNiST, 30 Maret 2017 62

Gambar 7. Alir Nada Base-Line Slope

Gambar 8. Deklinasi Alir Nada

3.5 Hasil Uji Persepsi

Berikut ini peneliti akan menunjukkan hasil

uji persepsi secara random (acak). Hal ini

dilakukan agar responden diharapkan dapat merespon secara spontan atas tiap modifikasi ujaran yang diperdengarkan (Tabel 1). Lalu, hasil uji persepsi secara

random tersebut akan disusun kembali secara berurutan (Tabel 2). Warna pada

tabel dipertahankan peneliti untuk

mempermudah rujukan seperti pada

gambar 3 stilisasi salin serupa.

Uji persepsi dilakukan dengan instrumen laptop merek Compaq Presario CQ40 dan

speaker active merek Advante 9000 PMPO. Berdasarkan uji persepsi yang telah dilakukan secara acak, lalu dirunut kembali, maka diperoleh hasil seperti pada tabel uji persepsi di bawah ini.

Tabel 1. Uji Persepsi

Persepsi Stimul us TS KS S SS LBS R Sk or R Sk or R Sk or R Sk or R Sk or 1 3 3 7 11 1 2 17 4 9 4 8 2 7 9 1 2 22 8 16 2 4 1 2 3 7 11 3 7 6 12 1 0 26 4 8 4 2 2 5 9 1 1 8 18 1 3 35 5 1 8 36 7 12 5 9 0 0 0 0 6 2 3 8 18 1 2 25 6 14 2 5 7 1 1 21 1 5 28 3 5 1 1 0 0 8 4 8 2 3 2 4 1 1 26 1 1 32 9 5 7 1 5 28 1 0 19 0 0 0 0

Tabel 2. Persentase Uji Persepsi

Stimulus Persentase TS KS S SS LBS 1 6 23 35 19 17 2 17 41 30 8 4 3 17 11 19 41 12 4 3 14 1 28 54 5 63 21 16 0 0 6 5 28 38 21 8 7 38 51 9 2 0 8 11 4 5 36 44 9 13 52 35 0 0 Keterangan Tabel:

Warna = sebagai penanda stimulus

TS = Tidak Senang

KS = Kurang Senang

S = Senang

SS = Sangat Senang

LBS = Luar Biasa Senang

R = Responden

Penomoran stimulus pada tabel uji persepsi di atas menunjukkan urutan stimulus jenis

ujaran. Persentase didapat dengan

menjumlahkan n responden yang memilih

satu persepsi dan Skor Keberterimaan.

Penjumlahan dan persentase ini

menggunakan program Microsoft Excel 2010. Setelah dilakukan uji persepsi, maka ujaran untuk sembilan (9) stimuli dapat dianalisis dan diuraikan per stimulus seperti di bawah ini:

Stimulus 1:

- Persentase tertinggi 35% pada

persepsi Senang dengan Skor 17 dipilih oleh 12 responden.

- Persentase terendah 6% pada persepsi

Tidak Senang dengan Skor 3 dipilih oleh 3 responden.

Stimulus 2:

- Persentase tertinggi 41% pada

persepsi Kurang Senang dengan Skor 22 dipilih oleh 12 responden.

- Persentase terendah 4% pada persepsi

Luar Biasa Senang dengan Skor 2 dipilih oleh 1 responden.

Stimulus 3:

- Persentase tertinggi 41% pada

persepsi Sangat Senang dengan Skor 26 dipilih oleh 10 responden.

- Persentase terendah 11% pada

persepsi Kurang Senang dengan Skor 7 dipilih oleh 3 responden.

Stimulus 4:

- Persentase tertinggi 54% pada

persepsi Luar Biasa Senang dengan Skor 35 dipilih oleh 13 responden.

wa duh ba gus ba nget

Time (s) 0 1.311 Time (s) 0 1.311 0 600 F re q u e n c y ( H z )

wa duh ba gus ba nget

Time (s) 0 1.311 Time (s) 0 1.311 0 500 F re q u e n c y ( H z )

(7)

KNiST, 30 Maret 2017 63

- Persentase terendah 1% pada persepsi

Senang dengan Skor 1 dipilih oleh 1 responden.

Stimulus 5:

- Persentase tertinggi 63% pada

persepsi Tidak Senang dengan Skor 36 dipilih oleh 18 responden.

- Persentase terendah 0% pada persepsi

Sangat Senang dan Luar Biasa Senang

dengan Skor 0 dan tidak ada

responden yang memilih. Stimulus 6:

- Persentase tertinggi 38% pada

persepsi Senang dengan Skor 25 dipilih oleh 12 responden.

- Persentase terendah 5% pada persepsi

Tidak Senang dengan Skor 3 dipilih oleh 2 responden.

Stimulus 7:

- Persentase tertinggi 51% pada

persepsi Kurang Senang dengan Skor 28 dipilih oleh 15 responden.

- Persentase terendah 0% pada persepsi

Luar Biasa Senang dengan Skor 0 dan tidak ada responden yang memilih. Stimulus 8:

- Persentase tertinggi 44% pada

persepsi Luar Biasa Senang dengan Skor 32 dipilih oleh 11 responden.

- Persentase terendah 4% pada persepsi

Kurang Senang dengan Skor 3 dipilih oleh 2 responden.

Stimulus 9:

- Persentase tertinggi 52% pada

persepsi Kurang Senang dengan Skor 28 dipilih oleh 15 responden.

- Persentase terendah 0% pada persepsi

Sangat Senang dan Luar Biasa Senang

dengan Skor 0 dan tidak ada

responden yang memilih.

Uraian per stimulus di atas menunjukkan bahwa ditemukan ada beberapa stimuli yang memiliki persentase tertinggi maupun terendah sama.

Temuan 1:

Pada stimuli 2 dan 3 misalnya, tingkat persentasenya 41%. Stimulus 2 dengan

persepsi Kurang Senang sedangkan

Stimulus 3 untuk persepsi Sangat Senang. Perhatikan gambar di bawah ini yang menunjukkan tingkat persentase 41%.

Gambar 9. Stimulus 2

Gambar 10. Stimulus 3

Temuan 2:

Pada stimulus 7 dan 9 misalnya, tingkat persentasenya hampir sama 51% dan 52% berurut dimana untuk dua stimulus tersebut pada persepsi Kurang Senang dan dipilih oleh 15 responden dengan skor 28. Lihat gambar di bawah ini.

Gambar 11. Stimulus 7

Gambar 12. Stimulus 9

wa duh ba gus ba nget

Time (s) 0 1.311 Time (s) 0 1.311 0 500 F re q u e n c y ( H z )

wa duh ba gus ba nget

Time (s) 0 1.311 Time (s) 0 1.311 0 500 F re q u e n c y ( H z )

wa duh ba gus ba nget

Time (s) 0 1.311 Time (s) 0 1.311 0 500 F re q u e n c y ( H z )

wa duh ba gus ba nget

Time (s) 0 1.311 Time (s) 0 1.311 0 500 F re q u e n c y ( H z )

(8)

KNiST, 30 Maret 2017 64

Temuan 3:

Ada 3 stimuli memiliki persentase terendah 0% yakni pada stimulus 5, 7, dan 9 dengan persepsi yang berbeda. Berikut disajikan gambar dari tiga stimuli pada Temuan 3.

Gambar 13. Stimulus 5

Gambar 14. Stimulus 7

Gambar 15. Stimulus 9

Temuan 4:

Stimulus 5 memiliki persentase tertinggi 63% dibanding stimuli lain pada persepsi Tidak Senang dengan skor 36 yang dipilih oleh 18 responden. Seperti pada gambar di atas pada Temuan 3.

Dari uraian di atas dapat dibuktikan bahwa persepsi atas ujaran dapat mengalami ketaksaan pada beberapa stimuli dengan

berpatokan pada base-line slope.

Ketaksaan makna atas ujaran setelah dilakukan modifikasi kontur nada sangat signifikan pada stimuli 2 dan 3 (lihat Temuan 1), serta 7 dan 9 (lihat Temuan 3). Hasil penelitian dan penerapan skema IPO sangat bermanfaat dalam mengkaji makna ujaran sehari-hari baik untuk kebutuhan

akademik maupun untuk kebutuhan khusus seperti pengkajian ujaran dalam urusan pengadilan.

4. Simpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, peneliti kemudian dapat menyimpulkan bahwa hipotesa sebelumnya baik Hipotesa 1 dan Hipotesa 2 adalah terbukti. Ketaksaan makna atas suatu ujaran pada saat inklinasi cenderung tidak mengalami perubahan makna (ketaksaan). Modifikasi dengan inklinasi 20Hz secara berurut hingga pada inklinasi 20Hz berikutnya tidak secara signifikan menciptakan atau berpotensi menghadirkan ketaksaan makna.

Jadi suatu ujaran dapat menjadi taksa seperti pada stimuli 2 dan 3. Stimulus 2 dari

base-line slope mengalami modifikasi secara inklinatif 20Hz, sedangkan Stimulus 3 mengalami modifikasi secara deklinatif 20Hz. Ternyata persentase dari dua stimuli tersebut 41%; atas hal ini terjadi ketaksaan (persepsi yang berbeda atau bimbang dari responden).

Kategori atas ketaksaan yang

diujipersepsikan pada responden dianggap

berterima karena tidak satupun dari

sembilan (9) stimuli yang mutlak berskor nol (0). Ada lima (5) ekspresi yang taksa berdasarkan persepsi responden yaitu ujaran sebagai ekspresi tidak senang, kurang senang, senang, sangat senang, dan luar biasa senang.

Dari penelitian berskala kecil ini ada empat (4) temuan seperti diuraikan sebelumnya, dan nampaknya penelitian serupa yang sifatnya eksperimental sangat menantang dan mengesankan. Penelitian lanjutan sangat diperlukan baik untuk ujaran yang telah diteliti dalam penelitian ini karena dapat diujipersepsikan pada responden

yang berbeda; maupun penelitian

eksperimental lain atas ujaran-ujaran

berbeda yang ada dalam kehidupan sehari-hari.

Referensi

Boersma & Weenink (1992).

http://www.fon.hum.uva.nl/praat/do wnload_win.html. Diunduh Januari 2017.

Gussenhoven, C. & Haike Jacobs. (1998).

Understanding Phonology. Arnold Publisher: Bristol. Time (s) 0 1.311 0 500 F re q u e n c y ( H z )

wa duh ba gus ba nget

Time (s)

0 1.311

wa duh ba gus ba nget

Time (s) 0 1.311 Time (s) 0 1.311 0 500 F re q u e n c y ( H z )

wa duh ba gus ba nget

Time (s) 0 1.311 Time (s) 0 1.311 0 500 F re q u e n c y ( H z )

(9)

KNiST, 30 Maret 2017 65

Hart, J. ‟t, R. Collier & A. Cohen (1990) A

Perceptual Study of Intonation: An Experimental-Phonetic Approach to Speech Melody. Cambridge: Cambridge University Press.

Ladefoged, P. (1982) A Course In

Phonetics. New York: Harcourt Brace Jovanovich.

Lehiste, Ilse. (1970). Suprasegmentals.

Cambridge, Mass. : M.I.T. Press. Rahyono, F.X. (2003) Representamen

Kebudayaan Jawa: Teknik

Komparatif Referensial Pada Teks

Wedhatama (Representing

Javanese Culture: Referential Comparative Techniques in the Text of Wedhatama). Wacana: Jurnal Ilmu Pengetahuan Budaya

IV. Depok: Fakultas Ilmu

Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.

Roca, Iggy & Wyn Johnson (1999). A

Course in Phonology. Blackwell Publishers Ltd.: UK.

Samarin, William J. 1988. Ilmu Bahasa Lapangan. Yogyakarta: Kanisius.

Gambar

Gambar 1. Segmentasi pola nada ujaran
Gambar 4. Base-line slope
Tabel 2. Persentase Uji Persepsi
Gambar 9. Stimulus 2
+2

Referensi

Dokumen terkait

Juga tidak lupa kepada Ibu Yuyun selaku guru Bahasa Indonesia yang telah memberikan tugas ini, karena dengan Ibu Yuyun selaku guru Bahasa Indonesia yang telah memberikan tugas

Definisi atau rumusan hutan kota yang diungkapkan oleh Irwan (1994), adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitarnya, berbentuk

diperhatikan dalam membuat komponen pertama adalah pastikan ambil dependensi Component dari @angular/core dengan cara meng-importnya, setelahnya bagian komponen ditandai dengan

Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa, pada kincir angin petani garam Demak menggunakan pompa torak dengan variasi lengan 5 cm menghasilkan debit paling besar pada kecepatan angin

Penelitian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh fasilitas dan pelayanan bank terhadap minat nasabah bertransaksi di bank syariah pada mahasiswa Universitas di

Pemasyarakatan atau Rumah Tahanan. Remisi harus ditentukan macam-macamnya. Apakah pemberian remisi berdasarkan hari besar, kegiatan atau perbuatan yang dilakukan oleh

Pertumbuhan Populasi Tribollium castaneum (Coleoptera : Tenebrionidae) pada Tepung Terigu dan Tepung Beras di Berbagai Suhu Ruang Simpan.. Dibimbing

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah bahwa pemberian dosis pupuk pada perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kandungan kalsium