• Tidak ada hasil yang ditemukan

Representasi diskriminasi etnis tionghoa dalam film sapu tangan fang yin: analisis semiotika charles sanders peirce

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Representasi diskriminasi etnis tionghoa dalam film sapu tangan fang yin: analisis semiotika charles sanders peirce"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli. Copyright and reuse: This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.. Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP.

(2) REPRESENTASI DISKRIMINASI ETNIS TIONGHOA DALAM FILM SAPU TANGAN FANG YIN: Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce SKRIPSI. Diajukan guna Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom.). Pascalina Audacia Maryati Pasurnay 10120110015. PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI JURNALISME MULTIMEDIA FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MULTIMEDIA NUSANTARA TANGERANG 2015.

(3) REPRESENTATIVE OF DISCRIMINATION OF TIONGHOA ETHNIC ON FILM SAPU TANGAN FANG YIN: Charles Sanders Peirce Semiotic’s Analysis UNDERGRADUATE THESIS. Submitted to Accomplish Bachelor Communication Degree Requirements (S.I.Kom.). Pascalina Audacia Maryati Pasurnay 10120110015. COMMUNICATION STUDIES COURCES CONCENTRATING MULTIMEDIA JOURNALISM COMMUNICATION STUDIES COURCES FACULTY MULTIMEDIA NUSANTARA UNIVERSITY TANGERANG 2015. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015.

(4) PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya ilmiah saya sendiri, bukan plagiat dari karya ilmiah yang ditulis oleh orang lain atau lembaga lain, dan semua karya ilmiah orang lain atau lembaga lain yang dirujuk dalam skripsi ini telah disebutkan sumber kutipannya serta dicantumkan di Daftar Pustaka. Jika di kemudian hari terbukti ditemukan kecurangan/penyimpangan, baik dalam pelaksanaan skripsi maupun dalam penulisan laporan skripsi, saya bersedia menerima konsekuensi dinyatakan TIDAK LULUS untuk mata kuliah Skripsi yang telah saya tempuh.. Tangerang, 24 Januari 2015. Pascalina Audacia Maryati Pasurnay. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015.

(5) Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015.

(6) KATA PENGANTAR Kelimpahan berkah dari Tuhan Yang Maha Esa sungguh telah membantu penulis dalam pembuatan skripsi dengan judul “Representasi Diskriminasi Etnis Tionghoa Dalam Film Sapu Tangan Fang Yin: Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce. Oleh karena itu, puji dan syukur penulis haturkan karena penulis telah menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini diajukan kepada Program Strata 1, Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Multimedia Nusantara. Penulis mengambil kajian ini untuk dijadikan penilitan akademik karena penulis melihat film Sapu Tangan Fang Yin ini mengangkat permasalahan diksriminasi yang terjadi kala perjuangan Indonesia mencapai reformasi. Dari penelitian ini, terlihat bahwa film ini menunjukan adanya diskriminasi pada etnis Tionghoa yang terkandung dalam penggambaran tokoh dan bahasa gambarnya. Diharapkan dengan adanya kajian mengenai film ini, tindakan diskriminasi seperti yang terjadi kala kerusuhan tidak terulang lagi. Berakhirnya penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Amin Saragih Manihuruk, M.S., selaku pembimbing skripsi penulis yang telah memberikan banyak masukan dan bimbingan terutama dalam penulisan tata cara menulis karya ilmiah.. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. v.

(7) 2. Dr. Bertha Sri Eko M., M.Si., selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi UMN, yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk mengambil topik diskriminasi etnis Tionghoa. 3. Ambang Priyonggo, M.A. yang telah memberikan motivasi serta bimbingan dalam proses pembuatan skripsi. 4. Dr. Indiwan Seto Wahjuwibowo, M.Si., yang telah memberikan bimbingan selama pembuatan tugas kuliah yang akhirnya menjadi skripsi. 5. Mamah, Papah, dan kedua saudariku, Saras dan Gratia yang telah memberikan kepercayaan dan selalu mendampingi serta memberi dukungan dan arahan. Terima kasih atas doa dan bantuan secara moral dan materi kepada penulis dalam pembuatan skripsi ini. 6. Kawan-kawan sejawat; Fadhila Maulida, Gerardus Febian, Hadiah Ardiani, Dessy Christine, Sandi Parulian, Angelina Shinta, Margaretha Cinthya, Nesya Ridhita, Sekar Rarasati, Deonisia Arlinta, dan Yovan Leonardo. 7. Keluarga besar Mapala UMN atas dukungan, doa, dan kisah-kisah inspiratif selama penulis berkuliah di UMN. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada saudara dan temanteman yang selalu memberikan dukungan, doa, pinjaman buku-buku inspiratif, ilmu dan penghiburan saat penulis membuat skripsi ini. Sebagai penutup, penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat dan bisa menjadi sumber inspirasi bagi pembaca.. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. vi.

(8) ABSTRAK Film memiliki kemampuan untuk membentuk kontrol sosial ataupun budaya massa dengan melibatkan kemampuan kreatif dalam mengkonstruksi realitas. Realitas yang dikonstruksi dapat merupakan cerminan kondisi masyarakat atau bahkan suatu rekaan agar dapat diterima dan dianut masyarakat. Film Sapu Tangan Fang Yin yang merupakan film dengan genre drama ini, mengangkat kisah kehidupan warga etnis Tionghoa pra reformasi yang sarat dengan. perlakuan. diskriminatif.. Film. yang. sengaja. dibuat. untuk. mengkampanyekan Indonesia Tanpa Diskriminasi ini menjadi gong pengingat akan peristiwa yang telah mengusik rasa kemanusian. Bentuk-bentuk diskriminatif yang tertuang dalam film ini dapat dijadikan suatu pengalaman bagi masyarakat agar kejadian tindakan diskriminatif yang merusak tidak terulang lagi dan bisa dihindari. Hasil analisis menunjukan adanya tanda-tanda visual dan nonvisual yang merujuk dan mempresentasikan nilai diskriminasi dalam film Sapu Tangan Fang Yin. Hal ini terlihat dari penggambaran tokoh, scene and shot, dialog, narasi dan konsep pemikiran. Kata kunci: Representasi, Diskriminasi, Etnis Tionghoa, Film, Semiotika.. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. vii.

(9) ABSTRACT Film has capacity to build social control or mass culture that generating creative capacity can construct the realities. Constructed reality could become mirror of social condition or a invention reality that could be received and believed by the society. Sapu Tangan Fang Yin is a genre drama film that describes story life of Tionghoa ethnic pre reformation with discriminative treatment. This movie that published to campaign Indonesia Tanpa Diskriminasi (Indonesia Without Discrimination) could be a memorizing event that touching on the humanity sense. Discriminative type of this film became a good lesson for the people, that this destructive and discriminative action could be avoidable in the future. Research analysis denotes that Sapu Tangan Fang Yin film, in its visual and non visual signs have discrimination values that can be found in figure description, scene and shot, dialog, narration and thinking concept. Key words: Representation, Discrimination, Tionghoa Ethnic, Film, Semiotic.. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. viii.

(10) DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i HEAD PAGE ......................................................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................. iii HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ iv KATA PENGANTAR ........................................................................................... v ABSTRAK ........................................................................................................... vii ABSTRACT ........................................................................................................ viii DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah Penelitian ............................................................................ 4 1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 5 1.4 Signifikansi Penelitian ...................................................................................... 6 1.4.1 Signifikansi Akademik ............................................................................ 6 1.4.2 Signifikansi Praktis ................................................................................. 6. BAB II KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Penelitian Sejenis Terdahulu ............................................................................. 7 2.2 Teori dan Konsep Yang Digunakan ................................................................ 11. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. ix.

(11) 2.2.1 Teori Semiotika..................................................................................... 11 2.2.1.1 Teori Semiotika Peirce ............................................................. 12 2.2.2 Konsep Representasi ............................................................................. 15 2.2.3 Konsep Film Sebagai Kontrol Sosial .................................................... 16 2.2.4 Konsep Diskriminasi ............................................................................ 18 2.2.4.1 Diskriminasi Etnis Tionghoa di Indonesia ............................... 21 2.3 Kerangka Pemikiran ........................................................................................ 24. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sifat Penelitian ................................................................................ 25 3.1.1 Paradigma Penelitian ............................................................................ 26 3.2 Metode Penelitian............................................................................................ 27 3.3 Unit Analisis ................................................................................................... 28 3.4 Teknik Pengumpulan Data .............................................................................. 29 3.5 Keabsahan Data ............................................................................................... 30 3.6 Teknik Analisis Data ....................................................................................... 30. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Subjek/Objek Penelitian .................................................................................. 35 4.1.1 Deskripsi Produksi Film Sapu Tangan Fang Yin ................................. 35 4.1.2 Sinopsis Film Sapu Tangan Fang Yin .................................................. 37 4.1.3 Gambaran Tokoh Sapu Tangan Fang Yin ............................................ 41 4.1.3.1 Gambaran Tokoh Fang Yin ...................................................... 41. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. x.

(12) 4.1.3.2 Gambaran Tokoh Papa ............................................................. 46 4.1.3.3 Gambaran Tokoh Sang Penyair ................................................ 49 4.1.3.4 Gambaran Tokoh Raisa ............................................................ 51 4.1.3.4 Gambaran Tokoh Albert ........................................................... 53 4.2 Hasil Penelitian ............................................................................................... 54 4.2.1 Hasil Penelitian Nonvisual.................................................................... 54 4.2.1.1 Scene massa meneriakan kata ‘Cina’........................................ 55 4.2.1.2 Voice Over Sang Penyair scene kerusuhan............................... 56 4.2.1.3 Scene Papa meminta bantuan kepada pengacara ...................... 57 4.2.1.4 Scene Papa di kantor polisi ....................................................... 59 4.2.1.5 Voice Over scene Fang Yin dan keluarga pindah ke Amerika . 61 4.2.1.5 Scene Fang Yin bersama Raisa di sebuah café di Amerika ...... 62 4.2.1.6 Scene permohonan Fang Yin ganti kewarganegaraan .............. 64 4.2.2 Hasil Penelitian Visual.......................................................................... 65 4.2.2.1 Scene massa melakukan kekerasan kepada keluarga Ming ...... 66 4.2.2.2 Scene Ayah Tan membunuh keluarga dan dirinya sendiri ....... 68 4.2.2.3 Scene Fang Yin diperkosa ........................................................ 72 4.2.2.3 Scene Papa di kantor polisi ....................................................... 74 4.2.2.3 Scene Ahli Spritual datang ke rumah sakit ............................... 76 4.2.2.3 Scene Fang Yin teringat ketika diperkosa ................................ 77 4.2.2.3 Scene Fang Yin menghitamkan Indonesia pada peta dunia ..... 80 4.3 Pembahasan ..................................................................................................... 81. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. xi.

(13) BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ........................................................................................................ 85 5.2 Saran .............................................................................................................. 86 5.2.1 Saran Akademik .................................................................................... 86 5.2.2 Saran Praktis ......................................................................................... 86. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. xii.

(14) DAFTAR TABEL. Tabel 2.1 Penelitian Sejenis Terdahulu ................................................................... 9 Tabel 3.1 Penjelasan Paradigma Konstruktivis ..................................................... 26 Tabel 3.2 Elemen-elemen Bahasa Gambar ........................................................... 32 Tabel 4.1 Analisis Gambaran Tokoh Fang Yin .................................................... 41 Tabel 4.2 Analisis Gambaran Tokoh Papa ............................................................ 46 Tabel 4.3 Analisis Gambaran Tokoh Sang Penyair .............................................. 49 Tabel 4.4 Analisis Gambaran Tokoh Raisa........................................................... 51 Tabel 4.5 Analisis Gambaran Tokoh Albert Kho ................................................. 53 Tabel 4.6 Analisis Tanda Visual 4.2.1.1 .............................................................. 55 Tabel 4.7 Analisis Tanda Visual 4.2.1.2 .............................................................. 56 Tabel 4.8 Analisis Tanda Visual 4.2.1.3 .............................................................. 57 Tabel 4.9 Analisis Tanda Visual 4.2.1.4 .............................................................. 59 Tabel 4.10 Analisis Tanda Visual 4.2.1.5 ............................................................ 61 Tabel 4.11 Analisis Tanda Visual 4.2.1.6 ............................................................ 62 Tabel 4.6 Analisis Tanda Visual 4.2.1.7 .............................................................. 64 Tabel 4.6 Analisis Tanda Non Visual 4.2.2.1 ...................................................... 66. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. xiii.

(15) Tabel 4.6 Analisis Tanda Non Visual 4.2.2.1 ...................................................... 68 Tabel 4.6 Analisis Tanda Non Visual 4.2.2.1 ...................................................... 72 Tabel 4.6 Analisis Tanda Non Visual 4.2.2.1 ...................................................... 74 Tabel 4.6 Analisis Tanda Non Visual 4.2.2.1 ...................................................... 76 Tabel 4.6 Analisis Tanda Non Visual 4.2.2.1 ...................................................... 77 Tabel 4.6 Analisis Tanda Non Visual 4.2.2.1 ...................................................... 80. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. xiv.

(16) DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Segitiga Semiotik Peirce ................................................................... 13 Gambar 2.2 Model Semiosis Tak Terbatas Peirce ................................................ 14 Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian ......................................................... 24 Gambar 3.1 Kategori Tipe Tanda dari Peirce ....................................................... 31 Gambar 3.2 Kerangka Analisis Penelitian Data .................................................... 34 Gambar 4.1 Cuplikan Film Sapu Tangan Fang Yin .............................................. 35 Gambar 4.2 Fang Yin Membagikan Angpao ........................................................ 41 Gambar 4.2 Pakaian Sehari-hari Fang Yin yang Berwarna Abu-abu ................... 42 Gambar 4.2 Fang Yin yang Tertutup .................................................................... 42 Gambar 4.2 Tokoh Fang Yin ................................................................................ 43 Gambar 4.2 Pakaian Abu-abu yang Papa Kenakan .............................................. 46 Gambar 4.2 Tokoh Papa ........................................................................................ 47 Gambar 4.2 Pakaian Hitam Sang Penyair ............................................................. 49 Gambar 4.2 Tokoh Sang Penyair .......................................................................... 51 Gambar 4.2 Tokoh Raisa....................................................................................... 52 Gambar 4.2 Kedekatan Albert dengan Fang Yin .................................................. 53. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. xv.

(17) Gambar 4.2 Tokoh Albert Kho ............................................................................. 54 Gambar 4.2 Pakaian Putih yang Dikenakan Ming dan Istri .................................. 66 Gambar 4.2 Keluarga Ming Dipukuli dan Dianiaya ............................................. 66 Gambar 4.2 Scene Massa Melakukan Kekerasan Kepada Keluarga Ming ........... 67 Gambar 4.2 Ayah Tan Menembak Keluarganya................................................... 68 Gambar 4.2 Ayah Tan Bunuh Diri ........................................................................ 69 Gambar 4.2 Scene Keluarga Tan Mencoba Melindungi Diri ................................ 69 Gambar 4.2 Scene Fang Yin Diperkosa ................................................................ 72 Gambar 4.2 Papan Nama Kantor Polisi ................................................................ 74 Gambar 4.2 Gerak Tubuh Polisi ........................................................................... 74 Gambar 4.2 Ahli Spiritual ..................................................................................... 76 Gambar 4.2 Fang Yin Ketakutan .......................................................................... 77 Gambar 4.2 Fang Yin Menutup Wajahnya ........................................................... 78 Gambar 4.2 Scene Fang Yin Teringat Ketika Diperkosa ...................................... 78 Gambar 4.2 Fang Yin Menghitamkan Indonesia di Peta Dunia ........................... 80. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. xvi.

(18) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut McQuail (1987: 13) film telah berkembang tidak hanya sebagai media hiburan yang digunakan untuk mengisi waktu luang. Saat krisis sosial terjadi, film seringkali digunakan sebagai alat propaganda, terutama dalam kepentingan nasional atau sosial. Hal ini dilihat dari besarnya jangkauan, dampak emosional dan kepopuleran film di tengah masyarakat. Film-film hiburan yang populer atau bahkan film yang terkesan bebas politik dapat menggunakan teknik marketing untuk melakukan kontrol sosial dan membentuk budaya massa. Sumarno (1996:29) menambahkan bahwa film memiliki kemampuan kreatif untuk menciptakan suatu realitas rekaan sebagai bandingan terhadap realitasyang ada. Realitas yang dikonstruksi oleh pembuat film mengakat nilai dan budaya yang berkembang di masyarakat. Namun film juga mampu menciptakan realitas rekaan untuk membentuk nilai dan budaya baru di masyarakat. Seperti yang dikatakan Trianton (2013: 51) dalam bukunya, film merupakan cerminan kondisi masyarakat. Nilai, norma dan gaya hidup yang berlaku pada masyarakat disajikan dalam film yang diproduksi. Namun, di sisi lain, film juga berkuasa menetapkan nilai-nilai yang penting dan perlu dianut oleh masyarakat, bahkan nilai-nilai yang rusak sekalipun. Dari beebagai pandangan tentang film di atas dapat disimpulkan bahwa film memiliki kemampuan untuk membentuk kontrol sosial ataupun budaya massa. 1 Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015.

(19) dengan melibatkan kemampuan kreatif dalam mengkonstruksi realitas. Realitas yang dikonstruksi dapat merupakan cerminan kondisi masyarakat atau bahkan suatu rekaan agar dapat diterima dan dianut masyarakat. Film Sapu Tangan Fang Yin merupakan salah satu film pendek yang mengangkat realitas dari tragedi kerusuhan Mei 1998. Film ini mengisahkan tindak kekerasan kepada warga keturunan Tionghoa pada saat kerusuhan terjadi. Fang Yin merupakan tokoh utama dalam film ini adalah salah seorang gadis keturunan Tionghoa yang mejadi salah satu korban kekerasan. Sebelum peristiwa itu terjadi, ia memiliki mimpi-mimpi untuk menolong anak-anak jalanan untuk bisa mendapatkan tempat tinggal dan pendidikan yang layak. Namun, mimpimimpi itu kandas setelah ia diperkosa oleh sekumpulan pemuda pada saat terjadi kerusuhan. Ia beserta keluarganya mencoba menuntut keadilan lewat jalan hukum namun tidak membuahkan hasil. Akhirnya, Fang Yin beserta keluarga pindah ke Amerika Serikat untuk perlindungan diri. Fang Yin mengalami trauma dan ingin melupakan Indonesia yang telah memberikan kenangan pahit. Ia bahkan mencoba mengubah kewarganegaraannya karena merasa tidak aman di bawah perlindungan hukum Indonesia yang dianggap mengabaikan warga keturunan Tionghoa. Seperti yang dilansir pada website inspirasi.co yaitu website yang didirikan Denny Januar Ali (eksekutif produser Sapu Tangan Fang Yin) bersama Fahd Djibran, menyatakan film ini merupakan salah satu film dari empat film lainnya yang sengaja diciptakan untuk mempopulerkan gagasan Indonesia Tanpa Diskriminasi (ITD). Kampanye ini menyorot isu-isu diskriminasi di Indonesia terutama yang justru lebih intens terjadi di era reformasi paska 1998. Dalam. 2 Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015.

(20) semangat anti-diskriminasi, kampanye ini telah melakukan beberapa kegiatan seperti mengadakan “Pekan Indonesia Tanpa Diskriminasi” yang diadakan pada 21 sampai 24 Oktober 2012 dan diakhiri dengan deklarasi Hari ITD pada tanggal 28 Oktober. Selain itu, ada pula pameran bertemakan “Indonesia Tanpa Diskriminasi” pada 11 sampai 18 Desember 2012 di Pisa Café, Jakarta Selatan. Di kedua kegiatan itu Sapu Tangan Fang Yin dipertontonkan. Gerakan ini juga terus melangsungkan acara diskusi dan nonton bersama film-film ITD di banyak tempat dan komunitas sebagai bentuk silahturahmi batiniah dan pengutan komunitas ITD. Hal ini dilakukan dengan harapan dapat mewujudkan masyarakat Indonesia yang lebih ramah terhadap keragaman dan menampik diskriminasi. Tidak hanya mengangkat masalah etnis, kampanye yang diprakarsai oleh Denny JA ini juga mengangkat isu diskriminasi agama, kepercayaan, gender, bahkan orientasi seksual. Diskriminasi sendiri seperti yang dikatakan Tan (2008:265) bertalian dengan perilaku yang membedakan berdasarkan ras, asal-usul etnis, agama, warna kulit, gender, umur, keadaan sosial ekonomis, keadaan fisik, mental dan sebagainya. Diskriminasi biasanya muncul dalam hubungan antarkelompok mayoritas dan minoritas dalam segi kuantitatif maupun status sosial. Bagi Tan manusia bekumpul dan membentuk kelompok adalah suatu hal yang lumrah, namun menjadi masalah ketika kelompok lain dipandang dan diperlakukan berbeda dengan cara yang merugikan ataupun permusuhan. Isu diskriminasi yang diangkat dalam Sapu Tangan Fang Yin merupakan konstruksi dari gambaran realitas etnis Tionghoa yang merasa terdiskriminasi. 3 Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015.

(21) ketika dan setelah reformasi. Gambaran realitas ini dikonstruksikan melalui tanda verbal maupun nonverbal dalam karya seni sinematografi. Seperti yang dikatakan Baker (2009:9) bagaimana dunia dikonstruksi dan ditampilkan secara sosial kepada dan oleh masyarakat itulah yang disebut representasi. Dari latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk menganalisis representasi diskriminasi dalam film berjudul Sapu Tangan Fang Yin. Dalam film ini representasi diskriminasi seakan memberikan kilas balik masa kelam Indonesia. Diskriminasi terhadap etnis Tionghoa dalam film ini hanyalah sedikit gambaran mengenai hilangnya moralitas dan nilai kemanusiaan yang terjadi di Indonesia saat kerusuhan 1998 terjadi. Tidak hanya itu, film ini juga seakan menjadi sebuah gong pengingat mengenai sejarah hitam yang perlu dijadikan sebuah pelajaran bagi masyarakat sehingga peristiwa diskriminasi ini tidak terulang lagi atau bahkan bisa dicegah. Oleh karena itu, penting untuk mengulas dan menganalisis film ini dalam sebuah penelitian ilmiah agar pesan-pesan yang dikontruksi dalam film ini juga mampu dimaknai masyarakat.. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian Bedasarkan apa yang telah dijelaskan pada latar belakang penelitian dan fokus penelitian, maka yang akan diteliti adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana tanda visual dan non-visual pada film Sapu Tangan Fang Yin merepresentasikan diskriminasi terhadap etnis Tionghoa?. 4 Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015.

(22) 2. Apa saja bentuk-bentuk diskriminasi terhadap etnis Tionghoa yang tertuang dalam tanda visual dan nonvisual pada film Sapu Tangan Fang Yin? 3. Apa saja bentuk konsekuensi negatif dari diskriminasi etnis Tionghoa yang tertuang dalam tanda visual dan nonvisual pada film Sapu Tangan Fang Yin?. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk menjawab pertanyaan diatas, yaitu 1. Mendeskripsikan dan menganalisis tanda-tanda visual dan nonvisual pada film Sapu Tangan Fang Yin merepresentasikan diskriminasi terhadap etnis Tionghoa. 2. Mendeskripsikan dan menganalisis bentuk-bentuk diskriminasi terhadap etnis Tionghoa yang tertuang dalam tanda visual dan nonvisual dari film Sapu Tangan Fang Yin 3. Mendeskripsikan dan menganalisis bentuk konsekuensi negatif dari diskriminasi etnis Tionghoa yang tertuang dalam tanda visual dan nonvisual dari film Sapu Tangan Fang Yin.. 5 Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015.

(23) 1.4 Signifikansi Penelitian Signifikansi dari penelitian ini dapat dilihat dalam dua jenis pandangan, yaitu signifikansi akademik dan praktis. 1.4.1 Signifikansi Akademik Dalam signifikansi akademik, penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dan referensi yang bermanfaat dalam pengembangan ilmu komunikasi terutama dalam memberikan gambaran dalam menganalisis konstruksi media. Penelitian ini juga dapat dijadikan tambahan referensi mengenai analisis dan penelitian mengenai teks media, terutama film, dengan semiotika. Hasil penelitian juga dapat dijadikan referensi untuk meneliti bagaimana film melakukan konstruksi realitas dengan manipulasi tanda-tanda visual dan non-visual. 1.4.2 Signifikansi Praktis Signifikansi praktis yang dapat diambil dari penelitian ini adalah agar bisa menumbuhkan sikap kritis masyarakat terhadap media sehingga masyarakat mampu menelaah nilai-nilai moral dalam suatu film. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat membuat masyarakat memahami nilai-nilai diskriminasi yang terdapat dalam film Sapu Tangan Fang Yin sehingga tindakan diskriminasi dapat dicegah terutama di lingkungannya.. 6 Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015.

(24) BAB II KERANGKA PEMIKIRAN. 2.1 Penelitian Sejenis Terdahulu Sebagai bahan acuan referensi, peneliti menggunakan dua penelitian yang terkait dengan penelitian yang akan dibuat. Adapun kedua penelitian tersebut adalah Analisis Hubungan Prasangka dan Diskriminasi Terhadap Orang Kulit Hitam dalam Film The Help oleh Widya Utami Ketuyahman (2013), alumnus Universitas Indonesia dan Representasi Anti Korupsi Dalam Film (Sebuah Analisis Semiotika Peirce Pada Film Selamat Siang, Risa) oleh Fenny Djaja (2014), alumnus Universitas Multimedia Nusantara. Pertama, Analisis Hubungan Prasangka dan Diskriminasi Terhadap Orang Kulit Hitam dalam Film The Help adalah penelitian yang membahas tentang hubungan yang membentuk rasisme terstruktur dalam filmnya. Skripsi ini bertujuan untuk menunjukan adanya prasangka yang menyebabkan diskriminasi orang kulit hitam terkait pemisahan antara orang kulit putih dan orang kulit hitam dan menunjukan adanya hubungan antara prasangka atas kulit hitam dan diskriminasi yang dilakukan dan hubungan yang seperti apakah yang ditunjukan. Dalam menganalisis film The Help, penelitinya menggunakan metode penelitian kualitatif dengan analisis wacana yang dikaitkan dengan teori prasangka dan diskriminasi oleh McLemore. Sebagai hasilnya, penelitian ini. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. 7.

(25) mampu menunjukan bahwa film The Help menampilkan gambaran mengenai kehidupan diskriminasi yang muncul karena adanya prasangka. Tidak hanya itu, diskriminasi yang sudah menjadi turun-temurun ternyata juga menyebabkan prasangka. Hubungan timbal balik ini yang menguatkan struktur rasial sehingga menjadi suatu hal yang sistematis dan tersturktur. Hal tersebut terwujud melalui penelitian karakter para tokoh dan alur cerita dari film The Help. Kedua, penelitian Fenny Djaja yang berjudul Representasi Anti Korupsi Dalam Film (Sebuah Analisis Semiotika Peirce Pada Film Selamat Siang, Risa). Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya tanda-tanda, makna dari tanda tersebut pada film Selamat Siang, Risa yang mempresentasikan anti korupsi. Selain itu, penelitian ini juga memiliki tujuan mengungkapkan apakah tanda-tanda dari analisis tadi dapat memperkuat tujuan film sebagai upaya pencegahan korupsi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan semiotika Peirce untuk analisisnya. Penelitian ini berhasil menunjukan bahwa tanda visual dan non visual dalam film Selamat Siang, Risa mempresentasikan anti korupsi. Tujuan film untuk mencegah korupsi di Indonesia juga sudah tersampaikan dengan baik melalui isi film ini. Hal ini terungakap melalui penelitian terhadap karateristik tokoh-tokoh, organisasi, tanda visual dan non visual , dan sekuens (scene and shot) yang terdapat dalam film.. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. 8.

(26) Tabel 2.1 Penelitian Sejenis Terdahulu Konteks. Peneliti I. Peneliti II. Peneliti. Judul Penelitian. Analisis Hubungan Prasangka dan Diskriminasi Terhadap Orang Kulit Hitam dalam Film The Help. Representasi Anti Korupsi Dalam Film (Sebuah Analisis Semiotika Peirce Pada Film Selamat Siang, Risa). Representasi Diskriminasi Etnis Tionghoa dalam Film Sapu Tangan Fang Yin: Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce. -. -. membuktikan adanya tandatanda, makna dari tanda tersebut pada film Selamat Siang, Risa yang mempresentasikan anti korupsi. -. -. mengungkapkan apakah tandatanda dari analisis tadi dapat memperkuat tujuan film sebagai upaya pencegahan korupsi di Indonesia.. Mendeskripsikan dan menganalisis tanda-tanda visual dan nonvisual pada film pendek Sapu Tangan Fang Yin merepresentasikan diskriminasi terhadap etnis Tionghoa.. -. Mendeskripsikan dan menganalisis tanda-tanda visual dan nonvisual dari efek diskriminasi terhadap etnis Tionghoa yang tertuang dalam film pendek Sapu Tangan Fang Yin. Tujuan Penelitian. Metode dan Teori Penelitian. -. menunjukan adanya prasangka yang menyebabkan disriminasi orang kulit hitam terkait pemisahan antara orang kulit putih dan orang kulit hitam. menunjukan adanya hubungan antara prasangka atas kulit hitam dan diskriminasi yang dilakukan dan hubungan yang seperti apakah yang ditunjukan. Analisis Isi Wacana dengan Teori Prasangka dan Diskriminasi McLemore. Analisis Semiotika dengan Teori Semiotika Peirce. Analisis Semiotika dengan Teori Semiotika Peirce. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. 9.

(27) Hasil Penelitian. Penelitian ini mampu Penelitian ini berhasil menunjukan bahwa menunjukan bahwa film The Help dari tanda visual dan non menampilkan visual dalam film gambaran mengenai Selamat Siang, Risa kehidupan mempresentasikan diskriminasi yang anti korupsi. Tujuan muncul karena adanya film untuk mencegah prasangka. Tidak korupsi di Indonesia hanya itu, diskriminasi juga sudah yang sudah menjadi tersampaikan dengan turun-temurun baik melalui isi film menyebabkan ini. Hal ini terungakap prasangka. Hubungan melalui penelitian timbale balik ini yang terhadap karateristik menguatkan struktur tokoh-tokoh, rasial sehingga organisasi, tanda menjadi suatu hal visual dan nonvisual , yang sistematis dan dan sekuens (scene tersturktur. Hal and shot) yang tersebut terwujud terdapat dalam film. melalui penelitian karakter para tokoh dan alur cerita dari film The Help.. Penelitian ini menunjukan bahwa tanda visual dan non visual dalam film Sapu Tangan Fang Yin akan mempresentasikan diskriminasi etnis Tionghoa. Hal tersbut akan terungkap melalui penelitian terhadap analisis tokoh, tanda visual dan nonvisual, serta scene and shot yang terdapat dalam film.. Perbedaan Penelitian dengan Peneliti. Penilitian Widya Utami Ketuyahman menggunakan metode analisis isi wacana yang dikatikan dengan teori prasangka dan diskriminasi dari McLemore dan objek penelitian adalah film The Help.. Penelitian ini menggunakan metode analisis semiotika Charles Sanders Peirce dan objek penelitian ini adalah representasi diskriminasi etnis TIoghoa dalam film Sapu Tangan Fang Yin.. Objek penelitian dari Fenny Djaja adalah representasi antikorupsi dalam film Selamat Siang Risa.. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. 10.

(28) 2.2 Teori dan Konsep yang Digunakan 2.2.1. Teori Semiotika Chandler (2007:2) berpendapat bahwa semiotika adalah ilmu mengenai. tanda yang merupakan penandaan dari sesuatu selain dirinya sendiri. Tanda dapat berupa kata-kata gambar, suara, gerakan dan suatu objek. Para ahli semiotik mempelajari bahwa tanda tidak dimaknai secara terisolir. Mereka mempelajari bagaimana makna dibuat dan bagaimana realitas diwakili. Menurut John Fiske (2011: 61-62) semiotika mempunyai tiga bidang studi utama, yaitu: 1) Tanda itu sendiri yang terdiri atas studi tentang berbagai tanda berberda, cara tanda-tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan tanda dan cara tanda-tanda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya. Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya dipahami oleh manusia yang menggunakannya. 2) Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencangkup cara berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat atau budaya atau untuk mengeksploitasi saluran komunikasi yang tersedia untuk mentransmisikannya. 3) Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan kode-kode atau tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri.. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. 11.

(29) Dari ketiga daerah utama studi semiotika tersebut, maka dapat diketahui konsep dasar dari model segitiga makna, yaitu (a) tanda, (b) objek yang diacu dan (c) pengguna tanda. Menurut Fiske (2011:68) proses pemaknaan pada semiotika merupakan proses yang aktif. Hal ini dikarenakan semiotika memandang komunikasi sebagai pembangkit makna dalam pesan yang merupakan hasil dari interaksi dinamis antara tanda, intepretant, dan objek. Oleh karena itu pula, makna ditempatkan secara historis dan mungkin akan berubah seiring dengan perjalanan waktu. 2.2.1.1 Teori Semiotika Peirce Charles Sanders Peirce merupakan filsuf dan ahli logika pragmatis Amerika yang menganggap bahwa semiotika adalah logika yang harus mempelajari bagaimana orang bernalar. Dalam bukunya, Basic Semiotic, Chandler (2007: 29) mengatakan bahwa.Peirce memberikan sumbangsih dalam semiotika dengan menawarkan formulanya sendiri mengenai semiotika yang dikenal dengan istilah triadik, yang terdiri dari: 1) Representamen yaitu tanda pertama dalam suatu hal atau dikenal dengan sarana tanda. 2) Objek, yaitu tanda yang diwakili, dan 3) Interpretan, yaitu hubungan dari objek ke reprasentmen dan dilengkapi dengan proses penafsiran. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. 12.

(30) Tanda yang memenuhi syarat tergantung kepada tiga elemen ini. Tanda merupakan gabungan dari apa yang disampaikan (objek), bagaimana hal tersebut disampaikan (representman) dan bagaimana hal itu diinterpretasikan (intepretan). Interaksi antara ketiganya yang disebut Peirce sebagai proses semiosis. Proses ini dapat dipahami melalui model yang digambarkan dalam buku Chandler (2007: 30) seperti di bawah ini.. interpretant. representamen - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - object Gambar 2.1 Segitiga Semiotik Peirce Peirce beranggapan titik berat dalam penciptaan kesadaran termasuk adanya penolakan penyamaan konten dan maknanya. Dalam artian, makna dari sebuah tanda tidak terkandung di dalam konten, tetapi diciptakan dalam intrepretasi kontennya. Misalnya seperti yang digambarkan oleh Roderick Munday yang dikutip Chandler (2007: 31) dalam bukunya: Tiga elemen yang membentuk fungsi tanda digambarkan seperti label pada kotak buram yang berisi objek. Pada awalnya fakta belaka bahwa ada kotak dengan label di atasnya menunjukkan bahwa mengandung sesuatu, dan kemudian ketika kita membaca label, kita menemukan apa sesuatu itu. Proses semiosis atau decoding tanda, adalah sebagai berikut. Hal pertama yang diperhatikan (representamen) adalah kotak dan label; ini mendorong kesadaran bahwa ada sesuatu yang di dalam kotak (objek). Realisasi ini, serta pengetahuan tentang apa isi kotak,. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. 13.

(31) disediakan oleh penafsir. 'Membaca label' sebenarnya hanya sebuah metafora untuk proses decoding tanda. Yang penting untuk disadari di sini adalah bahwa objek tanda selalu tersembunyi. Kita tidak bisa benar-benar membuka kotak itu dan memeriksanya secara langsung. Alasan untuk itu adalah sederhana: jika objek dapat diketahui secara langsung, tidak akan ada kebutuhan tanda untuk mewakilinya. Kita hanya tahu tentang objek dari memperhatikan label dan kotak dan kemudian 'membaca label' dan membentuk gambaran mental dari objek dalam pikiran kita. Oleh karena itu objek tersembunyi dari tanda hanya dibawa ke realisasi melalui interaksi dari representamen, objek dan penafsir tersebut. Mengutip dari pemikiran Umberto Eco pada buku Chandler (2007: 32), konsep Peirce yang sangat dinamis dalam proses semoisis menyebabkan serangkaian interpretasi yang berturut-turut. Hal ini yang disebut Umberto Eco sebagai unlimited semiosis. Proses ini dapat membuat intepretan berubah menjadi representamen. Proses ini digambarkan dalam model dibawah ini.. r i. r. r. oo. i. r. o. Gambar 2.2 Model Semiosis Tak Terbatas Pierce. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. 14.

(32) 2.2.2. Konsep Representasi. Representasi merupakan tindakan menghadirkan atau mempresentasikan sesuatu lewat sesuatu yang lain di luar dirinya, biasanya berupa tanda atau simbol. Untuk mengetahui pemaknaan dari representasi dalam tanda, maka dibutuhkan eksplorasi pembentukan makna. Seperti yang dikatakan Baker (2000:9) praktik pemaknaan representasi mengharuskan masyarakat mengeksplorasi pembentukan makna tekstual juga penyelidikan tentang cara dihasilkannya makna pada beragam konteks. Hal ini dilakukan karena representasi dan makna budaya itu sendiri memiliki materialitas tertentu. Mereka melekat pada bunyi, prasasti, objek, citra, buku, majalah dan program televisi. Mereka diproduksi, ditampilkan dan dipahami dalam konteks sosial tertentu sebagai suatu yang wajar, terlihat alamiah dan seperti kenyataannya. Eriyanto (2001:113) menerangkan bahwa dalam konsep representasi ada dua hal penting. Pertama, apakah realitas, seseorang, sekelompok orang, atau gagasan ditampilkan sebagaimana mestinya dan kedua, bagaimana realitas, seseorang, sekelompok orang, atau gagasan tersebut ditampilkan. Representasi berkaitan dengan proses aktif dalam pemilihan dan penyampaian juga penyusunan dan pembentukan. Representasi bukan hanya menyampaikan makna yang memang sudah ada, tapi juga merupakan usaha untuk membuat sesuatu memiliki makna tertentu Menurut Eriyanto (2001: 114) dalam mempresentasikan sesuatu setidaknya ada tiga proses yang dilalui oleh pembuat teks media. Pertama adalah peristiwa. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. 15.

(33) yang ditandakan (encode) sebagai realistis dikonstuksikan sebagai realitas oleh media. Dalam bahasa gambar, proses ini biasanya berhubungan dengan aspek pakaian, lingkungan, ucapan dan ekspresi. Tahap kedua melibatkan penggunaan perangkat teknis yang digunakan media untuk menggambarkan realitas. Bahasa gambarnnya dapat berupa, gerak kamera, pencahayaan, penyutingan, atau musik. Proses terakhir merupakan proses pengorganiasasian realitas tersebut ke dalam konveksi-konveksi yang diteriman secara ideologis. Dalam hal ini kode-kode representasi dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam koherensi seperti kelas sosial kepercayaan dominan dalam masyarakat. 2.2.3. Konsep Film sebagai Konstruksi Realitas Sosial. Trianton (2013:1) menerangkan bahwa berdasarkan dengan Undang-undang No. 23 Tahun 2009 tentang Perfilman, Pasal 1 menyebutkan bahwa film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukan. Sebagai pengamat film, Trianton (2013:3-6) menjelaskan bahwa awalnya film dikenal sebagai media hiburan semata. Namun, ternyata selain sebagai alat hiburan, film juga merupakan sumber informasi, alat pendidikan dan cerminan nilai-nilai sosial budaya suatu bangsa. Bahkan film dianggap alat yang efektif dalam menyampaikan pesan. Hal tersebut dikarenakan film dapat merangsang pikiran, perasaan atau emosi penontonya sehingga mengalami penghayatan dan. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. 16.

(34) secara tidak sadar menyamakan atau mengidentifikasikan pribadinya dengan peran-peran, peristiwa yang dialami dalam tokoh yang ada dalam film. Film juga terbukti memiliki kemampuan kreatif untuk menciptakan suatu konstruksi realitas sosial sebagai bandingan terhadap realitas. Sumarno (1996:29) menjelaskan bahwa realitas yang ditampilkan dalam film adalah realitas yang dibangun oleh pembuat film. Mereka mengangkat nilai-nilai atau unsur budaya yang terdapat dalam masyarakat atau bahkan sebaliknya, realitas rekaan yang ditampilkan dalam film kemudian sengaja dibuat agar dapat diikuti oleh penonton. Konstruksi realitas sosial yang dibangun oleh pembuat film disesuaikan dengan realitas keseharian masyarakat, mulai dari konsep dan kesadaran umum sampai wacana publik. Hal inilah yang kemudian membuat film menjadi alat yang efektif untuk melakukan kontrol sosial dengan menanamkan nilai-nilai positif ataupun negatif kepada masyarakat terutama ketika terjadi konflik sosial. Seperti yang dikatakan McQuail (1987: 13) bahwa film seringkali digunakan sebagai alat propaganda, terutama dalam kepentingan nasional atau sosial saat krisis sosial terjadi. Film-film hiburan yang populer atau bahkan film yang terkesan bebas politik dapat menggunakan teknik marketing untuk melakukan kontrol sosial dan membentuk budaya massa. Film memiliki nilai seni tersendiri karena film tercipta sebagai sebuah karya dari tenaga-tenaga kreatif yang professional di bidangnya. Menurut Sumarno (1996:10) film dapat dikelompokan ke dalam dua pembagian besar, kategori film cerita dan kategori film non cerita. Film cerita merupakan film yang diproduksi. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. 17.

(35) berdasarkan cerita yang dikarang dan dimainkan oleh aktor dan aktris. Sedangkan, film noncerita merupakan kategori film yang mengambil kenyataan sebagai subjeknya. Selain itu, menurut Trianton (2013:24) film juga dikelompokan menurut jenisnya, yaitu film dokumenter, cerita pendek, cerita panjang, profil perusahaan, iklan televisi, program televisi dan video klip. Menurut Trianton (2013:43-44) Film cerita pendek sering juga disebut film indie karena proses produksinya tidak membutuhkan dana yang besar dan durasinya pendek. Film ini menjadi bentuk perlawanan atas dominasi tema, rumah produksi, bahasa dan sebagainya. Film ini dibuat untuk mengekspreskan idealisme pembuatnya dan tidak terikat dengan sistem audio. 2.2.4. Konsep Diskriminasi Diskriminasi menurut UU No. 39 tahun 1999 Pasal 1 ayat (3) tentang Hak. Asasai Manusia, diartikan sebagai: Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan, atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya.. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. 18.

(36) Dalam bukunya, Liliweri (2005: 218) menjelaskan bahwa diskriminasi berkaitan dengan prasangka. Keduanya saling menguatkan, yang mana prasangka dipandang sebagai ideologi atau keyakinan dan diskriminasi adalah terapan ideologi tersebut. Doob seperti yang dikutip Liliweri (2005: 29) juga menambahkan bahwa secara teoritis diskriminasi dapat dilakukan melalui kebijakan untuk mengurangi, memusnahkan, menaklukan, memindahkan, melindungi secara legal, menciptakan pluralisme budaya, dan mengasimilasi kelompok lain. Ini berarti, sikap diskriminasi tak lain adalah suatu kompleks berpikir, berperasaan dan kecenderungan untuk berperilaku maupun bertindak membeda-bedakan. Sitabuana (2014: 19) menjelaskan bahwa pembedaan ini dapat berbentuk “normatif” yang wujudnya dapat berupa tindakan membedakan aturan hukum yang diberlakukan terhadap pihak-pihak tertentu, dan berbentuk “kategoris” yang berwujud tindakan membeda-bedakan perlakuan status sosial, budaya, ras, agama, suku bangsa (etnis), dan jenis kelamin. Sitabuana (2014:20) mengutip dari Rhona Smith juga mengatakan bahwa diskriminasi dapat pula berupa “diskriminasi langsung” dan “diskriminasi tidak langsung”. Diskriminasi langsung terjadi ketika seseorang atau sekelompok orang baik secara langsugng maupun tidak langsung diperlakukan dengan berbeda dari lainnya. Sedangkan diskriminasi tidak langsung muncul ketika dampak dari hukum atau dalam praktik hukum merupakan bentuk diskriminasi, walaupun hal itu tidak ditujukan untuk tujuan diskriminasi.. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. 19.

(37) Sitabuana (2014:20) juga menambahkan diskriminasi juga dapat berupa tindakan afirmatif (positive discrimination) yang dilakukan dan dilegalkan oleh negara sebagai upaya meningkatkan hak atau kesempatan bagi orang atau sekelompok orang yang semula tidak atau kurang beruntung agar dalam jangka waktu tertentu dapat mengalami kemajuan. Namun, di berbagai negara ada pula diskriminasi yang mengatas-namakan “demi negara/bangsa” dipergunakan untuk membenarkan kebijakan negara yang diskriminatif, yang bisa diformulasikan dalam bentuk hukum positif (explicit discrimination) atau secara diam-diam (implicit discrimination). Berdasarkan Vaughan dan Hogg (2010: 196) bentuk-bentuk diskriminasi dapat dilakukan lewat tindakan-tindakan seperti berikut: 1) Menolak untuk menolong Tindakan ini dimaksudkan agar kelompok lain tetap berada dalam posisi yang kurang beruntung. 2) Tokenisme Tokenisme merupakan tindakan membuat publik konsesi kecil untuk kelompok minoritas agar nantinya dapat digunakan sebagai pembelaan dan pembenaran bahwa seseorang sudah melakukan hal yang tidak melanggar diskriminasi. 3) Reserve Discrimination Praktik ini dimaksudkan dengan melakukan diskriminasi yang menguntungkan pihak yang biasanya menjadi target prasangka dan. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. 20.

(38) diskriminasi dengan maksud agar mendapat pembenaran dan terbebas dari tuduhan melakukan prasangka atau diskriminasi. Tidak hanya itu, biasanya diskriminasi juga dilakukan melalui tindakan kekerasan terhadap seseorang atau suatu kelompok tertentu yang dianggap berbeda. Fulthoni (2009:9) menjelaskan ada beberapa jenis diskriminasi yang sering terjadi berdasarkan pembedaan-pembedaan yang dilakukan. Berikut adalah jenis-jenis diksriminasi yang sering terjadi: a) diskriminasi berdasarkan suku atau etnis, ras, dan agama atau keyakinan, b) diskriminasi berdasarkan jenis kelamin dan gender, c) diskriminasi terhadap penyandang cacat, d) diskriminasi terhadap penderita HIV/AIDS, dan e) diskriminasi karena kasta sosial. Adapun sikap-sikap diskriminatif yang dilakukan dapat menciptakan konsekuensi negatif bagi mereka yang menjadi korbannya. Fulthoni (2009:10) menjelaskan beberapa konsekuensi negatif dari diskriminasi, diantaranya adalah perasaan teralienasi, rendah diri, dan tertekan atau terpojok. 2.2.4.1 Diskriminasi Etnis Tionghoa di Indonesia Diskriminasi terhadap warga Tionghoa yang seringkali terjadi di Indonesia diawali karena adanya stigma dan prasangka yang telah terpupuk dari masa lalu. Seperti yang dikatakan Gie (1198: 16-17), sikap atau perilaku diskriminatif terhadap etnis Tionghoa sudah terjadi sejak zaman kolonial Belanda. Sikap ini. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. 21.

(39) diawali dari pemisahan antara etnis nonpribumi dengan pribumi kemudian dilanjutkan dengan pemisahan, pembantaian dan penjarahan kawasan pecinaan. Pada masa penjajahan Belanda orang-orang Tionghoa dibantai di kawasan Tanah Abang dan Angke. Pembantaian dan penjarahan orang-orang Tionghoa juga berlanjut di mana-mana di Indonesia selama zaman penjajahan Jepang dengan berbagai alasan. Sejak zaman kolonial, orang-orang etnis Tionghoa diisolasikan, diintimidasi sehingga diliputi rasa ketakutan dan dengan demikian mudah diatur untuk memajukan kepentingan kaum kolonial. Tan (2008: 273-274) menambahkan bahwa pada saat Soekarno memimpin Indonesia masyarakat Tionghoa justru dibukakan peluang dalam kegiatan ekonomi. Namun, nyatanya dengan tindakan ini, perasaan kebencian terpupuk dikarenakan dalam jumlahnya yang minor, orang-orang Tionghoa mampu mendominasi sektor perekonomian swasta Indonesia saat itu. Sitabuana (2014: 88-89) menggambarkan bahwa protes, kecurigaan, dan kebencian serta sentimen anti-Cina muncul setelah Pemerintah Orde Baru mengumumkan bahwa gerakan G30S/PKI yang ditengarai sebagai gerakan untuk menggulingkan pemerintah RI yang sah, didalangi oleh Republik Rakyat Cina (RRC). Etnis Tionghoa di Indonesia ikut-ikutan dianggap sebagai pendukung gerakan tersebut. Sejak saat itu, etnis Tionghoa seringkali diperlakuan diskriminatif dan ke-Tionghoa-an dianggap sebagai keburukan, jika bukan kejahatan.. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. 22.

(40) Lalu munculah istilah “masalah cina” dalam Pemerintahan Orde Baru yang dianggap Mona Lohanda dalam buku Sitabuana (2014: 91) sebagai jargon politik dalam usaha Pemerintah Orde Baru menggalakan program asimilasi atau pembauran yang “memaksa” etnis Tionghoa untuk berasimilasi sepenuhnya ke dalam masyarakat Indonesia. Gie (1998: 18) sendiri menganggap bahwa arti pembauran itu dinilai sangat ekstrem yaitu dengan manganjurkan kawin campur sehingga secara fisik ciri-ciri ke-Tionghoa-an lambat laun menghilang dan ada pula yang dinilai sangat longgar sehingga menjadi tidak jelas, yaitu supaya menghilangkan semua hal yang dianggap berdampak disintegrasi bangsa. Pada awalnya kebijakan asimilasi dilakukan sebagai upaya Pemerintah Orde Baru untuk mengurangi prasangka terhadap etnis Tionghoa, namun pada kenyataannya malah menimbulkan perlakuan diskriminatif terhadap etnis Tionghoa. Sitabuana (2014: 100) bahkan menjelaskan bahwa diskriminasi pada saat Orde Baru telah merambah ke semua bidang kehidupan. Diskriminasi tersebut dikategorikan sebagai positive and explicit discrimination yang berbentuk kategoris karena dengan dalih dalam rangka meningkatkan kesempatan bagi “orang Indonesia asli/ Pribumi” yang kurang beruntung dan “demi pembangunan bangsa dan negara” diskriminasi yang ditujukan terhadap etnis Tionghoa itu sengaja atau dilegalkan oleh Pemerintah Orde Baru dengan menerbitkan sejumlah peraturan perundang-undangan. Selain itu, pada masa Orde Baru tercipta suasana rekayasa polarisasi antara minoritas etnis Tionghoa dan mayoritas etnis Indonesia yang akhirnya menimbulkan kerusuhan di Jakarta. Tan (2008: 275-276) mengatakan saat. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. 23.

(41) pertengahan Mei 1998 kerusuhan yang terjadi jelas ditujukan kepada etnis Tionghoa dengan serangan ke daerah bisnis, pertokoan dan pemukiman yang kebanyakan dimiliki dan/atau dihuni etnis Tionghoa. Akibat dari kejadian itu banyak orang keturunan Tionghoa yang hijrah ke luar negeri karena trauma dengan kerusuhan. Ada juga yang bertahan di Indonesia namun, masih dibayangbayangi ketakutan akan ancaman kerusuhan lagi. Mereka yang tetap tinggal akhirnya mencoba berbaur dengan masyarakat pribumi untuk mencegah potensi kerusuhan yang akan terjadi.. 2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. 24.

(42) BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1Jenis dan Sifat Penelitian Basrowi dan Sukidin (2002: 2) menerangkan, penelitian kualitatif adalah salah satu metode penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman tentang kenyataan melalui proses berpikir induktif. Untuk mendapatkan pemahaman tersebut, seperti yang dikatakan Creswell (2002: 5-6), peneliti berusaha meminimalkan jarak antara dirinya dan yang diteliti. Oleh karena itu, penelitian jenis ini sarat akan nilai dan bias sehingga dalam penelitian kualitatif peneliti harus mengakui nilai-nilai yang terkandung dalam penelitian lalu secara aktif melaporkan nilai dan prasangkanya serta nilai informasi yang dikumpulkan dalam penelitiannya. Penelitian kualitatif dalam penelitian media menurut Berger (2011:22), seringkali dianggap sebagai tindakan membaca sesuatu dalam teks yang tampak ganjil, berlebihan atau bahkan idiosyncratic, yang artinya mengintrepretasikan media atau teks secara sangat personal. Peneliti. menggunakan. pendekatan. kualitatif. karena. sesuai. dengan. permasalahan penelitian, yaitu bertujuan untuk mengintepretasikan tanda untuk melihat kedalaman makna sebuah film. Penelitian ini akan memfokuskan pada tanda sebagai objek kajiannya, serta bagaimana peneliti menafsirkan dan memahami tanda tersebut.. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. 25.

(43) 3.1.1. Paradigma penelitian Dalam pemahaman Eriyanto (2001:5) konstruktivisme adalah sudut. pandang yang menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan-hubungan sosialnya. Subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu. Dalam paradigma ini sebuah pernyataan yang bertujuan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan makna. Oleh karena itu, paradigma ini menolak pandangan positivisme yang memisahkan subjek dan objek komunikasi. Berikut adalah tabel paradigma berdasarkan dari asumsi filosofisnya berdasarkan rangkuman dari Denzin dan Licoln (2005: 195-198).. Tabel 3.1 Penjelasan Paradigma Konstruktivis Dimensi Ontologis : Menyangkut sesuatu yang dianggap realitas. Epistemologis : Menyangkut bagaimana cara mendapatkan pengetahuan. Paradigma Konstruktivis Relativism :  Realitas merupakan konstruksi sosial. Kebenaran suatu realitas bersifat relatif, berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial.  Realitas adalah hasil konstruksi mental dari individu pelaku sosial, sehingga realitas dipahami secara beragam dan dipengaruhi oleh pengalaman, konteks dan waktu. Transactionalist/subjectivist :  Pemahaman tentang suatu realitas atau temuan suatu penelitian merupakan produk interaksi antara peneliti dengan yang diteliti.  Peneliti dan objek atau realitas yang diteliti merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan.. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. 26.

(44) Metodologis : Mempelajari teknik-teknik dalam menemukan pengetahuan. Reflective/Dialectical : Menekankan empati dan interaksi dialektis antara peneliti-responden untuk merekonstruksi realitas yang diteliti melalui metode-metode kualitatif seperti observasi partisipan. Aksiologis :  Nilai, etika, dan pilihan moral Menyangkut tujuan atau untuk merupakan bagian tak terpisahkan apa mempelajari sesuatu dari suatu penelitian.  Peneliti sebagai passionate participant, fasilitator yang menjembatani keragaman subjektivitas pelaku sosial.  Tujuan penelitian : rekonstruksi realitas sosial secara dialektis antara peneliti dengan pelaku sosial yang diteliti. Peneliti menggunakan paradigma ini karena tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengungkap bagaimana nilai-nilai diskriminasi direpresentasikan dalam film Sapu Tangan Fang Yin .. 3.2 Metode Penelitian Peneliti menggunakan metode studi semiotika untuk menganalisis teks media yang dalam hal ini adalah film. Berger (2011:7) mengatakan bahwa semiotika merupakan alat bernilai yang digunakan untuk memahami bagaimana orang-orang mencari makna dalam hidup melalui objek, ritual ataupun berbagai macam teks. Peneliti menggunakan studi semiotika ini untuk membuktikan adanya nilai diskriminasi etnis Tionghoa dalam film Sapu Tangan Fang Yin secara visual dan. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. 27.

(45) non visual yang sehingga nanti dapat dijadikan makna hidup bagi masyarakat Indonesia dalam berbangsa dan bernegara.. 3.3 Unit Analisis Unit analisis yang dipakai, yakni film Sapu Tangan Fang Yin yang digunakan peneliti secara keseluruhan sebagai objek yang diteliti. Unit analisis yang dikenal sebagai unit produksi yaitu tanda-tanda visual dan nonvisual yang mencangkup mencakup tokoh, dialog, dan scene-and-shot. Tanda-tanda visual menurut Gibbs (2002: 5) terdiri dari beberapa aspek sebagai berikut: 1. Pencahayaan yang berperan untuk memandu penonton untuk fokus pada tokoh tertentu, serta untuk pembentukan mood. 2. Dekorasi ruang dan komposisi berperan bagaimana sebuah tokoh digambarkan dan diposisikan dalam pengambilan gambar. Penempatan memberikan keseimbangan atau ketidakseimbangan bagi sebuah shot dan memberikan pengarahan kepada penonton. 3. Akting yang merupakan penampilan aktor dan aktris dalam menekankan unsur visualnya bisa dilihat dari sikap, gerak, gesture, tampilan dan ekspresinya. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. 28.

(46) 4. Kostum dan make-up menggambarkan pribadi tokoh serta karakternya, lalu pembentukan pesan, emosi, psikologi dan status sosial. Sedangkan untuk aspek nonvisual, tanda-tanda tersebut tidak berwujud visualisasi, melainkan dalam wujud seperti konsep pemikiran, tindakan dan kebijakan.. 3.4 Teknik Pengumpulan Data Salah satu teknik pengumpulan data adalah dengan studi pustaka. Zed (2004:3) mengatakan bahwa studi pustaka ialah serangkaian kegiataan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian. Zed (2004:4) menerangkan dalam studi pustaka, yang menjadi bagian fundamental adalah teknik membaca teks, berupa buku atau artikel dan dokumen. Data pustaka yang dipakai bersifat siap pakai dan digunakan untuk mendapatkan informasi yang mendukung analisis dan intepretasi data. Peneliti akan menggunakan terknik pengumpulan data secara studi pustaka. Hal ini dikarenakan metode ini merupakan metode yang paling cocok digunakan dalam penelitian ini yang tidak memerlukan penelitian lapangan, seperti wawancara.. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. 29.

(47) 3.5 Keabsahan Data Creswell (2003: 151) menyebutkan bahwa beberapa peniliti telah membahas ukuran tetap untuk pernyataan keabsahan dan reabilitas dalam penelitian kualitatif. Hal tersebut ditentukan dalam kriteria kualitas seperti “dapat dipercaya” dan “keaslian”. Dalam menunjukan kredibilitas penelitian, peneliti akan menggambarkan secara rinci dan jelas temuan-temuan yang dihasilkan, dalam hal ini ciri-ciri atau unsur-unsur yang berkaitan dengan diskriminasi etnis Tionghoa dalam film Sapu Tangan Fang Yin. Peneliti juga akan menggambarkan secara detail perencanaan penelitian, proses pengumpulan data, proses analisis dan proses interpretasi untuk mendapatkan kepercayaan. Rujukan-rujukan dalam peneltian ini juga akan ditunjukan oleh peneliti agar keaslian penelitian dapat dipertahankan.. 3.6 Teknik Analisis Data Penilitian yang akan dilakukan terhadap film Sapu Tangan Fang Yin akan menggunakan semiotika milik Charles Sanders Peirce (1931-1958). Film merupakan medium seni audio visual yang kontennya tersusun atas jalinan tandatanda bersifat ikonis dan simbolis. Oleh sebab itu, semiotika Peirce digunakan dalam teknik analisis ini karena teknik ini memberikan keuntungan dalam penelitian film berupa keterlibatan kognisi dan pengetahuan manusia selama tidak melanggar batas logika.. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. 30.

(48) Ketiga tanda tersebut bisa dimodelkan ke dalam sebuah segitiga. Peirce menyatakan bahwa model ketiganya merupakan model yang bermanfaat dan fundamental mengenai sifat tanda. ikon. indeks. simbol. Gambar 3.1 Kategori Tipe Tanda dari Pierce. Ketiga jenis tanda tersebut dijelaskan Fiske (2011: 69-71) sebagai berikut. Pertama, Ikon menunjukan kemiripan dengan objeknya yang kerap kali amat jelas dalam tanda-tanda visual. Contohnya adalah tanda visual umum yang ditempel di pintu kamar kecil pria dan wanita. Kedua, Indeks merupakan tanda yang hubungan eksistensialnya langsung dengan objeknya. Misalnya asap adalah indeks api. Ketiga, simbol adalah tanda yang memiliki hubungan dengan objeknya berdasarkan konvensi, kesepakatan atau aturan. Misalnya pada bentuk 2 (dua) yang mengacu pada sepasang objek, hanya karena aturan dalam kebudayaan kita membuatnya begitu. Seperti yang ditegaskan Trianton (2013: 62), film memiliki tata bahasanya yang terdiri atas semacam unsur yang akrab, seperti pemotongan (cut), pemotretan jarak dekat (close up), pemotretan dua (two shot) pemotretan jarak jauh (long shot) dan sebagainya. Hal ini jugalah yang membuat film sangat baik untuk menjelaskan suatu proses dan menjelaskan suatu keterampilan serta memperjelas. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. 31.

(49) hal-hal yang abstrak dengan gambaran yang lebih realistik. Oleh karena itu, diperlukan adanya perhatian pada konstruksi tanda yang dikomunikasikan dalam film, dalam menganalisa gambar atau visual dalam film, seperti pada tanda berikut: Tabel 3.2 Elemen-elemen Bahasa Gambar. Penanda. Menandakan. Pengambilan Gambar Big Close Up Close Up Medium Shot Long Shot. Emosional, dramatik, dan peristiwa penting Intim dan dekat Hubungan personal yang intens dengan subjek Konteks, perbedaan publik. Kamera High Level Eye Level Low Level Pencahayaan. Dominasi, kekuatan, kewenangan Kesetaraan Kekaleman, menekankan kekuatan. High Key Low Key High Contrast Low Contrast. Ruang cerah Suram, muram Dramatis, teaterikal Realistis, documenter. Sumber: Selby, Keith dan Ron Cowder. 1995. How To Study Television, hal 57-58. Warna diketahui sebagai tanda yang muncul dari konvensi sosial dan dapat membentuk suatu repesentasi. Danesi (2012:41) menyatakan bahwa ada delapan (8) macam tanda warna yang dikategorikannya: 2) Putih menandakan kemurnian, kepolosan, kebaikan dan kesucian serta kelakuan baik. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. 32.

(50) 3) Hitam menandakan kejahatan, kekotoran, kesalahan, sifat buruk, kebejatan moral, tingkah laku tidak baik, tidak bermoral, dan kegelapan 4) Merah menandakan darah, nafsu atau amarah, seksualitas, kesuburan dan sensualitas. 5) Hijau menandakan harapan, kegelisahan, kenaifan, keterusterangan dan kepercayaan 6) Kuning menandakan kegembiraan kegiatan, sinar matahari, kebahagiaan, ketenangan, kemakmuran dan kedamaian 7) Biru menandakan harapan, langit, surga, ketenangan, mistisme dan misteri 8) Cokelat menandakan rendah hati, kealamian, tempat asal, dan keteguhan. 9) Abu-abu. menandakan. ketidaktenangan,. keadaan. samar-samar,. ketidakjelasan dan misteri.. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. 33.

(51) Adapun kerangka teknik analisis data penelitian ini adalah sebagai berikut: Gambar 3.2 Kerangka Penelitian Analisis Data Film Sapu Tangan Fang Yin. Memilih tanda dari Sapu Tangan Fang Yin. Analisis menggunakan semiotika Peirce. Tanda menjelaskan unsur diskriminasi etnis Tionghoa. Menafsirkan makna dari tanda-tanda diskriminasi etnis Tionghoa. Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015. 34.

(52) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1Subjek/Objek Penelitian 4.1.1. Deskripsi Produksi Film Sapu Tangan Fang Yin. Gambar 4.1 Cuplikan Film Sapu Tangan Fang Yin Film Sapu Tangan Fang Yin merupakan film yang mengusung permasalahan diskriminasi pada warga keturunan etnis Tionghoa. Film yang berdurasi selama 45 menit ini merupakan adaptasi puisi esai karangan Denny Januar Ali dalam bukunya, Atas Nama Cinta. Film bergenre drama ini mengisahkan tentang sudut pandang seorang perempuan keturunan Tionghoa yang tidak mendapatkan keadilan setelah diperkosa tatkala pecahnya Reformasi 1998. Seperti yang dilansir dari inspirasi.co, film Sapu Tangan Fang Yin merupakan salah satu dari lima film yang menceritakan diskriminasi yang terjadi di Indonesia. Film-film ini sengaja dibuat sebagai salah satu bentuk kampanye Indonesia Tanpa Diskriminasi (ITD). Denny Januar Ali turut berperan sebagai. 35 Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015.

(53) eksekutif produser dalam film Sapu Tangan Fang Yin. Ia juga bekerja sama dengan Hanung Bramantyo (sutradara yang turut menyorot masalah sosial dalam filmnya, seperti film Tanda Tanya) sebagai produser. Film ini disutradarai oleh Karin Binanto yang juga menjadi penulis naskahnya. Sapu Tangan Fang Yin juga dibintangi oleh Leoni Vitria Hartanti sebagai Fang Yin, Elkie Kwee sebagai Papa, Selly Hasan sebagai Raisa, Verdi Solaiman sebagai Sang Penyair serta Reza Nangin sebagai Albert Kho. Film Sapu Tangan Fang Yin pertama kali ditayangkan dalam perhelatan Pekan Diskriminasi yang diselenggarakan pada 21-24 Oktober 2012 lalu. Selain itu, Film ini telah disebarluaskan melalui sejumlah seminar, pameran, festival bahkan bisa diakses melalui jejaring sosial youtube.com. Dalam website inspirasi.co dijelaskan bahwa film Sapu Tangan Fang Yin telah menjadi bahan diskusi di berbagai kalangan seperti komnas perempuan dan gerakan Menolak Lupa. Seperti yang dilansir melalui antaranews.com, film ini bahkan telah ditayangkan dalam perhelatan Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) VIII yang diputar pada pada 5 Desember 2013 lalu di Yogyakarta. Menurut keterangan dari website resmi JAFF, jaff-filmfest.org, film yang Sapu Tangan Fang Yin adalah salah satu film yang sengaja ditayangkan untuk mengajak anak muda agar lebih mengetahui permasalahan sosial dan lebih peka agar mencegah timbulnya diskriminasi. Selain itu film ini diharapkan mampu menggugah rasa peduli untuk tetap bekarya dalam semangat nasionalisme dan persatuan tanpa diskriminasi.. 36 Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015.

(54) 4.1.2. Sinopsis Film Sapu Tangan Fang Yin. Film Sapu Tangan Fang Yin merupakan kisah dari sudut pandang seorang perempuan keturunan etnis Tionghoa mengenai Indonesia setelah mengalami pemerkosaan pada saat kerusuhan yang terjadi pada Mei 1998. Dengan latar tempat dan waktu di Jakarta pada tahun 1998, film ini juga menyajikan cuplikancuplikan gambar (footage) dari kejadian nyata bahkan juga dengan data-data korban kerusuhan temuan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Fang Yin yang merupakan tokoh utama dalam film fiksi ini. Ia dikenal sebagai orang yang ceria, disayangi banyak orang dan mempunyai mimpi yang mulia. Bersama kekasihnya Albert Kho, ia bermimpi untuk mendirikan yayasan bagi anak-anak jalanan agar mereka mendapatkan pendidikan kehidupan dan kesehatan yang layak. Sayangnya, mimpi-mimpi itu kandas setelah peristiwa tragis yang dialami gadis keturunan Tionghoa ini. Saat itu Jakarta berjalan tanpa pemerintah, ratusan massa menjarah toko-toko, membakar ban dan merusak fasilitas umum. Entah dari mana, tiba-tiba sebuah truk yang membawa massa masuk ke dalam pemukiman etnis Tionghoa. Mereka meneriakan “Oi Cina. Keluar lo, Cina.” Mereka masuk ke rumah-rumah yang ditinggali masyarakat etnis Tionghoa dan membuat terkesima para penghuninya yang tidak siap kedatangan massa dengan kayu untuk memukul mereka. Lalu mereka diseret, yang pria dipukuli dan yang perempuan dianiaya. Besarnya jumlah massa yang makin bertambah membuat warga etnis Tionghoa ini menjadi. 37 Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015.

(55) ngeri. Sampai-sampai ada yang memilih menghabisi nyawa sendiri dari pada dirampas oleh massa. Massa yang yang terus berdatangan akhirnya sampai ke rumah Fang Yin. Mereka menerobos rumah Fang Yin dan memukuli pembantunya. Tak sempat Fang Yin meminta bantuan dengan menelepon papanya, tiga orang pemuda sudah masuk kamarnya. Ia mencoba mengumpat tapi para pemuda itu dengan mudah menangkap Fang Yin yang terpojok. Fang Yin mencoba melepaskan diri dari cengkraman para pemuda itu bahkan menawarkan hartanya, namun usahanya gagal karena yang mereka inginkan hanyalah menikmati tubuhnya saja. Tiga pemuda itu akhirnya mulai menahan tubuh Fang Yin dan melepaskan celananya Fang Yin. Mereka memperkosanya dengan senyum tersimpul di wajah mereka. Teriakan dan tangisan Fang Yin tak menghentikan mereka untuk bergiliran memperkosanya. Setelah kejadian menyakitkan itu, Fang Yin menjadi sosok yang berbeda. Ia merasa sudah tidak punya harga diri lagi, kebahagiannya tinggal ampas. Albert Kho hanya bisa memberikan sapu tangannya untuk menghapus air mata Fang Yin yang terus mengalir setiap ia mengingat pahitnya peristiwa tragis yang dialaminya. Ajaran Konghucu dan hakikat shio untuk ikhlas dan mengampuni tak serta merta membuat Fang Yin menjadi ceria kembali. Papa Fang Yin mencoba untuk menuntut keadilan. Ia meminta pengacaranya untuk menegakan keadilan bagi putrinya, tapi yang didapat hanyalah harapan kosong. Tak sampai disitu, Papa tetap berusaha menegakan keadilan. Ia akhirnya. 38 Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015.

(56) meminta bantuan pada polisi, tapi hasilnya nihil. Merasa tidak aman karena hukum yang tak memberikan kepastian, akhirnya papa menjual harta bendanya dengan banting harga, untuk siap-siap pindah ke Amerika. Selama di Amerika Fang Yin tidak bisa melupakan kenangan pahitnya, terlebih setelah Albert Kho tak bisa lagi dihubunginya. Ia menjadi pribadi yang tertutup, pendiam, rendah diri, depresi, bahkan ia sempat mencoba bunuh diri. Tapi lebih dari itu semua, kini Fang Yin memiliki amarah yang besar terhadap Indonesia yang telah membiarkan berandal-berandal yang memperkosanya bebas berkeliaran. Hukum Indonesia yang bobrok dan tak bisa memberikannya keadilan telah membuat ia kehilangan segala yang ia punya. Ia kehilangan mimpinya, kehilangan jati dirinya, dan kehilangan kekasihnya. Setiap malamnya yang sepi datang hanya sapu tangan dari Albert saja yang menjadi temannya untuk meneteskan air mata. Akhirnya orang tuanya memutuskan untuk memangil seorang psikolog bernama Raisa. Rasia menolong Fang Yin dengan terus menemaninya dan mendorongnya untuk keluar dari masa lalunya. Fang Yin pun berangsur pulih, namun tetap tak bisa memaafkan Indonesia. Sampai setelah 13 tahun di Amerika, Papa dan Mamanya memutuskan untuk kembali ke Indonesia, namun Fang Yin menolak menginjakan kaki di sana. Baginya Indonesia hanya masa lalu dan kini Amerika adalah rumahnya. Setelah ia mengetahui Albert telah menikah dengan dengan sahabatnya,Rina, ia semakin yakin untuk tidak akan kembali ke Indonesia karena satu-satunya alasan dia. 39 Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015.

(57) kembali telah menjadi orang lain. Kemudian, ia memutuskan untuk mengganti kewarganegaraanya menjadi warga negara Amerika Serikat. Tekadnya sudah bulat untuk melupakan Indonesia, mengahapus Indonesia dari ingatan dan sejarah hidupnya. Papa dan Mama yang tidak dapat memaksa Fang Yin akhirnya memutuskan untuk kembali ke Indonesia tanpa Fang Yin. Papa yang menyayangi Fang Yin tak pernah berhenti untuk mengingatkan Fang Yin bahwa Fang Yin adalah anak Indonesia sejati yang seharusnya hidup dan matinya ada di Indonesia. Setelah kepergian Papa dan Mama, Fang Yin kembali merasa sepi. Kemudian ia mendapatkan surel Rina. Rina memohon Fang Yin untuk memaafkan Albert dan kembali pulang ke Indonesia. Fang Yin pun tergerak karena teringat kisah cintanya bersama Albert Kho. Tapi, itu tak cukup menjadi alasan baginya untuk menginjakan kaki di Indonesia. Ia pun memutuskan untuk melepaskan Albert ke pelukan Rina. Kini hanya Raisa yang Fang Yin punya di Amerika. Satu-satunya teman yang ia punya ini, ternyata juga mengharapkan Fang Yin untuk berpikiran terbuka dan objektif terhadap negaranya itu. Fang Yin yang tergerak mulai mencari tahu mengenai Indonesia dan menyadari bahwa Indonesia telah berubah. Ia kembali teringat pada pesan kakekknya, “Walaupun keturunan etnis Tionghoa, kamu juga Indonesia.” Saat itulah rasa rindu untuk pulang kembali merekah. Dengan membakar sapu tangannya Fang Yin pun bersiap pulang menghadapi Indonesia yang baru, yang menang melawan masa lalu.. 40 Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015.

(58) 4.1.3. Gambaran Tokoh Film Sapu Tangan Fang Yin. Dalam menganalisis gambaran tokoh, peneliti juga mengkaitkan dengan latar waktu dari film Sapu Tangan Fang Yin, yaitu pada masa Pemerintahan Orde Baru hingga Reformasi.. 4.1.3.1 Gambaran Tokoh Fang Yin Tabel 4.1 Analisis Gambaran Tokoh Fang Yin No. 1.. Reprasentamen Tokoh Fang Yin. Objek Ikon: Fang Yin (00: 01: 09 – 00: 01: 16). 2.. Agama dan kepercayaan Fang Yin. Simbol: “Seorang guru spiritual mencoba membantunya. Mengajarkannya keikhalasan Konghucu. Disampaikannya hakikat shio” (00: 12: 10 – 00: 12: 19). 3.. Fang Yin membagi-bagi angpao. Ikon: Fang Yin membagikan angpao. Interpretant Seorang muda keturunan etnis Tionghoa, bernama Fang Yin yang artinya hamparan rumput harum. Fang Yin beragama Konghucu dan sebagai warga etnis Tionghoa mempercayai kepercayaan peruntungan melalui shio. Fang Yin masih menjalankan tradisi nenek moyangnya, yaitu merayakan Imlek dengan membagibagikan angpao. Gambar 4.2 Fang Yin Membagikan Angpao (00: 40: 04 – 00: 40: 09). 41 Representasi diskriminasi..., Pascalina Audacia Maryati Pasurnay, FIKOM UMN, 2015.

Gambar

Gambar 2.2 Model Semiosis Tak Terbatas Pierce
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 3.1 Penjelasan Paradigma Konstruktivis
Gambar 3.1 Kategori Tipe Tanda dari Pierce
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian berfokus pada mekanisme rekrutmen dan pengusulan calon legislatif perempuan dengan menggunakan 3 tahap rekrutmen calon kandidat, yakni tahap

Bagi Habermas, transformasi ruang publik secara radikal terjadi da- lam ruang publik masyarakat warga negara karena ruang publik ini mencakup kepentingan ekonomi, politik,

Cipta, 1999), hlm.. 11 Maksud adanya mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti adalah untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa

Oleh karena itu, dalam rangka untuk mencapai tujuan dan sasaran pelaksanaan Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) Kabupaten Aceh Jaya, perlu

Tahap selanjutnya adalah menganalisis data sesuai dengan hipotesis dan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui ada tidaknya hubungan Konflik Peran Ganda dengan Kinerja Guru PAUD

1) Nilai koefisien regresi untuk variabel rasio kemandirian terhadap pengangguran menunjukkan nilai yang negatif sebesar -0,714 dengan signifikansi sebesar 0,212

beberapa jenis tanaman, kandungan isoflavon yang lebih tinggi terdapat pada.. tanaman Leguminoceae, khususnya pada tanaman kedelai