• Tidak ada hasil yang ditemukan

Contoh Makalah Etika Profesi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Contoh Makalah Etika Profesi"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

CONTOH MAKALAH ETIKA PROFESI

Penerapan Kode Etik Public Relations terhadap hubungan dengan karyawan

(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam.Hanya dengan rahmat, Karunia, hidayah serta izinNya lah makalah ini dapat selesai tanpa hambatan yang berarti. Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya juga kami ucapkan kepada Ayah dan Ibunda tercinta yang selalu memberikan support kepada penulis serta Dosen Pembimbing Etika Profesi yang telah banyak membantu dalam penulisan makalah ini.

Makalah Etika Profesi ini membahas tentang Etika Profesional dalam penerapan kode etik PR dalam hubungan dengan karyawan.

Mugkin dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Namun, harapan kami semoga makalah ini dapat berguna untuk semua pembaca.terimakasih

wassalam

(3)
(4)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Selama ini banyak sekali berbagai macam penyimpangan atau pelanggaran yang dilakukan oleh profesional Public Relations dalam menjalin hubungan yang baik dengan karyawan,sehingga banyak merugikan karyawan. Mulai dari ketidak adilan, pelanggaran hak karyawan. Sebagian besar karyawan merasa tidak puas dengan kebijakan atasan.

Hal ini mendorong beberapa peneliti di dunia untuk melakukan survey. Sehingga dari hasil survey tersebut dibuat beberapa peraturan/ kode etik untuk mengurangi keluhan ketidak puasan karyawan agar menjalin hubungan baik dengan atasan dan bawahan melalui professional PR.

1.2. Rumusan Masalah

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai berbagai macam penerapan kode etik PR dalam hubungan dengan karyawan. etika profesi berdasarkan hasil survey yang dilakukan beberapa organ yang dilakukan.

1.3. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini antara lain : - Menjelaskan pengertian kode etik PR.

(5)

BAB II ISI 2.1. Public Relation Profesional

Pengertian Public Relations

Pada hakekatnya Public Relations ini merupakan metode komunikasi yang meliputi berbagai teknik komunikasi. Dimana didalam kegiatannya terdapat suatu usaha untuk mewujudkan hubungan yang harmonis antara suatu badan / perusahaan dengan publiknya. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa Public Relations merupakan suatu fungsi management. Disini diciptakan suatu aktifitas untuk membina dan memelihara sikap budi yang menyenangkan bagi suatu lembaga/ perusahaan disuatu pihak dengan public dipihak lain. Tujuan dan Fungsi Public Relations. Tujuan dari public relations adalah mewujudkan hubungan yang harmonis atau menciptakan opini public yang favorable baik internal maupun eksternal. Adapun fungsi dari Public Relations menurut Bettrand R. Canfield ( 1964 : 6 ) adalah sebagai berikut :

a) Mengabdi kepada kepentingan umum. Jika tidak untuk kepentingan publik baik itu internal maupun eksternal, maka tidak mungkin akan tercipta suatu hubungan yang menyenangkan. Sebaliknya suatu badan / perusahaan akan dapat sukses apabila segala tindakannya adalah sebagai pengabdian kepada kepentingan umum.

b) Memelihara komunikasi yang baik. Seorang pimpinan yang melakukan kegiatan Public Relations akan berhasil di dalam kepemimpinannya, apabila ia ikut bergaul dengan para karyawannya. Ia harud melakukan kegiatan komunikasi bukan saja dalam hubungan dinas tetapi juga diluar dinasnya. Misalnya dengan mengadakan pertandingan olahraga, kegiatan anjangsana dan lain – lain.

c) Menitik beratkan kepada moral dan tingkah laku yang baik Seorang pemimpin yang baik dalam tingkah lakunya akan menitik beratkan kepada moralitas, ia juga akan mempunyai wibawa apabila tidak cacat moral dan tingkah lakunya. Ia harus menjadi teladan bagi bawahannya. PeranPublicRelations. Peran seorang Public Relations sangat dibutuhkan dalam sebuah organisasi / perusahaan. Public Relations adalah sebagai Jembatan antara perusahaan dengan publik atau antara

(6)

manajemen dengan karyawannya agar tercapai Mutual Understanding (saling pengertian) antara kedua belah pihak. Public Relations bertindak sebagai komunikator ketika manajemen berhubungan dengan para karyawan.

Adapun peran Public Relations menurut Dozier & Broom (20 : 2000) antara lain :

A. Penasehat Ahli ( Expert Prescriber). Seorang praktisi Public Relations yang berpengalaman dan memiliki kemampuan tinggi dapat membantu mencarikan solusi dalam penyelesaian masalah hubungan dengan publiknya (Communicator Fasilitator ).

B. Fasilitator Komunikasi(Communication Fasilitator). Dalam hal ini, praktisi Public Relations bertindak sebagai komunikator atau mediator untuk membantu pihak manajemen dalam hal mendengar apa yang diinginnkan dan diharapkan oleh publiknya

C. Fasilitator Proses Pemecahan Masalah ( Problem Solving Process Fasilitator ) Peranan praktisi Public Relations dalam pemecahan masalah persoalan Public Relations ini merupakan bagian dari tim manajemen. Hal ini dimaksudkan untuk membantu pimpinan organisasi baik sebagai penasihat ( adviser ) hingga mengambil rindakan eksekusi (keputusan) dalam mengatasi persoalan atau krisis yang tengah dihadapi secara rasional dan profesional.

D. Teknisi Komunikasi (Communication Technician). Peranan communications technician ini menjadikan praktisi Public Relations sebagai journalist in recident yang hanya menyediakan layanan teknis komunikasi atau dikenal dengan technic of communication in organization.

Komunikasi Public Relation

Sebelum era PR 2.0, akses ini hanya bisa melalui media massa. Saat itu, power media sangat kuat. Media menjadi akses satu-satunya untuk membentuk opini, menyebarkan berita dan mempengaruhi publik. Komunikasi berlangsung 2 arah (timbal balik) antara perusahaan dengan publik, tapi melalui perantara media. Sehingga akses menjadi tidak langsung, berlangsung lebih lama, dan banyak noise komunikasi yang terjadi.

(7)

Komunikasi tidak hanya menyangkut media massa. Public relation dan Iklan juga bagian dari ilmu komunikasi. Dalam wikipedia dinyatakan kalau PR merupakan profesi yang bertanggung jawab untuk memberikan informasi, mendidik, meyakinkan, meraih simpati dan membangkitkan ketertarikan masyarakat akan sesuatu sehingga membuat masyarakat mengerti dan menerima situasi tersebut. Sedangkan iklan, merupakan salah satu cara untuk mempromosikan barang, jasa, perusahaan dan ide yang harus dibayar oleh sponsor. Pemasaran iklan merupakan bagian dari strategi promosi secara keseluruhan.

Ada beragam kemajuan dan perkembangan dalam ilmu PR dan Iklan. Perkembangan ini tak hanya terjebak dalam teori. Akan tetapi juga pada segi praktek. Penggunaan teknologi membuat keduanya bisa menyampaikan informasi ke khalayak, lebih luas dan lebih baik.

Para praktisi hubungan masyarakat (humas) melakukan pekerjaan mereka dengan berbagai macam alat dan teknologi mulai dari pensil untuk sketsa hingga menggunakan internet untk mengumpulkan bahan. Produk kehumasan diciptakan sedemikian rupa untuk menjadi jembatan penghubung antara pihak perusahaan dengan khalayaknya.

Segala informasi yang dimuat secara online ini, sangat susah dikontrol penyebarannya. Peran PR di era 2.0 menjadi semakin kompleks, maka PR 2.0 yang mengerti perkembangan ini, akan juga memantau opini-opini yang terjadi diranah social media, yang merupakan media langsungnya publik menuangkan segenap pikiran-pikirannya, termasuk potensinya untuk menyebarkan isu perusahaan (Breakenridge, 2009).

Profesionalisme PR

Membentuk profesionalisme seorang public relation (PR) memerlukan proses pendidikan yang juga harus dilakukan secara profesional sebab PR telah menjadi sesuatu yang bermakna. Terlebih, masyarakat di negara-negara industri maju sudah sejak lama menyadari akan kebutuhan dan eksistensi serta profesionalisme public relation ini.

Perjalanan menuju status profesi PR membutuhkan beberapa indikator yang harus dipenuhi, yakni adanya dasar etika dan kewajiban moral, adanya pendidikan khusus yang

(8)

sifatnya unik, serta adanya pengakuan komunitas mengenai layanan yang unik dan mendasar selain juga otonomi dalam praktik dan penerimaan tanggung jawab pribadi oleh praktisi.

2.2.Pengertian professional Public Realtions

Konstruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana maupun prasarana. Dalam sebuah bidang arsitektur atau teknik sipil, sebuah konstruksi juga dikenal sebagai bangunan atau satuan infrastruktur pada sebuah area atau pada beberapa area. Walaupun kegiatan konstruksi dikenal sebagai satu pekerjaan, tetapi dalam kenyataannya konstruksi merupakan satuan kegiatan yang terdiri dari bebepa pekerjaan lain yang berbeda. Pada umumnya kegiatan konstruksi diawasi oleh manajer proyek, insinyur disain, atau arsitek proyek. Orang-orang ini bekerja di dalam kantor, sedangkan pengawasan lapangan biasanya diserahkan kepada mandor proyek yang mengawasi buruh bangunan, tukang kayu, dan ahli bangunan lainnya untuk menyelesaikan fisik sebuah konstruksi. Dalam melakukan suatu konstruksi biasanya dilakukan sebuah perencanaan terpadu. Hal ini terkait dengan metode penentuan besarnya biaya yang diperlukan, rancang-bangun, dan efek lain yang akan terjadi saat pekerjaan konstruksi dilakukan. Sebuah jadwal perencanaan yang baik akan menentukan suksesnya sebuah pembangunan terkait dengan pendanaan, dampak lingkungan, keamanan lingkungan konstruksi, ketersediaan material bangunan, logistik, ketidak-nyamanan publik terkait dengan adanya penundaan pekerjaan konstruksi, persiapan dokumen dan tender, dan lain sebagainya.

.

2.3. Kode Etik Profesi

Kode etik profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sangsi yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum. Kode Etik juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.

(9)

Prinsip- Prinsip Etika Profesi : 1. Tanggung jawab

a. Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.

b. Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya.

2. Keadilan. Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya.

3. Otonomi. Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan di beri kebebasan dalam menjalankan profesinya.

Tujuan Kode Etik Profesi :

1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.

2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota. 3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi. 4. Untuk meningkatkan mutu profesi.

5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi. 6. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.

7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat. 8. Menentukan baku standarnya sendiri.

Adapun fungsi dari kode etik profesi adalah :

1. Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan.

2. Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan.

3. Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan

profesi. Etika profesi sangatlah dibutuhkan dlam berbagai bidang.

Proyek konstruksi telah dikritik karena kurang mencapai dalam hal kepuasan klien mengenai layanan yang diberikan oleh anggota tim konstruksi.Proyek kurang menghormati hal ini yang kemungkinan akan menghasilkan kinerja buruk profesional konstruksi. Federasi survei pada tahun 1997, misalnya, telah menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga klien tidak puas dengan kinerja kontraktor dan konsultan. Selanjutnya, klien juga tidak puas dengan kinerja arsitek. Oleh karena itu, evaluasi kinerja pembangunanpada proyek-proyek penting.

(10)

Ada banyak penelitian tentang konstruksi, dengan fokus pada aspek yang berbeda dari pengaruh mereka terhadap kinerja proyek. Ini mencakup evaluasi kinerja kontraktor, menyelidiki kebutuhan klien selama proses pembangunan, membahas peran arsitek dan mengidentifikasi keterampilan inti untuk surveyor. Namun, ada kurangnya penelitian membahas isu-isu etika profesi konstruksi.

Etika merupakan masalah penting bagi para profesional Sebuah profesi sebagian besar melayani kebutuhan publik. Profesi hanya bisa bertahan jika publik masih memiliki keyakinan padanya. Bagi sebuah profesi untuk mendapatkan kepercayaan publik tergantung pada dua elemen penting, yaitu pengetahuan profesional dan perilaku etis. Oleh karena itu, biaya ketidaktahuan tentang etika berpotensi sangat tinggi. Selain dari mempengaruhi pada profesional sendiri, juga dapat memberi dampak yang signifikan pada kualitas layanan yang disediakan dan juga pada persepsi publik dan citra profesi. Menurut penelitian yang dilakukan di Hong Kong, kesalahan antara praktisi konstruksi telah menyebabkan citra industri memberikan standar pekerjaan yang buruk dan banyaknya malpraktek. Para pelanggar etika konstruksi seperti praktisi dan profesional telah menyebabkan perhatian pemerintah dan kepedulian. Sebuah tingkat kinerja serta etika yang tinggi menunjukkan tingkat kinerja yang profesional dan karenanya, tingkat ketidakpuasan dari klien rendah. Meskipun ada literatur pada kinerja konstruksi dan ketidakpuasan klien, etika profesional hampir pada tingkat yang rendah.

Partisipasi surveyor di industri konstruksi meliputi keseluruhan proyek siklus sebagai surveyor kuantitas, surveyor praktek umum dan surveyor bangunan telah spesialisasi yang berbeda. Meskipun Royal Institution Chartered Surveyors (RICS) memiliki Kerajaan Charter status, persepsi masyarakat umum survei profesional yang rendah. Mereka berpikir surveyor yang menawarkan jenis pelayanan yang sama seperti agen perumahan dan juga memiliki tingkat yang sama kepercayaan dan profesionalisme Peraturan RICS Profesional dan Departemen Perlindungan Konsumen telah melaporkan mereka ditangani dengan sekitar 2.700 kasus kesalahan profesional yang melibatkan surveyor di Inggris yang tidak pernah mencapai Profesional Melakukan Panel.Namun, Panel masih harus menyeberang melalui sejumlah besar pelanggaran peraturan, rekening pelanggaran, keluhan tentang penanganan masalah prosedur dan konflik.

(11)

Kurang dari 10% kasus mencapai Disiplin Panel, dan nama-nama yang dilaporkan dalam Bisnis RICS hanya ujung dari peraturan gunung Steven Gould, Direktur Peraturan RICS telah menyuarakan keprihatinannya, "RICS harus sangat khawatir bahwa masih ada beberapa perusahaan survei yang tampaknya tidak memahami dasar-dasar tentang cara menangani uang klien. Tidak ada niat untuk melakukan hal yang salah tapi pada saat yang sama, tidak ada pemahaman tentang bagaimana melakukan mereka benar dan tidak nyata pengakuan bahwa dalam skenario terburuk; tindakan-tindakan tertentu bisa sangat merusak 'kepentingan' klien. Hal ini semakin menegaskan perlunya penelitian pada etika profesional surveyor.

Sebagian besar (90%) berlangganan Kode Etik profesional dan banyak (45%) memiliki Kode Etik Perilaku dalam organisasi yang mempekerjakan mereka, dengan mayoritas (84%) mempertimbangkan praktik etika yang baik menjadi tujuan organisasi penting. 93% dari responden setuju bahwa "Etika Bisnis" harus didorong atau diatur oleh "Pribadi Etika", dengan 84% responden menyatakan bahwa keseimbangan dari keduabpersyaratan klien dan dampak pada masyarakat harus dipertahankan. Tidak ada responden mengetahui adanya kasus majikan berusaha untuk memaksa mereka karyawan untuk memulai, atau berpartisipasi dalam, perilaku yang tidak etis. Meskipun demikian, semua responden telah menyaksikan atau mengalami beberapa derajat perilaku tidak etis, dalam bentuk perilaku tidak adil (81%), kelalaian (67%), konflik kepentingan (48%), kolusi (44%), penipuan (35%), kerahasiaan dan kepatutan melanggar (32%), penyuapan (26%) dan pelanggaran etika lingkungan (20%).

Untuk profesi membangun dan merancang, nilai tak terhitung kehidupan manusia tuntutan tidak kurang dari pertimbangan moral tertinggi dari mereka yang mungkin resiko sebaliknya (Mason, 1998: p2 Insinyur, arsitek, manajer proyek dan kontraktor, oleh karena itu, memiliki hak dasar nurani profesional (Martin dan Schinzinger, 1996). Sebuah aspek penting dari etika dalam industri konstruksi "Etika pribadi" - sering ditafsirkan oleh para profesional konstruksi sebagai hanya mengobati lain dengan tingkat yang sama kejujuran bahwa mereka ingin diperlakukan (Badger dan Gay, 1996). Telah menyarankan, bagaimanapun, bahwa profesional pada umumnya cenderung percaya bahwa kewajiban mereka untuk klien mereka jauh lebih besar daripada tanggung jawab mereka kepada orang lain, seperti publik (Johnson, 1991: p28 Ada juga beberapa kasus di mana kritik telah dibuat

(12)

mengenai kepatuhan terhadap standar etika, tidak ada yang lebih dari keracunan asbes skandal yang mempengaruhi banyak pekerja pada 1960-an (Coleman, 1998:p70)

Hari ini, profesional bangunan mendapatkan integritas dan kehormatan sampai batas tertentu melalui profesional badan-badan seperti Australian Institute of Building (2001) yang misinya termasuk yang dari mencerminkan anggotanya '"... cita-cita untuk pendidikan, standar dan etika...". Ini diwujudkan dalam kode praktek yang mendefinisikan peran dan tanggung jawab profesional (Harris et al, 1995) dan merupakan landasan apapun. Meskipun banyak laporan independen dan investigasi dilakukan dan menegaskan bahwa asbes itu berakibat fatal, penggunaan dalam industri bangunan tetap sangat tinggi sampai penggunaan itu benar-benar dilarang (Coleman, 1998). Program etika (Calhoun dan Wolitzer, 2001). Tentu saja, kode saja cukup untuk memastikan perilaku etis dan mereka perlu dilengkapi dengan penugasan tanggung jawab fungsional (misalnya, etika perwira) dan majikan pelatihan.

Efektivitas ini telah menjadi obyek paling penelitian empiris sampai saat ini, dengan penekanan khusus pada tender kolusif, yang didefinisikan sebagai "perjanjian ilegal antara peserta tender yang menghasilkan tawaran yang tampaknya kompetitif, penetapan harga, distribusi atau pasar skema yang menghindari semangat bebas kompetisi dan menipu klien "(Zarkada-Fraser, 2000) dan termasuk tawaran-potong tawaran-belanja, harga tutup, biaya tersembunyi dan komisi dan kompensasi untuk peserta tender yang gagal (Ray et al, 1999; Zarkada-Fraser dan Skitmore, 2000) bersama-sama dengan "penarikan" (Zarkada, 1998: p36) di mana sebuah tenderer menarik tawaran mereka setelah berkonsultasi dengan peserta tender lainnya.

2.4 Hubungan Kemitraan antara Perusahaan dan Karyawan

Sebuah perusahaan dalam perjalanan bisnisnya akan sering menghadapi tekanan. Berbagai tekanan yang datang bukan hanya berasal dari eksternal perusahaan, tidak jarang tekanan malah justru banyak ditimbulkan oleh faktor internal perusahaan.

Sebenarnya, tekanan yang datang baik dari internal maupun eksternal, tidak selalu menghambat perusahaan untuk maju dan berkembang. Seringkali faktor-faktor tadi malahan memberi kesempatan kepada perusahaan untuk menjadi lebih besar. Anda ingat perumpamaan “Makin

(13)

besar ombak yang dihadapi pelaut, maka akan semakin ulung si pelaut tersebut“. Sekarang adalah tinggal bagaimana perusahaan menyikapi tekanan sebagai sebuah sarana untuk terus menerus mengkoreksi diri dan memperbaiki segala sesuatu secara berkesinambungan.

Tekanan dari internal ataupun eksternal perusahaan sebenarnya dapat dihadapi bila perusahaan sebisa mungkin selalu menciptakan dan menjaga hubungan baik melalui komunikasi “bebas hambatan” dengan kedua belah pihak tadi. Pembicaraan kali ini kita fokuskan pada bagaimana menciptakan dan menjaga hubungan baik antara perusahaan, dengan para karyawannya.

Mengapa karyawan penting? Karyawan merupakan aset penting yang dimiliki perusahaan. Sekalipun tidak mempunyai pengaruh besar dalam proses pengambilan keputusan, karyawan adalah aset yang paling banyak kuantitasnya dalam perusahaan. Oleh karena itu perusahaan harus dapat mengetahui dan memahami benar apa yang menjadi hak-hak karyawan. Selain komunikasi yang lancar antara perusahaan dengan karyawan, perhatian yang diberikan perusahaan kepada hak-hak karyawan, dapat menjaga hubungan baik perusahaan dengan karyawan. Kelompok karyawan yang mendapat perhatian yang baik, besar kemungkinan dapat membantu perusahaan mengatasi hal-hal yang tidak terduga, seperti kebakaran, pencurian, kebanjiran, kerusakan mesin, dll.

Sebaliknya karyawan yang merasa tidak diperhatikan atau merasa tidak mendapat simpati dari perusahaan akan dapat merugikan perusahaan. Kedudukan struktural yang lemah, biasanya membuat para karyawan membentuk sebuah kelompok/paguyuban informal yang fungsinya adalah membela kepentingan para karyawan. Kelompok inilah yang umumnya menjadi penggerak karyawan dalam melakukan gerakan protes atau yang sejenis lainnya. Karyawan yang bersatu dan merasa hak-hak mereka tidak mendapat perhatian dari Top Management biasanya akan menjadi sangat sensitif. Para karyawan yang tidak puas terhadap keputusan / kebijakan perusahaan dapat melakukan tindakan-tindakan yang merugikan perusahaan, misalnya pemogokan masal.

Karyawan yang tidak mendapat simpati dari perusahaan dan melakukan protes, biasanya mendapat simpati besar dari masyarakat. Hal ini dapat memperburuk citra perusahaan yang berakhir pada hilangnya kepercayaan masyarakat (atau lebih tepatnya konsumen) kepada

(14)

perusahaan. Bila krisis kepercayaan sudah terjadi, maka sudah dapat dipastikan bahwa perusahaan sedang mengalami kemunduran.

Perhatian masyarakat dan kebijakan pemerintah untuk industri sangat berpengaruh terhadap pembuatan kebijakan atau peraturan dalam perusahaan, khususnya dalam hal tenaga kerja. Masalah ketenagakerjaan selalu menjadi masalah utama yang harus cepat ditangani oleh para pemilik perusahaan dan Top Management.

Kita semua, baik pengusaha, karyawan, masyarakat umum, maupun pemerintah sangat mendambakan hubungan industrial yang baik. Hanya dengan hubungan industri yang baik maka akan tercipta kondisi yang kondusif bagi pembangunan industri yang kuat dan sekaligus perekonomian nasional yang handal. Hubungan industri yang baik adalah hubungan yang menggambarkan partnership dan introspeksi, partner in production, partner in profit, dan partner in responsibility.

Sebagai perusahaan yang baik, dalam menentukan kebijakan/aturan hendaknya hak-hak karyawan diikutsertakan sebagai bahan pertimbangan, misalnya UMR, masalah kesehatan dan keamanan kerja, jaminan kemerdekaan bagi karyawan untuk berserikat, jaminan perusahaan bahwa mereka tidak akan melakukan diskriminasi dalam hal ras, agama, suku, jenis kelamin, dll, jaminan bahwa perusahaan tidak akan melakukan tindak kekerasan baik fisik maupun mental dalam kegiatan bekerja, jam kerja yang sesuai, kompensasi, dan sebagainya.

Bila perusahaan telah dapat melindungi dan memenuhi hak-hak karyawannya, sudah barang tentu loyalitas karyawan akan meningkat sehingga diharapkan kinerja karyawan pun meningkat. Namun toh kepercayaan karyawan saja belum cukup untuk meningkatkan citra positif perusahaan. Perusahaan tetap memerlukan kepercayaan dari pihak luar seperti masyarakat, pemerintah, pers, dll, dan biasanya pihak luar perlu bukti nyata bahwa perusahaan telah menjalankan kewajibannya.

Untuk itu perusahaan memerlukan sebuah sistem manajemen yang dapat membantu perusahaan melaksanakan fungsinya sebagai perusahaan yang baik dan memperhatikan hak-hak karyawan sebagaimana mestinya sekaligus membuktikannya kepada pihak luar.

(15)

Sistem manajemen yang dibutuhkan adalah yang mampu :

Membangun, mengelola, dan melaksanakan kebijakan-kebijakan pemerintah atau yang terkait mengenai berbagai masalah yang memiliki pengaruh besar dalam hubungan industrial. Membuktikan bahwa prosedur, aturan, atau kebijakan yang perusahaan buat telah sesuai dengan sistem manajemen tersebut. Dengan kata lain sistem ini dapat dijadikan sebagai alat untuk mengaudit prosedur yang telah dibuat oleh perusahaan berkaitan dengan masalah ketenagakerjaan.

Salah satu alternatif sistem manajemen tentang hubungan ketenagakerjaan tersebut adalah SA 8000, yang mulai banyak diterapkan di perusahaan-perusahaan di Indonesia.

(16)

BAB III PENUTUP

Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Kode etik profesi PR merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Sesuai yang telah dipaparkan oleh IPRA terdapat fungsi Public Relation terhadap karyawannya. Etika profesi kehumasan dapat menciptakan hubungan sinergis antara organisasi dengan karyawannya. Kebijakan terhadap karyawan seharusnya dapat menjadi perhatian khusus oleh Public Relation karena sebagai fungsi menejemen yang berada di organisasi atau perusahaan peran humas dan hubungannya sangat dekat dengan karyawan dan bahkan menjadi pihak penengah antara organisasi dengan pihak internal.

(17)

DAFTAR PUSTAKA .

 Cutlip, Scott M.dkk. 2005. Effectives Public Relation ed. 8. Jakarta: Indeks. Herimanto, Bambang. dkk. 2007. Public Relation dalam Organisasi. Jogja: Santusta

Referensi

Dokumen terkait

Mereka juga merupakan konsumen yang akan menentukan keputusan – keputusan perusahaan, baik dalam menentukan produk barang dan jasa yang dihasilkan maupun teknik produksi yang

Jika penerapan etika bisnis yang ada didalam perusahaan lemah atau kurang memadai, maka akan dapat dipastikan trasnparansi dan akuntanbilitas dalam penyajian laporan

Public Relation Writing: Teknik Produksi Media Public Relations dan Publisitas Korporat.. Teknik Praktis

Komunikasi verbal merupakan bentuk komunikasi dimana pesan disampaikan secara lisan atau tertulis yang menggunakan suatu bahasa.. Bahasa didefinisikan sebagai seperangkat kata yang

Ada suatu fakta yang menarik dalam kejahatan carding ini dimana pelaku tidak perlu mencuri secara fisik kartu kredit dari pemilik aslinya tapi cukup dengan mengetahui

Pengaturan proses belajar mengajar pun harus dilakukan dengan tertib. Hal ini akan mempengaruhi bagi kelancaran proses pendidikan di sekolahnya. Penertiban Buku-buku Tata

Skandal keuangan yang berasal dari pelaksanaan fungsi keuangan yang dijalankan secara tidak etis telah menimbulkan berbagai kerugian bagi para investor. Pelanggaran

Pada kasus tersebut prinsip etika profesi yang dilanggar adalah tanggung jawab prolesi, dimana seharusnya melakukan pertanggung jawaban sebagai profesional yang