BAB III
METODOLOGI DAN PROGRAM KERJA
3.1 PENDEKATAN
Berdasarkan diskripsi perlunya penyusunan langkah – langkah dalam pelaksanaan dan penyelesaian pekerjaan Perencanaan Jalan Akses Menuju Bandara Long Ampung, maka Konsultan Perencana menyusun suatu Metodologi pelaksanaan yaitu Langkah kerja yang sistematis baik menyangkut persiapan, Langkah Pengambilan data sekunder, pelaksanaan survey, analisis dan perhitungan data serta Perhitungan dan perencanaan sehingga sasaran yang ingin didapat sesuai Kerangka tersebut dapat dicapai. Dalam pembahasan Pendekatan dan Metodologi pelaksanaan ini akan menerapkan beberapa Metode dan pendekatan, baik pengambilan data, perhitungan pekerjaan ini, yang tentunyan didasarkan atas Lingkup pekerjaan dan tujuan yang ingin dicapai. Harus diperhatikan bahwa walaupun pada umumnya Prosedur dan Dokumen Kontrak yang merupakan acuan akan tetapi tetap diperlukan adaptasi sesuai dengan kondisi yang sebenarnya dilapangan. Tanpa melakukan hal ini maka kemungkinan kesulitan yang tidak diperkirakan sebelumnya akan timbul dan ini akan berakibat terlambatnya pelaksanaan dan juga berakibat kepada penambahan biaya.
3.2 METODOLOGI PERENCANAAN PEKERJAAN
Secara umum langkah kerja perencanaan jalan ini akan mengacu pada Prosedur yang telah ditentukan Oleh Dinas Pekerjaan Umum, dimana seluruh kajian akan mengacu pada prinsip perencanaan jalan, baik menyangkut ketentuan pengambilan data lapangan maupun dasar – dasar perhitungan
3.2.1. Orientasi dan Persiapan Kegiatan Lapangan
Mengacu pada kerangka Acuan kerja, kegiatan survey lapangan yang harus dilakukan adalah :
Survey Topograf
Survey Mekanika Tanah Survey Hidrologi
Sebelum survey tersebut dilaksanakan, perlu dilakukan orientasi lapangan yang bertujuan untuk mengetahui kondisi lapangan berkaitan dengan pelaksanaan survey tersebut, yang menyangkut daerah yang akan disurvey, menyangkut batas – batas, sehingga dapat dilakukan langkah dan strategi dapat diambil dalam pelaksanaan survey ini, hal ini diharapkan akan dapat memperlancar jalannya survey sehingga hal yang diinginkan dapat dicapai.
3.2.3. Tahap Persiapan dan Mobilisasi
Kegiatan awal sebelum memulai kegiatan lapangan adalah tahap persiapan. Dalam tahap persiapan ini Konsultan menyiapkan segala sesuatunya yang diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan baik untuk kegiatan di Kantor maupun
untuk pelaksanaan survey lapangan, baik menyangkut Persiapan Personil, Peralatan dan Program kerja. Adapun kegitan persiapan ini secara garis besar meliputi:
Penyiapan Rencana dan Program Kerja Penyiapan Time Schedule
Penyiapan Surat Menyurat
Pengumpulan Data Skunder, yang berupa peta dasar rupa Bumi BAKOSURTANAL Skala 1 : 50.000, Peta Geologi Teknik Skala 1 : 250.000, dan laporan - laporan terdahulu yang dapat memberikan informasi yang berguna dalam pelaksanaan pekerjaan Perencanaan ini. Melakukan Konfrmasi dengan Pemilik Pekerjaan, yang
dalam hal ini PPTK Perencanaan, menyangkut kepastian letak dan ruas yang akan di survey.
Persipan Personil dan peralatan.
Mobilisasi Personil sesuai dengan jadwal kegiatan personil 3.2.4. Survey Pendahuluan
Survey pendahuluan bertujuan mengumpulkan Data Pendukung untuk melaksanakan survey detail dan mengumpulkan data lainnya, Sebelum Survey Topograf, Drainase, Hidrologi, Soil, Design Jalan dilaksanakan. Survey Pendahuluan ini dapat berupa : Colecting Data dan Reconnaisance Survey.
Colecting Data Meliputi Kegiatan-kegiatan :
a. Menyiapkan Peta dasar yang berupa Peta Topograf dengan Skala 1 : 250.000, 1 : 100.000, peta Rupa Bumi BAKOSURTANAL 1 : 50.000 dan Peta Geologi Teknik Skala 1 : 250.000 serta Peta Tata Guna tanah yang dipakai untuk menentukan Trase jalan dan Titik
Akhir Trase jalan secara garis besar dengan menunjukkan beberapa alternatif trase jalan, Untuk membandingkan jenis lapisan struktur tanah dengan hasil penyelidikan Mekanika Tanah.
b. Mempelajari lokasi rencana Trase Jalan dan daerah-daerah sekitarnya dari segi geografs, Sosial ekonomi secara umum.
c. Mengumpulkan informasi mengenai Harga Satuan (Basic Price) yang ditetapkan Pemerintah Daerah dan Biaya Hidup Sehari-hari.
d. Mengumpulkan informasi Sumber Material (Quarry) yang diperlukan
Reconnaisance Survey meliputi Kegiatan-kegiatan Sebagai berikut :
a) Menganalisa secara visual keadaan tanah pada daerah bencana Trase Jalan.
b) Mengumpulkan data yang diperlukan untuk kemungkinan diperlukan pemasangan jembatan, gorong-gorong dan bangunan pelengkap lainnya. c) Membuat foto dokumentasi lapangan pada
lokasi-lokasi penting.
d) Membuat laporan lengkap perihal butir a s/d c dan memberikan saran-saran yang diperlukan untuk
pekerjaan konstruksi, dengan memperbandingkan alternatif Trase Jalan yang diambil.
3.2.5. Tahap Pekerjaan Lapangan.
Jenis kegiatan lapangan meliputi :
I. Survey Topograf
Pengukuran topograf adalah kegiatan pengambilan data lapangan untuk mendapatkan data ketinggian dan situasi permukaan tanah dengan menggunakan alat ukur optis. Pekerjaan Survey topograf ini terdiri dari dua bagian kegiatan sebagai berikut :
.a Pekerjaan Perintisan untuk pengukuran. .b Pekerjaan pengukuran terdiri dari :
Pemasangan Patok Tetap Bench Mark (BM), yang berupa patok kayu.
Pengukuran Poligon atau Pengukuran titik kontrol horizontal.
Pengukuran Titik Kontrol Vertikal. Pengukuran situasi Detail
Pengukuran penampang memanjang dan melintang.
Pengukuran Khusus.
Pekerjaan perintisan berupa merintis atau membuka sebagian daerah yang akan diukur sehingga pengukuran dapat berjalan.
Peralatan yang dipakai untuk perintisan peralatan konvensional (parang).
Perintisan diusahakan mengikuti koridor yang telah diplot diatas peta topograf atau atas petunjuk Team Leader atau Geodetic Engineer.
Pekerjaan pengukuran topograf sedapat mungkin dilakukan sepanjang rencana as jalan (mengikuti koridor rintisan) mengadakan pengukuran-pengukuran tambahan pada daerah persilangan dengan sungai dan jalan lain sehingga dimungkinkan diperoleh as jalan sesuai dengan setandar yang ditentukan.
Awal pengukuran dilakukan pada tempat yang mudah dikenal dan aman.
Awal dan akhir proyek hendaknya diikatkan pada titik tetap.
II. Pekerjaan Pengukuran
a. Pengukuran Poligon atau Titik Kontrol Horizontal
Khusus untuk profl memanjang titik-titiknya yang terletak disumbu jalan diberi paku dengan dilingkari cat sebagai tanda.
Pengukuran titik kontrol dilakukan dalam bentuk poligon terbuka yang akan diikat pada titik
referensi tetap yang berupa Bench Mark (BM) yang terbuat dari beton bertulang.
Sisi poligon atau jarak antar titik poligon maksimal 50 meter diukur dengan pegas ukur (meteran) atau alat ukur jarak elektronis.
Sudut-sudut poligon diukur dengan alat ukur Theodolit dalam ketelitian dala second (yang mudah/ umum dipakai adalah Theodolit
Ketelitian untuk pengukuran poligonnya adalah sebagai berikut :
Kesalahan sudut yang
diperbolehkan adalah 10” n dimana n adalah jumlah titik Poligon.
Kesalahan Azimut pengontrol tidak lebih dari 5”
Perhitungan azimuth untuk poligon menggunakan Rumus sebagai Berikut :
X1 = D Sin Y1 = D Cos Dimana :
D = 100 x (BA – BB) Cos = Azimuth Antara Patok
b. Pengukuran Titik Kontrol Vertikal.
Jenis alat yang dipergunakan untuk pengukuran Kontrol Vertikal ini alat ukur Waterpass Wild NAK – II.
Untuk pengukuran ketinggian dilakukan dengan Pergi dan pulang.
Batas ketelitian tidak boleh lebih besar dari 10 akar D mm, dimana D adalah panjang pengukuran (Km) dalam 1 (satu) hari.
Rambu ukur yang dipakai harus dalam keadaan baik dalam arti pembagian skala jelas dan sama. Setiap kali pengukuran dilakukan pembacaan
rangkap 3 (tiga) benang dalam satuan milimeter. Benang atas (BA), Benang Tengah (BT), dan
Benang Bawah (BB), kontrol pembacaan 2 BT = BA + BB.
c. Pengukuran Situasi Detail
Pengukuran Situasi dilakukan dengan sistem Tachymetri.
Ketelitian alat yang dipakai adalah 30” (sejenis dengan Theodolit To).
Pengukuran situasi daerah sepanjang rencana jalan harus mencakup semua keterangan dan Detail yang ada didaerah sepanjang rencana jalan tersebut.
Untuk tempat-tempat jembatan atau perpotongan dengan jalan lain pengukuran harus diperluas (lihat pengukuran khusus).
Tempat-tempat sumber material jalan yang terdapat disekitar jalur jalan perlu diberi tanda diatas peta dan difoto (jenis dan lokasi material). Perhitungan Beda tinggi untuk pengukuran situasi
adalah sebagai Berikut :
d = D Cos
D = 100 x (BA – BB) Cos Dm = d Cos
= 100 (BA – BB) Cos2 Beda Tinggi :
H = 100(BA-BB) x ½ Sin 2 + (Ti – Bt)
dimana :
Ti = Tinggi Instrumen
Bt = Bacaan Benang Tengah = Sudut Baca
d. Pengukuran Penampang Memanjang dan Melintang
Pengukuran penampang memanjang dan melintang dimaksudkan untuk mengetahui keadaan profl permukaan Existing, sehingga dapat dibuat suatu rencana yang akan disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan lapangan.
e. Perhitungan dan Penggambaran
Perhitungan koordinat poligon utama didasarkan pada titik-titik ikat yang dipergunakan seperti yang telah dijelaskan diatas
Penggambaran titik-titik poligon berdasar hasil perhitungan koordinat.
Peta Situasi digambar dengan skala 1 : 2.000 dan interval kontur 1 meter.
Ketinggian titik dalam gambar akan ditandai dengan Notasi nilai kontur dan untuk masing – masing titik situasi.
Penggambaran Potongan Melintang dan Memanjang dilakukan pada kertas standart dengan skala Horizontal 1 : 2000 dan skala Vertikal 1 : 200
III. Penyelidikan Tanah
Maksud dari penyelidikan tanah ini adalah untuk mendapatkan parameter tanah dan mengetahui keadaan tanah dilokasi pekerjaan yang menyangkut :
a. Tingkat stabilitas rencana jalan.
b. Pengelompokan dan analisa sifat tanah dasar rencana sub grade hubungannya dengan analisa pekerjaan jalan dan bangunan jalan lainnya.
c. Jenis, volume dan lokasi quarry yang ada dilokasi dan yang dapat dimanfaatkan dalam pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi nantinya.
Dalam pelaksanaan Pekerjaan Penyelidikan Tanah ini terdiri dari dua bagian kegiatan yaitu :
Penyelidikan Lapangan
Pekerjaan Penyelidikan Lapangan terdiri dari : Test DCP (Dynamic Cone Penetrometer)
Maksud dilakukan Test DCP ini adalah untuk mendapat kan nilai CBR (California Bearing Ratio) atau kekuatan tanah dasar dilapangan. Pemeriksaan dengan alat DCP mengahasilkan data kekuatan tanah sampai kedalaman 90 cm dibawah tanah dasar. Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat Dynamic Cone Penetrometer (DCP) dengan kriteria sebagai berikut :
Pemberat seberat 20 lb (9,07 kg). Ketinggian jatuh 20 inch 950,8 cm). Diameter tiang 16 mm.
Konus berbentuk kerucut luas 1,61 cm2 dengan sudut 30 o, yang biasa digunakan di Indonesia.
Hasil pemeriksaan dapat dinyatakan dengan : Penetrabilitas Skala Penetrometer ( SPP )
penetrasi kedalaman tanah, yang dinyatakan dalam cm /tumbukan.
Tahanan Penetrasi skala (SPR), yaitu sukar atau tidaknya melakukan penetrasi kedalam tanah. Dinyatakan dalam tumbukan/cm.
SPR = 1 / SPP
Data lapangan umumnya dalam skala Penetrabilitas Penetrometer (SPP), tetapi dalan analisis dipergunakan skala Penetrasi tahanan (SPR).
Korelasi nilai CBR diperoleh dengan mempergunakan kertas transparan. Kertas transparan tersebut digeser – geserkan dengan tetap menjaga sumbu grafk pada kedua gambar sejajar, sehingga diperoleh garis komulatif tumbukan, yang berimpit dengan salah satu garis pada kertas transparan. Nilai yang ditunjukan oleh garis tersebut merupakan nilai CBR lapangan pada kedalaman tersebut. Korelasi ini akan dilakukan pembandingan dengan hasil yang diperoleh dari test CBR dengan nilai DCP dari lokasi ynag berdekatan.
pelaksanaan pengujian ini akan dicatat dalam blanko yang telah disiapkan. Pelaksanaan pengujian DCP Test ini dilakukan pada interval
300 meter. Hasil dari test ini akan dikonfrmasi untuk data perencanaan tebal perkerasan.
IV. Tes Laboratorium
Test Laboratorium dimaksudkan untuk mendapatkan atau mengetahui parameter tanah di lokasi pekerjaan, dimana parameter ini akan digunakan dalam perhitungan perencanaan.
Test Laboratorium dilakukan pada contoh tanah terganggu (Disturbed sample) yang representatif untuk satu satuan tanah yang meliputi :
Grain Size Analysis (Analiasa saringan) Volume Weigh (Berat Volume)
Specifc Gravity
Atterberg Limit (LL, PL dan PI) CBR (Calofornia Bearing Ratio)
Compaction Modifed.(Nilai Kepadatan) Nilai Permeabilitas (K)
Kuat Geser Tanah ( )
V. Survey Hidrologi
Survey Hidrologi bertujuan untuk mencari data yang diperlukan dalam analisa Hidrologi dan selanjutnya dapat
dipakai dalam perencanaan drainase, sedangkan perencanaan drainase sangat diperlukan untuk menentukan jenis dan dimensi dari bangunan-bangunan drainase disamping untuk mentukan bentuk potongan jalan itu sendiri.
Lingkup pekerjaan survey Hidrologi ini meliputi :
Menganalisa pola aliran pada daerah rencana trase jalan untuk mendapatkan Trase Jalan yang paling aman dilihat dari pengaruh pola aliran tersebut.
Dari data lapangan dan hasil perhitungan tersebut diatas selanjutnya menentukan jenis dan dimensi bangunan drainase yang diperlukan seperti jenis saluran samping dan dimensinya, jenis dan dimensinya gorong-gorong serata jenis jembatan yang diperlukan.
VI. Curah Hujan Rencana
Perhitungan curah hujan rencana ini digunakan untuk perhitungan kebutuhan air drainasi (drain modul) dan debit banjir. Curah hujan rencana dapat dihitung dengan analisis frekuensi. Penggunaan ini bergantung dari ketersediaan data (akurat), kualitas dan jumlah data, keperluan dan pengalaman-pengalaman. Sedangkan data-data hujan dilakukan dahulu terhadap kondisi data yaitu dengan cara uji abnormalitas, sebagai berikut : Dari data curah hujan maksimum tersebut diatas terdapat data curah hujan yang sangat ekstrim, maka
sebelum dipergunakan data curah hujan harian maksimum ini harus diuji kenormalannya (Uji Abnormalitas)
Jika ada N buah data yang tersedia dan ada 1 data ekstrim yang akan diuji maka data yang dipakai untuk analisa ini adalah N-1 data. Sedangkan Rumus-rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut.
1. Baras penyingkaran
εo = 1 – (1-βo)1/ndimana : ε = laju abnormalitas εo = batas penyimpangan βo = laju resiko
n = data (N-1)
2. Rumus iwai untuk mempekirakan harga abnormal :
Log (xε + b) = log (xo + b) ± γε * Sx Sx = X2 Xo2
Dimana : xε = harga yang diperiksa Xo = rata-rata data
γε = berdasarkan tabel 3. Perkiraan pertama harga xo :
Log xo = 1/n
n I 1 log xi 4. Perkirakan harga b : b = 1/m
n I 1 bi, m
n/10 bi = 2 ( ) * xt xs xo xo xt xs dimana : xs = harga pengamatan dengan nomor urut m dari yang terbesar
xt = harga pengamatan dengan nomor urut m dari yang terkecil 5. Perkiraan harga Xo : Xo = log (xo + b) Xo = 1/n
n I 1 log (xi + b) 6. Perkiraan harga c : 1/c = 2 ) (log( ) 1 /( 2
b xo b xi n 1/c = √(2n/(n – 1))* √(X2 - Xo2 X2 = 1/n
n I 1 {log (xi + b)}2Ada berbagai cara analisa frekuensi, antara lain : Metode log person type III
Metode gumbel Metode log normal
3.3 Program Kerja
Rencana Kerja diselaraskan dengan Pendekatan dan Metodologi pekerjaan yang telah dijabarkan sebelumnya, diantaranya :
I. Perencanaan dan Penggambaran
Dasar dari Perencanaan ini adalah mengikuti Prosedur baku Standart Bina Marga atau seperti yang ditentukan dalam kerangka acuan pekerjaan.
Adapun dasar dari perencanaan ini adalah :
Standart Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota – 1990 (Bina marga).
Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya No. 13 Th 1970.
Pedoman untuk Pengumpukan Rutin Data untuk desain yang diterbitkan oleh Sub dit. BIPRAN Bina Marga, Oktober 1989.
Bahan-bahan Overlay Design Course yang diselenggarakan Central Design Office-BIPRAN, April 1987.
Konsultan akan menyiapkan konsep perencanaan teknis (Draft Design) dari setiap detil perencanaan kemudian melaporkannya kepada Project Officer untuk mendapatkan persetujuan. Draft Design tersebut digambarkan diatas kertas milimeter atau langsung diatas kertas standar sheet yang telah ditetapkan.
Konsep Perencanaan ini meliputi antara lain :
Plant (alinyemen horizontal) digambar diatas peta skala 1 : 2.000 dengan interval garis tinggi satu meter dan dilengkapi dengan indek antara lain
Lokasi dari semua dan nomor-nomor titik kontrol horizontal / vertikal.
Lokasi dari semua data topograf yang penting seperti batas rawa, kebun, hutan lindung, rumah, sungai dan lain-lain.
Elemen-elemen lengkung horizontal (Curva data) yang direncanakan dalam bentuk tikungan full circel atau lengkung peralian untuk sudut lengkung > 200.
Lokasi dari gorong-gorong dan rencana jembatan.
Profle (alinyemen vertikal)
Setelah konsep alinyemen horizontal disetujui oleh project officer dan telah di pindahkan ke kertas standar sheet, maka konsep alinyemen vertikal (penampang memanjang) dapat segera dimulai.
Konsep alinyemen vertikal ini dapat langsung digambar langsung (dengan pensil) diatas standar sheet tadi dibagian bawah dari gambar alinyemen horizontal. Alinyemen vertikal
digambar dengan skala horizontal 1 : 2.000 dan skala vertikal 1 : 200 yang mencakup hal-hal berikut :
Tinggi muka tanah asli dan tinggi nomor potongan melintang
Pengetrapan kemiringan maksimum dan lengkung horizontal (diagram super elevasi). Elemen-elemen / data-data lengkung
horizontal
Lokasi bangunan – bangunan pelengkap dan bangunan-bangunan drainase.
Potongan Melintang (Cross Section)
Gambar potongan melintang dibuat menurut peta topograf sesuai keadaan pada lokasi yang ditentukan diatas standar sheet dengan skala 1 : 200 dan skala vertikal 1 : 200.
Stationing dilakukan setiap interval 50 meter. Potongan melintang Standard (Typical Cross
Section)
Gambar ini dibuat dalam skala yang pantas dengan memuat semua detail yang perlu antara lain:
Penampang pada daerah galian dan daerah timbunan pada ketinggian yang bereda-beda. Bangunan Standard Pelengkap dan Drainase (1 :
10)
Gambar ini mencakup semua detail bangunan-bangunan lengkap dan bangunan-bangunan-bangunan-bangunan drainase seperti turap pelindung talud, gorong-gorong, saluran pasangan batu dan lain-lain.
Dalam pelaksanaan Pekerjaan Perencanaan ini dilakukan tinjauan – tinjauan terhadap :
II. Perencanaan Geometrik
a. Alignement Vertikal
Tinjauan Alignement secara keseluruhan
Alignement vertikal merupakan bidang tegak yang melalui sumbu jalan atau proyeksi tegak lurus bidang gambar. Ditinjau secara keseluruhan alignemen vertikal harus dapat memberikan kenyamanan dan keamanan pemakai jalan, untuk mencapai hal ini perlu diperhatikan hal-hal berikut :
Sedapat mungkin menghindari broken backgrade line, artinya jangan sampai kita merencanakan lengkung vertkal searah (cekung maupun cembung) yang hanya dipisahkan oleh tangen yang pendek.
Menghindari hidden dip artinya kalau kita mempunyai alignement vertikal yang relatif datar dan lurus, jangan sampai didalamnya terdapat lengkung – lengkung cekung yang pendek yang dari jauh kelihatannya tidak ada atau tersembunyi.
Landai penurunan yang tajam dan panjang harus diikuti oleh pendakian agar secara otomatis kecepatan yang besar dari kendaraan dapat terkurangi.
Faktor – faktor yang perlu diperhitungkan dalam perencanan Alignement Vertikal adalah sebagai berikut :
Kecepatan Rencana
Kecepatan rencana yang diambil harus disesuaikan dengan ketetapan yang telah dipakai pada alignement horizontal, dengan demikian klasifkasi medan yang telah ditetapkan untuk alignement horizontal berikut dengan kecepatannya harus djadikan pegangan untuk menghitung tikungan – tikungan pada alinement horizontal, KLu Hl ini tidak dijaga akan diperoleh ketidak seimbangan, misalnya suatu pihak kita mempunyai kecepatan rencana yang tinggi untuk alignement horizontal, sedangkan alignement vertikal hanya memiliki rencana kecepatan yang lebih rendah atau sebaliknya, ini berarti akan merugikan pemakai jalan atau bahkan bisa membahayakan pemakai jalan.
Topograf
Keadaan Topograf erat hubungannya dengan volume perbedaan tanah, untuk medan yang berat sering kita terpaksa
harus menggunakan angka – angka kelandaian maksimum pada alignement vertikal agar volume pekerjaan tanah dapat dikurangi, disamping itu penetapan kelandaian harus dipertimbangkan sehingga tinggi galian ataupun dalamnya timbunan masih dalam batas-batas kemampuan pelaksanaan.
Tanah Dasar
Dalam merencanakan alignement vertikal kita harus memperhatikan ketinggian tanah dasar terhadap muka air banjir, artinya jangan sampai alignement vertikal tidak cukup tinggi. Kedududkan alignement vertikal harus sedemikian sehingga :
Permukaan air banjir tidak mecapai lapisan-lapisan perkerasan.
Cukup tingg sampai kita dapat memasang Box Culvert yang betul – betul berfungsi jika diperlukan.
Panjang lengkung vertikal cembung diambil dari syarat – syarat ini :
Syarat keamanan : berdasarkan
Jarak pandangan henti (S < Lv atau S > Lv)
Pakai grafk III halaman 20 PPGR Jarak pandangan menyiap
Syarat Keluwesan bentuk Lv = 0,6 x V dimana :
V = kecepatan rencana (Km/jam) Syarat Drainase Lv = 40 x A
Paling ideal ambil Lv yang terpanjang, dalam merencanakan lengkung vertikal, biasanya elevasi PVI telah ditentukan terlebih dahulu, kemudian baru dihitung besaran yang lain.
b. Alignement Horizontal
Alignement Horizontal merupakan Trase Jalan yang terdiri atas :
Garis lurus (tangen) yang merupakan bagian lurus dari Trase jalan yang dihubungkan dengan lengkungan yang berupa busur lingkaran/ busur peralihan.
Lengkungan yang dihubungkan dengan tangen yang satu dengan tangen yang lain disebut tikungan atau lengkung horizontal. Tikungan atau lengkungan adalah merupakan bagian yang sangat kritis pada alignemet horizontal yang akan melemparkan kendaraan keluar daerah tikungan yang disebut gaya sentrifugal. Ditinjau secara keseluruhan
penetapan alignement horizontal harus dapat menjamin keseluruhan ataupun keselamatan bagi pemakai jalan. Untuk menetapkan Alignement Horizontal pada suatu arus jalan perlu diketahui terlebih dahulu topograf yang akan dilalui oleh trase jalan yang akan direncanakan. Dalam hal ini mengenal tiga jenis klasifkasi medan yang dibedakan oleh besarnya kemiringan medan dalam arah yang kira-kira tegak lurus as jalan yaitu medan datar, bukit dan gunung. Selain kondisi medan (klasifkasi medan) elemen-elemen utama perencanaan Alignement Horizontal adalah klasifkasi jalan dan besarnya lalu-lintas harian rata-rata (LHR) yang dinyatakan dalam SMP (Satuan Mobil Penumpang).
c. Perencanaan Tikungan
Ada 3 (tiga) macam bentuk tikungan yang dianjurkan dalam standar yang dikeluarkan oleh Bina marga, sebagai berikut :
1. Circle – circle
Bentuk tikungan ini digunakan pada tikungan yang mempunyai jari-jari besar dan sudut tangen yang relatif kecil, adapun batasan-batasan yang biasa digunakan di Indonesia dimana diperbolehkan menggunakan bentuk circle-circle adalah sebagai berikut .
Kecepatan rencana (Km/ jam)
Jari – Jari Minimun ( m )
120 100 80 60 40 30 2000 1500 1100 700 300 180
Untuk tikungan yang jari-jarinya lebih kecil dari harga diatas bentuk tikungan yang dipakai adalah Spiral – Circle – Spiral. Rumus -rumus yang digunakan pada tikungan circle – circle ini adalah sebagai berikut :
T = R x Tg 1/2 E = T x Tg 1/4 L = /180 x x R Dimana :
T = Jarak antara Tc dan PI (m)
E = Jarak PI kelengkung peralihan (m) L = Panjang bagian tikungan (m) R = Jari – jari tikungan (m)
= Sudut tangen.
Harga delta () dihitung secara analis berdasarkan koordinat – koordinat PI (diukur dari gambar).
2. Spiral – Circle – Spiral
Pada bentuk peralihan ini spiral - spiral merupakan peralihan dari bagian lurus kebagian circle sehingga dikenal dengan istilah lengkung peralihan. fungsi utama dari lengkung peralihan adalah :
Menjaga agar perubahan gaya sentrifugal yang timbul pada waktu
kendaraan memasuki atau
meninggalkan tikungan dapat terjadi secara berangsur-angsur dengan demikian diharapkan agar kendaraan dapat melintasi jalur yang telah disediakan untunya tidak melintasi jalur lain.
Untuk kemungkinan mengadakan perubahan dari lereng jalan normal kekemiringan sebesar super elevasi yang telah ditentukan secara berangsur – angsur sesuai dengan gaya sentrifugal yang timbul.
Panjang lengkung peralihan (spiral)
diperhitungkan dengan
mempertimbangkan bahwa perubahan gaya sentrifugal dari nol pada bagian circle jaringan sampai menimbulkan perasaan tidak enak pada pengemudi/ pemakai jalan, untuk itu dikenal rumus (Modifed Short Formula) sebagai berikut :
Ls min = 0.022((V3 / R)) – 2.727 ((V.k/c))
Dimana :
Ls = Panjang Spiral (m)
V = Kecepatan rencana (km/jam) R = Jari – jari circle (m)
C = Perubahan kecepatan = 0.4 m/dt
K = Super elevasi. Ls terdapat pada tabel. Lengkungan (Circle)
Radius circle yang diambil harus sedemikian sehingga sesuai dengan kecepatan rencana yang ditentukan serta tidak mengakibatkan adanya miring tikungan yang melebihi harga maksimum. Miring tikungan maksimum 0,10 dan untuk urban Highway. Untuk Rural Highway ditetapkan miring tikungan maksimum 0,10 dan untuk urban Highway 0,08.
Besarnya Rmin ditetapkan dengan Rumus : Rmin = V2 / 127 (e + fm).
Dimana :
R = jari – jari lengkung minimum V = kecepatan rencana
E = Super elevasi
Rumus-rumus yang digunakan untuk jenis tikungan adalah sebagai berikut : Ts = (R+p) tgl / 2 + R Es = (R+p) sec ½ - R L = L’ + 2 Ls Dimana : L’ = ’ / 360 x 2 x n x R ’ = - 2 s 3. Spiral – spiral
Bentuk tikungan ini dipergunakan pada tikungan yang tajam, adapun rumus – rumus yang digunakan adalah sama dengan tikungan spiral – circle – spiral, hanya perlu dingat bahwa :
’ = 0 s = 0
Rumus – rumus yang digunakan untuk jenis tikungan ini adalah :
Ls = s/ 28.648 x R Ts = (R + p) tg /2 + k Es = (R + p) sec ½ - R
L = 2 Ls Kontrol 2 Ls < 2 Ts Dimana : P = P* x Ls
K = k* x Ls 4. Kemiringan Melintang
Untuk drainase permukaan jalan dengan alignement lurus membutuhkan kemiringan melintang yang normal 2% untuk aspal beton atau perkerasan beton dan 3% - 5% untuk perkerasan macadam atau perkerasan lainnya dan jalan batu kerikil. Dari kemiringan normal pada jalan lurus kemiringan melintang jalan akan berubah menjadi kemiringan maksimum (e mak) pada daerah busur lingkaran (tikungan). Nilai (emak) bergabung pada kecepatan rencana dan jari-jari tikungan, nilai pendekatan untuk tikungan super elevasi maksimum adalah 10%. Besarnya kemiringan maksimum (super elevasi) diberikan kecepatabn rencana dan jari - jari tikungan, nilai super elevasi dapat dilihat pada tabel 14 standard Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota (Desember 1990).
III. Perencanaan Perkerasan
Lapisan perkerasan berfungsi untuk menerima dan meyebarkan beban lalu lintas tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu sendiri, dengan demikian memberikan kenyamanan kepada sipengemudi selama masa pelayanan tersebut. Untuk itu
dalam perencanaan perlu dipertimbangkan faktor – faktor yang dapat mempengaruhi fungsi pelayanan konstruksi perkerasan jalan seperti :
Fungsi jalan
Kinerja perkerasan (Pavement Performance) Umur Rencana
Lalu lintas
Sifat tanah dasar Kondisi lingkungan
Sifat dan banyaknya meterial yang tersedia dilokasi sebagai lapisan perkerasan.
Bentuk geometrik lapisan perkerasan. a. Syarat – syarat berlalu lintas
Konstruksi perkerasan lentur dipandang dari segi keamanan dan kenyamanan berlalu lintas harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut :
Permukaan yang rata, tidak bergelombang, tidak berlendut serta tidak berlobang.
Permukaan cukup kaku sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat beban yang bekerja diatasnya.
Permukaan cukup kesat sehingga memberikan gesekan yang baik antara beban dan permukaan jalan sehingga tidak mudah selip.
Permukaan tidak mengkilap dan tidak silau jika terkena sinar matahari.
b. Syarat – syarat kekuatan / Struktural
Konstruksi perkerasan jalan ditinjau dari segi kemampuan memikul dan menyebarkan beban, harus lah memenuhi syarat – syarat sebagai berikut:
Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban lalu lintas ketanah dasar. Kedap air sehingga air tidak meresap pada
lapisan dibawahnya.
Permukaan mudah mengalirkan air sehingga air hujan yang jatuh diatasnya dapat segera dialirkan.
Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan deformasi yang berarti. Berdasarkan bahan pengikatnya konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan atas :
Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.
Konstruksi perkerasan kaku (Rigid pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan semen
(Portland cement) sebagai bahan Pengikat. Pelat beton atau dengan tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton.
Flexible Pavement
a. Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan
Konstruksi perkerasan lentur (Flexible pavement) terdiri dari lapisan – lapisan yang diletakkan diatas dasar yang telah dipadatkan.
Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari : Lapis permukaan (Surface course) Lapis pondasi atas (Base course)
Lapis pondasi bawah (sub base course)
Lapis tanah dasar (sub grade) b. Lapis Permukaan (surface course)
Lapis yang terletak paling atas disebut lapis permukaan, berfungsi antara lain : Lapis perkerasan penahan beban roda,
untuk menahan beban roda selama pelayanan.
Lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap lapisan dibawahnya dan melemahkan lapisan tersebut.
Lapis aus (wearing course), lapisan yang langsung meneima gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.
Lapisan yang menyebarkan beban kelapisan dibawahnya sehinga dapat dipikul kelapisan lain dengan daya dukung yang lebih jelek.
Guna dapat memenuhi fungsi diatas, pada umumnya lapisan permukaan dibuat dengan menggunakan beban pengikat aspal sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan daya dukung yang tahan lama. c. Lapisan Pondasi Atas (Base course)
Lapisan perkerasan yang terletak diantara lapisan pondasi bawah dan lapis permukaan dinamakan lapis pondasi atas (base course).
Fungsi lapisan pondasi atas (base course) diantaranya adalah sebagai berikut : Bagian perkerasan yang menahan
gaya lintang dari beban roda dan meyebarkan beban kelapisan dibawahnya.
Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.
Bantalan terhadap lapisan permukaan. Material yang akan digunakan untuk lapis pondasi atas adalah material yang cukup kuat. Untuk lapis pondasi atas tanpa bahan pengikat umumnya menggunakan material dengan CBR > 50% dan plastisitas index (PI) < 4%. Bahan – bahan alam seperti batu pecah, kerikil pecah, stabilitas tanah dengan semen dan kapur dapat digunakan sebagai lapis pondasi atas.
d. Lapis Pondasi Bawah (sub base course) Lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi atas dan tanah dasar dinamakan lapis pondasi bawah (sub base course). Lapisan pondasi bawah ini berfungsi sebagai :
Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda
ketanah dasar lapisan ini harus cukup kuat mempunyai CBR >20% dan PI < 10%.
Efsien penggunaan material, material pondasi bawah relatif murah dibandingkan dengan lapisan perkerasan diatasnya.
Mengurangi lapisan perkerasan diatasnya yang lebih mahal.
Lapisan pertama, agar pekerjaan berjalan dengan lancar, hal ini
sehubungan dengan kondisi
dilapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca, atau lemahnya daya dukung tanah dassar menahan roda – roda alat berat.
e. Lapisan Tanah Dasar (sub grade)
Lapisan tanah setebal 50 – 100 cm diatas dimana akan diletakan lapisan pondasi bawah dinamakan lapisan tanah dassar. Lapisan tanah dasar dapat berupa lapisan tanah asli yang dipadatkan jika lapisan tanahnya baik, tanah yang didatangkan dati tempat lain dan dipatkan atau tanah yang distabilisasi dengan kapur atau bahan lainnya. Pemadatan yang baik diperoleh jika dilakukan pada kadar air
optimum dan diusahakan kadar air tersebut konstan selama umur rencana. Hal ini dapat dicapai jika dilengkapi perlengkapan drainase yang memenuhi syarat.
Jika ditinjau dari muka tanah asli, lapisan tanah dasar dibedakan atas :
Lapisan tanah dasar, tanah galian Lapisan tanah dasar, tanah timbunan Lapisan tanah dasar , tanah asli.
Sebelum diletakkan lapisan-lapisan lainnya tanah dasar dipadatkan terlebih dahulu sehingga mencapai kestabilan yang tinggi terhadap perubahan volume.
Rigid Pavement
a. Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan
Konstruksi perkerasan Kaku (Rigid pavement) terdiri dari lapisan – lapisan yang diletakkan diatas dasar yang telah dipadatkan.
Konstruksi perkerasan kaku terdiri dari : Lapis permukaan (Surface course)
Lapis pondasi atas (Base course)
Lapis pondasi bawah (sub base course) b. Metode Perencanaan Tebal Perkerasan
Dalam Perencanaan Tebal Perkerasan kami akan menggunakan Program RDS Versi 5.00 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Prasarana Jalan. Walaupun Cukup banyak terdapat metode – metode yang dikembangkan oleh berbagai negara dalam menghitung tebal perkerasan jalan seperti metode AASHTO dari Amerika Serikat yang telah mengalami perubahan secara terus menerus sesuai dengan penelitian yang diperoleh, Metode Bina Marga Indonesia yang merupakan modifkasi dari metode AASHTO, metode NAASRA dari Australia dan lain-lain, sedangkan yang digunakan di Indonesia yang sesuai dengan Bina Marga adalah sebagai berikut :
c. Metode Analisa Komponen SKBI 2.3.26 1987. Metode analisa komponen SKBI 2.3.26.1987. udc: 265.73 (02) merupakan metode yang bersumber dari metode AASHTO 72 dan modifkasi sesuai dengan kondisi alam, lingkungan, sifat tanah dasar dan jenis lapis perkerasan yang umum digunakan di
Indonesia. Parameter perencanaan perkerasan lentur dengan metode analisa komponen.
Survey Lalu lintas
Tebal lapisan perkerasan jalan ditentukan dari beban yang hendak dipikul, berarti dari arus lalu lintas yang hendak memakai jalan tersebut. untuk mengetahui hal ini terlebih dahulu harus diadakan survey terhadap besarnya arus lalu lintas yang melewati jalan tersebut. survey lalu lintas dimaksudkan untuk mendapatkan data – data volume Lalu Lintas Harian Rata–Rata (LHR) yang melewati jalan yang bersangkutan. Volume lalu lilntas dapat diperoleh dengan mencatat jumlah kendaraan yang lewat pada pos – pos pencatat yang dianggap dapat mewakili setiiap ruas jalan yang direncanakan. untuk perencanaan tebal perkerasan volume lalu lintas dinyatakan dalam kendaraan/hari/ satu arah untuk jalan satu atau dua arah terpisah atau dengan median. volume dari masing – masing jenis kendaraan dihitung dan dimasukkan dalam tabel standar Bina Marga, sehingga dari hasil tersebut diperoleh data – data kebutuhan perencanaan sebagai berikut :
- LHR (Lalu Lintas Harian Rata – rata) - Komposisi dan jenis kendaraan. Umur Rencana
Umur rencana perkerasan jalan adalah jumlah tahun dari saat jalan tersebut dibuka untuk lalu lintas kendaraan sampai diperlukan suatu perbaikan yang bersifat struktural (sampai diperlukan overlay lapisan perkerasan) selama umur rencana tersebut pemeliharaan perkerasan jalan tetap harus dilaksanakan, seperti pelapisan non struktural yang berfungsi sebagai lapisan aus. Umur rencana untuk perkerasan lentur jalan baru umumnya diambil 10 tahun dan untuk peningkatan jalan 5 tahun. umur rencana yang lebih besar dari 20 tahun tidak lagi ekonomis karena perkembangan lalu lintas yang terlalu besar dan sukar mendapatkan ketelitian yang memadai.
Perkembangan Arus Lalu lintas
Perkembangan arus lalu lintas selama umur rencana antara lain berdasarkan atas analisa ekonomi dam sosial daerah tersebut. Dinegara sedang berkembang termasuk Indonesia, analisa lalu lintas yang dapat menunjang data perencanaan yang memadai sukar dilakukan karena
kurangnya data yang diperlukan dan sukar memperkirakan arus lalu lintas yanga akan datang.
Angka Ekivalen
Angka ekivalen untuk setiap jenis kendaraan ditentukan berdasarkan beban sumbu depan dan belakang dari masing – masing jenis kendaraan. Untuk perencanaan tebal perkerasan angka ekivalen yang diperlukan adalah angka ekivalen berdasarkan berat kendaraan yang diharapkan selama umur rencana. oleh karena itu volume lalu lintas umumnya dikelompokkan atas beberapa kelompok yang masing – masing kelompok diwakili oleh satu jenis kendaraan.
Pengelompokan jenis – jenis kendaraan untuk perencanaan tebal perkerasan dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Mobil penumpang, termasuk didalamnya semua kendaraan yang berat total < 2 ton.
b. Bus e. Truk 5 as
Rumus yang dipergunakan untuk mementukan angka ekivalen adalah sbb:
Beban satu sumbu tunggal (kg)
Angka ekivalen = ( )
4
Sumbu Tunggal 8160
beban satu sumbu tunggal (kg)
Angka ekivalen = 0.086 ( )
4
Sumbu Ganda 8160
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen tahun 1987.
a. Koefsien Distribusi
Koefsien distribusi untuk kendaraan ringan dan berat yang melewati jalur rencana yang ditentukan berdasarkan jumlah dan arah kendaraan.
Langkah – langkah perencanaan tebal lapis perkerasan dengan menggunakan metode analisa komponen adalah sebagai berikut :
Tentukan nilai Daya Dukung Tanah dasar (DDT) Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafk korelasi. Yang dimaksud dengan CGR disi adalah
laboratorium untuk perencanaan jalan baru digunakan CBR Laboratorium.
Tentukan Umur rencana (UR)
Untuk jalan baru umur rencana biasanya diambil 20 tahun, dan dengan konstruksi bertahap (stage construction) atau tidak. Jika dilakukan konstruksi bertahap maka tentukan tahap pelaksanaannya
Tentukan Faktor Regional (FR)
Faktor regional berguna untuk memperhatikan kondisi jalan yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Bina Marga memberikan angka yang bervariasi antara 0.5 sampai 3.5 .
Tentukan lintas ekivalen rencana (LER) LET = ½ (LET + LEA)
LER = LET X FP Dimana :
LET = Lintas Ekivalen tengah LER = Lintas Ekivalen Rencana LEP = Lintas Ekivalen Permulaan LEA = Lintas Ekivalen Akhir FP = Faktor Penyesuaian UR/ 10
UR = Umur Rencana. Tentukan Index Permukaan Awal (IPo)
Nilai Ipo ditentukan dengan jenis lapis permukaan yang akan digunakan.
Tentukan Index Permukaan Akhir (IPt)
Index permukaan akhir ditentukan berdasakan besarnya lintas ekivalen rencana (LER) dan klasifkasi jhalan.
Tentukan Index Tebal Perkerasan (ITP)
Untuk menentukan nilai ITP yaitu dengan menggunakan Nomogram 1 s/d 9, pemilihan nomogram berdasarkan nilai Ipt dan IPo yang sesuai.
Tentukan Koefsien Perkerasan (a)
Kekuatan relatif ditentukan setiap jenis lapisan perkerasan yang dipilih besarnya kekuatan relatiif untuk masing – masing bahan.
Dengan menggunakan Rumus :
ITP = a1 x D1 + a2 x D2 + a3 x D3
Dimana :
a1, a2, a3 = koefsien kekuatan relatif bahan lapis perkerasan D1,D2, D3 = tebal masing-masing lapis
Perkiraan besarnya ketebalan masing – masing jenis lapis perkerasan ini tergantung dari nilai minimum yang telah diberikan oleh Bina Marga.
Dari hal tersebut diatas untuk perhitungan secara keseluruhan kami akan menggunakan Progran RDS 5.00 (Road Desain System Versi 5.00) yang dikeluarkan Oleh Dirjen PU.
Gambar 5 – 2
SKEMA URUTAN KEGIATAN PEKERJAAN PERENCANAAN JALAN Start Persiapan Adminisrasi Peta Dasar Literatur Personil/Peralatan Data sekunder Survey Pendahuluan Orientasi lapangan Survey Lapangan
Survey Topografi Survey Hidrologi Survey Lalulintas Survey Tanah
Analisis Evaluasi dan Perhitungan data
penggambaran dan Pelaporan hasil survey
Detail Desain dan Gambar Desain
Gambar 5 - 3
BAGAN ALIR PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN METODE BINA MARGA
Start
Infut Parameter Perencanaan Kekuatan Tanah dasar
Daya Dukung Tanah dasar (DDT)
Faktor Regional (FR) Intensitas curah hujan Kelandaian jalan % Kendaraan Berat Pertimbangan Teknis
Beban Lalu Lintas LER Pada lajur rencana
Konstruksi bertahap atau tidak dan pentahapannya
Indeks Permukaan Awal IPo
Akhir IPt
Jenis Lapisan Perkerasan
Konstruksi Bertahap Tentukan ITPi Tahap I Tentukan ITPi Selama UR Tentukan ITPi + 2 Untuk tahap I Dan tahap II Tentukan ITPi Tahap I Tentukan ITPi Tahap I Finish Ya Tidak
Penyiapan Dokumen Pelaporan
Laporan yang akan diserahkan dalam pekerjaan perencanaan ini terdiri dari :
Laporan Pendahulan
Laporan Reconaisance dapat pula merupakan laporan pendahuluan ini merupakan uraian mengenai hasil survey pendahuluan dilapangan yang menyangkut Lokasi Proyek, Program kerja dan metode yang akan dilaksanakan dalam pelaksanaan pekerjaan ini atau yang menyangkut data – data awal pekerjaan yang dilakukan pada saat orientasi lapangan.
Laporan Final Engineering
Laporan fnal engineering ini merupakan laporan akhir seluruh kegiatan perencanaan yang meliputi : Pengumpulan dan pengolahan data lapangan Analisa volume dan biaya satuan
Lampiran yang berisikan antara lain : peta sumber material (quarry), daftar gorong – gorong dan rencana lokasi jembatan dan bangunan pelengkap lainnya.
Uraian atau saran untuk menangani setiap item pekerjaan
Foto-foto lapangan. 3.4 Organisasi dan Personil
Organisasi merupakan salah satu fungsi managemen atau alat untuk mencapai tujuan. Agar pekerjaan perencanaan ini dapat berjalan lancar, terarah, terkoordinasi maka perlu adanya organisasi kerja yang baik yang merupakan Team Work.
Team Work
Keahlian Posisi
Sipil Jalan Team Leader Sipil Road Enginee r Sipil Ahli Teknik Hidrolog i Sipil Ahli Quantit y Enginee r Sipil Surveyo r Sipil Assisten Road enginee
Keahlian Posisi r Sipil CAD Operato r Administr asi Comput er Operato r Sipil Pemban tu Surveyo r