• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Kasus Pp Hipokalemia Erna Fix.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Kasus Pp Hipokalemia Erna Fix.pdf"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

A.

A. Latar BelakangLatar Belakang

Periodik paralisis hipokalemia merupakan kelainan pada membran Periodik paralisis hipokalemia merupakan kelainan pada membran sel yang sekarang ini dikenal sebagai sala

sel yang sekarang ini dikenal sebagai salah satu kelompok kelainan penyakith satu kelompok kelainan penyakit chabellopathies

chabellopathies pada otot  pada otot skeletal. skeletal. Kelainan ini Kelainan ini dikarakteristikkan dikarakteristikkan dengandengan terjadinya suatu episodik kelemahan tiba-tiba yang diakibatkan gangguan terjadinya suatu episodik kelemahan tiba-tiba yang diakibatkan gangguan  pada

 pada kadar kadar kaliun kaliun serum. serum. Periodik Periodik paralisis paralisis ini ini dapat dapat terjadi terjadi pada pada suatusuatu keadaan hiperkalemia atau hipokalemia ( Brown

keadaan hiperkalemia atau hipokalemia ( Brown et al.,et al., 2011)2011) Paralisis hipokalemi merupakan penyebab dari

Paralisis hipokalemi merupakan penyebab dariacute flacid paralisisacute flacid paralisis dimana terjadi kelemahan otot

dimana terjadi kelemahan otot yang ringan sampai berat hingga mengancamyang ringan sampai berat hingga mengancam  jiwa seperti

 jiwa seperticardiac aritmiacardiac aritmiadan kelumpuhan otot pernafasan. Beberapa haldan kelumpuhan otot pernafasan. Beberapa hal yang mendasari terjadinya hipokalemi paralisis antara lain tirotoksikosis, yang mendasari terjadinya hipokalemi paralisis antara lain tirotoksikosis, renal tubular acidosis, Gitelman Syndrome,

renal tubular acidosis, Gitelman Syndrome, keracunan barium, pemakaiankeracunan barium, pemakaian obat golongan diuretik dan diare, namun dari beberapa kasus sulit untuk obat golongan diuretik dan diare, namun dari beberapa kasus sulit untuk didefinisikan penyebabnya, salah diagnosa akan mengakibatkan didefinisikan penyebabnya, salah diagnosa akan mengakibatkan  penatalaksanaannya yang salah juga ( Kalita

 penatalaksanaannya yang salah juga ( Kalita et al.,et al., 2010)2010)

Berdaarkan etiologinya paralisis hipokalemi dibagi menjadi 2 yaitu Berdaarkan etiologinya paralisis hipokalemi dibagi menjadi 2 yaitu idiopatik periodic paralisis hipokalemi disertai tirotoksikosis (Wi

idiopatik periodic paralisis hipokalemi disertai tirotoksikosis (Wi et al.,et al., 2012). Selain itu faktor genetik juga mempengaruhi terjadinya paralisis 2012). Selain itu faktor genetik juga mempengaruhi terjadinya paralisis hipokalemi, terdapat w bentuk dari

hipokalemi, terdapat w bentuk dari hipokalemi periodic paralysishipokalemi periodic paralysis yaituyaitu familial hipokalemi dan sporadik hipokalemi. Familial hipokalemi familial hipokalemi dan sporadik hipokalemi. Familial hipokalemi diturunkan secara autosomal dominan, kebanyakan kasus di negara barat diturunkan secara autosomal dominan, kebanyakan kasus di negara barat dan sebaliknya di asia kasus terbanyak adalah sporadik hipokalemi yang dan sebaliknya di asia kasus terbanyak adalah sporadik hipokalemi yang disebabkan oleh tirotoksikosis hpokalemi (

disebabkan oleh tirotoksikosis hpokalemi ( RobinsonRobinson et al., 2010et al., 2010 ).). Insidennya

Insidennya yaitu yaitu 1 1 dari 10dari 100.000 0.000 eriodic eriodic paralisis hipokalemiaparalisis hipokalemia  banyak terjadi

 banyak terjadi pada pria pada pria daripada wanita daripada wanita dengan rasio dengan rasio 3-4 : 3-4 : 1. Usia 1. Usia terjaditerjadi serangan pertama bervariasi dari 1-20 tahun, frekuensi serangan terbanyak serangan pertama bervariasi dari 1-20 tahun, frekuensi serangan terbanyak di usia 15-35 tahun an

(2)

al.,

al., 2004 ). Bila gejala-gejala dari sindrom tersebut dapat dikenali dan2004 ). Bila gejala-gejala dari sindrom tersebut dapat dikenali dan diterapi secara benar maka pasien dapat sembuh dengan sempurna.

(3)

al.,

al., 2004 ). Bila gejala-gejala dari sindrom tersebut dapat dikenali dan2004 ). Bila gejala-gejala dari sindrom tersebut dapat dikenali dan diterapi secara benar maka pasien dapat sembuh dengan sempurna.

(4)

BAB II BAB II TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA A. A. DefinisiDefinisi

Paralisis periodik adalah suatu sindrom klinis dengan kelemahan Paralisis periodik adalah suatu sindrom klinis dengan kelemahan atau paralisis otot akut. Penyakit yang berat dapat dimulai pada masa anak atau paralisis otot akut. Penyakit yang berat dapat dimulai pada masa anak -anak, sedangkan kasus yang ringan sering kali mulai pada dekade -anak, sedangkan kasus yang ringan sering kali mulai pada dekade ketiga.Penyakit ini sebagian besar bersifat herediter dan diturunkan secara ketiga.Penyakit ini sebagian besar bersifat herediter dan diturunkan secara autosomal

autosomal dominan. dominan. Mekanisme yMekanisme yang ang mendasari mendasari penyakit penyakit ini ini adalahadalah malfungsi pada

malfungsi pada ion channel ion channel pada pada membrane otot membrane otot skelet / channelopskelet / channelopathyathy (Guyton & hall, 1997).

(Guyton & hall, 1997).

Pada paralisis periodik terdapat serangan kelemahan flaksid yang Pada paralisis periodik terdapat serangan kelemahan flaksid yang hilang timbul, dapat bersifat setempat maupun menyeluruh. Penderita hilang timbul, dapat bersifat setempat maupun menyeluruh. Penderita mengalami kelemahan bagian proksimal ekstremitas yang cepat dan mengalami kelemahan bagian proksimal ekstremitas yang cepat dan  progresif

 progresif tapi tapi otot-otot otot-otot kranial kranial dan dan pernafasan pernafasan biasanya biasanya terhindar terhindar daridari kelemahan. Serangan dapat menyebabkan kelemahan yang asimetris kelemahan. Serangan dapat menyebabkan kelemahan yang asimetris dengan derajat kelemahan yang berbeda pada beberapa golongan otot saja dengan derajat kelemahan yang berbeda pada beberapa golongan otot saja sampai pada suatu kelumpuhan umum.Kelemahan biasanya menghilang sampai pada suatu kelumpuhan umum.Kelemahan biasanya menghilang dalam beberapa jam, namun defisit yang permanen bisa terjadi pada dalam beberapa jam, namun defisit yang permanen bisa terjadi pada  penderita

 penderita yang yang sering sering mendapatkan mendapatkan serangan.Di serangan.Di luar luar serangan serangan tidaktidak ditemukan kelainan neurologi maupun kelainan elektromiografis .

ditemukan kelainan neurologi maupun kelainan elektromiografis .

Periodik paralisis (PP) adalah kelompok kelainan dari berbagai Periodik paralisis (PP) adalah kelompok kelainan dari berbagai etiologi, dengan kelemahan otot kerangka episodik, pendek, dan etiologi, dengan kelemahan otot kerangka episodik, pendek, dan hiporeflexik, dengan atau tanpa myotonia tapi tanpa defisit sensorik dan hiporeflexik, dengan atau tanpa myotonia tapi tanpa defisit sensorik dan tanpa kehilangan kesadaran. Pada awal perjalanan penyakit, pada tanpa kehilangan kesadaran. Pada awal perjalanan penyakit, pada kelumpuhan periodik primer atau di turunkan (familial), kekuatan otot kelumpuhan periodik primer atau di turunkan (familial), kekuatan otot normal di antara serangan. Serangan dapat berl

normal di antara serangan. Serangan dapat berlangsung dari beberapa menitangsung dari beberapa menit sampai beberapa hari. Kelemahan dalam serangan dapat general atau fokal. sampai beberapa hari. Kelemahan dalam serangan dapat general atau fokal. Dalam perjalanan penyakitnya dari penyakit otot ini, kekuatan normal Dalam perjalanan penyakitnya dari penyakit otot ini, kekuatan normal kembali setelah serangan, tetapi kemudian kelemahan otot signifikan yang kembali setelah serangan, tetapi kemudian kelemahan otot signifikan yang

(5)

menetap sering berkembang. Setelah bertahun-tahun serangan ini, kelemahan interiktal terjadi dan mungkin progresif (Fialho D, Michael GH,2007)

B. Epidemiologi

Periodik paralisis adalah penyakit yang jarang ditemukan dalam  praktik klinis. Antara 1972-2001, penulis telah menemukan 12 kasus  periodik paralisis primer dan 27 kasus periodik paralisis sekunder. Sepuluh kasus periodik paralisis primer adalah tipe hipokalemia, salah satu tipe hyperkalaemic, dan salah satu tipe normokunaemik. Delapan kasus periodik  paralisis primer hipokalemia adalah laki-laki (antara 14 sampai 45 tahun) dan dua adalah perempuan (antara 18 sampai 27 tahun). Angka kejadian adalah sekitar 1 diantara 100.000 orang, pria lebih sering dari wanita dan  biasanya lebih berat.Usia terjadinya serangan pertama bervariasi dari 1-20

tahun, frekuensi serangan terbanyak di usia 15-35 tahun dan kemudian menurun dengan peningkatan usia( Arya SN,2002).

C. Etiologi

Paralsis periodik biasanya terjadi defek pada terowong mikroskopik (channel) dalam sel otot. Hipokalemia periodik paralisis biasanya disebabkan oleh kelainan genetik otosomal dominan. Hal lain yang dapat menyebabkan terjadinya hipokalemia periodic paralise adalah tirotoksikosis (Browmn RH,et all, 2011).

Hipokalemia dapat terjadi karena adanya faktor pencetus tertentu misalnya makanan dengan kadar karbohidrat tinggi, istirahat sesudah latihan fisik, perjalanan jauh, pemberian obat tertentu, operasi, menstruasi, konsumsi alkohol dan lain-lain. Penyebab lain hipokalemia meliputi:

1. Peningkatan ekskresi (atau kerugian) dari kalium dari tubuh Anda. 2. Beberapa obat dapat menyebabkan kehilangan kalium yang dapat

(6)

(seperti Furosemide). Obat lain termasuk steroid, licorice, kadang-kadang aspirin, dan antibiotik tertentu.

3. Ginjal (ginjal) disfungsi - ginjal tidak dapat bekerja dengan baik karena suatu kondisi yang disebut Asidosis Tubular Ginjal (RTA). Ginjal akan mengeluarkan terlalu banyak kalium. Obat yang menyebabkan RTA termasuk Cisplatin dan Amfoterisin B.

4. Kehilangan cairan tubuh karena muntah yang berlebihan, diare, atau  berkeringat.

5. Endokrin atau hormonal masalah (seperti tingkat aldosteron meningkat)  –  aldosteron adalah hormon yang mengatur kadar potasium. Penyakit tertentu dari sistem endokrin, seperti aldosteronisme, atau sindrom Cushing, dapat menyebabkan kehilangan kalium.

6. Miskin diet asupan kalium

Adapun penyebab lain dari timbulnya penyakit hipokalemia : muntah  berulang-ulang, diare kronik, hilang melalui kemih (mineral kortikoid  berlebihan obat-obat diuretic)

D. Klasifikasi

Paralisis periodik dibagi menjadi dua golongan berdasarkan  penggolongan secara konvensional yaitu paralisis periodik primer atau familial dan paralisis periodik sekunder. Paralisis periodik primer atau familial merupakan kelompok gangguan akibat mutasi gen tunggal yang mengakibatkan kelainan saluran kalsium, kalium natrium, dan klorida pada sel otot - membran. Oleh karena itu, ini juga dikenal sebagai channelopathies  atau membranopathies. Paralisis periodik sekunder mungkin karena terbukti diketahui oleh beberapa penyebab. Riwayat  penggunaan ACE inhibitor, angiotensin-II-reseptor-blocker, diuretik, atau carbenoxolone memberikan petunjuk untuk diagnosis paralisis periodik sekunder. Karakteristik klinis atau biokimia dari gagal ginjal kronis, tirotoksikosis, paramyotonia kongenital, atau sindrom Andersen dapat

(7)

ditemukan kelumpuhan periodik sekunder. Berikut di bawah ini  penggolongan paralisis periodik secara konvensional ( Arya SN,2002).

1. Paralisis periodik primer atau familial (diturunkan secara autosomal dominan):

a. Paralisis periodik hipokalemik 

Paralisis periodik hipokalemik adalah kelainan yang ditandai kelemahan otot akut karena hipokalemia yang terjadi secara episodik. Sebagian besar paralisis periodik hipokalemik merupakan  paralisis periodik hipokalemik primer atau familial. Paralisis  periodik hipokalemik sekunder bersifat sporadik dan biasanya  berhubungan dengan penyakit tertentu atau keracunan. Salah satu kelainan ginjal yang dapat menyebabkan paralisis periodik hipokalemik sekunder adalah asidosis tubulus renalis distal (ATRD) yang biasanya terjadi pada masa dewasa. Gejala klinis yang karakteristik adalah kelemahan otot akut yang bersifat intermiten, gradual, biasanya pada ekstremitas bawah, dapat unilateral atau bilateral, disertai nyeri di awal serangan. Paralisis  periodik hipokalemik diterapi dengan kalium dan mengobati  penyakit dasarnya. Analisis yang cermat diperlukan untuk mengetahui penyakit dasarnya karena sangat menentukan tata laksana dan prognosis selanjutnya (Souvriyanti E, Sudung OP,2008).

Paralisis periodik hipokalemik adalah kelainan yang ditandai dengan kadar kalium yang rendah (kurang dari 3.5 mmol/L) pada saat serangan, disertai riwayat episode kelemahan sampai kelumpuhan otot skeletal. Kadar insulin juga dapat mempengaruhi kelainan ini pada banyak penderita, karena insulin akan meningkatkan aliran kalium ke dalam sel. Pada saat serangan akan terjadi pergerakan kalium dari cairan ekstra selular masuk ke dalam sel, sehingga pada pemeriksaan kalium darah terjadi hipokalemia. Kadar kalium biasanya dalam batas normal diluar serangan.

(8)

Pencetus untuk setiap individu berbeda, juga tidak ada korelasi antara besarnya penurunan kadar kalium serum dengan beratnya  paralisis (kelemahan) otot skeletal (Widjajanti A, Agustini SM,

2005).

Penderita dapat mengalami serangan hanya sekali, tetapi dapat juga serangan berkali-kali (berulang) dengan interval waktu serangan juga bervariasi. Kelemahan biasanya terjadi pada otot kaki dan tangan, tetapi kadang-kadang dapat mengenai otot mata, otot  pernafasan dan otot untuk menelan, di mana kedua keadaan terakhir

ini dapat berakibat fatal . (Widjajanti A, Agustini SM, 2005).  b. Paralisis periodik hiperkalemik 

Lebih jarang dibanding paralisis periodik hipokalemik. Mulai timbul sebelum umur 10 tahun. Frekuensi dan berat serangan berkurang pada masa remaja dan hilang pada saat dewasa. Frekuensi laki-laki dan wanita sama. Berbagai faktor  pencetus terjadinya paralisis periodik hiperkalemik diantaranya (

Graber M,2002 & Kawamura S, et all ,2004)

 Lapar 

 Istirahat setelah kena dingin atau setelah latihan  Asupan kalium yang berlebihan

 Infeksi  Kehamilan  Anestesi

Pada paralisis periodik hiperkalemia, karbohidrat dan garam  bukan merupakan faktor pencetus. Gejala lebih ringan dibandingkan  paralisis periodik hipokalemia. Biasanya berlangsung kurang dari 1  jam. Serangan lebih sering terjadi pada siang hari dan biasanya terjadi waktu istirahat, misalnya sedang duduk. Keluhan berkurang  bila penderita berjalan-jalan. Kelemahan dimulai dari tungkai lalu menjalar ke paha, punggung, tangan, lengan dan bahu. Sebelum

(9)

timbul kelemahan biasanya terdapat rasa kaku dan kesemutan pada kedua tungkai. Jarang terjadi gangguan menelan dan napas. Sering terdapat miotonia pada otot mata, wajah, lidah dan faring. Pada saat serangan didapatkan tonus dan refleks fisiologis yang menurun dan tanda Chovstek yang positif. Diluar serangan kekuatan otot normal,  pada fase lanjut terdapat kelemahan otot-otot proksimal (Graber

M,2002 & Kawamura S, et all ,2004) c. Paralisis periodik normokalemik 

Jenis ini paling jarang ditemui. Patofisiologinya belum diketahui. Serangan lebih berat dan lebih lama daripada paralisis  periodik hiperkalemia. Serangan dapat ditimbulkan oleh pemberian KCl dan dapat dihentikan dengan pemberian NaCl. Serangan tidak dipicu oleh pemberian insulin, glukosa ataupun kalium ( Graves TD, Hanna MG,2005)

Karakteristik klinis perbedaan dari paralisis periodik hiperkalemik dan paralisis hipokalemik dapat dilihat pada tabel di  bawah ini (Fialho D, Michael GH,2007)

Tabel 1. Perbedaan paralisis periodic hipokalemi dan paralisis  periodic hiperkalemi

Periodic paralisis hiperkalemi Periodic paralisis hipokalemi

Onset Dekade pertama Decade kedua

Pemicu Istirahat sehabis latihan, dingin,  puasa, makanan kaya kalium

Istirahat sehabis latihan, kelebihan karbohidrat Waktu

serangan

Kapan pun Pada saat bangun tidur pagi

hari Durasi

serangan

Beberapa menit sampai beberapa  jam

Beberapa jam sampai  beberapa hari

(10)

Keparahan serangan

Ringan sampai sedang, fokal Sedang sampai berat

Gejala tambahan

Miotonia atau paramiotonia

-Kalium serum

Biasanya tinggi, bisa normal Rendah

Gen/ ion channel 

SCN4A: Nav1.4 (sodium channel subunit

KCNJ2: Kir2.1 (pottasium channel subunit)

CACNA1S: Cav1.1 (calcium channel subunit)

SCN4A: Nav1.4 (sodium channel subunit)

KCNJ2: Kir2.1 (pottasium channel subunit)

2. Paralisis periodik sekunder:

a. Paralisis periodik hipokalemik : - Tirotoksikosis

- Thiazide atau loop-diuretic induced

-  Nefropati yang menyebabkan kehilangan kalium

- Drug-induced : gentamicin, carbenicillin, amphotericin-B, turunan tetrasiklin, vitamin B12 , alkohol, carbenoxolone

- Hiperaldosteron primer atau sekunder

- Keracunan akut akibat menelan barium karbonat sebagai rodentisida

- Gastro-intestinal potassium loss  b. Paralisis periodik hiperkalemik :

- Gagal ginjal kronis

- Terapi ACE-inhibitor dosis tinggi, atau nefropati diabetik lanjut

(11)

- Potassium supplements jika digunakan bersama potassium sparing diuretics (spironolactone, triamterene, amiloride) dan atau ACE-inhibitors

- Andersen’s cardiodysrhythmic syndrome

- Paramyotonia congenita-periodic paralysis terjadi spontan atau dipicu oleh paparan suhu dingin

Klasifikasi primer periodik paralisis kelumpuhan berdasarkan kelainan kanal ion :

1. Gangguan kalsium channel pada otot a.  periodic paralisi hipokalemi 2. Gangguang Sodium channel pada otot

a.  periodic paralisis hiperkalemi  b. Paramyotonia congenita

c. Potasium kalium myotonia 3. Gangguan klorida channel pada otot

a. Myotonia congenita

4. Gangguan subunit kanal kalium

a. Beberapa kasus periodik paralisis hipokalemi  b. Beberapa kasus periodik paralisis hyperkalaemic

c. Andersen's syndrome

5. Gangguan mekanisme patogenik yang tidak diketahui

a. Kelumpuhan periodik tirotoksik (mungkin penurunan aktivitas  pompa kalsium)

E. Patofisiologi

Paralisis periodik hipokalemik familial (PPHF) terjadi karena adanya redistribusi kalium ekstraselular ke dalam cairan intraselular secara akut tanpa defisit kalium tubuh total. Kelemahan otot terjadi karena kegagalan otot rangka dalam menjaga potensial istirahat (resting potential) akibat adanya mutasi gen CACNL1A3, SCN4A, dan KCNE3,yakni gen

(12)

yang mengontrol gerbang kanal ion (voltage-gated ion channel) natrium, kalsium, dan kalium pada membran sel otot (Sarnat Bh,2007).

Kadar kalium plasma adalah hasil keseimbangan antara asupan kalium dari luar, ekskresi kalium, dan distribusi kalium di ruang intra dan ekstraselular. Sekitar 98% kalium total tubuh berada di ruang intraselular, terutama di sel otot rangka. Secara fisiologis, kadar kalium intrasel dipertahankan dalam rentang nilai 120-140 mEq/L melalui kerja enzim Na+ -K+ ATPase. Kanal ion di membran sel otot berfungsi sebagai pori tempat keluar-masuknya ion dari/ke sel otot. Dalam keadaan depolarisasi, gerbang kanal ion akan menutup dan bersifat impermeabel terhadap ion Na+ dan K+, sedangkan dalam keadaan repolarisasi (istirahat), gerbang kanal ion akan membuka, memungkinkan keluar-masuknya ion natrium dan kalium serta menjaganya dalam keadaan seimbang. Mutasi gen yang mengontrol kanal ion ini akan menyebabkan influks K+ berlebihan ke dalam sel otot rangka dan turunnya influks kalsium ke dalam sel otot rangka sehingga sel otot tidak dapat tereksitasi secara elektrik, menimbulkan kelemahan sampai  paralisis. Mekanisme peningkatan influks kalium ke dalam sel pada mutasi

gen ini belum jelas dipahami

Sampai saat ini, 30 mutasi telah teridentifi kasi pada gen yang mengontrol kanal ion. Tes DNA dapat mendeteksi beberapa mutasi; laboratorium komersial hanya dapat mengidentifikasi 2 atau 3 mutasi tersering pada PPHF sehingga tes DNA negatif tidak dapat menyingkirkan diagnosis (Palmer BF, Dubose TD, 2010 & Sarnat Bh,2007).

(13)

Gambar 1. Mekanisme potensial aksi

F. Gejala Klinis

Kasus yang berat muncul pada awal masa kanak-kanak dan kasus yang ringan mungkin muncul selambat-lambatnya dekade ketiga. Sebagian  besar kasus muncul sebelum umur 16 tahun.Kelemahan bisa bertingkat mulai dari kelemahan sepintas pada sekelompok otot yang terisolasi sampai kelemahan umum yang berat. Serangan berat dimulai pada pagi hari, sering dengan latihan yang berat atau makan tinggi karbohidrat pada hari sebelumnya.. Pasien bangun dengan kelemahan simetris berat, sering dengan keterlibatan batang tubuh. Serangan ringan bisa sering dan hanya melibatkan suatu kelompok otot penting, dan bisa unilateral, parsial, atau monomelic. Hal ini bisa mempengaruhi kaki secara predominan; kadang – 

(14)

kadang, otot ektensor dipengaruhi lebih dari fleksor. Dursi bervariasi dari  beberapa jam sampai hampir 8 hari tetapi jarang lebih dari 72 jam. Serangannya intermiten dan infrekuen pada awalnya tetapi bias meningkat frekuensinya sampai serangan terjadi hampir setiap hari. Frekuensi mulai  berkurang oleh usia 30 tahun;hal ini jarang terjadi setelah umur 50 tahun. Pengeluaran urin menurun selama serangan karena akumulasi air intrasel meningkat. Myotonia interictal tidak sesering hiperkalemik PP. lid lag myotonia diobservasi diantara serangan. Kelemahan otot permanen mungkin terlihat kemudian dalam perjalanan penyakit dan bisa menjadi tajam. Hipertropi betis pernah diobservasi. Otot proksimal wasting daripada hipertropi, bisa terlihat pada pasien dengan kelemahan permanen.

Gejala klinis periodic paralisi hipokalemi yaitu

1. Kelemahan pada otot 2. Perasaan lelah

3.  Nyeri otot

4. Restless legs syndrome

5. Tekanan darah dapat meningkat

6. Kelumpuhan atau rabdomiolisis ( jika penururnan K amat berat) 7. Gangguan toleransi glukosa

8. Gangguan metabolism protein 9. Poliuria dan polidipsi

10. Alkalosismetabolik

Gejala klinis nomer 1,2,3,4 di atas merupakan gejala pada otot yang timbul  jika kadar kalium dalam darah kurang dari 3 mEq/ltr

G. Diagnosa

Sebagai gejala klinis dari periodik paralisis hipokalemi ini ditandai dengan kelemahan dari otot-otot skeletal episodik tanpa gangguan dari sensoris ataupun kognitif yang berhubungan dengan kadar kalium yang rendah di dalam darah dan tidak ditemukan tanda-tanda miotonia dan tidak

(15)

ada penyebab sekunder lain yang menyebabkan hipokalemi. Gejala pada  penyakit ini biasanya timbul pada usia pubertas atau lebih, dengan serangan kelemahan yang episodik dari derajat ringan atau berat yang menyebabkan quadriparesis dengan disertai penurunan kapasitas vital dan hipoventilasi, gejala lain seperti fatigue dapat menjadi gejala awal yang timbul sebelum serangan, namun hal ini tidak selalu diikuti dengan terjadinya serangan kelemahan. Serangan sering terjadi saat malam hari atau saat bangun dari tidur dan dicetuskan dengan asupan karbohidrat yang banyak serta riwayat melakukan aktivitas berat sebelumnya yang tidak seperti biasanya. Serangan ini dapat terjadi hingga beberapa jam sampai yang paling berat dapat terjadi beberapa hari dari kelumpuhan tersebut (Souvriyanti E, Sudung OP,2008).

Distribusi kelemahan otot dapat bervariasi. Kelemahan pada t ungkai  biasanya terjadi lebih dulu daripada lengan dan sering lebih berat kelemahannya dibanding lengan, dan bagian proksimal dari ekstremitas lebih jelas terlihat kelemahannya dibanding bagian distalnya. Terkecuali, kelemahan ini dapat juga terjadi sebaliknya dimana kelemahan lebih dulu terjadi pada lengan yang kemudian diikuti kelemahan pada kedua tungkai dimana terjadi pada pasien ini. Otot-otot lain yang jarang sekali lumpuh diantaranya otot-otot dari mata, wajah, lidah, pharing, laring, diafragma, dan spingter, namun pada kasus tertentu kelemahan ini dapat saja terjadi. Saat  puncak dari serangan kelemahan otot, refleks tendon menjadi menurun dan terus berkurang menjadi hilang sama sekali dan reflek kutaneus masih tetap ada. Rasa sensoris masih baik. Setelah serangan berakhir, kekuatan otot secara umum pulih biasanya dimulai dari otot yang terakhir kali menjadi lemah. Miotonia tidak terjadi pada keadaan ini, dan bila terjadi dan terlihat  pada klinis atau pemeriksaan EMG menunjukkan terjadinya miotonia maka diagnosis HypoPP kita dapat singkirkan (Cannon Sc,2003 & Fialho D, Michael GH, 2007).

Selain dari anamnesa, pemeriksaan penunjang lain seperti laboratorium darah dalam hal ini fungsi ginjal, elektrolit darah dan urin,

(16)

urinalisa urin 24 jam, kadar hormonal seperti T4 dan TSH sangat membantu kita untuk menyingkirkan penyebab sekunder dari hipokalemia. Keadaan lain atau penyakit yang dapat menyebabkan hipokalemi diantaranya intake kalium yang kurang, intake karbohidrat yang berlebihan, intoksikasi  barium, kehilangan kalium karena diare, periodik paralisis karena

tirotoksikosis, renal tubular asidosis, dan hyperaldosteronism (Souvriyanti E, Sudung OP,2008).

Diagnosa kelainan hipokalemik periodik paralisis ditegakkan  berdasarkan kadar kalium darah rendah [kurang dari 3,5 mmol/L (0,9 – 3,0 mmol/L) ] pada waktu serangan, riwayat mengalami episode  flaccid  paralysis  dengan pemeriksaan lain dalam batas normal. Paralisis yang terjadi pada penyakit ini umumnya berlokasi di bahu dan panggul meliputi  juga tangan dan kaki, bersifat intermiten, serangan biasanya berakhir

sebelum 24 jam, pada EMG dan biopsi otot ditemukan miotonia, kekuatan otot normal diluar serangan. Terdapat 2 bentuk kelainan otot yang diobservasi yaitu episode paralitik dan bentuk miopati, kedua keadaan ini dapat terjadi secara terpisah ataupun bersama-sama. Sering terjadi bentuk  paralitik murni, kombinasi episode paralitik dan miopati yang  progresifitasnya lambat jarang terjadi, demikian pula bentuk miopatik murni jarang terjadi. Episode paralitik ditandai terutama adanya flaccid  paralysis dengan hipokalemia sehingga dapat terjadi para paresis atau tetraparesis berpasangan dengan otot pernafasan. Pada pasien ini murni flaccid paralysis dengan hipokalemia dan akan sembuh atau remisi sendiri 5 – 6 jam kemudian, dengan pemberian kalium per oral serangan menjadi lebih ringan. Tidak terdapat kelainan pada otot pernafasan. Jika terdapat kelainan genetik maka pada analisa didapatkan kelainan antara lain adalah autosomal dominan inheritance yaitu mutasi pada kromososm CACNA1S (70%) disebut hipokalemik periodik paralisis tipe 1, mutasi lokus pada kromosom SCN4A (10%) disebut hipokalemik periodik paralisis tipe 2 (Widjajanti A, Agustini SM,2005).

(17)

H. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium

a. Kadar kalium serum

Kalium serum merupakan pemeriksaan laboratorium yang  paling penting. Diantara serangan paralisis, kalium serum abnormal  pada tipe paralisis periodik sekunder, tetapi biasanya normal pada  paralisis periodik primer. Selama serangan kadar kalium serum dapat tinggi, rendah, atau di atas batas normal dan bisa di bawah  batas normal. Pemeriksaan secara random kadar kalium serum dapat

menunjukan fluktuasi yang periodik pada paralisis periodik normokalemik. Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L  berhubungan dengan suatu keadaan klinis seperti kelemahan otot ringan, fatigue, dan mialgia. Pada konsentrasi serum kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi lebih berat terutama pada bagian  proximal dari tungkai. Ketika serum kalium turun hingga dibawah dari 2,5 mEq/L maka dapat terjadi kerusakan struktural dari otot, termasuk rhabdomiolisisdan miogobinuria.

 b. Fungsi ginjal

c. Kadar glukosa darah pengambilan glukosa darah ke dalam sel menyebabkan kalim berpindah dari luar sel (darah) ke dalam sel-sel tubuh.

d.  pH darah

Dibutuhkan untuk menginterpretasikan K + yang rendah. Alkalosis biasa menyertai hipokalemia dan menyebabkan  pergeseran K +ke dalam sel. Asidosis menyebabkan kehilangan K +

langsung dalam urin.

e. Hormon tiroid : T3,T4 dan TSH untuk menyingkirkan penyebab sekunder hipokalemia.

(18)

Kadar CPK tinggi pada paralisis periodik primer selama atau  baru saja setelah serangan. Kadar mioglobin serum juga mungkin

tinggi. 2. EKG

Perubahan pada EKG ini dapat mulai terjadi pada kadar kalium serum dibawah 3,5 dan 3,0 mEq/L. Kelainan yang terjadi berupa inversi gelombang T, timbulnya gelombang U dan ST depresi, pemanjangan dari PR, QRS, dan QT interval ( Cannon Sc,2003)

3. EMG

Di antara serangan, mungkin ada fibrilasi dan pengulangan keluaran kompleks, meningkat dengan dingin dan menurun dengan latihan (dalam paralisis periodik hipokalemik). Selama serangan, EMG akan menunjukkan listrik diam, baik pada paralisis periodik hiperkalemik dan  paralisis periodik hipokalemik.

4. Biopsi otot

Biopsi otot diperlukan pada beberapa kasus yang dengan  penampilan klinis yang tidak spesifik. Pada paralisis periodik hipokalemik primer muangkin terdapat vakuola sentral yang tunggal atau mutipel. Pada paralisis periodik hiperkalemik sekunder, vakuala dan agregat tubular dapat ditemukan.

I. Diagnosa Banding Periodik Paralisis Hiperkalemia Gullian Barre Syndrome Mysthenia Gravis

Gejala lebih ringan dibandingkan paralisis  periodik hipokalemia.

Serangan lebih sering terjadi pada siang hari

kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dan didahului

 parestesi dua atau tiga

Kelemahan otot terjadi seiring  penggunaan otot

secara berulang, dan semakin berat

(19)

dan biasanya terjadi waktu istirahat minggu setelah mengalami demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan motorik  perifer

dirasakan di akhir hari. Gejala

membaik dengan istirahat, otot kelopak mata dan gerakan bola mata terserang lebih dahulu

Biasanya kurang dari 1  jam

kelemahan pada

anggota gerak dalam 1 sampai 2 minggu atau  bisa lebih lama.

Kelemahan menghilang atau membaik dengan istirahat

kadar kalium darah tinggi atau bisa normal

meningkatnya jumlah  protein (100-1000 mg/dL) dalam CSS Antistriated muscle (anti-SM) antibody hasilnya positif J. Penatalaksanaan

Pengobatan sering dibutuhkan untuk serangan akut hipokalemik PP tetapi jarang untuk hiperkalemik PP.Pengobatan profilaksis dibutuhkan ketika serangan semakin sering( frequent). Hipokalemik periodik  paralisis.Selama serangan, suplemen oral kalsium lebih baik dari suplemen

IV.Yang terakhir di berikan untuk pasien yang mual atau tidak bisa menelan. Garam kalium oral pada dosis 0,25 mEq/kg seharusnya diberikan setiap 30 menit sampai kelemahan improves. Avoiding IV fluid is  prudent.Kalium Klorida IV 0,05- 0,1 mEq/kgBBdalam manitol 5% bolus adalah lebih baik sebagai lanjutan infus. Monitoring ECG dan pengukuran kalium serum berturut dianjurkan.Untuk profilaksis, asetazolamid diberikan pada dosis 125-1500 mg/hari dalam dosisterbagi. Dichlorphenamide 50-150 mg/hari telah menunjukkan ke efektifan yang sama.Potasium sparing diuretik seperti triamterene (25-100 mg/hari) dan

(20)

spironolakton (25-100 mg/hari) adalah obat lini kedua untuk digunakan  pasien yang mempunyai kelemahan buruk (worsens weakness) atau mereka

yang tidak respon dengan penghambat karbonik anhidrase. Karena diuretik ini potassium sparing suplemenkalium bisa tidak dibutuhkan. Diet Hipokalemik PP yaitu diet rendah karbohidrat dan rendah natrium bisa menurunkan frekuensi serangan

Keterangan :

Kalium diberikan secara intravena, jika pasien tidak bisa makan atau hipokalemi berat.Pemberian kalium tidak bolehlebih dari 40 mEq per L (jalur perifer) atau 80 mEq per L (jalursentral) dengan kecepatan 0,2 – 0,3 mEq/kgBB/jam. Jika keadaan mengancam jiwa dapat diberikan dengan kecepatan s/d 1 mEq/kgBB/jam (viainfuse pump dan monitor EKG).(Cronan, Kathleen M & Kost, Susanne I, 2006) atau koreksi kalium secara intravena dapat diberikan sebanyak 10 mEq dalam 1 jam, diulang s/d kadar K +serum > 3,5 mEq/L. Jika keadaan mengancam jiwa, kalium diberikan secara intravena dengan kecepatanmaksimal 20 mEq/jam. Pemberian kalium sebaiknya diencerkan dengan NaCl 0,9% bukan dekstrosa. Pemberian dekstrosa menyebabkan penurunan sementara K +serum sebesar 0,2  – 1,4 mEq/L.Pemberian kalium 40  – 60 mEq dapat menaikkan kadar K +serum sebesar 1  – 1,5 mEq/L

K. Prognosis

Pasien yang tidak diobati bisa mengalami kelemahan proksimal menetap, yang bisa mengganggu aktivitas. Beberapa kematian sudah dilaporkan, paling banyak dihubungkan dengna aspirasi pneumonia atau ketidakmampuan membersihkan sekresi.

(21)

BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

 Nama : Tn.AT

 No.Medrec : 00-34-51-56 Jenis kelamin : Laki-laki

Tempat/Tgl lahir : Mojokerto / 1 Januari 1990

Umur : 27 Tahun

Status : menikah

Agama : Islam

Alamat :Dandang Asri 27/8 Glanggang- Beji-Pasuruan Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan :

-Tanggal masuk : 23 Oktober 2017 Tanggal Pemeriksaan : 24 Oktober 2017

B. Anamnesa

1. Keluhan Utama

Kedua tungkai kaki lemas 2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Bangil dengan keluhan kaki terasa lemas. Pasien merasakan kaki nya terasa lemas saat pasien baru bangun tidur, 1 hari sebelumnya ( 22 Oktober 2017 ) pasie n sempat berolahraga sepak bola dan push up. Tanggal 23 Oktober 2017 pasien datang ke IGD dengan keluhan kedua kaki terasa lemas, susah digerakkan dan tidak  bisa berjalan. Pasien dibawa dalam keadaan sadar, pelo (-), trauma (-),  pusing (-), sakit kepala (-), muntah (-).

(22)

3. Riwayat Penyakit Dahulu

 — 

Pasien sering kram di kedua kaki, terakhir hari rabu tanggal 18 Oktober 2017 ( 4 hari sebelumnya ).

 — 

Riwayat penyakit Hipertensi (-)

 — 

Riwayat penyakit Diabetes Melitus (-)

 — 

Riwayat penyakit Stroke (-)

 — 

Riwayat penyakit kolesterol disangkal (-)

 — 

Riwayat penyakit Epilepsi (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga

 — 

Tidak ada keluarga pasien yang sakit seperti ini

 — 

Riwayat penyakit Hipertensi (-)

 — 

Riwayat penyakit Diabetes Melitus (-)

 — 

Riwayat penyakit kolesterol (-)

 — 

Riwayat penyakit Stroke (-)

 — 

Riwayat penyakit Epilepsi (-)

5. Riwayat Pengobatan

 — 

Pasien sebelumnya tidak pernah berobat

6. Riwayat Alergi

 — 

Tidak ada riwayat alergi obat / makanan

7. Riwayat Psikososial

 — 

Pasien tinggal bersama istrinya dan seorang anaknya. Pasien  bekerja di pabrik. Pasien tidak merokok dan sering olahraga.

C. Pemeriksaan Fisik 1. Vital Sign

 — 

Kesadaran : Compos Mentis

 — 

GCS : 456

 — 

Tensi : 130/80 mmHg

 — 

 Nadi : 88x/menit

 — 

Suhu : 36,9°C axilar

 — 

RR : 20 x/menit

 — 

SpO2 : 97%

(23)

2. Kepala

 — 

Bentuk : Bulat

 — 

Mata : DBN

 — 

Sklera : Ikterus (-/-)

 — 

Konjunctiva : Anemis (-/-)

 — 

Telinga/Hidung : Dyspneu (-)

 — 

Mulut : Sianosis (-) 3. Leher

 — 

Bendungan vena : Tidak didapatkan peningkatan, bruit A.Karotis (-)

 — 

Deviasi Trakea :

- — 

Kelenjar getah bening : Tidak teraba/tidak ditemukan Pembesaran

 — 

 Nyeri Telan : -4. Thoraks

Jantung :

 — 

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

 — 

Palpasi : Thrill tidak teraba

 — 

Perkusi : Batas jantung normal

 — 

Auskultasi : Bunyi jantung S1, S2 Tunggal reguler  Paru-Paru :

 — 

Inspeksi : Gerak nafas simetris

 — 

Palpasi : Gerakan nafas simetris

 — 

Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru

 — 

Auskultasi : Vesikuler, Rhonki (-), Wheezing (-) 5. Abdomen

 — 

Flat, Soefl, Bising usus + (Normal)

 — 

Hepar : Tidak ditemukan pembesaran

 — 

Limpa : Tidak ditemukan pembesaran

(24)

6. Ekstremitas Superior Inferior Akral hangat +/+ +/+ Edema -/- -/-Pucat -/- -/-CRT <2detik <2detik 7. Status Neurologis a. Keadaan Umum Kesadaran

- Kwalitatif : Kompos Mentis - Kwantitatif : (456) Pembicaraan - Disatria : -- Afasia motorik : -- Afasia sensorik : -Kepala - Asimetris : -- Sikap paksa : -- Tortikolis : -Muka - Mask : -- Full Moon : -b. Pemeriksaan Khusus

 Rangsangan Selaput otak

 — 

Kaku kuduk :

- — 

Kernig :

- — 

Brudzinski I :

- — 

Brudzinski II :

- — 

Brudzinski III :

- — 

Brudzinski IV :

(25)

- — 

Laseque test :

- Saraf Otak

1)  N.I ( Olfaktorius)

 — 

Anosmia : Tidak dievaluasi

 — 

Hiposmia : Tidak dievaluasi

 — 

Parosmia : Tidak dievaluasi 2)  N.II ( Optikus D/S )

 — 

Visus : Tidak dievaluasi

 — 

Melihat warna : DBN

 — 

Funduskopi : Tidak dievaluasi

3)  N. III, IV, VI ( Okulomotorius, Thoklearis, Abdusens )

Kanan Kiri

Kedudukan Bola Mata DBN DBN

Gerak Bola Mata DBN DBN

- Ke Lateral - Ke Medial - Ke Nasal Inferior - Ke Nasal Superior - Ke Lateral Atas - Ke Lateral Bawah DBN DBN DBN DBN DBN DBN DBN DBN DBN DBN DBN DBN Eksophtalmus -

-Celah mata (ptosis) -

-Pupil - Bentuk - Lebar

- Perbedaan Lebar

- Refleks Cahaya Langsung - Refleks Cahaya Konsensual

Bulat 3 mm -Positif Positif Bulat 3 mm -Positif Positif

(26)

4)  N.V ( Trigeminus ) Cabang motorik Kanan Kiri Otot Masseter DBN DBN Otot Temporal DBN DBN Otot Pterygoideus DBN DBN Cabang sensorik Respon I (Jaw reflex) DBN

II (Head retraction reflex) Tidak dievaluasi

III (Nasal) DBN

Reflek kornea langsung (+)

5)  N.VII ( Fasialis ) Kanan Kiri Waktu Diam - Mengerutkan Dahi - Tinggi Alis - Sudut Mata - Lipatan Nasolabial Simetris Simetris Simetris Simetris Simetris Simetris Simetris Simetris Waktu Gerak - Mengerutkan dahi - Menutup mata - Mencucu-bersiul - Memperlihatkan gigi - Sekresi air mata

Simetris Simetris Simetris Simetris Tidak di Evaluasi Simetris Simetris Simetris Simetris

(27)

Tidak di Evaluasi

6)  N.VIII ( Vestibulochoclearis ) Vestibular (Kanan Kiri)

- Vertigo : Tidak dievaluasi -  Nistagmus : Tidak dievaluasi - Tinnitus aureum : Tidak dievaluasi Cochlear (Kanan Kiri)

- Weber : Tidak dievaluasi - Rinne : Tidak dievaluasi - Schwabach : Tidak dievaluasi 7)  N. IX, X ( Glosofaringeus dan Vagus )

Bagian motorik

 — 

Suara biasa/ parau/ tak bersuara : Biasa

 — 

Kedudukan arcus pharynx : DBN

 — 

Kedudukan uvula : DBN

 — 

Pergerakan arcus pharynx/ uvula : DBN

 — 

Menelan : DBN

Bagian sensorik (pengecapan belakang lidah)

 — 

Refleks muntah : TDE

 — 

Refleks pallatum molle : TDE

8)  N. XI ( Aksesoris )

 — 

Mengangkat bahu : DBN

 — 

Memalingkan kepala : DBN 9)  N. XII ( Hipoglosus )

(28)

 Motorik

Inspeksi : Atrofi otot : Gerakan involunter Rigiditas -Tonus otot : N N ↓ ↓ Kekuatan otot : 5 5 2 2  Refleks Fisiologis

 — 

BPR : +/+ - KPR : +/+

 — 

TPR : +/+ - APR : +/+  Refleks Patologis

 — 

Babinsky :

-/- — 

Chaddock :

-/- — 

Oppenheim :

-/- — 

Gordon

:-/- — 

Gonda :

-/- — 

Schaffer :

-/- — 

Stransky :

-/- — 

Mendel bechtrew :

-/- — 

Rosolimo :

-/- — 

Hoffman :

-/- — 

Tromner :

(29)

-/-D. Pemeriksaan Penunjang 1. Lab lengkap

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Leukosit (WBC) 7,66 3,70-10,1 Hemoglobin (HGB) 15,50 12,0-16,0 Hematokrit (HCT) 45,20 38-47 Trombosit (PLT) 238 155-366 MCV 77,00  81,1-96,0 MCH 26,40 27,0-31,2 MCHC 34,30 31,8-35,4 BUN 14 7,8-20,23 Uric-acid 7,95 3,6-8,2

Gula Darah acak 166 <200

 Natrium (Na) 144,90 135-147

Kalium (K) 2,32 3,5-5

Klorida (Cl) 107,20 95-105

Kalsium Ion 1,246 1,16-1,32

E. Diagnosa

Diagnosa Klinis : Paraparese LMN

Diagnosa Topis : Membran Otot Rangka

Diagnosa Etiologi : Periodik Paralisis et causa hipokalemia. F. Diagnosa Banding

 — 

Periodic paralisis hyperkalemia

 — 

Gullian bare syndrome G. Penatalaksanaan

Inf KN2 2 fl/hari Inj kalmeco 2x500mg

(30)

H. Follow Up

Tanggal S O A P

24/10/2017 Kelemahan  pada kedua

kaki sejak 1 hari yang lalu

GCS : 456 TD : 130/90  N : 82x/menit RR: 19x/menit S : 36,7 Motorik 5 5 3 3 Kalium : 3,06 mmol/L Periodik  paralisis hipokalemi Inf KN2 2 fl/hari Inj kalmeco 2x500mg Drip KCl 50 meqdalam 1000cc PZ/ 24 jam

Cek SE 3-4 jam post koreksi 25/10/2017 Kelemahan  pada kedua kaki (-) GCS : 456 TD : 120/80  N : 80x/menit RR: 21x/menit S : 36,6 Motorik 5 5 4 4 Periodic  paralisis hipokalemi KRS Po : KSR 3x1tab

(31)

BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan data-data yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan pasien menderita paralisis periodik hipokalemi. Paralisis periodik hipokalemik adalah kelainan yang ditandai kelemahan otot akut karena hipokalemia yang terjadi secara episodic. Paralisis  periodik hipokalemik adalah kelainan yang ditandai dengan kadar kalium yang rendah (kurang dari 3.5 mmol/L) pada saat serangan, disertai riwayat episode kelemahan sampai kelumpuhan otot skeletal.

Hipokalemia dapat terjadi karena adanya faktor pencetus tertentu misalnya makanan dengan kadar karbohidrat tinggi, istirahat sesudah latihan fisik, perjalanan  jauh, pemberian obat tertentu, operasi, menstruasi, konsumsi alkohol dan lain-lain. Dari anamnesis, diketahui bahwa pasien ke IGD RSUD Bangil dengan keluhan kaki terasa lemas. Pasien merasakan kaki nya terasa lemas saat pasien baru  bangun tidur, 1 hari sebelumnya ( 22 Oktober 2017 ) pasien sempat berolahraga sepak bola dan push up. Tanggal 23 Oktober 2017 pasien datang ke IGD dengan keluhan kedua kaki terasa lemas, susah digerakkan dan tidak bisa berjalan. Pasien dibawa dalam keadaan sadar, pelo (-), trauma (-), pusing (-), sakit kepala (-), muntah (-). Pasien mengatakan sering mengalami kram pada kakinya, terakhir hari rabu ( 7 hari yang lalu ). Pasien belum sempat berobat sebelum dibawa ke RS.

(32)

Kalium serum merupakan pemeriksaan laboratorium yang paling penting. Diantara serangan paralisis, kalium serum abnormal pada tipe paralisis periodik sekunder, tetapi biasanya normal pada paralisis periodik primer. Selama serangan kadar kalium serum dapat tinggi, rendah, atau di atas batas normal dan bisa di  bawah batas normal. Pemeriksaan secara random kadar kalium serum dapat menunjukan fluktuasi yang periodik pada paralisis periodik normokalemik. Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan dengan suatu keadaan klinis seperti kelemahan otot ringan, fatigue, dan mialgia. Pada konsentrasi serum kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi lebih berat terutama pada bagian  proximal dari tungkai. Ketika serum kalium turun hingga dibawah dari 2,5 mEq/L maka dapat terjadi kerusakan struktural dari otot, termasuk rhabdomiolisisdan miogobinuria.

Pemeriksaan fisik kekuatan motorik ekstremitas inferior pasien mengalami kelemahan, kemudian hasil pemeriksaan lab serum elektrolit menunjukkan keadaan hypokalemia (2,32), fungsi ginjal dan gula darah dalam batas normal.

Pasien di berikan INF KN2 yang bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan kalium dan juga menjaga kadar elektrolit dalam darah . Drip KCl 50 meq dalam 1000 cc PZ/24 jam karena pasien mengalami hipokalemia berat. Kalmeco mengandung mecobalamin sebagai terapi neuropati perifer serta diberi KSR pada saat pulang berfungsi sebagai diuretik hemat kalium . Sehingga di harapkan tubuh dapat meningkatkan kadar kalium di darah dan menghilangkan dampak dari hipokalium.

(33)

BAB V

KESIMPULAN

Pada paralisis periodik terdapat serangan kelemahan flaksid yang hilang timbul , dapat bersifat setempat maupun menyeluruh. Penderita mengalami kelemahan bagian proksimal ekstremitas yang cepat dan progresif tapi otot-otot kranial dan pernafasan biasanya terhindar dari kelemahan. Pasien akan mengalami kelemahan progresif dari anggota gerak baik tungkai maupun lengan tanpa adanya gangguan sensoris yang diikuti oleh suatu keadaan hipokalemia pada periodic  paralisis hipokalemi. Gangguan ini secara konvensional dibagi menjadi paralisis  periodik primer atau familial dan paralisis periodik sekunder. Paralisis periodik  primer merupakan kelompok gangguan akibat mutasi gen tunggal yang mengakibatkan kelainan saluran kalsium, kalium natrium, dan klorida pada sel otot

 –  membran. Kalium memiliki fungsi mempertahankan membran potensial elektrik dalam tubuh dan menghantarkan aliran saraf di otot. Kalium mempunyai peranan yang dominan dalam hal eksitabilitas sel, terutama sel otot jantung, saraf dan otot lurik. Keadaan hipokalemia yang berat dapat mengganggu fungsi organ lain seperti  jantung hingga terjadi gangguan irama jantung yang bila tidak ditangani akan

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Arya SN,2002. Periodic Paralysis. National Professor of Medicine IMA College of General Practitioners Vidyapati Marg

Browmn RH, Mendell JR., Braundwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longob DL,Jameson JR. 2011. Muscular dystrophies and other muscle diseases. Harrison’s 9.-Principles of internal medicine. 15 th Eds. USA: McGraw-Hill. pp.2538.

Cannon SC. Myotonia and Periodic Paralysis: Disorders of Voltage-Gated Ion Channels. In: Neurological Theurapeutics Principles and Practice. United Kingdom: Mayo Foundation; 2003. p. 225; 2365-2377

Fialho D, Michael GH. Periodic Paralysis. 2007. p. 77-105.

Graber M. Terapi Cairan, Elektrolit dan Metabolik, Ed. 1. J akarta: Farmedia; 2002. Graves TD, Hanna MG. Neurological Channelopathies. Postgrad Med Journal.

2005; 81: 20-32.

Guyton & hall. Kalium dalam cairan ekstraselular.EGC. 1997

Kalita J, Nair PP, Kumar G. 2010. Renal Tubular acidosis presenting as respir atory  paralysis: Report of case and review of literature. Neuro India. 58: 106-108 Kawamura S, Ikeda Y, Tomita K. A Family of Hypokalemic Periodic Paralysis with

CACNA1S Gene Mutation Showing Incomplete Penetrance in Women. Internal Medicine. 2004; 43(3): 218 –  222.

Lin SH, Lin YF, Halperin ML. 2004. Hypokalemia and Paralysis. Q J Med. 94: 133-139

Gambar

Tabel  1.  Perbedaan  paralisis  periodic  hipokalemi  dan  paralisis  periodic hiperkalemi
Gambar 1. Mekanisme potensial aksi

Referensi

Dokumen terkait