• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 2.1. Katak Sawah (Djatmiko, 2005)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gambar 2.1. Katak Sawah (Djatmiko, 2005)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Katak Sawah

Katak sawah merupakan salah satu jenis katak yang memiliki nama latin Fejerfarya

cancrivora. Katak sawah sesuai dengan namanya banyak dijumpai di daerah

persawahan, rawa-rawa dan selokan. Katak sawah juga kerap muncul di daerah-daerah buatan manusia seperti kebun yang tidak terawat, tanah yang memiliki banyak genangan dan areal kolam. Katak yang kerap muncul di daerah buatan manusia sering mengganggu dan menjadi hama bagi manusia karena habitat asli mereka yang sudah hilang,

Katak sawah memiliki bentuk yang bervariasi, mulai dari yang berukuran kecil sampai berukuran besar sesuai dengan ketersediaan jumlah makanan yang ada di alam. Tetapi rata-rata ukuran katak jantan dewasa sekitar 60 mm dan katak betina dewasa sekitar 70-80 mm SVL (snout to vent length, dari moncong ke anus). Katak sawah memiliki badan berwarna coklat gelap yang menyerupai lumpur dengan corak-corak gelap yang tidak beraturan seperti yang terlihat pada Gambar 2.1. Tangan dan kaki juga kerap memiliki corak-corak gelap.

(2)

Katak sawah bereproduksi dengan bertelur, mirip seperti ikan yang pembuahannya dilakukan di luar rahim katak betina. Katak jantan mengeluarkan suara-suara menggoda yang menarik perhatian betina untuk berkembang biak (Duellmen and Trueb, 1986). Katak betina tidak pernah mengeluarkan suara terlebih dahulu untuk menarik perhatian, melainkan hanya mengeluarkan suara ketika merespon suara-suara yang dikeluarkan katak jantan. Jika suara katak jantan sudah dibalas oleh suara katak betina, maka katak jantan akan mengganti jenis suaranya menjadi suara pacaran dan mulai saling mencari untuk melakukan proses perkembang biakan. Suara-suara yang dikeluarkan katak akan berhenti ketika mereka mulai melakukan proses perkembang biakan dan mulai menghasilkan telur-telur.

Berdasarkan data yang dihimpun Badan Pusat Statistik Indonesia, lahan persawahan di seluruh Indonesia yang dialih fungsikan untuk kepentingan lainnya pada rentang tahun 2002-2010 mengalami pengurangan rata-rata 56.000 – 60.000 ha per tahun. Hal ini tentu saja berdampak pada katak sawah yang berhabitat di areal persawahan. Katak sawah akan mencari habitat lain yang memiliki kemiripan dengan habitat aslinya. Mereka akan tumbuh dan berkembang biak di areal buatan manusia. Misalnya ketika katak sawah menghuni areal kolam yang digunakan pembudidaya untuk mengembangbiakkan ikan sebagai penopang hidup. Katak sawah akan menjadi predator dan akan merugikan pembudidaya.

Ketika katak masih menjadi kecebong, kecebong akan menguasai makanan yang menjadi sumber nutrisi anakan ikan di kolam, menguasai wilayah tempat tinggal anakan ikan yang menyebabkan kurangnya kandungan oksigen di dalam kolam dan air kolam menjadi tambah keruh akibat sisa metabolisme kecebong (Amri & Toguan, 2008). Katak sawah dewasa juga tak kalah berbahayanya dari kecebong, anakan ikan dan telur-telur kerap menjadi santapan katak-katak kelaparan yang kehilangan habitat. Pergeseran alih fungsi lahan persawahan merubah pola hidup katak sawah yang mulai mejadi hama dan menciptakan kerugian bagi manusia. Pengendalian populasi katak hijau sebagai hama sangat dibutuhkan agar jumlah populasi katak hijau di ekosistem seimbang dan manusia tidak mengalami kerugian.

2.2. Voice Recognition

Sistem pengenalan suara (voice recognition) adalah suatu sistem yang memungkinkan komputer untuk mengidentifikasi kata yang terucap atau pembicara yang mengucapkan

(3)

kata berdasarkan suaranya (Rudrapal, et. al., 2012). Voice recognition melakukan identifikasi dengan mencocokkan informasi yang terkandung di dalam suatu sinyal suara yang masuk dengan sinyal suara yang menjadi referensi dalam proses identifikasi. Informasi ini berupa karakteristik sinyal suara yang meliputi intonasi suara, pola suara, kerapatan sinyal suara dan lain sebagainya. Hal ini dikarenakan tiap-tiap objek penghasil suara memiliki karakterisitik sinyal suara yang disebabkan oleh susunan anatomi penghasil suara yang berbeda-beda. Misalnya suara jangkrik dengan suara katak, suara yang dihasilkan kedua hewan tersebut memiliki karakterisitik yang berbeda karena struktur susunan anatomi penghasil suara yang dimiliki katak dan jangkrik berbeda. Bahkan untuk manusia, tiap-tiap orang memiliki karakteristik sinyal suara yang berbeda-beda karena walaupun susunan anatominya sama tetapi tiap organ penyusun anatominya memiliki ukuran yang berbeda-beda.

Voice recognition telah banyak digunakan untuk mengatasi permasalahan yang

muncul dalam kehidupan sehari. Biasanya permasalahan-permasalahan yang ditangani menyangkut keamanan dan kenyaman. Permasalahan-permasalahan tersebut bisa dibagi menjadi tiga jenis permasalahan utama, yaitu autentikasi, pengawasan dan forensik (Singh, et. al., 2012).

2.2.1. Autentikasi

Proses autentikasi merupakan proses validasi yang berkaitan dengan keamanan untuk mengakses suatu hal. Biasanya nomor PIN atau password untuk mengakses suatu hal yang sifatnya pribadi mudah lupa dan memiliki tingkat kemanan yang rendah. Nomor PIN dan password rentan untuk dibajak karena biasanya terdiri dari susunan karakter yang bisa diproses dengan acak oleh komputer. Voice recognition mengatasi masalah ini dengan menjadikan sinyal suara sebagai pengganti nomor PIN atau password untuk mengakses suatu hal yang sifatnya pribadi. Hal ini dikarenakan tiap orang memiliki karakteristik sinyal suara yang berbeda-beda. Sehingga mengecilkan resiko nomor PIN dan password dibajak untuk keuntungan sebelah pihak.

2.2.2. Pengawasan

Voice recognition bisa dipergunakan untuk mengumpulkan informasi. Biasanya

dipergunakan pihak keamanan untuk memata-matai percakapan yang ada di telepon atau radio dan bisa juga untuk mengawasi suatu lokasi. Informasi-informasi ini biasanya

(4)

akan menentukan pihak kemanan dalam mengambil keputusan dalam pencegahan tindak kriminalitas atau pencegahan suatu hal yang sifatnya merugikan.

2.2.3. Forensik

Forensik merupakan suatu kumpulan informasi yang dibentuk dari data dan fakta dari berbagai kejadian untuk membuktikan suatu kejadian. Hal ini bisanya digunakan di dalam proses hukum untuk mengadili dan membuktikan suatu tindakan kriminal. Voice

recognition akan mengidentifikasi apakah suara yang menjadi bukti dari suatu tindakan

kriminal, suara tersangka atau bukan. Meskipun hasil speaker recognition tidak bisa secara langsung menghasilkan kesimpulan yang bisa dijadikan acuan, setidaknya hasil

speaker recognition bisa menjadi bahan pertimbangan pihak kemanan untuk mengadili

dan membuktikan suatu tindakan kriminal.

2.3. Mel-Frequency Cepstral Coefficients (MFCC)

Algoritma ini merupakan algoritma yang berfungsi untuk mengekstrak ciri suatu sinyal suara dengan merubah sinyal suara menjadi vektor-vektor akustik yang digunakan dalam proses klasifikasi. Algoritma ini diperkenalkan oleh Davis dan Mermelstein pada tahun 1980. MFCC merupakan algoritma ekstraksi fitur yang paling efektif dan paling banyak dipakai oleh banyak peneliti. Alur pemrosesan MFCC dibuat menyerupai alur pemrosesan sistem indra manusia dalam menangkap sinyal suara agar hasil ekstraksi fiturnya mendekati persepsi yang dihasilkan indra pendengaran manusia (Davis & Mermelstein, 1980). Algoritma MFCC mampu menghasilkan data seminimal mungkin tanpa menghilangkan informasi-informasi penting yang ada pada sinyal suara dan hal inilah yang menjadi kelebihan utama dari algoritma ini. Urutan dan cara kerja MFCC dapat dijelaskan sebagai berikut (Davis & Mermelstein, 1980).

2.3.1. Pre-processing

Tahapan ini memperbaiki kualitas sinyal suara yang masuk dengan menghilangkan noise-noise yang muncul dari suatu sinyal suara. Tahapan ini terbagi menjadi dua proses umum, yaitu end-point detection dan pre-emphasis. End-point detection melakukan pencarian dan menghilangkan noise dari suatu sinyal suara agar menghasilkan sistem pengenalan yang sempurna (Tan & Jantan, 2004). Pencarian noise dilakukan dengan menetukan titik awal dan titik akhir suatu sinyal suara (Tan & Jantan, 2004).

(5)

Pre-emphasis menimalisasi noise yang mungkin masih ada pada suatu sinyal suara dengan

menyeimbangkan nilai amplitudo pada frekuensi yang tinggi dan rendah. Hasil dari proses pre-emphasis didapatkan melalui Persamaan 2.1. Hasil akhir setelah sinyal suara melewati kedua proses tersebut adalah suatu sinyal suara yang memiliki kualitas lebih baik dan tidak terdapat noise di dalamnya.

𝑦[𝑛] = 𝑠[𝑛] − 𝛼 x 𝑠[𝑛 − 1] (2.1)

Dimana: y[n] = sinyal hasil pre-emphasis s(n) = sinyal sebelum pre-emphasis 𝛼 = 0.97

2.3.2. Frame Blocking

Frame blocking merupakan suatu tahapan yang berfungsi untuk memisahkan sinyal

suara menjadi beberapa frame. Sinyal yang sudah berbentuk frame-frame menyimpan informasi-informasi yang nantinya dikonversi menjadi vektor akustik. Tiap frame memiliki panjang yang sama dan tiap frame dipisahkan oleh overlapping. Jumlah

overlapping setengah dari panjang frame. Overlapping berfungsi untuk

mempertahankan nilai yang tersimpan di dalam frame agar tidak hilang ketika dilakukan pemrosesan pada tahapan-tahapan berikutnya. Jumlah frame dari suatu sinyal suara dihitung melalui Persamaan 2.2.

J(f) = ((I – N)/M) + 1 (2.2)

Dimana: J(f) = jumlah frame I = sample rate N = frame size

M = jumlah overlapping

2.3.3. Windowing

Windowing merupakan suatu metode filtering yang digunakan untuk mengurangi

distorsi yang terjadi antar frame di dalam suatu sinyal suara. Metode ini memiliki banyak jenis, tetapi yang paling sering di pakai dalam pengolahan suara adalah

(6)

hamming windows. Hal ini dikarenakan tingkat kerumitan formulanya yang rendah dan

kefektivitasannya yang tinggi. Hasil akhir dari metode ini ditentukan dengan mengalikan frame dengan formula hamming windows. Persamaan hamming windows ditunjukkan pada Persamaan 2.3.

𝑤(𝑛) = 𝛼 − 𝛽 cos (2𝜋𝑛 𝑁−1), (2.3) Dimana : w(n) = windowing N = lebar filter n = waktu diskrit α = 0.54 β = 0.46

2.3.4. Fast Fourier Transform (FFT)

Frame-frame yang sudah difilter pada tahap sebelumnya masih mengacu pada domain

waktu. Frame tersebut harus diubah dari yang mengacu pada domain waktu menjadi domain frekuensi. Algoritma yang digunakan untuk mengkonversi frame tersebut adalah Fast Fourier Transform (FFT). Algoritma tersebut merupakan pengembangan dari algoritma Discrete Fourier Transform (DFT). FFT digunakan karena memiliki pemrosesan yang lebih cepat dan lebih optimal dibandingkan dengan DFT. Selain menghasilkan frame yang mengacu pada domain frekuensi, FFT juga menghasilkan besaran power spectrum. Power spectrum adalah besaran kuat lemahnya frekuensi yang muncul di dalam frame. Rumus FFT untuk mengubah sinyal suara dari domain waktu ke domain frekuensi ditunjukkan pada Persamaan 2.4.

𝐹(𝑘) = ∑𝑁𝑛=1𝑓(𝑛)cos (2𝜋𝑛𝑚/𝑁)− 𝑗 sin (2𝜋𝑛𝑚

𝑁 ) (2.4)

Dimana : F(k) = hasil FFT f(n) = sinyal masukan N = jumlah sample

n = indeks sample input dalam domain waktu m = indeks output dalam domain frekuensi

(7)

2.3.5. Mel-filtering

Indra pendengaran manusia dalam mepersepsikan suatu suara memiliki daya tangkap yang lebih baik ketika suara tersebut memiliki frekuensi yang rendah dibandingkan dengan frekuensi yang tinggi. Misalnya dalam menangkap suara lolongan anjing yang berada dikejauhan, indra pendengaran manusia mampu lebih cepat mengenalinya dibandingkan dengan suara desingan pesawat jet yang memiliki frekuensi tinggi. Frekuensi linear pada sinyal suara tersebut dipersepsikan dengan menggunakan skala

mel. Skala mel ini merupakan satuan dalam mengukur pola yang terbentuk dari ciri

suatu pengenalan sinyal suara.

Tahapan ini mengimplementasikan tahapan penerimaan persepsi pada manusia dengan mengubah frekuensi linear menjadi mel-spectrum. Mel-spectrum merupakan pola suara yang terbentuk dari besar kecil frekuensi yang mucul di dalam suatu area yang ada pada frame dan besarannya dihitung dalam skala mel. Sinyal suara frekuensi linear yang sudah berskala mel akan difilter sebanyak jumlah filter yang ditentukan agar menghasilkan pola suara yang disebut dengan mel-spectrum. Proses filter inilah yang mendasari tahapan ini diberi nama mel-filtering.

Langkah awal pada tahapan ini yaitu membuat filterbank dengan mengubah frekuensi linear menjadi mel-frequency. Filterbank adalah susunan filter yang digunakan untuk memfilter frekuensi sinyal suara menjadi mel-spectrum.

Mel-frequency adalah skala frekuensi linear yang memiliki besaran nilai dibawah 1000 Hz

dan besaran skala logaritmik diatas 1000 Hz. Satuan mel-frequency tidak lagi Hz melainkan mel. Sebelum diubah ke dalam skala mel, harus ditentukan terlebih dahulu frekuensi terendah dan tertinggi yang dimiliki suatu frekuensi linear. Kemudian ubah kedua frekuensi tersebut dengan menggunakan Persamaan 2.5. Mel-frequecy tersebut dipecah kedalam N jumlah filter dimana tiap mel-frequency memiliki selisih besaran yang sama berasarkan nilai mel-frequency terendah dan tertinggi.

M(f) = 1125 x ln(1 + f/700) (2.5)

Dimana : M(f) = mel-frequency f = frekuensi linear

(8)

Mel-frquency yang berjumlah N filter tersebut diubah kembali menjadi frekuensi

linear. Proses pengubahan tersebut dihitung menggunakan Persamaan 2.6. Frekuensi linear tersebut dibulatkan menjadi nilai FFT berdasarkan nilai FFT bin terdekat. Pembulatan ini dilakukan karena nilai frekuensi linear yang didapat pada Persamaan 2.6 tidak memiliki resolusi yang tepat untuk meletakkan nilai frekuensi linear tersebut pada filterbank. Nilai FFT bin didapatkan dari setengah nilai FFT yang telah ditentukan. Prosesnya pembulatannya dihitung menggunakan Persamaan 2.7.

M-1(m) = 700 x (exp(m/1125) – 1) (2.6)

Dimana : M-1(m) = frekuensi linear m = mel-frequency

f(i) = floor((nfft + 1) x h(i) / S) (2.7)

Dimana : f(i) = nilai FFT tiap frekuensi

nfft = nilai FFT yang sudah ditentukan h(i) = frekuensi linear

S = sampling rate

Filter-filter yang sudah memiliki nilai tersebut kemudian disusun membentuk

filterbank. Penyusunan filter ini dilakukan berdasarkan Persamaan 2.8. Sinyal suara

yang masuk akan difilter menggunakan filterbank yang sudah tersusun tersebut. Tiap filter akan menganalisa dan membentuk pola kuat lemah frekuensi dari suatu frame di dalam sinyal suara berdasarkan power spectrum. Pola yang terbentuk inilah yang disebut dengan mel-spectrum dan menjadi ciri karakteristik suatu sinyal suara. Sinyal hasil mel-filtering didapatkan melalui Persamaan 2.9.

𝐻

𝑚

(𝑘) = {

0 𝑘−𝑓(𝑚−1) 𝑓(𝑚)−𝑓(𝑚−1) 𝑓(𝑚+1)−𝑘 𝑓(𝑚+1)−𝑓(𝑚) 0

𝑘<𝑓(𝑚−1) 𝑓(𝑚−1) ≤ 𝑘 ≤ 𝑓(𝑚) 𝑓(𝑚) ≤ 𝑘 ≤𝑓(𝑚+1) 𝑘 >𝑓(𝑚+1)

(2.8)

(9)

Dimana : 𝐻𝑚(𝑘) = mel-filterbank

m = jumlah filter k = nilai FFT

f = nilai FFT tiap filter

𝐻𝑖 = 2595∗log(1+1000 700) 𝑆𝑖 2 (2.9)

Dimana : 𝐻𝑖 = koefisien filterbank pada frekuensi j(1 ≤ 𝑖 ≤ 𝑀) 𝑆𝑖 = magnitude spectrum pada frekuensi j

2.3.6. Discrete Cosine Transform (DCT)

Langkah ini merupakan tahapan terakhir dari algoritma MFCC yaitu mengubah

mel-spectrum kembali ke dalam domain waktu. Hasilnya disebut dengan cepstral coefficient

yang merupakan koefisien yang mencirikan suatu sinyal suara. Cepstral coefficient dihasilkan dengan menggunakan Persamaan 2.8. Jumlah cepstral coefficient yang dihasilkan sama dengan jumlah mel-spectrum yang diproses, tetapi hanya 12 cepstral

coefficient terendah yang dipakai pada proses klasifikasi. Nilai pada koefisien ini

disebut dengan vektor akustik yang menjadi variabel dalam menentukan ciri suatu suara.

𝑐̃

𝑛

= ∑

(𝑙𝑜𝑔𝑆̃

𝑘

) cos [𝑛(𝑘 −

1 2

)

𝜋 𝐾

]

𝐾 𝑘=1

(2.8)

Dimana : 𝑆̃𝑘 = mel-spectrum 𝑐̃𝑛 = cepstral-coefficient K = jumlah koefisien 2.4. Vector Quantization (VQ)

Vector Quantization (VQ) merupakan metode kompresi vektor akustik dan klasifikasi

vektor akustik. VQ membuat proses klasifikasi suara menjadi lebih cepat dan efesien dengan mengkompres vektor akustik secara signifikan tetapi masih akurat dalam mempresentasikan nilai yang terkandung di dalam vektor akustik tersebut. Tanpa proses

(10)

ini, proses komputasi yang dilakukan sistem akan menjadi sangat kompleks dan hal ini akan membebani kinerja sistem.

VQ melakukan kompresi vektor akustik dengan memetakan sejumlah vektor akustik ke dalam suatu suatu area terbatas yang terdapat pada suatu ruang vektor dua dimensi. Tiap area disebut dengan cluster dan tiap area diwakilkan dengan codeword.

Codeword merupakan titik pusat (centroid) yang ada pada suatu area. Kumpulan dari codeword disebut dengan codebook. Codebook inilah yang menjadi referensi dalam

proses klasifikasi data.

Visualisasi codebook dapat dilihat pada gambar 2.2. Gambar tersebut tediri dari tiga elemen utama, yaitu titik berwarna hijau, bintang berwarna merah dan garis berwarna biru yang membentuk sebuah area. Codebook tersebut digambarkan pada suatu ruang dengan garis vertikal menunjukkan nilai imajiner vektor dan garis horizontal menunjukkan nilai real vektor. Titik berwarna hijau menunjukkan vektor akustik yang tersebar diseluruh ruang vektor. Bintang berwarna merah menunjukkan

codeword yang menjadi representasi dari suatu cluster. Garis biru membatasi tiap

cluster dan menjadi acuan posisi vektor akustik berada di cluster yang mana.

Gambar 2.2 Contoh Codeword pada Ruang Vektor Dua Dimensi (Linde, et. al., 1980)

(11)

VQ terbagi menjadi dua proses utama, yaitu feature training dan matching. Feature

training merupakan proses perekaman data latih dan memetakannya menjadi codebook

yang menjadi referensi dalam melakukan proses klasifikasi. Proses feature training hanya memproses data latih, data uji akan langsung masuk proses matching. Matching merupakan proses klasifikasi dengan mencocokkan pola vektor akustik data uji dengan

codebook data latih.

Pada feature-training, vektor akustik data latih akan dipetakan menjadi codebook untuk kemudian disimpan ke dalam VQ model atau ke dalam database. VQ model adalah file berbentuk teks berekstensi vq. Proses pemetaan dan pembentukan codebook menggunakan algoritma LBG (Linde, Buzo, Gray) yang diimplementasikan pada proses rekursif berikut (Linde, et. al., 1980):

1. Rancang sebuah vektor codebook yang menjadi acuan dari keseluruhan vektor data latih.

2. Gandakan vektor codebook dengan membagi masing-masing codebook 𝐶𝑛 menurut aturan:

𝐶𝑛+ = 𝐶𝑛(1 + 𝜀) (2.9) 𝐶𝑛− = 𝐶𝑛(1 + 𝜀) (2.10)

Dimana n bernilai dari 1 sampai ukuran codebook yang sudah ditentukan dan ε adalah parameter splitting yang bernilai 0,01.

3. Nearest Neighbour Search

Vektor data latih yang berkumpul pada area tertentu dikelompokkan. Untuk tiap vektor data latih, temukan codeword terdekat yang menjadi titik pusat codebook. Kelompokkan vektor data latih berdasarkan codeword terdekat yang akan membentuk sebuah cluster.

4. Buat codeword baru pada masing-masing cluster dengan menentukan titik pusat dari kumpulan vektor akustik yang ada di dalam cluster tersebut.

5. Iterasi 1

Lakukan pengulangan langkah 3 dan langkah 4 sampai jarak rata rata dibawah jarak rata ambang batas yang telah ditetapkan.

6. Iterasi 2

(12)

Proses matching melakukan klasifikasi dengan memetakan vektor akustik data uji dengan codebook yang sudah dilatih pada feature training dan menghitung jarak rata-rata terdekat. Hasil klasifikasi ditentukan dari jarak rata-rata-rata-rata antara vektor akustik data uji dengan codeword yang ada pada codebook. Jarak akustik data dengan codeword yang ada pada codebook disebut dengan VQ distortion. VQ distortion dihitung menggunakan Persamaan 2.11.

𝑑(𝑥

𝑖

, 𝑦

𝑖

) = √∑

(𝑥

1

− 𝑥

2

)

2

+ (𝑦

1

+ 𝑦

2

)

2 𝑘

𝑗=1 (2.11)

Dimana : 𝑥𝑗 = komponen ke-j dari vektor masukan

𝑦𝑖 = komponen ke-j dari codeword 𝑦𝑖

Proses klasifikasinya dimulai dengan memilih secara random codebook data latih yang akan dijadikan acuan. Kemudian hitung jumlah codeword yang ada pada codebook tersebut. Kelompokkan vektor akustik data uji ke dalam codebook tersebut berdasarkan jarak terdekat antar vektor akustik dengan codeword menjadi suatu cluster yang jumlahnya sama dengan jumlah codeword. Hitung rata-rata VQ distortion pada seluruh bagian codebook. Jika nilai rata-rata pada codebook tersebut sudah didapatkan, lakukan pengulangan proses pada semua codebook yang dijadikan referensi. Bandingkan nilai rata-rata tiap codebook. Codebook yang memiliki nilai terkecil merupakan codebook yang cocok dengan vektor akustik data uji yang masuk dan merupakan hasil dari proses klasifikasi.

2.5. Cloud Computing

Cloud computing menjadi teknologi baru paling popular dan menjadi sebuah revolusi

di dalam dunia teknologi komputer. Teknologi ini merubah cara pandang orang dalam menggunakan komputer dan memiliki dampak besar dalam industri teknologi informasi. Teknologi ini membuat orang-orang jadi ketergantungan terhadap internet. Karena internet berperan besar dalam penerapan teknologi cloud computing. Pemrosesan dan penyimpanan data semua dilakukan melalui perantara internet.

Untuk mendefenisikan cloud computing, terlebih dahulu harus dijelaskan maksud penggunaan kata cloud yang dalam bahasa Indonesia berarti awan. Penggunaan kata

(13)

1990 ketika Virtual Private Network (VPN) pertama kali dikenalkan (Hu, et. al., 2011). Daripada menggunakan kabel data untuk mengirimkan informasi, perusahaan telepon lebih memilih menggunakan VPN untuk menghubungkan provider dengan customers. VPN membuat provider menawarkan ukuran bandwidth yang sama tetapi biayanya lebih rendah dengan terus-menerus merubah rute jaringan secara real-time untuk mengakomodasi perubahan penggunaan jaringan yang selalu berubah-ubah. Hal ini membuat alur data dari provider ke costumers sangat sulit untuk diprediksi. Tanggung jawab provider dalam menjaga jaringan ini direpresentasikan sebagai awan (cloud). Penamaan cloud terus dipakai untuk proses dan pengiriman data yang tidak kelihatan bentuk fisik hardware untuk pemrosesannya oleh user dan pada masa sekarang merujuk pada internet sebagai medianya. Sehingga cloud computing dapat didefenisikan sebagai suatu teknologi yang pemrosesan, penyimpanan dan pengiriman data yang semuanya dilakukan melalui media internet. Defenisi ini divisualisasikan pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Visualisasi Defenisi Cloud Computing (Hu, et. al., 2011)

Cloud computing memungkinkan terjadinya pertukaran informasi antar perangkat

yang berbeda-beda. Misalnya data yang diproses oleh komputer, hasil pemrosesannya dapat dilihat oleh smartphone. Hal ini bisa terjadi melalui application programming

interfaces (API) yang ditanamkan pada masing-masing aplikasi pada tiap perangkat

sama(Hu, et. al., 2011). Bahasa pemrograman pada tiap aplikasinya biasanya bersifat

object orientation yang memudahkan dalam proses pertukaran inforamsi antar

perangkat. Kunci agar pemrosesannya lebih cepat dan lebih effisien terletak pada rancangan cloud software environment, bagaimana agar aplikasi mudah diakses, daya jangkau yang luas dan keamanan yang tinggi.

(14)

Cloud computing sangat bergantung pada internet, web service dan server. Tiga hal

ini bisa menjadi kelemahan dan bisa juga menjadi kelebihan dari teknologi ini. Internet menjadi media penyampaian informasi pada cloud computing. Tanpa internet, pemrosesan pada teknologi cloud computing tidak akan berjalan dan dengan internet, user selalu bisa melihat hasil pemrosesan dimanapun dia berada dan pada perangkat apapun yang ia gunakan. Web service dan server saling berkaitan, karena web service merupakan sebuah pelayanan pemrosesan yang dilakukan di internet berdasarkan

script-script perintah yang disimpan di dalam server. Server menjadi tempat

penyimpanan segala hasil dan pemrosesan yang dilakukan cloud computing. Hal ini menjadi kelemahan dari sisi privasi dan keamanan, karena jika server berhasil dibobol oleh pihak tertentu maka seluruh data hasil pemrosesan yang ada di server bisa diketahui dan dipergunakan untuk memperoleh keuntungan financial yang merugikan banyak pihak (Ahmed & Hossain, 2014). Dan disisi lain, penggunaan server dan web

service ini membuat pemrosesan diperangkat lebih cepat dan tidak memerlukan ruang

penyimpanan pada perangkat. Oleh karena itu, pihak developer yang ingin menerapkan

cloud computing pada aplikasinya harus menerapkan tingkat keamanan yang tinggi agar

user yang menggunakan aplikasinya menjadi lebih nyaman.

2.6. Representational State Transfer (REST)

REST adalah suatu model arsitektur aplikasi yang membuat data ditampilkan, diakses dan dimodifikasi di internet (Hamad, et. al., 2010). Di dalam arsitektur REST, data dan fungsi-fungsinya berada di dalam suatu sumber dan sumber tersebut diakses menggunakan Uniform Resource Identifier (URL) atau bisa dikatakan REST bekerja dengan bernavigasi melalui URL untuk melaksanakan aktivitas tertentu. Arsitektur REST dibuat berdasarkan arsitektur client-server dan dirancang menggunakan protocol HTTP (Hamad, et. al., 2010). Hal inilah yang membuat REST menjadi ringan dan memiliki performa yang handal.

RESTful adalah web service yang dirancang berdasarkan arsitektur REST. RESTful mengakses suatu sumber data atau fungsi melalui web URL dan menggunakan empat metode utama HTTP untuk menciptakan, mendapatkan, memodifikasi dan menghapus data atau fungsi dari sumbernya. Empat metode utama HTTP yang digunakan oleh RESTful yaitu CREATE untuk menciptakan, GET untuk mendapatkan, UPDATE untuk memodifikasi dan DELETE untuk menghapus. Web service ini

(15)

menjadi salah satu elemen penting dalam menerapkan teknologi cloud computing karena prinsipnya yang menghubungkan antar perangkat melalui jaringan internet.

Kelebihan yang dimiliki RESTful sebagai sebuah web service dijelaskan sebagai berikut (Hamad, et. al., 2010):

1. Waktu dalam merespon dan memuat data lebih sedikit dibandingkan web service lain

2. Meningkatkan jangkauan server dengan mengurangi kebutuhan untuk menjaga bentuk komunikasi.

3. Hanya memerlukan sebuah browser untuk mengakses aplikasi apapun dan dari sumber manapun.

4. Tidak membutuhkan mekanisme tambahan untuk mengakses suatu sumber yang terpisah karena arsitekturnya sudah dirancang untuk mengatasi hal tersebut.

5. Memiliki kemampuan menambahkan dukungan untuk jenis konten baru tanpa mengurangi dukungan terhadap konten yang lama.

2.7. Penelitian Terdahulu

Jafar et al (2013) menggunakan algoritma MFCC untuk melakukan fitur ekstraksi dan menggunakan algoritma k-Nearest Neighbour (kNN) untuk melakukan proses identifikasi jenis katak berdasarkan suaranya. Sebanyak 750 data latih dari 15 jenis katak yang ada dihutan Malaysia direkam dengan sampling rate 48000 Hz. Data latih direkam terus selama 4 jam tanpa henti. Penelitian ini menunjukkan bahwa kolaborasi MFCC dengan kNN untuk mengidentifikasi 15 jenis katak di hutan Malaysia menghasilkan akurasi sebesar 85,7%.

Astuti et al (2011) menggunakan algoritma MFCC untuk melakukan fitur ekstraksi dan menggunakan algoritma Support Vector Machine (SVM) untuk melakukan proses identifikasi jenis burung berdasarkan suaranya. Aktivitas dari beberapa burung tertentu yang tidak normal menjadi acuan akan terjadinya suatu bencana alam. Penelitian ini mengklasifikasi 7 jenis burung dengan proses perekaman suara menggunakan sampling

rate 16000 Hz. Penelitian ini menunujukkan bahwa kolaborasi MFCC dengan SVM

untuk mengidentifikasi 7 jenis burung menghasilkan akurasi sebesar 98%.

Chen et al (2015) menggunakan algoritma MFCC untuk melakukan fitur ekstraksi dan menggunakan kolaborasi algoritma SVM-kNN untuk melakukan proses identifikasi

(16)

jenis hewan nocturnal berdasarkan suaranya. Sebanyak 339 data latih dari 18 jenis hewan nocturnal direkam dengan sampling rate 44100 Hz. Penelitian ini menunjukkan bahwa kolaborasi MFCC dengan SVM-kNN untuk mengidentifikasi 18 jenis hewan

nocturnal menghasilkan akurasi sebesar 92%.

Ismail et al (2014) menggunakan algoritma MFCC untuk melakukan fitur ekstraksi dan menggunakan algoritma Vector Quantization (VQ) untuk melakukan pengecekan

tajwid Qalqalah pada pembacaan surat Al-Ikhlas di dalam Al-Quran. Qalqalah terbagi

menjadi dua jenis yaitu Sughrah dan Kubrah. Data latih diambil dari Qalqalah yang muncul pada surat Al-Ikhlas dan tiap-tiap Qalqalah dilakukan perekaman data latih sebanyak 10 data latih sehingga total 20 data latih. Penelitian ini menunjukkan bahwa kolaborasi MFCC dengan VQ untuk melakukan pengecekan tajwid Qalqalah pada pembacaan surat Al-Ikhlas di dalam Al-Quran menghasilkan akurasi sebesar 94,5%.

Kubakaddi et al (2015) menggunakan algoritma MFCC untuk melakukan fitur ekstraksi dan menggunakan algoritma Vector Quantization (VQ) mengidentifikasi pembicara berdasarkan suaranya. Data latih diambil dari 8 orang yang berbeda. Penelitian ini menunjukkan bahwa kolaborasi MFCC dengan VQ untuk mengidentifikasi 8 pembicara menghasilkan akurasi sebesar 98%.

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu

No Peneliti/Tahun Algoritma Keterangan

1 Jaafar et al/2013 Mel-frequency Cepstral Coefficients

k-Nearest Neighbour

• Identifikasi jenis katak yang di hutan Malaysia berdasarkan suaranya • Data latih berjumlah 750

data latih dari 15 jenis katak

• Sampling rate sebesar 48000 Hz

• Tingkat akurasi

keberhasilan klasifikasi sebesar 85,7%.

2 Astuti et al/2011 Mel-frequency Cepstral Coefficients

Support Vector

Machine

• Identifikasi jenis burung untuk mengetahui aktivitas tidak normal yang

menandakan akan terjadinya bencana berdasarkan suaranya

(17)

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu (Lanjutan)

No Peneliti/Tahun Algoritma Keterangan

2 Astuti et al/2011 Mel-frequency Cepstral Coefficients Support Vector Machine • Tingkat akurasi keberhasilan klasifikasi sebesar 98%.

• Jumlah jenis burung yang diidentifikasi sebanyak 7 jenis

3 Chen et al/2015 Mel-frequency Cepstral Coefficients k-Nearest Neighbour Support Vector Machine

• Identifikasi jenis hewan

nocturnal berdasarkan

suaranya

• Data latih berjumlah 399 data latih dari 18 jenis hewan nocturnal • Sampling rate sebesar

44100 Hz • Tingkat akurasi

keberhasilan klasifikasi sebesar 92%.

4 Ismail et al/2014 Mel-frequency Cepstral Coefficients

Vector Quantization

• Pengecekan tajwid

Qalqalah pada surat Ikhlas di dalam bacaan Al-Quran

• Qalqalah yang diidetifikasi terdiri dari dua jenis yaitu

Sughrah dan Kubrah

• Jumlah data latih sebanyak 20 data latih • Tingkat akurasi keberhasilan klasifikasi sebesar 94,5%. 5 Kubakaddi et al/2015 Mel-frequency Cepstral Coefficients Vector Quantization • Pengidentifikasian pembicara berdasarkan suaranya

• Data latih diambil dari 8 pembicara yang berbeda-beda

• Tingkat akurasi

keberhasilan klasifikasi sebesar 98%.

(18)

Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini mendeteksi keberadaan katak berdasarkan suaranya, bukan melakukan identifikasi jenis katak. Hasil klasifikasinya hanya menunjukkan apakah suara yang berhasil direkam suara katak atau bukan. Adapun metode yang diimplementasikan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Metode fitur ekstraksi menggunakan algoritma Mel-frequency Cepstral Coefficients (MFCC) yang mengubah sinyal suara menjadi koefisien-koefisien yang memiliki nilai vektor akustik sebagai ciri suatu sinyal suara.

2. Metode klasifikasi dengan menggunakan algoritma Vector Quantization (VQ). Algoritma ini terbagi menjadi dua tahapan yaitu feature training yang berfungsi untuk membentuk codebook dan matching yang berfungsi untuk melakukan klasifikasi berdasarkan jarak terdekat vektor akustik yang masuk dengan codeword pada codebook.

3. Konversi hasil klasifikasi menjadi notifikasi yang akan ditampilkan pada smartphone dengan menerapkan teknologi cloud computing dalam pemrosesannya.

Gambar

Gambar 2.1. Katak Sawah (Djatmiko, 2005)
Gambar 2.2 Contoh Codeword pada Ruang Vektor Dua Dimensi   (Linde, et. al., 1980)
Gambar 2.3 Visualisasi Defenisi Cloud Computing (Hu, et. al., 2011)
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
+2

Referensi

Dokumen terkait

Koneksi seperti ini terjadi antara sel saraf tiruan yang terdapat pada lapisan yang sama, sedangkan exitatory connectios adalah tipe koneksi yang bersifat cenderung

Radarsat 2 dapat digunakan untuk klasifikasi tutupan lahan dengan mesin vektor Dukungan algoritma bahwa mesin pembelajaran algoritma yang akan menjadi alternatif kecuali

Beberapa ciri-ciri yang dapat menjadi patokan suatu perikanan sedang menuju kondisi ini antara lain, waktu melaut menjadi lebih panjang dari biasanya, lokasi

Radarsat 2 dapat digunakan untuk klasifikasi tutupan lahan dengan mesin vektor Dukungan algoritma bahwa mesin pembelajaran algoritma yang akan menjadi alternatif kecuali

Hal ini dapat meningkatkan efisiensi sistem dari segi penggunaan pita karena sistem yang semula digunakan untuk mengirimkan satu sinyal informasi yaitu suara atau

Perancangan Modul Driver Motor Stepper berfungsi untuk menerima sinyal input dari port parallel PC berupa clock dan arah pergerakan yang digunakan untuk mengatur motor stepper

Metode penyimpanan toolpath yang dipergunakan pada software Artcam Pro adalah digunakan untuk merubah toolpath hasil cutting menjadi sebuah format yang spesifik

Modul Proses adalah modul utama dari sistem ini, digunakan untuk merubah data - data pada tabel Transaksi Compact menjadi Tabel Rules menggunakan Algoritma Pincer Search. Tabel