• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Embriologi Telinga Dalam - Gambaran Emisi Otoakustik Pada Bayi Baru Lahir Dengan Berbagai Faktor Risiko Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 Sampai Juni 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Embriologi Telinga Dalam - Gambaran Emisi Otoakustik Pada Bayi Baru Lahir Dengan Berbagai Faktor Risiko Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 Sampai Juni 2012"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Embriologi Telinga Dalam

Telinga pada manusia terdiri atas tiga daerah yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar pada dasarnya merupakan corong pengumpul suara yang terdiri atas pinna dan saluran pendengaran luar. Telinga tengah adalah bagian yang menyalurkan suara dari telinga luar ke telinga dalam dan telinga dalam yang mengubah suara menjadi rangsangan saraf (Adnan,2008).

Telinga dalam adalah organ pertama dari tubuh yang dalam perkembangannya telah terbentuk secara sempurna baik dalam ukuran maupun konfigurasinya yaitu pada kehamilan trimester kedua. Diferensiasi telinga dalam dimulai pada awal minggu ketiga yaitu perkembangan intrauterin yang ditandai dengan tampaknya plokade ektoderm pada setingkat miensefalon. Plokade auditori berinvaginasi membentuk lubang (pit) auditori sepanjang minggu ke-4 yang kemudian menjadi vesikula auditori (Mattox, 1997).

Pada tahap perkembangan selanjutnya vesikula otik (vesikula auditori) bagian ventral membentuk sakulus dan koklearis sedangkan bagian dorsal membentuk utrikulus, kanalis semisirkularis dan duktus endolimfatikus. Pembentukan saluran-saluran tersebut disebabkan adanya bagian-bagian tertentu dari daerah tersebut yang berdegenerasi. Duktus koklearis yang sedang tumbuh menembus mesenkim di sekitarnya dan berpilin seperti membentuk spiral. Selanjutnya duktus koklearis tetap berhubungan dengan sakulus melalui duktus reunien.

(2)

sel epitel tersebut dimodifikasi menjadi sel-sel rambut (sel neuroepitel dan beberapa sel pendukung).

Dasar dari sel-sel neuroepitel dikelilingi oleh ujung serabut saraf yang datang dari ganglion spinal dan ganglion vestibular. Ganglion-ganglion tersebut berhubungan dengan otak melalui serabut saraf yang dibentuk oleh tulang yang disebut tulang labirin . Ruang diantara membran labirin dan tulang labirin tersebut berisi cairan perilimfe.

Gambar 2.1. Perkembangan Telinga Dalam (Majumdar, 1985)

2.2. Anatomi Telinga Dalam

Telinga dalam terdiri dari serangkaian rongga tulang yang disebut labirin tulang serta duktus dan sakulus membran yang disebut labirin membran (Drake R. L., Vogl W. and Mitchell A. W. M., 2004).

(3)

semisirkularis, duktus koklearis, utrikulus dan sakulus. Ruang labirin membranosa ini diisi dengan cairan endolimfe.

Struktur dari telinga dalam membantu penyampaian informasi ke otak tentang keseimbangan dan pendengaran yaitu :

a. duktus koklear sebagai organ pendengaran.

b. duktus semisirkularis, utrikulus dan sakulus sebagai organ keseimbangan.

Gambar 2.2. Membran Labirin (Drake R. L., Vogl W. and Mitchell A. W. M., 2004)

2.2.1. Vestibulum

Vestibulum yang mengandung jendela oval pada dinding lateralnya adalah bagian pusat dari labirin tulang. Vestibulum berhubungan dengan koklea di bagian anterior dan dengan kanalis semisirkularis di bagian posterosuperior.

(4)

Pada dinding posterior vestibulum terdapat lima lubang kanalis semisirkularis dan di dinding anterior vestibulum terdapat dua lubang yang berbentuk elips ke skala vestibularis koklea (Wright, 1997).

2.2.2. Kanalis Semisikularis

Terdapat tiga buah kanalis yaitu kanalis semisirkularis superior, posterior dan lateral yang terletak di atas dan belakang vestibulum. Ketiga kanalis semisirkularis bermuara pada utrikulus. Bentuk kanalis seperti 2/3 lingkaran dengan panjang yang hampir sama yaitu ± 0,8 mm.

Pada salah satu ujung masing-masing kanalis ini melebar disebut ampula dan mengandung sel-sel rambut krista yang berisi epitel sensori vestibular dan terbuka ke vestibulum. Struktur reseptor ini disebut krista ampularis terletak memanjang di ujung ampula pada tiap kanal membranosa. Setiap krista terdiri dari sel rambut dan sel pendukung (sustenakular) yang dikelilingi oleh bagian gelatinosa (kupula) yang menutupi ampula. Prosesus dari sel rambut melekat pada kupula dan basis sel rambut berhubungan dekat dengan serabut aferen dari bagian vestibular dari kranial ke nervus VII (vestibulokoklear) (Barrett K. E. et al, ).

2.2.3. Koklea

Koklea terletak di depan vestibulum dan berbentuk seperti rumah siput yang mengarah ke dasar dari kanalis auditorius interna dan sumbunya yang panjang mengarah keluar dengan membentuk sudut 300

Di dasar koklea, skala vestibuli berakhir pada jendela oval yang ditutupi oleh kaki tulang pendengaran (stapes). Skala timpani berakhir pada jendela oval, sebuah foramen di dinding medial dari telinga dalam yang ditutupi oleh membran timpani yang fleksibel. Skala media, ruang tengah koklea, berlanjut ke labirin

(5)

membraniosa dan tidak berhubungan dengan kedua skala lainnya (Guyton A. C. dan Hall J. E., 2010).

Gambar 2.3. Potongan Melintang Koklea (Leblane A., 2000)

2.2.4. Sakulus dan Utrikulus

Utrikulus terletak di bagian belakang lekukan dinding atas vestibulum, sakulus bentuknya jauh lebih kecil tetapi strukturnya sama dan terletak di dalam lekukan bagian bawah dan di depan utrikulus. Sakulus menyokong suatu struktur makula pada dinding medialnya dalam suatu bidang vertikal yang meluas ke dinding anterior. Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus yang sempit yang juga merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus. Makula utrikulus terletak pada bidang tegak lurus terhadap macula sakulus, utrikulus dan sakulus seluruhnya dikelilingi oleh perilimfe kecuali pada tempat masuknya saraf di daerah makula (Liston, 1997).

(6)

µm pada manusia dan lebih padat dari cairan endolimfe. Prosesus dari sel rambut melekat pada membran. Serabut saraf dari sel rambut bergabung dengan krista dari bagian vestibular saraf kranial ke VII.

2.2.5. Duktus Semisirkularis

Bagian ini terbuka ke bagian posterior dari utrikulus melalui lima lubang yang terpisah dan letaknya tegak, ini merupakan tiga daratan pada ruang telinga dalam. Masing-masing duktus pada semisirkularis melebar pada salah satu ujungnya yang membentuk ampula dan terletak pada saluran tulang yang melebar. Panjang sumbu dari masing-masing ampula kira-kira 2mm.

2.2.6. Duktus Koklearis

Duktus koklearis disebut juga skala media dan merupakan bagian labirin membran koklea sedangkan bagian labirin tulang koklea disebut skala vestibuli dan skala timpani. Bentuk duktus koklearis ini mengikuti bentuk labirin tulang koklea berupa dua setengah sampai dua tiga perempat putaran spiral. Duktus koklearis meluas mulai dari basis koklea sampai ke apek koklea kemudian akan berakhir sebagai saluran buntu pada apeks yang disebut caecum cupulare. Skala vestibuli dan skala timpani pada apeks koklea berhubungan satu sama lain terdapat helikotrema (Austin, 1997).

2.2.7. Organ Corti

Pada membran basilaris terdapat organ corti dimana struktur tersebut mengandung sel rambut yang merupakan reseptor pendengaran. Organ ini memanjang dari apeks ke dasar koklea dan mempunyai bentuk spiral. Prosesus sel rambut melubangi lamina retikular, membran yang disokong oleh sel pilar atau rods of corti. Sel rambut disusun menjadi empat baris, tiga baris dari sel rambut luar lateral terhadap terowongan dibentuk oleh rods of corti dan satu baris dari sel rambut medial ke terowongan.

(7)

terdapat di sekeliling dari dasar sel rambut terletak di ganglion spiral di dalam modiolus yang merupakan inti tulang dimana koklea terdapat.

2.3. Vaskularisasi Telinga Dalam

Telinga dalam mendapat vaskularisasi dari arteri labirin cabang dari arteri serebralis anterior-inferior tetapi dapat juga sebagai cabang langsung dari arteri basilaris. Arteri ini masuk ke meatus akustikus internus dan terpisah menjadi arteri vestibularis anterior dan arteri koklearis komunis yang bercabang pula menjadi arteri koklearis dan arteri vestibulokoklearis. Arteri vestibularis anterior memperarahi vestibularis anterior memperdarahi vestibularis, utrikulus dan sebagian duktus semisirkularis.

Arteri vestibulokoklearis sampai di modiolus di daerah putaran basal koklea terpisah menjadi cabang terminal vestibular dan cabang koklear. Cabang vestibular memperdarahi sakulus, sebagian besar kanalis semisirkularis dan ujung basal koklea. Cabang koklear memperdarahi ganglion spiralis, lamina spiralis ossea, limbus dan ligament/spiralis. Arteri koklearis berjalan mengitari nervus akustikus di kanalis akustikus di kanalis akustikus internus dan di dalam koklea mengitari modiolus.

Vena dialirkan ke vena labirintin yang diteruskan ke sinus petrosus inferior atau sinus sigmoideus. Vena-vena kecil melewati akuaduktus vestibularis dan koklearis ke sinus petrosus superior dan inferior (Wright, 1997).

2.4. Persarafan Telinga Dalam

(8)

2.5. Fisiologi Pendengaran

Proses mendengar diawali dengan dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong.

Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga cairan perilimfe pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong cairan endolimfe sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis (Soepardi, 2007).

(9)

2.6. Perkembangan Merespon Suara 2.6.1. Respon pada Bayi di bawah 4 bulan

Pada masa ini bayi mulai menunjukkan perhatian lebih pada suara ibu daripada suara orang lain. Bayi akan terkejut jika ada bunyi keras dan mulai menyadari suara yang lembut. Bayi mulai bermain dengan mainan yang mengeluarkan bunyi dan berhenti menangis untuk mendengar suara. Bayi juga terbangun ketika ada suara keras dan mengedipkan atau melebarkan matanya sebagai reflex terhadap suara (Northen J. dan Downs H., 1991).

2.6.2. Respon pada Bayi Usia 5-7 bulan

Bayi mulai mencari sumber bunyi dan dapat menggeser kepalanya ke arah lateral ketika mendengar bunyi. Bayi memberikan tanggapan yang berbeda terhadap bunyi yang berbeda dan menangis jika mendengar suara yang tidak diinginkannya. Bayi mulai menyukai nyanyian dan siulan serta suara dari alat musik (Northen J. dan Downs H., 1991).

2.6.3. Respon pada Bayi Usia 6-10 bulan

Pada masa ini respon bayi tehadap suara meningkat dengan kepala berputar cepat. Bayi mulai dapat memberikan respon terhadap namanya, suara telepon dan suara lainnya. Bayi juga sudah dapat mengeluarkan suara dengan nada tinggi dan rendah (Northen J. dan Downs H., 1991).

2.6.4. Respon pada Bayi Usia 9-13 bulan

(10)

2.6.5. Respon pada Bayi Usia 13-15 bulan

Pada masa ini bayi sudah dapat mengikuti perintah sederhana dan dapat mengeluarkan 3-5 kata serta dapat menirukan bunyi-bunyi tertentu (Northen J. and Downs H., 1991).

2.6.6. Respon pada Bayi Usia 18-24 bulan

Bayi dapat mengenal bagian dari tubuh dan dapat mengeluarkan 20-50 kata. Bayi juga dapat mendengar namanya dipanggil dari ruangan lain (Northen J. dan Downs H., 1991).

2.6.7. Respon pada Bayi Usia di atas 24 bulan

Pada tahap ini bayi sudah dapat mengatakan 4-5 kalimat dan dapat dimengerti oleh orang yang mendengarkannya (Northen J. dan Downs H., 1991).

2.7. Emisi Otoakustik

Emisi otoakustik merupakan respon koklea yang dihasilkan oleh sel-sel rambut luar yang dipancarkan dalam bentuk energi akustik (Soepardi, 2007). Pemeriksaan emisi otoakustik dilakukan dengan cara memasukkan sumbat telinga (probe) ke dalam liang telinga luar. Dalam probe tersebut terdapat mikrofon dan pengeras suara. Mikrofon berfungsi menangkap suara yang dihasilkan koklea setelah pemberian stimulus. Sumbat telinga dihubungkan dengan komputer untuk mencatat respon yang timbul dari koklea. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan di ruangan yang sunyi atau kedap suara, hal ini untuk mengurangi bising lingkungan (Adams et al, 1997).

2.7.1. Anatomi dan Fisiologi Dasar Emisi Otoakustik

(11)

yang bergerak di koklea menggerakkan membran basilar, setiap bagian membran basilar sensitif hanya pada jangkauan tertentu saja.

Penyusunan ini berdasarkan gradien tonotopik, bagian yang terdekat ke jendela oval lebih sensitif terhadap stimulus frekuensi tinggi. Bagian yang lebih jauh lebih sensitif terhadap stimulus frekuensi rendah. Oleh karena itu, respon pertama yang dikembalikan dan direkam oleh mikrofon adalah bagian koklea frekuensi tertinggi karena jarak tempuhnya lebih pendek. Respon dari bagian frekuensi lebih rendah yang dekat apeks koklea sampai setelahnya.

Ketika membran basilar bergerak, sel-sel rambut ikut bergerak dan sebuah respon elektromekanik dihasilkan ketika sebuah sinyal aferen ditransmisikan dan sebuah sinyal eferen dikeluarkan. Sinyal eferen ditransmisikan kembali melalui jalur pendengaran dan sinyal tersebut diukur di kanal telinga luar (Campbell K. C. M., 2010).

Gambar 2.5. Transient Evoked Otoacoustic Emission (TEOAE) (Soepardi, 2007)

2.7.2. Tujuan Pemeriksaan Emisi Otoakustik

Tujuan utama pemeriksaan emisi otoakustik adalah untuk menilai keadaan koklea terutama sel rambut. Hasil pemeriksaan dapat berguna untuk antara lain:

a. Skrining pendengaran awal khususnya pada neonatus infan atau individu dengan gangguan perkembangan

(12)

c. Membedakan gangguan sensori dan neural; pada gangguan pendengaran sensorineural

d. Dapat memeriksa gangguan pendengaran fungsional (berpura-pura) dan juga dapat dilakukan pada pasien yang sedang tidur bahkan pada keadaan koma

2.7.3. Syarat untuk Menghasilkan Emisi Otoakustik

Beberapa syarat yang diperlukan untuk mendapatkan hasil emisi otoakustik yang tepat adalah sebagai berikut :

a. Liang telinga luar tidak obstruksi

b. Menutup rapat-rapat liang telinga dengan probe c. Posisi yang optimal dari probe

d. Tidak ada penyakit telinga tengah e. Sel rambut luar masih berfungsi f. Pasien kooperatif

g. Lingkungan sekitar tenang

Gambar 2.6. Emisi otoakustik pada bayi baru lahir (Norton and Stoner, 1994)

2.7.4. Pembagian Emisi Otoakustik

Seiring dengan perkembangan teknologi, terdapat empat jenis emisi otoakustik yang digunakan saat ini yaitu :

a. Spontaneous Otoacoustic Emissions (SOAEs)

(13)

d. Sustained Frequency Otoacoustic Emissions (SFOAEs)

2.7.4.1.Spontaneous Otoacoustic Emissions

Spontaneous Otoacoustic Emissions merupakan emisi suara tanpa adanya rangsangan bunyi (secara spontan). Respon non stimulus ini biasanya diukur dalam rentang frekuensi perekaman yang sempit (<30Hz) dalam liang telinga luar. Perekaman Spontaneous Otoacoustic Emissions biasanya berada dalam rentang frekuensi 500-7000 Hz. Pada umumnya Spontaneous Otoacoustic Emissions tidak terjadi pada setiap pasien yang diperiksa. Oleh karena itu, tidak adanya Spontaneous Otoacoustic Emissions bukan pertanda adanya ketidaknormalan pendengaran dan biasanya tidak berhubungan dengan adanya tinnitus. Spontaneous Otoacoustic Emissions tidak ditemukan pada individu dengan ambang dengar >30 dB HL.

2.7.4.2.Transient Evoked Otoacoustic Emissions

Transient Evoked Otoacoustic Emissions merupakan emisi suara yang dihasilkan oleh rangsangan bunyi dengan menggunakan durasi yang sangat pendek, biasanya bunyi click, tetapi dapat juga tone burst. Transient Evoked Otoacoustic Emissions merupakan emisi otoakustik yang pertama kali digunakan dalam klinik. Stimulus yang diberikan sekitar 60-80 dB SPL. Transient Evoked Otoacoustic Emissions menunjukkan kondisi beberapa bagian koklea dan sekaligus menilai status fungsi koklea pada tingkatan mendekati ambang stimulus.

2.7.4.3.Distortion Product Otoacoustic Emissions

(14)

sering digunakan. Distortion Product Otoacoustic Emissions dapat memperoleh frekuensi yang spesifik dan dapat digunakan untuk merekam frekuensi yang lebih tinggi dari Transient Evoked Otoacoustic Emissions. Distortion Product Otoacoustic Emissions dapat digunakan untuk mendeteksi kerusakan koklea akibat obat-obat ototoksik dan akibat pajanan suara bising.

2.7.4.4.Sustained Frequency Otoacoustic Emissions

Sustained Frequency Otoacoustic Emissions merupakan emisi suara sebagai respon dari nada yang berkesinambungan. Secara klinis tidak digunakan karena antara rangsangan bunyi dan emisi otoakustik tumpang tindih di liang telinga (overlap) sehingga mikrofon merekam keduanya.

2.7.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Emisi Otoakustik 2.7.5.1. Nonpatologi

a. Kesalahan dalam memasang probe b. Serumen yang menghalangi probe c. Debris atau benda asing dalam telinga d. Vernix caseosa pada neonatus

e. Pasien yang tidak kooperatif

2.7.5.2. Patologi

a. Telinga luar seperti: - stenosis

- otitis eksterna - kista

b. Membran timpani seperti : adanya perforasi c. Telinga tengah seperti :

- Tekanan telinga tengah yang abnormal - Otosklerosis

(15)

- Otitis media d.Koklea

- Pemaparan obat-obat ototoksik atau pemaparan suara bising

2.8. Skrining Pendengaran Bayi

Gangguan pendengaran (hearing loss) adalah salah satu kelainan mayor yang sering terjadi pada bayi baru lahir. Oleh karena itu, upaya skrining gangguan pendengaran sangatlah penting. Skrining pendengaran pada bayi tidak hanya dilakukan pada bayi baru lahir dengan faktor risiko, tetapi dilakukan pada semua bayi yang lahir.

The Joint Committee on Infant Hearing mengeluarkan prinsip dan panduan untuk deteksi dan intervensi terhadap bayi, dimana evaluasi audiologi dan klinis secara lengkap dilaksanakan sampai umur 3 bulan dan intervensi dilakukan sebelum umur 6 bulan. Program ini disebut Early Hearing Detection and Intervention yang merupakan program berbasis keluarga dan komunitas yang dilaksanakan secara komprehensif, terkoordinir dan dilakukan pada semua bayi (Joint Committee on Infant Hearing, 2000).

Untuk melakasanakan skrining pendengaran bayi haruslah menggunakan alat yang objektif dan bersifat fisiologis. Tes yang dapat dipertanggungjawabkan dengan kriteria tersebut adalah emisi otoakustik dengan teknik transient evoked (TEOAE) atau ditorton product (DPOAE). Tes ini dapat dilakukan pada bayi dan klinisi tidak perlu mempunyai pengetahuan untuk interpretasi hasil. Hasil skrining dinyatakan pass atau refer. Pass dimaksudkan bahwa bayi sementara tidak memerlukan tes lebih lanjut dan refer dimaksudkan bayi harus dites ulang. Dengan hasil pass atau refer maka klinisi dapat merencanakan tindak lanjut dari hasil skrining tersebut.

Faktor risiko gangguan pendengaran pada bayi berdasarkan Joint Committe on Infant Hearing (Konvensi HTA, 2006) sebagai berikut :

a. Riwayat keluarga dengan tuli sejak lahir mulai dari kakek, nenek, ayah, ibu dan saudara kandung.

(16)

TORCH merupakan infeksi yang disebabkan oleh Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes simplex.

c. Kelainan anatomi pada kepala dan leher seperti kraniostosis, kelainan morfologi daun telinga dan liang telinga.

d. Sindroma yang berhubungan dengan tuli kongenital seperti sindroma Waardenburg dan sindroma Usher’s.

e. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Bayi dikatakan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) jika berat badan lahir di bawah 2500 gram.

f. Meningitis bakterialis

Diagnosa meningitis bakterialis ditegakkan berdasarkan kultur cairan serebrospinal.

g. Hiperbilirubinemia yang membutuhkan transfusi darah Hiperbilirubinemia yang membutuhkan transfusi darah dikelompokkan sebagai berikut :

Tabel 2.1. Tabel hiperbilirubinemia yang memerlukan transfusi darah Berat Badan (gram) Total Serum Bilirubin

(mg/dl)

Asfiksia berat ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut : - APGAR skor 0-3 lebih dari 5 menit

(17)

i. Pemberian obat ototoksik Obat ototoksik sebagai berikut :

Aminoglikosida : Gentamicin, Kanamisin, Neomisin, Tobramisin, Amikasin

Makrolida : Eritromisin, Azitromisin Obat-obat anti neoplastik : Cisplatin

Obat-obat diuretik : Furosemid, Ethyranic acid

Gambar

Gambar 2.1. Perkembangan Telinga Dalam (Majumdar, 1985)
Gambar 2.2. Membran Labirin (Drake R. L., Vogl W. and Mitchell A. W. M.,
Gambar 2.3. Potongan Melintang Koklea (Leblane A., 2000)
Gambar 2.4. Transmisi Suara (Drake R. L., Vogl W. and Mitchell A. W. M., 2004)
+4

Referensi

Dokumen terkait

apabila yang bersangkutan mengundurkan diri dan masa penawarannya masih berlaku dengan alasan yang tidak dapat diterima secara obyektif oleh Panitia Pengadaan Polres Bantul,

Upaya Pengelolaan Retribusi Parkir dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Sungai Penuh menurut Perspektif. Hukum

Pajak penghasilan terkait pos-pos yang tidak akan direklasifikasi ke laba rugi. Penyesuaian akibat penjabaran laporan keuangan dalam mata

Orthographic images can be extracted from both laser scanning point clouds and photogrammetric models, however the results are a much higher quality with the

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka diusulkan sebuah penelitian dengan judul “ Sistem Pakar Untuk Mengidentifikasi Penyakit Udang Galah Dengan

A study of 230 teachers and 573 junior and senior high school students in the province of Lampung, Indonesia was conducted for allegedly weak knowledge of teachers

Tingginya responden yang tidak melakukan pemeriksaan IVA di Puskesmas Banguntapan I Bantul, sesuai dengan hasil penelitian Dewi L (2014) tentang faktor-faktor yang

PENGARUH ALIRAN LAMINER DAN TURBULEN TERHADAP PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MENGGUNAKAN REAKTOR