• Tidak ada hasil yang ditemukan

AGROTEKNOS JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITASS HALUOLEO KENDARI. Volume 3 Nomor 3 Nopember 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AGROTEKNOS JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITASS HALUOLEO KENDARI. Volume 3 Nomor 3 Nopember 2013"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)JURNAL. ISSN: 2087-7706. AGROTEKNOS. Volume 3 Nomor 3 Nopember 2013. JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI J. Agroteknos. Vol. 3 No. 3. Hal: 127-188. Kendari, Nopember 2013. ISSN: 2087-7706.

(2) JURNAL AGROTEKNOS ISSN: 2087-7706 Diterbitkan oleh Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Perhimpunan Agronomi Indonesia (PERAGI) Cabang Sulawesi Tenggara Alamat : Gedung Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo Jl. H.E.A. Mokodompit, E-mail :agroteknos_unhalu@yahoo.co.id. SUSUNAN DEWAN REDAKSI Pelindung/Penasehat: Dekan Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo Penanggung Jawab: Ketua Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo Ketua Dewan Redaksi: Dr. Andi Khaeruni R. Wakil Ketua: Dr. Dirvamena Boer Sekretaris: Dr. La Ode Afa Redaksi Ahli: Prof. Dr. Sahta Ginting (Kesuburan Tanah-UNHALU) Prof. Dr. Sylvia Sjam (Entomologi-UNHAS) Prof. Dr. Elka Wakib Syam’un (Fisiologi Tanaman-UNHAS) Prof. Dr. Andi Bahrun (Agrohidrologi-UNHALU) Prof. Dr. Muhammad Taufik (Fitopatologi-UNHALU) Dr. I Gusti Ray Sadimantara (Pemuliaan Tanaman-UNHALU) Dr. Fransiscus S. Rembon (Pengelolaan Tanah-UNHALU) Dr. Suaib (Pemuliaan Tanaman-UNHALU) Dr. Teguh Wijayanto (Bioteknologi Tanaman-UNHALU) Redaksi Pelaksana: Dr. Gusti Ayu Kade Sutariati, Dr. La Ode Muhammad Harjoni Kilowasid, Asniah, M.Si, Syamsu Alam, M.Sc Bendahara: Tresjia C. Rakian, M.P Adminisitrasi: Arsy Aysyah Anas, M.P, Asmar Hasan, M.P, Wahyu Arif Sudarsono, M.Si Jurnal Agroteknos diterbitkan sebagai media komunikasi dan forum pembahasan ilmiah masalah pertanian, khususnya dibidang ilmu dan teknologi: budidaya tanaman, pengendalian organisme pengganggu tumbuhan, dan pengelolaan sumberdaya alam pertanian. Artikel yang dipertimbangkan pemuatannya berupa hasil penelitian atau telaah (review) yang belum pernah diterbitkan atau tidak sedang menunggu diterbitkan pada publikasi lain. Dewan penyunting berhak memperbaiki naskah yang akan dimuat tanpa mengubah maksud dan isinya. Jurnal Agroteknos terbit tiga kali setahun yakni pada bulan Maret, Juli dan Nopember..

(3) JURNAL AGROTEKNOS Nopember 2013 Vol. 3 No. 3. Hal 127-132 ISSN: 2087-7706. PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI DOSIS GLIOKOMPOS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) Effect of Various Dosages of Gliocompos on Growth and Production of Chilli Pepper (Capsicum annuum L.) LA ODE SAFUAN*), TRESJIA C. RAKIAN, ENDI KARDIANSA. Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari. ABSTRACT The aim of the research was to study the effect of several glyochompost's dosages on the growth and production of chilli. The research was carried out in Lamomea Village, District Konda, Konawe, Southeast Sulawesi, from December 2012 to February 2013. This research was arranged on completely randomized block design consisted of 4 treatments, i.e : without glyochompost (Go), glyochompost 30 g (G1), glyochompost 40 g (G2) and glyochompost 50 g (G3) per 20 kg soils. Analysis of variance (ANOVA) was used for statistical data analysis. Duncan's Multiple Range Test (DMRT) was applied to determine the significantly diferent among treatment with 95% convidence level. The results of the research showed that : (1) glyochompost effectively influenced the plant hight, total productive branch, total numbers and chilli’s weight, (2) Applications of glyochompost 50 gr per 20 kg soils have given the best influence on growth and production of chilli plants. Key words: chilli, growth, glyochompost, plants, production 1PENDAHULUAN. Tanaman cabai (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas tanaman hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Buahnya mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi, terutama vitamin A dan C, juga mengandung minyak atsiri yang rasanya pedas dan diminati oleh masyarakat terutama di Asia, sehingga kebutuhan cabai terus meningkat. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan produksi cabai di Indonesia, namun Menurut Muharam dan Sumarni (2005) produktivitas cabai merah di Indonesia masih rendah, yaitu baru mencapai 6,70 ton ha-1. Sulawesi Tenggara mempunyai lahan kering yang cukup luas untuk pengembangan tanaman cabai merah, namun demikian produktivitas cabai merah di daerah ini *) Alamat Korespondensi: E-mail: safuan65@yahoo.com. masih sangat rendah yaitu pada tahun 2011 sekitar 2,50 ton ha-1 dan produktivitas pada tahun 2010 yaitu sekitar 3,98 ton ha-1 (BPS Sultra, 2011). Rendahnya produktivitas tanaman cabai di Sulawesi Tenggara disebabkan karena lahan pertanian di dominasi oleh tanah ultisol yang mempunyai tingkat kesuburan rendah. Oleh karena itu maka untuk meningkatkan produktivitas tanaman cabai di Sulawesi Tenggara perlu aplikasi pupuk untuk memperbaiki kesuburan tanah. Gliokompos adalah bahan organik dalam bentuk kompos dengan bahan aktif Glyocladium sp. Beberapa kelebihan dari bahan organik ini adalah berbahan baku alami dan ramah lingkungan yang mampu menekan serangan penyakit tular tanah yang dapat menyerang tanaman cabai. Selain itu, bahan organik ini diketahui berfungsi sebagai pupuk yang berguna untuk menunjang pertumbuhan tanaman dan menekan kehilangan hasil yang.

(4) Vol. 3 No.3, 2013. Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Gliokompos. diakibatkan oleh serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) serta dapat menjaga kualitas hasil pertanian (BPTPH, 2010). Namun demikian pemberian bahan organik yang terlalu banyak, selain tidak efisien, juga dapat menurunkan produksi tanaman karena kelebihan unsur hara mikto dan peningkatan serangan hama dan penyakit tanaman, oleh karena itu perlu dilakukan penellitian untuk mengetahui Pengaruh gliokompos dengan dosis yang berbeda terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman cabai.. BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai Februari 2013 di Kebun Percobaan Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Provinsi Sulawesi Tenggara di Desa Lamomea Kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara. Bahan dan Alat. Bahan yang digunakan adalah benih tanaman cabai, gliokompos, tanah, air, sekam padi, dan polibag ukura 40x40 cm. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah parang, cangkul, sekop, handsprayer, kertas label, timbangan, mistar, ember plastik, bak persemaian, gembor, kamera dan alat tulis menulis. Rancangan Percobaan. Penelitian ini disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) terdiri dari 4 taraf perlakuan yaitu: gliokompos 0 g (Go), gliokompos 30 g (G1), gliokompos 40 g (G2), dan gliokompos 50 g (G3) per 20 kg tanah, yang diulang sebanyak 4 kali sehingga diperoleh 16 unit petak percobaan. Masing-masing unit percobaan terdiri dari 4 tanaman sehingga jumlah tanaman dalam penelitian ini adalah 64 tanaman. Perlakuan Benih. Benih cabai yang disemaikan terlebih dahulu direndam dalam air hangat selama 30 menit, guna mempercepat proses perkecambahan, benih yang tenggelam adalah benih yang siap untuk disemaikan. Persemaian. Media persemaian terdiri atas campuran tanah dan sekam padi dengan perbandingan 1 : 1 setebal 5 cm. Benih cabai disemai pada waktu sore hari untuk. 128. menghindari terjadinya penguapan yang berlebihan. Benih ini ditempatkan pada larikan, ukuran larikan semai ini berjarak 5 cm antar larikan dengan kedalaman 2 cm. Setelah semai berumur 21 hari, maka siap untuk dipindahkan. Penanaman. Media tanam terdiri atast anah dan sekam padi yang dicampur secara merata kemudian dimasukkan ke dalam polibag berukuran 40x40 cm, banyaknya media adalah 8 kg per polibag. Gliokompos diberikan pada setiap polibag dengan dosis sesuai perlakuan (0 g, 30 g, 40 g dan 50 g) dengan cara ditugal kemudian ditutup tanah. Bibit tanaman cabai dipindah tanam ke polibag, yaitu pada saat bibit dipersemaian berumur 3 minggu setelah semai. Pemangkasan/Perempelan. Pemangkasan dilakukan untuk mengurangi tunas diantara ketiak daun, sehingga perkembangan buahnya maksimal. Daundaun di bawah cabang utama dipangkas pada saat tajuk tanaman telah optimal, yaitu telah berumur 75 HST. Pemangkasan juga bertujuan untuk mengurangi gangguan hama dan penyakit (Prajnanta, 2007). Pemeliharaan dan Panen. Pemeliharaan meliputi penyiraman, pengendalian gulma, dan pengendalian hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan setiap pagi dan sore hari atau sesuai kebutuhan. Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan cara mencabut gulma yang tumbuh di polibag. Panen dilakukan pada saat tanaman menghasilkan buah pertama yaitu pada saat tanaman berumur 90 HST. Parameter Penelitian. Variabel yang diamati dalama penelitian ini adalah : Tinggi tanaman (cm) pada saat tanaman berumur 20, 30, 40, 50, 60, dan 70 hari sesudah tanam. Jumlah cabang produktif pada saat tanaman berumur 50, 60, dan 70 hari sesudah tanam, Jumlah buah cabai saattanaman berumur 70, 80 dan 90 hari sesudah tanam, dan Berat buah segat per tanaman (g).. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tinggi tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahawa pemberian berbagai dosis gliokompos memberikan pengaruh.

(5) 129 J. Agroteknos. Safuan et al.. yang nyata terhadap tinggi tanaman cabe merah pada saat tanaman berumur 20, 30, 40, 50, 60, dan 70 hari sesudah tanam. Perbedaan pengaruh berbagai dosis gliokompos terhadap tinggi tanaman cabe merah pada setiap fase pertumbuhan. tanaman diuji dengan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf kepercayaan 95%. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf kepercayaan 95% pengaruh berbagai dosis gliokompos terhadap tinggi tanaman Cabe disajikan pada Tabel 1.. Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman cabai pada berbagai dosis gliokompos. Gliokompos (g/20kg tanah) G0 = 0 G1 = 30 G2= 40 G3 = 50. Tinggi tanaman (cm) pada pengamatan ke...HST 20 30 40 50 8,8 c 12,6 c 15,0 d 16,2 d 11,5 b 17,2 b 19,5 c 21,7 c 15,1 a 20,6 a 22,0 b 23,9 b 15,7 a 21,8 a 23,7 a 25,8 a. 60 17,5 d 23,8 d 26,3 b 28,0 a. 70 20,7 d 28,2 c 29,5 b 30,9 a. Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom sama, berbeda nyata pada uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf kepercayaan 95%. Tabel 1 menunjukkan bahwa pada umur 20 dan 30 HST rata-rata tinggi tanaman cabai yang lebih tertinggi berada pada perlakuan G3, namun demikian tidak bereda nyata dengan tinggi tanaman cabe pada pelakuan G2, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan G1 dan G0, sedangkan tanaman cabe yang paling pendek adalah pada pelakuan G0, yang berbeda nyata dengan perlakuan G1, G2, dan G3. Pada saat tanaman berumur 40, 50, 60, dan 70 HST, menunjukkan bahwa terjadi perbedaan yang nyata antar semua perlakuan dosis gliokompos terhadap tinggi tanaman, dan tanaman yang cabe tertinggi adalah tanaman cabe yang mempeoleh giokompos 50 g per 20 kg tanah, sedangkan yang paling pendek adalah tanaman cabe yang tidak mendapat gliokompos. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tanaman cabe yang ditanam pada tanah ultisol perlu diberi pupuk organik untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman cabe yang lebih baik. Tabel 1 juga menunjukkan bahwa kebutuhan pupuk pada vegetatig lebih rendah, dan peningkatan kebutuhan akan terus meningkat hingga masuk fase generatif untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan buah. Pupuk organik organik selain mengandung unsur mikro juga mmengandung unsur hara makro sperti N, P, dan K yang sangat dibutuhkan oleh tanaman, pada saat fase vegetatif tanaman membutuhkan hara N dalam jumlah yang lebih banyak. Hutasoit. (2011) menyatakan bahwa pertumbuhan tinggi dipengaruhi oleh unsur nitrogen (N) yang tersedia di dalam tanah. Nitrogen yang terdapat dalam gliokompos tersedia perlahan-lahan bagi pertumbuhan tanaman yang diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman. Peranan unsur nitrogen yaitu meningkatkan pertumbuhan, membentuk warna hijau daun karena merupakan bahan penyusun klorofil serta meningkatkan jumlah anakan. Selain itu juga berperan dalam merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan khususnya batang, cabang dan daun. Pada umur 70, 80 dan 90 HST, tanaman cabai diduga telah mengalami perkembangan akar dan dengan pemberian pupuk gliokompos ini mampu memperbaiki kondisi tanah. Pupuk kandang mempunyai peranan yang cukup besar terhadap pertumbuhan tanaman. Pengaruh pupuk kandang terhadap tanaman adalah menyebabkan akar tanaman dapat tumbuh dengan leluasa, kebutuhan unsur hara terpenuhi sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik dan mempercepat pertumbuhan dan perkembangannya (Suwandi dan Rosliani, 2004). Jumlah Cabang Produktif Tanaman Cabai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian berbagai dosis gliokompos memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah cabang produktif tanaman cabe merah pada saat tanaman berumur.

(6) Vol. 3 No.3, 2013. Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Gliokompos. 50, 60, dan 70 hari sesudah tanam. Perbedaan pengaruh berbagai dosis gliokompos terhadap jumlah cabang produktif tanaman cabe merah diuji dengan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf kepercayaan 95%. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf kepercayaan 95% pengaruh berbagai dosis gliokompos terhadap jumlah cabang produktif tanaman cabe disajikan pada Tabel 2.. Tabel 2. Rata-rata jumlah cabang produktif tanaman cabai pada berbagai dosis gliokompos. Gliokompo s (g/20k g tanah) G0 = 0. G1 = 30 G2= 40. G3 = 50. Jumlah cabang produktif (cabang) 50 60 70 hs hs hs t t t 10,3 2,4 c 4,1 d d 11,4 15,0 5,6 b c c 15,3 19,6 8,0 b b b 12,0 18,0 22,9 a a a. Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom sama, berbeda nyata pada uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf kepercayaan 95%. Tabel 2 menunjukkan bahwa pada saat tanaman cabe berumur 50 hari sesudah tanam menunjukkan bahwa tanaman cabe yang menghasilkan cabang produktif yang paling banyak adalah tanaman cabe pada perlakuan G3 dan berbeda nyata dengan perlakuan G2, G1, dan G0, sedangkan tanaman cabe yang mempunyai cabang produktih yang lebih sedikit adalah tanaman cabe yang tidak memperoleh gliokompos (G0), yang berda nyata dengan perlakuan G1, G2, dan G3. Pada saat tersebut perlakuan G1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan G2. Pada saat tanaman berumur 60 dan 70 HST, menunjukkan bahwa perlakuan berbagai dosis gliokompos menunjukkan perbedaan yang nyata. Perlakuan yang memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap peningkatan jumlah cabang produktif adalah perlakuan G3 dan berbeda nyata dengan perlakuan G2, G1, dan G0, sedangkan tanaman cabe yang. 130. menghasilkan cabang produktif yang lebih sedikit adalah tanaman cabe yang tidak memperoleh gliokompos. Setyorini et al. (2006) menyatakan bahwa aktifitas berbagai mikroorganisme di dalam kotoran ternak (gliokompos dari pupuk kandang) menghasilkan hormon-hormon pertumbuhan, misalnya auksin, giberalin, dan sitokinin yang memacu pertumbuhan organ tanaman seperti batang, jumlah cabang, dan perkembangan akar-akar rambut sehingga daerah pencarian makanan lebih luas. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Fatmawati (2009) yang menyatakan bahwa kotoran ternak setelah terinkubasi merupakan bahan yang mengandung banyak unsur hara. Keuntungan penambahan mikroorganisme efektif sebagai bioaktivator adalah diantaranya: mempercepat dekomposisi bahan-bahan organik secara fermentasi, melarutkan P(Phospat) yang tidak tersedia menjadi bentuk P yang tersedia bagi tanaman, mengikat nitrogen udara, menghasilkan berbagai enzim dan hormon bagi senyawa bioaktif untuk pertumbuhan. Jumlah Buah Cabai. Hasil penelitian menunjukkan bahawa pemberian berbagai dosis gliokompos memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah buah tanaman cabe merah pada saat tanaman berumur 70, 80, dan 90 hari sesudah tanam. Perbedaan pengaruh berbagai dosis gliokompos terhadap jumlah buah tanaman cabe merah pada saat tanaman berumur 70, 80, dan 90 hari sesudah tanam diuji dengan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf kepercayaan 95%. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf kepercayaan 95% pengaruh berbagai dosis gliokompos terhadap jumlah buah tanaman Cabe disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Rata-rata jumlah buah cabai berbagai dosis gliokompos. Gliokompo s (g/20k g tanah) G0 = 0. G1 = 30. pada. Jumlah buah cabai (buah) pada pengamatan ke..HST 70. 9,8 c 14,6 b. 80 11,2 d 18,3 c. 90 10,9 d 21,3 c.

(7) Safuan et al.. 131 J. Agroteknos G2= 40. G3 = 50. 19,3 a 22,3 a. 23,6 b 29,4 a. 28,3 b 31,8 a. Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom sama, berbeda nyata pada uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf kepercayaan 95%. Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah buah masak terbanyak pada tanaman cabai pada umur 70, 80 dan 90 HST berada pada perlakuan G3 (50 g), yakni masing-masing sebanyak 22,3, 29,4 dan 31,8 buah dan jumlah buah terendah berada pada perlakuan kontrol (G0). Perlakuan yang memberikan pengaruh terbaik terhadap jumlah buah berada pada pelakuan G3 (50gr) dan terendah berada pada perlakuan tanpa menggunakan gliokompos (G0) serta berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Perbedaan ini dapat disebabkan karena pada perlakuan G3 menggunakan gliokompos dengan dosis tertinggi diantara perlakuan lainnya sehingga jumlah buah yang dihasilkan lebih banyak dibanding pada perlakuan lainnya. Denis and Webster (1971) menyatakan bahwa penggunaan gliokompos dipersemaian yang tepat dosis dengan komposisi campuran yang tepat, selain mampu menanggulangi kerugian akibat serangan penyakit tular tanah, juga mampu meningkatkan kesuburan tanaman, dan meningkatkan produksi bunga dan buah. Selain itu, hasil penelitian Suwandi dan Rosliani (2004), mengenai “Pengaruh gliokompos, pupuk nitrogen, dan kalium pada cabai yang ditanam tumpanggilir dengan bawang merah” menunjukkan bahwa pemberian pupuk gliokompos pada tanah aluvial untuk tanaman bawang merah (tumpanggilir dengan cabai) tidak nyata meningkatkan hasil bawang merah, tetapi dapat menekan susut bobot bawang merah setelah dikeringkan/disimpan. Pemupukan N dan K serta kombinasinya dengan gliokompos berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah buah sehat, dan bobot buah sehat cabai per petak. Berat Buah Cabai. Hasil penelitian menunjukkan bahawa pemberian berbagai. dosis gliokompos memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat buah tanaman cabe merah. Perbedaan pengaruh berbagai dosis gliokompos terhadap berat buah tanaman cabe merah diuji dengan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf kepercayaan 95%. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf kepercayaan 95% pengaruh berbagai dosis gliokompos terhadap jumlah buah tanaman Cabe disajikan pada Tabel 4.. Tabel 4. Rata-rata berat buah cabai per tanaman pada berbagai dosis gliokompos. Gliokompos (g/20kg tanah) G0 = 0 G1 = 30 G2= 40 G3 = 50. Berat buah cabai (g/tanaman) 96.3 d 200.8 c 276.7 b 318.1 a. Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom, berbeda nyata pada uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf kepercayaan 95%. Tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata berat buah cabai berkisar antara 96,3–318,1 gram per tanaman dengan perlakuan yang memberikan pengaruh terbaik terhadap berat buah berada pada pelakuan G3 (50gr) yang berda nayata dengan perlakuan G2, G1, dan G0, sedangkan tanaman yang menghasilkan buah yang terendah berada pada perlakuan tanpa menggunakan gliokompos (G0) serta berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Perbedaan ini dapat disebabkan karena pada perlakuan G3 menggunakan gliokompos dengan dosis lebih tinggi diantara perlakuan lainnya sehingga mempengaruhi berat buah yang dihasilkan tanaman cabai. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rosmahani (2004) mengenai sistem usahatani berbasis bawang merah di lahan kering dataran rendah, yang menunjukkan bahwa pemberian gliokompos dari pupuk kandang ayam dan gliokompos dari pupuk kandang sapi dapat menekan serangan busuk buah dan memberikan produksi berat basah yang lebih baik bagi tanaman bawang merah..

(8) Vol. 3 No.3, 2013. SIMPULAN. Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Gliokompos. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pemberian pupuk gliokompos memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah buah dan berat buah cabai. 2. Pemberian dosis 50 g gliokompos memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman cabai. Saran Berdasarkan hasil penelitian untuk memperoleh produksi cabai yang lebih baik dapat menggunakan aplikasi gliokompos dengan dosis 50 gram per tanaman.. DAFTAR PUSTAKA. Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Provinsi Sulawesi Tenggara, 2010. Teknik Pembuatan Kompos dengan Menggunakan Agens Hayati. Leaflet. Laboratorium PHP Kendari. Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi). 2012. Gliokompos Berpeluang Menggantikan Fungisida Sintetis. Jakarta. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Tenggara. 2011. Sulawesi Tenggara dalam Angka. Kendari. Denis, C and J. webster 1971. Antagonistic Propertis of Spesies Groups of Trichoderma. Trans. Br. Micol. soc. 57 (1):25-39. Dinas Perkebunan dan Hortikultura. 2003. Buku Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Sayuran. Kendari. Fatmawati. U. 2009. Potensi Kotoran Sapi. Http//www.wordpress.org. Diakses Tanggal 8 Juli 2012. Hutasoit Nella. 2011. Pengaruh Pemberian Pupuk Nitrogen dan Pupuk Fosfat Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Cabai Merah, (online), (nellahutasoit’s blog)http:nellahutasoit.wordpress.com. Diakses pada tanggal 11 Juli 2012. Lingga, P. dan Marsono. 2003. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Bogor.. 132. Mardiasih, P.W. et al. 2010. Pedoman Pengenalan dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan Utama pada Tanaman Cabai. Dirjen Hortikultura. Jakarta. Moekasan, K.T. et al. 2011. Pengelolaan Tanaman Terpadu pada Cabai Merah Sistem Tanam Tumpanggilir dengan Bawang Merah. Balitsa. Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Jakarta. Muharam, A. dan Sumarni, N., 2005. Panduan Teknis Budidaya Tanaman Cabai Merah. Balittanah. Litbang. Deptan. Nurmawati, S. dan Suhardianto, A. 2000. Studi Perbandingan Penggunaan Pupuk Kotoran Sapi dengan Pupuk Kascing terhadap Produksi Tanaman Selada. Laporan Penelitian. Universitas Terbuka. Jakarta. Prajnanta, F. 2007. Kiat Sukses Bertanam Cabai di Musim Hujan. Penebar Swadaya. Jakarta. Pustika, A.B. dan Musofie, A. 2007. Perkembangan Penyakit Berbagai Tanaman Hortikultura Pada Penggunaan Trichoderma spp. dan Gliocladium spp. Di Kawasan Pertanian Pantai Kulonprogo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. Ripangi, A. 2012. Budidaya Cabai. PT. Buku Kita. Yogyakarta. Rosmahani, L. et al. 2004. Sistem Usahatani Berbasis Bawang Merah Di Lahan Kering Dataran Rendah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Bogor. Saediman, 2003. Tantangan dan Peluang pemasaran Produk-Produk Pertanian Provinsi Sulawesi Tenggara di Era Globalisasi. Makalah disampaikan pada Semiloka Pengembangan Kurikulum GBPP/SAP Fakultas Ekonomi Universitas Haluoleo. Kendari. Sarwono Hardjowigeno 2003. Ilmu Tanah. Cetakan Kelima. Akademika Pressindo. Jakarta. Setiadi. 2006. Bertanam Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta.Setyamidjaja, D. 1986. Pupuk dan Pemupukan. CV. Simpleks. Jakarta. Setyorini, D., Saraswati. R., Anwar. E.K. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati : Kompas. Balittanah.litbang.Deptan..

(9) 133 J. Agroteknos. Safuan et al.. Supriadi. 2006. Analisis Resiko Agens Hayati Untuk Pengendalian Patogen Pada Tanaman. Jurnal Litbang Pertanian. Jakarta. Suwandi dan Rosliani, R. 2004. Pengaruh Gliokompos, Pupuk Nitrogen, Dan Kalium Pada Cabai Yang Ditanam Tumpanggilir Dengan Bawang Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang. Warisno. 2001. Peluang Usaha dan Budidaya Cabai. Kres Dahana. Jakarta. Yusuf. T. 2010. Agens Hayati Untuk Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman. (online), (http://tohariyusuf.wordpress.com. Diakses Pada Tanggal 3 April 2012)..

(10) JURNAL AGROTEKNOS Nopember 2013 Vol. 3 No. 3. Hal 133-138 ISSN: 2087-7706. PENGARUH FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DAN NUTRISI ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI MERAH BESAR (Capsicum annuum L.) The Effect of Arbuscular Mycorrhizal Fungi and Organic Nutrition on Growth of Chili Plant (Capsicum annuum L.) MAKMUR JAYA ARMA*), RISNAWATI, GUSNAWATY H.S.. Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo, Kendari. ABSTRACT The research to study the effects of arbuscular mycorrhiza fungi (AMF) and organic nutrients to enhance the growth of chili has been conducted in Experimental Field, Faculty of Animal Husbandry and laboratory of Agrotechnology, Halu Oleo University, from June to November 2012. The research was based on the split-plot design with a randomized block design pattern (RAK) of two factors: Organic Nutrition as the main plot and AMF as subplot. Organic nutrients as the main plot consisted of three levels, namely: without organic nutrition (S0), 1 mL L-1 of water (S1) and 2 mL L -1 of water (S2); and AMF dose as subplot consisted of three levels, namely: without AMF (M0), 5 g plant-1 (M1) and 10 g plant-1 (M2). therefore, there were 9 combinations of treatments and each treatment combination was repeated three times to obtain 27 experimental units. Each variable was analyzed by analysis of variance, then followed by Duncan's Multiple Range Test (UJBD) at 95% confidence level. The results of research indicated that the best interaction of AMF and organic nutient treatment was 10 g AMF plant-1 (M2) and 2 mL L-1 (S2) of organic nutrients. This treatment combination can improve growth on variables: leaf area, leaf area index and yield index of the chili plants. The best treatment for AMF independently was at 10 g plant-1 (M2) because it can promoted growth of plant height of the chili plants. The best treatment for organic matter independently was at 2 mL L-1(S2), because it can promoted growth of plant height of the chili plants. Keywords: FMA, organic nutrition, growth, chili 1PENDAHULUAN. Tanaman cabai merupakan salah satu komoditas andalan hortikultura yang banyak mendapat perhatian karena memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Cabai banyak digunakan sebagai bumbu dapur, yakni bahan penyedap berbagai macam masakan antara lain sambal, saus, aneka sayur dan produkproduk makanan kaleng. Selain digunakan sebagai penyedap masakan,cabai juga dapat dimanfaatkan dalam pembuatan ramuan obatobatan (industri farmasi), industri kosmetik, industri pewarna makanan dan bahan campuran pada berbagai industri pengolahan makanan dan minuman (Erliana, 2006). *) Alamat Korespondensi: Email: armamakmur@gmail.com. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2012) bahwa Indonesia mampu memproduksi tanaman cabai sebesar 1.378.727 ton pada tahun 2009 dengan luasan lahan 233.904 ha atau sekitar 5,89 ton ha-1, kemudian pada tahun 2010 sebesar 1.328.864 ton dengan luasan lahan 237.105 ha atau menurun sekitar 3,26% dan pada tahun 2011 produksi cabai mencapai 1.483.079 ton dengan luasan lahan 239.770 ha atau sekitar 6,19 ton ha-1. Produksi cabai Sulawesi Tenggara pada tahun 2010 sebesar 7.817 ton dengan luasan lahan 1.959 ha atau mengalami peningkatan sebesar 3.054 ton atau sekitar 39,07% dibanding produksi pada tahun 2009. Pada tahun 2011 produksi cabai mencapai 4.764 ton, atau menurun sebesar 3.053 ton atau sekitar 39% dibanding produksi pada tahun 2010. Penurunan produksi yang terjadi diperkirakan karena semakin rendahnya.

(11) Vol. 3 No.3, 2013. produktivitas tanaman akibat luasan lahan yang tidak diimbangi dengan kesuburan tanah yang baik, penguasaan teknik budidaya yang kurang serta serangan hama dan penyakit. Sulawesi Tenggara adalah salah satu daerah dengan potensi lahan kering yang cukup luas dengan dominasi jenis tanah ultisol. Hardjowigeno (2003), problema tanah ultisol adalah reaksi tanah masam, kandungan Al tinggi dan unsur hara rendah. Oleh karena itu, perlu adanya input teknologi sebagai upaya peningkatan kesuburan tanah dalam meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman. Salah satu input teknologi tersebut yaitu penggunaan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA). FMA merupakan alternatif teknologi yang dikembangkan pada budidaya tanaman lahan kering yang secara efektif dapat meningkatkan penyerapan unsur hara makro dan mikro. Selain itu, akar tanaman yang bermikoriza dapat menyerap unsur hara yang berbentuk terikat seperti hara P menjadi tersedia bagi tanaman (Setiadi, 1989; Anas, 1997; Mulyati dan Sinwin, 2010). Selain berbagai keuntungan penggunaan FMA terhadap tanah dan tanaman khususnya dalam penyerapan unsur hara, namun FMA juga memiliki kekurangan yakni tidak dapat menyediakan seluruh unsur maupun nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman pada waktu yang bersamaan. Oleh karena itu, penambahan nutrisi organik lain menjadi alternatif dalam melengkapi kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman. Salah satu nutrisi tersebut dapat dibantu dengan memberikan Nutrisi Organik Wong Tani. Nutrisi merupakan salah satu bahan /unsur yang dibutuhkan tanaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Nutrisi organik dapat diaplikasikan melalui daun tanaman karena mengandung senyawasenyawa yang secara langsung dapat dimanfaatkan oleh tanaman dalam proses fotosintesis. Lebih lanjut, Martin (2000). Pengaruh Fungi Mikoriza Arbuskula 134. menyatakan bahwa pemberian melalui daun dapat mempercepat absorbsi senyawa pada tanaman dan efektif menanggulangi kekurangan unsur mikro. Nutrisi organik wong tani dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman terutama pada daun, memicu munculnya tunas, bunga, meningkatkan pertumbuhan batang (pembelahan sel) serta akar akan berkembang pesat (Ardian, 2009).. BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat. -Bahan yang digunakan dalam penelitan ini yaitu bibit cabai merah besar varietas Wibawa F1, Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA), Nutrisi Organik (Wong Tani), pupuk kandang sapi. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu polybag ukuran 8 cm x 12 cm, cangkul, sabit, parang, patok, mulsa plastik, timbangan analitik, meteran, hand sprayer, ember, tali rafia, gelas ukur kimia, mistar, jangka sorong, amplop kopy, oven listrik, pisau, kamera dan alat tulis menulis. Rancangan Percobaan. Percobaan lapangan disusun berdasarkan rancangan petak terpisah (RPT) dengan pola rancangan acak kelompok (RAK) sebagai ulangan. Percobaan ini terdiri atas dua faktor yaitu Nutrisi Organik sebagai petak utama terdiri dari tiga taraf uji yaitu tanpa Nutrisi Organik (S0), 1 mL L-1 air (S1) dan 2 mL L air (S2) dan FMA sebagai anak petak terdiri atas tiga taraf uji yaitu tanpa FMA (Mo), 5 g tan-1 (M1) dan 10 g tan-1 (M2). Setiap taraf dari faktor dosis FMA dikombinasikan dengan setiap taraf dari faktor dosis Nutrisi Organik. Oleh karena itu, terdapat 9 kombinasi perlakuan. Setiap kombinasi taraf diulang 3 kali sehingga keseluruhan terdapat 27 unit percobaan.. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tinggi.. Tabel 1. Pengaruh mandiri nutrisi organik terhadap tinggi tanaman cabai merah besar (cm) umur 48 HST.. Nutrisi Organik 0 mL L-1 (S0) 1 mL L-1 (S1) 2 mL L-1 (S2). Rata-rata tinggi tanaman (cm) 52,87 a 50,53 b 53,49 a. UJBD 0,05 2= 2,09 3= 2,14. Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada baris dan kolom yang sama berbeda nyata pada UJBD 0,05.

(12) 135 Arma et al.. J. Agroteknos. Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata tinggi tanaman 48 HST tertinggi diperoleh pada perlakuan S2 yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan S0, namun berbeda nyata dengan perlakuan S1. Hal ini diduga karena tanaman cabai merah besar telah mampu memanfaatkan substrat senyawa organik yang disediakan oleh nutrisi organik berupa hormon giberelin, sitokinin yaitu zeatin dan kinetin serta hormon auksin yaitu IAA (Asam. asetik Indol), hormon-hormon tersebut dapat memicu pertumbuhan tanaman dan menjadi hara atau nutrisi organik bagi pertumbuhan tanaman (Aryulina, 2011). Hasil penelitian Fermin (2013) menunjukkan bahwa pemberian nutrisi organik mampu meningkatkan pertumbuhan, perkembangan dan hasil tanaman jagung dan kacang tanah.. Tabel 2. Pengaruh mandiri FMA terhadap tinggi tanaman cabai merah besar (cm) umur 34 HST.. Fungi Mikoriza Arbuskula 0 g tan-1 (M0) 5 g tan-1 (M1) 10 g tan-1 (M2). Rata-rata tinggi tanaman (cm) 39,64 ab 37,30 b 41,93 a. UJBD 0,05 2= 3,42 3= 3,58. Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada baris dan kolom yang sama berbeda nyata pada UJBD 0,05.. Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata tinggi tanaman 34 HST tertinggi diperoleh pada perlakuan M2 yang berbeda nyata dengan perlakuan M1, namun berbeda tidak nyata dengan perlakuan M0 dan perlakuan M1 berbeda tidak nyata terhadap M0. Hal ini menunjukkan bahwa pada dosis FMA 10 g tan1 telah mampu membantu tanaman dalam penyerapan unsur hara yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman dalam pertumbuhannya. Hal ini juga disebabkan oleh adanya mikoriza yang bersimbiosis dengan akar tanaman cabai merah besar yang sejalan dengan pernyataan Solahuddin (1993) yang menyatakan bahwa tanaman yang dikolonisasi mikoriza akan memberikan pertumbuhan yang lebih baik. Widawati dan Sulisih (1999) menyatakan bahwa mikoriza berperan dalam. meningkatkan kapasitas tanaman dalam menyerap unsur hara dan air. Selain itu, Setiadi (1989) menambahkan bahwa mikoriza juga mampu memperluas permukaan area serapan unsur hara dan CO2 pada tanah-tanah yang kurang subur (tanah marginal) serta menyerap unsur hara P berbentuk terikat menjadi tersedia bagi tanaman. Satrahidayat (1999) mengungkapkan bahwa meningkatnya penyerapan P akan diikuti oleh peningkatan penyerapan unsur-unsur lain (chelator) baik dalam bentuk kation (Kalsium (Ca++), Magnesium (Mg++), Seng (Zn++), Besi (Fe++) dan protein) maupun dalam bentuk terikat seperti Ca-P, Mg-P, Al-P, Fe-P atau occluded-P. Hal ini karena P akan membentuk ATP (Adenosin Triphospat) yang sangat berguna untuk penyerapan hara mineral.. Tabel 3. Pengaruh interaksi FMA dan Nutrisi Organik terhadap luas daun tanaman cabai merah besar (dm2) pada umur 20, 34, 48, 62 dan 76 HST. Umur Tanaman (HST) 20. 34. Nutrisi Organik (ml L-1) 0 mL L-1 (S0) 1 mL L-1 (S1) 2 mL L-1 (S2) 0 mL L-1 (S0) 1 mL L-1 (S1) 2 mL L-1 (S2). Dosis Fungi Mikoriza Arbuskula 0g 5 g tan-1 (M1) 10 g tan-1 (M2) 0) 2,458 b 2,420 a 2,689 bc P P P 2,614 ab 2,667 a 2,661 c P P P 2,972 a 2,581 a 3,486 a QR R P 4,486 b 3,649 a 4,754 ab P Q P 3,493 c 3,966 a 4,189 b P P P 5,623 a 3,353 a 5,107 a P Q p tan-1 (M. UJBD 0,05. 2=0,377 3=0,395. 2=0,736 3=0,772.

(13) Vol. 3 No.3, 2013 48. 0 mL L-1 (S0). Pengaruh Fungi Mikoriza Arbuskula 136. 8,187 b 6,032 c 7,358 b 2=1,076 P Q P 3=1,128 1 mL L-1 (S1) 6,046 c 8,325 a 9,374 a Q P P 2 mL L-1 (S2) 10,364 c 7,101 bc 10,145 a P Q P -1 62 0 mL L (S0) 14,785 a 11,924 bc 14,042 ab 2=1,736 P Q p 3=1,820 1 mL L-1 (S1) 8,384 b 14,166 a 13,026 b Q P P 2 mL L-1 (S2) 13,790 a 11,435 c 15,480 a P Q p 76 0 mL L-1 (S0) 16,041 b 13,712 c 16,485 c 2=1,585 P Q P 3=1,663 1 mL L-1 (S1) 10,023 c 16,532 a 16,502 bc Q P P 2 mL L-1 (S2) 19,488 a 14,659 bc 18,284 a P Q P Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom yang sama (a-b) dan baris yang sama (p-q) berbeda nyata padaUJBD 0,05 Tabel 4. Pengaruh interaksi FMA dan nutrisi organik terhadap indeks luas daun tanaman cabai merah besar pada umur 20, 34, 48, 62 dan 76 HST. Umur Tanaman (HST) 20. 34. 48. 62. 76. Nutrisi Organik 0 mL L-1 (S0) 1 mL L-1 (S1) 2 mL L-1 (S2) 0 mL L-1 (S0) 1 mL L-1 (S1) 2 mL L-1 (S2) 0 mL L-1 (S0) 1 mL L-1 (S1) 2 mL L-1 (S2) 0 mL L-1 (S0) 1 mL L-1 (S1) 2 mL L-1 (S2) 0 mL L-1 (S0) 1 mL L-1 (S1) 2 mL L-1 (S2). Fungi Mikoriza Arbuskula. 0 g tan-1 (M0) 0,051 b P 0,054ab P 0,062 a Q 0,093 b P 0,073 c P 0,117 a P 0,171 b P 0,126 c Q 0,216 a P 0,308 a P 0,175 b Q 0,287 a P 0,355 b P 0,210 c Q 0,403 a. 5 g tan-1 (M1) 0,050 a P 0,056 a P 0,054 a R 0,076 a Q 0,083 a P 0,070 b Q 0,126 c Q 0,173 a P 0,148bc Q 0,248 bc Q 0,295 a P 0,238 c Q 0,275 c Q 0,368 a P 0,312 b. 10 g tan-1 (M2) 0,056 bc P 0,055 c P 0,073 a P 0,099 ab P 0,087 b P 0,106 a P 0,153 c P 0,195 b P 0,211 a P 0,293 ab P 0,271 b P 0,323 a P 0,377 a P 0,339 b P 0,372 ab. UJBD 0,05. 2= 0,008 3= 0,008. 2= 0,015 3= 0,016. 2= 0,022 3= 0,024. 2= 0,036 3= 0,038. 2= 0,033 3= 0,035.

(14) 137 Arma et al.. J. Agroteknos. P Q P Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom yang sama (a-b) dan baris yang sama (p-q) berbeda nyata padaUJBD 0,05. Tabel 5. Pengaruh interaksi FMA dan nutrisi organik terhadap nilai indeks panen tanaman cabai merah besar. Nutrisi Organik 0 mL L-1 (S0) 1 mL L-1 (S1) 2 mL L-1 (S2). Fungi Mikoriza Arbuskula 0g 5 g tan-1 10 g tan-1 (M0) (M1) (M2) tan-1. 2,924 b Q 3,962 a P 4,136 a. Q. 3,551 a P 3,857 a P 3,410 a. R. 3,446 bc PQ 3,441 c P. UJBD 0,05 2= 0,588 3= 0,616. 5,436 a. P. Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom yang sama (a-b) dan baris yang sama (p-q) berbeda nyata padaUJBD 0,05. Luas Daun (dm2), Indeks Luas Daun dan Indeks Panen Tanaman. Daun mempunyai. peranan yang penting dalam penyerapan radiasi surya dan variasi pengaruhnya terhadap pertumbuhan dapat dikaji melalui indeks luas daun (Muhadjir, 1988 dalam Fermin, 2013). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kombinasi dosis Nutrisi organik 2 mL L-1 (S2) pada FMA 10 g tan-1 (M2) berpengaruh sangat nyata terhadap luas daun dan indeks luas daun tanaman pada umur 34, 48, 62 dan 76 HST dan berpengaruh nyata pada umur 20 HST. Gardner et al., (1991) menyatakan bahwa produksi dan perluasan daun yang cepat dapat memaksimalkan penyerapan cahaya dan asimilasi. Luas daun dan ILD berkorelasi positif dengan nilai indeks panen tanaman cabai merah besar. Muhadjir (1988) dalam Fermin, (2013) mengemukakan bahwa agar diperoleh hasil panen yang tinggi, tanaman budidaya harus dapat menghasilkan indeks luas daun yang cukup dengan cepat untuk menyerap sebagian besar cahaya guna mencapai produksi berat kering maksimum. Menurut Heddy (1987) dalam Fermin (2013), indeks luas daun yang tinggi biasanya akan meningkatkan proses fotosintesis dan penyerapan unsur hara. serta hasil bahan kering tanaman sebagai hasil fotosintesis yang tertimbun. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa perlakuan FMA 10 g tan-1 dan nutrisi organik 2 mL L-1 (S2) baik secara interaksi maupun mandiri berpengaruh nyata terhadap nilai indeks panen tanaman cabai merah besar. SIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diperoleh dari hasil penelitian adalah sebagai berikut:. 1. Interaksi FMA dan dosis nutrisi organik yang terbaik pada perlakuan FMA 10 g tan1 dan dosis nutrisi organik 2 mL L-1 karena dapat meningkatkan pertumbuhan luas daun, indeks luas daun dan nilai indeks panen tanaman cabai merah besar. 2. Perlakuan FMA terbaik pada dosis 10 g tan1 karena dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman cabai merah besar. 3. Perlakuan dosis nutrisi organik terbaik pada dosis 2 mL L-1 karena dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman cabai merah.. Saran. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh berbagai jenis FMA dan nutrisi oeganik yang lebih tinggi dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman cabai.

(15) Vol. 3 No.3, 2013. merah besar serta perlu adanya penambahan pupuk NPK sebagai pupuk dasar.. DAFTAR PUSTAKA. Anas. I., 1997. Bioteknologi Tanah. Laboratorium Biologi Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. Ardian, D., 2009. Hormon Wong Tani. (Online), (http://npkjagotani.com/produk-terlaris2/hormon-wong-tani/. Diakses tanggal 31 Januari 2012). Aryulina, D., 2011. Fungsi hormon dan vitamin bagi tumbuhan. (Online), (http://artikelterbaru.com/pendidikan/fu ngsi-hormon-dan-vitamin-untuktumbuhan-20111107.html. Diakses tanggal 31 Januari 2012). Badan Pusat Statistik Indonesia, 2012. Statistik Indonesia 2012. Jakarta. Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara, 2012. Sulawesi Tenggara dalam Angka 2012. Kendari. Erliana, 2006. Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang dan Periode Penyiraman terhadap Pertumbuhan dan Produksi Cabai Merah (Capsicum annuum L.). Skripsi Sarjana, Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo. Kendari. Fermin, uli., 2013. Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea mays L.) dan Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) melalui Pemberian Nutrisi Organik dan Waktu Tanam dalam Sistem Tumpangsari. Skripsi Sarjana, Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo. Kendari. Gardner. F., Breant Pearce dan roger L., 1991. Fisisologi Tanaman Budidaya. Universitas Indonesia. Jakarta. Hardjowigeno, H., 2003. Ilmu tanah. Akademika Presindo, Jakarta. Martin. 2000. Harper Review Chemistry. California CBA. California. Mulyati dan Sinwin, 2010. Kontribusi Pemanfaatan Pupuk Organik Kascing dan Pupuk Hayati terhadap Pertumbuhan dan Serapan Fosfor pada Jagung. (Online),(http://ajobiob.blogspot.com/06/lichenes-danmikoriza.html. Diakses tanggal 26 Januari 2012). Sastrahidayat, I.R., 1995. Study rekayasa tekhnologi pupuk hayati mikoriza. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Pengaruh Fungi Mikoriza Arbuskula 138. Setiadi, 1989. Pemanfaatan Mikroorganisme dalam Kehutanan. Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB. Bogor. Solahuddin. S., 1993. Pengaruh inokulasi VAM rhizobium terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai. Majalah Ilmiah Universitas Halu Oleo. Kendari. Widawati, S. dan Sulisih, 1999. Status Jamur Mikoriza Vesikular-Arbuskular dan Bakteri Pelarut Fosfat pada Perakaran Beberapa Tanaman dan Tanah dari Hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. (Online),(http://ajobiob.blogspot.com/2009/06/lichenes-danmikoriza.html.Diakses tanggal 31 Januari 2012)..

(16) JURNAL AGROTEKNOS Nopember 2013 Vol. 3 No. 3. Hal 139-143 ISSN: 2087-7706. UJI POTENSI TRICHODERMA INDIGENOUS SULAWESI TENGGARA SEBAGAI BIOFUNGISIDA TERHADAP Phytophthora capsici SECARA INVITRO In-vitro Potential test of Trichoderma indigenous Sulawesi Southeast As Biofungicide Against Phytophthora capsici GUSNAWATY HS, ASNIAH*, MUHAMMAD TAUFIK, FAULIKA. Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo, Kendari. ABSTRACT This research was conducted in the Laboratory of Plant Pest and Disease, Department of Agrotecnologi, Faculty of Agriculture, Halu Oleo University Kendari, from May to August 2013. This study aimed to evaluate potential Trichoderma isolates indigeneous Southeast Sulawesi as biofungicide against Phytophthora capsici and Fusarium oxysporum in-vitro. The potential inhibitory test used multiple testing methods on PDA medium. The research design was a completely randomized design (CRD) consisting of 11 treatments (trichoderma isolates) with three replications. Variables measured were the inhibition of trichoderma indigeneous on the growth of P. capsici and F. oxysporum. Results of the experiment showed that the trichoderma isolates were potential as biofungicide of P. capsici and F. oxysporum because they were able to inhibit the growth of pathogens in-vitro. All trichoderma isolates tested had the same potential as biofungicide against P. capsici, and isolate DKT, BPS, LKA, ASL, LTB, APS, DPA, LKO and DKP has the best potential as biofungicide against pathogenic F. oxysporum in-vitro. Keywords: F. oxysporum, inhibitory, indigenous of Southeast Sulawesi, P. capsici, trichoderma 1PENDAHULUAN. Phytophthora capsici merupakan patogen penting yang seringkali menginfeksi tanaman lada di Sulawesi Tenggara. P. capsici merupakan penyebab busuk pangkal batang (BPB) pada tanaman lada. Kerusakan tanaman lada akibat penyakit BPB di Sulawesi Tenggara tahun 2011 berkisar antara 487.60 Ha dari total tanaman lada Sulawesi Tenggara berkisar 11.683 Ha (Dinas Perkebunan dan Hortikultura Sulawesi Tenggara, 2012). Metode pengendalian yang sering dilakukan oleh para petani yaitu penggunaan bahan pestisida sintetik yang melebihi dosis anjuran dan digunakan secara terus-menerus sehingga mengakibatkan akumulasi pestisida tinggi sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Untuk itu, alternatif pengendalian yang ditawarkan adalah *) Alamat Korespondensi: E-mail: asniah_ani@yahoo.com. penggunaan agens hayati lokal Sulawesi Tengara berupa trichoderma indigenous yang telah beradaptasi dengan lingkungan asalnya dan tidak menimbulkan efek negatif bagi manusia sehingga dapat menjadi pengendali hayati yang efektif di daerahnya. Ernawanti (2003) menyatakan bahwa pengendalian hayati bersifat spesifik lokal, yaitu mikroorganisme antagonis yang terdapat di suatu daerah hanya akan memberikan hasil yang baik di daerah asalnya. Mekanisme agens antagonis cendawan Trichoderma sp. terhadap patogen adalah kompetisi, mikoparasit dan antibiosis selain itu cendawan Trichoderma sp. juga memiliki beberapa kelebihan seperti mudah diisolasi, daya adaptasi luas, dapat tumbuh dengan cepat pada berbagai substrat, memiliki kisaran mikroparasitisme yang luas dan tidak bersifat patogen pada tanaman (Arwiyanto, 2003). Beberapa hasil penelitian dilaporkan bahwa Trichoderma sp. dapat mengendalikan.

(17) Vol. 3 No.3, 2013. Uji Potensi Trichoderma Indigenous. patogen pada berbagai komoditas tanaman diantaranya P. infestan penyebab penyakit busuk daun dan umbi kentang (Purwantisari, 2009). Pythium sp. penyebab penyakit rebah kecambah pada bibit durian (Octriana, 2011) Berdasarkan hal tersebut diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang uji potensi trichoderma indigenous Sulawesi Tenggara sebagai biofungisida terhadap P. capsici asal tanaman lada secara in-vitro. METODOLOGI PENELITIAN. Rancangan Penelitian. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari 11 isolat trichoderma indigenous Sulawesi Tengara yaitu: isolat DKT (P1T1), isolat BPS (P1T2), isolat LKA (P1T3), isoat ASL (P1T4), isolat LTB (P1T5), isolat APS (P1T6), isolat LPS (P1T7), isolat LKP (P1T8), isolat DPA (P1T9), isolat LKO (P1T10) dan isolat DKP (P1T11) ke-11 kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 33 unit percobaan. Pengambilan Sampel Tanaman Terinfeksi Patogen. Sampel tanaman yang terinfeksi patogen P. capsici yang diambil yaitu berupa daun, batang dan akar yang masih belum bergejala lanjut yaitu antara bagian tanaman yang telah terinfeksi dan bagain tanaman yang masih segar kemudian dimasukkan dalam kantong plastik agar terjaga kelembabannya sampai akan digunakan. Sampel yang terinfeksi patogen tersebut harus segera diisolasi untuk menghindari kontaminasi mikroba lain selain patogen yang diinginkan.. Isolasi Cendawan Patogen. Isolasi cendawan patogen P. capsici dilakukan dengan cara mengisolasi bagian tanaman yang terinfeksi patogen .Apabila telah terdapat isolat yang kita inginkan kemudian dimurnikan hingga mendapatkan betul-betul isolat yang diharapkan sesuai dengan identifikasi menurut Alexopoulos et al.,(1996). Peremajaan Isolat Trichoderma. Peremajaan isolat Trichoderma spp. dilakukan dengan cara menumbuhkan kembali isolat tersebut dimedia PDA yang baru kemudian diingkubasi selama tujuh hari hingga siap untuk dilakukan pengujian. Uji Daya Hambat Cendawan Trichoderma spp. terhadap P. Capsici. Pengujian daya hambat cendawan Trichoderma spp. terhadap P. capsici dilakukan menggunakan metode Uji Ganda pada media PDA. Satu potong koloni isolat Trichoderma spp. dan patogen yang berumur 7 hari ditumbuhkan bersamaan pada media PDA dengan jarak 3 cm yang di letakkan secara berlawanan dalam cawan petri yang berukuran 9 cm. Masing-masing isolat cendawan Trichoderma spp. Persentase penghambatan (P) dihitung. sebagai berikut: P= (R1 – R2)/R1X100%, dimana P= Persentase penghambatan, R1= jari-jari pertumbuhan patogen ke arah tepi cawan petri, dan R2=jari-jari pertumbuhan patogen ke arah cendawan Trichoderma spp.. HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase Daya Hambat Trichoderma spp. terhadap P. capsici.. Tabel 1. Daya hambat (%) isolat Trichoderma spp. terhadap P. capsici. Perlakuan P1T1 P1T2 P1T3 P1T4 P1T5 P1T6 P1T7 P1T8 P1T9 P1T10 P1T11. 1 16,67 13,89 11,11 16,24 8,84 8,58 11,36 13,89 8,84 8,33 15,02. 140. Persentase Daya Hambat pada Pengamatan ke......HSI 2 3 4 5 6 41,64 a 59,56 65,00 65,00 65,00 ab 25,16 42,01 56,67 56,67 56,67 22,33 ab 42,93 53,37 53,37 53,37 35,84 ab 52,52 58,89 58,89 58,89 38,52 a 51,05 59,00 59,00 59,00 ab 25,59 45,33 53,33 53,33 53,33 32,55 ab 47,71 57,78 57,78 57,78 15,58 b 39,37 48,89 48,89 48,89 a 37,12 54,00 62,22 62,22 62,22 28,39 ab 46,50 54,60 54,60 54,60 ab 40,79 57,10 61,11 61,11 61,11. 7 65,00 56,67 53,37 58,89 59,00 53,33 57,78 48,89 62,22 54,60 61,11.

(18) 141. Gusnawaty et al.. J. Agroteknos. Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5%.. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan persentase daya hambat 11 isolat Trichoderma spp. terhadap P. capsici berpengaruh tidak nyata pada pengamatan 1 HSI, 3 HSI, 4 HSI, 5 HSI, 6 HSI dan 7 HSI dan berpengaruh nyata pada 2 HSI. Histogram yang menunjukan perbedaan yang nyata pada pengamatan 2 HSI disajikan sebagai berikut:. Gambar 1.. Histogram daya hambat Trichoderma spp. terhadap P. capsici 2 HSI secara invitro.. Gambar 1. Menunjukan bahwa perlakuan P1T1 yang merupakan Trichoderma spp. isolat DKT yang memiliki daya hambat tertinggi dibanding perlakuan lainnya pada 2 HSI yaitu sebesar 41,64% dan yang terendah diperlihatkan oleh perlakuan P1T8 yang merupakan trichoderma isolat LKP yaitu sebesar 9,91%. Seperti halnya dengan pengamatan 2 HSI, pengamatan yang lain juga memperlihatkan bahwa isolat DKT yang memilki nilai penghambatan tertinggi terhadap P. capsici namun tidak berbeda dngan pengamatan lainnya hingga pengamatan akhir oleh karena itu dianggap bahwa semua isolat trichoderma berpotensi sebagai biofungisida terhadap P. capsici secara in-vitro Phytophthora capsici penyebab Busuk Pangkal Batang (BPB) merupakan patogen tular tanah yang sering menginfeksi pertanaman lada di Sulawesi Tenggara. Solusi pengendaliaan yang lebih efektif dan ramah lingkungan dalam mengendalikan kedua patogen tersebut, salah satunya adalah penggunaan agens hayati seperti. trichoderma indigenous. Trichoderma spp. merupakan salah satu cendawan tanah yang bersifat saprofit dan antagonis pada cendawan patogen misalnya, P. infestan penyebab penyakit busuk daun dan umbi kentang (Purwantisari, 2009), Pythium sp. penyebab penyakit rebah kecambah pada bibit durian (Octriana, 2011) dan F. oxysporum penyebab penyakit layu pada tanaman tomat (Taufik, 2008). Berdasarkan hasil pengamatan uji antagonis Trichodrma spp. terhadap P. capsici memperlihatkan bahwa pertumbuhan jarijari koloni patogen kearah titik tengah medium PDA lebih lambat dibanding pertumbuhan Trichoderma spp. Purwantisari dan Hastuti (2009) menyatakan bahwa Trichoderma sp. merupakan jenis yang potensial untuk pengendalian penyakit secara hayati. Hasil penelitian yang telah dilakukan mendukung pendapat tersebut dimana ke-11 isolat Trichoderma spp. yang diuji mampu menghambat pertumbuhan P. capsici di medium PDA secara in-vitro. Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa semua isolat Trichoderma spp. yang diujikan memiliki kemampuan dalam menekan pertumbuhan patogen uji (Tabel 1). Hal ini mengindikasikan Trichoderma spp. indigenous Sulawesi Tenggara mampu memanfaatkan nutrisi, ruang, serta diduga mampu menghasilkan senyawa antibiosis dan memarasit cendawan patogen yang menyebabkan terhambatnya perkembangan patogen. Trichoderma spp. yang diuji memiliki perbedaan kemampuan dalam melakukan aktivitas penghambatan terhadap P. capsici. Perbedaan tersebut diduga karena perbedaan karakter setiap isolat Trichoderma spp. yang berkaitan dengan kecepatan pertumbuhannya pada medium serta mekanisme dalam aktivitas daya hambatnya terhadap P. capsici (Tabel 1). Menurut Djafaruddin (2000) faktor penting yang menentukan aktivitas mikroorganisme antagonis untuk megendalikan patogen adalah memiliki kecepatan pertumbuhan yang tinggi sehingga mampu berkompetisi.

(19) Vol. 3 No.3, 2013. dengan patogen dalam hal penguasaan ruang dan makanan yang pada akhirnya dapat menekan pertumbuhan cendawan patogen. Hasil pengamatan yang telah dilakukan menunjukan semua isolat Trichoderma spp. yang diujikan terhadap P. capsici, rata-rata dapat menghambat pertumbuhan pada pengamatan 2 HSI ditandai dengan koloni cendawan patogen maupun agens antagonis saling mendekat dan terbentuk zona penghambatan. Zona penghambatan ini tidak tetap selama pengamatan hal ini dikarenakan ke-11 isolat Trichoderma spp. masih aktif dalam melakukan aktivitas penghambatan. Mekanisme penghambatan dari ke-11 isolat Trichoderma spp. terhadap Phytophthora capsici secara umum berupa kompetisi ruang dan mikoparasit (Tabel 4.) menurut Purwantisari dan hastuti (2009) bahwa cendawan yang tumbuh cepat mampu mengungguli dalam penguasaan ruang dan pada akhirnya bisa menekan pertumbuhan cendawan lawannya. Selain mekanisme kompetisi ruang, ke-11 isolat tersebut juga diduga dapat menghambat patogen melalui mekanisme antibiosis yang ditandai dengan menipisnya koloni patogen karena enzim yang dihasilkan, Fravel (1988) dalam Achmad et al. (2011) menyatakan bahwa antibiosis adalah antagonisme yang diperantarai oleh metabolit spesifik atau non spesifik, enzim, senyawa volatil, atau zat beracun (toksin) lainnya yang dihasilkan oleh mikroba. Hasil penelitian memperlihatkan semua isolat trichoderma indigenous Sulawei Tenggara memiliki kemampuan yang sama dari hasil analisis ragam dalam menekan pertumbuhan patogen P. capsici. Nilai penghambatan Trichoderma spp. terhadap P. capsici diakhir pengamatan berturut-turut yaitu isolat DKT sebesar 65,00%, DPA sebesar 62,22%, DKP sebesar 61,11%, LTB sebesar 59,00%, ASL sebesar 58,89%, LPS sebesar 57,78%, BPS sebesar 56,67%, LKO sebesar 54,60% LKA sebesar 53,37%, APS sebesar 53,33% dan LKP sebesar 48,89%, rata-rata isolat trichoderma memperlihatkan dapat menghambat P. caspici di atas 40% hal ini mengindikasikan semua isolat efektif. Uji Potensi Trichoderma Indigenous. 142. sebagai biofungisida terhadap P. capsici secara in-vitro. Semua isolat trichoderma yang diujikan dapat menghambat P. capsici karena memiliki mekanisme berupa kompetisi ruang yang cepat dibanding patogen hal ini ditandai dengan terhambatnya pertumbuhan patogen pada pengamatan 2 HSI selanjutnya setelah isolat tersebut mengkolonisasi ruang tumbuh mekanisme antagonis selanjutnya yang dihasilkan adalah mekanisme mikoparasit yaitu proses memarasit cendawan patogen dimana koloni cendawan P. capsici ditumbuhi oleh koloni Trichoderma spp. pada medium PDA hal ini diduga terjadinya pelilitan hifa pada pertemuan hifa patogen dengan antagonisnya. Djaya (2003) melaporkan bahwa Ketika mikoparasit itu mencapai inangnya, hifanya kemudian membelit atau menghimpit hifa inang tersebut dengan membentuk struktur seperti kait (hook-like structure) kemudian menyerap nutrisi inangnya. Mekanisme antagonis lain yang diduga dihasilkan oleh trichoderma dalam menghambat P. capsici berupa antibiosis dimana isolat tersebut kemungkinan menghasilkan enzim selulase sehingga dinding sel patogen P. capsici menjadi lisis yang ditandai dengan menipisnya koloni P. capsici hal ini didukung oleh pernyataan Salma dan Gunarto (1999) bahwa Trichoderma sp. mampu menghasilkan enzim selulase untuk mendegradasi selulosa. Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel cendawan P. capsici. SIMPULAN. Dari hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa Semua isolat trichoderma indigenous Sulawesi Tenggara yang diujikan berpotensi sebagai biofungisida terhadap P. capsici secara invitro dengan persentase penghambatan tertinggi dimiliki oleh isolat P1T1 yakni 65 % pada 4 HSI. DAFTAR PUSTAKA. Alexopoulos, C.J., C.W ., Mims dan M.,Blackwell, 1996. Introductory Mycology. John Wiley dan Sons, Inc. Canada America..

(20) 143. Gusnawaty et al.. Arwiyanto.T, 2003. Pengendalian hayati penyakit layu bakteri tembakau. Jurnal perlindungan tanaman Indonesia, 3(1): 54-60. Dinas Perkebunan dan Hortikultura Sultra, 2012. Statistik Perkebunan Provinsi Sulawesi Souteast. Djaenuddin .N, 2011. Bioekologi penyakit layu fusarium (Fusarium oxysforum). Prosiding Seminar dan Pertemuan xxi PEI. PFI Komda Sulsel dan Dinas Perkebunan Pemerintah Provinsi Sulsel. Makassar. Erwanti, 2003. Potensi Mikroorganisme Tanah Antagonis Untuk Menekan Pseudomonas sollanacearum pada Tanaman Pisang. Secara in vitro di Pulau Lombok. Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarjana (S3). (Tidak dipublikasikan) Gultom, J.M., 2008. Pengaruh Pemberian Beberapa Jamur Antagonis dengan Berbagai Tingkat Konsentrasi Untuk Menekan Perkembangan Jamur Phytium sp. Penyebab Rebah Kecambah pada Tanaman Tembakau (Nicotiana tabaccum L.). Diakses 10 Maret 2013. Hindayana .D, 2002. Musuh Alami Hama dan Penyakit Tanaman Lada. Deptan. Jakarta. Jamilah. R, 2011. Potensi Trichoderma harzianum (T38) dan Trichoderma pseudokoningii (T39) sebagai Antagonis Terhadap Ganoderma sp. Penyebab Penyakit Akar Pada Pohon Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen.). Skripsi Sarjana. Departemen Silvikultur. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian. Bogor. (Tidak dipublikasikan). Kethan. S.k., 2001. Mikrobial Pest Kontrol. Macel Delker. Inc. New York. Manohara, D dan Nurheru, 2007. Hama dan penyakit utama tanaman lada dan pengendaliannya. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri. Jurnal Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 29(4): 5-6. Mulya, K., R. Noveriza, D. Manohara. 2003. Efikasi In Vivo Pelet Erwinia BST4 dan Trichoderma harzianum Blt1 dalam Menekan Infeksi Phytophthora capsici pada Lada. Bull Peneliti TRO 12:1-6.. Octriana.L, 2011. Potensi agen hayati dalam menghambat pertumbuhan Phytium sp. secara in vitro. Buletin Plasma Nutfah, 17(2): 7-9. Purwantisari. P. dan R.B. Hastuti, 2009. Uji antagonisme jamur patogen Phytophthora infestans penyebab penyakit busuk daun dan umbi tanaman kentang dengan menggunakan Trichoderma spp. isolat lokal. Jurnal BIOMA, 11(1): 24-32. Salma. S. Dan L. Gunarto, 1999 Enzim selulase dari Trichoderma spp. Buletin Agribio. Balai Penelitian Bioteknolgi Tanaman Pangan, 2(2) Semangun, H. 2008. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Sudanta, i. M., i. M. Kesratarta, i. Sudana. Uji antagonisme beberapa jenis jamur saprofit. J. Agroteknos terhadap Jamur fusarium oxysporum f. Sp. Cubense penyebab penyakit layu Pada tanaman pisang serta potensinya Sebagai agens pengurai serasah. UNRAM. NTB. Setiyono,R.T., 2009. Perakitan lada hibrida tahan terhadap penyakit busuk pangkal batang. Jurnal Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, 15(2): 19-20. Taufik, M., 2011. Aplikasi rizobakteri dan trichoderma spp. Terhadap pertumbuhan tanaman dan kejadian penyakit busuk pangkal batang dan kuning Pada tanaman lada (piper nigrum l.). Prosiding Seminar dan Pertemuan Tahunan XXI PEI, PFI Komda Sulawesi Selatan dan Dinas Perkebunan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar..

(21) JURNAL AGROTEKNOS Nopember 2013 Vol. 3 No. 3. Hal 144-151 ISSN: 2087-7706. EFEKTIVITAS LIMBAH CAIR PERTANIAN SEBAGAI MEDIA PERBANYAKAN DAN FORMULASI Bacillus subtilis SEBAGAI AGENS HAYATI PATOGEN TANAMAN Effectivity of Agricultural Waste as Media Propagation and Formulation of Bacillus subtilis As Biological Agents of Plant Pathogens ANDI KHAERUNI*), ASRIANTI, ABDUL RAHMAN. Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo, Kendari. ABSTRACT This study aimed to find the best medium for formulation and storage of B. subtilis. The study consisted of two phases: (1) Selection of agricultural wastes as a propagation medium for Bacillus subtilis, (2) test for the stability of Bacillus subtilis in material formulation and its inhibition activity against Rhizoctonia solani. The second phase was conducted based on completely randomized design, consisting of five treatments, namely: 100 % medium synthetic, 100% coconut water, 75% coconut water + 25 % synthetic medium, 50% coconut water + 50% synthetic medium and 25% coconut water + 75% synthetic medium. Each treatment was repeated three times, so that there were 15 experimental units. B. subtilis ST21e isolate was formulated in liquid medium according to treatment and kept in plastic container at room temperature for 8 weeks to count the number of colonies and inhibition activity every 2 weeks. The results showed that the agricultural wastes (coconut water, tofu water and molasses) can be used as a media for B. subtilis ST21e propogation in different cell growth pattern. B. subtilis propogation in medium coconut water + 10% TSB had the best growth pattern compared to the other media. On the other hand, medium containing 25% coconut water + 75% synthetic medium was the best combination for storage medium of B. subtilis ST21e. Key words: biological agents, Bacillus subtilis, agricultural waste 1PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, teknologi di bidang pertanian, termasuk pengendalian penyakit tanaman juga berkembang dengan cepat, namun perkembangannya masih terfokus pada pengendalian secara kimiawi yaitu penggunaan pestisida sintetik. Ketergantungan terhadap pestisida ini karena penggunannya praktis dan cepat. Namun disisi lain penggunaan pestisida sintetik belum mampu menyelesaikan masalah penyakit tanaman, malah sering menimbulkan masalah-masalah baru, seperti terjadinya kerusakan *) Alamat Korespondensi: E-mail: akhaeruni@yahoo.com. lingkungan disamping dapat menginduksi patogen menjadi resisten terhadap pestisida yang digunakan. Oleh karena itu diperlukan alternatif yang ramah lingkungan yaitu berupa pengendalian hayati sehingga mengurangi penggunaan pestisida sintetik. Bacillus subtilis merupakan salah satu bakteri yang banyak dikembangkan sebagai agens hayati untuk mengendalikan patogen tanaman. B. subtilis termasuk bakteri gram positif, berbentuk batang, dapat tumbuh pada kondisi aerob dan anaerob. Bakteri tersebut dapat membentuk endospora dan dapat bertahan hidup dalam waktu yang lama pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan untuk pertumbuhannya (Woitke, 2004). Bacillus subtilis ST21e dilaporkan mampu menghambat perkembangan patogen.

(22) Vol. 3 No.3, 2013. Fusarium oxysporum, Sclerotium rolfsii, Phytopthora capsici dan Rhizoctonia solani secara in-vitro (Khaeruni et al., 2010a) dan secara in-vivo mampu menghambat penyakit layu Fusarium pada tomat (Khaeruni et al. 2010b); penyakit busuk batang Rhizoctonia pada kedelai (Khaeruni et. al, 2012); dan penyakit busuk akar Sklerotium pada kedelai (Nengtias et. al, 2012), sehingga sangat potensial dikembangkan sebagai agens hayati patogen tanaman. Bacillus subtilis merupakan bakteri saprofit yang mampu bertahan dan berkembang biak pada sisa-sisa bahan organik. Berdasarkan sifat tersebut sehingga bakteri ini dapat ditumbuhkan dan diperbanyak pada limbah organik cair yang tersedia melimpah di masyarakat seperti limbah air kelapa, air tahu dan molase. Giyanto et. al. (2009) menyatakan bahwa limbah cair organik sangat berpotensi sebagai media perbanyakan agens hayati karena mengandung komposisi nutrisi yang baik untuk pertumbuhan mikroba seperti karbohidrat, protein, air, asam amino, lemak, garam-garam mineral dan nutrisi lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang potensi limbah cair pertanian seperti : air tahu, air kelapa dan molase sebagai media perbanyakan dan formulasi B. subtilis sebagai agens hayati. BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian. Penelitian ini bertempat di Laboratorium Agroteknologi Unit Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo Kampus Bumi Tridharma Kendari yang dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan September 2013. Bahan. Bahan-bahan digunakan dalam penelitian ini adalah limbah air kelapa, air tahu, molase, Bacillus subtilis ST21e (koleksi Laboratorium IHPT), cendawan Rhizoctonia solani, akuades, media Tryptic Soy Broth (TSB, media Tryptic Soy Agar (TSA), media Potato Dextrose Agar (PDA), agar-agar, alkohol 70%, spritus dan media sintetik (Protease pepton dan MgSO4). Rancangan Penelitian. Rancangan penelitian hanya dilakukan pada tahap uji stabilitas dan penghambatan Bacillus subtilis ST21e secara in-. Efektivitas Limbah Cair Pertanian. 145. vitro dalam bahan formulasi. Tahapan ini dilakukan berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dengan tiga kali ulangan sehingga terdapat 15 unit percobaan. Perlakuan yang diuji sebagai media pertumbuhan bakteri B. subtilis ST21e, yang meliputi: A=100% Media sintetik, B= 100% Air kelapa, C= 75% Air kelapa + 25% Media sintetik (3:1 v/v), D= 50% Air kelapa + 50% Media sintetik (1:1 v/v), dan E= 25% Air kelapa + 75% Media sintetik (1:3 v/v). Tahapan-tahapan pelaksanaan Penelitian: Peremajaan isolat bakteri B. subtilis ST21e. Strain bakteri Bacillus subtilis ST21e yang berasal dari stok penyimpanan (larutan glyserol 15%) dikultur ulang pada media TSA di dalam cawan petri dan diinkubasi pada suhu ruang selama 2 x 24 jam. Penyediaan media perbanyakan limbah cair pertanian dan inokulum B. subtilis ST21e. Bahan yang digunakan sebagai media perbanyakan B. subtilis yaitu limbah cair pertanian berupa: air kelapa dan air tahu segar yang diambil masing-masing dari pasar Mandonga Kendari dan tempat pengolahan tahu di Konda Kab. Konawe Selatan, serta molase yang dipesan dari industri gula di Kediri Jawa Timur. Masing-masing limbah cair pertanian secara terpisah dimasukkan dalam erlenmeyer ukuran 250 mL sebanyak 50 mL, lalu ditambahkan dengan bahan-bahan kimia TSB 10%, selanjutnya ditambahkan akuades sehingga mencapai volume 200 mL. Campuran media tersebut disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit, setelah sterilisasi media didinginkan dan siap digunakan sebagai media uji pertumbuhan. Penyediaan inokulum B. subtilis ST21e dilakukan dengan membuat suspensi B. subtilis umur 48 jam dalam akuades steril kemudian ditentukan nilai optical densitynya (OD=1,00) dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 550 nm. Perbanyakan Bacillus subtilis ST21e dalam media limbah cair pertanian. Sebanyak 10 mL suspensi inokulum B. subtilis ST21e tersebut dimasukkan ke dalam masing-masing media perbanyakan yang berisi limbah cair pertanian yang berbeda dan diinkubasi pada suhu ruang di dalam shaker dengan kecepatan 200 rpm selama 48 jam untuk mengukur pertumbuhan bakteri dan jumlah koloni bakteri. Perlakuan yang diuji adalah media limbah cair pertanian yang terdiri dari : Media limbah air kelapa + 10% TSB; Media.

(23) 146. Khaeruni et al.. limbah air tahu + 10% TSB; Media molase + 10% TSB; dan 4. TSB 100%. Uji Stabilitas dan Penghambatan B. subtilis ST21e dalam Bahan Formulasi Uji stabilitas B. subtilis ST21e dalam bahan formulasi. Pada tahapan ini digunakan limbah air kelapa sebagai media formulasi (hasil terbaik pada tahap penelitian I). Kultur bakteri B. subtilis ST21e yang berumur 48 jam disuspensikan dengan akuades steril hingga mencapai kerapatan sel 10-10 CFU/mL. Sebanyak 40 mL suspensi bakteri ditambahkan ke dalam media air kelapa hingga volume akhir mencapai 200 mL, lalu disimpan dalam jerigen plastik volume 250 mL dan diletakkan pada suhu ruang sesuai dengan rancangan percobaan yang digunakan, untuk dihitung perkembangan bakteri antagonis B. subtilis dan daya hambatnya setiap 2 minggu selama 2 bulan penyimpanan. Uji daya hambat B. subtilis ST21e secara invitro setelah penyimpanan dalam bahan formulasi. Untuk mengetahui pengaruh bahan formulasi terhadap aktivitas penghambatan bakteri B. subtilis ST21e selama penyimpanan 2 bulan, maka dilakukan uji daya hambat terhadap patogen Rhizoctonia solani dengan metode uji ganda. Bacillus subtilis yang diisolasi dari setiap perlakuan pada setiap waktu pengamatan diremajakan pada media TSA. Masing-masing isolat B. subtilis yang diuji digoreskan memanjang pada media PDA dengan jarak 3 cm dari tepi cawan, lalu diinkubasi pada suhu ruang. Potongan medium PDA padat dengan diameter 0,5 cm yang ditumbuhi hifa R. solani digunakan sebagai inokulum dan diinfestasi pada cawan petri yang berisi medium PDA yang sebelumnya telah diinokulasikaan bakteri antagonis B. subtilis umur 24 jam secara berlawanan dengan jarak 3 cm. Setiap isolat agens antagonis B. subtilis dari perlakuan yang berbeda diulang 3 kali. Kultur kembali diinkubasi dalam ruang bersuhu 260280C selama 3 hari untuk dilakukan pengamatan daya hambat agens antagonis terhadap patogen uji.. Variabel Penelitian. Variabel penelitian yang diamati pada penelitian ini yaitu :. 1. Kerapatan sel bakteri B. subtilis ST21e dalam media cair, dihitung dengan cara: diukur berdasarkan nilai absorbansi (Optical Density) dengan alat spektrofotomer UV-VIS pada panjang gelombang 550 nm pada pada umur 5 jam, 10 jam, 15 jam, 20 jam dan 25 jam pertumbuhan,. J. Agroteknos. 2. Jumlah koloni (log CFU/mL) B. subtilis ST21e pada media perbanyakan pada umur 48 jam. Perhitungan jumlah koloni dilakukan dengan pembiakan pada media TSA melalui metode pengenceran berseri. Jumlah koloni yang tumbuh selanjutnya dikonversikan ke dalam bentuk log CFU/mL, 3. Jumlah koloni B. subtilis ST21e pada media formulasi air kelapa pada umur 2, 4, 6 dan 8 minggu. Bahan formulasi terlebih dahulu dihomogenkan dengan cara mengocok hingga tercampur secara merata, lalu diambil sebanyak 1 mL bahan formulasi dan diencerkan ke dalam air steril hingga mencapai pengenceran 10-10 lalu ditumbuhkan pada media TSA dan diinkubasi pada suhu ruang. Perhitungan jumlah koloni (log CFU/mL) B. subtilis pada umur 2 hari setelah inkubasi (HSI). 4. Daya hambat isolat B. subtilis ST21e terhadap cendawan patogen (Rhizoctonia solani), dilakukan pada umur 3 hari setelah uji tantang dengan mengukur jari-jari pertumbuhan patogen. Rumus untuk mengetahui daya hambat bakteri terhadap patogen uji menurut Nielsen et al. (1998) adalah: DH = (R1 - R2) / R1 x 100%, dimana DH = Daya hambat bakteri B. subtilis terhadap patogen uji (%), R1 = Jari-jari pertumbuhan patogen ke arah tepi cawan (cm), dan R2 = Jari-jari pertumbuhan patogen ke arah bakteri (cm). Analisis Data. Data pada tahap pertama dianalisis secara sederhana dengan membandingkan pola pertumbuhan B. subtilis ST21e pada setiap jenis media cair yang digunakan, sedangkan data hasil pengamatan pada tahap kedua dianalisis menggunakan analisis sidik ragam. Apabila terdapat pengaruh nyata pada perlakuan maka dilakukan uji lanjut menggunakan Uji BNT.. HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai absorbansi (Optical Density) B. subtilis ST21e dalam berbagai media limbah cair. Hasil pengukuran absorbansi pertumbuhan B. subtilis ST21e pada berbagai media cair limbah pertanian pada pengamatan 5 jam pertama hingga 25 jam terakhir disajikan pada Tabel 1, sedangkan pola pertumbuhannya disajikan pada Gambar 2.. Tabel 1. Nilai absorbansi (OD) B. subtilis ST21e dalam berbagai media perlakuan.

(24) Vol. 3 No.3, 2013. No.. 1. 2. 3. 4.. Efektivitas Limbah Cair Pertanian. Perlakuan Limbah Pertanian Air Kelapa + 10% TSB Air Tahu + 10% TSB Molase + 10% TSB TSB 100%. 5 0,041 0,047 0,041 0,275. 147. Nilai OD pada Waktu Pengukuran (jam) 10 15 20 25 0,046 0,222 0,275 0,329 0,056 0,459 0,414 0,305 0,535 0,072 0,045 0,047 0,724 1,078 1,114 1,011. Gambar 2. Grafik Pertumbuhan B. subtilis ST21e pada berbagai media cair. Hasil pengamatan Tabel 1 menunjukkan bahwa pada dasarnya agens hayati B. subtilis ST21e dapat tumbuh dan berkembang pada berbagai media limbah cair pertanian seperti air kelapa, air tahu dan molase, hal ini ditandai dengan terjadinya peningkatan nilai absorbansi kerapatan sel bakteri pada semua media yang digunakan. Hasil pengukuran kerapatan sel (OD) menunjukkan bahwa dari awal pengamatan hingga diakhir pengamatan pertumbuhan tertinggi bakteri terdapat pada media cair berbahan kimia sintetik (TSB), namun dari grafik pola pertumbuhan menunjukkan bahwa kerapatan sel bakteri dalam media TSB 100% mengalami. penurunan setelah pertumbuhan 20 jam, hal yang sama terjadi pada media perbanyakan limbah air tahu dan molase. Sebaliknya pada media perbanyakan yang menggunakan air kelapa + 10% media TSB, secara konsistensi terus mengalami peningkatan pertumbuhan yang baik hingga akhir pengamatan, dengan nilai OD pada waktu pertumbuhan 5 jam pertama hingga 25 jam berturut-turut 0,041; 0,046; 0,222; 0,275 dan 0,329. Jumlah koloni pada berbagai media limbah cair. Hasil perhitungan rata-rata jumlah koloni B. subtilis ST21e dari berbagai media limbah cair pada pengamatan umur pertumbuhan 24 jam disajikan pada Tabel 2.. Tabel 2. Rata-rata jumlah koloni B. subtilis ST21e dari berbagai media cair pada umur 25 jam. No. 1 2 3 4. Media Pertumbuhan. Air Kelapa + 10% TSB Air Tahu + 10% TSB Molase + 10% TSB TSB100%. Rata-rata hasil pengamatan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah koloni B. subtilis ST21e dalam berbagai media berkisar antara log 15,04 sampai log 15,43 CFU/mL. Jumlah koloni tertinggi didapatkan pada media perbanyakan TSB 100% yaitu log 15,43 CFU/mL, namun nilai tersebut tidak jauh. Jumlah koloni (log CFU/mL) 15,35 15,04 15,13 15,43. berbeda dengan jumlah koloni yang terdapat pada perlakuan air kelapa + 10% TSB yaitu log 15,35 CFU/mL. Berdasarkan kurva pertumbuhan dan jumlah koloni B. subtilis ST21e pada waktu pengamatan 25 jam, didapatkan bahwa media limbah cair yang terbaik sebagai media perbanyakan B. subtilis.

(25) 148. Khaeruni et al.. J. Agroteknos. adalah media limbah air kelapa. Limbah inilah yang selanjutnya digunakan sebagai bahan formulasi pada tahap selanjutnya (kedua). Jumlah koloni Bacillus subtilis ST21e dalam bahan formulasi air kelapa. Hasil uji. rataan jumlah koloni B. subtilis pada berbagai perlakuan konsentrasi air kelapa pada pengamatan minggu ke 2, 4, 6 dan 8 dapat dilihat pada Tabel 3.. Tabel 3. Jumlah koloni B. subtilis ST21e pada berbagai perlakuan konsentrasi media air kelapa. No . 1. 2. 3. 4. 5.. Perlakuan. (A) 100% MS (B) 100% Air kelapa (C) 75% Air kelapa + 25% MS (D) 50% Air kelapa + 50% MS (E) 25% Air kelapa + 75% MS. Rata-rata jumlah koloni (log CFU/mL) B. subtilis pada penyimpanan minggu ke2 4 6 8 13,20a 12,57bc 12,17bc 12,08ab 12,58b 12,12c 11,51c 11,50b 13,38a 12,07c 10,90c 11,86b a ab ab 13,11 12,95 13,08 12,58a 13,41a 13,31a 13,60a 12,50a. Keterangan: MS = Media sintetik. Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata dalam uji BNT pada taraf kepercayaan 95%. Berdasarkan uji lanjut hasil pengamatan pada Tabel 3, menunjukkan bahwa jumlah koloni B. subtilis tertinggi pada umur 2 minggu setelah penyimpanan dalam bahan formulasi terlihat pada perlakuan konsentrasi air kelapa 25% yaitu log 13,41 CFU/mL. Nilai tersebut berbeda tidak nyata dengan perlakuan media air kelapa 50%, 75% dan 100% MS, namun berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi air kelapa 100%. Rata-rata jumlah koloni B. subtilis pada umur 4 dan 6 minggu setelah penyimpanan jumlah koloni tertinggi diperlihatkan pada perlakuan air kelapa konsentrasi 25% yaitu log 13,31 CFU/mL dan. log 13,60 CFU/mL, kedua nilai tersebut berbeda tidak nyata dengan perlakuan air kelapa konsentrasi 50%, namun berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya. Sementara pada umur 8 minggu jumlah koloni bakteri tertinggi tetap ditunjukkan pada perlakuan air kelapa konsentrasi 50% yaitu log 12,58 CFU/mL. Persentase Daya Hambat Bacillus subtilis ST21e terhadap Rhizoctonia solani. Hasil rataan daya hambat B. subtilis pada berbagai perlakuan konsentrasi air kelapa pada pengamatan minggu ke 2, 4, 6 dan 8 setelah penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 5.. Tabel 4. Daya hambat B. subtilis ST21e terhadap patogen Rhizoctonia solani pada pengamatan 2 sampai 8 minggu setelah masa penyimpanan.. No . 1. 2. 3. 4. 5.. Perlakuan. (A) 100% MS (B) 100% Air kelapa (C) 75% air kelapa + 25% MS (D) 50% air kelapa + 50% MS (E) 25% air kelapa + 75% MS. Rata-rata daya hambat B. subtilis (%) pada penyimpanan minggu ke2 4 6 8 c tn a 47,41 46,66 60,74 11,11c 62,96a 48,89 tn 53,33a 17,04c bc tn a 54,07 39,26 59,26 48,15ab 57,04ab 51,11 tn 48,15a 52,59a ab tn b 56,30 38,52 17,78 40,00ab. Keterangan: MS = Media sintetik. Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata dalam uji BNT pada taraf kepercayaan 95%. Hasil pengamatan pada Tabel 4, menunjukkan bahwa B. subtilis ST212e dalam penyimpanan pada berbagai konsentrasi limbah kelapa masih memiliki daya hambat terhadap R. solani hingga akhir. pengamatan (8 minggu setelah penyimpanan), dengan persentase daya hambat yang berbeda-beda. Perlakuan yang memperlihatkan konsistensi daya hambat yang relatif stabil dengan aktivitas daya.

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya untuk karya Imam Ahmad (164-241 H) sebagai tokoh central dalam madzhab Hambali akan digunakan kitab Musnad Ahmad bin Hanbal. Selain kitab-kitab pokok itu

9 Saran kedua diajukan untuk penelitian selanjutnya, yang sebaiknya melakukan perbandingan terhadap indikator kinerja keuangan yang lainnya dan melakukan penelitian

Hasil penelitian ini menemukan bahwa bentuk solidaritas pedagang kaki lima (PKL) di pasar paddys terdiri atas 8 bentuk solidaritas yaitu : 1) Pemberian bantuan modal usaha;

Karena kedua variabel yang dihubungkan berskala ordinal, maka digunakan perhitungan statistika non parametik koefisien korelasi Rank Spearman ( ) karena data yang akan

Penerapan CCM dengan strategi konflik kognitif secara nyata dapat meningkatkan pemahaman konsep (PK) siswa baik pada materi rangkaian listrik searah, melalui

Tahap terakhir dalam metode historis adalah Historiografi yakni proses penulisan yang utuh dan masuk akal atas interpretasi dan eksplanasi yang telah dilakukan

139 Terhadap aspek kehidupan masyarakat di desa, pengaturan tentang pembentukan dan pengelolaan BUMDesa dengan peraturan daerah akan memberikan pedoman tata

Tahap pertama adalah pembuatan pembibitan dilakukan dengan pengisian polibag ukuran 8 x 15 cm dengan tanah yang sudah dicampurkan dengan pupuk kompos, dengan