PENTINGNYA PERSEN PENUTUPAN LAMUN
PADA DUA PANTAI “HIGH TOURISM AREA”
ARTIKEL ILMIAH
ELOK FAIQOH, S.Pi, M.Si
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS UDAYANA
JULI 2015
PERBANDINGAN PERSEN PENUTUPAN LAMUN DI PANTAI SAMUH DAN PANTAI
SINDHU
COMPARISON OF SEAGRASS PERCENT COVERAGE AT SAMUH AND SINDHU
BEACH, BALI
Email: elok.widodo@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Perbandingan Persen Penutupan Lamun di Pantai Samuh dan Pantai Sindhu”. Pantai Samuh dan Pantai Sindhu yang juga merupakan daerah yang padat oleh aktivitas penduduk seperti nelayan maupun wisatawan dapat memengaruhi ekosistem lamun yang ada di pantai tersebut. Keberadaan tumbuhan lamun sangat dipengaruhi kondisi perairan dimana mereka hidup. Apabila kualitas perairan ini terganggu maka pertumbuhan lamun juga dapat terganggu. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan persentase penutupan lamun dan mengetahui faktor-faktor khususnya kedalaman, kekeruhan, suhu, salinitas, oksigen terlarut dan pH yang mempengaruhi persentase penutupan di Pantai Samuh dan Pantai Sindhu. Penelitian ini dilakukan dengan cara pengambilan transek garis tegak lurus dengan jarak 50 meter dari bibir pantai ke selatan pantai di Pantai Samuh dan ke timur di Pantai Sindhu. Lokasi penelitian dibagi menjadi 2 stasiun di masing-masing pantai yang setiap stasiun terdiri dari 3 sub-stasiun atau titik. Parameter fisika perairan yang diamati meliputi Suhu, Kekeruhan, dan Kedalaman Perairan. Sedangkan parameter kimia perairan yang diamati meliputi pH, Salinitas, dan Oksigen Terlarut (DO). Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan Grafik dan Tabel Analisis. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa spesies dominan yang terdapat pada Pantai Samuh adalah
Cymodocea rotundata dan Enhalus acoroides, sedangkan spesies dominan yang terdapat pada Pantai Sindhu
adalah Thalassia hemprichii.
Kata kunci: persentase penutupan, kualitas perairan, parameter fisika, parameter kimia
ABSTRACT
This study entitled "Comparison of Seagrass Closing Percent at Samuh Beach and Sindhu Beach". Samuh Beach and Sindhu Beach who is also an area that is crowded by people's activities, such as fishermen and tourists can affect seagrass in the beach. The existence of seagrass plants greatly affected the condition of the waters in which they live. If the water quality is impaired, the seagrass growth can also be impaired. The purpose of this study was to determine differences in the percentage cover of seagrass and determine the factors, especially the depth, turbidity, temperature, salinity, dissolved oxygen and pH that affect the percentage of closure in Samuh Beach and Sindhu Beach. This research was done by taking transects perpendicular line with a distance of 50 meters from the beach to the south beach in Samuh and east at the Sindhu Beach. Location of the study were divided into two stations at each beach each station consists of three sub-stations or points. Physical parameters observed water temperature, turbidity and depth of the waters. While the water chemistry parameters observed included pH, salinity, and dissolved oxygen (DO). The data were analyzed descriptively with Charts and Tables analysis. The results showed that the dominant species found on beach Samuh is Cymodocea rotundata and Enhalus acoroides, while the dominant species found on Sindhu Beach is Thalassia hemprichii.
Keywords: the percentage of closure, water quality, physical parameters, chemical parameters
Latar Belakang
Indonesia adalah Negara kepulauan yang mempunyai perairan laut yang lebih luas dari pada daratan, terdiri atas 17.508 pulau dengan panjang garis pantai 81.791 km, memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi seperti hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun, ikan, mamalia, reptilia, krustasea dan berbagai jenis moluska. Sumber daya alam laut tersebut merupakan salah satu modal dasar yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan nasional. oleh karena itu Indonesia di kenal sebagai negara maritim. Perairan laut
Indonesia kaya akan berbagai biota laut baik flora maupun fauna. Demikian luas serta keragaman jasad– jasad hidup di dalam yang kesemuanya membentuk dinamika kehidupan di laut yang saling berkesinambungan (Nybakken 1988).
Salah satu sumber daya laut yang cukup potensial untuk dapat dimanfaatkan adalah lamun,
dimana secara ekologis lamun mempunyai
beberapa fungsi penting di daerah pesisir. Lamun merupakan produktifitas primer di perairan dangkal di seluruh dunia dan merupakan sumber makanan penting bagi banyak organisme. Menurut Nybakken
(1988), biomassa padang lamun secara kasar berjumlah 700 g bahan kering/m2, sedangkan produktifitasnya adalah 700 g karbon/m2/hari. Oleh sebab itu padang lamun merupakan lingkungan laut dengan produktivitas tinggi.
Padang lamun di Indonesia memiliki luas sekitar 30.000 km2 dan berperan penting di ekosistem laut dangkal, karena merupakan habitat bagi ikan dan biota perairan lainnya (Nontji, 2009). Berbagai jenis ikan menjadikan daerah padang
lamun sebagai daerah mencari makan (feeding
ground), pengasuhan larva (nursery ground),
tempat memijah (spawning ground), sebagai
stabilitas dan penahan sedimen, mengurangi dan memperlambat pergerakan gelombang, sebagai tempat terjadinya siklus nutrien (Philllips dan Menez, 1988), dan fungsinya sebagai penyerap karbon di lautan (Kawaroe, 2009).
Pentingnya peran padang lamun di ekosistem laut dangkal tidak menjamin ekosistem ini tetap terjaga, diperkirakan kerusakan padang
lamun di Indonesia telah mencapai 30 – 40%.
Kondisi padang lamun diduga terus mengalami kerusakan dari tahun ke tahun, sehingga perlu dilakukan pengamatan secara temporal, terutama terkait masalah persentase penutupan agar dapat diketahui luas perubahan dan dapat dilakukan perencanaan rahabilitasi.
Hasil penelitian persen penutupan lamun di Pantai Samuh dan Sindhu dapat memberikan informasi tentang faktor-faktor khususnya seperti pengaruh kedalaman, kekeruhan, suhu, salinitas, oksigen terlarut dan pH yang mempengaruhi
perbedaan persen penutupan lamun, sehingga
dapat dijadikan sebagai informasi dalam
pengambilan kebijakan dalam pengembangan dan pemanfaatan wilayah pesisir di wilayah tersebut.
Rumusan masalah
1. Bagaimana perbedaan persentase
penutupan lamun di pantai Samuh dan Sindhu?
2. Bagaimana faktor-faktor khususnya
kedalaman, kekeruhan, suhu, salinitas,
oksigen terlarut dan pH yang
mempengaruhi persentase penutupan di pantai Samuh dan Sindhu?
Tujuan
1. Mengetahui perbedaan persentase
penutupan lamun di pantai Samuh dan Sindhu.
2. Mengetahui faktor-faktor khususnya
kedalaman, kekeruhan, suhu, salinitas,
oksigen terlarut dan pH yang
mempengaruhi persentase penutupan di pantai Samuh dan Sindhu.
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada dua lokasi yaitu di Pantai Samuh, Kuta, Bali dan Pantai Sindhu, Sanur, Bali pada tanggal 13 Oktober 2015. 1. Pantai Samuh
3. Pulau Bali
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah alat yang digunakan untuk
menentukan persen penutupan, kedalaman,
kekeruhan, suhu, pH, salinitas dan oksigen terlarut. Jumlah dan fungsinya dijelaskan pada tabel. Tabel 3.1. Alat dan Bahan yang digunakan No. Jenis Alat dan
Bahan Jumlah Kegunaan 1. Transek kuadrat dengan ukuran 1 x 1 meter 1 Sebagai batasan pengamatan 2. Tali 1 Mengukur jarak tiap sub-stasiun 3. GPS (Global Positioning System) 1 Menentukan posisi 4. Lembar data 5 Menuliskan data hasil pengamatan
5. Papan jalan 1 Tempat
lembar kerja
6. Alat tulis 1 Untuk menulis
7. Kertas identifikasi lamun 1 Sebagai acuan literatur 8. pH meter 1 Mengukur suhu perairan dan pH 9. Penggaris 1 Mengukur kedalaman perairan 10. Refraktometer 1 Mengukur salinitas
11. Turbidity meter 1 Mengukur
kekeruhan 12. Digital Instrument 1 Mengukur oksigen terlarut 13. Alat Dasar Selam 1 Melakukan pengamatan di dalam perairan 14. Kamera Waterproof 1 Melakukan dokumentasi 15. Lamun 1 Sebagai specimen
16. Sampel air - Specimen
pendukung
Metode Pengambilan Data Penentuan Stasiun Penelitian
Metode pengambilan data yang digunakan adalah transek garis tegak lurus dengan jarak 50 meter dari bibir pantai ke selatan pantai di pantai samuh dan ke timur di pantai sindhu. Lokasi penelitiannya dibagi menjadi 2 stasiun di masing-masing pantai yang setiap stasiun terdiri dari 3 sub-stasiun atau titik. Jarak antar sub-stasiunnya adalah 20 meter.
Pengamatan Lamun
Pengamatan lamun di lapangan meliputi persentase penutupan lamun, menghitung suhu, kedalaman,kekeruhan, pH, salinitas, dan oksigen terlarut. Pengamatan lamun dibatasi hanya pada
transek kuadrat dan pengamatan dilakukan dengan cara snorkeling di permukaan air mengikuti jalur dari transek garis.
Pengukuran Parameter Perairan Suhu dan pH
Suhu perairan permukaan dan pH diukur dengan menggunakan pH meter dengan cara mencelupkannya di permukaan perairan pantai samuh dan sindu. pH meter dimasukkan kedalam air selama kurang lebih 1 menit, pembacaan nilai pH dan suhu dilakukan pada saat pH meter masih di posisi dan angkanya stabil pada layar untuk menghindari perubahan nilai. Pengukuran suhu dilakukan satu kali pada setiap stasiun.
Kedalaman Perairan
Kedalaman perairan diukur dengan
menggunakan penggaris kayu dengan ukuran 50 cm. Penggaris kayu dimasukkan secara tegak lurus kedalam perairan sampai mencapai dasar perairan. Kemudian diukur tinggi muka air dan juga waktu pengukuran.
Kekeruhan
Kekeruhan diukur dengan turbidity meter.
Memasangkan/menyambungkan turbidimeter
dengan sumber listrik, diamkan selama 15 menit. Sebelum digunakan alat harus diset terlebih dahulu (dikalibrasi), dimana angka yang tertera pada layar harus 0 atau dalam keadaan netral. Sampel dimasukan pada tempat pengukuran sampel yang ada pada turbidimeter. Melakukan
pengukuran dengan menyesuaikan nilai
pengukuran dengan cara memutar tombol pengatur
hingga nilai yang tertera pada layar pada
turbidimeter sesuai dengan nilai standar. Membaca skala pengukuran kekeruhan.
Salinitas
Salinitas diukur dengan menggunakan refraktometer. Sebelum diukur terlebih dahulu refraktometer dibilas dengan aquades yang bertujuan untuk mensterilkan kaca objek dan sebagai kalibrasi. Setelah dikalibrasi dilap dengan tisue sampai bersih, lalu mulai dilakukan
pengukuran dengan meletakkan air sampel pada kaca objek sebanyak 2 ml. Pengukuran dilakukan setiap stasiun.
Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut diukur dengan
menggunakan digital instrument dengan cara mencelupkannya di permukaan perairan pantai samuh dan sindu. Digital instrument dimasukkan kedalam air selama kurang lebih 1 menit, pembacaan nilai oksigen terlarut dilakukan pada saat digital instrument masih di posisi dan angkanya stabil pada layar untuk menghindari perubahan nilai. Pengukuran oksigen terlarut dilakukan satu kali pada setiap stasiun.
Analisi Data
Persentase Penutupan Lamun
Penutupan lamun menyatakan luasan area yang tertutupi oleh tumbuhan lamun. Persentase penutupan lamun ditentukan berdasarkan rumus :
Keterangan :
C = nilai persentase penutupan lamun (%)
Mi = nilai tengah kelas penutupan ke –i
Fi = Frekuensi munculnya kelas penutupan ke –i
Tabel 3.2 Luas area penutupan lamun berdasar kelas kehadiran jenis.
Ke las
Luas area penutupan
% Penutupan area % Titik
tengah (M) 5 ½ - penuh 50 – 100 75 4 ¼ - ½ 25 – 50 37,5 3 1/8 – ¼ 12,5 – 25 18,75 2 1/16 – 1/8 6,25 – 12,5 9,38 1 <1/16 <6,25 3,13 0 Tidak Ada 0 0
HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah kelompok kami mengambil sampel lamun di pantai samuh dan pantai sindu pada tanggal 13 oktober 2015 dengan mengambil judul perbandingan persen penutupan lamun di pantai samuh dan pantai sindu. Pada pantai samuh stasiun 1, kami mendapatkan hasil dari satu transek kuadrat bahwa di pantai samuh pada titik 1 (5 m) kami mendapatkan hanya lamun dengan spesies
Cymodocea rotundata, di titik 2 (25 m) kami hanya
mendapatkan Cymodocea rotundata dan pada titik
3(50 m) kami menemukan Cymodocea rotundata
dan Enhalus acoroides. Sedangkan pada pantai samuh stasiun 2 ,kami menemukan pada titik 1 (5
m) yaitu lamun spesien Cymodocea rotundata dan
Enhalus acoroides ,pada titik 2 (25 m) kami
menemukan lamun dengan spesies Enhalus
acoroides dan Thalassia hemprichii, dan pada titik 3 (50 m) kami menemukan lamun dengan spesies
Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii. Lalu pada pantai sindu di stasiun 1 pada titik 1 (5 m) kami menemukan bahwa tidak ada lamun yang tumbuh, pada titik 2 (25 m) kami
menemukan lamun dengan spesies
Cymodocea rotundata dan Enhalus acoroides dan pada titik 3 (50 m) kami menemukan lamun dengan
spesies Thalassia hemprichii, Halophila decipiens,
dan Cymodocea rotundata. Sedangkan pada pantai samuh stasiun 2, kami menemukan pada titik 1 (5
m) yaitu lamun dengan spesies Thalassia
hemprichii, pada titik 2 (25 m) kami menemukan
lamun dengan spesies Thalassia hemprichii dan
Cymodocea rotundata, dan pada titik 3 (50 m) kami
menemukan lamun dengan jenis Enhalus
acoroides, Syringodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii. Dan dengan adanya data tersebut kami menemukan lamun yang lebih dominan pada pantai
samuh di stasiun 1 adalah lamun jenis Cymodocea
rotundata dan pada stasiun 2 lamun yang lebih
dominan adalah lamun dengan spesies Enhalus
acoroides. Sedangkan pada pantai sindu di stasiun
1 lamun yang lebih dominan adalah Cymodocea
rotundata dan pada stasiun 2 lamun dengan
spesies Thalassia hemprichii yang lebih dominan.
Setelah dilakukan analisis dari data yang didapat saat melakukan praktikum adalah sebagai berikut.
Tabel 4.1. Hasil analisis persen penutupan lamun
Sesuai dengan yang dipaparkan diatas bahwa pada stasiun 1 pantai samuh yang mendominasi adalah
Cymodocea rotundata dengan peren penutupan sebesar 74,43%, untuk Stasiun 2 pantai samuh
sudah mulai mengalami perbedaan dengan
didapatkannya tiga spesies dengan yang
mendominasi adalah Enhalus acoroides sebesar
47,85%. Selanjutnya untuk di pantai sindhu pada kedua stasiun yang mendominasi adalah lamun
jenis Thalasia hemprichii dengan persen penutupan
berturut-turut sebesar 69,16% dan 85,72%. Jika dilihat menggunakan grafik akan seperti dibawah ini.
Grafik 1. Hasil analisis persen penutupan 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 C. ro tu n d at a E. Acoroid es T. H e m p ric h i H . De cipiens S. I so etif o lium St. 1 Samuh St. 2 Samuh St. 1 Sindhu St. 2 Sindhu % St. 1 Samuh St. 2 Samuh St. 1 Sindhu St. 2 Sindhu C. rotundata 74,43 24,49 28,74 0,00 E. Acoroides 25,57 47,85 0,00 5,76 T. Hemprichi 0,00 27,66 69,16 85,72 H. Decipiens 0,00 0,00 2,10 0,00 S. Isoetifolium 0,00 0,00 0,00 8,52
Grafik 2. Hasil analisis persen penutupan pantai samuh
Grafik 3. Hasil analisis persen penutupan pantai sindhu
Perbedaan persen penutupan diatas
tentunya diakibatkan karena beberapa faktor dari parameter fisika maupun parameter kimia. Hasil dari praktikum yang sudah kita lakukan di pantai samuh dan pantai sindu mendapatkan hasil bahwa pada pantai samuh memiliki persen penutupan yang lebih tinggi dari pantai sindu karena pantai samuh dari 2 stasiun tersebut memiliki parameter fisika dan kimia yang cukup baik. Hasil yang didapat saat praktikum tertera pada tabel.
Tabel 4.2. hasil perhitungan parameter fisika dan kimia.
Dari parameter fisika antara lain faktor suhu, kekeruhan, dan juga kedalaman. Yang pertama adalah suhu dimana menurut Nontji (1993), pengaruh suhu terhadap sifat fisiologi organisme perairan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi fotosintesis. Suhu rata-rata untuk pertumbuhan lamun yang baik berkisar antara 24-27 ºC. Perbandingan suhu tiap stasiun dan tempat tertera pada grafik.
Grafik 4. Perbandingan suhu
Suhu yang ada di pantai samuh masih dalam suhu rata-rata untuk pertumbuhan lamun yang baik , sedangkan suhu pada pantai sindu sudah melewati batas suhu rata-rata yang akan mengakibatkan menurunnya pertumbuhan lamun akibat adanya kerusakan yang disebabkan suhu pada lamun. Fluktuasi suhu perairan dapat disebabkan akibat metabolisme organisme laut, masukan air dari muara, iklim, musim, curah hujan, angi, kedalaman dan sebagainya (Laevastu dan Hayes, 1981). 49%
37% 14% 0% 0%
Persen Penutupan Lamun Pantai
Samuh
C. rotundata E. Acoroides T. Hemprichi H. Decipiens S. Isoetifolium 14% 3% 78% 1%4%Persen Penutupan Lamun Pantai
Sindhu
C. rotundata E. Acoroides T. Hemprichi H. Decipiens S. Isoetifolium 24 26 28 30 st1 samuh st2 samuh st1 sindhu st2 sindhuSuhu (°C)
Suhu (°C) St. 1 Samuh St. 2 Samuh St. 1 Sindhu St. 2 Sindhu Suhu (°C) 26,6 26,9 29 29,7 Kekeruhan (NTU) 2,37 2,22 5,99 4,43 Kedalaman (cm) 60 102 62 100 pH 7,74 7,78 7,39 7,31 Salinitas (‰) 34 33 25 25 DO (mg/L) 3,4 3,2 2 2,3Yang kedua adalah kekeruhan dari perairan itu sendiri. Kekeruhan air disebabkan oleh adanya padatan tarsuspensi seperti lumpur, zat organik, plankton dan organisme kecil lainnya (Effendi, 2003). Tentunya nilai yang kekeruhannya rendah dapat menggangu produksi primer dari ekosistem padang lamun itu sendiri (Dahuri, 2001). Perbandingan kekeruhan ditiap tempat dapat dilihat pada tabel.
Grafik 5. Perbandingan kekeruhan
Pertumbuhan pada pantai sindhu lebih baik daripada pantai samuh karena angka kekeruhannya lebih tinggi. Namun ini semua tergantung dari setiap spesies itu sendiri karena memiliki sifat yang berbeda. Mengenai kedalaman dari setiap stasiun dapat dilihat pada grafik.
Grafik 6. Perbandingan suhu
Bahwa kedalaman yang lebih baik terdapat pada stasiun 1 kedua tempat karena intensitas cahaya yang didapat lebih banyak.
Yang kedua adalah dilihat berdasarkan parameter kimia seperti salinitas, pH, dan oksigen
terlarut (DO). Dilihat dari salinitas, spesies lamun memiliki toleransi terhadap salinitas yang berbeda-beda, namun sebagian besar memiliki kisaran yang besar terhadap salinitas yaitu antara 10-30 ‰. Penurunan salinitas akan menurunkan kemampuan fotosintesis (Dahuri, 2001). Perbandingannya jika dilihat menggunakan grafik adalah sebagai berikut.
Grafik 7. Perbandingan salinitas
Salinitas yang baik terdapat pada pantai sindhu yaitu berkisar antara 20-30 ‰. Sedangkan di pantai samuh lebih dari 30 ‰. Selanjutnya adalah pH, kisaran pH yang baik untuk lamun ialah pada saat pH air laut 7,5-8,5 , karena pada saat kondisi pH berada dikisaran tersebut maka ion bikarbonat yang dibutuhkan oleh lamun untuk fotosintesis dalam keadaan melimpah (Phillip dan Menez, 1988). Data pH yang didapat pada setiap stasiun tidak jauh berbeda, namun yang memiliki pH yang baik untuk pertumbuhan lamun adalah pH yang terdapat di pantai samuh, sedangkan yang di pantai sindhu berada di bawah angka 7,5. Dijelaskan pada grafik.
Grafik 8. Perbandingan pH 0 2 4 6 8 st1 samuh st2 samuh st1 sindhu st2 sindhu
Kekeruhan (NTU)
Kekeruhan (NTU) 0 50 100 150Kedalaman (cm)
Kedalaman (cm) 0 10 20 30 40 st1 samuh st2 samuh st1 sindhu st2 sindhuSalinitas (‰)
Salinitas (‰) 7 7.2 7.4 7.6 7.88 st1 samuh st2 samuh st1 sindhu st2 sindhupH
pHYang terakhir adalah oksigen terlarut (DO), dimana perairan yang hangat memiliki kandungan oksigen terlarut yang rendah dibandingkan dengan perairan yang lebih dingin, dimana konsentrasi kejenuhan oksigen terlarut menurun antara 0,2 dan 0,3 mg/l untuk setiap kenaikan temperatur derajat celcius (Arnell, 2002). Jadi yang menjadi patokan kembali pada suhu, suhu di pantai samuh lebih rendah dibanding suhu di pantai sindhu oleh sebab itu kandungan oksigen terlarutnya yang tinggi terdapat pada pantai samuh. Dapat dilihat pada grafik.
Grafik 9. Perbandingan DO
Adapun kendala yang dihadapi dalam pengambilan sampel pada praktikum kali ini adalah mulai dari alat-alat pengukur kualitas perairan yang digunakan sangat terbatas pada saat praktikum karena hanya ada 1 saja untuk beberapa kelompok, dan tentunya menggunakan sumber energi yang terbatas pula seperti baterai. Kendala yang lain yaitu pada saat pengambilan sampel khususnya pada saat hari sudah semakin terik, air laut mulai naik (pasang) dan sangat menyulitkan kita untuk melihat sampel dan mengidentifikasi jenis lamun apa saja yang ada di titik tersebut untuk mengetahui atau menghitung persen penutupan dalam satu transek kuadrat yang berukarn 1x1 meter.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Setelah melakukan praktikum ini,
kesimpulannya adalah :
1. Stasiun 1 pantai samuh yang mendominasi
adalah Cymodocea rotundata dengan persen
penutupan sebesar 74,43%, untuk Stasiun 2 pantai
samuh yang mendominasi adalah Enhalus
acoroides dengan persen penutupan sebesar 47,85%. Selanjutnya untuk di pantai sindhu pada kedua stasiun yang mendominasi adalah lamun
jenis Thalasia hemprichii dengan persen penutupan
berturut-turut sebesar 69,16% dan 85,72%.
2. Berdasarkan pada parameter suhu, pertumbuhan lamun lebih baik terdapat di pantai Samuh karena suhunya lebih sesuai dibandingkan suhu di pantai
Sindhu yang melebihi suhu maksimumnya.
Berdasarkan pada parameter kekeruhan,
pertumbuhan lamun lebih baik terdapat di pantai Samuh karena angka kekeruhannya lebih rendah dibanding di pantai Sindhu. Berdasarkan pada parameter kedalaman, pertumbuhan lamun paling baik terdapat di stasiun 1 di pantai Samuh dan Sindhu karena kedalaman masih rendah sehingga intensitas cahaya yang didapat lebih banyak.
Berdasarkan pada parameter salinitas,
pertumbuhan lamun lebih baik terdapat di pantai Sindhu karena salinitasnya masih berkisar antara 20-30 ‰, sedangkan salinitas pada pantai Samuh melebihi 30 ‰. Berdasarkan pada parameter pH, pertumbuhan lamun lebih baik terdapat di pantai Samuh karena pH diatas 7,5, sedangkan di pantai
Sindhu pH berada di bawah angka 7,5.
Berdasarkan pada parameter DO, kandungan oksigen terlarut di pantai Samuh lebih tinggi dibanding di pantai Sindhu dikarenakan suhu pada pantai Samuh lebih rendah.
Saran
Sebaiknya saat menentukan jadwal praktikum, jangan menentukan jadwal saat pasang untuk memudahkan paktikan untuk melakukan pengamatan.
DAFTAR PUSTAKA
Akromi, dan Subroto. 2002. Pengantar Limnologi.
Gramedia, Jakarta. 0 1 2 3 4 st1 samuh st2 samuh st1 sindhu st2 sindhu
DO (mg/L)
DO (mg/L)Aridianto. 2010. Kecepatan Arus di Perairan.
Diambil dari
www.aridianto.blogspot.com pada 28
November 2010.
Barus. 2001. Pengantar Limnologi. SwadayaCipta,
Jakarta.
Bengen, D.G. 2001. Ekosistem dan sumberdaya
alam dan pesisir laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisisr dan Lautan. IPB.
Brehm, J. & Meijering, M. P. D. 1990.
Fliebgewasserkunde Aufl. Heidelberg: Quelle & Meyer Verlag.
Dahuri, R. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah
Pesisir dan Lautan Secara Terpadu.
Jakarta. Pradnya Paramita.
Den Hartog, C. 1970. The Seagrasses of The
World. North Holland Pub. Co. Amsterdam.
Duarte, C.M. 1995. Submerged Aquatic Vegetation
in Relation to Different Nutriens Regimes. Ophelia 41 :87-112.
Effendie, 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius,
Yogyakarta.
Fortes, M. S. 1989. Productivity Studies on
Mangrove, Seagrass and Algae at Catalangan, Betangas, The Philippines Biotrop special Publ., 29 :17-24.
Hemmingga, M.A. 1991. The balance of nutrient losses and gain in seagrass meadows.
Marine Ecology Progress Series 71: 85-96.
Hutomo. 1987. Peranan lamun di lingkunagn laut
dangkal. Oseana. Jakarta. Hal 13-24.
Mukai, H. 1987. Sea Grass and Distribution at
lolonga Seagrass Bed. P : 18-27. The
biological Community in Tropical
Seagrass Ecosystem. Tokyo.
Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Djambatan,
Jakarta.
Nybakken, J.W. 1997. Biologi Laut: Suatu
Pendekatan Ekologi. Cetakan ketiga. Pt Gramedia. Jakarta. 480 halaman.
Odum, E. P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi
ketiga. Yogyakarta. Gajah Mada University Press
Poedjirahajoe, E., Mahayani, N. P. D., Sidharta, B.
R. dan M. Salamuddin. 2013. Tutupan
Lamun dan Kondisi Ekosistemnya Di Kawasan Pesisir Madasanger, Jelenga, dan Maluk Kabupaten Sumbawa Barat. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. Vol. 5, No. 1, Hlm. 36-46.
Patty, S. I. dan H. Rifai. 2013. Struktur Komunitas
Padang Lamun Di Perairan Pulau Mantehage, Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Platax. Vol. 1:(4).
Setiawan. 2010. Pemetaan laju Perubahan
ArusLahan Huatn Mongrove di sebagian Taman nasional Bali Barat. Diambil dari www.firmman08.wordpress.com pada 28 November 2010.
Tomascik, T., A. Nontji and M. K. Moosa. 1997. The
Ecology of the Indonesian Seas. Periplus Edition (Hk) Ltd. Singapore