PERAN HUMAN ENGINEERING
DALAM PENINGKATAN KESELAMATAN
Arifin M. Susanto*, Suharyo Widagdo** *Pusat Pengkajian Sistem Teknologi Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir – BAPETEN *Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN AbstrakPERAN HUMAN ENGINEERING DALAM PENINGKATAN KESELAMATAN.
Dalam rangka meningkatkan keandalan dan keamanan instalasi serta keselamatan kerja, tidaklah cukup bila hanya mempercanggih sistem mekanis maupun sistem instrumentasinya saja. Faktorfaktor manusia serta penyebab dan mekanisme terjadinya kesalahan manusia harus diungkapkan untuk ikut dipertimbangkan dalam rangka pengembangan suatu teknik/langkahlangkah yang sejauh mungkin dapat mengurangi terjadinya kesalahan. Faktor manusia memegang peranan penting pada masalah keselamatan. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sekitar 70% kesalahan kerja mempengaruhi kinerja instalasi dan kesalahan kerja yang terbanyak terjadi pada saat dilakukannya kegiatan perawatan dan umumnya kesalahankesalahan yang terjadi selama kegiatan perawatan ini tidak diketahui sampai komponen/peralatan tersebut dioperasikan. Makalah ini akan membicarakan keterkaitan kesalahan manusia dengan kegagalan yang terjadi, faktorfaktor yang menyebabkan terjadinya kesalahan manusia serta usahausaha memperkecil terjadinya kesalahan manusia. Dibicarakan juga rekomendasi Department Pertahanan AS mengenai standar maintenance clearance stasiun kerja. Standar ini dibuat berdasarkan ukuran tubuh manusia dewasa A.S. Dengan mengambil asumsi bahwa ukuran tubuh manusia dewasa Indonesia lebih rendah dari ukuran tubuh manusia dewasa A.S., dapat diambil kesimpulan bahwa rekomendasi Department Pertahanan AS dapat diterapkan di Indonesia dengan mengadakan modifikasi.
Abstract
THE ROLES OF HUMAN ENGINEERING IN SAFETY IMPROVEMENT. In order to develop installation reliability and security as well as work safety, that is not enough only enhancing of instrumentation and mechanical system. Human factors as well as initiator and the mechanism of human error must be revealed as consideration in order to developed procedures/ practices to reduced possibility of error. Human factors have an important role in safety issues. Experiments resulted that almost 70 % work errors affected in the installation performances and the most error happened in maintenance stage and usually still unknown until the component or device is being operated. This paper explains the correlation between the human errors and failures, the causing factors of human errors and the effort to reduced possibility of human errors. Its also described the Department of Defense USA recommendation about work station maintenance clearance. This standard is made belong to an American adult human body size. By taking an assumption that Indonesian adult human body size is lower than the American, so it could be assumed that the Department of Defense recommendation could be applied in Indonesia with any modification.
BAB I
PENDAHULUAN.
Adanya ungkapan the man behind the gun yang menyatakan bahwa berbahaya tidaknya senjata sangat bergantung pada orang yang mengawakinya menunjukkan arti pentingnya penyertaan faktor manusia pada proses pendisainan. Dengan semakin meningkatnya perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, dan dibarengi juga dengan masa industrialisasi maka diperlukan produktifitas manusia yang lebih baik, namun ada kalanya manusia mempunyai keterbatasanketerbatasn kemampuan dalam melaksanakan pekerjaanya, maka inventorinventor dan para desainer banyak menciptakan dan membuat alat/mesin dalam rangka mengeliminir keterbatasan manusia tersebut. Pada PD II pihak sekutu berhadapan dengan kenyataankenyataan pahit tidak efektifnya pengoperasian radarradar mereka kendati secara teknis peralatannya sudah baik bahkan canggih untuk teknologi di masanya. Permasalahannya terletak pada ketidaksinambungan antara radar dan operator sehingga kesalahankesalahan kerja kerap timbul. Jadi bukan
operatornya yang bodoh tetapi rancangan radarnya yang bukan saja memberi peluang bagi operator melakukan kesalahankesalahan tetapi juga semacam “mengarahkan” operator untuk berbuat salah. Kesalahankesalahan yang kemungkinan terjadi bila berada pada suatu fasilitas yang berbahaya maka dapat saja mempengaruhi keselamatan dan keamanan pekerja, masyarakat dan lingkungan.
Salah satu penyebab terjadinya kesalahan kerja diakibatkan ketidak beresan pada perancangan disainnya atau dengan kata lain tidak kompatibel dengan manusia yang mengawakinya dalam hal ini perlu diperhatikan karakteristik manusia dengan pekerjaanya atau dengan kata lain juga dengan mempertimbangkan peran Human Engineering dalam merencanakan suatu perancangan kerja. Salah satu karakteristik manusia yang perlu diperhatikan adalah data antropometri yang harus sesuai dengan rancangan pekerjaan. Dengan itu sudah saatnya bagi Indonesia sebagai negara yang banyak mendatangkan produk produk teknologi dari luar untuk menyesuaikan ukuran antropometrinya dengan manusia Indonesia.
BAB II
TEORI
Dalam melakukan perancangan kerja ada tiga komponen yang harus dipertimbangkan dalam rangka meningkatkan kinerja manusia yaitu:
1. Siapa (who) yang akan melaksanakan kegiatan/kerja tersebut, didalamnya mencakup kualifikasi teknis, pengalaman, dan pengetahuan yang memadai 2. Bagaimana (how) kegiatan/
kerja tersebut akan diselesaikan, meliputi metode kerja, prosedur yang akan dilakukan dan langkahlangkahnya dan bagaimana fasilitas kerjanya apakah dapat menyelesaikan pekerjaan dengan efesien dan efektif atau tidak.
3. Dimana (where) kegiatan/kerja tersebut dilaksanakan, meliputi lingkungan kerja yang nyaman, lokasi kerja yang mendukung.
Sehingga dalam menjamin keamanannya, fasilitas industri hendaknya membuat disain, fabrikasi dan konstruksi yang menyertakan teknologi tinggi dan yang terpenting yaitu managemen operasi yang andal yang dapat dicapai dengan adanya operator operator yang ahli dan berkualitas tinggi.
Perlunya tenaga operator yang ahli dan berkualitas tinggi ini disebabkan adanya fakta bahwa kesalahan manusia merupakan penyebab utama terjadinya kecelakaan di instalasi industri. Manusia, dengan segala kemampuan dan keterbatasannya, merupakan faktor kunci dalam masalah keselamatan. Manusia itu fleksibel tapi mudah berbuat salah. Musibah yang menimpa reaktor TMI2 (Maret 1979) menjadi tonggak awal yang mengingatkan tentang pentingnya ilmu rekayasa manusia pada tahaptahap pembangunan fasilitas industri.
2.1. Manusia dan sistem yang diawakinya.
2.1.1 Sumbangan kesalahan manusia pada kegagalan reaktor nuklir.
Berdasar datadata mengenai frekuensi kegagalan yang menimpa reaktorreaktor nuklir di Jepang, termasuk frekuensifrekuensi kegagalan yang disebabkan oleh faktor manusia,
yang terjadi sebelum musibah yang menimpa reaktor TMI2, dapat diketahui bahwa sumbangan kesalahan manusia pada terjadinya kegagalan adalah kecil.
Namun pada rentang waktu yang sama dengan kegagalan reaktor akibat kesalahan sistem mekanis atau mekaniknya, frekuensi kegagalan akibat faktor manusia tidak mengalami perubahan berarti (tetap pada rentang 0 0,5). Hal ini menunjukan bahwa faktor faktor manusia pada pembangunan / pengoperasian reaktor nuklir masih sering diabaikan. Mengutip hasil investigasi K. Aisaka (Ref. 1), meskipun sumbangan kesalahan manusia pada terjadinya kegagalan adalah kecil, namun kesalahan manusia merupakan faktor yang harus diperhatikan karena kegagalan operasional tidak dapat dihindarkan hanya dengan memperbaiki desain teknisnya saja. Instalasi dengan desain paling canggih dapat beroperasi secara tidak aman, namun instalasi yang
desainnya tidak terlalu canggih dapat beroperasi dengan tingkat keselamatan yang tinggi bila manusia yang mengoperasikannya terlatih baik serta berdedikasi tinggi.
Musibah yang menimpa reaktor Chernobyl maupun TMI2 dan JCO Jepang telah memberi pelajaran bahwa untuk meningkatkan keandalan dan keamanan reaktor nuklir, faktorfaktor manusia serta penyebab dan mekanisme timbulnya kesalahan harus dipelajari secara mendalam dan sistematis untuk dapat mengungkapkan penyebab timbulnya kesalahan manusia serta mekanismenya dan akibat yang ditimbulkannya serta menjadi dasar pertimbangan dalam pengembangan teknik/langkah–langkah yang sejauh mungkin dapat mengurangi terjadinya kesalahan manusia. Tabel berikut menunjukkan berapa kemungkinan kasus kecelakaan yang terjadi akibat ulah manusia pada berbagai bidang: Tabel. 1 Prosentase Kesalahan Manusia Sumber: Alabama & Northwest Florida Flight Standards District Office Bidang Prosentase Kesalahan Manusia Penerbangan 7080% Air Traffic Control 90% Pelayaran 80% Kendali Proses 80% PLTN 70% Transportasi Darat 85%
2.1.2. Jenis kesalahan manusia pada pengoperasian instalasi .
Data menyebutkan bahwa kasus kecelakaan akibat perawatan banyak terjadi di berbagai bidang diantaranya terdapat di penerbangan sipil, pembangkit listrik tenaga uap, dan pembangkit listrik tenaga nuklir.
Dari hasil penelitian INPO (Institute of Nuclear Power Operation) diketahui bahwa frekuensi kesalahan manusia pada masa hidup instalasi nuklir yang terbesar adalah selama kegiatan perawatan, yaitu 68 % dan umumnya kesalahankesalahan yang terjadi selama kegiatan perawatan ini tidak diketahui sampai komponen/peralatan tersebut dioperasikan. Sebagian besar kesalahan ini timbul karena tidak diperhitungkannya komponenkomponen perancangan kerja, pekerjaan yang berulang terus menerus, atau pekerjaan yang melakukan kontak fisik dengan alat/ mesin maupun kurangnya ruang untuk melaksanakan kegiatan maupun penempatan peralatan dan juga kondisi lingkungan kerjanya yang sama sekali tidak mempertimbangkan faktor manusia sehingga pelaksana kegiatan perawatan tidak merasa nyaman dalam melaksanakan tugasnya dan dapat
mengakibatkan kelelahan sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi unjuk kerja pelaksana kegiatan perawatan dan juga hasil kerjanya.
2.2 Human Engineering
Human Engineering atau biasa disebut Ergonomi adalah suatu cabang keilmuan yang mempelajari kemampuan manusia berinteraksi dengan lingkungan fisik di tempat kerjanya, atau dapat juga didefinisikan sebagai suatu ilmu yang diperlukan untuk melakukan pengaturan terhadap pekerja, bahan, peralatan/perlengkapan kerja serta lingkungan fisik. Disiplin ini akan mencoba membawa ke arah perancangan mesin/alat yang tidak saja memiliki kemampuan produksi yang lebih baik, melainkan juga memperhatikan aspek aspek yang berkaitan dengan kemampuan dan keterbatasan manusia yang mengoperasikan mesin/alat tersebut.
Human engineering mempunyai tempat yang luas dalam penerapannya, mulai dari kantor direktur sampai ke ruang kerja staf, mulai dari ruang kendali utama sampai ke ruang generator.
Dalam mengembangkan Human engineering memerlukan dukungan dari berbagai disiplin ilmu seperti kedokteran
(faal/anatomi), psikologi, antropologi, biologi (biomekanika) dan banyak ilmu pendukung lain yang digunakan dalam rangka merencanakan suatu perancangan kerja.
Interaksiinteraksi yang terjadi antara manusia dengan pekerjaannya pada tempattempat tersebut memiliki karakteristik yang yang berbedabeda, interaksi ini terjadi antara manusia dan 'mesin'. Mesin secara luas dapat diartikan
sebagai obyek fisik seperti mesin, perlengkapan, peralatan dan fasilitas kerja lainnya, juga diartikan sebagai prosedur, metodemetode kerja, petunjuk informasi dan lingkungan. Dalam interaksi manusia dengan pekerjaanya yang dalam hal ini dalam berhadapan dengan mesin/peralatan gambar berikut menggambarkan urutan dari siklus interaksi manusia mesin:
Gambar 1. Diagram interaksi manusia dengan pekerjaannya
Adapun penjelasan dari gambar 1 di atas adalah :
1. Mesin menyampaikan isyarat kepada manusia tentang kondisi pekerjaan pada suatu saat.
2. Isyarat diterima inderaindera pekerja yang relevan
3. Isyarat dikirim ke pusat syaraf. 4. Oleh pusat syaraf isyarat
5. Keputusan yang dianggap tepat diambil.
6. Otototot yang relevan digerakkan untuk mengejawantahkan keputusan dalam bentuk gerakan.
7. Tindakan berefek pada pekerjaan yang mengakibatkan perubahan.
Maksud dari penangkapan isyarat sampai diambilnya tindakan oleh manusia tidak lain untuk mengatur, memelihara dan mengendalikan pekerjaan sehingga berada pada keadaan yang diharapkan sesuai dengan misi pekerjaan yang bersangkutan.
Apa yang mampu dilakukan manusia dalam menghadapi pekerjaannya banyak dipengaruhi tata letak dan desain ruang kerjanya serta kondisi lingkungan kerjanya seperti suhu tempat kerjanya, kelembaban, pencahayaan, getaran, kebisingan, kebersihan udara dll. Suatu kenyataan penting bahwa manusia tidak lepas dari kelemahankelemahannya dalam menerima isyarat, memrosesnya dan dalam tindakantindakannya serta sangat peka terhadap keadaan lingkungannya. Keadaan ini terwujud dalam apa yang disebut Human error
atau kesalahan kerja yang sangat besar pengaruhnya pada efektivitas dan
keselamatan kerja. Namun pembicaraan pada makalah ini hanya akan dibatasi pada masalah tata letak ruang kerja saja. Kesalahan kerja sangat besar pengaruhnya pada efektivitas desain dan pada keselamatan kerja. Kesalahan kerja adalah salah satu pusat perhatian Human Engineering.
2.3. Kesalahan kerja dalam Human Engineering
Kesalahan kerja hanyalah suatu yang tampil ke permukaan sebagai akibat dari tidak sempurnanya proses berputar penyampaian isyarat, penerimaan dan penafsirannya lalu pengambilan keputusan dan tindakan dalam model yang ditunjukkan pada Gambar 1. Secara ringkas dapat dinyatakan bahwa letak kesalahan terjadi pada proses masukan, proses pengolahan dan/atau proses keluaran {dikenal sebagai rantai M.O.K. (Masukan, Olahan, Keluaran)}. Artinya kesalahan dapat timbul sejak penginderaan, pada pengolahannya atau pada pengambilan tindakannya. Adapun penyebab gagalnya rantai M.O.K. dapat dikelompokkan pada dua sumber :
1. Kesalahan manusianya
2. Kesalahan pada rancangan pekerjaannya.
Kesalahan pada rancangan (desain) pekerjaannya terdiri atas dua macam :
1. Bersifat sosial keorganisasian seperti motivasi, pengorganisasian kerja, kejelasan prosedur dan petunjuk kerja, pengawasan dll.
2. Bersifat fisik seperti rancangan mesin dan peralatannya serta kondisi tempat kerja
Tujuan Human Engineering yaitu untuk memperoleh pengetahuan tentang manusia dan interaksinya dengan pekerjaannya dengan maksud
memanfaatkannya untuk merancang sistem kerja yang mampu menjalankan misinya dengan aman, nyaman, efektif dan efisien. Adanya kesalahan kerja jelas merupakan penghalang terwujudnya sistem kerja yang demikian.
2.4. Ruang kerja.
Frederick Herzberg dalam teori motivasi menyebutkan pentingnya tata letak ruang kerja karena tata letak kantor merupakan salah satu faktor higiene dari kebutuhan dasar dalam bekerja yang harus dipenuhi. Hal ini dapat dilihat pada tabel.berikut :
Tabel 2. Kebutuhan dasar dalam bekerja
Di sini yang dimaksud dengan ruang kerja bukan saja ruang perkantoran, melainkan juga ruangruang
lain tempat melakukan pekerjaan. Misalnya saja bengkel, laboratorium, ruang kendali dll. Ruang kerja harus
Faktor Higiene Definisi
Gaji dan fasilitas Mencakup gaji dasar, tunjangantunjangan, bonus, cuti, kenddaraan
dan sejenisnya
Kondisi kerja Meliputi tata letak kantor, fasilitas kerja, perlengkapan kerja,
Status Status ditentukan pangkat, wewenang dan peran seseorang sebagai
cerminan tingkat penerimaan
Suasana kantor Maksudnya adalah tingkat dan bentuk hubungan antar pribadi dalam
lingkungan kerja
Kehidupan pribadi Waktu yang dihabiskan untuk keluarga, teman dan hobi seseorang Minat kerja Pekerjaan yang memberi kepuasan bagi seseorang maupun kelompok lebih memotivasi dibanding pekerjaan yang tidak menarik
dapat memberi kenyamanan pada para pekerjanya. Hal ini dapat dicapai antara lain dengan memperhatikan tata letak ruang kerja tersebut karena dalam melaksanakan tugasnya, seorang pekerja akan melakukan gerakan yang beragam sesuai dengan tuntutan dan gerakan ini sangat dipengaruhi tata letak ruang kerjanya. Misalnya penempatan meja kerja yang terlalu dekat dengan dinding dapat menjadi sumber potensi ketidak nyamanan pekerja dan akhirnya mempengaruhi produktivitas kerjanya bahkan berujung pada keselamatan kerjanya.
2.4.1. Antropometri
Antropometri, yang merupakan cabang Human Engineering, membicarakan masalah ukuran tubuh manusia. Dalam merancang tata letak ruang kerja maupun pendisainan peralatan kerja yang akan dipakai, pengetahuan tentang data antropometri sangatlah penting diketahui agar pekerja (terutama petugas perawatan) merasa nyaman dalam melakukan tugasnya. Rancangan tata letak ruang kerja maupun peralatan pendukungnya yang mempunyai kompatibilitas tinggi dengan manusia yang memakainya sangat penting untuk mengurangi timbulnya
bahaya akibat terjadinya kesalahan kerja akibat adanya kesalahan disain (design induced error).
Dalam melaksanakan tugasnya, posisi kerja seorang petugas perawatan akan sering berubah sesuai kebutuhan. Karena itulah harus disediakan ruang kerja yang cukup bagi petugas perawatan untuk melakukan tugasnya dan ruang kerja ini haruslah tetap memberi peluang bagi petugas itu untuk merubah posisi kerjanya.
Kurangnya ruang pandang maupun ruang gerak petugas perawatan dapat berakibat pada tidak beresnya pekerjaan perawatan dan hal ini sangat berpengaruh pada keselamatan operasi instalasi itu. Peralatan/komponen yang terletak pada bagian yang sulit dijangkau cenderung untuk diabaikan pada inspeksi rutin. Kegiatan penservisan (servicing), misalnya saat akan memberi pelumas, menjadi sulit dilakukan dan menyita waktu yang banyak. Pada saat petugas perawatan harus menjangkau komponen itu misalnya karena akan mengganti, ia mungkin terpaksa harus bertumpu pada komponen lain dan hal ini dapat merusak komponen tempat ia bertumpu. Pada saat lain ia mungkin harus mereparasi suatu alat tetapi ia harus melakukannya dari posisi maupun kondisi lingkungan yang
tidak nyaman. Halhal itu jelas mempengaruhi unjuk kerjanya serta hasil kerjanya. Oleh sebab itulah perlu dirancang suatu ruang kerja yang ergonomis sehingga baik pelaksana operasi maupun pelaksana kegiatan
perawatan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Tabel 3. menunjukkan data anthropometri dari beberapa posisi kerja yang biasa dilakukan. Data ini merupakan data Departemen Pertahanan A.S. Tabel 3. Data Anthropometri dari beberapa posisi kerja. (dalam satuan inch) Pria Wanita A. Berat badan (lb) 198,8 164,5 B. Tinggi badan 74,4 70,3 C. Jangkauan ( posisi biasa ) 34 31,1 D. Jangkauan ( diperpanjang ) 39,8 36,5 E. Tinggi badan ( dalam posisi merentangkan kedua tangan ke atas kepala ) 90,8 84,7 F. Jarak 2 bahu ( dalam posisi merentangkan kedua tangan ke atas kepala ) 16,5 14,9 G. Tinggi badan (dalam posisi membungkuk ) 59 54,6 H. Jarak 2 bahu (dalam posisi membungkuk ) 19 17,1 I. Jarak jangkau ke atas kepala (dalam posisi duduk ) 57,9 54,9 J. Selonjor 50,3 46,7 K. Tinggi badan ( posisi berlutut ) 53,9 51,3 L. Panjang tungkai kaki 29,7 27,8 M. Tinggi kaki ( dalam posisi telentang dengan satu kaki di tekuk ke atas ) 21,1 19,5 N. Panjang horizontal (dalam posisi telentang dengan satu kaki ditekuk ke atas ) 68,1 64,5 Sumber : Departemen Pertahanan A.S.
BAB III
KESIMPULAN
1. Kesalahan pada rancangan (design induced error) adalah salah satu sebab penting terjadinya kesalahan kerja. Karenanya rancangan yang baik hendaknya juga berarti mempunyai kompatibilitas tinggi dengan manusia
2. Human Engineering perlu mendapat tempat baik dalam tahap perancangan, pemakaian maupun perawatan untuk memperkecil bahayabahaya yang timbul akibat kesalahan kerja.
DAFTAR PUSTAKA
1. K. AISAKA, Agency of Natural
Resources and Energy, Current Status of and Future Prospects for
the ManMachine Interface in Japan, Proceeding of the Conference on ManMachine Interface in the Nuclear Industry, Tokyo, 1519 February 1999
2. R.V. BADALAMENTE,
Recommendation to the NRC on Human Engineering Guidelines for
Nuclear Power Plant
Maintainability, NUREG/CR3517, March 1996.
3. K.A. SCHULTZ, Human Engineering Guide for Enhancing Nuclear Control Room,EPRI,NP 2411, May 1990
4. Brown, S.C., Wyckham, 2001, “Human Aspects of Man Made Systems”.
5. Robert Heller, Dorling Kindersley Ltd., 2003, “Motivating People”
6. W. Sritomo, Ergonomi Studi Gerak dan Waktu, Teknik Analisis uNtuk Peningkatan Produktivitas Kerja, Jakarta 1995